tag:theconversation.com,2011:/uk/topics/terorisme-47165/articles
Terorisme – The Conversation
2023-10-13T04:35:31Z
tag:theconversation.com,2011:article/215592
2023-10-13T04:35:31Z
2023-10-13T04:35:31Z
Apakah Hamas teroris? 6 fakta tentang organisasi ini yang perlu kita tahu
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/553607/original/file-20231010-29-kayjd8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C2995%2C1994&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/palestinian-hamas-militants-take-part-antiisrael-1556569172">Anas-Mohammed / Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Konflik <a href="https://www.cauriensia.es/index.php/cauriensia/article/view/XII-B7">Israel-Palestina</a> adalah salah satu konflik era modern paling lama dan paling ganas yang belum selesai sampai sekarang. Ada <a href="https://dialnet.unirioja.es/servlet/articulo?codigo=3355798">berbagai hal yang jadi penyebab</a> terjadinya konflik ini, termasuk terlibatnya berbagai aktor, salah satunya adalah Hamas. </p>
<p>Kami mencoba menggambarkan enam ciri khas dari Hamas, sebuah organisasi dengan tujuan konkret, ideologi yang relatif jelas dan pendekatan metodologis yang dapat diidentifikasi untuk mencapai tujuannya.</p>
<p><a href="https://www.academia.edu/16726244/LIBRO_RETOS_11_El_conflicto_palestino_israeli_soluciones_y_problemas">Hamas</a> adalah organisasi yang digagas oleh pemimpin agama (syekh) <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Ahmed_Yas%C3%ADn">Ahmad Yasin</a> dan didirikan pada 1987 saat konflik Palestina-Israel memuncak. </p>
<p>Hamas muncul sebagai oposisi terhadap <a href="https://elordenmundial.com/que-es-organizacion-liberacion-palestina-olp/">Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)</a>, yang saat itu dipegang oleh pemerintah Palestina pimpinan Yasser Arafat, yang terinspirasi oleh sosialisme dan nasionalisme. Para pendiri Hamas meyakini bahwa PLO gagal membela kepentingan rakyat Palestina dan justru cenderung mendukung terhadap apa yang mereka lihat sebagai penjajahan Israel atas wilayah Palestina. </p>
<h2>1. Apa ideologi Hamas?</h2>
<p>Ideologi <a href="https://scholar.google.com/citations?view_op=view_citation&hl=en&user=k81K3EoAAAAJ&cstart=20&pagesize=80&citation_for_view=k81K3EoAAAAJ:u5HHmVD_uO8C">Hamas</a> menggabungkan nasionalisme dan Islamisme politik <a href="https://www.atalayar.com/articulo/politica/quienes-son-hermanos-musulmanes/20200513151705145788.html">Ikhwanul Muslimin yang berasal dari Mesir</a>. </p>
<p>Dalam hal agama, mereka bisa dikatakan beraliran Salafi, dan oleh karena itu menganut interpretasi Islam yang ketat. Dengan demikian, jalan politik mereka adalah bergerak menuju negara Palestina (nasionalisme) yang diatur oleh syariat alias hukum Islam. </p>
<h2>2. Apa yang mereka inginkan?</h2>
<p>Apa yang diinginkan oleh Hamas dengan jelas adalah pendirian sebuah negara Palestina. </p>
<p>Namun, yang masih dipersoalkan adalah wilayah negara tersebut. Sejak awal Hamas menginginkan sebuah negara Palestina yang mencakup Tepi Barat, Gaza, dan wilayah yang sekarang diduduki oleh negara Israel. Bahkan, mereka menentang keras <a href="https://revistas.unav.edu/index.php/anuario-esp-dcho-internacional/article/download/4194/3586/">perjanjian perdamaian Oslo 1993</a> antara PLO dan pemerintah Israel.</p>
<p>Dalam hal ini, mereka sama saja menolak untuk menjadi bagian dari Otoritas Nasional Palestina, otoritas yang mulai diakui secara internasional–meskipun tidak secara bulat–sebagai otoritas Palestina yang sah dan embrio negara Palestina di masa depan.</p>
<h2>3. Penyangkalan terhadap negara Israel</h2>
<p>Meskipun ada perubahan dalam pernyataan-pernyataan publik para pemimpinnya,<a href="https://www.routledge.com/Israel-in-the-Post-Oslo-Era-Prospects-for-Conflict-and-Reconciliation-with/Ghanem-Mustafa-Brake/p/book/9780367663483">penyangkalan terhadap keabsahan Israel</a> sebagai sebuah negara menjadi tekanan bagi Israel.</p>
<h2>4. Metode operasi Hamas</h2>
<p><a href="https://www.foreignaffairs.com/middle-east/martin-indyk-why-hamas-attacked-and-why-israel-was-taken-surprise">Cara Hamas</a> untuk mencapai tujuan politiknya adalah menggabungkan mobilisasi sosial, organisasi politik, dan negosiasi dengan penggunaan kekerasan. Oleh karena itu, Hamas secara umum dianggap sebagai kelompok jihadis, dalam arti mereka tidak meninggalkan kekerasan sebagai strategi politik untuk mencapai tujuannya. </p>
<p>Perlu klarifikasi lebih lanjut mengenai modus operandi Hamas. Namun, Hamas bukanlah kelompok jihadis pada umumnya, tidak seperti halnya Al-Qaeda atau ISIS, yang menganjurkan perjuangan bersenjata secara eksklusif. </p>
