tag:theconversation.com,2011:/uk/topics/pengobatan-76578/articles
pengobatan – The Conversation
2024-03-14T04:35:47Z
tag:theconversation.com,2011:article/224163
2024-03-14T04:35:47Z
2024-03-14T04:35:47Z
Banyak negara sudah legalkan ganja medis, saatnya Indonesia mengubah aturan
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/581210/original/file-20240312-16-uhowk6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=8%2C8%2C5742%2C3819&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi ganja medis untuk pengobatan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.freepik.com/free-photo/medical-doctor-holding-cannabis-leaf-bottle-cannabis-oil-white-wall_10401487.htm#fromView=search&page=1&position=4&uuid=e90e9b54-59d1-45bf-9633-123c613c1b73">jcomp/Freepik</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Pelarangan penggunaan ganja untuk keperluan medis kembali mendapat sorotan. Pada 12 Februari 2024, Pipit Sri Hartanti dan Supardi, orang tua dari anak yang mengalami Cerebral palsy, <a href="https://www.mkri.id/public/content/persidangan/risalah/9587_Risalah-pdf_PERKARA%20NOMOR%2013.PUU-XXII.2024%20tgl.%2012%20Februari%202024.pdf">mengajukan gugatan</a> uji materi <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Details/47213">Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 1976</a> tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang Mengubahnya.</p>
<p>Gugatan yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut meminta agar penggunaan ganja medis dapat dilegalkan di Indonesia.</p>
<p>Pengajuan gugatan semacam ini bukanlah yang pertama kali. Pada 2020, <a href="https://www.aljazeera.com/news/2022/8/10/indonesian-mothers-fight-for-medical-marijuana-for-their-children">tiga orang ibu</a> meminta uji materi UU Narkotika agar ganja medis tak lagi dilarang. Alasannya, mereka sangat membutuhkan tanaman tersebut untuk anaknya yang menderita Cerebral palsy. MK <a href="https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_mkri_8588_1658299840.pdf">menolak</a> permohonan gugatan tersebut.</p>
<p>Padahal, tanaman ganja memang memiliki manfaat medis sehingga pembatasannya berdampak pada sebagian orang yang memiliki penyakit tertentu dan membutuhkannya untuk berobat.</p>
<p>Pelarangan ganja untuk keperluan medis kontradiktif dengan jaminan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, hidup dalam lingkungan yang aman dan sehat, serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, sebagaimana dijamin dalam <a href="https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/UUD_1945_Perubahan.pdf">Pasal 28H UUD 1945</a>.</p>
<p>Larangan ini bahkan bertentangan dari salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh UU Narkotika itu sendiri, yaitu menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan dan teknologi. </p>
<p>Di berbagai negara, pandangan tentang ganja telah mulai bergeser, dari yang awalnya negatif menjadi terbuka terhadap manfaat medisnya. Negara-negara maju sudah mulai melegalkan ganja untuk penggunaan medis. Dengan demikian, sudah saatnya pemerintah Indonesia mengevaluasi kembali larangan ini.</p>
<h2>Pergeseran penggunaan ganja: dari negatif jadi efektif</h2>
<p>Penentang penggunaan ganja medis secara global saat ini <a href="https://origins.osu.edu/article/illegalization-marijuana-brief-history?language_content_entity=en">dipengaruhi oleh</a> kebijakan obat-obatan Amerika Serikat (AS) pada masa lalu. Pada 1910, AS mengesahkan UU Makanan dan Obat Murni yang menandai upaya pertama pengendalian federal terhadap ganja. UU tersebut merupakan respons atas banyaknya imigran Meksiko yang mulai bermigrasi ke AS dengan membawa serta tradisi merokok ganja.</p>
<p>Ketika kecemasan masyarakat terhadap imigrasi Meksiko meningkat, tuduhan hiperbolik mengenai narkotika mulai beredar. </p>
<p>Namun, dalam konteks global saat ini, perdebatan mengenai ganja medis sudah bergeser ke pemahaman bahwa ganja adalah salah satu obat yang efektif. Menurut <a href="https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/alcohol-drugs-and-addictive-behaviours/drugs-psychoactive/cannabis">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>, beberapa temuan penelitian menunjukkan efek terapeutik ganja untuk mual dan muntah pada pasien yang menderita penyakit lanjut seperti kanker dan AIDS.</p>
<p><a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED218568.pdf">Institute of Medicine (1982)</a> melakukan penelitian terhadap potensi obat ganja untuk penggunaan medis. Dalam penelitian ini, ganja dan zat turunannya diuji untuk mengetahui glaukoma, asma, kecemasan, depresi, perilaku alkoholik, sindrom yang timbul pada seseorang akibat tidak lagi mengkonsumsi opium (<em>opiatwithdrawal</em>), tumor, kejang, gangguan nafsu makan, dan muntah.</p>
<p>Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa ganja dan zat turunannya cukup menjanjikan dalam menyembuhkan beberapa dari gangguan kesehatan tersebut, misalnya pada glaukoma, yang mana mekanisme kerja ganja berbeda dengan mekanisme kerja obat-obatan biasa; pada asma, yang mana ganja memiliki kadar efektivitas yang sama dengan isoproterenol yang biasa digunakan sebagai obat asma; dan pada perasaan mual (sifat antiemetik), yang mana ganja dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan phenotiaxines. </p>
<p>Manfaat medis lainnya yang telah diakui dan divalidasi secara luas oleh beberapa <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5767492/">penelitian ilmiah lainnya</a> adalah kandungan Cannabidiol (CBD) dalam tanaman ganja untuk pengobatan penderita epilepsi. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5767492/">Studi</a> menunjukkan bahwa pasien dengan <a href="https://ayosehat.kemkes.go.id/sindrom-lennox-gastaut-menguak-misteri-dan-solusi-epilepsi-si-buah-hati">sindrom Dravet</a> yang menerima CBD mengalami penurunan frekuensi kejang.</p>
<p>Ganja juga telah digunakan dalam pengobatan tradisional di Indonesia sepanjang sejarah.<a href="https://www.researchgate.net/publication/290598939_Cannabis_in_Indonesia_Patterns_in_consumption_production_and_policies/link/569a416908aea14769490e5b/download?_tp=eyJjb250ZXh0Ijp7ImZpcnN0UGFnZSI6InB1YmxpY2F0aW9uIiwicGFnZSI6InB1YmxpY2F0aW9uIn19">Di Aceh</a>, selama periode 1764-1794, ganja telah dipraktikkan selama bertahun-tahun dan lazim digunakan sebagai salah satu obat herbal di kalangan masyarakat. Fakta ini tidak banyak dibicarakan karena dianggap masih tabu.</p>
<p>Pada akhir abad ke-19, <a href="https://www.researchgate.net/publication/290598939_Cannabis_in_Indonesia_Patterns_in_consumption_production_and_policies/link/569a416908aea14769490e5b/download?_tp=eyJjb250ZXh0Ijp7ImZpcnN0UGFnZSI6InB1YmxpY2F0aW9uIiwicGFnZSI6InB1YmxpY2F0aW9uIn19">iklan ganja kerap kali muncul</a> di beberapa surat kabar berbahasa Belanda di Hindia Belanda, yang sebagian besarnya mempromosikan rokok ganja sebagai obat untuk berbagai penyakit, mulai dari asma, batuk, penyakit tenggorokan, kesulitan bernapas, dan sulit tidur.</p>
<h2>Banyak negara mulai mengubah aturan</h2>
<p>Beberapa negara telah mengubah pendekatan mereka terhadap ganja medis. California, salah satu negara bagian di AS, memberlakukan aturan <a href="https://codes.findlaw.com/ca/health-and-safety-code/hsc-sect-11362-5/">the Health and Safety Code (HSC)</a> yang memberikan akses bagi individu yang mengalami penyakit serius untuk mendapatkan manfaat ganja medis dalam rangka pengobatan, dengan syarat adanya asesmen dan keputusan dari dokter yang menanganinya.</p>
<p>Penggunaan ganja untuk tujuan medis juga diatur di Belanda. Sejak Januari 2001, Belanda telah mendirikan <a href="https://english.cannabisbureau.nl/">Office for Medicinale Cannabis/OMC</a> (Medical Marijuana Department) sebagai bagian dari Kementerian Kesehatan, Kesejahteraan, dan Olahraga, yang bertugas menyediakan ganja untuk tujuan pengobatan dan melakukan penelitian ilmiah. </p>
<p>Saat ini, <a href="https://hempika.com/en/is-cbd-oil-legal-in-my-country/">setidaknya ada 20 negara</a> yang sudah meregulasi penggunaan ganja medis. Sementara, beberapa negara lainnya juga tengah melakukan penelitian untuk mengetahui manfaat ganja bagi kesehatan masyarakat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/581212/original/file-20240312-22-cpokru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/581212/original/file-20240312-22-cpokru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/581212/original/file-20240312-22-cpokru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/581212/original/file-20240312-22-cpokru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/581212/original/file-20240312-22-cpokru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/581212/original/file-20240312-22-cpokru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/581212/original/file-20240312-22-cpokru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petani memegang tanaman ganja yang ia tanam di kebunnya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.freepik.com/free-photo/farmers-hold-marijuana-cannabis-trees-their-farms_4833219.htm#fromView=search&page=1&position=0&uuid=eb63de75-3c7f-4a8f-82cc-8d333a633c5f">jcomp/Freepik</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Di sisi lain, perlu ditekankan juga bahwa aturan dalam distribusi dan peredaran ganja medis perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Thailand, misalnya, <a href="https://theconversation.com/why-asean-countries-should-not-look-at-thailand-for-legalising-medical-cannabis-191739">bukan contoh yang ideal</a> dalam hal pelegalan ganja. Peraturan ganja di Thailand belum komprehensif, sehingga menciptakan wilayah hukum yang abu-abu dengan pembatasan terbatas pada penggunaan, penjualan, dan produksi produk ganja.</p>
<p>Sejak Juni 2022, akibat kurangnya pembatasan dan kendala yang diterapkan pada ganja rekreasional, terdapat banyak sekali toko di Thailand yang menjual produk-produk yang mengandung ganja, mulai dari makanan dan minuman hingga kebersihan. Gulma dengan tingkat tetrahydrocannabinol (THC), kandungan lain ganja, hingga 35% dijual secara terbuka dan dimakan dalam ganja toko. Ini seratus kali lebih tinggi dari ambang batas THC legal. </p>
<h2>Peluang perubahan aturan</h2>
<p>Setelah mempertimbangkan semua informasi dari konteks tataran global, kita dapat menyimpulkan bahwa ganja menawarkan berbagai manfaat medis, sehingga sebaiknya tidak serta merta dilarang sepenuhnya.</p>
<p>Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melakukan penelitian mengenai penggunaan ganja medis di Indonesia. MK melalui <a href="https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_mkri_8588_1658299840.pdf">putusannya pada 2020</a> pun telah mengamanatkan pemerintah untuk segera melakukan kajian mengenai hal ini. Hasil penelitian tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi rujukan untuk merumuskan kebijakan.</p>
<p>Artinya, masih terbuka kemungkinan bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengarah pada pemberian akses ganja untuk keperluan medis kepada orang-orang yang membutuhkannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/224163/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Maria Isabel Tarigan, seorang praktisi hukum yang berbasis di Pontianak, juga berkontribusi dalam penulisan artikel ini.</span></em></p>
Negara-negara maju sudah mulai melegalkan ganja untuk penggunaan medis. Sudah saatnya pemerintah Indonesia mengevaluasi kembali larangan ini.
Dio Ashar Wicaksana, PhD Student, Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/216169
2024-01-15T06:04:36Z
2024-01-15T06:04:36Z
Mengapa layanan kesehatan jiwa penting bagi pasien tuberkulosis? Ini strateginya
<p>Tuberkulosis (TBC atau TB), <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis">penyakit global yang kini menginfeksi sekitar 10,6 juta orang dan menyebabkan kematian 1,3 juta orang pada 2022</a>, merupakan salah satu penyakit menular yang hingga kini sulit diberantas meskipun vaksin dan pengobatannya telah tersedia. </p>
<p>Salah satu masalah yang kerap dialami pasien TBC adalah jangka waktu pengobatan yang lama, yaitu setidaknya enam bulan. Bahkan, pasien TBC yang mengalami resistensi obat, masa pengobatannya lebih lama hingga mencapai <a href="https://tbindonesia.or.id/wp-content/uploads/2021/06/TBRO_Buku-Juknis-Tuberkulosis-2020-Website.pdf">dua tahun</a>.</p>
<p>Setiap hari pasien harus minum obat selama masa pengobatan. Itupun tidak ada jaminan mereka tidak terinfeksi kembali setelah sembuh. Pengobatan panjang ini kerap membuat mereka frustrasi.</p>
<p>Sebuah riset terbaru, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0022399923000260?via%3Dihub">tinjauan sistematis dan meta-analisis</a> terhadap sembilan studi yang melibatkan 8.770 partisipan pasien TBC dari tujuh negara (India, Myanmar, Etiopia, Korea Selatan, Afrika Selatan, Zambia, dan Angola), menunjukkan prevalensi keinginan bunuh diri oleh pasien TBC mencapai 8,5% pada 2021. Sedangkan prevalensi percobaan bunuh diri pada pasien TBC sebesar 3,1%.</p>
<p>Riset sebelumnya juga menunjukkan kecemasan, stres, dan tekanan psikososial yang dialami pasien TBC dapat <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.3402/gha.v8.29019">menyebabkan pasien kesulitan</a> mematuhi program pengobatan yang diberikan.</p>
<p>Integrasi program layanan kesehatan jiwa ke dalam program penanggulangan TBC merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa pasien TBC.</p>
<h2>Kesehatan jiwa dan tuberkulosis</h2>
<p>Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2022 menunjukkan mayoritas kasus TBC baru ada di Asia dengan <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis">46% kasus TBC di seluruh dunia berasal dari Asia Tenggara</a>.</p>
<p>Individu terinfeksi TBC atau pasien TBC mempunyai risiko mengalami tekanan psikologis yang dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah kesehatan jiwa dan kecenderungan bunuh diri selama proses diagnosis, masa pengobatan, dan pemulihan. </p>
<p>Karena TBC sering menyerang individu yang sudah <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240082557">rentan secara sosial</a>, stigma terkait TBC dapat bersinggungan dan memperburuk stigma sosial lainnya.</p>
<p>Masalah yang ditimbulkan dari prosedur diagnosis atau pengobatan, seperti hilangnya pendapatan tetap, kurangnya dukungan dari keluarga, dan isolasi dari lingkungan sekitar juga dapat memperburuk kesehatan jiwa pasien TBC. </p>
<p>Riset <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6953784/">menunjukkan</a> pasien TBC yang mengalami kecemasan, stres, dan depresi memiliki risiko putus pengobatan pada akhir masa pengobatan sebesar 4-9 kali dibandingkan pasien TBC yang tidak mengalami masalah kesehatan jiwa. Hal ini dapat berdampak pada rendahnya keberhasilan pengobatan yang meningkatkan risiko resistensi obat. </p>
<p>Apalagi, beberapa jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk mengobati TBC resisten obat, seperti Cycloserine, Isoniazid dosis tinggi, dan Fluoroquinolone, memiliki <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9120976/">potensi menimbulkan psikosis</a>, kecemasan, dan depresi. Hal ini menyebabkan pasien TBC yang sudah mengalami kondisi resistensi obat memiliki peningkatan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0022399923000260">risiko bunuh diri</a>]. </p>
<p>Oleh karena itu, pelayanan kesehatan jiwa untuk pasien TBC merupakan komponen penting dalam upaya pengobatan TBC secara holistik sebagai salah satu tata laksana pengobatan.</p>
<h2>Integrasikan layanan kesehatan jiwa di program TBC</h2>
<p>Ketersediaan layanan kesehatan jiwa di sebagian besar negara tidak memadai. Di beberapa negara seperti <a href="https://iris.who.int/handle/10665/345946">regional Afrika</a> (Uganda, Zimbabwe, Afrika Selatan) dan Asia Tenggara (Indonesia, Nepal, Bhutan, Bangladesh, Maladewa, Myanmar), kesenjangan pengobatan untuk masalah kesehatan jiwa kondisi berat <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240049338">mencapai 90%</a>.</p>
<p>Berdasar <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6558966/">hasil survei semi-struktur</a> pada para Direktur Program Tuberkulosis Nasional dari 26 negara dengan beban TBC tinggi, 17 orang di antaranya setuju perlunya mengintegrasikan layanan kesehatan jiwa ke dalam program penanggulangan TBC. </p>
<p>Mereka berpendapat bahwa pengintegrasian pelayanan kesehatan jiwa dengan program penanggulangan TBC akan mudah dilakukan jika model layanan terpadu yang efektif dan berbiaya rendah tersedia. </p>
<p>WHO menuangkan <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240055056">kiat mengintegrasi pelayanan kesehatan jiwa ke dalam program TBC</a> di dalam dokumen Kerangka Kerja Aksi Kolaborasi untuk Tuberkulosis dan Komorbiditas 2022. Kerangka kerja ini dapat digunakan sebagai landasan untuk merancang model layanan kesehatan jiwa terbaik dapat diberikan bersamaan dengan layanan TBC.</p>
<h2>Lima aspek untuk pasien TBC</h2>
<p>Merujuk pada pedoman WHO untuk meningkatkan layanan kesehatan mental pasien TBC dan komorbid, ada lima aspek fundamental dalam strategi integrasi pelayanan kesehatan jiwa bagi pasien TBC.</p>
<p><em>Pertama</em>, kita perlu mengidentifikasi peluang dukungan terhadap layanan kesehatan jiwa di komunitas setempat. Dalam hal ini, termasuk peluang untuk memperkuat dukungan keluarga dan masyarakat pada pasien TBC, dukungan rekan sebaya, petugas terlatih, dan petugas kesehatan jiwa profesional yang tersedia.</p>
<p><em>Kedua</em>, penyesuaian intervensi berdasarkan kebutuhan individu. Dalam perawatan kesehatan jiwa, terdapat beragam opsi, tergantung pada kompleksitas kondisinya. Misalnya, apakah intervensi yang dibutuhkan hanya sampai pada intervensi psikologis singkat dari petugas terlatih atau juga perawatan dengan obat-obatan.</p>
<p><em>Ketiga</em>, meningkatkan hubungan layanan kesehatan jiwa yang sudah ada dengan layanan TBC agar perawatan pasien dapat terkoordinasi dengan baik.</p>
<p><em>Keempat</em>, layanan TBC harus mengimplementasikan protokol yang jelas untuk mengidentifikasi dan merawat pasien TBC dengan masalah kesehatan jiwa. </p>
<p><em>Kelima</em>, pemantauan dan evaluasi untuk meningkatkan kualitas layanan secara berkelanjutan. Dengan informasi yang terkumpul dari proses ini, penyedia layanan dapat menilai apakah intervensi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien, dan apakah meningkat atau menurun kesehatan jiwanya.</p>
<p>Strategi integrasi layanan kesehatan jiwa ini tidak terbatas pada program penanggulangan TBC. Integrasi pelayanan kesehatan jiwa juga dapat dipertimbangkan ke dalam program pengendalian HIV, lepra, dan program penyakit kronik lainnya.</p>
<p>Idealnya, setiap orang yang terdiagnosis penyakit kronik harus diperiksa kondisi kesehatan jiwanya sebelum atau setelah memulai pengobatan. Mereka juga perlu menjalani pemeriksaan rutin terkait kondisi depresi, kecemasan, psikosis, penyalahgunaan obat- obatan, dan kecenderungan menyakiti diri atau percobaan bunuh diri untuk mencapai derajat kesehatan serta meningkatkan capaian penyelesaian pengobatan pasien yang lebih tinggi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/216169/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Individu terinfeksi atau pasien TBC mempunyai risiko peningkatan masalah kesehatan jiwa selama proses diagnosis, pengobatan, dan pemulihan. Langkah strategis diperlukan untuk menjawab masalah ini.
Mutiara Shinta Noviar Unicha, Research Assistant for Tuberculosis Studies, The Center for Tropical Medicine, Universitas Gadjah Mada
Dito Aryo Prabowo, Lecturer, Faculty of Psychology, Universitas Diponegoro
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/213729
2023-11-09T01:41:31Z
2023-11-09T01:41:31Z
Sains di balik pesona DNA salmon untuk kesehatan dan tampil kinclong
<p>Saat ini banyak klinik atau produk kecantikan yang <a href="https://www.youtube.com/watch?v=bIAjjnt94rQ">mengiklankan perawatan dengan DNA salmon</a>, biayanya mencapai jutaan rupiah. </p>
<p>Biasanya klinik tersebut mengklaim terapi dengan penyuntikan DNA salmon dapat meningkatkan produksi kolagen yang dibutuhkan kulit sehingga wajah pengguna tampak awet muda, mulus, dan lebih bersinar.</p>
<p>DNA salmon memang memiliki manfaat untuk sejumlah masalah kesehatan. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2096691122000723">Hasil riset</a> menunjukkan DNA salmon mampu membantu penyembuhan luka dan mengurangi peradangan di dalam tubuh, sehingga potensial digunakan sebagai produk kecantikan. </p>
<p>Namun demikian, kita perlu untuk memikirkan risiko dan efek samping jangka panjang yang mungkin timbul. </p>
<h2>DNA dari sperma ikan salmon</h2>
<p>DNA salmon, dikenal juga sebagai <a href="https://www.halodoc.com/janji-medis/nama/skin-booster-dna-salmon">Skin Booster DNA Salmon</a>, merupakan istilah yang populer di masyarakat untuk menyebutkan produk yang mengandung molekul polideoksiribonukleotida (PDRN). </p>
<p>Disebut DNA salmon, karena PDRN dihasilkan dari sperma ikan salmon. Dalam prosesnya sperma ikan salmon akan melewati <a href="https://patents.google.com/patent/CN107287186A/en">proses pemurnian</a> bersuhu tinggi di laboratorium sehingga dihasilkan DNA murni berkualitas tinggi. DNA ini tidak mengandung protein ataupun peptida yang dapat memicu reaksi alergi. </p>
<p>Selain dari sperma ikan salmon, PDRN juga dapat dihasilkan dari sumber lain seperti <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37589166/">ganggang</a>. </p>
<p>DNA salmon atau PDRN mengandung rantai panjang deoksiribonukleotida (DNA) sebanyak 80 hingga 2.200 pasang basa dengan berat molekul antara 50-1500 kilodalton (kDa). Ukuran tersebut <a href="https://www.spandidos-publications.com/mmr/18/6/5166">dilaporkan</a> sebagai ukuran DNA salmon yang optimal untuk proses penyembuhan luka. </p>
<p>Walaupun hal tersebut tidak sejalan dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10839713/">konsensus</a> di bidang dermatologi yang menyatakan bahwa suatu senyawa kimia ataupun obat akan mudah melintasi lapisan pertahanan kulit jika memiliki ukuran kurang dari 500 Dalton, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan klinisi bagaimana DNA salmon dapat berfungsi.</p>
<h2>Cara kerja DNA Salmon</h2>
<p>DNA salmon biasanya diberikan melalui suntikan ke dalam kulit. Lalu molekul ini akan masuk ke dalam aliran darah secara bebas atau terdistribusi di dalam jaringan tubuh sesuai penggunaan dan lokasi penyuntikannya. </p>
<p>Namun perlu diketahui bahwa tidak mudah bagi molekul tersebut masuk ke dalam sel secara cepat dan efektif. Ini karena DNA akan mudah terurai dalam perjalanannya menuju suatu sel, sehingga perlu zat pembawa yang tepat. </p>
<p>Di dalam sel, DNA salmon dapat berperan sebagai bahan baku obat (<em>prodrug</em>) yang dapat mengaktifkan proses keseimbangan di dalam tubuh atau yang dikenal dengan <a href="https://www.britannica.com/science/homeostasis">homeostasis</a>. </p>
<p>Selain itu, DNA salmon juga berperan pada proses penyediaan bahan baku materi genetik (asam nukleat) melalui jalur daur ulang (<em>salvage pathway</em>). Sehingga DNA ini dapat memperbaiki sel yang rusak pada tubuh seseorang, tanpa tubuh harus menggunakan energi dalam jumlah besar untuk menghasilkan bahan baku tersebut.</p>
<h2>Manfaatnya bagi kesehatan</h2>
<p>DNA salmon telah terbukti memiliki manfaat bagi kesehatan. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2096691122000723">Hasil riset</a> menyatakan DNA salmon bisa membantu menyembuhkan luka dan mengurangi peradangan di tubuh manusia.</p>
<p>DNA salmon <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2096691122000723">dilaporkan</a> efektif untuk mengobati luka kaki pada pasien penyakit kencing manis (diabetes melitus), penyakit gangguan katup pembuluh darah, dan dapat mengatasi masalah kerontokan rambut pada perempuan. </p>
<p>DNA salmon juga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5405115/">dilaporkan</a> memiliki potensi untuk meremajakan kulit (<em>skin rejuvenation</em>), mempercepat pembentukan kolagen, mengatasi keluhan terkait penuaan (<em>aging</em>), dan mencerahkan kulit.</p>
<p>Karena beragam manfaat tersebut, wajar jika DNA salmon saat ini marak digunakan dalam bidang kecantikan.</p>
<h2>Efek samping</h2>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32757710/">Beberapa penelitian</a> telah dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaan DNA salmon sebagai agen terapi. </p>
<p>Pada sebuah <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1524-475X.2008.00361.x">penelitian</a> didapatkan DNA salmon yang diberikan berulang kali pada tikus secara sistemik ditemukan aman pada semua organ, baik otak, jantung, otot, hati, dan paru-paru. </p>
<p>Selain itu, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5405115/">rangkuman studi klinis</a> pada manusia menunjukkan bahwa DNA salmon memiliki <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Toksisitas">toksisitas</a> dan efek samping yang dapat diatasi. </p>
<p>Hasil <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5405115/">studi</a> pengawasan pascapemasaran selama lima tahun yang melibatkan lebih dari 300.000 penjualan PDRN juga telah membuktikan kualitas dan profil keamanan dari obat tersebut. </p>
<p>Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa DNA salmon aman digunakan bila dilakukan dengan cara yang benar. Namun demikian, penting untuk diingat bahwa keamanan jangka panjang dari penggunaan DNA salmon masih terus dipelajari. </p>
<p>Oleh karena itu, sangat penting bagi klinisi untuk terus mengawasi pasien yang menjalani terapi dengan DNA salmon. Penting juga untuk diketahui bahwa beberapa orang masih memiliki ancaman untuk mengalami respons alergi atau iritasi kulit saat diberikan DNA salmon.</p>
<p>Namun secara keseluruhan, data yang ada saat ini menunjukkan bahwa penggunaan DNA salmon aman bagi kesehatan. </p>
<p>Perlu penelitian berskala besar untuk mempelajari lebih lanjut tentang dampak DNA Salmon secara lokal dan umum, serta dampak jangka panjangnya.</p>
<h2>Perhatian untuk konsumen</h2>
<p>Walaupun diketahui DNA salmon memiliki manfaat bagi kesehatan dan kecantikan, masyarakat perlu memastikan bahwa produk DNA salmon yang digunakan merupakan produk asli dan telah memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).</p>
<p>Selain itu perlu diketahui bahwa produk DNA salmon yang digunakan saat ini pada uji klinis mayoritas berupa sediaan cair (disuntikkan) dan sebagian kecil berupa salep. Karena itu, suatu hal yang keliru jika terdapat produk makan (sediaan tablet atau kapsul) yang mengklaim mengandung DNA salmon.</p>
<p>DNA salmon memang punya manfaat kesehatan, tapi kita perlu hati-hati risiko dan efeknya yang mungkin timbul untuk jangka panjang.</p>
<p>Selain itu, dokter harus berhati-hati dalam memberikan DNA salmon kepada orang yang memiliki riwayat alergi atau sensitif terhadap produk tersebut.</p>
<p>Para dokter juga harus mengikuti perkembangan penelitian dan pedoman terbaru dalam penggunaan DNA salmon untuk memastikan penggunaannya tetap aman dalam praktik sehari-hari.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213729/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fajri Marindra Siregar tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
DNA salmon aman digunakan bila dilakukan dengan cara yang benar. Namun demikian, penting untuk diingat bahwa keamanan jangka panjang dari penggunaan DNA salmon masih terus dipelajari.
Fajri Marindra Siregar, Lecturer in Department of Biochemistry Universitas Riau, Universitas Riau
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/213728
2023-10-25T05:44:07Z
2023-10-25T05:44:07Z
Terapi masa depan dengan vesikel ekstraseluler: bagaimana hasil samping sel punca ini bisa jadi kurir senyawa obat?
<p>Apakah kamu pernah berpikir bagaimana <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/21/130500423/ekor-cicak-putus-saat-terancam-bahaya-bagaimana-mereka-melakukannya-?">ekor cicak</a> dapat tumbuh kembali setelah terputus? </p>
<p>Cicak, termasuk dalam kelas reptilia, adalah hewan yang mampu menumbuhkan kembali ekornya yang telah putus. Hal ini diperoleh <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-021-26321-9">karena adanya peranan gen-gen tertentu</a> yang dapat mempercepat regenerasinya. Kemampuan khusus ini hampir tidak dimiliki oleh hewan pada golongan kelas lainnya. </p>
<p>Seperti itulah analogi untuk menjelaskan sel punca atau <em>stem cells</em> yang sangat menjanjikan sebagai terapi berbagai macam <a href="https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1714/penyakit-degeneratif">penyakit degeneratif</a>, seperti <a href="https://p2ptm.kemkes.go.id/informasi-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus">diabetes melitus</a> dan <a href="https://www.alodokter.com/penyakit-parkinson">parkinson</a>.</p>
<p><a href="https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=what-are-stem-cells-160-38">Sel punca</a> dikenal sebagai jenis sel yang memiliki potensi besar di bidang kedokteran. Secara umum, sel punca memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang baru.</p>
<h2>Hasil samping dari sel punca untuk kesehatan</h2>
<p>Berdasarkan asalnya, sel punca dapat dikelompokkan menjadi sel punca embrionik, sel punca pluripotensi terinduksi, dan sel punca dewasa.</p>
<p>Sel punca embrionik merupakan sel punca yang didapatkan dari sel-sel embrio. Sedangkan, <a href="https://news.unair.ac.id/2021/12/23/induced-pluripotent-stem-cell-dari-stem-cell-pulpa-gigi-aplikasi-masa-depan-dalam-perawatan-regeneratif/">sel punca pluripotensi terinduksi</a> dan sel punca dewasa merupakan sel yang didapatkan dari sel-sel tubuh dewasa, seperti sel kulit, sel otot, sel lemak, dan sel tubuh yang lainnya.</p>
<p>Selain sel, produk turunan dari kultur atau pembiakan sel punca yakni <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0171933522000735">vesikel ekstraseluler</a> juga merupakan salah satu inovasi yang daoat dimanfaatkan untuk terapi. <a href="https://www.mdpi.com/1422-0067/23/4/2310">Vesikel ekstraseluler</a> merupakan “kantong” kecil dengan rentang ukuran 30 hingga 1000 nanometer yang dikeluarkan oleh sel dan terbentuk melalui <a href="https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acsbiomaterials.0c01286">proses pembelahan dari membran sel</a>. </p>
<p>“Kantong” tersebut secara umum berperan sebagai kurir atau pembawa dalam proses komunikasi antarsel. Vesikel ekstraseluler membawa <a href="https://www.jci.org/articles/view/87316">komponen bioaktif dari sel asal sehingga dapat memengaruhi sel target</a>. </p>
<p>Secara umum, <a href="https://cellandbioscience.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13578-022-00786-7">vesikel ekstraseluler</a> tersebut banyak ditemukan dalam media kultur pertumbuhan sel punca.</p>
<h2>Terapi bebas sel berbasis vesikel ekstraseluler</h2>
<p>Jumlah vesikel ekstraseluler yang dikeluarkan oleh sel sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perlakuan terhadap sel merupakan salah satu faktor utama yang dapat memberikan dampak pada vesikel ekstraseluler.</p>
<p>Salah satu contohnya, penambahan glukosa dengan kadar tertentu pada kultur sel akan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/adhm.202101658">memengaruhi tinggi rendahnya jumlah vesikel ekstraseluler yang dikeluarkan</a>. </p>
<p>Di laman <a href="https://clinicaltrials.gov">database uji klinik National Institutes of Health (NIH)</a> kini terdapat <a href="https://clinicaltrials.gov/search?term=extracellular%20vesicles">166 dokumen</a> terkait proses uji klinis pemanfaatan vesikel ekstraseluler untuk berbagai penyakit. </p>
<p>Salah satu uji klinis menunjukkan bahwa vesikel ekstraseluler dapat dimodifikasi dan diinjeksi bersama dengan senyawa obat kanker, sehingga vesikel tersebut mampu berperan sebagai <a href="https://www.mdpi.com/1999-4923/12/12/1146">“kurir pembawa senyawa obat”</a> untuk menuju target sel kanker. </p>
<p>Selanjutnya, senyawa obat yang telah dibawa oleh “kurir” dirilis ke dalam sel target atau sel kanker (Gambar 1). Hal ini menyebabkan sel kanker mati tanpa mengganggu sel sehat di sekitarnya, dan kandidat terapi berbasis vesikel ekstraseluler dapat berjalan dengan baik.</p>
<p><a href="https://jhoonline.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13045-021-01141-y">Penemuan menarik juga menunjukkan</a> bahwa vesikel ekstraseluler mampu menembus salah satu dinding paling selektif yakni <a href="https://academic.oup.com/stmcls/article/39/12/1589/6515856">dinding otak yang terdapat di sistem saraf pusat</a>. Ukuran vesikel ekstraseluler yang sangat kecil memungkinkannya untuk menembus dinding tersebut. </p>
<p>Hal itu menunjukkan bahwa pengembangan vesikel ekstraseluler amat menjanjikan <a href="https://www.thno.org/v11p3183.htm">sebagai agen terapi</a> penyakit-penyakit sistem saraf pusat. Misalnya, alzheimer dan parkinson.</p>
<p>Selain itu, vesikel ekstraseluler juga diketahui memiliki potensi tinggi pada terapi diabetes melitus (DM). Injeksi vesikel ekstraseluler pada hewan model diabetes menunjukkan bahwa vesikel tersebut mampu mempercepat proses <a href="https://www.wjgnet.com/1948-9358/full/v13/i12/1066.htm">penyembuhan luka diabetes</a> melalui peningkatan mekanisme anti-inflamasi. </p>
<p>Oleh karena itu, vesikel ekstraseluler diproyeksikan mampu untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai agen terapi bebas sel untuk berbagai penyakit di masa depan. Selain itu, efek samping dari terapi ini sangat rendah.</p>
<p>Salah satu uji klinis fase I pada pasien yang sedang berjalan dipimpin oleh Brandon Smaglo dari M.D. Anderson Cancer Center, Amerika Serikat (<a href="https://clinicaltrials.gov/study/NCT03608631">NCT03608631</a>). Tim ini menggunakan vesikel ekstraseluler untuk terapi melawan kanker pankreas. </p>
<h2>Tantangan ke depan</h2>
<p>Vesikel ekstraseluler sebagai “kantong” berukuran nano yang dikeluarkan oleh sel diketahui memiliki berbagai kelebihan, yakni mampu menembus membran selektif, mampu berperan sebagai “agen pembawa obat” hingga diketahui memiliki efek samping yang rendah. </p>
<p>Namun, pengembangan vesikel ekstraseluler sebagai agen terapi memiliki beberapa tantangan. Tantangan terbesar berkaitan dengan metode teknis pada proses pengembangan vesikel ekstraseluler tersebut. Misalnya, perlu standar protokol produksi vesikel ekstraseluler hingga standar teknis terkait proses isolasinya.</p>
<p>Proses produksi vesikel ekstraseluler sejauh ini belum efisien karena membutuhkan tempat dan media kultur sel dalam jumlah yang besar. Sebab, pembuatan vesikel ekstraseluler dengan jumlah yang cukup, memerlukan kultur sel dalam jumlah banyak. </p>
<p>Proses kultur sel dalam jumlah besar juga meningkatkan risiko kontaminasi, sehingga standar produksi vesikel ekstraseluler perlu diperketat.</p>
<p>Selain standar produksi vesikel ekstraseluler, tata cara isolasi vesikel ekstraseluler masih menjadi tantangan.</p>
<p><a href="https://www.thno.org/v07p0789.htm">Ada berbagai jenis metode</a> yang dapat digunakan untuk melakukan proses isolasi vesikel ekstraseluler dari sel punca. Namun, sejauh ini belum diketahui metode mana yang paling optimal. </p>
<p>Oleh karena itu, kita memerlukan penetapan standar proses isolasi vesikel ekstraseluler sehingga proses yang dilakukan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10717544.2020.1748758">dapat lebih mudah dan optimal.</a></p>
<p>Dalam proses pengembangannya menjadi agen penghantar obat, ukuran vesikel yang relatif kecil juga menjadi tantangan tersendiri. </p>
<p>Faktor ukuran cukup penting karena menentukan berapa jumlah senyawa obat yang dapat diinjeksikan ke dalam vesikel ekstraseluler. Sementara, jumlah senyawa obat turut memastikan efisiensi suatu terapi.</p>
<p>Guna mengatasi tantangan ini, kita memerlukan dosis optimal antara rasio senyawa obat dengan jumlah vesikel ekstraseluler yang diinjeksikan ke tubuh pasien.</p>
<p>Itulah tantangan-tantangan dan langkah yang dapat kita lakukan guna memaksimalkan potensi pemanfaatan vesikel ekstraseluler. </p>
<p>Ke depan, vesikel ekstraseluler diharapkan mampu dikembangkan menjadi salah satu inovasi alternatif terapi yang dapat diaplikasikan secara luas.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213728/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Vesikel ekstraseluler yang dihasilkan oleh sel punca sebagai inovasi terapi bebas sel.