<p>Hamas, seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/014717679090045X">Ikhwanul Muslimin di Mesir</a>, meningkatkan aktivitas kekerasan sebagai strategi untuk menyertai negosiasi politik. Oleh karena itu, Hamas dapat mengikuti pemilihan umum dan duduk untuk bernegosiasi, sembari merencanakan dan melaksanakan aksi-aksi teror terhadap warga sipil dan militer, seperti yang dilakukannya akhir pekan lalu ke Israel.</p>
<h2>5. Klasifikasi Hamas sebagai kelompok teroris</h2>
<p>Pelabelan Hamas hanya sebagai kelompok teroris merupakan hal yang rumit. Komunitas internasional, yang diwakili oleh badan-badan internasional, memang berupaya mengobjektifikasi dan menguraikan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/095465590899768">definisi terorisme secara ketat</a>, tapi klasifikasinya masih sumir.</p>
<p>Meski demikian, PBB beserta Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Kanada, Jepang, Australia, Paraguay, Organisasi Negara-Negara Amerika, dan Mesir tetap memasukkan Hamas ke dalam <a href="https://press.un.org/en/2018/ga12101.doc.htm">daftar organisasi teroris</a>. Sementara, <a href="https://www.dailymail.co.uk/news/article-12609701/Russia-China-response-Hamas-Israel-attack.html">negara-negara lain</a> seperti Swiss, Norwegia, Rusia, Brasil, Turki, dan Cina, tidak memasukkannya.</p>
<p>Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kita bisa melihat dengan jelas anomali dalam hal pengakuan Hamas sebagai teroris.</p>
<p><a href="https://link.springer.com/chapter/10.1057/9781137313492_4">Ikhwanul Muslimin di Mesir</a>, yang saat ini sudah dilarang, juga pernah menjadi gerakan politik yang sah di waktu yang berbeda dan di mata aktor-aktor yang berbeda pula. </p>
<h2>6. Apakah ini sebuah gerakan politik?</h2>
<p>Hamas menganggap dirinya (dan merupakan) sebuah gerakan politik. Bahkan, mereka memohon kepada Pengadilan Uni Eropa untuk menghapusnya dari daftar kelompok teroris Uni Eropa, yang sudah tercatat sejak 2001.</p>
<p>Pada 2014, Pengadilan untuk sementara mendesak Uni Eropa untuk <a href="https://www.courthousenews.com/top-eu-court-returns-hamas-to-terror-list-after-3-year-absence/">menghapus Hamas dari daftar</a> tersebut, meskipun akhirnya diputuskan pada tahun 2019 bahwa Hamas harus tetap berada dalam daftar. Ini membuat dana hamas terus dibekukan ketika terdeteksi. </p>
<p>Di Palestina, Hamas juga beroperasi sebagai partai politik. Puncak dari situasi ini terjadi pada tahun 2006, ketika Hamas ikut serta dalam <a href="https://www.jstor.org/stable/23525766">Pemilu Palestina</a>, bersaing dengan partai besar lainnya yang lebih sekuler, Al-Fatah, dan menang dengan suara mayoritas. </p>
<p>Akan tetapi, masyarakat internasional tidak mengakui hasil Pemilu tersebut dan krisis internal besar lainnya pun terjadi. Ini membuat krisis belum sepenuhnya terselesaikan hingga kini dan membuat Al-Fatah berkuasa di Tepi Barat sementara Hamas, secara <em>de facto</em>, berkuasa di Gaza. </p>
<p>Meskipun pada tahun 2017 <a href="https://www.iiss.org/online-analysis/online-analysis/2017/10/fatah-hamas-reconciliation-agreement/">Hamas kembali mengakui Otoritas Nasional Palestina</a> untuk memerintah di Gaza, pengaruh Hamas terhadap wilayah yang dihuni lebih dari dua juta orang ini tetap signifikan.</p>
<p>Fragmentasi dalam kontrol keseluruhan wilayah Palestina oleh Otoritas Nasional Palestina (pemerintah yang diakui secara internasional yang mewakili seluruh rakyat Palestina), dan fakta bahwa Hamas menguasai Gaza secara <em>de facto</em>, merupakan argumen yang digunakan Israel untuk membenarkan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/asian-journal-of-international-law/article/legality-of-closure-on-land-and-safe-passage-between-the-gaza-strip-and-the-west-bank/97BAA9A3F88618F2EB6811D2671992E2">kebijakan yang keras dan memasangan barikade serta blokade</a> di wilayah tersebut. </p>
<p>Dengan demikian, konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade ini bukannya mereda, malah semakin intens dan mengkhawatirkan, dan kini berwujud upaya balas dendam Israel atas aksi teror terbaru Hamas.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215592/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sergio García Magariño tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Untuk memahami apa yang telah terjadi di Israel dan Palestina dalam beberapa hari terakhir, sangat penting untuk juga memahami karakteristik dan motivasi organisasi Hamas.
Sergio García Magariño, Investigador de I-Communitas, Institute for Advanced Social Research, Universidad Pública de Navarra
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/210790
2023-08-08T05:52:41Z
2023-08-08T05:52:41Z
‘Mantan’ sebagai mitra: bagaimana mantan ekstremis berperan dalam deradikalisasi dan kontraterorisme
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/540959/original/file-20230803-29-szsz85.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=9%2C0%2C5997%2C4268&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi tindak pidana terorisme.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/concept-terrorism-silhouette-terrorist-on-city-361591325">Prazis Images/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Mengingat tingkat kompleksitasnya, upaya untuk mencegah dan menanggulangi ekstremisme kekerasan (<em>preventing and countering violent extremism</em>) perlu melibatkan berbagai pihak. Anjuran ini telah diatur dalam <a href="https://www.unodc.org/pdf/criminal_justice/Handbook_on_VEPs.pdf">berbagai panduan</a> program P/CVE yang diterbitkan oleh sejumlah lembaga internasional. </p>
<p>Salah satu pihak yang keterlibatannya mulai diperhitungkan oleh pembuat kebijakan dan praktisi adalah para “mantan”.</p>
<p>Mantan di sini merujuk pada dua kategori. Pertama, para mantan narapidana terorisme yang sudah meninggalkan paham ekstremisme mereka dan kini berperan aktif membantu pemerintah dalam upaya deradikalisasi.</p>
<p>Kedua, mereka yang masih berstatus sebagai narapidana, tapi sudah meninggalkan paham dan kelompok lamanya, dan bersedia membantu “memulihkan” narapidana terorisme lain.</p>
<p>Dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme, para mantan ini mulai dipandang sebagai <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1057610X.2016.1154365?journalCode=uter20">“agen perubahan sosial”</a> atau <a href="https://www.bnpt.go.id/bnpt-ri-dorong-mitra-deradikalisasi-bagikan-pemahaman-yang-benar-kepada-masyarakat">“mitra deradikalisasi”</a>.</p>
<h2>Keterlibatan mantan ekstremis dalam pencegahan</h2>
<p>Mantan ekstremis dapat <a href="https://www.ojp.gov/pdffiles1/nij/grants/249936.pdf">terlibat</a> dalam tiga jenis pencegahan. </p>
<p>Pertama adalah pencegahan primer, yakni melalui kontranarasi atau penyampaian narasi alternatif kepada komunitas-komunitas yang rentan terpapar ekstremisme.</p>
<p>Di <a href="https://journals.sfu.ca/jd/index.php/jd/article/view/463">Jerman</a>, praktik ini dapat ditemukan dalam program <a href="https://home-affairs.ec.europa.eu/networks/radicalisation-awareness-network-ran/collection-inspiring-practices/ran-practices/exit-deutschland_en">EXIT-Germany</a>, sebuah inisiatif untuk membantu siapa saja yang ingin lepas dari paham ekstremisme sayap kanan dan memulai hidup baru, dan <em><a href="https://journals.sfu.ca/jd/index.php/jd/article/view/463/279">Project 21 II</a></em>, program pembekalan ke sekolah-sekolah mengenai bahaya keterlibatan dalam ekstremisme, yang memberdayakan para mantan penganut paham ekstremisme. Untuk konteks Jerman, mayoritas ekstremis biasanya terkait dengan nazisme, meskipun ada pula ideologi jihadisme.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541675/original/file-20230808-21-4urabr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541675/original/file-20230808-21-4urabr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541675/original/file-20230808-21-4urabr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541675/original/file-20230808-21-4urabr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541675/original/file-20230808-21-4urabr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541675/original/file-20230808-21-4urabr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541675/original/file-20230808-21-4urabr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Narapidana tindak pidana terorisme Darwis (tengah) mencium bendera Merah Putih usai mengucap ikrar setia kepada NKRI di Lapas Kelas II B Tegal, Jawa Tengah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1689067807&getcod=dom">Oky Lukmansyah/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kedua adalah pencegahan sekunder, yakni dilakukan lewat kontra-narasi dan diskusi dengan orang-orang yang terindikasi sudah terpapar tapi belum melakukan tindak terorisme.</p>
<p>Di <a href="https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR2813.html">Amerika Serikat (AS)</a>, para mantan ekstremis bergabung dalam program <a href="https://www.lifeafterhate.org/exitusa-client/">ExitUSA</a>, program yang dijalankan oleh mantan ekstremis kekerasan untuk membantu mereka yang ingin keluar dari gerakan ekstremisme. Program ini untuk meruntuhkan narasi yang dibangun kelompok ekstrem dan berdiskusi secara daring dengan simpatisan atau anggota kelompok ekstrem guna melunakkan ideologi keras mereka atau mencegah mereka “naik tingkat” menjadi pelaku aksi teror. </p>