Arif Nur Muhammad Ansori, Researcher, Postgraduate School, Universitas Airlangga
Yulanda Antonius, Lecturer, Faculty of Biotechnology, Universitas Surabaya
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/215337
2023-10-10T08:28:43Z
2023-10-10T08:28:43Z
Wabah virus Nipah di India: sejauh mana terobosan riset vaksin dan obat untuk melawannya?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/552920/original/file-20231010-17-za7ydt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Gambaran hasil analisis mikroskop dari partikel virus Nipah (merah) dan sel Vero yang terinfeksi (biru). Gambar dari Fasilitas Penelitian Terpadu NIAID di Fort Detrick, Maryland, AS. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/niaid/53186520297/">NIAID</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 <a href="https://news.un.org/en/story/2023/05/1136367">telah usai</a>, tapi <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-DON490">wabah virus Nipah terjadi di wilayah selatan dari negara bagian Kerala</a>, India, pada akhir Agustus 2023 lalu. Akibatnya, lebih dari lima orang terserang virus ini dan dua orang di antaranya meninggal.</p>
<p>Virus Nipah adalah salah satu virus berbasis asam ribonukleat atau RNA dari <a href="https://jjournals.ju.edu.jo/index.php/jjps/article/view/1602/489">famili <em>Paramyxoviridae</em> (genus: <em>Henipavirus</em>)</a>. Virus ini masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di berbagai negara Asia. </p>
<p>Menurut WHO, wabah di wilayah Kerala adalah wabah keempat di wilayah tersebut <a href="https://www.who.int/southeastasia/outbreaks-and-emergencies/health-emergency-information-risk-assessment/surveillance-and-risk-assessment/nipah-virus-outbreak-in-kerala">sejak 2018</a>. Sebelumnya, ada juga wabah yang muncul di negara lain, yaitu <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-DON442">Bangladesh pada awal tahun 2023</a>.</p>
<p>Virus Nipah adalah termasuk pada golongan virus zoonosis yang ditularkan dari <a href="https://news.unair.ac.id/2021/02/08/beware-of-nipah-virus-expert-calls-preventive-efforts/?lang=en">kelelawar (golongan genus <em>Pteropus</em>, famili <em>Pteropodidae</em>)</a> ke manusia. <a href="https://www.cdc.gov/vhf/nipah/symptoms/index.html">Virus ini menyebabkan</a> infeksi saluran pernapasan, muntah, dan demam pada manusia. </p>
<p>Lebih jauh, pada kondisi yang parah, virus ini menyebabkan peradangan otak dan kejang hingga berujung pada kematian. Sejauh ini, vaksin dan obat yang spesifik untuk virus Nipah masih dalam proses penelitian dan belum tersedia di pasaran.</p>
<h2>Potensi ancaman virus di ASEAN</h2>
<p>Selain di India, <a href="https://tropmedhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s41182-023-00535-7">beberapa negara lain</a> di Asia yang pernah terserang oleh virus Nipah misalnya adalah Bangladesh, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Wabah infeksi virus Nipah tercatat pertama kali pada 1998 di Malaysia. Sudah tercatat ada lebih dari 250 kasus. </p>
<p>Sejak saat itu, setiap tahunnya terjadi satu atau dua wabah. Dua negara yang paling banyak terserang adalah Bangladesh dan India. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/virus-nipah-mewabah-di-india-apa-yang-perlu-kamu-tahu-214234">Virus Nipah mewabah di India: apa yang perlu kamu tahu</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Wilayah ASEAN dikenal dengan tingkat mobilitas manusia yang tinggi. Perjalanan antarnegara, baik untuk tujuan bisnis atau pariwisata, menjadi hal yang sangat umum. Hal ini dapat menjadi potensi penyebaran virus Nipah jika ada kasus yang terdeteksi di dalam wilayah ASEAN, termasuk Indonesia.</p>
<p>Tingkat kesiapsiagaan dan respon yang baik terhadap kesehatan masyarakat di negara-negara ASEAN bervariasi. Hal ini mencakup peningkatan pelatihan tenaga kesehatan, pengembangan protokol respons cepat, dan perbaikan infrastruktur kesehatan. </p>
<p>Beberapa negara seperti Singapura dan Thailand, mungkin memiliki sistem kesehatan yang lebih kuat dan lebih siap untuk menghadapi ancaman virus Nipah. Sementara negara lain mungkin kurang siap dan mungkin masih tertinggal dibanding negara lainnya.</p>
<p>Sistem deteksi dini yang efektif dan pelaporan kasus-kasus yang mencurigakan <a href="https://www.kompas.id/baca/english/2023/10/03/en-menakar-ancaman-penyakit-nipah">sangat penting dalam mengendalikan</a> penyebaran virus Nipah. Pemerintah harus memastikan bahwa sistem ini berjalan dengan baik. </p>
<p>Selain itu, akselerasi dengan berbagai instansi maupun laboratorium swasta mungkin perlu sebagai antisipasi hal buruk ke depan berkaitan dengan penyebaran virus Nipah.</p>
<p>Kerja sama dengan negara-negara di luar ASEAN dan organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah penting dalam menghadapi ancaman virus Nipah yang bersifat lintas batas.</p>
<p>Di sisi lain, <a href="https://www.cbc.ca/news/health/nipah-virus-shutdown-what-it-is-1.6967218">edukasi masyarakat tentang cara mencegah penularan virus Nipah</a>, seperti menghindari kontak dengan hewan yang berpotensi terinfeksi dan mengikuti tindakan pencegahan pribadi, juga sangat penting dalam mengurangi risiko penyebaran virus ini di wilayah ASEAN.</p>
<h2>Terobosan pembuatan vaksin dan obat</h2>
<p>Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus ini memiliki nilai persentase tingkat kematian <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/nipah-virus">sampai sekitar 75%</a>. Artinya, jika terinfeksi, maka kemungkinannya dapat menyebabkan kematian sejumlah tiga dari empat kasus. </p>
<p>Saat ini, belum ada obat dan vaksin yang digunakan secara spesifik untuk melawan infeksi virus Nipah. Memberikan perawatan yang mendukung adalah hal terbaik yang dapat dilakukan dokter untuk pasien akibat infeksi virus Nipah. </p>
<p>Salah satu terobosan untuk pengembangan obat dan vaksin terhadap virus Nipah yang dipilih oleh ilmuwan adalah dengan <a href="https://mjfas.utm.my/index.php/mjfas/article/view/175">menggunakan ilmu bioinformatika</a>. Bioinformatika adalah salah satu ilmu bantu utama untuk pengembangan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0264410X23008368?via%3Dihub">vaksin berbasis molekular, seperti vaksin COVID-19</a>. Hal ini menjadi referensi utama bagi pengembang vaksin virus nipah. </p>
<p>Penelitian kolaborasi dari tim kami (Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya), telah menyajikan data hasil penelitian yang komprehensif di <a href="https://jjournals.ju.edu.jo/index.php/jjps/article/view/1602/489"><em>Jordan Journal of Pharmaceutical Science</em></a>, pada September lalu terkait untuk desain kandidat vaksin berbasis bioinformatika terhadap virus Nipah.</p>
<p>Selain itu, dengan basis yang hampir sama, tim peneliti lain dari Indonesia juga meneliti konstruksi desain kandidat vaksin melawan virus Nipah dengan kolaborasi internasional yang terbit di <a href="https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1316&context=science"><em>Makara Journal of Science</em></a>, pada 2023.</p>
<p>Sejauh ini, penelitian uji klinis terkait kandidat vaksin terhadap virus ini juga sedang dikembangkan oleh Moderna Inc. Amerika Serikat dan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Vaksin NIAID, Amerika Serikat (dapat diakses pada <a href="https://clinicaltrials.gov">ClinicalTrials.gov</a> dengan kode uji klinis: <a href="https://clinicaltrials.gov/study/NCT05398796">NCT05398796</a>).</p>
<p>Vaksin ini didasarkan pada platform duta RNA atau messenger RNA (mRNA), sebuah teknologi yang baru saja menelurkan <a href="https://theconversation.com/hadiah-nobel-bidang-kedokteran-diberikan-kepada-pionir-mrna-bagaimana-penemuan-mereka-berperan-penting-dalam-pengembangan-vaksin-covid-215157">peraih Hadiah Nobel bidang Fisiologi dan Kedokteran tahun ini (Dr. Katalin Karikó dan Dr. Drew Weissman)</a>. Sebelumnya, platform ini digunakan dalam beberapa vaksin COVID-19 yang telah disetujui untuk digunakan.</p>
<p>Sedangkan penemuan untuk obat spesifik terhadap virus Nipah masih memiliki banyak kendala. <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11224-023-02148-6">Publikasi ilmiah di jurnal <em>Structural Chemistry</em></a> dari Yang dan Kar pada 2023 telah menjelaskan apa saja kandidat obat yang dapat digunakan untuk melawan virus Nipah. Juga apa saja protein target yang dapat dijadikan sebagai penghambatan utama terhadap infeksi virus Nipah.</p>
<p>Terobosan baru lainnya yang dapat dicapai oleh peneliti, salah satunya adalah <a href="https://www.nature.com/articles/nature.2017.22738">teknologi kryo mikroskop elektron</a>. Teknologi ini memungkinkan para peneliti untuk mampu meninjau molekul biologi dalam resolusi atom. Hal ini merupakan <a href="https://journals.plos.org/plospathogens/article?id=10.1371/journal.ppat.1009740">sebuah analisis presisi dalam membantu penelitian</a> di bidang virologi, desain vaksin dan obat, ataupun produk terapi lainnya untuk hasil akhir yang lebih baik. Kryo mikroskop menjadi instrumen utama untuk pengembangan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4913480/">ilmu biologi struktural</a>, yang bertanggung jawab untuk memecahkan struktur protein virus. </p>
<h2>Peran Indonesia</h2>
<p>Di Indonesia, <a href="https://brin.go.id/news/114749/laboratorium-cryo-em-percepat-penelitian-biologi-struktural-di-indonesia">terobosan ini dipimpin oleh Laboratorium Cryo-EM, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)</a>. Ke depan, Indonesia seharusnya dapat menjadi pemimpin pada penelitian berbasis teknologi kryo mikroskop elektron karena fasilitas dengan penunjang teknologi ini tidak banyak dimiliki oleh institusi penelitian atau perguruan tinggi di ASEAN.</p>
<p>Teknologi ini telah mengungkap berbagai macam protein penting dari virus Nipah. Data ilmiahnya <a href="https://www.rcsb.org/search?request=%7B%22query%22%3A%7B%22type%22%3A%22group%22%2C%22nodes%22%3A%5B%7B%22type%22%3A%22group%22%2C%22nodes%22%3A%5B%7B%22type%22%3A%22group%22%2C%22nodes%22%3A%5B%7B%22type%22%3A%22terminal%22%2C%22service%22%3A%22full_text%22%2C%22parameters%22%3A%7B%22value%22%3A%22nipah%20virus%22%7D%7D%5D%2C%22logical_operator%22%3A%22and%22%7D%5D%2C%22logical_operator%22%3A%22and%22%2C%22label%22%3A%22full_text%22%7D%5D%2C%22logical_operator%22%3A%22and%22%7D%2C%22return_type%22%3A%22entry%22%2C%22request_options%22%3A%7B%22paginate%22%3A%7B%22start%22%3A0%2C%22rows%22%3A25%7D%2C%22results_content_type%22%3A%5B%22experimental%22%5D%2C%22sort%22%3A%5B%7B%22sort_by%22%3A%22score%22%2C%22direction%22%3A%22desc%22%7D%5D%2C%22scoring_strategy%22%3A%22combined%22%7D%2C%22request_info%22%3A%7B%22query_id%22%3A%2209910745d9c27c333a874822b7fa9425%22%7D%7D">telah banyak tersimpan di pangkalan data <em>Protein Data Bank</em> atau PDB</a>. Selain itu, dukungan referensi ilmiah berdasarkan publikasi ilmiah dari jurnal ilmiah internasional bereputasi juga sudah banyak dituliskan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/?term=nipah+virus">oleh para peneliti di berbagai negara</a>. </p>
<p>Di samping itu, salah satu fakta menarik adalah penelitian <a href="https://www.gen.cam.ac.uk/directory/dr-henrik-salje">Henrik Salje </a> yang <a href="https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMoa1805376">terbit di <em>The New England of Medicine</em></a>. Riset ini menyebutkan bahwa berdasarkan kasus di Bangladesh, penelitian terhadap 248 infeksi virus Nipah di sana menyimpulkan jika nilai R yang memiliki kaitan dengan kemungkinan penularan penyakit antarmanusia adalah relatif kecil. Pada dasarnya, nilai R atau angka reproduksi adalah sebuah metode pemeringkatan untuk mengetahui kemampuan penyebaran penyakit tertentu. </p>
<p>Namun, walaupun nilai R tergolong relatif rendah, jika ada kejadian hewan liar yang dibawa oleh manusia ke lokasi yang kepadatan populasinya tinggi, maka peningkatan peluang risiko penularan antarmanusia akan semakin besar. Hal ini juga dapat memberikan tempat bagi virus ini untuk terjadinya mutasi dan mengubah susunan genetiknya sehingga dapat lebih mudah menular antarmanusia dan meningkatkan potensi pandemi baru.</p>
<p>Munculnya wabah virus Nipah di India atau negara lain setiap tahun dalam beberapa tahun terakhir dapat menjadi indikator bahwa <a href="https://ayosehat.kemkes.go.id/mengenal-virus-nipah-dan-gejalanya">kemungkinan hilangnya habitat dari hewan liar akibat ekspansi aktivitas manusia</a>. </p>
<p>Hal ini membawa pada kondisi yang lebih erat untuk kontak antara manusia dan hewan liar sehingga meningkatkan risiko penularan dari hewan liar ke manusia melalui kontak langsung yang tidak terkontrol.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215337/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Virus ini memiliki nilai persentase tingkat kematian sekitar 75%. Artinya, jika terinfeksi, maka kemungkinannya dapat menyebabkan kematian sejumlah tiga dari empat kasus.
Arif Nur Muhammad Ansori, Researcher, Postgraduate School, Universitas Airlangga
Arli Aditya Parikesit, Vice Rector of Research and Innovation, Indonesia International Institute for Life Sciences
Yulanda Antonius, Lecturer, Faculty of Biotechnology, Universitas Surabaya
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/209875
2023-07-21T06:35:46Z
2023-07-21T06:35:46Z
UU Kesehatan baru: apakah penghapusan anggaran wajib minimal 5% APBN dan 10% APBD tepat saat ini?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/538554/original/file-20230720-23-de54aj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menandatangani berita acara pandangan mini fraksi atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan di Kompleks Parlemen, Jakarta, 19 Juni 2023. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1687164617&getcod=dom">ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom. </a></span></figcaption></figure><p>Setelah melalui <a href="https://theconversation.com/ruu-kesehatan-paket-kejar-tayang-kontroversi-dan-pasal-krusial-untuk-transformasi-sistem-kesehatan-206603">pro-kontra</a> dalam beberapa bulan terakhir, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230711/4643487/ketok-palu-ruu-kesehatan-sah-jadi-undang-undang/">mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi undang-undang</a> pada 11 Juli 2023. Dengan metode <em>omnibus law</em>, UU ini mencabut <a href="https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20230214-012516-3408.pdf">sembilan UU</a> di sektor kesehatan. </p>
<p>Salah satu keputusan kontroversial adalah parlemen dan pemerintah sepakat menghapus <a href="https://djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=apakah-yang-disebut-dengan-mandatory-spending">kewajiban belanja minimal (<em>mandatory spending</em>) </a> sebesar 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kesehatan. Aturan ini sebelumnya diberlakukan <a href="https://data-apbn.kemenkeu.go.id/lang/id/topic/4/anggaran-kesehatan">menurut UU Kesehatan tahun 2009</a>. </p>
<p>Pemerintah beralasan anggaran kesehatan harus dialokasikan berdasarkan <a href="https://twitter.com/KemenkesRI/status/1677320509023830016">kebutuhan</a> dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2023/07/12/07561331/pembelaan-menkes-soal-uu-kesehatan-dari-pasal-mandatory-spending-sampai">komitmen</a>, bukan berdasar besaran alokasi minimum. </p>
<p>Dari sisi paradigma perencanaan penganggaran yang baik, ini langkah tepat. Besar alokasi anggaran harus disusun setelah memetakan prioritas dan berdasarkan dari program yang akan dibuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. </p>
<p>Namun, apakah pemerintah, khususnya daerah, sekarang sudah siap menyusun perencanaan dengan paradigma tersebut? Rasanya kita masih butuh waktu dan strategi yang lebih tepat.</p>
<p>Keputusan menghapus belanja kesehatan minimal itu berseberangan dengan <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/250048/WHO-HIS-HGF-HFWorkingPaper-16.1-eng.pdf;jsessionid=082305EFB1A75D6ED9853CFD2039B6ED?sequence=1">rekomendasi minimal 5-6%</a> dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan temuan riset-riset terdahulu yang <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpubh.2023.1123759/full">menemukan hubungan antara pengeluaran kesehatan</a> dan peningkatan status kesehatan masyarakat. Namun, perlu diingat penggunaan anggaran itu juga dipengaruhi level <a href="https://www.bloomberg.com/news/articles/2018-09-19/u-s-near-bottom-of-health-index-hong-kong-and-singapore-at-top#xj4y7vzkg">efisiensinya</a>.</p>
<h2><em>Mandatory Spending</em> dan status kesehatan masyarakat</h2>
<p>Sebelum UU Kesehatan yang baru disahkan, selain <a href="https://data-apbn.kemenkeu.go.id/lang/id/topic/4/anggaran-kesehatan">belanja wajib minimal kesehatan 5%</a>,
pemerintah juga telah menetapkan anggaran wajib <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2021/10/05/140000269/isi-uud-1945-pasal-31-dan-maknanya">minimal 20%</a> di bidang pendidikan. </p>
<p>Ada juga anggaran belanja ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40770/uu-no-33-tahun-2004">minimal 26%</a> dari pendapatan dalam negeri dan dalam bentuk <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38582/uu-no-6-tahun-2014">Dana Desa 10%</a> dari transfer pusat ke daerah. Setidaknya, 61% dari APBN tidak bisa diubah peruntukannya.</p>
<p>Berbagai penelitian membuktikan ada pengaruh yang nyata antara biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh sebuah negara dan status kesehatan penduduknya.</p>
<p>Studi di <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7366161/">negara-negara Afrika</a> memperlihatkan hubungan antara belanja kesehatan (pemerintah dan swasta) dan peningkatan status kesehatan masyarakat. Pengeluaran bersumber pemerintah, memiliki pengaruh 5% lebih besar untuk menurunkan angka kematian, TBC, dan HIV dibanding bersumber swasta.</p>
<p>Studi di berbagai negara anggota <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Kerja_Sama_dan_Pembangunan_Ekonomi">Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD)</a>, menggunakan data 1996-2020, <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpubh.2023.1123759/full">menemukan bahwa pengeluaran kesehatan</a> memiliki dampak terhadap penurunan angka kematian bayi dan meningkatkan angka harapan hidup.</p>
<p>Namun, fakta menariknya adalah negara dengan biaya kesehatan yang lebih besar (rata-rata per penduduk), belum tentu akan mendapatkan manfaat yang lebih baik dibanding dengan negara dengan biaya kesehatan yang lebih kecil. </p>
<p>Pengaruh positif ini tergantung dari bagaimana sebuah negara memiliki cara yang efektif dan efisien dalam membelanjakan anggaran, atau biasa disebut anggaran berbasis kinerja.</p>
<p>Fakta itu dibuktikan oleh <a href="https://ourworldindata.org/grapher/life-expectancy-vs-health-expenditure-per-capita?zoomToSelection=true&time=earliest..latest&country=IDN%7EGBR%7EUSA%7ESGP%7EZAF%7EJPN%7EIND">analisis data bersumber</a> dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), WHO dan <em>World Population Prospect</em>, rentang tahun 2000-2019 yang menunjukkan adanya anomali. </p>
<p>Negara besar seperti Amerika Serikat dengan biaya kesehatan per kapita yang jauh lebih besar (US$10.921 atau sekitar Rp163,65 juta), ternyata memiliki angka rata-rata harapan hidup penduduk yang lebih rendah (79,1 tahun) dibandingkan Singapura (83,8 tahun), Inggris (81,7 tahun) dan Jepang (84,4 tahun). Padahal, ketiga negara ini memiliki biaya kesehatan per kapita penduduknya lebih kecil (Singapura US$4.102, sekitar Rp61,4 juta; Inggris US$5.087, sekitar Rp76,2 juta; Jepang US$4.587, sekitar Rp68,7 juta).</p>
<p>Di sisi berbeda masih berdasar sumber yang sama, negara seperti India dengan biaya yang lebih kecil (US$211, sekitar Rp3,1 juta), justru memiliki angka harapan hidup lebih baik (70,9 tahun) dibandingkan dengan negara seperti Afrika Selatan (US$1.187, sekitar Rp17,7 juta; 66,3 tahun).</p>
<p>Indonesia sendiri secara rata-rata biaya kesehatan per kapita pada 2019 adalah US$358 (sekitar Rp5,3 juta) dengan angka harapan hidup 70,5 tahun.</p>
<h2>Bagaimana realisasi anggaran selama ini?</h2>
<p><a href="https://ombudsman.go.id/news/r/ombudsman-ri-soroti-ragam-masalah-sumber-pembiayaan-kesehatan-di-daerah">Ombudsman RI menemukan</a> beberapa daerah saat ini baru menganggarkan 3-4% anggarannya untuk kesehatan. Hal ini terjadi akibat dari terbatasnya kapasitas fiskal daerah dan atau komitmen politik kepala daerah. </p>
<p>Jika kemampuan fiskal daerah rendah, seharusnya pemerintah pusat ikut membantu. Ini dimungkinkan karena sejak 2013 sampai 2019, <a href="https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/64ae5b66a59fa/mandatory-spending-kesehatan-dihapus-bagaimana-realisasi-anggarannya">data menunjukkan</a> alokasi APBN untuk kesehatan tidak pernah melebihi angka 5%, kecuali pada tahun 2016. Selanjutnya pada 2020-2022 alokasi minimum tersebut terlampaui, tapi itu karena pandemi COVID-19.</p>
<p>Selanjutnya pada daerah dengan komitmen politik rendah, penghapusan anggaran minimal kesehatan tentu akan makin <a href="https://theconversation.com/lebih-dari-82-penduduk-punya-kartu-jaminan-kesehatan-tapi-ketidakadilan-akses-masih-menganga-171638">menyulitkan</a> pembangunan kesehatan di daerah. </p>
<p>Jika sewaktu alokasi minimum diwajibkan saja daerah tidak memenuhi, bagaimana ketika dihilangkan? Padahal, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sendiri <a href="https://www.antaranews.com/berita/2613065/menkes-enam-indikator-rpjmn-kesehatan-butuh-intervensi-khusus">mengatakan</a> saat ini masih banyak sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) bidang kesehatan yang meleset.</p>
<h2>Mimpi anggaran berbasis kinerja</h2>
<p>Dalam konsep perencanaan penganggaran berbasis kinerja, dikenal konsep “<em>money follow program</em>”. Konsep ini menyatakan bahwa program harus disusun di awal. Setelah itu, dihitung kebutuhan anggaran untuk membiayai program agar tujuan atau luaran dapat tercapai.</p>
<p>Pemerintah <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/06/08/penghapusan-anggaran-kesehatan-10-persen-dalam-ruu-kesehatan-ditentang">berpendapat</a>, <em>mandatory spending</em> kesehatan menyalahi konsep ini karena anggaran ditetapkan di depan (5-10%), lalu dibuatkan perencanaan (program <em>follow money</em>).</p>
<p>Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan beralasan akan menyusun <a href="https://www.liputan6.com/health/read/5343649/menkes-budi-susun-rencana-baru-anggaran-kesehatan-biar-tak-buang-buang-uang">Rencana Induk Bidang Kesehatan</a> yang akan menjadi acuan dalam perencanaan berbasis kinerja.</p>
<p>Namun jika melihat dari pengalaman, kebijakan yang hanya akan mengandalkan rencana induk bidang kesehatan tersebut untuk menggantikan kebijakan <em>mandatory spending</em>, bisa berpotensi gagal. </p>
<h2><em>Mandatory spending</em> vs. <em>mandatory services</em></h2>
<p>Perlu diketahui bahwa selain <em>mandatory spending</em>, UU juga mengatur mengenai <em>mandatory services</em> bidang kesehatan. Layanan wajib itu diatur dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38685/uu-no-23-tahun-2014">UU No.23 Tahun 2014</a>, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/67029/pp-no-2-tahun-2018">Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2018</a>, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/196235/permendagri-no-100-tahun-2018">Peraturan Menteri Dalam Negeri No.100 Tahun 2018</a> dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/111713/permenkes-no-4-tahun-2019">Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2019</a>.</p>
<p><em>Mandatory services</em> ini dikenal dengan nama <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/111713/permenkes-no-4-tahun-2019">Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan</a>. SPM Kesehatan merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar bidang kesehatan yang merupakan kewajiban pemerintah dan berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. </p>
<p>SPM Kabupaten dan Kota mencakup pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir, balita, usia pendidikan dasar, usia produktif, usia lanjut, hipertensi dan diabetes melitus. Lalu pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat, orang terduga tuberkulosis, dan orang dengan risiko terinfeksi HIV. </p>
<p>Sedangkan untuk SPM Provinsi mencakup pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana atau berpotensi bencana provinsi. Juga pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.</p>
<p>Dalam aturan teknis pelaksanaannya, SPM ini sangat detail mulai dari standar dan cara perhitungan <em>input</em> hingga biaya yang dibutuhkan, hingga capaian <em>output</em> dan <em>outcome</em> yang ditargetkan. Yang berarti “harusnya” sangat berbasis kinerja seperti rencana induk bidang kesehatan yang akan dibuat oleh pemerintah dan DPR.</p>
<p>Namun yang menjadi catatan, dalam masa kebijakan <em>mandatory spending</em> dan <em>services</em> masih berjalan bersamaan, <a href="https://spm.bangda.kemendagri.go.id/publikasi">data Kementerian Dalam Negeri yang diakses pada 17 Juli 2023</a> memperlihatkan capaian SPM Kesehatan di Indonesia pada 2023 masih rendah. Pada triwulan satu hanya 33,8% dan triwulan dua 43,78%, dari target 100%. Jika kita lihat per daerah belum satupun provinsi mencapai target.</p>
<p>Langkah yang tepat adalah strategi pentahapan. Alokasi anggaran minimal 10% APBD baiknya tetap dipertahankan. Untuk 5% APBN, karena pemerintah pusat dianggap lebih siap menerapkan anggaran berbasis kinerja, kebijakan <em>mandatory spending</em> bisa dihapuskan. </p>
<p>Namun, penghapusan ini perlu dibarengi kewajiban untuk membantu alokasi anggaran bagi daerah yang tidak mampu secara fiskal dan mendampingi mereka dalam penyusunan perencanaan penganggaran. Ini penting agar ke depan daerah dapat lebih mandiri dan mimpi anggaran kesehatan berbasis kinerja dapat terwujud.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/209875/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Irwandy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Langkah yang tepat adalah strategi pentahapan. Alokasi anggaran minimal 10% APBD, baiknya tetap dipertahankan. Untuk 5% APBN bisa dihapuskan.
Irwandy, Associate Professor, Hospital Management Department Public Health Faculty,, Universitas Hasanuddin
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/206096
2023-06-05T08:54:10Z
2023-06-05T08:54:10Z
Pengobatan alternatif dan klaim kesembuhan penyandang disabilitas: mispersepsi yang perlu diluruskan
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/529764/original/file-20230602-23-e74kte.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak orang antre untuk pengobatan tradisional Ida Dayak di Markas Kostrad Cilodong, Depok, Jawa Barat, 3 April 2023. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1680508212&getcod=dom">ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa.</a></span></figcaption></figure><p>Fenomena pengobatan <a href="https://theconversation.com/pengobatan-irasional-ida-dayak-memikat-ribuan-orang-kenapa-mereka-percaya-203924">Ida Dayak</a> menjadi daya tarik bagi penyandang disabilitas (khususnya disabilitas fisik dan sensorik) yang berharap “<a href="https://www.liputan6.com/hot/read/5251711/5-fakta-ibu-ida-dayak-viral-karena-pengobatan-alternatif-hingga-bikin-macet-jalan">kesembuhan</a>”, seperti bisa berjalan lagi, meluruskan tangan yang bengkok. </p>
<p>Bahkan konon pengobatan ini mampu membuat pasien tuli dan bisu kembali bisa mendengar dan berbicara. </p>
<p>Kabar mengenai pengobatan alternatif seakan memberi angin segar bagi penyandang disabilitas yang masih kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang inklusif tanpa hambatan. </p>
<p>Namun, di tengah riuhnya mengenai kabar pengobatan alternatif yang ramai dibicarakan, ada mispersepsi terkait penyandang disabilitas yang perlu masyarakat ketahui. Ada beberapa faktor yang memengaruhi penyandang disabilitas untuk cenderung lebih memilih pengobatan alternatif ketimbang pengobatan medis. </p>
<h2>Stigma yang masih melekat</h2>
<p>Stigma menjadi masalah yang terus muncul dalam berbagai aspek, tak terkecuali isu stigma pada penyandang disabilitas. </p>
<p>Erving Goffman dalam buku “<a href="https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=zuMFXuTMAqAC&oi=fnd&pg=PA1&dq=+Notes+on+the+Management+of+Spoiled+Identity&ots=Ra2oGp7HNc&sig=CjSNaQqtNm460R9JUtGv0DSqUAo&redir_esc=y#v=onepage&q=Notes%20on%20the%20Management%20of%20Spoiled%20Identity&f=false">Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity</a>” mendefinisikan stigma sebagai keberadaan atribut pada suatu individu atau kelompok yang dianggap lebih rendah dari individu atau kelompok lain. Atribut ini kemudian kerap digunakan untuk mendiskriminasi individu atau kelompok. </p>
<p>Dalam konteks penyandang disabilitas, kondisi disabilitas yang dialami kerap menjadi atribut dan pemberian stigma bahwa mereka adalah individu yang “sakit” dan perlu disembuhkan. </p>
<p>Kondisi ini kemudian membuat penyandang disabilitas kesulitan untuk mendefinisikan bahwa mereka adalah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1936657412000842">individu lainnya yang juga sehat</a> seperti masyarakat lainnya. </p>
<p>Konstruksi sosial yang salah kaprah tersebut pada akhirnya membuat penyandang disabilitas, keluarga, dan lingkungan sosial mereka untuk terus mencoba berbagai pengobatan dengan tujuan ‘menyembuhkan’ mereka.</p>
<p>Stigma yang sudah terlanjur melekat terhadap penyandang disabilitas di masyarakat berpotensi melahirkan <a href="https://theconversation.com/hati-hati-dengan-ableisme-stigma-diskriminatif-yang-berbahaya-bagi-penyandang-disabilitas-196213">praktik-praktik <em>ableisme</em></a>, yang mendorong mereka “memperbaiki” diri agar menjadi “normal” dan mampu melakukan berbagai hal. </p>
<p>Sejatinya, penyandang disabilitas dapat beraktivitas dan memperoleh berbagai layanan ketika memperoleh akomodasi atas kebutuhannya yang berbeda. </p>
<p>Stigma lainnya yang selalu tertanam dalam benak masyarakat terkait penyandang disabilitas adalah mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak produktif. Dengan demikian, masa depan mereka suram serta akan menjadi beban orang-orang terdekatnya pada kemudian hari. </p>
<p>Atas dasar stigma tersebut, keluarga terutama <a href="https://theconversation.com/melepas-karir-mendapat-stigma-dan-sinisme-bagaimana-tantangan-yang-dihadapi-ibu-dengan-anak-disabilitas-196786">ibu selalu disalahkan</a> atas disabilitas yang dialami oleh anaknya. </p>
<p>Tekanan-tekanan tersebut membuat keluarga membawa anaknya yang merupakan penyandang disabilitas untuk memperoleh pengobatan yang diyakini mujarab dan kilat agar menyembuhkan anaknya. </p>
<h2>Hambatan dalam mengakses layanan kesehatan</h2>
<p>Penyandang disabilitas menghadapi hambatan dalam semua aspek sistem kesehatan. Misalnya, praktik <a href="https://theconversation.com/hati-hati-dengan-ableisme-stigma-diskriminatif-yang-berbahaya-bagi-penyandang-disabilitas-196213">diskriminatif</a> di kalangan petugas kesehatan, <a href="https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S2468-2667%2821%2900115-8">fasilitas dan informasi kesehatan</a> yang sulit diakses, dan kurangnya informasi atau pengumpulan dan <a href="https://theconversation.com/dari-stigma-sampai-kurangnya-sinergi-lintas-sektor-berikut-alasan-sulitnya-melakukan-pendataan-akurat-terkait-penyandang-disabilitas-186096">analisis data tentang disabilitas</a>, semuanya berkontribusi pada ketidakadilan kesehatan yang dihadapi oleh kelompok disabilitas. </p>
<p>Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa hal di luar rasionalitas seperti pengobatan Ida Dayak sangat memberikan harapan bagi para penyandang disabilitas. </p>
<p>Tidak hanya pengobatan Ida Dayak, pengobatan alternatif lain yang ‘terjangkau’, seperti pengobatan rehabilitasi mental di <a href="https://www.merdeka.com/khas/doa-kesembuhan-dari-balik-jeruji.html">Pesantren Daarul Miftah Mulia</a>, juga menjadi alternatif bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan akses kesehatan, khususnya terkait mental.</p>
<p>Faktor komunikasi konteks tinggi yang dipraktikkan Ida Dayak kepada pasien disabilitas nyatanya lebih mengena karena menyentuh <a href="https://theconversation.com/pengobatan-irasional-ida-dayak-memikat-ribuan-orang-kenapa-mereka-percaya-203924">empati pasien</a> yang terlihat lebih dihargai di pengobatan alternatif. </p>
<p><a href="https://mycourses.aalto.fi/pluginfile.php/1189342/mod_resource/content/3/nishimuranevgitella299.pdf">Komunikasi konteks tinggi</a> membuat makna pesan tertanam jauh di dalam informasi, sehingga tidak semuanya dinyatakan secara eksplisit ketika diucapkan. Mudahnya, masyarakat Indonesia lebih suka berbasa basi sebelum menyampaikan inti dari sebuah pesan.</p>
<p>Hal ini tentu berbeda dengan sistem kesehatan medis yang menggunakan gaya komunikasi konteks rendah yang bersifat eksplisit. Hasilnya pasien disabilitas masih ada yang merasa <a href="https://kumparan.com/kumparannews/survei-icw-layanan-kesehatan-untuk-difabel-belum-memadai-1rhBUrQrkQW/3">didiskriminasi oleh petugas kesehatan</a> yang tidak memiliki pengetahuan menciptakan rasa hormat kepada pasien disabilitas. </p>
<p>Hasil temuan tim riset kami, Tim Riset Rumah Program Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (IPSH) dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2022 di Yogyakarta menunjukkan tenaga kesehatan menggunakan bahasa yang cenderung nirempati bagi keluarga penyandang disabilitas. Laporan riset ini sedang dalam proses publikasi sebuah jurnal.</p>
<p>Ketika informan kami ingin memperoleh layanan kesehatan lanjutan untuk anaknya yang cerebral palsy, tenaga kesehatan tersebut berkomentar dan menyiratkan bahwa kondisi anak sudah tidak dapat lebih baik dan tidak tahu lagi tindakan seperti apa yang harus diberikan. Cara berkomunikasi tersebut tentu meninggalkan luka dan ketidaknyamanan bagi keluarga yang memiliki anak disabilitas.</p>
<p>Perbedaan mana yang lebih memanusiakan, nyatanya menjadi salah satu faktor penting mengapa pengobatan alternatif Ida Dayak lebih dipilih pasien disabilitas dibandingkan dengan pengobatan medis. </p>
<h2>Kebijakan yang belum memihak penyandang disabilitas</h2>
<p>Dari sisi kebijakan, sebenarnya sudah ada piranti legal yang memberikan perlindungan dan pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas. </p>
<p><a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37251/uu-no-8-tahun-2016">Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas</a> membuka angin segar bagi perlindungan dan <a href="https://www.jalastoria.id/uu-disabilitas-apa-saja-hak-hak-penyandang-disabilitas-2/">pemenuhan hak penyandang disabilitas</a> di Indonesia. </p>
<p>Dalam pemenuhan hak kesehatan, misalnya, telah diamanatkan juga penyelenggaraan Habilitasi dan Rehabilitasi yang termuat dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/156769/pp-no-75-tahun-2020#:%7E:text=PP%20No.%2075%20Tahun%202020,Penyandang%20Disabilitas%20%5BJDIH%20BPK%20RI%5D&text=LN.2020%2FNo.292,go.id%20%3A%2020%20hlm.">Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Habilitasi dan Rehabilitasi</a>. </p>
<p>Namun persoalan ini ternyata masih dibebankan kepada Kementerian Sosial (Kemensos) semata, sehingga cara pandang penyelenggaraan habilitasi dan rehabilitasi juga masih bersifat <em>charity</em>. </p>
<p>Rehabilitasi dalam program Kemensos kemudian dimaknai sebagai penyediaan alat bantu. Padahal, habilitasi dan rehabilitasi seharusnya juga perlu difokuskan pada upaya memperlengkapi individu dengan pengetahuan, alat, atau sumber daya khusus yang dibutuhkan. Juga memastikan bahwa <a href="http://hrlibrary.umn.edu/edumat/hreduseries/TB6/pdfs/HRYes%20-%20Part%202%20-%20Chapter%209.pdf">lingkungan</a>, program, praktik, atau pekerjaan umum mencakup fitur yang dibutuhkan penyandang disabilitas untuk berhasil atas dasar kesetaraan dengan orang lain. </p>
<p><a href="https://www.riglobal.org/projects/habilitation-rehabilitation/">Habilitasi</a> mengacu pada suatu proses untuk membantu penyandang disabilitas mencapai, menjaga atau meningkatkan keterampilan dan berfungsi untuk kehidupan sehari-hari. </p>
<p>Layanannya meliputi terapi fisik, okupasi, dan bahasa wicara, berbagai perawatan terkait manajemen nyeri, dan audiologi, serta layanan lain yang ditawarkan di rumah sakit dan lokasi rawat jalan.</p>
<p>Sedangkan <a href="https://www.riglobal.org/projects/habilitation-rehabilitation/">rehabilitasi</a> mengacu pada mendapatkan kembali keterampilan, kemampuan, atau pengetahuan yang mungkin telah hilang atau dikompromikan sebagai akibat dari kedisabilitasan. Atau karena perubahan kedisabilitasan atau keadaan seseorang. </p>
<p>Pada kenyataannya, rehabilitasi yang diselenggarakan selama ini juga dinilai belum inklusif karena tidak memberikan <a href="https://alpha-i.or.id/program-aktivitas/demokrasi-ham-tata-kelola/policy-brief-mendorong-pembentukan-peraturan-pemerintah-tentang-perlindungan-sosial-habilitasi-dan-rehabilitasi-dalam-rangka-peningkatan-kesejahteraan-bagi-penyandang-disabilitas/">pilihan</a> terhadap cara dan mekanisme rehabilitasi. </p>
<p>Pelaksanaan rehabilitasi melekat dalam program <a href="https://www.jogloabang.com/sosial/permensos-7-2022-atensi">ATENSI atau Asistensi Rehabilitasi Sosial</a> di Kementerian Sosial. Program ATENSI diberikan berdasarkan layanan multifungsi, sehingga diharapkan semua balai rehabilitasi Kemensos dapat melayani semua ragam disabilitas. </p>
<p>Hal tersebut sayangnya justru menimbulkan persoalan karena tidak diikuti kesiapan sumber daya dan pengetahuan pekerja sosialnya. </p>
<p>Selain program layanan rehabilitasi, program ATENSI lebih banyak memberikan alat bantu yang dimasukkan dalam program Indonesia Melihat, Indonesia Mendengar, dan Indonesia Melangkah. Program ini sering dikritisi karena justru semakin <a href="https://www.solider.id/baca/6937-program-indonesia-mendengar-oleh-kemensos-bikin-difabel-makin-bingung">membuat bingung penyandang disabilitas</a>, lebih banyak bersifat program <em>charity</em>, dan sarat dengan <a href="https://theconversation.com/hati-hati-dengan-ableisme-stigma-diskriminatif-yang-berbahaya-bagi-penyan##%20dang-disabilitas-196213">ableisme</a> .</p>
<h2>Butuh dukungan semua pihak</h2>
<p>Kita semua bertanggung jawab untuk terus mengawal pemenuhan hak-hak kesehatan yang inklusif. Kita harus mengakhiri mispersepsi dan stigma terkait penyandang disabilitas serta berbagai hambatan yang mereka alami dalam mengakses hak-hak kesehatan.</p>
<p>Pertama, layanan dan program kesehatan bagi penyandang “disabilitas tidak” bersifat <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/199544/9789241509619_eng.pdf;jsessionid=E6D684654EC206B7F76392F7EBA61C7E?sequence=1"><em>One-size-fits-all</em></a> (satu solusi untuk semuanya). Penyandang disabilitas memiliki berbagai jenis dan ragam disabilitas serta perbedaan lingkungan sosial dan kultural yang melingkupinya.</p>
<p>Kedua, upaya pemenuhan <a href="https://penerbit.brin.go.id/press/catalog/download/671/549/11667kan-1?inline=1">hak-hak kesehatan penyandang disabilitas</a> harus meminimalkan hambatan-hambatan yang selama ini mereka alami.</p>
<p>Semua pihak, baik negara maupun masyarakat harus memahami bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/human-rights-and-health">pemenuhan hak asasi manusia</a> dan menjadi tanggung jawab kita bersama dalam mewujudkannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206096/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Kita semua bertanggung jawab untuk terus mengawal pemenuhan hak-hak kesehatan yang inklusif. Kita harus mengakhiri mispersepsi dan stigma terkait penyandang disabilitas.