<p>Ketiga adalah pencegahan tersier. Ini dilakukan terhadap para narapidana teroris, dengan mengundang para mantan ke suatu penjara untuk mengisi program rehabilitasi melalui <a href="https://drive.google.com/file/d/1iVZz6xV2FwOx1sdQeJamQnV8YLDU3p3Z/view">dialog moderasi</a>.</p>
<h2>Peran para mantan di lapas</h2>
<p>Dalam sistem pemasyarakatan, mantan dapat terlibat dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi.</p>
<p><a href="https://ce-classes.com/exam_format/b1e704c8b2bcb7528aaec20e6fd0f2c9.pdf">Rehabilitasi</a> adalah rangkaian luas program layanan psikososial yang dirancang untuk membantu narapidana mengatasi perilaku kriminal dan membuat hidup mereka lebih bermakna dan produktif.</p>
<p>Sementara <a href="https://www.publicsafety.gc.ca/cnt/rsrcs/pblctns/scl-rntgrtn/scl-rntgrtn-eng.pdf">reintegrasi</a> adalah dukungan yang diberikan kepada narapidana selama proses mereka berbaur kembali ke masyarakat. Proses reintegrasi hanya dapat diikuti oleh narapidana yang dianggap sudah dapat dikembalikan ke masyarakat.</p>
<p>Pada proses rehabilitasi, mantan ekstremis dilibatkan sebagai narasumber dalam program dialog antara mantan dengan narapidana teroris.</p>
<p>Di lapas-lapas super ketat, misalnya, terdapat program Safari Dakwah (<a href="https://www.jstor.org/stable/27140394">di Nusakambangan</a>) dan Tim Proklamasi (di <a href="https://www.youtube.com/watch?v=GhFScATdA_Q">Gunung Sindur, Bogor</a>), yang memberdayakan narapidana terorisme untuk kooperatif sebagai narasumber. Kedua program tersebut bertujuan untuk mendukung proses perubahan sikap dan perilaku napi teroris berisiko tinggi melalui dialog intensif mengenai berbagai macam hal, mulai dari ideologi, agama, hingga persoalan pribadi.</p>
<p>Di lapas-lapas berpengamanan lebih rendah, biasanya yang dilibatkan adalah para mantan narapidana terorisme. Mereka diberi kesempatan untuk mengunjungi atau menghubungi narapidana terorisme yang sudah mengalami penurunan risiko.</p>
<p>Komunikasi dengan para mantan ekstremis ini diyakini dapat menjaga dan bahkan menguatkan perubahan sikap dan perilaku yang sudah terjadi. Beberapa mantan ekstremis datang dengan status sebagai ahli agama, beberapa yang lain sebagai teman atau tokoh.</p>
<figure class="align-left ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541676/original/file-20230808-21-rzkgxq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541676/original/file-20230808-21-rzkgxq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541676/original/file-20230808-21-rzkgxq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541676/original/file-20230808-21-rzkgxq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541676/original/file-20230808-21-rzkgxq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541676/original/file-20230808-21-rzkgxq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541676/original/file-20230808-21-rzkgxq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gelar perkara pengungkapan kasus terorisme oleh Polri.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1691148010&getcod=dom">Mohammad Ayudha/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sementara itu, pada proses reintegrasi, mantan ekstremis turut mendukung program bimbingan dan pengawasan. Beberapa dari mereka secara suka rela mengajak klien teroris lainnya untuk mengikuti program yang diselenggarakan negara.</p>
<p>Di <a href="https://drive.google.com/file/d/1iVZz6xV2FwOx1sdQeJamQnV8YLDU3p3Z/view">Malang</a>, contohnya, seorang mantan ekstremis yang menjalani hidup sukses setelah keluar penjara berhasil meyakinkan seorang rekannya yang bebas murni (yang kerap diasumsikan masih berisiko tinggi) untuk mengikuti program pebimbingan. </p>
<p>Selain itu, ada organisasi bentukan para mantan napi terorisme bernama Yayasan Dekat Bintang dan Langit (<a href="https://ruangobrol.id/2021/11/29/ulasan/yayasan-debintal-sebuah-upaya-pemberdayaan-eks-napiter-di-bekasi-utara/">DeBintal</a>) yang menyediakan rumah singgah bagi mantan napi terorisme yang menjalani proses reintegrasi.</p>
<p>Tujuan utama dari adanya <a href="https://www.voaindonesia.com/a/memberdayakan-mantan-teroris-dari-bisnis-telur-puyuh-hingga-deradikalisasi-napiter/6665520.html">rumah singgah</a> ini adalah agar para mantan ekstremis yang menemui masalah selama proses kembali ke masyarakat memiliki komunitas sementara yang dapat menerima mereka. Keberadaan rumah singgah sangatlah penting untuk mencegah mereka mengalami penolakan di masyarakat luas yang ditakutkan akan membuat mereka kembali ke kelompok ekstremisnya.</p>
<h2>Apakah para mantan ini kredibel?</h2>