Angga Sisca Rahadian, Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Andhika Ajie Baskoro, Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Isnenningtyas Yulianti, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Mochammad Wahyu Ghani, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Sri Sunarti Purwaningsih, Peneliti Ahli Madya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Zainal Fatoni, Peneliti Demografi Sosial, Pusat Riset Kependudukan BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/203924
2023-04-18T08:55:48Z
2023-04-18T08:55:48Z
Pengobatan irasional Ida Dayak memikat ribuan orang, kenapa mereka percaya?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/521250/original/file-20230417-16-df0kv7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ribuan orang antre untuk pengobatan tradisional Ida Dayak di Markas Kostrad Cilodong, Depok, Jawa Barat, 3 April 2023. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1680508212&getcod=dom">ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa.</a></span></figcaption></figure><p>Di tengah upaya pemerintah menyehatkan masyarakat melalui program <a href="https://nasional.tempo.co/read/1702410/peserta-jkn-kis-hingga-25217-juta-dirut-bpjs-kesehatan-terbesar-di-dunia">Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan peserta mencapai lebih dari 250 juta penduduk</a>, pengobatan tradisional atau alternatif yang irasional (belum terbukti ilmiah) kembali menjadi pembicaraan publik. </p>
<p>Salah satu yang fenomenal adalah <a href="https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230404094812-33-427116/sosok-ida-dayak-yang-viral-disebut-bisa-sembuhkan-penyakit">pengobatan Ida Dayak</a>. Dia mengobati pasien dengan mengoleskan ‘minyak bintang’ ke bagian tubuh. Dalam waktu singkat, dia mengklaim olesan itu “berhasil” menyembuhkan patah tulang, salah urat, stroke, dan penyakit lainnya. </p>
<p>Awal April lalu, <a href="https://ruzka.republika.co.id/posts/209055/membludak-ribuan-orang-datangi-pengobatan-alternatif-ibu-ida-dayak-di-depok">ribuan orang antre di Gelanggang Olahraga Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Cilodong Depok</a> untuk berobat kepada Ida Dayak. </p>
<p>Sebagai peneliti komunikasi kesehatan, saya melihat masalah ini dari perspektif komunikasi. Model komunikasi Ida Dayak ke “pasien” lebih bisa diterima di masyarakat awam sehingga ribuan orang berbondong-bondong rela datang untuk mendapatkan pengobatan. </p>
<h2>Asal-usul minyak bintang</h2>
<p>Pada 2015 <a href="https://www.researchgate.net/publication/328600300_SIMPOSIUM_NASIONAL_KOMUNIKASI_KESEHATAN_2015_BOOK_CHAPTER_FENOMENA_PENGOBATAN_MINYAK_BINTANG_EFEK_MINIMNYA_KEPERCAYAAN_PASIEN_TERHADAP_PENGOBATAN_BIOMEDIS">saya meneliti fenomena pengobatan minyak bintang</a>. Setidaknya, ada dua versi asal muasal minyak bintang. Versi pertama berasal dari beberapa cerita masyarakat Kalimantan yang meyakini minyak bintang berasal dari mayat ular atau bahkan air liur makhluk yang disebut “Hantuen”.</p>
<p>Versi kedua adalah hasil observasi dan wawancara saya dengan seorang penyembuh minyak bintang di Samarinda, sebut saja namanya “Kai Janggut”. Minyak bintang berasal dari minyak kelapa, kapas “bujang” dan burung “bubut”. </p>
<p>Kapas ‘bujang’ adalah kapas yang yang baru saja berbuah dan tidak sempat jatuh ke tanah. Sedangkan burung ‘bubut’ adalah burung yang tinggal di pedalaman hutan. Burung ‘bubut’ tersebut dipatahkan hidup-hidup hingga mati kemudian direbus lama hingga hanya berbentuk minyak. Semua bahan kemudian dicampur hingga jadilah minyak bintang. </p>
<p>Cara pembuatan minyak bintang juga tidak sembarangan. Hanya orang yang memiliki amalan tertentu yang boleh membuatnya. Minyak ini pun harus dibuat pada malam Jumat ketika bintang bersinar terang. </p>
<p>Konon dari situlah nama dari minyak bintang berasal. </p>
<h2>Pengobatan minyak bintang mengapa bisa dipercaya?</h2>
<p>Di dunia kesehatan non-Barat, <a href="https://www.cabdirect.org/cabdirect/abstract/19802902517">sistem medis dibagi menjadi dua kelompok besar</a>: sistem medis personalistik dan naturalistik. Personalistik dan naturalistik merupakan etiologi (ilmu tentang hubungan sebab-akibat) yang menjadi sebab dan asal penyakit. </p>
<p>Sistem personalistik melihat penyakit terjadi karena kekuatan supranatural (hantu, roh jahat, santet). Sedangkan sistem naturalistik melihat penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan tubuh terhadap lingkungan alamiah dan sosialnya.</p>
<p>Masyarakat Indonesia adalah masyarakat non-Barat yang sebagian besar tidak memiliki kerangka berfikir kognitif guna menjelaskan suatu penyakit. Contohnya, kita tidak memiliki kosakata kedokteran ilmiah Barat dan cenderung memberi nama penyakit sesuai dengan kebudayaannya. Istilah <a href="https://www.alodokter.com/masuk-angin-dalam-sudut-pandang-medis">“masuk angin”</a>, misalnya, cuma dikenal di Indonesia.</p>
<p>Masyarakat yang berobat ke Ida Dayak, sebagian besar adalah <a href="https://anthrosource.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1525/aa.1976.78.4.02a00030">masyarakat personalistik</a> yang mempercayai penyakit lebih disebabkan oleh intervensi dari suatu agen aktif. Agen tersebut bisa dianggap makhluk supranatural, makhluk bukan manusia (hantu, roh jahat), maupun manusia yang memiliki kemampuan gaib (tukang santet). </p>
<p>Dalam kasus pengobatan minyak bintang, tidak semua pasien mempercayai penyakitnya berasal dari hal gaib. Namun, mereka tetap percaya ada sesuatu kekuatan tertentu di luar rasionalitas yang bisa mempercepat proses penyembuhannya.</p>
<p>Kondisi tersebut membuat pengobatan personalistik minyak bintang lebih dianggap rasional daripada <a href="https://www.primamedika.com/id/kegiatan-berita-prima-medika/perbedaan-antara-pengobatan-tradisional-dan-modern">pengobatan medis modern</a>. Sebab, pengobatan modern membatasi kerangka berfikir kondisi sakit atau penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan menggunakan zat-zat atau obat yang telah lulus uji klinis.</p>
<p>Umumnya masyarakat perkotaan lebih mempercayai pengobatan medis naturalistik dibandingkan personalistik. Dalam kasus Ida Dayak, masyarakat bisa percaya karena telah “<a href="https://nasional.okezone.com/read/2023/04/06/337/2794081/antropolog-nilai-pengobatan-ida-dayak-populer-karena-orang-sudah-putus-asa">putus asa</a>” menanti kesembuhan bertahun-tahun dengan rutin berobat medis tanpa adanya hasil. </p>
<p>Hal ini membuat masyarakat melirik pilihan pengobatan alternatif.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pengobatan-tradisional-harus-diintegrasikan-ke-dalam-perawatan-kesehatan-untuk-kelompok-budaya-yang-beragam-203530">Pengobatan tradisional harus diintegrasikan ke dalam perawatan kesehatan untuk kelompok budaya yang beragam</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Rahasia “sukses” Ida Dayak: praktikkan komunikasi konteks tinggi</h2>
<p>Ada dua tingkatan komunikasi: komunikasi konteks tinggi dan rendah. </p>
<p>Komunikasi konteks tinggi berfokus pada makna, nada yang mendasari pesan dan bukan hanya kata-kata itu sendiri. Sedangkan komunikasi konteks rendah menunjukkan pesan komunikasi disampaikan secara eksplisit (langsung) sehingga tidak ada risiko kebingungan. </p>
<p><a href="https://mycourses.aalto.fi/pluginfile.php/1189342/mod_resource/content/3/nishimuranevgitella299.pdf">Komunikasi konteks tinggi</a> membuat makna pesan tertanam jauh di dalam informasi, sehingga tidak semuanya dinyatakan secara eksplisit ketika diucapkan. </p>
<p>Dalam budaya komunikasi konteks tinggi, pendengar diharapkan mampu membaca pesan ‘tersirat", untuk memahami makna yang tak terucapkan. </p>
<p>Mudahnya, ada banyak orang Indonesia lebih suka berkomunikasi dengan cara berbasa-basi dan menyentuh empati dibandingkan menyampaikan pesan secara langsung. <a href="https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9781315716282-17/culture-values-intercultural-communication-stephen-croucher">Antropolog Amerika Edward T. Hall menyebut</a> kondisi ini dengan menempatkan budaya dalam rangkaian yang panjang.</p>
<p>Komunikasi konteks tinggi lebih banyak dipraktikan oleh <a href="https://mycourses.aalto.fi/pluginfile.php/1189342/mod_resource/content/3/nishimuranevgitella299.pdf">masyarakat Asia</a>, termasuk Indonesia. </p>
<p>Gaya komunikasi Ida Dayak yang cenderung menyentuh empati pasien menyebut <a href="https://www.viva.co.id/trending/1589437-begini-cara-ibu-ida-dayak-menyembuhkan-pasiennya"><em>basmallah</em> dan doa-doa</a> yang menyejukkan ketika “mengobati pasien”, adalah bentuk terbaik komunikasi konteks tinggi. </p>
<p>Selain itu, Ida Dayak tidak terlalu berfokus pada ongkos pengobatan. Hal ini tentu menaikkan kredibilitas Ida Dayak di mata pasiennya sebagai manusia yang diberkahi Tuhan tanpa mengharapkan imbalan.</p>
<p>Kondisi ini tentu berbeda dengan pengobatan medis modern, terutama dokter yang lebih banyak menekankan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/104990910602300208?url_ver=Z39.88-2003&rfr_id=ori:rid:crossref.org&rfr_dat=cr_pub%20%200pubmed">gaya komunikasi konteks rendah</a> kepada pasiennya. Gaya komunikasi <a href="https://fmch.bmj.com/content/fmch/5/3/204.full.pdf">konteks rendah</a> memungkinkan pesan di dalamnya bersifat eksplisit (langsung), logis, dan berdasarkan bukti. </p>
<p>Sebagai contoh pasien patah tulang akan diberikan informasi secara jelas oleh dokter dengan penanganan yang bervariasi seperti dipasang gips atau bahkan dioperasi bedah. Informasi yang disampaikan biasanya disertai dengan penjelasan kemungkinan risiko penyembuhan yang sulit serta lama.</p>
<p>Tidak ada yang salah dari informasi pesan yang dikandungnya. Namun, hal ini akan berdampak buruk jika disampaikan secara langsung tanpa memperhatikan empati pasien, terutama atlet, anak muda dan pekerja fisik lainnya. </p>
<p>Hal ini akan semakin rumit apabila pasien adalah masyarakat miskin yang membutuhkan usaha lebih untuk menyembuhkan penyakitnya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apakah-pengobatan-cina-tradisional-memiliki-tempat-dalam-sistem-kesehatan-203531">Apakah pengobatan Cina tradisional memiliki tempat dalam sistem kesehatan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jaminan Kesehatan Nasional belum sempurna</h2>
<p>Para pemangku kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan tenaga kesehatan masih menerapkan komunikasi konteks rendah yang kurang berempati terhadap masyarakat kita. </p>
<p>Seperti mempertanyakan <a href="https://www.merdeka.com/jakarta/pengobatan-ida-dayak-digandrungi-warga-bpjs-pastikan-pasien-patah-tulang-ditanggung.html">apa sulitnya mengakses program JKN</a> yang diklaim mampu diakses oleh setiap lini masyarakat. Pernyataan-pernyataan mereka bahkan terkesan menyindir masyarakat yang suka mengarang cerita untuk bisa mendapatkan layanan kesehatan.</p>
<p>Gaya komunikasi seperti ini tidak cocok diterapkan dalam budaya masyarakat Indonesia yang lebih membutuhkan empati ketika bertukar pesan. Terlebih lagi, masih banyak masyarakat kita yang terbukti <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211021204845-532-710710/108-juta-orang-miskin-ekstrem-belum-dapat-akses-ke-bpjs">belum mendapatkan layanan JKN</a>. </p>
<p>Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan kebanyakan “praktisi” pengobatan tradisional yang masih menjunjung tinggi rasa empati kepada kondisi pasien. </p>
<p>Saat ini program JKN memang jauh lebih baik, dengan penerapan <a href="https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/post/read/2022/2506/Aplikasi-Mobile-JKN-Mudah-Digunakan-Banyak-Manfaatnya">sistem online dan aplikasi</a> untuk mempermudah akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan. </p>
<p>Namun, patut diingat bahwa masyarakat kita masih ada yang <a href="https://www.jurnal.umsb.ac.id/index.php/menaramedika/article/view/3834/pdf">belum memahami prosedur</a> mendapatkan pelayanan program JKN. Alasan utamanya adalah <a href="https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/viewFile/34568/27265">prosedur yang rumit dan sulit dipahami masyarakat</a>.</p>
<p>Prosedur yang rumit dan gaya komunikasi yang tidak memperhatikan kultur masyarakat, akan membuat masyarakat memilih pengobatan alternatif tradisional. </p>
<p>Sudah saatnya pejabat dan <em>stakeholder</em> BPJS Kesehatan lebih bijak menerapkan komunikasi yang lebih mudah diterima masyarakat dan memberikan pemahaman prosedur mendapatkan pelayanan JKN.</p>
<p>Tentu kita berharap masyarakat lebih memilih pengobatan medis dan tenaga kesehatan yang telah teruji, dengan cara berkomunikasi yang sesuai dengan budaya kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/203924/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mochammad Wahyu Ghani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Gaya komunikasi Ida Dayak yang cenderung menyentuh empati pasien dengan penggunaan tata cara penyebutan basmallah dan doa-doa adalah bentuk terbaik komunikasi konteks tinggi.
Mochammad Wahyu Ghani, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/194520
2022-12-19T04:36:01Z
2022-12-19T04:36:01Z
Belajar dari Austria untuk mengendalikan diabetes tipe 1 di Indonesia
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/500934/original/file-20221214-525-lmxifa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemeriksaan kadar gula darah pada pengidap diabetes bisa melalui pengambilan darah di ujung jari.
</span> <span class="attribution"><span class="source">Pexels/Photomix Company</span></span></figcaption></figure><p>Jumlah pengidap diabetes di Indonesia menduduki posisi kelima terbanyak di dunia, <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/22/jumlah-penderita-diabetes-indonesia-terbesar-kelima-di-dunia#:%7E:text=Indonesia%20berada%20di%20posisi%20kelima,Indonesia%20sebesar%2010%2C6%25.">dengan 19,47 juta penderita</a> pada 2021. Angka ini diprediksi jauh dari riil, karena <a href="https://lifestyle.bisnis.com/read/20191111/106/1169135/waspasda-70-penderita-diabetes-tidak-terdeteksi-gejalanya">diperkirakan 70% penyandang diabetes</a> di negeri ini belum atau tidak terdiagnosis. </p>
<p>Walau penyakit diabetes tidak bisa disembuhkan, penyakit ini dapat dikendalikan melalui pengendalian kadar gula darah agar tidak melebihi batas normal. Sebagai penyandang <a href="https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/page/2/apa-itu-diabetes-melitus-tipe-1">diabetes tipe 1 (T1DM)</a> selama tujuh tahun terakhir, satu penulis (Jaya Addin Linando) memiliki pengalaman dirawat di Indonesia dan Austria, <a href="https://worldpopulationreview.com/country-rankings/best-healthcare-in-the-world">negara maju yang memiliki sistem kesehatan yang sangat baik</a>. </p>
<p>Penanganan yang tepat untuk penyakit diabetes tipe 1 (pankreas tidak bisa memproduksi insulin, terjadi pada anak-anak dan dewasa muda) menjadi krusial agar para penyandang T1DM tetap dapat beraktivitas secara produktif. Dua hal paling esensial dalam penanganan T1DM adalah skrining dan terapi serta pemantauan gula darah secara rutin.</p>
<h2>Skrining dan terapi</h2>
<p>Penulis pertama kali didiagnosis mengidap penyakit diabetes pada 2015. Pada waktu itu, dokter Indonesia yang menangani penulis belum dapat memastikan apakah diabetes penulis termasuk pada <a href="https://www.mitrakeluarga.com/artikel/artikel-kesehatan/perbedaan-diabetes-1-dan-diabetes-2">kategori tipe 1 atau tipe 2</a>. </p>
<p>Maka, sebagai percobaan, penanganan yang penulis terima pada waktu itu berupa konsumsi obat oral metformin. Seiring berjalannya waktu, pengobatan metformin tidak berdampak signifikan, sehingga dokter menambahkan resep obat baru, yaitu glibenclamide. </p>
<p>Hingga 2016, karena tidak kunjung ada perbaikan kondisi, dokter menyarankan penulis untuk menjalani terapi insulin, tepatnya menggunakan insulin <em>mix</em>. Insulin mix adalah sebuah insulin yang mengandung <a href="https://www.sharecare.com/health/insulin/what-is-premixed-insulin">campuran insulin dengan jangka waktu kerja cepat dan waktu kerja menengah atau panjang</a>. Juga di titik ini, pada akhirnya dokter yang menangani penulis menyatakan bahwa diabetes yang penulis idap adalah diabetes tipe 1.</p>
<p>Beralih menjalani pengobatan di Austria pada 2020, dokter yang menangani penulis menyayangkan pola penanganan dengan insulin <em>mix</em> yang penulis jalani dalam kurun waktu 4 tahun (2016–2020). </p>
<p>Menurut dokter spesialis endokrinologi dan nephrologi yang menangani penulis di Austria, satu-satunya standar penanganan diabetes tipe 1 adalah dengan <a href="https://www.diabetes.co.uk/insulin/basal-bolus.html">metode basal-bolus</a>. Ini adalah metode yang melibatkan dua jenis insulin: basal (jangka panjang) dan bolus (jangka pendek). Insulin basal umumnya diinjeksi satu atau dua kali dalam sehari (tergantung jenis insulin basalnya), dan insulin bolus diinjeksi setiap akan makan.</p>
<p>Metode basal-bolus pun sebenarnya juga diakui oleh <a href="http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/80157">para akademisi</a> dan peneliti <a href="https://www.jstage.jst.go.jp/article/cpe/30/1/30_2020-0052/_pdf/-char/ja">diabetes</a> di Indonesia sebagai pola pengobatan terbaik untuk T1DM. Metode ini juga sejalan dengan pernyataan <a href="https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2021/11/22-10-21-_-Website-Pedoman-Petunjuk-Praktis-Terapi-Insulin-Pada-Pasien-Diabetes-Melitus-Ebook.pdf">Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni)</a> bahwa konsep basal-bolus memiliki kemungkinan terbaik menyerupai sekresi insulin fisiologis bagi penyandang T1DM.</p>
<p>Maka dari itu, skrining, misalnya memakai <a href="https://medlineplus.gov/lab-tests/c-peptide-test/">tes C-peptide</a> atau <a href="https://www.diabetes.co.uk/gad-antibody-test.html#:%7E:text=A%20GAD%20test%20is%20a,autoantibodies%20suggests%20type%201%20diabetes.">tes GAD</a>, menjadi titik kunci dalam penanganan diabetes di Indonesia. Hal ini penting karena tipe diabetes yang berbeda juga <a href="https://journals.lww.com/americantherapeutics/Abstract/2006/07000/A_Review_of_Types_1_and_2_Diabetes_Mellitus_and.12.aspx">memerlukan pola penanganan yang berbeda</a>. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, Kementerian Kesehatan mestinya lebih menggalakkan prosedur skrining tipe diabetes dengan biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Setelah itu, Kementerian Kesehatan melalui sistem standar pengobatan BPJS dapat memberi panduan kepada dokter penyakit dalam untuk menerapkan pola basal-bolus kepada pasien T1DM, yang biayanya juga ditanggung oleh BPJS.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jumlah-pengidap-diabetes-terus-naik-mengapa-nasi-jadi-tertuduh-utama-di-asia-194521">Jumlah pengidap diabetes terus naik: mengapa nasi jadi tertuduh utama di Asia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Sistem pemantauan kadar gula darah</h2>
<p><a href="https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Panduan-Praktik-Klinis-Diagnosis-dan-Tata-Laksana-Diabetes-Melitus-tipe-1-Anak-Remaja.pdf">Pemantauan kadar gula</a> darah secara rutin dalam sehari adalah salah satu elemen penting dalam keberhasilan penanganan kasus diabetes tipe 1.</p>
<p>Secara umum, pemantauan kadar gula dalam darah secara rutin dapat dilakukan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6604122/">melalui dua cara</a>: (1) mengambil darah dengan cara menusuk jari dan (2) menggunakan alat pemantauan glukosa berkelanjutan, <em>Continuous Glucose Monitoring</em> (CGM). </p>
<p>Kedua metode tersebut sama-sama membutuhkan biaya. Pengambilan darah dari jari memerlukan biaya pembelian jarum dan strip sekali pakai serta alat ukur kadar glukosa. Sedangkan penggunaan CGM memerlukan biaya untuk pembelian alat ukur dan sensor yang perlu diganti secara berkala.</p>
<p>Di Austria, asuransi kesehatan publik negara sekelas BPJS Kesehatan di Indonesia, yang bernama <a href="https://www.gesundheitskasse.at/cdscontent/?contentid=10007.870393&portal=oegkportal">Österreichische Gesundheitskasse (ÖGK)</a>, menanggung keseluruhan biaya CGM bagi penyandang T1DM. </p>
<p>Di Indonesia, alat untuk memantau kadar gula dalam darah secara rutin, baik yang melalui pengambilan darah dari jari, terlebih yang berupa sensor kontinu, <a href="https://www.klikdokter.com/info-sehat/diabetes/bisakah-penderita-diabetes-berobat-dengan-bpjs">belum termasuk dalam komponen yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan</a>. </p>
<p>BPJS Kesehatan telah memiliki Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang di dalamnya terdapat <a href="https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/6796d4c90a3784e30e52c3f4a8aff0a6.pdf">banyak fasilitas bermanfaat bagi para penyandang diabetes</a>, seperti edukasi, senam bersama, layanan pengobatan ke rumah bagi pasien yang membutuhkan, juga cek gula secara berkala. </p>
<p>Namun, khusus bagi penyandang diabetes tipe 1, fasilitas cek gula darah berkala dari BPJS belum cukup memadai untuk tujuan pengendalian gula darah. Para penyandang T1DM memerlukan pengecekan gula darah berkali-kali dalam sehari agar mereka dapat secara tepat menentukan dosis insulin yang harus mereka injeksikan.</p>
<p>Saat ini, advokasi penyediaan alat untuk <a href="https://www.change.org/p/strip-gula-darah-untuk-penyandang-diabetes?cs_tk=ArPjiofwcMJmE4HFU2MAAXicyyvNyQEABF8BvMoa8IAKcA-J74gHrFsbix4%3D&utm_campaign=421f9aed2baf485183f02c908e9ba760&utm_content=initial_v0_2_0&utm_medium=email&utm_source=guest_sign_login_link&utm_term=cs">mengecek gula darah secara rutin (khususnya strip pengecekan darah yang diambil dari jari) sedang digalakkan</a> oleh <a href="https://id.linkedin.com/in/anita-sabidi-3962a2213">Anita Sabidi</a>, aktivis-advokat diabetes yang juga merupakan anggota <a href="https://persadia.or.id/">Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia)</a> dan <a href="https://www.instagram.com/ikadarindonesia/?hl=id">Ikatan Diabetes Anak dan Remaja (Ikadar)</a>.</p>
<p>Ada beberapa opsi yang dapat pemerintah (BPJS) ambil untuk memfasilitasi tuntutan pengadaan alat pemantauan kadar gula darah rutin. Pertama, dengan memberikan strip dan alat untuk mengecek kadar gula darah kepada tiap-tiap individu penyandang T1DM. Meski metode ini jauh dari ideal (<a href="https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acs.biomac.8b01429">karena sakit, berpotensi menimbulkan trauma, bahkan dapat berujung pada infeksi</a>), setidaknya ini adalah fasilitas minimum yang dapat pemerintah berikan.</p>
<p>Opsi kedua, pemerintah Indonesia juga dapat mempertimbangkan fasilitasi sensor CGM bagi pasien T1DM, seperti yang dilakukan pemerintah Austria. Meski <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa0805017">dipercaya sebagai salah satu</a> cara terbaik untuk mengontrol diabetes tipe 1 saat ini, opsi ini membutuhkan banyak biaya, mengingat mahalnya harga alat dan sensor CGM yang perlu diganti secara berkala. </p>
<p>Sensor CGM di <em><a href="https://www.tokopedia.com/search?st=product&q=freestyle%20libre%20sensor&srp_component_id=02.01.00.00&srp_page_id=&srp_page_title=&navsource=">online</a> <a href="https://shopee.co.id/search?keyword=freestyle%20libre%20sensor">marketplace</a></em> (produsen alat tersebut belum menjual produk ini secara resmi di Indonesia) dijual sekitar Rp 1.250.000 untuk sensor yang aktif selama 2 minggu, atau setara Rp 2.500.000 per bulan.</p>
<p>Opsi terakhir merujuk pada teknologi yang saat ini sedang berkembang, yaitu menggunakan teknologi <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0003267012004606?via%3Dihub"><em>non-invasive glucose monitoring</em> (NGM)</a>, mengecek kadar gula dalam darah tanpa perlu mengambil sampel darah pasien. </p>
<p>Meski saat ini <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0924424717310178?casa_token=sLOuHKoCkY4AAAAA:iWHsFb04Qg6_Npwp8dPjlKNGs7fOyuILTjKbQxSYacg2znXRoHQmwrZB1DdmFipB6ojtTJiXjlVB">metode NGM masih perlu divalidasi</a>, metode ini dapat menjadi opsi yang memungkinkan untuk diaplikasikan secara masif ke depan. </p>
<p>Supaya lebih terjangkau, <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22110700003/dorong-kebangkitan-alat-kesehatan-dalam-negeri-menkes-tinjau-pameran-hkn-ke-58.html">Kementerian Kesehatan dapat mendorong penciptaan alat sensor tersebut dari produsen dalam negeri</a> secara serius, seperti terlihat dari kegiatan <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22032500001/kemenkes-gelar-demo-inovasi-kesehatan.html">Health Innovation Sprint Accelerator 2022</a>. Di ajang tersebut, salah satu produk inovasi bernama <a href="https://semudah-health.com/">NIRGOMO</a> yang berfokus pada pengukuran kadar gula darah tanpa membutuhkan sampel darah turut mendapatkan penghargaan tiga besar <em>best innovators</em>. </p>
<p>Alat monitor kadar gula dalam darah bagi pasien diabetes tipe 1 sangatlah penting untuk menghindari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6507006/">hipoglikemia (kadar gula darah di bawah normal) yang pada tingkatan tertentu dapat membahayakan nyawa</a>. Karena itu, semestinya BPJS menanggung pembiayaan alat pemantauan kadar gula dalam darah rutin bagi pasien T1DM.</p>
<p>Kementerian Kesehatan perlu memperkuat skrining dan terapi serta memfasilitasi alat pemantauan gula darah rutin untuk pasien diabetes tipe 1 yang biayanya ditanggung oleh sistem kesehatan lewat BPJS Kesehatan. Dengan cara itu, pasien T1DM di Indonesia tetap bisa produktif dan <a href="https://diabetesstrong.com/how-diabetes-affects-life-expectancy/">memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi</a>.</p>
<hr>
<p><em>Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Laksamana Olan Es Orlando (dokter Puskesmas Godean 2 Kabupaten Sleman), dr. Riadiani Nindya Drupadi (dokter RS Mata Dr. YAP), dr. Emir Cahyo Gumilang dan Anita Sabidi atas kontribusi mereka dalam pengembangan artikel ini</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194520/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dr. Anthony Sunjaya is a Co-Founder of BantingMed Pty Ltd, an Australian based diabetes care digital platform.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Jaya Addin Linando tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Fasilitas cek gula darah berkala dari BPJS belum cukup memadai untuk tujuan pengendalian gula darah pasien diabetes tipe 1.
Jaya Addin Linando, Organizational behavior and human resources management lecturer-researcher, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Anthony Paulo Sunjaya, Co-Lead (Digital Health), ASEAN Business Research Hub, UNSW Sydney | Scientia Doctoral Researcher, The George Institute for Global Health, UNSW Sydney
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/194047
2022-11-08T07:50:58Z
2022-11-08T07:50:58Z
Kasus obat sirup beracun: apa kewajiban industri farmasi dalam produksi obat aman dan bagaimana praktiknya?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/494047/original/file-20221108-16-dh92dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas gabungan Balai Pengawas Obat dan Makanan dan Kepolisian memeriksa obat sirup di sebuah apotek di Cipocok, Kota Serang, Banten, 25 Oktober 2022. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1666682409&getcod=dom">ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/h</a></span></figcaption></figure><p>Kontaminasi <a href="https://theconversation.com/kontaminasi-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-dalam-obat-sirup-akibatkan-gagal-ginjal-akut-empat-hal-yang-perlu-anda-ketahui-192950">etilen glikol yang diduga sebagai salah satu penyebab meningkatnya kasus gagal ginjal akut pada ratusan anak</a> merupakan salah satu insiden terkait produksi obat di Indonesia baru-baru ini. </p>
<p>Data terakhir menyatakan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/11/08/08301001/menanti-penetapan-tersangka-kasus-gagal-ginjal-akut-yang-tewaskan-ratusan.">195 anak meninggal</a> diduga kuat akibat <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/10/30/12133271/menkes-penyebab-kasus-gagal-ginjal-akut-kemungkinan-besar-obat-sirup">keracunan obat sirup</a>. </p>
<p>Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/163/PENJELASAN-BPOM-RI-NOMOR-HM-01-1-2-11-22-240-TANGGAL-6-NOVEMBER-2022-TENTANG-PENCABUTAN--IZIN-EDAR-SIRUP-OBAT-PRODUKSI-PT-YARINDO-FARMATAMA--PT-UNIVERSAL-PHARMACEUTICAL-INDUSTRIES--DAN-PT-AFI-FARMA.html">mencabut puluhan izin edar obat sirup milik tiga perusahaan farmasi</a>: PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma. BPOM dan polisi masih <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/664/Tindakan-Tegas-BPOM-dan-Bareskrim-Polri-Terhadap-Industri-Farmasi--Produsen-Sirup-Obat-yang-Tidak-Memenuhi-Standar-dan-atau-Persyaratan-Keamanan--Khasiat--dan-Mutu.html">menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab</a> atas skandal obat beracun ini. </p>
<p>Sebenarnya kasus keracunan obat ini bukan pertama. Sebelumnya, pada 2015, insiden terkait obat pernah terjadi dalam kasus tertukarnya <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/kalbe-farma-salahi-prosedur-obat-buvanest-spinal-akan-diberi-sanksi.html">bupivacaine - obat untuk anestesi lokal - dengan asam tranexamat yang memiliki efek mencegah penggumpalan darah</a> yang diduga akibat kesalahan prosedur saat proses produksi. Selain itu, ada juga kasus <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4739226/kenapa-ranitidin-ditarik-dari-peredaran-ini-4-faktanya">cemaran NDMA dari injeksi ranitidine </a> yang digunakan untuk pengobatan lambung pada 2019.</p>
<p>Kasus-kasus itu menimbulkan pertanyaan: bagaimana mekanisme menjamin keamanan mutu suatu produk obat agar tidak meracuni pasien? Siapakah yang bertanggung jawab dalam pengawasan keamanan dan kualitas obat?</p>
<h2>Regulasi obat di Indonesia</h2>
<p>Pengawasan keamanan dan mutu produk obat sudah menjadi perhatian sejak dulu. </p>
<p>Akan tetapi, konsep dan regulasi pengawasan keamanan dan mutu obat lahir dan berevolusi tidak lepas dari <a href="https://svcp.gnomio.com/pluginfile.php/724/mod_resource/content/1/Drug%20Regulation.pdf">insiden terkait obat</a>. Fungsi regulasi diperlukan agar industri farmasi dapat menjamin kualitas obat yang diproduksi. </p>
<p>Di Indonesia pengawasan keamanan dan mutu industri farmasi diatur dalam pedoman <a href="https://www.pom.go.id/new/files/pedoman/Pedoman_CPOB_6.pdf">Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)</a> yang dibuat oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). CPOB merupakan suatu sistem untuk memastikan setiap produksi obat oleh industri dilakukan dengan konsisten dan diawasi sesuai dengan standar yang berlaku sehingga risiko – terutama yang tidak dapat dideteksi saat produk akhir diperiksa - dapat diminimalkan. </p>
<p>CPOB pertama kali disahkan oleh BPOM pada 2006 atau lima tahun <a href="https://riset.pom.go.id/profile/sejarah">setelah BPOM didirikan pada 2000</a>. CPOB merupakan aturan yang mengikat seluruh industri farmasi di Indonesia. Setiap industri farmasi harus taat pada ketentuan CPOB dan BPOM harus memastikan setiap industri farmasi menaati ketentuan CPOB.</p>
<p>Selain standar dari CPOB, pedoman lain yang mengatur produk obat di Indonesia adalah <a href="https://farmalkes.kemkes.go.id/2020/11/farmakope-indonesia-edisi-vi/">Farmakope Indonesia</a> yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia. </p>
<p>Farmakope Indonesia memuat identifikasi, persyaratan cemaran, hingga persyaratan kadar senyawa yang memiliki efek farmakologi. Saat ini, di Indonesia berlaku <a href="https://farmalkes.kemkes.go.id/2020/11/farmakope-indonesia-edisi-vi/">Farmakope Indonesia edisi 6</a> yang dikeluarkan pada 2020.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kontaminasi-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-dalam-obat-sirup-akibatkan-gagal-ginjal-akut-empat-hal-yang-perlu-anda-ketahui-192950">Kontaminasi etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat sirup akibatkan gagal ginjal akut? Empat hal yang perlu Anda ketahui</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Konsep pengawasan mutu</h2>
<p>Pengawasan mutu merupakan fungsi penting yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan farmasi di Indonesia. </p>
<p>Bagian pengawasan mutu bertujuan memastikan bahwa setiap bahan yang dipasok dan digunakan serta produk yang akan dijual memenuhi persyaratan kualitas dan standar mutu, memenuhi klaim pada label, dan memenuhi seluruh aspek hukum. </p>
<p>Kegiatan pengawasan mutu berkaitan dengan pengambilan sampel, pengujian dan pemenuhan spesifikasi yang ditetapkan, kegiatan dokumentasi, dan pelaksanaan prosedur pelulusan. Bagian pengawasan mutu akan memeriksa untuk setiap bahan yang diterima dan digunakan untuk produksi dan untuk setiap <em>batch</em> produksi, baik produk baru ataupun produk yang pernah ada sebelumnya. </p>
<p>Bagian pengawasan mutu juga bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengambil keputusan pelulusan produk akhir sebelum didistribusikan. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/494045/original/file-20221108-22-dqyo8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/494045/original/file-20221108-22-dqyo8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=684&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/494045/original/file-20221108-22-dqyo8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=684&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/494045/original/file-20221108-22-dqyo8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=684&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/494045/original/file-20221108-22-dqyo8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=860&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/494045/original/file-20221108-22-dqyo8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=860&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/494045/original/file-20221108-22-dqyo8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=860&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Diagram yang menggambarkan alur mekanisme pengawasan produksi obat.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Akan tetapi, pengawasan mutu saja tidak dapat memenuhi seluruh fungsi jaminan keamanan dan mutu produk. Oleh sebab itu, dikenal konsep <a href="https://www.pom.go.id/new/files/pedoman/Pedoman_CPOB_6.pdf">Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)</a> yang menetapkan keamanan dan kualitas setiap produk tidak hanya ‘teruji’ namun harus ‘dibangun’ dengan konsisten. </p>
<p>Untuk itu, selain pengawasan mutu, CPOB juga mengharuskan perusahaan farmasi memiliki sistem manajemen mutu, memastikan personil yang terlibat harus terkualifikasi, terlatih, dan terawasi. </p>
<p>Selain itu, peralatan dan gedung yang digunakan memenuhi persyaratan dari segi lokasi, desain, konstruksi, dan terpelihara secara berkala. Dokumentasi lengkap, tersedia dan runut untuk setiap <em>batch</em> pembuatan, setiap kegiatan dilakukan sesuai dengan prosedur standar, pemenuhan persyaratan jika produk dibuat atas dasar kontrak, penanganan komplain dan penarikan produk, serta audit internal. </p>
<p>Pada prinsipnya aturan pengawasan mutu dapat dan harus terus diperbaharui dan publikasi dokumen pedoman dalam proses pengawasan mutu akan terus direvisi. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/obat-sirup-diduga-menjadi-penyebab-gagal-ginjal-pada-anak-apa-itu-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-193325">Obat sirup diduga menjadi penyebab gagal ginjal pada anak: apa itu etilen glikol dan dietilen glikol?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Penarikan Obat</h2>
<p>Penarikan obat merupakan proses meniadakan produk obat yang rusak akibat produksi atau berpotensi membahayakan. </p>
<p>Proses ini <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4286830/">hampir terjadi</a> dan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/17411343211033887?journalCode=jgma">cenderung naik</a> setiap tahun. Langkah ini tentu saja mempengaruhi industri farmasi, ketersediaan obat di masyarakat, dan berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat dalam menggunakan produk farmasi. </p>
<p>Penarikan obat merupakan salah satu cara industri farmasi untuk menjaga kualitas produk dan pengendalian risiko dengan menarik produk yang bermasalah dari pasaran.<br>
Penarikan dapat terjadi akibat temuan produsen sendiri, keluhan dari pasien, atau perintah BPOM dan dilakukan oleh industri yang mengeluarkan produk. </p>
<p>Istilah penarikan (<em>recall</em>) dalam industri farmasi tidak termasuk untuk produk yang ditarik dari pasaran akibat masalah minor yang tidak berhubungan dengan regulasi. Misalnya, penarikan karena kelebihan stok, atau karena kemasan karton terluar harus diperbaiki. </p>
<p>BPOM <a href="https://jdih.pom.go.id/download/product/847/14/2019">mengkategorikan penarikan obat ke dalam tiga kelas:</a> </p>
<p><strong>Penarikan kelas I</strong>. Penarikan obat akibat potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkannya yakni dapat mengakibatkan kematian, cacat permanen, cacat janin, atau efek yang serius terhadap kesehatan</p>
<p><strong>Penarikan kelas II</strong>. Penarikan obat yang jika obatnya digunakan dapat mengakibatkan penyakit atau kekeliruan pengobatan yang menimbulkan efek sementara bagi kesehatan dan dapat pulih kembali</p>
<p><strong>Penarikan kelas III</strong>. Penarikan obat yang tidak menimbulkan bahaya signifikan terhadap kesehatan.</p>
<p>Penarikan obat terkontaminasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi atas aman kali ini merupakan contoh penarikan kelas I. </p>
<p>Penarikan obat obat <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/17411343211033887?journalCode=jgma">harus dilakukan</a> dengan langkah terencana dengan memperhatikan identitas produk (misalnya nomor <em>batch</em>) dan jumlah produk terdistribusi. </p>
<h2>Farmakovigilans: pengawasan <em>post market</em></h2>
<p>Pada Juli 2022 BPOM mengeluarkan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/223976/peraturan-bpom-no-15-tahun-2022">peraturan tentang kewajiban industri farmasi</a> dalam menerapkan farmakovigilans untuk menjamin keamanan obat yang beredar. </p>
<p>Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan yang terkait dengan pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. </p>
<p>Farmakovigilans tidak hanya mencakup penggunaan obat konvensional, namun juga herbal, obat tradisional, dan produk biologis seperti komponen darah dan vaksin. </p>
<p>Di dunia internasional, farmakovigilans merupakan suatu istilah yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6132952/#:%7E:text=Pharmacovigilance%20started%20about%20170%20years,and%20the%20quality%20of%20life.">berevolusi baru-baru ini yang juga sudah dipraktikkan</a> sebagai respons akibat laporan terkait obat sejak 170 tahun lalu.</p>
<p>Farmakovigilans merupakan <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/42493/a75646.pdf">aktivitas terstruktur melibatkan seluruh profesi kesehatan</a> dalam memantau manfaat dan risiko obat, menjaga keselamatan pasien serta memperbaiki kualitas hidup pasien.</p>
<h2>Industri farmasi rutin melapor farmakovigilans ke BPOM</h2>
<p>Farmakovigilans/MESO Nasional dapat berupa pelaporan spontan, berkala pasca pemasaran, studi keamanan, dan pelaporan publikasi atau literatur.</p>
<p>Pelaporan berkala dari industri farmasi pasca pemasaran farmakovigilans kepada <a href="https://e-meso.pom.go.id/subsite/">Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional BPOM</a> dilakukan setiap enam bulan sekali selama dua tahun pertama setelah perolehan izin edar. Lalu pelaporan satu tahun sekali untuk tahun ketiga hingga tahun kelima setelah perolehan izin edar.</p>
<p>Pelaporan ini termasuk untuk obat yang mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi keamanan. </p>
<p>Pada prinsipnya regulasi mengenai pengawasan keamanan dan mutu harus terus diperbaharui dan dokumen pedoman dalam pengawasan keamanan dan mutu akan terus direvisi. </p>
<p>Tidak dimungkiri insiden terkait obat di masyarakat selalu menjadi pemicu untuk evaluasi regulasi yang selama ini ada dan dijalankan. </p>
<p>Bagaimana standar dan regulasi obat ditetapkan oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan dan bagaimana regulasi dijalankan oleh industri farmasi sangat menentukan derajat dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194047/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Azhoma Gumala tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Penarikan obat merupakan salah satu cara industri farmasi untuk menjaga kualitas produk dan pengendalian resiko dengan menarik produk yang bermasalah dari pasaran.
Azhoma Gumala, Pharmaceutics Lecturer, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/193390
2022-11-01T03:41:17Z
2022-11-01T03:41:17Z
Skandal obat sirup beracun: kenapa obat dibuat dalam bentuk sirup dan padat?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/492270/original/file-20221028-38660-e99mc9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas menunjukkan pamplet pemberitahuan penghentian penjualan obat sirup di apotek di Cipocok, Kota Serang, Banten, 25 Oktober 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1666682415&getcod=dom">ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/160/Penjelasan-BPOM-RI-Tentang-Informasi-Kelima-Hasil-Pengawasan-BPOM-Terkait-Sirup-Obat-yang-Tidak-Menggunakan-Propilen-Glikol--Polietilen-Glikol--Sorbitol--dan-atau-Gliserin-Gliserol.html">Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan,</a> dari 102 produk obat sirup yang digunakan pasien, tiga produk mengandung <a href="https://theconversation.com/kontaminasi-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-dalam-obat-sirup-akibatkan-gagal-ginjal-akut-empat-hal-yang-perlu-anda-ketahui-192950">cemaran etilen glikol (EG) atau dietilen glikol (DEG)</a>. Ketiga produk obat ini sudah termasuk dalam lima produk obat sirup yang diumumkan mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman.</p>
<p>Di tengah masalah <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20221023071730-4-381838/ini-jumlah-pasien-daerah-terbanyak-hingga-obat-yang-dilarang">kejadian gagal ginjal akut yang menyebabkan kematian lebih dari 130 anak, diduga akibat obat sirup</a> yang tercemar dan beracun (mengandung zat kimia berbahaya), muncul saran untuk beralih dari produk obat sirup ke obat tablet, kapsul, atau sejenisnya. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kontaminasi-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-dalam-obat-sirup-akibatkan-gagal-ginjal-akut-empat-hal-yang-perlu-anda-ketahui-192950">Kontaminasi etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat sirup akibatkan gagal ginjal akut? Empat hal yang perlu Anda ketahui</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sebenarnya apa yang membedakan satu bentuk obat dengan bentuk lainnya? Mengapa dibuat dalam berbagai wujud yang berbeda?</p>
<h2>Obat sirup</h2>
<p>Obat berbentuk sirup <a href="https://www.pharmpress.com/files/docs/ft_pharm_dosage_sample.pdf">memiliki beberapa kelebihan</a> dibanding tablet dan kapsul. Obat sirup lebih cepat diserap tubuh karena sudah berada dalam bentuk terlarut. </p>
<p>Selain itu, obat yang dalam bentuk sirup berupa larutan jernih tidak perlu dikocok sebelum meminumnya karena bahan obat sudah terlarut di dalamnya. Obat sirup menjamin kadar bahan aktif obat seragam untuk setiap takaran dosis yang digunakan. </p>
<p>Pengocokan baru diperlukan jika obat berbentuk suspensi (obat berbentuk cair yang mengandung bahan padat tidak larut di dalam cairan pembawa) seperti pada obat maag berbentuk cair. Ada juga yang berbentuk emulsi (obat berbentuk cair yang mengandung minyak yang tersebar merata dalam cairan pembawa), seperti obat emulsi minyak ikan untuk anak-anak.</p>
<p>Obat berbentuk sirup juga membantu pasien anak dan orang lanjut usia yang sulit menelan obat berbentuk tablet ataupun kapsul. </p>
<p>Namun, <a href="https://www.pharmpress.com/files/docs/ft_pharm_dosage_sample.pdf">obat berbentuk sirup juga memiliki keterbatasan</a>. </p>
<p>Tidak semua bahan aktif obat <a href="https://www.pharmpress.com/files/docs/ft_pharm_dosage_sample.pdf">mudah larut dalam air</a>, sehingga terkadang diperlukan bahan tambahan seperti pelarut bukan air (etanol, propilen glikol, gliserol) dalam proses produksi untuk meningkatkan kelarutan obat berbentuk sirup. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kontaminasi-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-dalam-obat-sirup-akibatkan-gagal-ginjal-akut-empat-hal-yang-perlu-anda-ketahui-192950">Kontaminasi etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat sirup akibatkan gagal ginjal akut? Empat hal yang perlu Anda ketahui</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Jika ini tidak memungkinkan, maka obat dibuat dalam bentuk suspensi, agar bahan obat bisa tercampur dalam air dengan bantuan bahan tambahan tertentu seperti metilselulosa. Tujuannya untuk membantu bahan padat obat agar tidak mudah mengendap serta pengocokan sebelum digunakan.</p>
<p>Kestabilan obat di dalam bentuk sirup biasanya lebih rendah, sehingga masa simpan obat ini umumnya lebih singkat. Masa simpan hanya 35 hari untuk sirup dengan pelarut air dan ditambahkan pengawet yang telah dibuka dalam kemasannya. Masa simpan ini lebih pendek daripada bentuk tablet ataupun kapsul dengan bahan aktif yang sama. </p>
<p>Setelah dibuka, obat berbentuk sirup lebih rentan terhadap kontaminasi dari <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15979830/">mikroorganisme yang akan merusak bentuk sediaan obat</a>.</p>
<p>Selain itu, obat berbentuk sirup dikemas dalam botol. Bentuk kemasan ini berukuran lebih besar, kadang mudah pecah, serta lebih sulit diangkut daripada. Sementara obat berbentuk tablet dan kapsul lebih ringan dan praktis.</p>
<p>Penggunaan obat berbentuk sirup juga harus dibantu dengan sendok atau gelas takar supaya dosisnya tepat. Penggunaan sendok rumah tangga tidak selalu menghasilkan ukuran yang tepat.</p>
<p>Oleh karena itu, obat berbentuk sirup harus ditakar dengan sendok atau <em>cup</em> takar yang disediakan di dalam kemasan. Pada obat sirup dengan penetes (<em>drops</em>), disediakan alat penetes yang dilengkapi keterangan penunjuk angka untuk mengukur volume obat yang dibutuhkan.</p>
<h2>Obat padat</h2>
<p>Sebagian besar obat diproduksi dalam bentuk padat (tablet, kapsul) karena mudah digunakan oleh pasien. Selain itu, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4243883/">produksinya juga lebih mudah dan murah</a>.</p>
<p>Tablet merupakan bentuk obat yang populer karena <a href="https://books.google.co.id/books/about/Remington.html?id=J_6H4HfqdJkC&redir_esc=y">menguntungkan dari sisi produsen maupun pasien</a>. Dari sisi produsen, tablet unggul produksinya mudah dan murah, proses pengemasan serta pengirimannya juga gampang. Kandungan obat pun lebih stabil. </p>
<p>Bagi pasien, tablet mudah digunakan karena dosisnya akurat, bentuknya ringkas, mudah dibawa maupun dikonsumsi. Masa pakai obat padat berbeda-beda, <a href="https://www.drugs.com/article/drug-expiration-dates.html">bisa 1 hingga 5 tahun.</a></p>
<p>Selain tablet biasa yang dibuat tanpa proses penyalutan khusus untuk memodifikasi penyerapannya di dalam tubuh, tablet juga dapat dimodifikasi menjadi bentuk tertentu. Misalnya <a href="https://twitter.com/kemenkesri/status/1064365707083673601?lang=en">tablet salut gula</a> atau tablet yang dilapisi gula, untuk menutupi rasa yang kurang enak maupun melindungi bahan aktif obat dari oksidasi. </p>
<p>Sementara, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780128024478000273">kapsul merupakan bentuk sediaan obat padat</a> yang menggunakan cangkang kapsul yang tidak berasa, tidak berbau, dan mudah ditelan. </p>
<p>Kapsul bisa berisi serbuk maupun obat dalam bentuk butiran kecil. Ada pula kapsul berisi cairan, seperti kapsul vitamin E. Bagi pasien, kapsul mudah untuk ditelan karena memiliki permukaan yang licin dan tidak memiliki rasa. </p>
<p>Kapsul juga memiliki penampilan menarik dengan warna-warna tertentu. Bagi pasien yang sulit menelan, obat kapsul tertentu boleh dibuka dan isinya dicampurkan dalam sedikit air.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/obat-sirup-diduga-menjadi-penyebab-gagal-ginjal-pada-anak-apa-itu-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-193325">Obat sirup diduga menjadi penyebab gagal ginjal pada anak: apa itu etilen glikol dan dietilen glikol?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Tablet dan kapsul khusus</h2>
<p>Tablet maupun kapsul juga dapat dirancang untuk mengatur pelepasan bahan aktif dari dalamnya sesuai dengan efek yang diharapkan. Misalnya <a href="https://accesspharmacy.mhmedical.com/content.aspx?bookid=513&sectionid=41488035">obat <em>extended-release</em> (XR)</a> didesain agar pelepasan zat aktif di dalamnya lebih terkendali dan dalam waktu yang lebih lama. Tujuannya agar frekuensi penggunaan obat bisa dikurangi. Misalnya, dari penggunaan tiga kali sehari menjadi sekali sehari saja. </p>
<p>Biasanya, obat dalam bentuk <em>extended release</em> mengandung bahan aktif dalam kadar yang lebih tinggi. Melalui teknologi khusus, pelepasan zat aktif di dalamnya berlangsung secara perlahan.</p>
<p>Obat salut enterik, obat salut yang ditujukan untuk larut di dalam usus, dirancang supaya zat aktif di dalamnya tidak diserap di lambung. Hal ini diperlukan karena pertimbangan kelarutan, stabilitas, maupun efek yang diharapkan. Misalnya, kapsul Lansoprazol, obat untuk tukak lambung, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16303033/">dibuat dalam bentuk salut enterik</a> karena Lansoprazol tidak tahan terhadap asam lambung. Lapisan penyalut ini akan terlarut di usus 12 jari dan melepaskan bahan aktif obat, sehingga dapat diserap dan memberikan efek bagi tubuh.</p>
<p>Obat yang dibuat dalam bentuk <em>extended release</em> <a href="https://www.rpharms.com/Portals/0/RPS%20document%20library/Open%20access/Support/toolkit/pharmaceuticalissuesdosageforms-%282%29.pdf">tidak boleh digerus sebelum diminum</a>. Menggerus obat-obat seperti ini dapat menyebabkan pelepasan obat terlalu cepat, sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan.</p>
<p>Sementara, <a href="https://www.rpharms.com/Portals/0/RPS%20document%20library/Open%20access/Support/toolkit/pharmaceuticalissuesdosageforms-%282%29.pdf">penggerusan obat salut enterik</a> menyebabkan bahan aktif obat menjadi tidak aktif di dalam lambung (misalnya omeprazol, obat tukak lambung). Obat justru berisiko merusak lambung (aspirin, obat pengencer darah). </p>
<h2>Pilih yang mana?</h2>
<p>Apakah Anda lebih suka obat sirup atau padat? </p>
<p>Sayangnya Anda tidak bisa bebas memilihnya karena bentuk obat telah ditentukan oleh perusahaan farmasi. Meski sebagian obat tersedia dalam bentuk sirup dan padat, terkadang Anda tidak bisa memilih karena kebanyakan obat hanya tersedia dalam bentuk padat. </p>
<p>Kemanjuran obat tidak sepenuhnya ditentukan oleh bentuk obat, tapi oleh kadar obat di dalam tubuh, proses yang dilalui obat di dalam tubuh, serta faktor penyakit dan kondisi tertentu.</p>
<p>Namun, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter dan apoteker untuk memilihkan bentuk obat yang paling sesuai dengan kondisi Anda.</p>
<p>Yang lebih penting, beli dan minumlah obat keras sesuai dengan resep dokter. Gunakan obat sesuai anjuran dokter dan apoteker agar daya sembuhnya optimal. Jika obatnya tergolong obat bebas, minumlah sesuai dengan anjuran yang tertera dalam kemasannya. Jangan berlebihan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/193390/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lailaturrahmi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Sayangnya Anda tidak bisa bebas memilih obat yang disesuaikan dengan penyakit Anda karena bentuk obat telah ditentukan oleh perusahaan farmasi.
Lailaturrahmi, Lecturer, Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/187538
2022-08-02T03:49:03Z
2022-08-02T03:49:03Z
Riset: implementasi teknologi kesehatan digital tidak selalu berdampak positif dalam meningkatkan keberhasilan pengobatan tuberkulosis
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/477051/original/file-20220802-26-d9vy1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Teknologi kesehatan digital bisa membantu pasien taat minum obat jika sistem kesehatannya dan akses teknologinya disiapkan dengan baik. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/a-doctor-doing-an-online-consultation-8376177/">Tima Miroshnichenko/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Teknologi kesehatan digital (<em>digital health technology</em>, DHT) kerap digunakan untuk meningkatkan kepatuhan pasien penyakit tuberkulosis (TB) dalam memimum obat setiap hari. Sebab, salah satu masalah besar dalam pengobatan penyakit TB adalah ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat yang disebabkan <a href="https://tbindonesia.or.id/artikel/tahukah-kalian-tahapan-pengobatan-tbc/">lamanya pengobatan TB</a>. </p>
<p>Ketidakpatuhan yang meluas telah <a href="https://theconversation.com/riset-tuberkulosis-resistan-obat-terus-mengancam-penduduk-indonesia-mengapa-terus-berulang-132278">memperparah penyakit pasien</a> dan juga berdampak pada penularan penyakit ke orang-orang di sekelilingnya. </p>
<p>Lalu, benarkah intervensi teknologi kesehatan digital benar-benar mampu meningkatkan kepatuhan pasien dan kesembuhan secara klinis? Riset terbaru kami, <a href="https://www.jmir.org/2022/2/e33062/">yang menelaah lebih dari 500 artikel riset terpilih dari berbagai negara</a>, menunjukkan bahwa intervensi teknologi kesehatan digital memiliki hasil yang bervariasi dalam meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan pengobatan TB. </p>
<h2>Tingginya kasus TB di Indonesia</h2>
<p>TB, penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, adalah salah satu dari <a href="https://www.who.int/publications-detail-redirect/9789240013131">10 penyakit menular paling mematikan</a> di dunia. Penyakit ini bisa mudah menyebar lewat udara melalui batuk atau bersin orang yang terinfeksi TB. </p>
<p>Laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan sekitar <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240037021">1,3 juta orang meninggal akibat TB pada 2020.</a> Sementara itu, <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220322/4239560/tahun-ini-kemenkes-rencanakan-skrining-tbc-besar-besaran/">kasus TB di Indonesia</a> menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus sekitar 824 ribu dan kematian 93 ribu orang per tahun. Angka ini setara dengan 11 kematian per jam. </p>
<p>Banyak negara termasuk <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220322/4239560/tahun-ini-kemenkes-rencanakan-skrining-tbc-besar-besaran/">Indonesia</a> memiliki upaya untuk mengendalikan infeksi TB dan menghindari penyebaran penyakit lebih luas.</p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi kesehatan digital tampaknya menjadi alat yang menjanjikan untuk mengatasi masalah ketidakpatuhan dan kegagalan pengobatan TB.</p>
<h2>Pengaruh teknologi kesehatan digital terhadap kepatuhan dan keberhasilan pengobatan TB</h2>
<p>Riset <a href="https://www.jmir.org/2022/2/e33062/">kami secara sistematis mengulas</a> pengaruh intervensi teknologi kesehatan digital dalam meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan pengobatan pada pasien TB. </p>
<p>Kami mereview secara sistematis artikel penelitian yang terbit di database artikel penelitian internasional di bidang kesehatan, yaitu PubMed dan Cochrane, pada kurun waktu Maret 2002-Januari 2020. </p>
<p>Kami menetapkan indikator kepatuhan pengobatan TB meliputi penyelesaian pengobatan, kepatuhan pengobatan, jumlah dosis yang terlewat, dan pengobatan yang tidak tuntas. Sedangkan indikator keberhasilan pengobatan TB, meliputi angka kesembuhan dan konversi negatif bakteri TB di dahak pasien pada akhir pengobatan.</p>
<p>Review sistematis ini fokus pada intervensi teknologi kesehatan terhadap pasien TB dewasa.</p>
<p>Kami mengidentifikasi beberapa DHT yang telah dikembangkan di berbagai negara untuk meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan pengobatan TB. </p>
<p>Teknologi tersebut antara lain, pemantauan pengobatan dengan teknologi video <em>real-time</em> (<em>video directed observed treatment</em>, VDOT) dan <em>non real-time</em> (<em>video observed treatment</em>, VOT); pengingat minum obat melalui panggilan telepon, layanan pesan pendek (SMS), atau kotak obat otomatis; dan teknologi sensor minum obat yang disematkan pada bagian tubuh pasien. </p>
<p>Semua teknologi tersebut membantu tenaga kesehatan untuk dapat memantau pasien minum obat dan melakukan intervensi yang tepat untuk meningkatkan kepatuhan dan keberhasialan pengobatan pasien TB. </p>
<p>Analisis terhadap hasil studi-studi tersebut menunjukkan bahwa sebagian riset menyatakan teknologi kesehatan digital berdampak positif untuk meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan pengobatan TB, namun sebagian studi tidak menunjukkan hasil yang positif. </p>
<p>Sebagai contoh, pada jenis teknologi VDOT dan pengingat minum obat melalui SMS, sebagian studi menunjukkan bahwa teknologi tersebut berdampak signifikan dalam membantu menyelesaikan pengobatan TB. </p>
<p>Sementara itu, studi lainnya menunjukkan hal yang berbeda, yakni teknologi tersebut tidak berdampak secara signifikan dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan.</p>
<h2>Perlunya penilaian dan intervensi terhadap kesiapan implementasi teknologi</h2>
<p>Intervensi menggunakan DHT untuk meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan pengobatan TB memang menjanjikan. Situasi pandemi COVID-19 semakin menjadikan teknologi tersebut sebagai model intervensi yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan derajat kesehatan masyarakat. </p>
<p>Namun di luar soal teknologi itu sendiri, ada masalah yang juga perlu kita perhatikan. Kesiapan implementasi teknologi tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang, agar teknologi tersebut tidak malah menjadi bumerang dalam pelaksanaannya.</p>
<p>Perlu dipertimbangkan kesiapan penerapan DHT terhadap hal-hal yang menyangkut beberapa aspek, antara lain kesiapan pengguna (tenaga kesehatan dan pasien), infrastruktur digital (peralatan dan jaringan), sistem layanan kesehatan, dukungan kebijakan pemerintah dan biaya. </p>
<p>Selain itu, agar penerapan teknologi digital dapat optimal, pemilihan intervensi dan jenis teknologi digital perlu disesuaikan dengan masalah yang sedang dihadapi. Dalam konteks ketidakpatuhan pengobatan TB, permasalahan ketidakpatuhan pasien TB dapat bervariasi tergantung pada pasien masing-masing.</p>
<p><a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-021-12005-y">Studi sebelumnya menunjukkan</a> permasalahan ketidakpatuhan pengobatan TB tidak selalu terkait dengan pengetahuan dan kesadaran pasien untuk selalu minum obat. Terdapat juga masalah-masalah lain seperti, ketidakmampuan dalam mengakses fasilitas kesehatan, adanya stigma, munculnya efek samping obat, dan hilangnya pendapatan harian pasien. </p>
<p>Atas dasar tersebut, pendekatan individual diperlukan dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan TB. Artinya, sebuah intervensi tidak akan selalu cocok dengan seluruh kondisi pasien.</p>
<p>Oleh karena itu, mengidentifikasi permasalahan lokal, menyiapkan infrastruktur teknologi kesehatan, melatih para tenaga kesehatan, membuat sistem yang mudah diakses dan mengedukasi pasien merupakan langkah awal sebelum kita mengimplementasikan teknologi kesehatan digital. </p>
<p>Hal ini perlu dipertimbangkan agar teknologi yang akan diterapkan bukan semata-mata mengikuti tren, namun yang utama adalah dapat memberikan kemudahan dalam penyelesaian masalah yang kita hadapi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187538/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ivan Surya Pradipta menerima dana dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi di bawah skema the Southeast Asia–Europe Joint Funding for Research and Innovation 2019 (grant #9/AMD/E1/KP.PTNBH/2020) and the Scientific and Technological Research Council of Turkey ARDEB International (JFS2017; grant #119N553) untuk riset ini.</span></em></p>
Intervensi menggunakan teknologi kesehatan digital untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan TB memang menjanjikan. Namun tidak semudah itu.
Ivan Surya Pradipta, Peneliti di Departemen Farmakologi & Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/173267
2021-12-14T03:42:04Z
2021-12-14T03:42:04Z
Mengapa kegagalan pengobatan tuberkulosis banyak terjadi di Indonesia?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/437146/original/file-20211213-23-1t9hpoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tenaga kesehatan melakukan rontgen thorax terhadap pasien di RSUD Kota Tangerang, Banten, 25 November 2021. Pemerintah Kota Tangerang menghadirkan layanan rontgen thorax secara gratis untuk deteksi dini tuberculosis (TB) bagi para penyandang diabetes melitus.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1637823910">ANTARA FOTO/Fauzan/YU</a></span></figcaption></figure><p>Tuberkulosis (TB/TBC), penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, masih menjadi ancaman global. Seperti virus penyebab COVID-19, kuman ini dapat disebarkan melalui udara yang berasal dari percikan ludah (<em>droplet</em>) yang terkontaminasi kuman TB. </p>
<p>Mudahnya penyebaran kuman, kompleksitas pengobatan, dan tingginya dampak yang ditimbulkan, menjadikan TB sebagai ancaman serius di banyak negara, termasuk Indonesia.</p>
<p>Data terbaru dari <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240037021">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan sekitar 1,3 juta orang</a> di dunia meninggal akibat TB. Indonesia tercatat sebagai negara peringkat ketiga dengan kasus TB terbanyak di dunia, dengan jumlah kasus baru sebanyak 824 ribu dan angka kematian 93 ribu pada 2020. </p>
<p>Munculnya <a href="https://theconversation.com/riset-tuberkulosis-resistan-obat-terus-mengancam-penduduk-indonesia-mengapa-terus-berulang-132278">tipe kuman kebal obat</a> atau dikenal sebagai TB resisten obat ganda (TB-ROG) menjadi permasalahan utama dalam pengendalian TB. Pada 2020, sekitar 52 ribu pasien TB-ROG menjalani terapi di Indonesia. Namun, <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240037021">hanya 47% pasien yang dinyatakan sukses pengobatannya</a>. Tingginya angka kegagalan terapi TB-ROG menyebabkan potensi penyebarannya yang makin masif di Indonesia.</p>
<p>Analisis terhadap sekitar 20 ribu pasien TB di dunia, menunjukkan bahwa pasien TB yang pernah mendapatkan terapi sebelumnya <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30339803/">memiliki risiko 4-12 kali lipat terkena TB-ROG</a> jika dibandingkan dengan pasien yang belum pernah mendapatkan terapi TB sebelumnya. Studi ini menunjukkan bahwa kegagalan pengobatan awal TB merupakan salah satu faktor utama berkembangnya TB-ROG. </p>
<h2>Tiga faktor kegagalan pengobatan</h2>
<p>Studi kami yang baru-baru ini terbit <a href="https://rdcu.be/cCJPd">di <em>BMC Public Health</em> mengungkap permasalahan faktual yang dihadapi para pasien TB di Indonesia</a>. Setidaknya ada tiga permasalahan utama yang menyebabkan kegagalan terapi pasien TB: masalah sosio-demografi dan ekonomi, pengetahuan dan persepsi, dan efek pengobatan TB.</p>
<p>Studi kualitatif dengan teknik wawancara dan diskusi kelompok berhasil mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi, yaitu pasien TB, dokter, perawat, apoteker, aktivis TB, dan pengelola program TB.</p>
<p>Pada aspek sosio-demografi dan ekonomi, kegagalan terapi TB disebabkan beberapa hal. Seperti adanya stigma, kurangnya dukungan keluarga, dan kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan akibat biaya, jarak, dan transportasi. </p>
<p>Stigmatisasi yang melahirkan diskriminasi terhadap pasien TB muncul tidak hanya di masyarakat, tapi juga di lingkungan keluarga dan tenaga Kesehatan. </p>
<p>Pasien TB mengungkapkan pengalamannya dijauhkan dari masyarakat sekitar dan keluarganya karena menderita TB. Selain itu, keengganan tenaga kesehatan untuk memeriksa juga turut dirasakan, karena kekhawatiran tenaga kesehatan akan tertularnya penyakit tersebut. </p>
<p>Rendahnya dukungan keluarga juga disampaikan menjadi kendala dalam pengobatan.
Pada kasus di lapangan, ditemukan anggota keluarga yang justru memberikan saran untuk menghentikan pengobatan, bahkan hingga kejadian perceraian akibat pasangannya menderita TB. </p>
<p>Permasalahan semakin kompleks ketika pasien merasakan kesulitan mengakses fasilitas kesehatan. Hal ini karena jarak yang jauh ke fasilitas kesehatan khususnya pada masyarakat yang tinggal di pinggiran kota atau pedalaman. Meski biaya obat TB telah ditanggung pemerintah, pasien TB tetap perlu merogoh kocek untuk biaya transportasi. </p>
<p>Pasien TB-ROG, misalnya, butuh waktu tempuh sekitar 3 jam untuk datang berobat di rumah sakit yang menyediakan pelayanan TB-ROG. Permasalahan makin diperparah ketika pasien TB merupakan tulang punggung ekonomi keluarga yang kehilangan pendapatan bulanannya akibat berhenti atau dikeluarkan dari pekerjaannya. Hal ini menyebabkan tingginya angka putus obat pada kelompok pasien ini. </p>
<h2>Masalah pemahaman dan persepsi</h2>
<p>Studi ini juga menunjukkan pemahaman dan persepsi masyarakat yang kurang akurat terkait TB. Pasien TB-ROG mengungkapkan pengalamannya ketika berhenti minum obat sebelum waktunya karena sudah merasa sehat. Hal itu dilakukan karena ketidaktahuannya akan dampak putus obat, yaitu munculnya kuman TB-ROG yang saat ini dialaminya. </p>
<p>Selain itu, persepsi negatif terhadap fasilitas kesehatan publik juga diungkapkan. Partisipan merasa enggan berobat ke puskesmas karena kualitas pelayanan, dokter dan obat yang dirasa belum optimal. </p>
<p>Pasien TB juga menyampaikan persepsi negatif terhadap diri sendiri. <a href="https://theconversation.com/pandemi-ancam-kesembuhan-pasien-tuberkulosis-sebuah-riset-ungkap-strategi-untuk-atasi-ini-157455">Pasien</a> tersebut merasakan vonis TB merupakan akhir dari segalanya dan menganggap penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Hal tersebut berdampak pada rendahnya motivasi untuk menjalani pengobatan.</p>
<p>Pengobatan TB aktif yang relatif lama (6-24 bulan) merupakan sebuah tantangan tersendiri untuk pasien TB. Tidak hanya rasa bosan yang dirasakan, namun juga munculnya kejadian efek samping pengobatan TB yang dapat mengakibatkan kejadian putus obat. Tidak heran sebagian pasien dan keluarga pasien TB lebih memilih atau menyarankan untuk menghentikan pengobatan akibat kejadian efek samping obat yang didapat pasien TB. </p>
<p>Meski demikian, tidak semua efek samping yang muncul perlu dihentikan obatnya. Dalam kasus tertentu, rasio manfaat pengobatan lebih tinggi dibanding penghentian obat akibat efek samping obat, sehingga pengobatan TB perlu jalan terus.</p>
<h2>Strategi menyukseskan pengobatan</h2>
<p>Permasalahan stigma terhadap pasien TB perlu menjadi perhatian bersama karena dukungan terhadap pasien TB untuk memeriksakan dan menuntaskan pengobatan TB sangat diperlukan. </p>
<p>Karena itu, respons masyarakat mestinya bukan menjauhi pasien TB namun mendukung pasien TB untuk menuntaskan pengobatannya. Semangat gotong royong dan kesadaran akan ancaman TB menjadi modal sosial dalam menekan permasalahan stigma di masyarakat. </p>
<p>Selain itu, tenaga kesehatan perlu dilengkapi fasilitas, ketersediaan sumber daya manusia dan pemahaman yang mencukupi dalam menangani pasien TB. Hal tersebut dapat menghindarkan stigma pasien TB di fasilitas Kesehatan yang timbul akibat minimnya sumber daya manusia, fasilitas pelindung diri dan pemahaman dalam penanganan pasien TB.</p>
<p>Penguatan terhadap ketersediaan konselor TB di Puskesmas dan fasilitas kesehatan primer lainnya juga sangat dibutuhkan. Hal tersebut bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan TB dan aspek-aspek psikologi yang diperlukan pasien TB, sehingga resiliensi pasien TB dalam menuntaskan pengobatan dapat diperkuat.</p>
<p>Keterlibatan seluruh tenaga Kesehatan juga perlu dioptimalkan dalam penanganan TB, khususnya dalam pendampingan dan monitoring pengobatan TB. Pasien TB perlu diberikan akses yang luas dalam mengkomunikasikan permasalahan yang terkait dengan pengobatan, sehingga kejadian putus obat dapat dikurangi.</p>
<p>Studi di <a href="https://doi.org/10.2146/ajhp050543">Turki menunjukkan</a> keterlibatan tenaga kefarmasian dalam pelayanan langsung terhadap edukasi, pendampingan dan monitoring pasien TB dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan TB. Atas dasar tersebut, keterlibatan tenaga kefarmasian dalam pelayanan langsung TB berpotensi meningkatkan kesuksesan terapi TB. </p>
<p>Meski demikian, perlu adanya integrasi, peningkatan kapasitas, ketersedian sumber daya manusia dan petunjuk teknis terhadap keterlibatan tenaga kefarmasian dalam penanganan langsung pasien TB khususnya di fasilitas Kesehatan primer di Indonesia. </p>
<p>Hal yang tidak kalah penting lainnya, pemerintah perlu menyediakan dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota dalam penanganan TB, baik layanan jenis TB sensitif obat maupun kebal obat. Hal tersebut akan meningkatkan aksesibilitas pasien TB dalam mendapatkan pelayanan TB yang cepat dan tepat. </p>
<p>Meski pemerintah telah menggratiskan pengobatan TB, jaminan sosial perlu juga diberikan terhadap biaya non-medis, seperti transportasi untuk berobat dan hilangnya penghasilan bulanan akibat TB. Jaminan sosial tersebut perlu diprioritaskan kepada kelompok ekonomi yang rentan, antara lain masyarakat berpenghasilan rendah dan pasien TB-ROG yang mengalami kesulitan ekonomi akibat hilangnya penghasilan bulanan.</p>
<h2>Perlunya peran dan kesadaran kolektif</h2>
<p>TB dapat disembuhkan dan dikendalikan penyebarannya. Kompleksitas permasalahan pengobatan TB mendorong perlunya kerja sama lintas sektor: pemerintah pusat, pemerintah daerah, fasilitas kesehatan swasta, tenaga Kesehatan, peneliti dan masyarakat luas.</p>
<p>Langkah-langkah strategis, inovatif dan kolektif perlu dipikirkan bersama dan diorkestrasi oleh pemerintah sebagai pemimpin dalam penanganan TB. Jika tidak, target <a href="http://p2p.kemkes.go.id/5003-2/">eliminasi TB pada 2030</a> di Indonesia hanya akan sebatas jargon yang akan menghiasi buku, artikel dan laman media sosial kita. </p>
<hr>
<p><em>Artikel ini terbit atas kerja sama The Conversation Indonesia dan Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173267/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ivan Surya Pradipta menerima dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Republik Indonesia</span></em></p>
Studi di Turki menunjukkan keterlibatan tenaga kefarmasian dalam pelayanan langsung terhadap edukasi, pendampingan dan monitoring pasien TB dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan TB.