<p><a href="https://www.researchgate.net/publication/258134806_Media_Credibility_-_Experience_or_Image_A_Survey_on_the_Credibility_of_the_World_Wide_Web_in_Germany_in_Comparison_to_Other_Media">Kredibilitas</a> adalah atribut yang harus melekat pada komunikator sehingga pesan yang disampaikannya dapat dipercaya. Kredibilitas ini menjadi faktor pertimbangan kunci bagi <em>stakeholder</em> untuk melibatkan mantan ekstremis dalam program deradikalisasi.</p>
<p>Berangkat dari hal tersebut, mereka dapat dilibatkan sebagai <em>“<a href="https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/07/27/narasi-mematikan-yang-menyatu-bentuk-pola-baru-aliran-dana-terorisme">credible voice</a></em>” atau suara yang kredibel.</p>
<p>Meskipun ukuran kredibilitas dapat <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11301-022-00285-6">didefinisikan secara bervariasi</a> dalam berbagai literatur, elemen-elemen yang hampir selalu terasosiasi dengan kredibilitas adalah persepsi, kompetensi, kepercayaan, keyakinan, karakter, kemampuan, kepakaran, ketergantungan, dan kejujuran.</p>
<p>Pada <a href="https://www.jstor.org/stable/pdf/27140394.pdf?refreqid=excelsior%3A758b2429207c29e9ab58dd6812a625a1&ab_segments=&origin=&initiator=&acceptTC=1">konteks</a> pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan, dan hasil wawancara dengan sejumlah narapidana teroris, petugas, dan praktisi, kredibilitas mantan ekstremis biasanya dilihat dari beberapa hal, seperti kesamaan mazhab, kedalaman pemahaman agama, pengalaman, dan posisi dalam gerakan atau kelompok.</p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541677/original/file-20230808-29-nw5ih1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541677/original/file-20230808-29-nw5ih1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541677/original/file-20230808-29-nw5ih1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541677/original/file-20230808-29-nw5ih1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541677/original/file-20230808-29-nw5ih1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541677/original/file-20230808-29-nw5ih1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541677/original/file-20230808-29-nw5ih1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Olah TKP rumah terduga teroris di Boyolali, Jawa Tengah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1691126412&getcod=dom">Aloysius Jarot Nugroho/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada program dialog moderasi di lapas-lapas berpengamanan super ketat, di samping syarat utama sudah kooperatif, mantan ekstremis yang dilibatkan adalah mereka yang memiliki pemahaman agama yang mumpuni, mempunyai posisi penting dalam kelompok, berpengalaman dalam gerakan, berkemampuan persuasi yang baik, serta memiliki garis ilmu yang sama dengan narapidana terorisme peserta program.</p>
<p>Dengan demikian, dapat dilihat bahwa para mantan ekstremis bisa memainkan berbagai peran penting dalam upaya deradikalisasi; mulai dari sebagai ahli agama, tokoh masyarakat (dalam konteks gerakan teror), teman, hingga pemberi dukungan moril dan psikologis.</p>
<p>Mereka juga dapat membantu perubahan bagi mereka yang masih bimbang apakah mau meninggalkan paham kekerasan dan kelompok lamanya. Bagi mereka yang sudah mengubah sikapnya, para mantan ekstremis juga dapat membantu mempertahankan dan memperkuat perubahan tersebut.</p>
<h2>Pertimbangan dalam pelibatan mantan ekstremis</h2>
<p>Terlepas dari hal-hal di atas, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelibatan mantan program deradikalisasi. </p>
<p>Pertama, terkait keselamatan. Tidak jarang, mantan ekstremis dianggap sebagai sosok kafir dan dimusuhi oleh mereka yang masih menganut paham ekstremisme karena dianggap telah mengkhianati kelompoknya.</p>
<p>Ketika mereka keluar dari kelompoknya itu, mereka dipandang <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1057610X.2023.2166000">kehilangan</a> kredibilitasnya. Yang paling berbahaya, mereka juga menerima <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161215105438-20-179784/mantan-pimpinan-ji-nasir-abbas-dipukuli-napi-kasus-teroris">serangan</a> atau <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50408542">ancaman serangan</a> fisik dari narapidana teroris. </p>
<p>Kedua, adanya kekhawatiran mengenai <a href="https://journals.sfu.ca/jd/index.php/jd/article/view/749">monetisasi</a> status sebagai mantan ekstremis. Mau tidak mau, harus diakui bahwa para mantan ini mendapatkan insentif dari negara dalam partisipasi mereka. Kebiasaan tersebut dapat berujung pada keengganan untuk terlibat dalam program seandainya tidak ada insentif yang akan mereka peroleh.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210790/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Iwa Maulana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme dan terorisme, para mantan ekstremis mulai dipandang sebagai “agen perubahan sosial” atau “mitra deradikalisasi” yang dapat dilibatkan.