Ivan Surya Pradipta, Peneliti di Departemen Farmakologi & Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/168271
2021-11-03T06:24:20Z
2021-11-03T06:24:20Z
Bagaimana obat nuklir dapat mengobati kanker prostat
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/428472/original/file-20211026-19-14nctyd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/sign-display-business-money-8016907/">Photo by Anna Tarazevich from Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Kanker prostat telah menjadi <a href="https://lifestyle.kompas.com/read/2021/05/09/162342620/waspada-5-jenis-kanker-yang-paling-mematikan-bagi-pria?page=all">salah satu penyakit tidak menular paling mematikan</a> di kalangan laki-laki. </p>
<p>Ada <a href="https://gco.iarc.fr/today/online-analysis-pie?v=2020&mode=cancer&mode_population=continents&population=900&populations=900&key=total&sex=0&cancer=39&type=0&statistic=5&prevalence=0&population_group=0&ages_group%5B%5D=0&ages_group%5B%5D=17&nb_items=7&group_cancer=1&include_nmsc=1&include_nmsc_other=1&half_pie=0&donut=0">sekitar 1,4 juta kasus baru kanker prostat</a> di seluruh dunia pada 2020. Di Indonesia, ada sekitar <a href="https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf">13.000 kasus baru kanker protastat</a> dan kematian karena kanker tersebut mencapai sekitar 4.800 kasus. Di negeri ini, usia rata-rata penderita kanker prostat adalah<a href="http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKProstat.pdf"> 67,18 tahun.</a></p>
<p>Masalahnya, sekitar <a href="https://www.merdeka.com/sehat/kenali-kanker-prostat-penyakit-kanker-dengan-jumlah-penderita-keempat-terbanyak.html">60% orang datang</a> untuk berobat ketika sudah pada stadium tinggi (stadium 4) atau stadium lanjut. Sehingga harapan hidup pasien penderita penyakit kanker prostat ini semakin kecil. </p>
<p><a href="https://kilasbadannegara.kompas.com/badan-tenaga-nuklir-nasional/read/2020/10/21/14070271/pimpin-prn-batan-gandeng-beberapa-stakeholder-kembangkan-radioisotop-dan">Penelitian kami</a>, yang termasuk dalam Prioritas Riset Nasional (PRN), mengembangkan suatu obat nuklir yang spesifik untuk mendeteksi dan mengobati kanker prostat yaitu obat nuklir injeksi Lutesium-177-Prostate Specific Membrane Antigen-617 (Lu-177-PSMA-617). Pada permukaan sel kanker prostat ditemukan suatu protein yang jumlahnya banyak bernama <a href="https://www.mskcc.org/news/psma-new-target-prostate-cancer-treatment">PSMA</a>. Protein PSMA ini digunakan sebagai target dalam pengobatan kanker prostat. </p>
<p>Salah satu kelebihan obat nuklir ini adalah cairan injeksi hanya akan mengobati sel-sel kanker prostat, tanpa mengakibatkan efek berbahaya pada sel-sel sehat atau normal. </p>
<h2>Kelemahan pengobatan kanker konvensional</h2>
<p>Risiko seseorang bisa terkena kanker prostat akan meningkat saat laki-laki berusia 45 tahun ke atas dengan <a href="https://kumparan.com/kumparansains/mengenal-kanker-prostat-kanker-dengan-kasus-terbanyak-ke-4-di-dunia-1rbjpCz2CyW">riwayat kanker prostat</a> di keluarganya dan <a href="https://www.tribunnews.com/kesehatan/2021/02/18/meski-tinggi-angka-penderita-kanker-prostat-di-indonesia-masih-di-bawah-eropa-dan-amerika">faktor genetik</a>.</p>
<p>Dari data statistik penyakit kanker terbitan <a href="https://gco.iarc.fr/today/online-analysis-pie?v=2020&mode=cancer&mode_population=continents&population=900&populations=900&key=total&sex=0&cancer=39&type=0&statistic=5&prevalence=0&population_group=0&ages_group%5B%5D=0&ages_group%5B%5D=17&nb_items=7&group_cancer=1&include_nmsc=1&include_nmsc_other=1&half_pie=0&donut=0">Global Cancer Statistics</a>, kanker prostat tercatat sebagai kanker dengan jumlah kasus terbanyak keempat di seluruh dunia. Kanker jenis ini banyak diderita oleh kaum laki-laki dengan urutan kedua setelah kanker paru. </p>
<p>Angka ini menunjukkan bahwa banyak jiwa yang akan diselamatkan dengan adanya suatu metoda deteksi dini dan pengobatan penyakit yang spesifik dan efektif. </p>
<p>Selain dapat mengobati, <a href="https://jnm.snmjournals.org/content/57/8/1170">obat nuklir</a> ini merupakan metode spesifik dan sensitif untuk mendeteksi kanker prostat karena kanker prostat yang menyebar di dalam tubuh berukuran sangat kecil dan sulit untuk dideteksi. Obat nuklir ini mampu mendeteksi kanker prostat ini dan memberikan hasil yang lebih akurat.</p>
<p>Deteksi penyakit kanker prostat biasanya terdiri dari pemeriksaan kadar protein PSA, rektal digital (<em>digital rectal examination</em>) dan USG (<em>ultrasonography</em>). </p>
<p>Pemeriksaan atau tes darah dilakukan dengan memeriksa kadar protein PSA (prostate specific antigen) di laboratorium. Pemeriksaan rektal digital biasanya dengan colok dubur. USG transrektal atau USG melalui anus biasanya dilakukan dokter jika hasil dari dua tes lainnya, PSA dan rektal digital, menunjukkan hasil yang menjurus kepada kanker prostat.</p>
<p>Pengobatan kanker prostat ini biasanya adalah kemoterapi, operasi, dan radiasi. Metode-metode pengobatan ini diketahui merupakan cara pengobatan yang konvensional dan pilihan utama untuk membunuh sel kanker. </p>
<p>Namun, ketiga jenis pengobatan ini memiliki efek samping dan bahaya terhadap bagian (jaringan) tubuh yang sehat. </p>
<p>Kemoterapi adalah jenis terapi untuk mengobati kanker, dengan menggunakan obat-obatan, yang bisa mematikan sel kanker pasien penderita kanker. </p>
<p>Kemoterapi biasanya terdapat dalam beberapa bentuk, seperti pil atau cairan yang bisa langsung ditelan, cairan infus, hingga suntikan. Namun, pengobatan dengan metode ini <a href="https://www.sehatq.com/artikel/digunakan-untuk-obati-kanker-ini-8-efek-samping-kemoterapi">tidak dapat membedakan</a> antara sel kanker dan sel sehat.</p>
<h2>Obat nuklir sebagai solusi</h2>
<p>Obat nuklir Lu-177-PSMA-617 ini terdiri dari molekul kecil peptida PSMA-617 dan radioisotop Lu-177. Peptida PSMA-617 ini dapat menarget dan berikatan dengan protein PSMA di permukaan sel kanker prostat. Sedangkan radioisotop Lu-177 memiliki sifat nuklir yaitu memancarkan partikel beta minus(β-) yang sifat radiasinya menghasilkan efek terapi yang dapat merusak atau membunuh sel kanker. </p>
<p>Selain itu, Lu-177 memancarkan foton atau sinar gamma (γ) yang dapat dimanfaatkan untuk diagnosa melalui pencitraan (menghasilkan suatu gambar) di bidang kedokteran nuklir yaitu <a href="https://linksehat.com/artikel/spect-scan"><em>Single-Photon Emission Computed Tomography</em> (SPECT)</a>.</p>
<p>Bagaimana mekanisme Lu-177-PSMA-617 di dalam tubuh setelah diberikan ke pasien kanker prostat secara penyuntikan melalui pembuluh darah vena? </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/426648/original/file-20211015-18-vkb3ab.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/426648/original/file-20211015-18-vkb3ab.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=319&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/426648/original/file-20211015-18-vkb3ab.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=319&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/426648/original/file-20211015-18-vkb3ab.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=319&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/426648/original/file-20211015-18-vkb3ab.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=401&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/426648/original/file-20211015-18-vkb3ab.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=401&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/426648/original/file-20211015-18-vkb3ab.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=401&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Mekanisme Lu PSMA.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ibarat kunci dan gembok, peptida PSMA-617 sebagai kunci hanya dapat berikatan kuat dengan gemboknya yaitu protein <a href="https://www.webmd.com/prostate-cancer/prostate-cancer-psma-detect">PSMA</a> yang jumlahnya banyak ditemukan pada kanker prostat. </p>
<p>Struktur molekul PSMA-617 memungkinkan untuk mengikat atau menggandeng radioisotop Lu-177. Sehingga, radioisotop Lu-177 yang terikat PSMA-617 hanya akan menghancurkan dan mematikan sel kanker prostat saja melalui pancaran radiasinya. </p>
<p>Posisi Lu-177-PSMA-617 di dalam tubuh juga dapat dimonitor dengan teknik <em>scan</em> atau pencitraan nuklir SPECT.</p>
<h2>Tantangan dan rekomendasi</h2>
<p>Salah satu kendala terbesarnya adalah <a href="https://www.businesswire.com/news/home/20200302005435/en/ITM-expands-PSMA-617-supply-agreement-for-no-carrier-added-Lutetium-177">obat nuklir Lutesium-177-PSMA-617</a> ini di Indonesia hanya dapat didapatkan melalui <a href="https://www.novartis.com/news/media-releases/novartis-reports-positive-health-related-quality-life-data-177lu-psma-617-radioligand-therapy-patients-advanced-prostate-cancer-esmo-2021">impor</a>. </p>
<p>Hanya sedikit rumah sakit seperti <a href="https://www.siloamhospitals.com/en/informasi-siloam/artikel/pemeriksaan-psma-targeted-imaging-untuk-pasien-kanker-prostat">Rumah Sakit Siloam</a> yang memberikan pelayanan pemeriksaan <em>PSMA-targeted imaging</em> untuk pasien kanker prostat.</p>
<p>Oleh karena itu, kami dari Pusat Riset Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTRR-BRIN) meneliti dan mengembangkan obat nuklir PSMA ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan produk impor.</p>
<p>Hasil dari penelitian ini dapat memproduksi obat nuklir Lu-177-PSMA-617 untuk pasien penderita kanker prostat di Indonesia sehingga dapat meningkatkan taraf kesehatan dan angka harapan hidup masyarakat Indonesia.</p>
<p>Kementerian Kesehatan dan fakultas kedokteran perlu meningkatkan pengetahuan para dokter dan masyarakat mengenai manfaat dari obat nuklir ini untuk mendeteksi dan terapi kanker prostat. Rumah sakit perlu mengadopsi metode obat nuklir ini untuk meningkatkan tingkat kesembuhan dalam pengobatan kanker prostat.</p>
<hr>
<p><em>Penulis adalah alumni pelatihan The Conversation bekerja sama dengan Research and Innovation in Science and Technology Project (RISET-Pro) Badan Riset dan Inovasi Nasional.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/168271/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tim riset ini mendapat dana dari Program DIPA BATAN dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.</span></em></p>
Salah satu kelebihan obat nuklir adalah cairan injeksi hanya akan mengobati sel-sel kanker prostat, tanpa mengakibatkan efek berbahaya pada sel-sel sehat atau normal.
Rien Ritawidya, Peneliti di Bidang Teknologi Radiofarmasi, Alumni RISET-Pro, National Nuclear Energy Agency (BATAN)
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/156768
2021-06-24T01:32:05Z
2021-06-24T01:32:05Z
Beda orang, beda strategi: intervensi spesifik pada pasien diabetes bisa tingkatkan kepatuhan minum obat antihipertensi
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/389782/original/file-20210316-19-1cfmd52.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/person-holding-black-tube-1001897/">Photo by PhotoMIX Company from Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Hampir <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/05/100200923/naik-6-2-persen-selama-pandemi-pasien-diabetes-indonesia-peringkat-7-di?page=all">11 juta orang Indonesia menderita diabetes</a>. Trennya cenderung meningkat tiap tahun karena makin besarnya <a href="http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/page/16/faktor-gaya-hidup-tidak-sehat-yang-menjadi-pemicu-diabetes-tipe-2">pengaruh gaya hidup yang tidak sehat</a> di masyarakat. </p>
<p>Pasien dengan diabetes biasanya disertai dengan beberapa penyakit penyerta seperti hipertensi. Akan tetapi, kepatuhan minum obat antihipertensi di kalangan pasien dengan diabetes cukup rendah. </p>
<p>Riset <a href="https://bpspubs.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/bcp.14610">terbaru kami di Bandung</a> menunjukkan konseling yang dilakukan oleh apoteker yang menyesuaikan masalah individual pasien (<em>tailored intervention</em>) berhasil meningkatkan level kepatuhan pasien diabetes terhadap obat antihipertensi. </p>
<p>Cara ini lebih realistis diterapkan di Indonesia dan negara berkembang karena tidak memerlukan biaya yang mahal dan tidak perlu mengubah sistem kesehatan secara signfikan.</p>
<h2>Pentingnya kepatuhan minum obat</h2>
<p>Dalam riset-riset sejenis <a href="https://doi.org/10.18553/jmcp.2016.22.1.63">baik di negara berkembang maupun negara maju</a>, pasien diabetes memiliki masalah kepatuhan terkait pengobatan penyakit penyerta seperti hipertensi. </p>
<p>Misalnya, mereka lupa minum obat, kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan
mereka, kurang motivasi dalam minum obat, dan masalah teknis lainnya seperti kesulitan pergi ke layanan kesehatan atau sulit mengunyah obat. </p>
<p>Untuk jenis masalah yang beragam itu, umumnya apoteker dan petugas kesehatan menggunakan cara intervensi yang sama seperti pengiriman pesan melalui SMS secara massal untuk mengingatkan pasien atau dengan memberi konseling yang sama (<em>one-size-fits-all counselling</em>) tanpa menggali penyebab ketidakpatuhan pada pasien. </p>
<p>Dalam riset ini, kami menggunakan model intervensi yang berbeda. Apoteker yang kami ajak dalam riset ini juga melakukan skrining mengenai masalah ketidakpatuhan setiap pasien, dan memberikan cara penyelesaian yang spesifik untuk setiap masalah yang teridentifikasi.</p>
<p>Riset ini awalnya melibatkan 201 pasien diabetes dengan hipertensi pada bulan pertama. Apoteker memberikan layanan intervensi per pasien pada bulan pertama. Sampai riset selesai pada bulan ketiga, terdapat 56 pasien pada kelompok kontrol dan 57 orang pada kelompok intervensi.</p>
<p>Pasien yang diacak dalam kelompok intervensi diberikan tindakan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan hambatan kepatuhan mereka. Apoteker yang kami ajak dalam riset ini berperan bukan hanya memberikan obat dan memberikan panduan pengobatan secara umum tapi juga mendeteksi masalah yang spesifik dan memberikan solusi. </p>
<p>Misalnya, apabila pasien lupa minum obat, maka apoteker akan menganjurkan pasien untuk menggunakan alarm. Apabila pasien teridentifikasi dengan kurang pengetahuan mengapa dan bagaimana cara minum obat antihipertensi, maka apoteker akan memberikan informasi mengenai bagaimana dan mengapa pasien harus minum obat hipertensi.</p>
<p>Riset ini menunjukkan sekitar 42% di antara pasien lupa minum obat antihipertensi dan 18% pasien memiliki pengetahuan yang kurang. Kurang motivasi dan masalah teknis lainnya bukan merupakan hambatan yang umum dijumpai. </p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa di negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti Indonesia, lupa minum obat dan kurangnya pengetahuan tentang hipertensi merupakan penghalang yang signifikan terhadap kepatuhan mengonsumsi obat antihipertensi pada pasien diabetes tipe 2. </p>
<p>Hal ini harus menjadi perhatian karena rendahnya kepatuhan minum obat akan berdampak langsung pada pasien. Mereka berisiko terkena komplikasi yang dapat berujung pada kematian. </p>
<h2>Ajak pasien menentukan tujuan</h2>
<p>Sejumlah penelitian <a href="https://doi.org/10.4236/ojepi.2017.73018">sebelumnya menunjukkan</a> bahwa kepatuhan minum obat antihipertensi kurang optimal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. </p>
<p>Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan mengenai efek kepatuhan minum obat terhadap pengobatan.</p>
<p>Banyak intervensi yang telah dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan ini di negara-negara <a href="https://doi.org/10.1002/14651858.CD000011.pub4">berpenghasilan tinggi</a> seperti melakukan edukasi berkelanjutan pada pasien, manajemen dalam regimen pengobatan, konsultasi apoteker klinis, terapi perilaku kognitif, dan pengingat minum obat. </p>
<p>Namun sebagian besar intervensi tersebut terlalu rumit dan efektivitasnya pun terbatas. Hal ini mencerminkan bahwa banyak intervensi yang tidak didasarkan pada pendekatan terhadap hambatan kepatuhan setiap individu. </p>
<p>Dalam riset ini, kami menggunakan strategi yang tidak memerlukan biaya mahal dengan melibatkan apoteker yang bertugas di puskesmas. Kami merancang model intervensi kepatuhan pengobatan sesuai dengan setiap hambatan yang dihadapi pasien yang tidak patuh. Untuk tujuan ini, apoteker menerima 3 jam pelatihan dari kolega mereka yang senior. </p>
<p>Pada tahap pertama, peneliti mengidentifikasi kepatuhan pribadi pasien dan menyesuaikan strategi dengan hambatan tersebut. Lalu, peneliti melibatkan pasien dalam penetapan tujuan dan menulis tujuan yang telah disepakati di atas brosur khusus setiap pasien.</p>
<p>Pasien di kelompok kontrol menerima penyuluhan apoteker berdasarkan <a href="https://pafi.or.id/media/upload/20210115045710_2.pdf">pedoman pelayanan kefarmasian</a> di puskesmas. Pada setiap kunjungan, mereka mendapatkan informasi tentang jumlah dan dosis obat yang dibagikan. Juga informasi kapan dan bagaimana menggunakan dan menyimpan obat, efek samping dan cara mengatasinya, pentingnya kepatuhan pengobatan, dan memastikan apakah pasien memahami cara minum obat dengan benar.</p>
<p>Dari riset ini temuannya cukup menarik bahwa menyertakan intervensi sederhana seperti ini dalam konseling rutin yang dilakukan oleh apoteker dapat meningkatkan kepatuhan pasien. </p>
<p>Seperti <a href="https://doi.org/10.1016/j.sapharm.2009.01.004">laporan riset sebelumnya</a> meningkatkan pengetahuan pasien tentang hipertensi dan pengobatannya dapat menurunkan kesalahpahaman tentang manfaat dan risiko pengobatan. Hal ini mengarah pada perubahan positif dalam keyakinan pasien tentang obat antihipertensi. </p>
<h2>Biaya murah</h2>
<p>Untuk meningkatkan potensi dampaknya, program intervensi yang melibatkan apoteker ini menggunakan diagnosis ketidakpatuhan dan tindakan intervensi menyesuaikan dengan masalah kepatuhan per pasien.</p>
<p>Intervensi tersebut juga sejalan dengan alur kerja dan sumber daya dalam praktik klinis sehari-hari di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara biaya, intervensi ini tidak memerlukan perubahan logistik yang banyak pada sistem perawatan saat ini. </p>
<p>Temuan riset ini menggembirakan, karena ketidakpatuhan dapat diminimalkan dengan intervensi yang relatif sederhana dan berbiaya rendah.</p>
<p>Kita perlu studi lanjutan yang lebih lama yang berfokus pada bagaimana kepatuhan dan keyakinan pasien tentang obat antihipertensi mereka berubah dari waktu ke waktu.</p>
<p>Jadi, untuk meningkatkan kepatuhan berobat pasien diabetes terhadap obat antihipertensi ini langkah sederhananya: dorong pasien untuk menyertakan rutinitas minum obat ke dalam aktivitas sehari-hari mereka, tetapkan rencana tindakan dengan tujuan yang disepakati atau melibatkan anggota keluarga. </p>
<p>Jika itu dilakukan terus menerus, maka minum obat menjadi kebiasan yang mudah dilakukan. </p>
<hr>
<p><em>Artikel ini terbit atas kerja sama The Conversation Indonesia dan <a href="https://risfarklin.unpad.ac.id/">Pusat Keunggulan Iptek Perguruan Tinggi Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156768/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sofa D. Alfian menerima dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk riset ini pada 2015.
</span></em></p>
Kita perlu studi lanjutan yang lebih lama yang berfokus pada bagaimana kepatuhan dan keyakinan pasien tentang obat antihipertensi mereka berubah dari waktu ke waktu.
Sofa D. Alfian, Lecturer, Department of Pharmacology and Clinical Pharmacy, Universitas Padjadjaran
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/140713
2020-10-30T14:36:34Z
2020-10-30T14:36:34Z
Tiga cara tingkatkan layanan kesehatan via online di Indonesia yang makin populer saat pandemi
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/366037/original/file-20201028-13-sgsw18.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Layanan konsultasi kesehatan online yang makin meningkat membutuhkan peraturan yang akomodatif dan aman.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/laptop-near-teal-stethoscope-in-wooden-table-3758756/">Bongkarn thanyakij/pexels.com</a>, <a class="license" href="http://artlibre.org/licence/lal/en">FAL</a></span></figcaption></figure><p>Ikatan Dokter Indonesia <a href="https://www.jawapos.com/kesehatan/06/08/2020/dukung-telemedicine-idi-siapkan-pedoman-pelayanan-kesehatan-digital/">mendukung pelayanan kesehatan via online</a> yang dikenal dengan sebutan <em>telemedicine</em> di tengah terus melonjaknya <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">kasus COVID-19</a> di negeri ini. </p>
<p>Berbagai <em>start up</em> seperti Halodoc dan Alodokter, baru-baru ini melaporkan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/21/will-indonesias-telemedicine-start-ups-be-the-next-unicorns.html">kenaikan jumlah <em>user</em> dan <em>traffic</em></a> dibandingkan sebelum pandemi karena layanan <em>telemedicine</em> yang mereka tawarkan. </p>
<p><em>Telemedicine</em> mencakup banyak bidang dalam sistem kesehatan, seperti pemberian konsultasi antartenaga kesehatan, pasien, dan dokter (telekonsultasi); pemberian resep dan obat (telefarmasi); layanan rujukan pasien melalui <a href="https://sisrute.kemkes.go.id">Sistem Informasi Rujukan Terintegrasi Nasional (SISRUTE) milik Kementerian Kesehatan </a>.</p>
<p>Selain bisa memberikan pelayanan yang cepat pada pasien dan menyediakan beragam informasi kesehatan, dengan <em>telemedicine</em> dokter dapat mencegah terbentuknya mata rantai penularan COVID-19. Dengan tiadanya pertemuan fisik dokter-pasien akan mencegah kerumunan orang di klinik, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), dan rumah sakit. Layanan ini juga sesuai dengan upaya mencegah penyebaran virus corona dengan cara beraktivitas di rumah. </p>
<p>Namun, beberapa regulasi yang mengatur <em>telemedicine</em> belum mencukupi dan kurang detail sehingga masih timbul berbagai kebingungan di lapangan. Minimal ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan fungsi <em>telemedicine</em>.</p>
<p><strong><em>Pertama</em></strong>, Kementerian Kesehatan perlu merumuskan aturan berikutnya dengan lebih detail. Banyak hal yang saat ini masih bersifat “abu-abu” atau belum cukup jelas dalam praktik <em>telemedicine</em>. </p>
<p>Misalnya, terkait persyaratan legal dokter dan dokter gigi untuk keperluan praktik, peresepan berbagai jenis obat, dan perlindungan bagi tenaga medis yang melakukan pelayanan secara <em>online</em>. Layanan telekonsultasi dan telefarmasi via aplikasi antara pasien dan dokter juga masih “abu-abu”.</p>
<p>Terkait persyaratan legal, apakah boleh seorang dokter berpraktik online meski tidak memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di sebuah rumah sakit. Di dunia medis ada 2 jenis surat, yaitu <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58817ac7bad8d/bolehkah-dokter-pengganti-tidak-memiliki-izin-praktik/">Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)</a>. Tanpa SIP dokter tidak boleh berpraktik.</p>
<p>Peraturan Konsil Kedokteran <a href="http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Perkonsil_Nomor_74_Tahun_2020.pdf">terbaru No. 74 Tahun 2020</a> dan Peraturan Menteri Kesehatan <a href="https://www.alomedika.com/komunitas/topic/surat-edaran-menteri-kesehatan-yang-memuat-tentang-peresepan-online">terbaru</a> sebenarnya telah mengatur bahwa dokter yang praktik <em>telemedicine</em> harus memiliki STR dan SIP, namun konteks peraturan ini hanya dalam lingkup darurat pandemi COVID-19. </p>
<p>Karena itu perlu dirumuskan lebih lanjut syarat STR dan SIP ini setelah pandemi agar tidak “abu-abu” lagi. </p>
<p>Lalu batasan obat-obat yang boleh diberikan secara daring (tanpa memeriksa pasien) maupun tidak. Misalnya, saat ini seorang dokter bisa memberikan secara langsung beberapa jenis antibiotik golongan obat keras (seperti Azithromycin dan Meropenem) tanpa memeriksa pasien di sebuah aplikasi telekonsultasi.</p>
<p>Peraturan Konsil tersebut baru mengatur 2 jenis obat yang tidak boleh diresepkan secara daring yakni golongan narkotika dan psikotropika. Golongan obat keras lain belum diatur sehingga rawan disalahgunakan. </p>
<p>Perlindungan atau asuransi bagi tenaga medis dalam praktik <em>online</em> sejauh ini belum tersedia. Misalnya untuk melindungi dokter dari tuntutan tertentu padahal sudah bekerja sesuai dengan standar prosedur.</p>
<p>Selain itu, perlu juga dipertimbangkan adanya daftar penyakit atau kondisi medis yang boleh ditangani secara jarak jauh dan yang tidak. Karena belum ada daftar penyakit tersebut, ada beberapa penyakit yang secara teknis bisa dan boleh ditangani online seperti sakit ringan. Batuk pilek, mual muntah ringan, demam 1-2 hari, penyakit kronis yang sudah terkontrol seperti diabetes terkontrol dan darah tinggi terkontrol bisa dilayani secara online. </p>
<p>Adapun penyakit yang tidak boleh ditangani online seperti ada tanda kegawatan, penyakit-penyakit kejiwaan.</p>
<p><strong><em>Kedua</em></strong>, perlu kewaspadaan ekstra dalam mengelola data transaksi kesehatan. Rumah sakit, klinik, pengelola apliasi <em>telemedicine</em> dan Kementerian Kesehatan harus memastikan sistem keamanan <em>platform</em>-nya agar informasi tersebut tidak bocor. </p>
<p>Semakin banyaknya fasilitas kesehatan dan masyarakat yang memanfaatkan sistem <em>telemedicine</em>, maka akan memunculkan suatu “big data” baru. Data yang luar biasa banyak ini wajib dijaga kerahasiaannya dalam bentuk rekam medis elekronik.</p>
<p>Cepat atau lambat, dunia medis sedang memasuki era kesehatan 5.0 yang ditandai dengan semakin meningkatnya personalisasi. Artinya, sistem kesehatan masa depan akan fokus pada setiap individu sebagai personal yang unik. Sistem kesehatan juga perlu menjamin kenyamanan dan keamanan bahkan meningkatkan kualitas hidup setiap orang.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/342527/original/file-20200617-94060-6odeyu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/342527/original/file-20200617-94060-6odeyu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=221&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/342527/original/file-20200617-94060-6odeyu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=221&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/342527/original/file-20200617-94060-6odeyu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=221&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/342527/original/file-20200617-94060-6odeyu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=277&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/342527/original/file-20200617-94060-6odeyu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=277&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/342527/original/file-20200617-94060-6odeyu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=277&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tipologi layanan telemedicine generasi pertama hingga mutakhir.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong><em>Ketiga</em></strong>, pemerintah perlu memanfaatkan <em>big data</em> untuk mendukung perbaikan layanan sistem kesehatan baik untuk pencegahan, promosi maupun pengobatan pasien. </p>
<p>Contohnya, pelaksanaan dan pelaporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) rutin diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam publikasi ke depan, mungkin perlu dipertimbangkan tambahan data mengenai pemanfaatan <em>telemedicine</em> oleh fasilitas kesehatan dan masyarakat atau seberapa besar pengaruh <em>telemedicine</em> terhadap tingkat kesehatan pada populasi. </p>
<p>Hal ini dapat memperkaya data riset kesehatan di Indonesia serta bisa menjadi dasar pengambilan keputusan selanjutnya.</p>
<h2>Manfaat nyata di tengah regulasi yang terbatas</h2>
<p><em>Telemedicine</em> sebenarnya bukan barang baru. </p>
<p>Jauh sebelum digunakan secara luas seperti sekarang, pertukaran informasi medis melalui <a href="https://ajp.psychiatryonline.org/doi/abs/10.1176/ajp.129.5.624">televisi sudah dilakukan pada pertengahan abad ke-20</a> dalam ranah kedokteran jiwa di Amerika Serikat.</p>
<p>Sebuah riset di di Amerika Serikat yang terbit pada 2019 menunjukkan <a href="https://www.researchgate.net/publication/331030121_The_impact_of_telemedicine_on_patient_self-management_processes_and_clinical_outcomes_for_patients_with_Types_I_or_II_Diabetes_Mellitus_in_the_United_States_A_scoping_review"><em>telemedicine</em> telah meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan dan menurunkan risiko komplikasi pada pasien diabetes</a>. </p>
<p>Di Indonesia, <em>telemedicine</em> sendiri mulai <a href="https://www.researchgate.net/publication/281497363_PERKEMBANGAN_DAN_MASA_DEPAN_TELEMEDIKA_DI_INDONESIA">dikenal pada 1990-an</a>. Kala itu, praktik telemedis dalam bentuk konsultasi antara dokter umum (dokter jaga) dan dokter spesialis melalui telepon. Saat itu, belum ada payung hukum dan aturan-aturan yang lebih detail.</p>
<p>Sebuah riset di Kudus, Jawa Tengah terbitan tahun lalu menunjukkan layanan kesehatan daring <a href="https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/jikk/article/view/746/433">mengurangi keluhan pada ibu hamil.</a></p>
<p>Payung hukum, walau masih ada sejumlah kelemahan, yang mengatur uji coba pengunaan <em>telemedicine</em> di Indonesia sudah ada sejak Desember 2017 melalui <a href="http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.01_.07-MENKES-650-2017_ttg_Rumah_Sakit_dan_Puskesmas_Uji_Coba_Program_Telemedicine_.pdf">Keputusan Menteri Kesehatan</a>.</p>
<p>Kementerian Kesehatan kala itu juga meluncurkan <em>platform</em> bernama “<a href="https://temenin.kemkes.go.id">Temenin</a>” untuk <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4784597/khofifah-ingin-rs-di-jatim-terapkan-teknologi-temenin-apa-itu">memfasilitasi telekonsultasi</a> antara dokter yang dibimbing (misalnya dokter umum atau spesialis dasar) di daerah dan dokter pembimbing (dokter spesialis lebih senior, misalnya subspesialis) di rumah sakit rujukan.</p>
<p>Hampir dua tahun kemudian, Juli 2019, izin penggunaan <em>telemedicine</em> antarfasilitas kesehatan diberikan setelah terbit <a href="https://www.researchgate.net/publication/338428993_Peraturan_Menteri_Kesehatan_Republik_Indonesia_nomor_20_tahun_2019_tentang_Penyelenggaraan_Pelayanan_Telemedicine_antar_Fasilitas_Pelayanan_Kesehatan_Indonesian_Ministry_of_Health_Regulation_number_20">Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019</a>. Aturan ini memberikan angin segar bagi dunia medis Indonesia serta dapat mendukung pengembangan dan aplikasi <em>telemedicine</em> lebih lanjut. </p>
<p>Dalam rentang lima tahun dari 2014 hingga 2020, misalnya, jumlah rumah sakit rujukan pembimbing (misalnya rumah sakit tipe A atau B) <a href="https://temenin.kemkes.go.id/"> bertambah dari 4 menjadi 55 rumah sakit.</a> Rumah sakit rujukan ini dinyatakan layak membimbing RS kecil lainnya, misalnya RS tipe C atau D yang memiliki keterbatasan dokter ahli dan fasilitas.</p>
<p>Secara tidak langsung, layanan kesehatan online juga akan mengatasi sebagian masalah <a href="https://theconversation.com/dokter-menumpuk-di-jawa-dan-kota-akar-masalahnya-pada-sistem-rekrutmen-dan-pendidikan-kedokteran-122391">distribusi dokter yang tidak merata</a> di Indonesia. </p>
<p>Mayoritas dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga masyarakat di daerah pinggiran memiliki keterbatasan akses ke tenaga kesehatan tersebut. </p>
<h2>Menyambut perubahan sejarah</h2>
<p>Bukan tidak mungkin setelah pandemi berakhir nanti pemanfaatan <em>telemedicine</em> akan semakin luas dan masif. </p>
<p>Selain masalah medis, ada yang juga tak kalah penting untuk menghadirkan <em>telemedicine</em> yang optimal: kendala infrastruktur internet. Kadang-kadang jaringan internet yang tidak stabil atau kerap putus dikeluhkan oleh tenaga medis maupun pasien yang sedang berkonsultasi. </p>
<p>Kejadian terputusnya koneksi internet dapat membuat suatu sesi konsultasi menjadi kurang nyaman bahkan bisa menimbulkan salah persepsi antara dokter dan pasien.</p>
<p>Masalah jaringan internet membutuhkan solusi jangka panjang. </p>
<p>Mari kita sambut era kesehatan yang baru dengan menggunakan <em>telemedicine</em> secara bijaksana dan berpikiran terbuka agar semakin meningkatkan derajat kesehatan kita semua.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140713/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>William William tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Masih ada “area abu-abu” dalam praktik telemedicine, masalah keamanan data transaksi dan penggunaan potensi pemanfaatan big data kesehatan untuk peningkatan kesehatan penduduk secara tepat.
William William, Staff Pengajar Departemen Biologi Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/145064
2020-08-28T10:28:15Z
2020-08-28T10:28:15Z
7 persoalan serius dalam uji klinik calon obat COVID-19 dari riset Unair, BIN, dan TNI AD
<p>Dalam kurun waktu kurang dari seminggu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia menyimpulkan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1377449/bpom-sebut-hasil-uji-klinis-kombinasi-obat-covid-19-unair-belum-valid">bahwa hasil uji klinik racikan calon obat COVID-19 buatan Universitas Airlangga</a> bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat <a href="https://nasional.tempo.co/read/1377425/ini-temuan-kritis-bpom-saat-inspeksi-uji-klinis-kombinasi-obat-covid-19-unair">tidak memenuhi syarat sebagai riset yang kredibel</a> dan dengan demikian tidak bisa diproduksi massal.</p>
<p>Sebelumnya, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/08/16/08505191/ksad-sebut-kandidat-obat-covid-19-temuan-unair-dan-tni-ad-tunggu-izin-edar">Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa menyatakan calon “obat baru” tinggal menunggu izin dari</a> BPOM. Padahal, hasil penelitian sepenting ini belum dipublikasikan secara ilmiah di jurnal mana pun.</p>
<p>Publikasi ilmiah meningkatkan akuntabilitas sebuah riset karena adanya proses penelaahan sejawat untuk memastikan proses penelitian sesuai standar ilmiah, dan juga terbukanya metode serta data penelitian sebagai bagian dari publikasi tersebut.</p>
<p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan publikasi ilmiah uji klinik merupakan suatu <a href="https://www.who.int/ictrp/results/reporting/en/">kewajiban ilmiah, moral dan etika</a>. </p>
<p>Seluruh proses uji klinik harus berjalan secara terbuka dan transparan mulai dari proses perencanaannya hingga keluar hasilnya. Protokol uji klinik harusnya dipublikasikan sebelum rekrutmen partisipan dimulai. Hasilnya seharusnya melalui proses telaah sejawat (<em>peer-review</em>) sebelum diumumkan ke publik.</p>
<p>Sementara, satu-satunya sumber informasi mengenai detail proses dan hasil penelitian obat COVID-19 oleh Universitas Airlangga hanya dapat diakses melalui pemaparan singkat di <a href="https://tniad.mil.id/pengembangan-kombinasi-obat-baru-untuk-penanganan-covid-19-indonesia/?fbclid=IwAR0gn0WSuMxHARz8-iMMg2hXmgDSkLVFrj-YRv97DBoJ_MFt2hvaHz_HYM4">laman web TNI AD</a>.</p>
<h2>7 masalah uji klinik obat dari Unair</h2>
<p>Merujuk slide presentasi di situs TNI AD (<a href="https://tniad.mil.id/pengembangan-kombinasi-obat-baru-untuk-penanganan-covid-19-indonesia/?fbclid=IwAR0gn0WSuMxHARz8-iMMg2hXmgDSkLVFrj-YRv97DBoJ_MFt2hvaHz_HYM4">di sini <em>slide</em>-nya</a>) ada beberapa persoalan mendasar uji klinik dari Unair.</p>
<p><strong>1. Informasi dasar uji klinik tidak dijelaskan secara memadai</strong></p>
<p>Sebuah publikasi ilmiah riset uji klinik seharusnya mengandung informasi dasar menyangkut peserta uji klinik (<em>participants</em>), obat uji yang diberikan pada kelompok perlakuan (<em>intervention</em>), obat pembanding yang diberikan pada kelompok kontrol (<em>comparator</em>), dan parameter yang digunakan sebagai tolok ukur keampuhan dan keamanan obat yang diujikan serta cara pengukuran dan analisisnya (<em>outcome</em>). </p>
<p>Dalam salah satu temuannya, <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/19/155042923/uji-klinik-obat-kombinasi-covid-19-unair-ini-temuan-kritis-bpom?page=all">BPOM menyebutkan</a> bahwa peserta uji klinik tidak mewakili keberagaman klinik yang mewakili masyarakat Indonesia.</p>
<p>Dari sisi intervensi, walau paparan menyebutkan jenis obat, tidak ada gambaran detail dosisnya, cara pemberiannya, dan siapa yang memberikan atau meresepkan. </p>
<p>Dalam uji klinik ini tidak ada gambaran detail prosedur perawatan standar seperti apa yang diberikan pada kelompok kontrol yang dijadikan sebagai pembanding dengan kelompok uji. Walaupun beberapa parameter keampuhan dan keamanan obat uji disebutkan, paparan tersebut tidak menjelaskan metode pengukuran dan analisisnya. </p>
<p><strong>2. Metode pengacakan (randomisasi) tidak jelas</strong> </p>
<p>Pengacakan diperlukan untuk menghindari bias pemilihan (<a href="https://handbook-5-1.cochrane.org/chapter_8/8_4_introduction_to_sources_of_bias_in_clinical_trials.htm"><em>selection bias</em></a>) ketika membagi pasien peserta uji klinik ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. </p>
<p>Bias pemilihan dapat mengakibatkan, misalnya, peserta uji klinik di kelompok perlakuan terdiri dari pasien dengan gejala lebih ringan dari kelompok kontrol. Hal ini juga dikonfirmasi melalui perbandingan nilai karakteristik dasar antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.</p>
<p>Paparan Unair tersebut menyatakan pengacakan dilakukan oleh petugas farmasi berdasarkan nomor rekam medis. Tapi, bagaimana nomor rekam medis diacak tidak dijelaskan. Bahkan dalam salah satu temuannya, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/08/19/16504251/bpom-uji-klinik-obat-covid-19-unair-belum-valid-harus-diperbaiki?page=all">BPOM meragukan terpenuhinya unsur pengacakan</a>.</p>
<p><strong>3. Tidak dijelaskan bagaimana metode <em>allocation concealment</em></strong></p>
<p>Unsur randomisasi mensyaratkan bahwa petugas yang memberikan obat tidak boleh mengetahui obat apa yang diterima masing-masing pasien (pasien 1 menerima obat apa, pasien 2 menerima obat apa, dan seterusnya). Ini disebut <em>allocation concealment</em>. Tujuan <em>allocation concealment</em> adalah agar tidak terjadi bias pemilihan yang dapat mempengaruhi pemberian obat uji atau obat pembanding pada pasien tertentu. Dalam paparan riset Unair, <em>allocation concealment</em> tidak dijelaskan. </p>
<p><strong>4. Penggunaan istilah “tersamar ganda” (<em>“double-blind”</em>)</strong> </p>
<p><em>Slide</em> Unair menggunakan istilah tersamar ganda. Maksudnya adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian tidak boleh mengetahui masing-masing partisipan diberikan obat uji atau obat pembanding. Ini maksudnya untuk menghindari bias kinerja dan bias deteksi (<a href="https://handbook-5-1.cochrane.org/chapter_8/8_4_introduction_to_sources_of_bias_in_clinical_trials.htm"><em>performance bias</em> dan <em>detection bias</em></a>).</p>
<p>Istilah “tersamar ganda” sebenarnya sudah mulai ditinggalkan karena tidak menjelaskan siapa yang disamarkan. Dalam uji klinik, ada pihak partisipan penelitian, peneliti, petugas yang mengukur/menilai parameter-parameter uji dan petugas (analis) yang melakukan analisis data penelitian. Tidak dijelaskan yang mana di antara keempat pihak (partisipan, peneliti, pengukur, dan analis) ini yang disamarkan.</p>
<p><strong>5. Tidak ada <em>baseline characteristic values</em></strong> </p>
<p>Nilai karakteristik dasar (<em>baseline characteristic values</em>) adalah gambaran kondisi klinis peserta uji klinik sebelum obat diberikan, termasuk yang berkaitan dengan parameter yang menentukan keampuhan dan keamanan obat.</p>
<p>Setiap partisipan harus menjalani beberapa pemeriksaan klinis dan ujian laboratorium sebelum obat diberikan untuk mengetahui nilai karakteristik dasar. </p>
<p>Ini untuk memastikan kelompok kontrol memiliki nilai karakteristik dasar yang sama dengan kelompok perlakuan. Contohnya dalam hal tekanan darah, jumlah virus (<em>viral load</em>), fungsi ginjal, dan seterusnya, sebelum obat ujinya diberikan, terutama untuk paramater-parameter uji yang digunakan sebagai ukuran kemanjuran dan keamanan obat. </p>
<p>Tidak ada nilai karakteristik dasar yang digambarkan dalam laporan di laman web TNI AD.</p>
<p><strong>6. Tidak ada data yang bisa diperiksa oleh peneliti lain</strong> </p>
<p>Tidak ada data terperinci untuk parameter-parameter yang digunakan sebagai tolok ukur kemanjuran dan keamanan obat. Tak ada data rinci seperti angka sel darah putih, darah merah, CRP (C-Reactive Protein - penanda terjadinya proses inflamasi), fungsi liver, fungsi ginjal, ECG, dan lainnya, yang bisa dibandingkan sebelum dan setelah pemberian obat pada masing-masing kelompok kontrol dan perlakuan untuk gejala klinik.</p>
<p><strong>7. Tingkat ketidaktepatan (<em>imprecision</em>) sangat tinggi</strong> </p>
<p>Hasil analisis <em>viral load</em> (jumlah virus) menunjukkan tingkat ketidaktepatan (<em>imprecision</em>) yang sangat tinggi, ditandai dengan lebarnya rentang ketepatan (<em>confidence interval</em>), terutama pada H1 (hari pertama). </p>
<h2>Pelajaran: hindari klaim berlebihan tanpa dasar yang kuat</h2>
<p>BPOM telah menerbitkan pedoman yang sangat komprehensif <a href="https://www.pom.go.id/new/view/direct/uji-klinik">Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB)</a> yang sepenuhnya mengadopsi standar internasional uji klinik ICH-GCP (<em>The International Conference on Harmonization – Good Clinical Practice</em>).</p>
<p>Selain tujuh masalah mendasar di atas, setidaknya ada empat aspek dalam uji klinik versi Unair ini yang belum memenuhi kaidah CUKB:</p>
<p>Pertama, ketiadaan informasi publik atas protokol dan hasil uji klinik. Jika peneliti ingin proses publikasi ini cepat, ada alternatifnya yakni cepat mempublikasikannya secara “<a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Preprint">pre-print</a>” (tanpa proses <em>peer review</em>, sementara menunggu publikas dari jurnal ilmiah melalui <em>peer-review</em>) dengan gaya penulisan ilmiah dan data yang lengkap.</p>
<p>Kedua, tidak jelasnya peranan masing-masing pihak yang terlibat. CUKB menjelaskan ada 3 komponen utama dalam uji klinik: pemberi dana, peneliti dan komite etik. <a href="https://majalah.tempo.co/read/ilmu-dan-teknologi/161249/wawancara-rektor-universitas-airlangga-soal-kontroversi-kombinasi-obat-covid-19?">Posisi TNI AD dan BIN</a> tidak begitu jelas dalam riset obat COVID-19 tersebut.</p>
<p>Ketiga, dalam <em>slide</em> tersebut disebutkan bahwa BPOM RI adalah salah satu kolaborator uji klinik. Saya yakin bahwa BPOM bukan bagian dari pihak yang bekerja sama dalam proses riset ini. Sebagai <a href="https://www.pom.go.id/new/view/direct/role">lembaga regulator yang menentukan penerbitan izin edar suatu obat</a>, tidak mungkin BPOM untuk turut menjadi kolaborator karena akan menimbulkan konflik kepentingan. Dalam konteks ini, saya menduga BPOM sekadar <a href="https://www.pom.go.id/new/view/direct/function">memberikan konsultasi</a> mengenai cara-cara uji klinik yang baik dan benar.</p>
<p>Keempat, penggunaan personel militer sebagai partisipan uji klinik berpotensi melanggar prinsip kesukarelaan. Terlebih jika <a href="https://www.antaranews.com/berita/1618694/kasad-minta-kapuskes-percepat-koordinasi-uji-klinis-obat-covid-19">KSAD sendiri</a> yang memerintahkan pelaksanaan uji klinik ini di kalangan anggota TNI AD.</p>
<p>“Skandal racikan obat” dari Unair kembali memberikan pelajaran berharga bahwa rupanya, atas alasan darurat dan ingin cepat, proses standar ilmiah tidak dipenuhi dalam penemuan calon obat. Sebelumnya, pada awal wabah ini Presiden Joko Widodo mempromosikan <a href="https://theconversation.com/trump-dan-jokowi-promosikan-klorokuin-untuk-melawan-covid-19-tapi-bukti-ilmiah-keampuhan-obat-sangat-meragukan-137102">krolokuin dan hidroksiklorokuin</a>, tanpa dasar ilmiah yang kuat, sebagai obat COVID-19. </p>
<p>Untuk menghindari kesalahan serupa, universitas dan pihak yang bekerja sama harus mengikuti proses ilmiah standar sehingga dapat menjamin akuntabilitas penggunaan dana publik untuk riset obat penyakit yang sedang menjadi perhatian masyarakat. Dalam kasus riset Unair, karena tidak memenuhi standar, riset tersebut harus diulang dari awal dan itu artinya butuh dana lagi. </p>
<p>Akuntabilitas publik proses ilmiah ini hanya dapat dilakukan melalui proses yang transparan dengan publikasi ilmiah. Dengan demikian masyarakat ilmiah Indonesia, atau bahkan internasional, dapat turut serta memberikan masukan berharga.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/145064/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Teguh Haryo Sasongko tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Untuk menghindari kesalahan serupa, universitas dan pihak yang bekerja sama harus mengikuti proses ilmiah standar sehingga dapat menjamin akuntabilitas penggunaan dana publik untuk riset.
Teguh Haryo Sasongko, Associate Professor, Perdana University RCSI School of Medicine; Peneliti dan anggota The Cochrane Collaboration, organisasi ilmiah berbasis bukti medis dan kesehatan; Deputy Director, Perdana University Center for Research Excellence, Perdana University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/142049
2020-07-16T04:20:34Z
2020-07-16T04:20:34Z
4 gelombang besar pandemi Covid-19 menghantam sistem pelayanan kesehatan
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/347595/original/file-20200715-17-m3zxwb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri lengkap saat jam pertukaran piket di rumah sakit rujukan Covid-19 RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, 13 Juli 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1594636821">ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Saat ini pandemi Covid-19 sedang menguji ketahanan sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Kemampuan dalam merespons secara cepat dan tepat menjadi kunci agar kita dapat melalui krisis ini dengan baik.</p>
<p>Per 15 Juli, kasus Covid-19 di negeri ini telah mencapai <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">sekitar 80 ribu kasus dan kasus harian terus bertambah</a>. Angka ini hampir mengejar jumlah kasus <a href="https://coronavirus.jhu.edu/map.html">di Cina saat mencapai puncak</a> penularan (sekitar 85.000 kasus) dan angka di sana <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/country/china/">terus melandai sejak Maret lalu</a>.</p>
<p>Karena itu, pemerintah, pemerintah daerah, industri rumah sakit, asosiasi rumah sakit, dan para manajer rumah sakit harus bersiap merespons serangkaian gelombang pandemi Covid-19 yang sedang dan akan menghantam.</p>
<p><a href="https://www.who.int/news-room/detail/01-06-2020-covid-19-significantly-impacts-health-services-for-noncommunicable-diseases">Survei terbaru Organisasi Kesehatan Dunia</a> menunjukkan layanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan pemeriksaan dan pengobatan selain kasus Covid menjadi terganggu akibat virus corona. </p>
<p>Lebih dari setengah (53%) dari 155 negara yang disurvei menyatakan akses dan layanan masyarakat untuk pengobatan hipertensi menjadi tertunda. Dampak serupa juga tampak pada 49% untuk pengobatan diabetes dan komplikasi yang berhubungan dengan diabetes, 42% untuk pengobatan kanker, dan 31% untuk keadaan darurat kardiovaskular. Bahkan program pencegahan seperti skrining (kanker payudara dan serviks) juga ikut terganggu di lebih dari 50% negara.</p>
<p>Sebagai sebuah bencana kesehatan yang besar, saya memperkirakan setidaknya pandemi ini akan menghantam sistem pelayanan kesehatan Indonesia dalam empat gelombang besar.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/346980/original/file-20200712-34-vlt60j.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/346980/original/file-20200712-34-vlt60j.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/346980/original/file-20200712-34-vlt60j.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/346980/original/file-20200712-34-vlt60j.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/346980/original/file-20200712-34-vlt60j.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/346980/original/file-20200712-34-vlt60j.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/346980/original/file-20200712-34-vlt60j.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dampak Pandemi Covid-19 pada sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Irwandy | The Conversation</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Gelombang pertama</h2>
<p>Gelombang kesakitan dan kematian akibat Covid-19 adalah gelombang pertama. </p>
<p>Di Indonesia, gelombang ini dimulai pada awal Maret dengan temuan dua kasus positif. <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">Hingga 13 Juli 2020</a> kasus telah tumbuh menjadi 76.981 kasus dengan 3.656 kasus kematian.</p>
<p>Gelombang pertama ini diperkirakan masih akan menghantam sistem pelayanan kesehatan dalam jangka waktu yang lama. Terlebih adanya temuan studi terbaru yang menyatakan bahwa seseorang “<a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200713204254-199-524241/studi-antibodi-susut-corona-bisa-infeksi-berkali-kali">berpotensi</a>” untuk dapat tertular virus corona berkali-kali.</p>
<p><a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200714065113-20-524282/prediksi-jokowi-puncak-corona-agustus-september">Presiden Joko Widodo</a> mengatakan puncak kasus Covid-19 baru akan terjadi pada Agustus-September.</p>
<p><strong>Gelombang kedua</strong></p>
<p>Gelombang kedua adalah krisis keuangan rumah sakit. </p>
<p>Bermula pada April, ketika Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan agar rumah sakit <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/17/141216265/kemenkes-imbau-rs-kurangi-praktik-rawat-jalan-untuk-cegah-penularan-virus?page=all">mengurangi layanan praktik rutin kecuali dalam kondisi gawat darurat</a>. Pada saat yang sama masyarakat juga membatasi kunjungan ke rumah sakit <a href="https://news.okezone.com/read/2020/06/02/510/2223582/kunjungan-pasien-ke-rsud-wonosari-turun-drastis-karena-takut-terpapar-virus-corona">karena takut tertular Covid-19</a>.</p>
<p>Kebijakan dan fenomena ini mengakibatkan <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4251213/gugus-tugas-tingkat-hunian-rumah-sakit-rujukan-covid-19-di-jakarta-turun">penurunan signifikan jumlah pasien</a> yang berobat ke rumah sakit dan akibatnya <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20200518183459-4-159356/duh-arus-kas-rs-swasta-berantakan-gegara-pandemi-covid-19">pendapatan rumah sakit</a> anjlok.</p>
<p>Menurunnya pendapatan terasa semakin berat, karena pada saat yang bersamaan <a href="https://manajemenrumahsakit.net/2020/03/problematika-keuangan-rumah-sakit-di-tengah-pandemi-covid-19/">pengeluaran rumah sakit justru meningkat</a>. Rumah sakit harus melengkapi sarana prasarana dan peralatan untuk menghadapi serangan pandemi yang terus meningkat.</p>
<p>Pemerintah Jawa Timur bahkan sempat <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200623183203-20-516621/doni-monardo-sebut-jatim-sempat-habis-dana-danai-rs-corona">kehabisan anggaran </a> untuk membiayai operasional rumah sakit khusus pasien Covid-19 akibat besarnya pengeluaran menghadapi pandemi. Biaya rata-rata perawatan per pasien Covid-19 adalah <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20200611190739-4-164770/kemenkes-biaya-perawatan-pasien-covid-19-rata-rata-rp50-juta">Rp50 juta</a>. </p>
<p>Beberapa rumah sakit mulai melakukan efisiensi dengan merumahkan karyawan. <a href="https://makassar.terkini.id/rs-islam-faisal-beberkan-alasan-rumahkan-157-karyawan-di-tengah-pandemi/">RS Islam Faisal di Kota Makassar</a> memberhentikan sementara 157 pegawainya karena kunjungan turun signifikan sekitar 80-90%. Selanjutnya <a href="https://news.detik.com/berita/d-4977774/gegara-corona-rsud-lasinrang-pinrang-rumahkan-tenaga-sukarela">80 tenaga sukarela di RSUD Lasinrang Pinrang juga terpaksa dirumahkan</a> karena jumlah pasien berkurang hingga 70% dibanding situasi nornal.</p>
<p>Perusahaan rumah sakit besar nasional juga merasakan hantaman gelombang ini. <a href="https://marketmover.id/2020/05/saham-saham-emiten-rumah-sakit-belum-bangkit/">Dari enam emiten rumah sakit yang melantai di Bursa Efek Indonesia</a>, sepanjang rentang 2 Januari-15 Mei 2020, harga saham seluruhnya jeblok. Saham Pemilik Omni Hospital ambles 51,26%, Mayapada Hospital susut 45,37%, RS Royal Prima melorot 35,26%, RS Hermina terjun 20,98%, RS Siloam jatuh 20,28%, dan RS Mitra Keluarga juga turun 12,77%.</p>
<p>Dampak gelombang kedua ini diperkirakan masih akan terus meningkat mengikuti peningkatan kasus Covid-19. Grafik saham mereka baru akan merangkak ketika kasus Covid-19 telah menurun dan atau kepercayaan masyarakat untuk berobat ke rumah sakit telah membaik.</p>
<h2>Gelombang ketiga</h2>
<p>Gelombang selanjutnya adalah peningkatan angka infeksi, stres, dan kelelahan tenaga kesehatan. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S088915912030845X">studi literatur</a> menemukan prevalensi kecemasan yang menimpa para tenaga kesehatan selama terjadinya pandemi Covid-19 cukup besar (23,2%) dan yang mengalami depresi 22,8% dari total 33.062 sampel tenaga kesehatan.</p>
<p><a href="https://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S0889159120305237?token=5AA566E803BB11DD67B4C55DDD01E2F67C6507B55BE983642ECD1347662D76C5F745CCB62EF9B37495C9612D0CD121D7">Studi </a> lain di Singapura dan India dengan responden sebanyak 906 orang menemukan hasil 5,3% tenaga kesehatan di sana mengalami depresi.</p>
<p>Di Indonesia <a href="http://sinta.ristekbrin.go.id/covid/penelitian/detail/245">hasil penelitian</a> menunjukkan sekitar 66% responden dari 644 tenaga kesehatan mengalami kecemasan, 55% stres dan 23,5% depresi akibat Covid-19.</p>
<p>Gelombang ini diperkirakan akan menghantam pelayanan kesehatan <a href="https://twitter.com/VectorSting/status/1244671755781898241">dengan durasi waktu terlama</a> dibandingkan gelombang lainnya.</p>
<p>Hingga Juni, diprediksi secara global telah lebih <a href="https://www.euronews.com/2020/05/06/at-least-90-000-healthcare-workers-infected-by-covid-19-says-nursing-group">90.000 tenaga kesehatan terinfeksi Covid-19.</a> Di Indonesia, data jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi <a href="https://theconversation.com/petugas-kesehatan-gugur-akibat-covid-19-pentingnya-data-terbuka-dokter-dan-perawat-yang-terinfeksi-virus-corona-137627">belum tersedia</a>. </p>
<p>Diprediksi telah ribuan tenaga kesehatan yang telah terinfeksi karena di Jawa Timur saja dilaporkan hingga 12 Juli telah ada <a href="https://www.tvonenews.com/channel/tvonenews/16454-corona-terus-ancam-tenaga-medis-jumlah-perawat-yang-positif-covid-19-di-jatim-menjadi-277-orang">277 perawat terinfeksi</a>. Ini belum jenis tenaga kesehatan lainnya serta kasus di provinsi lain. </p>
<p>Selama pandemi, tenaga kesehatan bekerja dengan intensitas waktu kerja yang panjang dalam lingkungan yang berat. Banyak <a href="https://www.nature.com/articles/s41581-020-0314-5">potensi trauma</a> yang harus mereka hadapi. Seperti mereka trauma karena pasien atau rekan kerja mereka yang meninggal, kekhawatiran tertular atau menularkan ke keluarga. Ada juga tekanan publik agar mereka memberikan pelayanan terbaik, hingga kurangnya pengalaman atau peralatan.</p>
<p>Ke depan, beban kerja tenaga kesehatan juga diprediksi akan meningkat tajam. Hal ini karena beban ganda yang akan dihadapi ketika gelombang keempat mulai menghantam pada saat gelombang lain belum mereda.</p>
<p>Kondisi tersebut akan menyebabkan <a href="https://katadata.co.id/berita/2020/04/19/tenaga-medis-di-jakarta-kelelahan-tangani-corona-relawan-siap-bantu">kelelahan</a> dan <a href="http://www.journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/567">stres</a>.</p>
<h2>Gelombang keempat</h2>
<p>Peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit kronis adalah gelombang keempat. Berbeda dengan tiga gelombang sebelumnya yang mulai dirasakan, gelombang keempat mungkin belum terlalu dirasakan hantamannya.</p>
<p>Gelombang ini terjadi karena selama masa pandemi, terjadi fenomena penundaan mencari perawatan yang dilakukan oleh para penderita penyakit kronis seperti <a href="https://theconversation.com/seberapa-besar-penderita-kanker-berisiko-terinfeksi-covid-19-139195">kanker</a>, <a href="https://www.heart.org/en/news/2020/05/04/is-it-safe-to-go-to-the-hospital-during-covid-19-pandemic-doctors-say-yes">jantung</a>, <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53005585">gagal ginjal</a> dan stroke.</p>
<p>Dalam jangka panjang, penundaan perawatan tersebut bisa berdampak serius karena memparah sakitnya. </p>
<p>Secara global, menurut data <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53005585">riset BBC</a>, 130.000 pasien non-Covid 19 meninggal karena tak memperoleh layanan kesehatan yang semestinya. </p>
<p>Untuk Indonesia, belum ada data terkait berapa jumlah orang yang telah meninggal sebagai akibat tidak langsung dari wabah virus corona. </p>
<p>Namun beberapa kasus kematian yang diduga akibat tidak langsung pandemi telah terjadi di masyarakat seperti kasus seorang <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53005585">anak di Ambon yang meninggal karena harus bolak-balik di beberapa RS untuk mendapat perawatan</a>, <a href="https://makassar.kompas.com/read/2020/06/17/14170091/cerita-pilu-ibu-hamil-keguguran-saat-tak-ada-biaya-tes-swab-di-makassar?page=all">seorang ibu hamil di Makassar yang keguguran</a>, hingga <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53005585">pasien gagal ginjal di Jabodetabek yang meninggal diduga karena lambat mendapatkan layanan cuci darah</a>.</p>
<h2>Bersiap lebih awal</h2>
<p>Pemerintah dan para <em>stakeholders</em> rumah sakit harus mulai bersiap dengan respons yang tepat dan cepat untuk menghadapi hantaman empat gelombang ini. Strategi harus mulai dirumuskan dan dilaksanakan segera, agar sistem pelayanan kesehatan tidak runtuh.</p>
<p>Strategi utama adalah segera menekan pertumbuhan kasus baru Covid-19 di masyarakat agar rumah sakit tidak kewalahan menampung pasien. Selanjutnya pemerintah dan manajemen rumah sakit harus mulai memikirkan strategi agar akses masyarakat yang memerlukan layanan kesehatan tidak terhambat akibat pandemi.</p>
<p>Bangun lagi kepercayaan masyarakat agar tidak takut mengakses pelayanan kesehatan ketika membutuhkan. Tentu saja ini harus diikuti dengan adanya perlindungan keselamatan yang diberikan oleh pemerintah dan rumah sakit kepada masyarakat.</p>
<p>Memisahkan layanan <a href="https://theconversation.com/5-strategi-agar-pasien-non-covid-19-tak-tertular-coronavirus-di-rs-dan-tetap-terlayani-135563">infeksi dan non-infeksi</a> atau mendirikan rumah sakit khusus infeksi di berbagai daerah serta mempercepat implementasi dan dukungan regulasi <a href="https://theconversation.com/telekonsultasi-medis-meningkat-pesat-saat-pandemi-covid-19-tapi-muncul-tiga-masalah-baru-140228">pelayanan <em>telemedicine</em></a> adalah strategi yang dapat ditempuh.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/142049/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Irwandy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Strategi utama adalah segera menekan pertumbuhan kasus baru Covid-19 di masyarakat agar rumah sakit tidak kewalahan menampung pasien.
Irwandy, Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/138208
2020-07-14T02:58:12Z
2020-07-14T02:58:12Z
Pesan SMS pengingat obat bisa tingkatkan kepatuhan pasien HIV/AIDS minum antiretroviral
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/347020/original/file-20200713-62-ehnmc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/unukraine/6465986453/in/photolist-aRnSv4-an2P-bPK4og-9iJRuK-21tu3oG-8krsSZ-psYEK-6Z9b3k-6ZdbZU-71N9bC-tu1re-6ZdcWq-9meAMH-6Z9bhi-6Z9bvT-6Z9bkg-6ZdcZw-6Z9bVV-67RdgM-6Z9bRZ-6ZddGo-6Z9c4M-6Z9bK2-2jj8sS-6ZdbMq-5yfFxe-6Zdc3S-7k3CBG-aNXrQ8-aNQ1VD-8HKGgq-6Zdc9m-bP8V4Z-8QtmuU-aNQ2ex-7kHtdj-nfMZw-5SEdZd-2iML8Bi-2iMQzBA-2iML8z9-2iML8BU-2iMNVpe-2iMQzAd-aNQ2jT-2X5xms-5aAnoH-4B6nzs-aNKEUe-7SM6E4">UN/Flickr</a></span></figcaption></figure><p>Di tengah pandemi Covid-19 kita harus tetap memperhatikan terapi bagi orang dengan HIV/AIDS walau berbagai <a href="https://www.dw.com/id/suramnya-nasib-pengidap-hiv-di-tengah-pandemi-covid-19/a-54102044">kebijakan terkait Covid-19 telah memperpuruk rantai pasokan dan distribusi antiretroviral di Indonesia</a>. </p>
<p>Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penanganan AIDS (<a href="https://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia">UNAIDS</a>) memperkirakan bahwa hanya 17% dari semua orang yang sudah didiagnosis sebagai pasien dengan HIV/AIDS di Indonesia mendapatkan terapi antiretroviral. </p>
<p>Dari persentase kecil orang yang mendapatkan terapi antiretroviral, tingkat kepatuhan mengonsumsi obat antiretroviral juga bermasalah. </p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30143455">Sebuah riset terbaru di empat kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar</a> yang melibatkan 831 partisipan dengan HIV/AIDS yang menjalani terapi antiretroviral menunjukkan kurang dari separuh total partisipan patuh minum obat.</p>
<p>UNAIDS menetapkan <a href="https://www.unaids.org/en/resources/909090">jumlah virus yang sangat rendah di dalam tubuh seseorang (di bawah 200 copies/mililiter)</a> mengindikasikan tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi. Dari riset di empat kota besar tersebut, hanya 48% dari partisipan yang mengalami penurunan jumlah virus di dalam tubuhnya hingga di bawah 200 copies/mililiter di tubuhnya. </p>
<p>Padahal minum obat pengendali virus setiap hari mampu menurunkan <a href="https://www.unaids.org/en/resources/909090">jumlah virus</a> dalam tubuh orang-orang dengan HIV/AIDS. </p>
<p>Penggunaan teknologi untuk layanan kesehatan–dikenal dengan <em>e-health</em>–untuk mengingatkan pasien mengkonsumsi obat pengendali virus atau antiretroviral setiap hari berpotensi meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat. </p>
<h2>Yang mendorong ketidakpatuhan minum obat</h2>
<p>HIV/AIDS adalah penyakit kronis sehingga pasien harus patuh minum obat setiap hari sepanjang hidupnya. </p>
<p>Terlebih, pasien bisa menjadi resistan terhadap obat antiretroviral jika tidak patuh dalam mengkonsumsi obat tersebut. Artinya, obat tersebut tidak lagi efektif dalam menekan perkembangan virus di dalam tubuh seseorang. </p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia">UNAIDS</a> memperkirakan pada 2008 ada 640.000 orang yang hidup dengan HIV/AIDS, dan 46.000 di antaranya merupakan kasus baru. </p>
<p>Belum ada data nasional tentang berapa persen pasien yang sudah mengkonsumsi obat antiretroviral yang mengalami penurunan jumlah virus di dalam darah.</p>
<p>Pasien dengan HIV/AIDS menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan kepatuhan terapi.</p>
<p>Pertama, mereka masih menghadapi stigma dari masyarakat dan petugas kesehatan karena persepsi yang salah. Salah satu pandangan keliru itu adalah penyakit ini dikaitkan dengan perilaku yang buruk. Stigma membuat pasien tidak mau diketahui status HIV-nya oleh orang-orang sekitar, termasuk keluarga. </p>
<p>Hal ini berisiko <a href="https://bmjopen.bmj.com/content/6/7/e011453.long">menghambat pasien mengkonsumsi obat dengan teratur maupun mengambil obat di layanan kesehatan</a>. Terkadang pasien juga menstigma dirinya sebagai dampak dari stigma di masyarakat. Pasien menganggap dirinya tidak layak diobati sehingga merasa tidak perlu memperhatikan kesehatan dirinya dan menurunkan motivasi mengkonsumsi obat. </p>
<p>Kedua, berbagai masalah kesehatan jiwa, seperti cemas dan depresi, juga dapat dialami oleh para pasien. <a href="https://journals.lww.com/aidsonline/Fulltext/2012/12002/Mental_disorder_and_the_outcome_of_HIV_AIDS_in.4.aspx">Beberapa penelitian</a> mengindikasikan bahwa pasien dengan HIV yang mempunyai gangguan jiwa cenderung mengalami penurunan motivasi dalam mengkonsumsi obat antiretroviral.</p>
<p>Dengan demikian, pasien perlu didukung dari berbagai elemen untuk tetap patuh pada terapi dan berbagai metode potensial yang dapat membantu mereka perlu dikaji. </p>
<h2>Riset efektivitas <em>e-health</em> untuk tingkatkan kepatuhan</h2>
<p>Saat ini Universitas Padjajaran, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Unika Atma Jaya sedang melakukan <a href="https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT03659253">penelitian gabungan</a> untuk mengevaluasi penggunaan <em>short text message</em> SMS pengingat di Indonesia. </p>
<p>Partisipan penelitian tersebut adalah populasi kunci pasien dengan HIV/AIDS, yaitu perempuan pekerja seks, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki lainnya, waria, dan pengguna napza suntik. </p>
<p>Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan yang berguna untuk lebih mempertimbangkan pemanfaatan teknologi SMS dalam terapi antiretroviral.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5760442/">Riset di beberapa negara</a> menunjukkan penggunaan teknologi komunikasi seperti program interaktif berbasis komputer (perangkat lunak) atau <em>website</em>, konseling melalui telepon atau <em>video call</em>, pengiriman pesan pendek atau (SMS) kepada pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien HIV/AIDS dalam mengkonsumsi obat antiretroviral atau datang kontrol ke layanan kesehatan. </p>
<p>Di antara metode-metode tersebut, SMS pengingat merupakan yang terbanyak digunakan dan diteliti.</p>
<p>Penelitian di <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(10)61997-6">Kenya</a> <a href="https://journals.lww.com/aidsonline/Fulltext/2011/03270/Mobile_phone_technologies_improve_adherence_to.13.aspx">dan</a> <a href="https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2011.10.002">Brazil</a> menemukan bahwa 50-75% pasien yang mendapatkan SMS pengingat secara rutin mampu mencapai tingkat kepatuhan yang sangat baik. </p>
<p>Kelompok yang tidak mendapatkan SMS pengingat juga mampu mencapai tingkat kepatuhan tinggi tapi jumlahnya lebih rendah hanya sekitar 40-50%.</p>
<h2>Kekuatan SMS</h2>
<p>Para peneliti di Kenya dan Brazil menyimpulkan peningkatan kepatuhan ini terkait dengan adanya sistem yang mengingatkan mereka mengkonsumsi obat secara rutin. Penggunaan metode SMS ini juga perlu mempertimbangkan frekuensi dan isi pesan pengingat. </p>
<p>Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa SMS pengingat yang diberikan <a href="https://journals.lww.com/aidsonline/Fulltext/2011/03270/Mobile_phone_technologies_improve_adherence_to.13.aspx">setiap minggu</a> lebih efektif dibandingkan dengan yang diberikan setiap hari. </p>
<p>Isi pesan yang hanya mengingatkan juga terbukti lebih efektif dibandingkan dengan pesan yang <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0046909">memotivasi untuk minum obat</a>. </p>
<p>SMS pengingat yang <a href="https://www.amjmed.com/article/S0002-9343(15)00519-7/fulltext">bersifat dua arah</a> (pasien dapat menjawab SMS tersebut) terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kepatuhan daripada yang bersifat satu arah (pasien hanya menerima pesan pengingat). </p>
<p>SMS pengingat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan teknologi lainnya. </p>
<p>Pertama, metode ini sudah terbukti efektif di berbagai negara berkembang untuk meningkatkan kepatuhan terapi pada pasien dengan HIV/AIDS. </p>
<p>Kedua, SMS merupakan teknologi yang tidak membutuhkan fasilitas <em>smartphone</em> sehingga dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas. </p>
<h2>Manfaatkan e-health untuk kendalikan HIV</h2>
<p>Saat ini masyarakat umum bisa mencari informasi tentang HIV/AIDS dan infeksi menular seksual melalui situs-situs web, seperti <a href="https://siha.kemkes.go.id/">Sistem Informasi HIV/AIDS & IMS online</a> (SIHAWEB) yang disediakan
Kementerian Kesehatan, situs milik <a href="https://pph.atmajaya.ac.id/">Pusat Penelitian HIV/AIDS Unika Atma Jaya</a>, maupun situs individu pribadi seperti <a href="http://drbagus.com/">dokter Bagus Rahmat Prabowo</a>, yang mempunyai kepedulian terhadap situasi HIV/AIDS di Indonesia. </p>
<p>Pemanfaatan teknologi di Indonesia perlu ditingkatkan bukan hanya untuk memberikan informasi tapi juga untuk intervensi. Untuk meningkatkan pemanfaatan <em>e-health</em> beberapa hal perlu dilakukan. </p>
<p>Pertama, perlu dicari bentuk <em>e-health</em> yang tepat untuk populasi pasien dengan HIV/AIDS di Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan, misalnya, meminta pendapat dari pasien maupun profesional kesehatan. </p>
<p>Kedua, melakukan telaah literatur yang sistematis tentang efektivitas penggunaan <em>e-health</em> untuk meningkatkan kepatuhan terapi pasien dengan HIV/AIDS. Hasil telaah literatur tersebut bisa digunakan sebagai panduan model <em>e-health</em> yang sesuai untuk Indonesia. </p>
<p>Ketiga, melakukan uji coba penerapan <em>e-health</em> pada populasi tertentu, misalnya di satu daerah. Hasil dari uji coba ini bisa memberikan gambaran apakah metode ini bisa diterapkan secara luas di daerah-daerah lain.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/138208/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Dari riset di atas jelas bahwa kepatuhan minum obat penting karena HIV/AIDS adalah penyakit kronis sehingga pasien harus minum obat setiap hari sepanjang hidupnya.