Iwa Maulana, Researcher, Center for Detention Studies
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/200239
2023-02-19T05:32:42Z
2023-02-19T05:32:42Z
Riset: Pembatasan COVID-19 secara tak terduga telah mengurangi kekerasan ISIS
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/510962/original/file-20230219-336-18eik9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=1%2C0%2C666%2C439&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang perempuan berjalan di Raqa, bekas ibu kota Negara Islam Suriah, pada Desember 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://media.gettyimages.com/id/1230242180/photo/topshot-syria-conflict-daily-life-raqa.jpg?s=1024x1024&w=gi&k=20&c=i-FdQOqRBmciGD8TCY0hyKF8kvbZ5ixLz7y_77mY_7E=">Delil Souleiman/AFP via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p>Pada awal pandemi COVID-19, para pemimpin dunia dan <a href="https://www.crisisgroup.org/global/contending-isis-time-coronavirus">pakar kebijakan</a> sempat <a href="https://time.com/5828630/isis-coronavirus/">khawatir</a> jika krisis kesehatan akan membuat dunia semakin berbahaya. Mereka secara khusus khawatir organisasi teroris seperti <a href="https://www.dni.gov/nctc/groups/isil.htm">kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)</a> akan <a href="https://www.justsecurity.org/69508/how-terrorist-groups-will-try-to-capitalize-on-the-coronavirus-crisis/">memanfaatkan situasi pandemi</a> untuk meningkatkan serangan terhadap warga sipil dan merekrut simpatisan baru.</p>
<p>Dalam beberapa hal, pandemi global memberikan peluang bagi kelompok ISIS, karena peningkatan pengeluaran kesehatan yang tiba-tiba telah <a href="https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/35298/From-Double-Shock-to-Double-Recovery-Implications-and-Options-for-Health-Financing-in-The-Time-of-COVID-19.pdf?sequence=8&isAllowed=y">membebani anggaran banyak negara</a> dan membuat dunia mengalihkan perhatian <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2020/04/28/preventing-violent-extremism-during-and-after-the-covid-19-pandemic">dari isu ekstremisme</a>. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7870912/">Banyak pemerintah</a> yang merespons penyebaran COVID-19 ini dengan meminta polisi dan militernya untuk fokus membantu memberikan layanan perawatan kesehatan.</p>
<p>Namun, kekhawatiran akan meningkatnya kekerasan ISIS <a href="https://politicalviolenceataglance.org/2021/06/28/has-isis-made-gains-as-a-result-of-the-pandemic/">sebagian besar tidak terbukti</a>.</p>
<p>Kami merupakan <a href="https://scholar.google.com/citations?user=C2IitzkAAAAJ&hl=en&oi=ao">cendekiawan yang mempelajari</a> penyebab kekerasan yang terjadi di dalam negeri di banyak negara, biasanya antara kelompok bersenjata dengan pemerintah, dan apa yang dapat mencegahnya. Bersama <a href="https://www.atlanticcouncil.org/expert/qutaiba-idlbi/">Qutaiba Idlbi</a>, rekan senior kami di lembaga riset <a href="https://www.atlanticcouncil.org/">Atlantic Council</a>, <a href="https://scholar.google.com/citations?user=1dHeQGgAAAAJ&hl=en&oi=ao">kami ingin mengetahui</a> bagaimana pembatasan sosial selama pandemi COVID-19 memengaruhi kemampuan beroperasi kelompok kriminal seperti ISIS.</p>
<p><a href="https://www.cambridge.org/core/journals/american-political-science-review/article/locking-down-violence-the-covid19-pandemics-impact-on-nonstate-actor-violence/19073EF1BC0873E1D614A34F6BD1365C">Penelitian</a> terbaru kami menunjukkan bahwa penerapan <em>lockdown</em> selama pandemi, termasuk pembatasan jam malam dan larangan bepergian – yang sekarang <a href="https://ig.ft.com/coronavirus-lockdowns/">sudah dicabut</a> oleh sebagian besar negara – telah mempersulit ISIS untuk beroperasi dan, sebagai akibat tidak langsung, membantu mengurangi jumlah kekerasan di Mesir, Irak dan Suriah.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A soldier in camouflage steps into a destroyed vehicle that appears charred from the inside." src="https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/510111/original/file-20230214-2150-zdys90.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Seorang pejuang Irak memeriksa lokasi serangan kelompok ISIS di bagian utara Baghdad pada Mei 2020.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://media.gettyimages.com/id/1211657465/photo/topshot-iraq-conflict-is.jpg?s=1024x1024&w=gi&k=20&c=s34V40b5F3hAhyP1ZlD-BjZRPY6MdKZxgDoUmPzBCL0=">Ahmad Al-Rubaye/AFP via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Memahami kelompok ISIS</h2>