Astri Parawita Ayu, Lecturer in Psychiatry, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Evi Sukmaningrum, Dosen Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/140228
2020-06-26T07:03:41Z
2020-06-26T07:03:41Z
Telekonsultasi medis meningkat pesat saat pandemi COVID-19, tapi muncul tiga masalah baru
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/343161/original/file-20200622-55001-1yap33.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kerahasiaan data pasien dapat menjadi isu yang serius jika data tersebut bocor ke pihak yang tidak berwenang untuk mengakses data.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/doctor-online-concept-icon-through-phone-1128043784">Andrey Suslov/Shuttestock</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 yang “menyerang” masyarakat Indonesia dalam empat bulan terakhir telah meningkatkan permintaan layanan konsultasi via teknologi komunikasi antara dokter dan pasien. </p>
<p>Risiko saling menularkan virus corona antara dokter dan pasien di tempat layanan kesehatan serta gencarnya imbauan pembatasan sosial dan fisik membuat telekonsultasi menjadi pilihan yang populer baik oleh dokter maupun pasien.</p>
<p>Pandemi ini “memaksa” pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat untuk cepat mengadopsi telekonsultasi. Hal ini memberikan peluang untuk berkembangnya praktik telekonsultasi di Indonesia. </p>
<p>Kami melakukan studi pada 22 dokter umum dan spesialis dari berbagai daerah di Indonesia. Sebanyak 20 dokter telah mempraktikkan telekonsultasi atas permintaan pasien. Dibanding era sebelum pandemi, layanan ini naik drastis. Aplikasi WhatsApp merupakan media telekonsultasi yang paling popular digunakan untuk konsultasi medis.</p>
<p>Layanan ini mungkin akan semakin populer, karena efisien dari segi waktu dan akses. Ditambah, kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir. </p>
<p>Meski demikian, pemerintah dan komunitas kesehatan perlu memperhatikan aspek medis dan etika, legal, dan sosio-teknologi dalam penggunaan teknologi komunikasi dalam layanan kesehatan. </p>
<h2>Telekonsultasi medis: mudah dan efektif</h2>
<p>Indonesia mulai 2019 mengatur praktik pelayanan kesehatan jarak jauh oleh tenaga profesional kesehatan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (<a href="https://www.persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk202019.pdf"><em>telemedicine</em></a>) dengan mengeluarkan sebuah <a href="https://kebijakankesehatanindonesia.net/publikasi/arsip-pengantar/3938-regulasi-permenkes-nomor-20-tahun-2019-tentang-penyelenggaraan-pelayanan-telemedicine-antar-fasilitas-pelayanan-kesehatan">Peraturan Menteri</a>. Selain telekonsultasi klinis, pelayanan <em>telemedicine</em> meliputi teleradiologi, tele-elektrokardiografi, telepatologi, dan telefarmasi.</p>
<p>Karena dokter dan pasien tidak perlu menempuh perjalanan secara fisik, telemedis efisien waktu, mengurangi kendala akses pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan. Selain itu, sarana teknologi yang digunakan dalam telekonsultasi cukup beragam dan tersedia secara gratis. Telekonsultasi juga tidak dibatasi oleh jam kerja dokter. </p>
<p>Contohnya, dalam studi kami, seorang dokter spesialis saraf di salah satu kota di Sulawesi bercerita tentang praktik layanan klinik melalui telepon pintar. Dokter ini memberikan konsultasi melalui fitur percakapan (<em>chat</em>) WhatsApp, dan melalui video jika diperlukan.</p>
<p>Setelah diagnosis ditegakkan, resep dikirim ke salah satu apotek melalui WhatsApp dan pasien dapat langsung mengambil obat di apotek tersebut. Biaya konsultasi ditagih oleh apotek. </p>
<p>Praktik serupa dilakukan oleh seorang spesialis kulit dan kelamin di Kota Manado, Sulawesi Utara. Dia meminta pasien mengirimkan foto area tubuh yang mengalami keluhan lewat WhatsApp. Praktik telekonsultasi, termasuk teknik pengambilan foto, dilakukan sesuai dengan rekomendasi perhimpunan profesi dokter tersebut. Dokter ini belum menarik biaya dari telekonsultasi. </p>
<p>Secara umum, para dokter melayani telekonsultasi sejak pagi hingga malam hari tapi lebih memprioritaskan pasien yang ditangani secara tatap muka langsung. Tidak ada responden yang melakukan telekonsultasi selama 24 jam penuh.</p>
<p>Mekanisme peresepan dan pembayaran jasa dokter juga berbeda-beda. Sebagian dokter mengirimkan resepnya melalui WhatsApp ke apotek tertentu dan pasien mengambil obat di apotek tersebut. </p>
<p>Dokter lain mengirim resep obat melalui WhatsApp ke pasien, dan pasien menunjukkan isi WhatsApp kepada petugas apotek untuk menebus resep. Kedua cara ini umumnya tidak dipakai untuk obat-obat terbatas (ada tanda khusus lingkaran biru) dan obat keras (lingkaran merah). </p>
<p>Dokter-dokter BPJS dapat menggunakan aplikasi Mobile JKN untuk mengeluarkan resep. Demikian juga dengan dokter yang bekerja di rumah sakit yang sudah menggunakan <em>telemedicine</em>. Ada <em>platform e-health</em> yang bekerja sama dengan jasa kurir sehingga obat-obat dapat diantar ke rumah pasien. </p>
<p>Sebagian besar dokter yang kami wawancarai belum pernah mendapat pendidikan dan pelatihan khusus tentang telekonsultasi medis. Dalam konteks ini, meningkatkan kapasitas penggunaan telekonsultasi medis merupakan salah satu pekerjaan rumah bagi organisasi profesi dokter dan Kementerian Kesehatan.</p>
<h2>Banyak platform: cari yang paling tepat</h2>
<p>Beberapa dokter yang berafiliasi dengan BPJS Kesehatan menggunakan aplikasi Mobile JKN. Baru-baru ini, <a href="https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/post/read/2020/1521/Mobile-JKN-Faskes-Mudahkan-Komunikasi-Antara-Dokter-Dengan-Pasien-JKN-KIS">aplikasi tersebut telah dimutakhirkan dengan penambahan fasilitas chatroom</a>. </p>
<p>Namun, kami menemukan beberapa dokter memilih menggunakan aplikasi lain karena lebih nyaman digunakan. Seorang dokter umum BPJS di fasilitas kesehatan tingkat pertama di Papua, misalnya, memilih menggunakan telekonsultasi melalui WhatsApp karena dalam aplikasi Mobile JKN tidak ada fasilitas notifikasi otomatis jika ada pasien baru.</p>
<p>Sementara beberapa dokter lainnya terdaftar dalam <em>platform e-health</em> seperti <a href="https://www.halodoc.com/">Halodoc</a>, <a href="https://www.alodokter.com/">Alodokter</a>, dan <a href="https://www.klikdokter.com/">Klikdokter</a>.</p>
<p>Seorang spesialis penyakit dalam, selain berpraktik di sebuah rumah sakit swasta di Kota Tangerang, juga menggunakan satu <em>platform e-health</em> Halodoc untuk melakukan telekonsultasi dan meminta pemeriksaan laboratorium. Melalui aplikasi yang sama, pasien dengan mudah dapat menebus resep dokter. Obat langsung di antar ke rumah pasien oleh kurir ojek online. </p>
<p>Implementasi praktik telekonsultasi juga cukup beragam. Umumnya dokter mendahulukan pasien yang sedang ditangani langsung di rumah sakit atau klinik, sebelum menjawab telekonsultasi. </p>
<p>Ada juga dokter yang membatasi telekonsultasi dengan pasien yang pernah berkonsultasi secara langsung dengan alasan sudah mengetahui sejarah kesehatan pasien sehingga memudahkan pemantauan klinis lanjut. </p>
<p>Dengan mempertimbangkan ketepatan diagnosis dan terapi, kebanyakan dokter responden melakukan skrining keparahan keluhan klinis pasien terlebih dulu sebelum memberikan telekonsultasi. Dokter mengajukan beberapa pertanyaan awal untuk menentukan keparahan keluhan pasien pada awal telekonsultasi. </p>
<h2>Masalah yang harus dicarikan solusi</h2>
<p>Semakin luasnya penggunaan internet akan mempermudah akses virtual masyarakat untuk mendapat pelayanan konsultasi dokter. </p>
<p>Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat, dokter, institusi pelayanan kesehatan, dan pemangku kebijakan sehubungan dengan semakin maraknya praktik telekonsultasi.</p>
<p><strong>1. Aspek medis dan etika medis</strong></p>
<p>Tidak semua kasus medis dapat diselesaikan lewat telekonsultasi. </p>
<p>Ketajaman diagnosis seorang dokter tidak sama saat dia memeriksa langsung secara tetap muka atau hanya mendengar dan melihat keluhan pasien melalui <em>platform e-health</em>. </p>
<p>Selain itu, keparahan gejala dan penyakit pasien dapat menjadi kabur karena faktor subjektivitas pasien dan dokter. Hal ini dapat mempengaruhi ketepatan terapi.</p>
<p>Hubungan dokter dan pasien sangat menjunjung tinggi kerahasiaan kedokteran, termasuk data pasien. Dalam telekonsultasi melalui WhatsApp, kerahasiaan data pasien dapat menjadi isu yang serius jika data ini bocor ke pihak yang tidak berwenang untuk mengakses data tersebut. Misalnya telepon dokter hilang atau diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. </p>
<p>Mekanisme pembayaran jasa praktik telekonsultasi belum diatur dengan baik sehingga besaran dan metodenya sangat beragam. Di lain pihak, ada pasien yang keberatan membayar jasa telekonsultasi.</p>
<p><strong>2. Aspek legal</strong></p>
<p>Terlepas sudah ditetapkannya <a href="https://kebijakankesehatanindonesia.net/publikasi/arsip-pengantar/3938-regulasi-permenkes-nomor-20-tahun-2019-tentang-penyelenggaraan-pelayanan-telemedicine-antar-fasilitas-pelayanan-kesehatan">Peraturan Menteri untuk telemedicine</a>, sebagian besar dokter responden kami belum menggunakan <em>platform e-health</em> sesuai yang tercantum dalam ketentuan hukum tersebut. </p>
<p>Peraturan ini mengatur <em>telemedicine</em> antara fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan tren yang ada sekarang adalah telekonsultasi dokter-pasien menggunakan aplikasi percakapan. Isu ini belum diatur dalam peraturan tersebut tersebut. </p>
<p>Di sisi pasien, telekonsultasi dengan menggunakan fitur percakapan pribadi masih merupakan opsi yang paling populer. Sementara dari sisi sistem kesehatan, belum terlihat upaya pengawasan sistematis dan sistemik untuk memastikan dokter mematuhi ketentuan hukum tersebut. </p>
<p>Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) baru-baru ini mengeluarkan <a href="http://kki.go.id/assets/data/arsip/Perkonsil_Nomor_74_Tahun_2020.pdf">Peraturan No. 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia</a>. Namun, sesuai namanya, aturan ini hanya diterapkan pada masa pandemi Covid-19. </p>
<p>Sebenarnya, aturan ini sudah mengatur syarat pelaku telekonsultasi, pemberian persetujuan sebelum telekonsultasi, kewajiban membuat dan merahasiakan rekam medis, izin meminta pemeriksaan penunjang dan meresepkan obat, serta kewajiban melakukan telekonsultasi lewat fasilitas pelayanan kesehatan resmi. </p>
<p>Potensi masalah legal akan banyak terjadi pada bentuk praktik telekonsultasi pribadi, bukan <em>platform e-health</em>. Dalam kenyataannya bentuk ini yang paling praktis dan paling banyak digunakan. KKI bisa mengembangkan Peraturan Konsil untuk mengatur telekonsultasi setelah masa pandemi.</p>
<p><strong>3. Aspek sosio-teknologi</strong></p>
<p>Walau pengguna internet di Indonesia mencapai <a href="https://tekno.kompas.com/read/2020/02/20/14090017/penetrasi-internet-di-indonesia-capai-64-persen">64%</a> dari populasi dan 96% di antara mereka sudah menggunakan <em>smartphone</em>, di daerah-daerah terpencil masih ada kelompok masyarakat yang belum mendapatkan akses internet. </p>
<p>Selain itu, dari <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/isd2.12021">perspektif sosial dan budaya</a>, terutama dalam lingkungan masyarakat yang mempunyai hubungan kekeluargaan yang erat, masih banyak pasien yang lebih menyukai <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6684176/">konsultasi tatap muka</a>. </p>
<p>Pergeseran sosial budaya dari konsultasi tradisional ke telekonsultasi akan membutuhkan waktu, terutama di daerah pinggiran dan pedalaman. Karena itu, dalam waktu dekat sebagian besar telekonsultasi dokter-pasien akan lebih banyak digunakan oleh masyarakat perkotaan. </p>
<p>Dengan adanya potensi implikasi dalam berbagai aspek di atas atas, sistem kesehatan dan sistem pendidikan kedokteran harus mengambil langkah-langkah untuk memitigasi potensi isu yang dapat ditimbulkan pada masa mendatang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140228/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Dalam waktu dekat sebagian besar telekonsultasi dokter-pasien akan lebih banyak digunakan oleh masyarakat perkotaan. Tapi ada masalah etika, legal, dan sosio-teknologi.
Arthur H.P. Mawuntu, Consultant Neurologist, currently the Head of Neurology Program, Neurology Dept, Faculty of Medicine Universitas Sam Ratulangi/R.D. Kandou Hospital Manado, Indonesia, Universitas Sam Ratulangi
Ralalicia Limato, PhD Student, University of Oxford
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/139195
2020-06-16T10:05:57Z
2020-06-16T10:05:57Z
Seberapa besar penderita kanker berisiko terinfeksi COVID-19?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/342114/original/file-20200616-23261-dpkz48.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Mencuci tangan dengan sabun merupakan aktivitas penting untuk mencegah penularan virus corona yang menempel di tangan. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/kediri-indonesia-april-9-2020-bar-1726311094">Hermawanandik/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 memberikan dampak pada seluruh aspek kehidupan sehari-hari termasuk pada layanan kesehatan penderita kanker. </p>
<p>Ketiadaan vaksin dan obat menjadikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/04/12593231/masuk-zona-hijau-alasan-psbb-jakarta-dilonggarkan-dan-masuk-masa-transisi">walau kini mulai dilonggarkan</a>, krusial untuk dilaksanakan saat ini sebagai upaya mencegah terpuruknya sistem kesehatan di Indonesia. </p>
<p>Masalahnya, upaya tersebut dapat menghambat pelayanan pada pasien kanker di Indonesia karena mereka takut terinfeksi virus SARS-CoV-2 saat berkunjung ke rumah sakit dan bertemu tenaga kesehatan. </p>
<p>Pada saat bersamaan, sistem kesehatan melemah karena mayoritas sumber daya kesehatan dicurahkan untuk menangani pasien COVID-19 yang jumlahnya terus meningkat. Kemungkinan lebih buruk bisa terjadi karena kita belum tahu kapan wabah ini berakhir. </p>
<p>Padahal, keterlambatan diagnosis dan terapi dalam kasus kanker dapat menimbulkan penyebaran ke jaringan atau organ tubuh lain. Beberapa tumor jaringan padat yang ganas (seperti kanker paru dan kanker pankreas) serta kanker darah (seperti leukemia akut) <a href="https://annals.org/aim/fullarticle/2764022">membutuhkan diagnosis dan pengobatan sesegera mungkin</a>.</p>
<p>Walau wabah COVID-19 di Indonesia memasuki bulan keempat, Kementerian Kesehatan belum menerbitkan panduan ihwal pengambilan keputusan tata laksana pada setiap jenis kanker yang ditujukan untuk tenaga medis pada masa pandemi ini. Panduan untuk penyakit lain <a href="http://www.stoptb.org/assets/documents/COVID/Protocol%20for%20TB%20Services%20During%20Covid-19%20Pandemic_2nd%20Ed.pdf">seperti pelayanan Tuberkulosis telah diterbitkan</a>.</p>
<p>Selain penting bagi tenaga kesehatan, panduan yang berisi edukasi bagi para pasien/<em>survivor</em> kanker di Indonesia juga sangat diperlukan. Apalagi angka kejadian penyakit kanker begitu besar, <a href="https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf">mencapai 136,2 orang</a> dari 100.000 penduduk di Indonesia pada 2018.</p>
<p>Yang mengkhawatirkan, menurut <a href="https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf">data Kementerian Kesehatan </a>, prevalensi kanker di Indonesia naik dari 1,4 per 1000 penduduk (tahun 2013) menjadi 1,8 per 1000 penduduk (2018).</p>
<h2>Faktor risiko COVID-19 pada penderita kanker</h2>
<p>Hingga saat ini belum terdapat bukti kuat bahwa kanker meningkatkan risiko terinfeksi COVID-19. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32066541">penelitian di Cina menunjukkan sebanyak 18 pasien kanker (1% dari 1590 orang yang diteliti) </a> memiliki risiko lebih tinggi mengalami perburukan penyakit dari COVID-19 yang ditunjukkan dengan peningkatan kebutuhan dirawat di <em>Intensive Care Unit</em> (ICU) dan penggunaan mesin bantu nafas atau ventilator.</p>
<p>Perlu dicatat bahwa jumlah pasien kanker dalam riset tersebut sangat sedikit (1% dari 1590 sampel) dan hanya 4 dari 18 pasien kanker tersebut yang sedang dalam pengobatan kanker. Selain itu, rata-rata usia yang berbeda pada pasien dengan kanker versus pasien non-kanker (63,1 vs. 48,7 tahun) seolah-olah memberikan kesan bahwa pasien mengalami komplikasi akibat umur yang telah diketahui berperan dalam meningkatkan risiko terinfeksi penyakit COVID-19 dan bukan akibat kanker yang diderita. </p>
<p>Selain itu, 12 dari 18 pasien tersebut tidak memiliki riwayat terapi kanker dalam 1 tahun terakhir dan mereka memiliki riwayat merokok yang lebih lama dibandingkan dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7130057/,%20https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7129735/">pasien non-kanker dalam penelitian tersebut</a>.</p>
<p>Lalu bagaimana dengan pasien kanker yang sedang atau baru-baru ini mendapat terapi kanker, seperti kemoterapi, yang mengganggu sistem imun tubuh? </p>
<p>Hingga saat tulisan ini dibuat, belum terdapat bukti ilmiah terkait hal ini. Dengan demikian, hubungan antara risiko COVID-19 pada penderita dan <em>survivor</em> kanker masih belum jelas. </p>
<p>Selain itu, risiko tersebut sangat dipengaruhi oleh umur, tipe kanker, jenis terapi yang diterima, rentang waktu setelah terapi terakhir, serta penyakit penyerta lain yang dimiliki.</p>
<h2>Pasien kanker terhambat dapat pengobatan</h2>
<p>Tenaga medis, alat pelindung diri (APD), kapasitas ICU, dan ventilator yang <a href="https://theconversation.com/pertengahan-mei-indonesia-terancam-krisis-tempat-tidur-icu-ventilator-dan-apd-karena-kasus-covid-19-bisa-melewati-50-000-135442">terbatas di Indonesia</a>, ditambah dengan adanya pandemi COVID-19, semakin menghambat akses layanan bagi pasien/<em>survivor</em> kanker.</p>
<p>Akibatnya, terjadi gangguan terhadap kunjungan pemantauan, operasi, kemoterapi, serta radiasi bagi pasien lama/<em>survivor</em>, serta keterlambatan diagnosis bagi pasien baru.</p>
<p>Selain itu, pasien/<em>survivor</em> kanker biasanya mendapatkan jadwal untuk pemeriksaan darah dan pencitraan secara rutin untuk mendeteksi adanya potensi kekambuhan.</p>
<p>Sebagai salah satu penyakit kronis yang membutuhkan pemantauan dan pengobatan secara rutin, adanya PSBB menunjukkan pentingnya edukasi terhadap pencegahan infeksi COVID-19 yang dapat dilakukan penderita kanker serta orang yang merawat di rumah, serta untuk mencegah terjadinya perburukan penyakit kanker yang diderita.</p>
<p>Kementerian Kesehatan dan rumah sakit harus memastikan bahwa seluruh fasilitas kesehatan yang melayani kasus kanker di Indonesia menjamin pelayanan kesehatan yang merata.</p>
<h2>Upaya yang dapat dilakukan tenaga kesehatan</h2>
<p>Hal yang kini paling mendesak adalah Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi kesehatan harus segera membuat panduan untuk penanganan kanker selama masa pandemi COVID-19 bagi seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang melayani kasus kanker di Indonesia untuk menjamin pelayanan kesehatan yang merata.</p>
<p>Panduan itu harus menjawab: adakah pasien yang harus ditunda perawatannya? Bagaimana proses pemantauan kondisi para <em>survivor</em> kanker? Bagaimana tata laksana COVID-19 pada penderita kanker?</p>
<p><a href="https://www.facs.org/-/media/files/covid19/acs_triage_and_management_elective_cancer_surgery_during_acute_and_recovery_phases.ashx">American College of Surgeons</a> serta <a href="https://www.esmo.org/guidelines/cancer-patient-management-during-the-covid-19-pandemic">European Society for Medical Oncology</a>, misalnya, telah mengeluarkan panduan yang bertujuan untuk memandu para dokter bedah onkologi dalam melakukan <em>triage</em> (pengelompokan pasien berdasarkan berat-ringannya penyakit) dan pengambilan keputusan tata laksana pada setiap jenis kanker.</p>
<p>Panduan terkait komunikasi berbasis daring antara dokter dan pasien serta berbasis <em>case by case</em> adalah salah satu poin relevan yang dapat diimplementasikan di Indonesia. Dokter harus melakukan penilaian sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. Hal ini bertujuan untuk menyaring hanya kasus kegawatdaruratan yang memerlukan kunjungan ke rumah sakit dan mengurangi risiko tertular COVID-19.</p>
<p>Dibutuhkan adanya penilaian dari dokter untuk menentukan apakah pemeriksaan secara langsung, pemantauan efek samping pengobatan, dan tata laksana dapat ditunda atau tidak.</p>
<p>Dalam situasi pandemi, tenaga medis harus tetap selalu berpikir dan bertindak secara ilmiah serta berbasis bukti. Selain itu, segala jenis studi ilmiah terkait kanker dan COVID-19 di Indonesia harus dipublikasikan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran serta dasar pengambilan kebijakan.</p>
<h2>Upaya bagi pasien</h2>
<p>Bagi pasien/<em>survivor</em> kanker dan orang yang merawat di rumah, upaya <a href="https://www.esmo.org/for-patients/patient-guides/cancer-care-during-the-covid-19-pandemic">pencegahan penyakit COVID-19</a> dapat dilakukan dengan mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik. Langkah ini perlu dilakukan setelah beraktivitas di luar rumah, sesudah menerima barang dari luar rumah, serta sebelum memasak dan makan.</p>
<p>Selalu menggunakan masker, <a href="https://theconversation.com/penggunaan-masker-bisa-picu-rasa-aman-palsu-waspadai-risiko-penularan-covid-19-dalam-normal-baru-139196">sesuai anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO</a>), khususnya saat keluar rumah. Ikuti anjuran pemerintah untuk melakukan PSBB.</p>
<p>Konsultasikan dengan dokter Anda apakah perlu untuk dilakukan <em>self-isolation</em> yang berarti larangan untuk keluar rumah sama sekali. Upaya pencegahan ini harus berdasar pada penilaian dokter yang merawat dan sesuai dengan risiko masing-masing. </p>
<p>Bagi pasien yang sedang menjalani atau baru-baru ini menerima kemoterapi, pasien harus secara lebih disiplin dalam mencegah penularan COVID-19. Ini penting karena ada kemungkinan peningkatan risiko tertular COVID-19 akibat salah satu efek samping terapi yang melemahkan sistem imun, meski bukti ilmiahnya masih <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7174983/">terbatas</a>.</p>
<p>Untuk mencegah penyakit kanker makin memburuk, penderita kanker dan orang yang merawat di rumah harus selalu menaati protokol pengobatan di rumah. Mereka juga harus memperhatikan adanya perburukan gejala atau munculnya gejala baru. </p>
<p>Jika keadaan memburuk, segera lapor ke dokter bedah onkologi yang merawat melalui telepon atau media komunikasi daring yang tersedia. </p>
<p>Terlepas dari semua hal di atas, percepatan dalam penanganan COVID-19 selalu harus menjadi prioritas utama pemerintah tanpa mengabaikan penanganan penyakit lain sebagai upaya pencegahan munculnya beban penyakit tambahan di Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/139195/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Melani Ratih Mahanani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Hingga saat ini belum terdapat bukti kuat bahwa kanker meningkatkan risiko terinfeksi COVID-19.
Melani Ratih Mahanani, PhD Researcher in Epidemiology, Heidelberg Institute of Global Health, Germany, University of Heidelberg
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/140176
2020-06-08T02:55:27Z
2020-06-08T02:55:27Z
Dari laboratorium ke tangan dokter, inilah yang terjadi dalam uji coba obat fase 1, 2, 3
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/340047/original/file-20200605-176595-1ye208w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/doctor-wearing-ppe-or-isolation-grown-suite-for-royalty-free-image/1208754898?adppopup=true">Skaman306/Moment via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p>Untuk COVID-19, seperti juga untuk semua penyakit, obat-obatan dan vaksin untuk mengobati atau mencegah penyakit harus didukung oleh bukti yang kuat. <a href="https://www.nia.nih.gov/health/what-are-clinical-trials-and-studies">Uji klinis</a> adalah sumber dari bukti ini.</p>
<p>Saat ini vaksin dan obat-obatan untuk coronavirus telah memasuki pengujian manusia, maka penting untuk mengetahui perbedaan fase-fase uji klinis yang telah ditetapkan oleh <a href="https://www.fda.gov/patients/drug-development-process/step-3-clinical-research">Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat</a> (FDA). </p>
<p><a href="https://keck.usc.edu/faculty-search/mindy-aisen/">Saya seorang ahli syaraf</a> di <a href="https://keck.usc.edu/atri/">Lembaga Penelitian Terapi Alzheimer</a> di University of Southern California. Tim kami telah mengembangkan dan mengawasi semua fase uji klinis selama beberapa dekade. Saya akan membantu Anda memahami proses yang rumit dan penting ini. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/l0ZBZ2Zy7Lw?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<h2>Uji coba praklinis</h2>
<p>Indikasi awal tentang apakah sebuah intervensi itu efektif dan aman berasal dari uji praklinis. Penelitian ini dilakukan di laboratorium menggunakan sel atau hewan.</p>
<p>Para peneliti dapat memperoleh beberapa informasi tentang keamanan dan kemanjuran suatu perawatan dari uji praklinis, tapi hasilnya tidak menunjukkan apakah yang mereka uji aman atau bekerja pada manusia.</p>
<p>Setelah suatu pengobatan menunjukkan hasil baik dalam uji praklinis, para peneliti memulai proses bekerja melalui fase-fase yang telah di tetapkan oleh FDA. Fase-fase ini dirancang <a href="https://www.fda.gov/science-research/science-and-research-special-topics/clinical-trials-and-human-subject-protection">untuk dua tujuan</a>: melindungi pasien selama proses dan memastikan bahwa obat atau perawatan bekerja.</p>
<h2>Uji coba fase 1</h2>
<p>Uji coba fase 1 <a href="https://www.nia.nih.gov/health/what-are-clinical-trials-and-studies">difokuskan pada keamanan</a>. Para peneliti memantau ginjal, hati, hormon dan fungsi jantung untuk mencari dampak buruk pada sukarelawan manusia. </p>
<p>Mereka juga mencari tanda biologis kemanjuran yang terkait dengan apa yang mereka harapkan untuk pengobatan. Misalnya, jika percobaan sedang menguji vaksin, peneliti mungkin memantau aktivitas kekebalan untuk melihat apakah itu meningkat.</p>
<p>Uji klinis fase 1 <a href="https://www.nia.nih.gov/health/what-are-clinical-trials-and-studiesand">biasanya memakan waktu sekitar dua bulan</a> dan melibatkan sejumlah kecil peserta, biasanya 20 hingga 100 orang sehat sukarelawan atau orang-orang dengan kondisi yang dapat diobati. </p>
<p>Para peneliti memberi para peserta sejumlah dosis obat untuk membantu menentukan dosis serendah mungkin yang efektif tapi aman. </p>
<p>Beberapa - tapi tidak semua - penelitian fase 1 diacak dan dikontrol <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Plasebo">plasebo</a>, yang berarti bahwa sebagian dari subjek diberi pengobatan nyata dan sebagian lain <a href="https://www.nia.nih.gov/health/placebos-clinical-trials">mendapatkan plasebo</a> yang tidak berdampak apa-apa. Baik subjek maupun dokter tidak tahu siapa menerima perawatan yang mana.</p>
<p>Obat-obatan yang lolos uji coba fase 1 dapat dianggap aman, tapi apakah obat itu berfungsi atau tidak masih harus diselidiki.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=384&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=384&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=384&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=483&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=483&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/334227/original/file-20200512-66681-pk6env.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=483&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">FDA terlibat setelah sukarelawan manusia dilibatkan dalam proses pengujian.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/the-outside-of-the-food-and-drug-administration-news-photo/496532228?adppopup=true">Al Drago/CQ Roll Call via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Uji coba fase 2</h2>
<p>Dalam uji coba fase 2, para peneliti fokus melihat apakah pengobatan bekerja, menemukan dosis efektif teraman dan menentukan gejala, tes, atau hasil apa yang merupakan ukuran terbaik dari kemanjuran pengobatan. </p>
<p>Menentukan langkah keberhasilan terbaik penting untuk merancang tahap akhir pengujian.</p>
<p>Semua uji coba fase 2 dilakukan secara acak dan dikontrol plasebo.</p>
<p>Tahap penelitian ini dapat memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, dan hanya sekitar <a href="https://www.fda.gov/patients/drug-development-process/step-3-clinical-research">sepertiga obat dalam uji coba fase 2 yang lolos ke fase berikutnya</a>.</p>
<p>Dalam uji coba fase 2, peneliti memberikan obat pada ratusan subjek dan mengawasi keamanan melalui pengujian rutin. Untuk mengukur efektivitas, peneliti melihat respons klinis seperti lama penyakit, tingkat keparahan penyakit atau tingkat kelangsungan hidup. </p>
<p>Pengukuran langsung dari suatu penyakit seperti jumlah virus dalam tubuh seseorang juga dipantau, serta sinyal <a href="https://dx.doi.org/10.1177%2F1535370217750088">biomaker</a> dalam tubuh yang diketahui peneliti <a href="https://www.clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04322513">diubah oleh penyakit yang ditargetkan</a>.</p>
<p>Pada titik ini, para peneliti akan menggunakan semua informasi yang mereka peroleh untuk merancang uji coba fase 3. Mereka memutuskan tindakan apa yang akan digunakan, dosis untuk diuji dan jenisnya, atau <a href="https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-terms/def/cohort"><em>kohort</em> (faktor risiko dan efek dalam periode tertentu)</a> dari orang yang diuji.</p>
<p>Jika ada bukti dalam fase 1 atau fase 2 bahwa obat atau vaksin tidak aman atau tidak efektif, maka tim akan menghentikan uji coba.</p>
<h2>Uji coba fase 3</h2>
<p>Uji coba fase 3 adalah saat peneliti melihat apakah orang yang mendapatkan pengobatan secara statistik lebih baik daripada yang tidak. Uji coba dilakukan secara acak dan dikontrol plasebo, menggunakan ukuran dari uji coba fase 2. </p>
<p>Uji coba fase 3 juga dirancang untuk menemukan efek samping langka dari suatu perawatan.</p>
<p>Untuk mendapatkan data yang kuat secara statistik, uji coba fase 3 biasanya melibatkan beberapa ratus hingga 3.000 orang.</p>
<p>Ini adalah langkah terakhir sebelum obat disetujui untuk penggunaan umum. Setelah uji coba fase 3 selesai, FDA mengumpulkan panel ilmuwan independen untuk meninjau data. </p>
<p>Panel memutuskan berdasarkan bukti keberhasilan dan prevalensi efek samping, jika manfaat obat melebihi risiko yang cukup untuk menyetujui penggunaannya secara luas.</p>
<p>Menurut FDA, hanya<a href="https://www.fda.gov/patients/drug-development-process/step-3-clinical-research">25%-30% obat dalam uji coba fase 3 yang disetujui</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/338641/original/file-20200529-78867-1mjk2mt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Baik para peneliti, dokter maupun pasien tidak tahu apakah mereka memberikan obat atau plasebo nyata untuk uji klinis terkontrol plasebo secara acak.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/drug-research-doctor-working-in-hospital-writing-a-royalty-free-image/959237242?adppopup=true">krisanapong detraphiphat/Moment via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Uji coba fase 4</h2>
<p>Uji coba fase 4 digunakan untuk menguji perawatan yang disetujui untuk kondisi medis yang sama tapi dalam dosis atau kerangka waktu yang berbeda atau sekelompok orang. Misalnya, uji coba fase 4 dapat digunakan untuk menguji apakah obat yang sudah disetujui untuk orang dewasa akan aman dan efektif untuk anak-anak.</p>
<p>Ketika obat yang telah disetujui untuk satu tujuan dipelajari untuk kondisi medis yang berbeda, misalnya menguji obat malaria hydroxycholoroquine sebagai pengobatan potensial untuk COVID-19, ini bukan uji coba fase 4. Ini adalah uji coba fase 2 atau 3 karena dirancang untuk menjawab pertanyaan awal tentang seberapa baik pengobatan bekerja untuk kondisi berbeda.</p>
<h2>Kritis dalam melihat berita medis</h2>
<p>Berita-berita kini penuh dengan <a href="https://www.msn.com/en-us/money/markets/coronavirus-live-updates-oxford-readying-a-phase-2-vaccine-trial-cases-surge-in-india/ar-BB14smVc">hasil uji coba mengenai intervensi COVID-19</a>. </p>
<p>Membaca tentang obat atau vaksin baru sangat menggembirakan. Tapi keberhasilan uji awal tidak menjamin pengobatan akan berhasil.</p>
<p>COVID-19, seperti <a href="https://www.actcinfo.org/projects/">Alzheimer</a>, adalah penyakit yang kompleks, dan uji klinis untuk menguji pengobatan sangat menantang, dengan hasil yang sangat bervariasi. </p>
<p>Proses untuk persetujuan obat dan perawatan memakan waktu lama, tapi dirancang untuk menjamin bahwa apa yang dokter berikan kepada Anda akan benar-benar membantu.</p>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan oleh Agradhira Nadni Wardhana dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140176/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mindy Aisen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Obat-obatan dan vaksin untuk melawan COVID-19 sudah dalam uji klinis. Penting untuk memahami perbedaan antara setiap langkah dalam proses ini karena upaya untuk melawan wabah terus berlanjut.