<p><a href="https://www.cnn.com/2016/08/12/middleeast/here-is-how-isis-began/index.html">Kelompok Negara Islam</a> – selain disebut ISIS, juga dikenal sebagai IS dan ISIL – muncul di Irak sekitar tahun 2004 sebagai cabang dari <a href="https://www.state.gov/foreign-terrorist-organizations/">organisasi teroris militan</a> Islam, Al-Qaeda.</p>
<p>Dalam kebangkitannya, ISIS menggunakan <a href="https://www.bbc.com/news/world-us-canada-61016908">taktik</a> brutal dan sadis yang tidak biasa terhadap pejabat pemerintah serta warga sipil, termasuk <a href="https://www.hrw.org/news/2014/11/04/syria-isis-tortured-kobani-child-hostages">penyiksaan</a> yang intens dan <a href="https://www.newyorker.com/news/news-desk/death-steven-sotloff">pemenggalan kepala</a>.</p>
<p>Tetapi ISIS masih bisa mendapat dukungan tulus dari beberapa penduduk setempat di Irak dan Suriah dengan memanfaatkan <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2022/02/17/not-by-counterterrorism-alone-root-causes-and-the-defeat-of-the-islamic-state-group/">keluhan mereka</a> atas pemerintahan yang lemah dan korup. Di wilayah yang dikuasainya, ISIS juga kerap memberikan <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2018/04/04/world/middleeast/isis-documents-mosul-iraq.html">layanan publik</a> yang lebih baik, seperti pembersihan jalan rutin dan perbaikan saluran listrik, daripada yang dilakukan pemerintah.</p>
<p>Omar, seorang jurnalis lokal dan aktivis masyarakat sipil asal Kota Deir Ezzor, Suriah, mengungkapkan kepada Qutaiba pada 2022 tentang betapa banyak orang di provinsinya yang “ketika ISIS mengambil alih provinsi Deir Ezzor, orang miskin dan mereka yang tidak dapat melarikan diri justru merasa senang karena provinsi tersebut tidak jatuh kembali ke tangan rezim Bashar al-Assad (Presiden Suriah). Bagi mereka, ISIS adalah setan yang lebih baik (dari Assad).”</p>
<p>Sepanjang tahun 2013-2014, <a href="https://cisac.fsi.stanford.edu/mappingmilitants/profiles/islamic-state">ISIS mulai</a> mengambil alih wilayah di Suriah dan Irak. Pada saat itu, Presiden Assad <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-35806229">terlibat dalam perang saudara</a>, yang sudah dimulai sejak tahun 2011 ketika beliau berusaha membatalkan pemberontakan melawan rezim pemerintahan keluarganya yang telah berkuasa selama 40 tahun.</p>
<p>Rezim Assad menembak <a href="https://www.theguardian.com/world/2011/apr/22/syria-protests-forces-shoot">demonstran yang tengah melakukan aksi protes damai</a>, menahan dan menyiksa aktivis, serta <a href="https://www.ohchr.org/sites/default/files/documents/hrbodies/hrcouncil/coisyria/2022-06-28/Policy-paper-CoH-27-June.pdf">menyerang balik masyarakat</a> yang menantang otoritasnya. Pada 2013, <a href="https://obamawhitehouse.archives.gov/blog/2013/09/18/united-nations-releases-report-use-chemical-weapons-syria">pemerintah di bawah kepemimpinan Assad menyerang warganya sendiri</a> dengan gas sarin (gas kimia beracun), yang membunuh lebih dari 1.400 orang – kebanyakan anak-anak – di Ghouta Timur.</p>
<p>Pada saat itu, ketidakstabilan politik tidak hanya terjadi di Suriah.</p>
<p>Di Irak, misalnya, Perdana Menteri saat itu, Nouri al-Maliki, menghadapi <a href="https://www.reuters.com/article/us-iraq-protests/thousands-rally-in-iraqs-day-of-rage-protests-idUSTRE71O1RN20110225">rangkaian protes pada tahun 2011</a> yang menentang korupsi dengan kekerasan, penculikan, <a href="https://www.npr.org/2011/02/02/133440159/group-claims-iraq-secret-prison-in-operation">penyiksaan dan</a> <a href="https://www.jpost.com/opinion/who-are-the-people-killed-by-nouri-al-maliki-and-why-482227">pembunuhan terhadap aktivis</a> dan pengunjuk rasa.</p>
<p>ISIS tumbuh selama masa konflik sipil dan pemberontakan publik itu, dan <a href="https://www.cfr.org/backgrounder/whos-who-syrias-civil-war">mencoba membangun</a> kendali atas wilayah di beberapa bagian Irak dan Suriah.</p>