Mindy Aisen, Clinical Professor of Neurology, University of Southern California
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/137102
2020-05-13T09:40:21Z
2020-05-13T09:40:21Z
Trump dan Jokowi promosikan klorokuin untuk melawan COVID-19, tapi bukti ilmiah keampuhan obat sangat meragukan
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/334643/original/file-20200513-156660-1ottqga.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penggunaan hidroksiklorokuin untuk mengobati pasien COVID-19 belum didukung oleh bukti ilmiah yang kokoh.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/doctor-prescribing-hydroxychloroquine-treatment-novel-coronavirus-1699278910">Manjurul Haque/Shuttestock</a></span></figcaption></figure><p>Walau <a href="https://www.scmp.com/week-asia/health-environment/article/3076935/coronavirus-trump-and-widodo-back-chloroquine">Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Indonesia Joko Widodo</a> telah menunjukkan minatnya menggunakan <a href="https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Hydroxychloroquine">hidroksiklorokuin (HCQ)</a> dan <a href="https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Chloroquine">klorokuin (CQ)</a> untuk mengobati pasien COVID-19 di negaranya masing-masing, sebenarnya sampai kini belum ada bukti saintifik yang kredibel bahwa obat antimalaria itu bisa menyembuhkan orang yang terinfeksi virus corona. </p>
<p>Karena itu, langkah Jokowi pada pertengahan Maret lalu <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20200321064956-4-146616/cegah-corona-jokowi-pesan-2-juta-avigan-3-juta-chloroquine">memesan tiga juta klorokuin</a> dan penggunaan sumber daya dan anggaran untuk mengobati pasien COVID-19 dengan obat tersebut tidak memiliki landasan ilmiah yang kokoh. Alih-alih bisa menyembuhkan, jika penggunaannya tidak diawasi ketat oleh tenaga medis justru berpotensi membahayakan pasien COVID-19. </p>
<p>Secara global, Otoritas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat memang telah mengeluarkan <a href="https://www.fda.gov/media/136534/download">izin penggunaan darurat hidroksiklorokuin dan klorokuin untuk COVID-19</a>, tapi belakangan keputusan ini menuai <a href="https://www.sciencemag.org/news/2020/04/former-fda-leaders-decry-emergency-authorization-malaria-drugs-coronavirus">kritikan dari para ahli farmasi di negara tersebut</a>. </p>
<p>Alasan kritik mereka sangat mendasar: informasi keampuhan HCQ/CQ untuk COVID-19 berasal dari penelitian-penelitian yang sangat terbatas dan bahkan diragukan kualitas ilmiahnya. </p>
<p>Potensi penggunaan klorokuin untuk pasien COVID-19 pertama kali disuarakan oleh pemerintah Cina lewat <a href="http://www.xinhuanet.com/english/2020-02/17/c_138792545.htm">konferensi pers pada 17 Februari 2020</a>. Namun demikian, mereka tidak pernah mempublikasikan data ilmiah atas klaim ini. </p>
<h2>Riset awal terbatas bukan pada manusia</h2>
<p>Pada 4 Februari Institut Virologi Wuhan Cina melaporkan penelitian eksperimental <em>in-vitro</em> untuk <a href="https://www.nature.com/articles/s41422-020-0282-0">klorokuin </a>
dan kemudian <a href="https://www.nature.com/articles/s41421-020-0156-0">hidroksiklorokuin</a> pada 18 Maret. Penelitian <em>in-vitro</em> merupakan riset eksperimental untuk melihat dosis obat yang dibutuhkan guna membunuh virus, dengan melibatkan sel inang yang telah terinfeksi. Riset ini dilakukan di laboratorium tanpa melibatkan pasien COVID-19 yang sesungguhnya.</p>
<p>Kedua riset Institut Virologi Wuhan Cina tersebut menunjukkan dua jenis obat itu mampu membunuh virus SARS-CoV-2 dalam dosis rendah.</p>
<p>Walau pada tahap awal menunjukkan potensinya, riset <em>in-vitro</em> ini memiliki desain eksperimen yang sangat terbatas sehingga tidak dapat langsung diaplikasikan pada manusia. Keterbatasan utamanya terletak pada metodenya yang tidak menggunakan pasien COVID-19, sehingga tidak dapat menentukan respons dari sistem biologi manusia yang sangat kompleks, apakah responnya menguntungkan bagi efek terapi atau justru menimbulkan keracunan. </p>
<p>Selain itu, penelitian ini juga tidak dapat menentukan dosis yang diperlukan untuk mencapai kadar obat dalam darah pasien yang memadai untuk efek terapi. </p>
<p>Oleh karena itu, diperlukan penelitian-penelitian lanjutan yang melibatkan pasien.</p>
<h2>Uji klinik pertama pada manusia di Prancis: lemah metodologi</h2>
<p>Hingga saat ini hanya ada satu penelitian dari Prancis yang melaporkan keampuhan hidroksiklorokuin bagi pasien COVID-19. Penelitian ini terbit pada 20 Maret 2020 di <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0924857920300996?via%3Dihub"><em>International Journal of Anti-Microbial Agents</em></a>. </p>
<p>Dalam penelitian ini, Didier Raoult dan timnya dari <em>University of Marseille</em> mencoba penggunaan hidroksiklorokuin terhadap 36 pasien positif COVID-19. </p>
<p>Pasien-pasien ini dibagi kepada dua kelompok, yaitu kelompok A yang menerima 200mg hidroksiklorokuin tiga kali sehari sebanyak 20 pasien dan kelompok B yang menerima perawatan biasa tanpa HCQ sebanyak 16 pasien sisanya. Enam di antara pasien kelompok A juga diberi anti-bakteri, Azithromycin, disamping HCQ. </p>
<p>Pada hari keenam, semua pasien menjalani tes RT-PCR. Hasilnya menunjukkan lebih banyak pasien kelompok A yang hasil tesnya negatif, dibanding pasien kelompok B. </p>
<p>Di samping itu, semua pasien yang menerima kombinasi Azithromycin dan HCQ hasil tesnya negatif. Raoult mengklaim bahwa hal ini menunjukkan keampuhan HCQ bagi pasien COVID-19, terutama jika diberikan secara kombinasi dengan Azithromycin.</p>
<h2>Bias penelitian: 4 cacat serius</h2>
<p>Belakangan, peneliti-peneliti di dunia bersuara, dan umumnya mereka meragukan kualitas penelitian yang dipimpin oleh Raoult ini. </p>
<p>Lima hari setelah artikel itu terbit, Kerstin Frie dan Kome Gbinigie dari <em>The Centre for Evidence-Based Medicine Oxford University</em> <a href="https://www.cebm.net/covid-19/chloroquine-and-hydroxychloroquine-current-evidence-for-their-effectiveness-in-treating-covid-19/">memberikan rangkuman yang menyeluruh mengenai respons para saintis ini</a>. Berikut ini catatan kritik dari kedua peneliti: </p>
<p><em>Pertama</em>, jumlah partisipan sebenarnya dari kelompok A adalah 26 pasien, tapi 6 pasien harus dikeluarkan di tengah riset karena perawatannya berhenti. Mereka dikeluarkan karena masuk unit perawatan intensif (ICU), meninggal, atau mengalami efek samping. Data dari keenam pasien ini sama sekali tidak dimasukkan dalam analisis. </p>
<p>Hal ini memungkinkan terjadinya bias sebab ada sebagian dari data pasien yang sedari awal dimasukkan dalam riset tapi tidak dianalisis untuk mengambil kesimpulan akhir. </p>
<p><em>Kedua</em>, dengan jumlah pasien hanya 36, studi ini terbilang lemah. Raoult dan timnya sendiri mengkalkulasi bahwa setidaknya diperlukan 48 pasien agar analisis statistik yang dilakukan memiliki tingkat kepercayaan yang memadai. Ini artinya, terdapat risiko bahwa riset ini memberikan hasil positif palsu, yakni efek terapinya terlalu menonjol karena rendahnya jumlah pasien. </p>
<p><em>Ketiga</em>, salah satu pasien yang dites negatif RT-PCR pada hari ke-6 ternyata kembali positif pada hari ke-8. Ini menunjukkan kelemahan lain, yakni tidak ada data kondisi pasien untuk jangka menengah dan jangka panjang setelah pemberian HCQ. </p>
<p><em>Keempat</em>, desain eksperimen yang dipilih bukan desain eksperimen uji klinik yang terbaik untuk menentukan kemanjuran dan keamanan suatu obat. </p>
<h2>Desain uji klinik terbaik</h2>
<p>Desain terbaik adalah <a href="https://cccrg.cochrane.org/sites/cccrg.cochrane.org/files/public/uploads/Study_design_guide2013.pdf"><em>“randomized-controlled trial”</em></a>. Dengan desain ini pasien-pasien COVID-19 dibagi secara acak (random) dalam kelompok penerima HCQ/CQ dan kelompok bukan penerima HCQ/CQ. </p>
<p>Pembagian acak ini sangat penting untuk meminimalkan bias pengelompokan, misalnya sengaja atau tidak sengaja, pasien-pasien dengan gejala lebih ringan masuk dalam kelompok penerima HCQ/CQ sehingga hasil akhirnya menunjukkan lebih banyak pasien pada kelompok ini yang sembuh.</p>
<p>Raoult membagi pasien-pasiennya ke dalam kelompok A dan B, tanpa melakukan randomisasi (pengacakan), sehingga tidak bebas dari kemungkinan bias pengelompokan. </p>
<h2>Studi observasi pasien di Amerika Serikat</h2>
<p>Baru-baru ini dilaporkan sebuah <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2012410">studi observasi</a> yang menganalisis hasil pengobatan 1.376 pasien COVID-19 di Amerika Serikat dengan membandingkan antara pasien yang diberi HCQ (811 pasien) dan pasien yang tidak diberi HCQ (565 pasien). </p>
<p>Hasilnya tidak konklusif. Para penelitinya mengakui bahwa hasil studi ini tidak dapat digunakan untuk menentukan kemanjuran dan keamanan HCQ. Selain itu, mereka juga tidak merekomendasikan penggunaan HCQ selain untuk keperluan penelitian uji klinik. </p>
<p>Dalam hal ini, mereka mengatakan bahwa uji klinik <em>randomized controlled trial</em> diperlukan untuk memutuskan boleh atau tidaknya HCQ digunakan pada pasien COVID-19.</p>
<h2>Efek samping</h2>
<p>Selain persoalan di atas, HCQ/CQ juga <a href="https://theconversation.com/menimbang-manfaat-dan-efek-buruk-dari-klorokuin-obat-dari-presiden-jokowi-untuk-penderita-covid-19-134390">memiliki efek samping</a> yang tidak ringan seperti kerusakan pada retina (mata) dan gangguan otot jantung. </p>
<p>Selain itu, sebagian pasien COVID-19 mengalami <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7075271/">penurunan fungsi hati dan ginjal</a> sebagai bagian dari perjalanan penyakitnya. Dampaknya, kemampuan hati dan ginjal memproses serta membuang HCQ/CQ dari tubuh menjadi sangat terbatas dan ancaman keracunan menjadi besar.</p>
<p>Semua ini menunjukkan bahwa penggunaan HCQ/CQ untuk pasien-pasien COVID-19 belum memiliki landasan ilmiah yang kuat. Sementara potensi terapinya masih diragukan karena kelemahan desain eksperimennya, potensi keracunannya jelas membayangi pasien-pasien yang akan menerima rawatan dengan HCQ/CQ. </p>
<p>Data <a href="https://covid-19.cochrane.org/">The Cochrane Collaboration</a> menunjukkan saat ini sedang dilakukan 240 uji klinik penggunaan HCQ/CQ untuk COVID-19 di seluruh dunia. Dari jumlah itu, 198 di antaranya menggunakan metode <em>“randomized controlled trial”</em> yang diharapkan mampu memberi kesimpulan yang kuat akan potensi kemanjuran dan keamanan HCQ/CQ. Kita berharap para peneliti ini dapat segera mempublikasikan hasil penelitiannya.</p>
<p>Bagi pemerintah Indonesia, dengan jumlah kasus positif COVID-19 lebih <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">dari 15.400 per 13 Mei </a>, sebenarnya memiliki peluang besar untuk juga studi <em>“randomized controlled trial”</em> sendiri sebelum diputuskan penggunaan HCQ/CQ untuk pasien COVID-19. </p>
<p>Studi ini perlu dilakukan banyak lembaga riset dengan melibatkan universitas dan desain riset yang memenuhi standar ilmiah. Riset dibutuhkan untuk memastikan bahwa penggunaan HCQ/CQ untuk pasien COVID-19 memiliki landasan ilmiah yang kukuh dan informasi yang akurat mengenai potensi kemanjurannya dan kemungkinan efek-efek sampingnya. </p>
<p>Juga untuk memastikan bahwa penggunaan anggaran dan sumber daya untuk pengadaan HCQ/CQ serta untuk perawatan para pasien COVID-19 secara umum memiliki landasan yang kukuh. </p>
<p>Jangan sampai terulang “tragedi” seorang presiden mempromosikan suatu “resep medis” secara terbuka untuk ribuan hingga jutaan pasien penyakit menular yang ganas seperti COVID-19, tanpa dilandasi bukti ilmiah yang kredibel. Itulah yang terjadi di <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/03/23/10381991/jokowi-chloroquine-bukan-obat-utama-tetapi-sukses-tekan-covid-19-di-beberapa">Indonesia</a> dan <a href="https://www.theguardian.com/world/2020/apr/06/hydroxychloroquine-trump-coronavirus-drug">Amerika Serikat</a> sekitar satu setengah bulan lalu.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/137102/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Teguh Haryo Sasongko tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Informasi keampuhan HCQ/CQ untuk COVID-19 berasal dari penelitian-penelitian yang sangat terbatas dan bahkan diragukan kualitas ilmiahnya.
Teguh Haryo Sasongko, Associate Professor, Perdana University RCSI School of Medicine; Peneliti dan anggota The Cochrane Collaboration, organisasi ilmiah berbasis bukti medis dan kesehatan; Deputy Director, Perdana University Center for Research Excellence, Perdana University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/129457
2020-01-10T04:24:15Z
2020-01-10T04:24:15Z
Resistensi antibiotik dan kanker: 6 tempat mengejutkan bagi ilmuwan yang mencari obat baru
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/309387/original/file-20200110-80132-vyrb67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Semut pemotong daun Tetraponera.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/close-tetraponera-rufonigra-arboreal-bicolored-ant-1111251950">Phattipol/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Para ilmuwan baru-baru ini mengumumkan penemuan antibiotik baru yang diproduksi oleh bakteri yang hidup di dalam nematoda (cacing gelang). Meski molekul ini membutuhkan analisis lebih lanjut, temuan ini, <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-019-1791-1">yang telah dipublikasikan di Nature</a>, membawa harapan untuk memerangi <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-019-1791-1">resistansi antibiotik</a> atau antimikroba yang merupakan kemampuan tumbuh bakteri menular atau bakteri yang mematikan untuk bertahan dari pengobatan. </p>
<p>Beberapa nematoda yang hidup di tanah mengandung bakteri (<em>Photorrabdus khanii</em>) yang hidup di dalam usus untuk membantu mereka saat memakan larva serangga. Untuk membunuh dan memakan larva dalam jumlah besar, nematoda <em>P khanii</em> melepaskan molekul <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-019-1791-1"><em>darobactin</em></a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306200/original/file-20191210-95159-hybflr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306200/original/file-20191210-95159-hybflr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306200/original/file-20191210-95159-hybflr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306200/original/file-20191210-95159-hybflr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306200/original/file-20191210-95159-hybflr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306200/original/file-20191210-95159-hybflr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306200/original/file-20191210-95159-hybflr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Nematoda muncul dari larva ngengat yang mati.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Entomopathogenic_nematode_(Heterorhabditis_bacteriophora_)_Poinar,_1975.jpg">Peggy Greb</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Para peneliti menemukan bahwa senyawa ini juga sangat efektif melawan sekelompok bakteri lain yang bertanggung jawab atas infeksi yang sulit diobati. Menariknya, molekul bekerja tanpa perlu melintasi dinding sel luar bakteri yang menjadi hambatan bagi banyak senyawa lainnya. Mereka juga menemukan bahwa tampaknya bakteri yang secara spontan mengembangkan resistansi terhadap <em>darobactin</em> kehilangan kemampuan untuk menginfeksi inang mereka.</p>
<p>Penelitian ini berharap senyawa <em>darobactin</em> dapat menjadi obat baru yang efektif. Dalam hal ini, nematoda yang menjadi tempat tinggal <em>P khanii</em> akan bergabung ke dalam daftar yang terus berkembang dari sumber antibiotik baru dan obat antikanker. </p>
<p>Berikut beberapa tempat lainnya yang berpotensi menyimpan obat baru:</p>
<h2>Dasar laut Bahama</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306301/original/file-20191211-95111-1txvbr1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306301/original/file-20191211-95111-1txvbr1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306301/original/file-20191211-95111-1txvbr1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306301/original/file-20191211-95111-1txvbr1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306301/original/file-20191211-95111-1txvbr1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306301/original/file-20191211-95111-1txvbr1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306301/original/file-20191211-95111-1txvbr1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dasar laut Bahama.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/group-starfish-underwater-near-coral-reef-144850168">Damsea</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Karena telah banyak obat yang ditemukan di tanah, para peneliti juga menghabiskan banyak waktu menjelajahi dasar laut untuk mencari senyawa baru. Sebuah survei sedimen laut dari Bahama, negara kepulauan di Karibia, pada akhir 1980-an, menghasilkan beberapa bakteri yang berpotensi menarik. Tapi butuh lebih dari satu dekade untuk menetapkan bahwa senyawa baru ini mewakili spesies baru yang berbeda, <em>Salinsipora tropica</em>. </p>
<p>Para peneliti di University of California San Diego, kemudian mengidentifikasi bahwa bakteri tersebut memproduksi molekul yang disebut <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2814440/">salinisporamide A</a>. Mereke menemukan bahwa senyawa ini menghambat degradasi protein dalam berbagai jenis sel kanker dan menyebabkan mereka mati. Perusahaan Nereus Pharmaceuticals telah mengubah senyawa ini menjadi obat anti kanker bernama Marizomib, yang telah mencapai fase tiga dalam uji klinis untuk kanker darah myeloma dan kanker otak glioblastoma. </p>
<h2>Gurun Acatama yang sangat gersang</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306203/original/file-20191210-95111-zfa1ea.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306203/original/file-20191210-95111-zfa1ea.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306203/original/file-20191210-95111-zfa1ea.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306203/original/file-20191210-95111-zfa1ea.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306203/original/file-20191210-95111-zfa1ea.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306203/original/file-20191210-95111-zfa1ea.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306203/original/file-20191210-95111-zfa1ea.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gurun Atacama di Chili.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/photos/chile-atacama-desert-bolivia-4388206/">Grebmot/Pixabay</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Gurun Atacama di Amerika Selatan telah menarik perhatian para peneliti karena karakteristik unik spesies yang berkembang di sana, meskipun dalam kondisi yang tidak ramah dijadikan habitat. Kekeringan sangat parah dikombinasikan dengan tingkat radiasi ultraviolet yang tinggi, serta unsur-unsur beracun dan karbon tanah yang langka menciptakan lingkungan yang tidak jauh berbeda dengan tanah di Mars. Hanya mikroorganisme yang telah mengembangkan mekanisme untuk menghadapi kondisi ekstrem ini yang dapat bertahan hidup.</p>
<p>Para peneliti di Inggris dan Chili telah bekerja bertahun-tahun mendalami bakteri yang ditemukan di Gurun Atacama untuk mengidentifikasi beberapa senyawa antibiotik, seperti <a href="https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acs.joc.5b01878">chaxapeptins</a> dan chaxalactins. Eksperimen telah menunjukkan bahwa beberapa molekul ini dapat membunuh mikroba seperti E. coli dan ragi <em>Candida albicans</em> yang menyebabkan jamur serta dapat membatasi kemampuan sel kanker untuk menyerang jaringan. </p>
<h2>Semut pemotong daun</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306147/original/file-20191210-95149-13a9xa6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306147/original/file-20191210-95149-13a9xa6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306147/original/file-20191210-95149-13a9xa6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306147/original/file-20191210-95149-13a9xa6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306147/original/file-20191210-95149-13a9xa6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306147/original/file-20191210-95149-13a9xa6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306147/original/file-20191210-95149-13a9xa6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Semut pemotong daun Tetraponera.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.antwiki.org/wiki/File:Tetraponera_penzigi_Dino_Martins.jpg">Dino Martins</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Semut dan serangga lainnya mempraktikkan fungikultura, yang berarti mereka membantu jamur tumbuh untuk menggunakannya sebagai bahan makanan atau bahan bangunan. Para peneliti di Inggris dan Afrika Selatan, yang mempelajari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23417898">hubungan simbiotik</a> semut-jamur, menemukan bahwa hubungan ini juga dapat mencakup bakteri. Untuk melindungi diri dan makanan mereka dari infeksi, semut pemotong daun mendukung keberlangsungan hidup bakteri penghasil antibiotik. </p>
<p>Secara khusus, mereka menemukan bahwa bakteri <em>Streptomyce formicae KY5</em> menghasilkan <a href="https://pubs.rsc.org/en/content/articlepdf/2017/sc/c6sc04265a">formicamycins</a>. Senyawa-senyawa ini dapat membunuh mikroba menular yang resistan terhadap antibiotik umum seperti <em>Staphylococcus aureus</em> (MRSA) yang resistan terhadap methicilin. </p>
<p>Terlebih lagi, eksperimen menyatakan bahwa mikroba ini mengalami kesulitan yang lebih besar untuk mengembangkan resistansi terhadap formicamcyin daripada senyawa lain. Namun, terlepas dari potensi besar untuk pengembangan obat terapeutik, belum ada uji klinis yang menguji formicamcyin yang telah dimulai.</p>
<h2>Hidung manusia</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306205/original/file-20191210-95173-60cxj1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306205/original/file-20191210-95173-60cxj1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306205/original/file-20191210-95173-60cxj1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306205/original/file-20191210-95173-60cxj1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306205/original/file-20191210-95173-60cxj1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306205/original/file-20191210-95173-60cxj1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306205/original/file-20191210-95173-60cxj1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Berkat hidung Anda.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/photos/nose-nostrils-nose-hairs-blackheads-2790325/">derneuemann/Pixabay</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hidung kita penuh dengan kehidupan dan penelitian ilmuwan Jerman yang mempelajari apa yang benar-benar hidup di sana mengarah pada penemuan bahwa bakteri <a><em>Staphylococcus lugdunensi</em></a> sangat baik menghentikan beberapa spesies yang kebal antibiotik untuk tumbuh. Ini membuat hidung menjadi salah satu garis pertahanan pertama tubuh dalam melawan mikroba di udara yang berbahaya.</p>
<p>Eksperimen dengan tikus telah mengungkapkan bahwa <em>S. lugdunensis</em> menghasilkan senyawa yang disebut <em>lugdunin</em> yang mencegah infeksi MRSA. Meskipun pengembangan obat terapeutik masih dalam tahap awal, <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-019-10646-7">hasil</a> sejauh ini telah mengkonfirmasi potensi <em>lugdunin</em> untuk mengobati infeksi kulit.</p>
<h2>Darah komodo</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306317/original/file-20191211-95159-1dcn3wq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306317/original/file-20191211-95159-1dcn3wq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=426&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306317/original/file-20191211-95159-1dcn3wq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=426&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306317/original/file-20191211-95159-1dcn3wq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=426&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306317/original/file-20191211-95159-1dcn3wq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=535&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306317/original/file-20191211-95159-1dcn3wq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=535&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306317/original/file-20191211-95159-1dcn3wq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=535&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Komodo.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/komodo-dragon-largest-lizard-world-walks-116793451">Anna Kucherova/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selain mengambil senyawa antibiotik secara langsung dari alam, para ilmuwan juga dapat mensintesis senyawa buatan dari laboratorium. Pada 2017, para peneliti di Amerika Serikat mengidentifikasi senyawa dengan aktivitas antibiotik pada darah komodo. Mereka kemudian merancang versi sintetis yang dimodifikasi bernama DRGN-1 yang bahkan lebih efektif daripada senyawa asli.</p>
<p>DRGN-1 dapat sangat berguna jika dikembangkan menjadi agen terapi karena mengurangi jumlah bakteri sekaligus mempercepat penyembuhan luka. Meski pengembangannya masih dalam tahap awal, <a href="https://www.nature.com/articles/s41522-017-0017-2">percobaan ini</a> yang dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa versi sintetis ini layak untuk dikembangkan.</p>
<p><em>Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129457/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Karena telah banyak obat yang ditemukan di tanah, para peneliti juga menghabiskan banyak waktu menjelajahi dasar laut untuk mencari senyawa baru, termasuk di sedimen laut Bahama.
Linamaria Pintor Escobar, PhD student in Natural Products Discovery, Edge Hill University
Alba Iglesias Vilches, PhD Candidate, Synthetic Biology of Natural Products, Newcastle University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/128394
2019-12-11T01:30:47Z
2019-12-11T01:30:47Z
Stop memperlakukan kesepian sebagai kondisi medis - sejarah mengungkap bahwa masyarakatlah yang perlu diperbaiki
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/305324/original/file-20191205-38997-1dqeijh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Sasha Freemind/Unsplash</span>, <a class="license" href="http://artlibre.org/licence/lal/en">FAL</a></span></figcaption></figure><p>Kesepian itu seperti apa bunyinya? Saya menanyakan pertanyaan ini di Twitter baru-baru ini. Kita mungkin mengira bahwa orang-orang akan menjawab “keheningan,” tapi ternyata bukan. Jawaban mereka termasuk:</p>
<blockquote>
<p>Siulan angin di cerobong - karena saya hanya mendengarnya ketika sendirian. </p>
<p>Riuh-rendah sebuah pub yang terdengar ketika pintunya terbuka. </p>
<p>Bunyi ‘klik’ dari pemanas ruangan saat dinyalakan atau dimatikan.</p>
<p>Suara burung-burung yang terdengar suram pada pagi hari di pepohonan pinggir kota.</p>
</blockquote>
<p>Saya menduga setiap orang memiliki bunyi yang dikaitkan dengan kesepian dan keterasingan pribadi. Bagi saya sendiri, saya suara itu adalah suara angsa Kanada. Suara itu mengingatkan saya pada masa sebagai mahasiswa berusia 20 tahun yang tinggal di asrama mahasiswa setelah putus cinta.</p>
<p>Kita berada dalam suatu “epidemi”; sebuah “krisis” kesehatan mental. Pada 2018, pemerintah Inggris begitu prihatin sehingga menunjuk “<a href="https://www.gov.uk/government/news/pm-launches-governments-first-loneliness-strategy">seorang Menteri Urusan Kesepian</a>.” Negara-negara seperti Jerman dan Swiss mungkin akan mengikuti jejak yang sama. </p>
<p>Narasi ini menjadikan kesepian sebagai suatu keadaan universal; kenyataannya tidak. Kesepian termasuk ke dalam <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1754073918768876">kelompok emosi</a> yang mencakup sejumlah perasaan, seperti rasa marah, malu, sedih, cemburu, dan duka.</p>
<p>Rasa kesepian dari seorang ibu tunggal yang miskin, misalnya, sangat berbeda dengan laki-laki tua yang <a href="https://www.nhs.uk/news/older-people/social-isolation-increases-death-risk-in-older-people/">teman-temannya telah meninggal</a> atau remaja yang <a href="https://www.psycom.net/mental-health-wellbeing/mental-health-wellbeing-mental-health-wellbeing-how-social-media-increases-loneliness/"> punya banyak teman daring (<em>online</em>)</a> tapi tidak memiliki teman di dunia nyata. Dan <a href="https://www.campaigntoendloneliness.org/blog/rural-loneliness/">kesepian di daerah pedesaan</a> berbeda dengan kesepian di daerah perkotaan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/302258/original/file-20191118-66941-1mo2rcs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/302258/original/file-20191118-66941-1mo2rcs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/302258/original/file-20191118-66941-1mo2rcs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/302258/original/file-20191118-66941-1mo2rcs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/302258/original/file-20191118-66941-1mo2rcs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/302258/original/file-20191118-66941-1mo2rcs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/302258/original/file-20191118-66941-1mo2rcs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hotel Window, Edward Hopper, 1955.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Hotel-window-edward-hopper-1955.jpg">Wikimedia Commons</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan menganggap kesepian sebagai sebuah virus atau epidemi, kita memperlakukannya sebagai kondisi medis dan bahkan mencari pengobatan farmakologis untuk mengatasinya. </p>
<p>Tahun ini para peneliti mengumumkan bahwa “<a href="https://www.theguardian.com/us-news/2019/jan/26/pill-for-loneliness-psychology-science-medicine">pil kesepian</a>” sedang dibuat. Langkah ini merupakan bagian dari pengobatan emosi sebagai masalah kesehatan mental, dengan intervensi yang berfokus pada gejala, bukan penyebab.</p>
<p>Tapi kesepian itu bersifat fisik dan juga psikologis. Bahasa dan pengalamannya juga berubah seiring waktu.</p>
<h2>Bagai sebuah awan di langit luas</h2>
<p>Sebelum tahun 1800, kata kesepian tidak selalu bermakna emosional: kata ini hanya diartikan sebagai suatu keadaan tidak bersama orang lain. </p>
<p>Kata kesepian dalam <em>Glossographia</em> karya seorang leksikograf, Thomas Blount, didefinisikan sebagai “satu; sebuah kesendirian, atau kesunyian, tunggal atau ketunggalan”. </p>
<p>Kesepian biasanya mendefinisikan tempat ketimbang orang: sebuah kastel yang sunyi, pohon yang sepi, atau berkeliaran “sendirian bak awan” dalam <a href="https://wordsworth.org.uk/wordsworth/daffodils-and-other-poems/wordsworths-daffodils/">puisi karya Wordsworth tahun 1802</a>.</p>
<p>Pada masa itu, “kesendirian” jarang dipandang negatif. Situasi tersebut justru memungkinkan untuk bersatu dengan Tuhan, seperti tergambar di Alkitab: Yesus “menarik diri ke tempat-tempat yang sepi dan berdoa”. </p>
<p>Bagi banyak penganut paham Romantik, alam menyajikan fungsi kuasi-religius atau <em>deistic</em> yang sama. Bahkan tanpa kehadiran Tuhan, alam memberikan inspirasi dan kesehatan; ini tema yang terus ada dalam beberapa <a href="https://www.thenewatlantis.com/publications/environmentalism-as-religion">gerakan pelestarian lingkungan hidup abad ke-21</a>.</p>
<p>Namun, keterkaitan antara diri dan dunia (atau Tuhan-di-dunia) juga ditemukan dalam ilmu kedokteran. Tidak ada pembagian antara pikiran dan tubuh, seperti yang ada saat ini. </p>
<p>Antara abad ke-2 dan ke-18, bidang kedokteran menentukan bahwa kesehatan tergantung pada <a href="https://www.bbc.co.uk/programmes/b008h5dz">empat cairan tubuh</a>: darah, dahak, empedu hitam, dan empedu kuning. Lalu, emosi bergantung pada keseimbangan keempat cairan tersebut, yang dipengaruhi oleh usia, gender, lingkungan, termasuk pola makan, olahraga, tidur, dan kualitas udara. </p>
<p>Kesendirian yang berlebihan sama berbahayanya dengan terlalu banyak makan daging kelinci. Kesendirian saat itu dianggap sebuah masalah fisik dan mental.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=502&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=502&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=502&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=630&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=630&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/302246/original/file-20191118-66971-1v9u2lc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=630&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Empat elemen, empat kualitas, empat cairan tubuh, empat musim, dan empat usia manusia. Lois Hague, 1991.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://wellcomecollection.org/works/ww7c2sdj">© Wellcome Collection</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Cara pandang holisme antara kesehatan mental dan fisik ini - yang memungkinkan seseorang mengobati tubuhnya untuk menyehatkan pikiran - hilang dengan munculnya kedokteran ilmiah abad ke-19. <a href="https://global.oup.com/academic/product/this-mortal-coil-9780199793396">Tubuh dan pikiran dipisahkan</a> ke dalam sistem dan spesialisasi yang berbeda: psikologi dan psikiatri untuk pikiran, dan kardiologi untuk jantung. </p>
<p>Inilah mengapa kita melihat emosi sebagai sesuatu yang berada di otak. Tapi dengan berbuat demikian, kita sering mengabaikan pengalaman fisik dan berfokus pada pengalaman emosi. Tidak hanya melalui bunyi, namun juga sentuhan, bau, dan rasa.</p>
<h2>Hati yang hangat</h2>
<p>Penelitian tentang <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/1467-9566.12663">panti jompo</a> menunjukkan bahwa orang-orang yang kesepian memiliki keterikatan terhadap benda-benda material, bahkan ketika mereka pikun dan tidak bisa mengungkapkan kesepian secara verbal. </p>
<p>Orang yang kesepian juga mendapat manfaat dari interaksi fisik dengan hewan peliharaan. Detak jantung anjing bahkan ditemukan <a href="https://www.iflscience.com/health-and-medicine/dog-and-their-owners-heart-beats-sync-when-theyre-reunited/">selaras</a> dengan pemiliknya; hati yang cemas menjadi tenang dan “hormon bahagia” diproduksi.</p>
<p>Ruang yang disediakan agar orang-orang dapat makan bersama, serta terapi musik, menari, dan pijat, ditemukan bisa mengurangi kesepian, bahkan di antara orang dengan <a href="https://www.research.va.gov/currents/0119-Mind-body-therapies-for-PTSD.cfm">PTSD (post traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatraum</a>. </p>
<p>Upaya yang dilakukan melalui panca indera memberikan keterhubungan dan rasa kebersamaan pada orang yang kekurangan kontak dan sentuhan dengan orang lain.</p>
<p>Istilah seperti “berhati hangat (ramah)” menggambarkan interaksi sosial ini. Istilah-istilah ini berkembang dari gagasan lampau yang menghubungkan antara emosi seseorang dan kemampuan bersosialisasi dengan <a href="https://global.oup.com/academic/product/matters-of-the-heart-9780199540976?cc=us&lang=en&">organ fisik mereka</a>. </p>
<p>Metafora berbasis kehangatan ini masih digunakan untuk menggambarkan emosi. Dan orang-orang kesepian tampaknya mendambakan <a href="https://www.telegraph.co.uk/news/picturegalleries/howaboutthat/8594643/Having-a-hot-bath-dispels-loneliness.html">pemandian</a> dan minuman panas, seolah kehangatan fisik ini dapat menggantikan kehangatan sosial.</p>
<p>Dengan menyadari penggunaan bahasa dan benda budaya, kita dapat terbantu dalam menilai apakah orang lain - atau kita sendiri - merasa kesepian</p>
<p>Kalau kita belum berfokus pada penyebab fisik dan penyebab psikologis dari gejala-gejala kesepian, kemungkinan kita tidak dapat menemukan “obat” untuk epidemi modern ini. </p>
<p>Ini karena pemisahan antara pikiran dan tubuh mencerminkan pemisahan yang lebih luas yang telah muncul antara individu dan masyarakat serta antara diri dan dunia. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/302259/original/file-20191118-66973-paeyer.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/302259/original/file-20191118-66973-paeyer.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=379&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/302259/original/file-20191118-66973-paeyer.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=379&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/302259/original/file-20191118-66973-paeyer.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=379&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/302259/original/file-20191118-66973-paeyer.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=477&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/302259/original/file-20191118-66973-paeyer.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=477&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/302259/original/file-20191118-66973-paeyer.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=477&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hidup yang semakin terisolasi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/kEXSg0okRGc">Pujohn Das/Unsplash</a>, <a class="license" href="http://artlibre.org/licence/lal/en">FAL</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Batasan yang dimiliki individu</h2>
<p>Banyak proses modernitas yang didasarkan pada individualisme; dengan keyakinan bahwa kita berbeda, sepenuhnya <a href="https://www.hup.harvard.edu/catalog.php?isbn=9780674824263">makhluk yang terpisah</a> satu dari yang lain. </p>
<p>Pada saat yang sama, ketika ilmu kedokteran membagi tubuh menjadi berbagai kekhususan dan bagian, perubahan sosial dan ekonomi yang dibawa oleh <a href="https://www.routledge.com/The-Routledge-Companion-to-Modernity-Space-and-Gender/Staub/p/book/9781138746411">modernitas</a> - industrialisasi, urbanisasi, dan individualisme - mengubah pola kerja, kehidupan, dan waktu luang, dan menciptakan alternatif sekuler untuk gagasan Tuhan-di-dunia.</p>
<p>Perubahan-perubahan ini dibenarkan oleh sekularisme. Tubuh fisik dan duniawi didefinisikan ulang secara material ketimbang spiritual; sebagai sumber daya yang dapat dikonsumsi. </p>
<p>Narasi evolusi yang diadaptasi oleh <a href="https://www.history.com/topics/early-20th-century-us/social-darwinism">penganut Darwinisme sosial</a>, menyatakan bahwa individu yang kompetitif tidak hanya dapat dibenarkan, tetapi juga tidak terhindarkan. Klasifikasi dan pembagian merupakan aturan yang berlaku: antara pikiran dan tubuh, antara alam dan budaya, antara diri sendiri dan orang lain. </p>
<p>Hilang sudah kesadaran bersosialisasi, seperti yang dinyatakan oleh Alexander Pope, “cinta pada diri dan sosial sama saja.”</p>
<p>Maka tidak mengherankan, kalau bahasa kesepian telah meningkat pada abad ke-21. Privatisasi, deregulasi, dan penghematan telah melanggengkan kekuatan liberalisasi. </p>
<p>Bahasa kesepian tumbuh pesar di celah yang diciptakan oleh ketidakberartian dan ketidakberdayaan yang, menurut <a href="https://link.springer.com/article/10.1057/palgrave.sth.8700046">Karl Marx</a> dan sosiolog <a href="https://blog.oup.com/2017/10/energy-contagion-emile-durkheim/">Emile Durkheim</a>, identik dengan zaman pasca-industri.</p>
<p>Tentu saja kesepian bukan hanya tentang keinginan material. Para miliarder juga kesepian. Kemiskinan mungkin meningkatkan kesepian yang terkait dengan isolasi sosial, namun <a href="https://www.forbes.com/sites/pragyaagarwaleurope/2018/07/12/loneliness-as-an-entrepreneur-heres-something-we-can-do-about-it/">kekayaan tidak mampu menepis</a> ketiadaan makna pada zaman modern ini. </p>
<p>Tidaklah juga berguna untuk mencari “kebaikan bersama” dalam “komunitas” abad ke-21 yang ada secara daring maupun luring yang tidak memiliki kewajiban bersama seperti yang terdapat dalam definisi komunitas sebelumnya.</p>
<p>Saya tidak menyarankan kita kembali ke konsep cairan tubuh, atau ke utopia rekaan ala era pra-industri. Tapi menurut saya, kita perlu memberi perhatian lebih pada sejarah kesepian yang rumit. </p>
<p>Dalam konteks sejarah ini, klaim “epidemi” yang muncul begitu saja ternyata tidak membantu. Sebaliknya, kita harus membahas apa arti “komunitas” pada masa kini, dan mengakui berbagai macam kesepian (positif dan negatif) yang ada dalam individualisme modern.</p>
<p>Untuk melakukan ini, kita harus merawat tubuh, karena itulah cara kita terhubung ke dunia, dan satu sama lain, sebagai makhluk indrawi dan jasmaniah.</p>
<p><em>Aisha Amelia Yasmin menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/128394/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fay Bound Alberti tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Perlu ada perhatian lebih diperlukan pada sejarah kesepian yang kompleks.
Fay Bound Alberti, Reader in History and UKRI Future Leaders Fellow, University of York
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.