<p>Puncaknya adalah pada tahun 2014, ketika ISIS <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-47678157">menguasai</a> 34.000 mil persegi – atau 88.000 kilometer persegi – dari total wilayah Suriah dan Irak, rumah bagi sekitar <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-27838034">10 juta penduduk</a>. Kelompok itu juga mengubah <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-27994277">namanya, dari awalnya Negara Islam Irak dan al-Sham, menjadi Negara Islam</a>, mencerminkan rencananya untuk memperluas kendali atas lebih banyak wilayah.</p>
<p>Amerika Serikat (AS) meluncurkan <a href="https://www.wilsoncenter.org/article/timeline-us-policy-isis">intervensi militer internasional</a> untuk mengalahkan kelompok ISIS pada tahun 2014.</p>
<p>Koalisi militer ini <a href="https://www.nytimes.com/2018/12/19/us/politics/trump-syria-turkey-troop-withdrawal.html">membuat ISIS bertekuk lutut</a> pada awal 2018 dan mengakhiri kendalinya atas wilayah besar yang pernah dikuasainya di Suriah dan Irak.</p>
<p>AS <a href="https://www.nytimes.com/2018/12/19/us/politics/trump-syria-turkey-troop-withdrawal.html">mengumumkan akan menarik pasukannya</a> dari Suriah pada 2018 dan menyatakan kemenangan atas ISIS. Kelompok itu kemudian kehilangan kendali atas <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-47678157">bagian wilayah</a> terakhirnya di Suriah pada 2019.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A group of men, one with crutches and an amputated leg, walk, followed by some men with cameras photographing them." src="https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/510133/original/file-20230214-16-mmzz9y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Laki-laki yang dicurigai bekerja sama dengan ISIS dibebaskan dari penjara Suriah pada Oktober 2020.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://media.gettyimages.com/id/1229085930/photo/topshot-syria-conflict-kurds-prisoners.jpg?s=1024x1024&w=gi&k=20&c=mGP42EEK4ZWsKARtSrKaK5OxLHxJxpKX8gWJAF_MWQw=">Delil Souleiman/AFP via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>ISIS selama <em>lockdown</em></h2>
<p>Terlepas dari kemundurannya, termasuk <a href="https://www.businessinsider.com/gen-raymond-thomas-socom-60000-to-70000-isis-fighters-killed-2017-7">puluhan ribu</a> pejuangnya yang tewas sejak kemunculannya, ISIS <a href="https://www.theatlantic.com/politics/archive/2020/02/kurdish-leader-isis-conflict-iraq-iran/606502/">tetap aktif pada awal 2020</a>.</p>
<p>Pada Maret 2020, <a href="https://reliefweb.int/report/syrian-arab-republic/syrian-arab-republic-covid-19-response-2020-fact-sheet">pemerintah Suriah memberlakukan</a> <em>lockdown</em> selama dua bulan. Ini termasuk menutup sebagian besar bisnis dan membatasi jam malam. <a href="https://crisis24.garda.com/alerts/2020/03/iraq-nationwide-lockdown-implemented-march-22-update-15">Irak</a> <a href="https://english.alarabiya.net/coronavirus/2020/06/23/Coronavirus-Egypt-to-reopen-restaurants-cafes-sports-clubs-from-July-27">dan Mesir</a> juga menerapkan pembatasan luas untuk mencegah penyebaran COVID-19.</p>
<p>Kami menganalisis data lebih dari 1.500 serangan yang diprakarsai oleh ISIS di negara-negara tersebut selama periode 18 bulan dari 2019 hingga 2020. <a href="https://www.doi.org/10.1017/S0003055422001423">Riset kami</a> yang diterbitkan pada Januari 2023 tersebut menunjukkan bahwa larangan bepergian dan pembatasan jam malam membantu mengurangi serangan ISIS secara substansial.</p>
<p>Temuan ini menyoroti bahwa penerapan <em>lockdown</em> COVID-19 memengaruhi kemampuan ISIS untuk beroperasi. Jam malam telah mempersulit simpatisan ISIS untuk mencari pendapatan finansial, sementara penutupan institusi publik dan swasta serta pembatasan perjalanan antar provinsi telah membuat kelompok tersebut sulit menyembunyikan pergerakannya. </p>
<p>Analisis kami menunjukkan bahwa ketika masih berlaku, pembatasan jam malam dan perjalanan telah membantu mengurangi kekerasan ISIS secara signifikan, terutama di daerah padat penduduk.</p>
<p>Di Irak, kekerasan menurun sekitar 30% berkat <em>lockdown</em>. Di Suriah, tingkat kekerasan berkurang sekitar 15% secara keseluruhan selama periode tersebut.</p>
<p>Tetapi di Mesir, pemerintahnya memang telah memberlakukan pembatasan jam malam di beberapa daerah <a href="https://egyptindependent.com/curfew-announced-in-some-north-sinai-areas/">akibat kehadiran dan kekerasan yang dilakukan ISIS</a>, sehingga sulit bagi kami untuk menganalisis dampak <em>lockdown</em> COVID-19 di sana secara spesifik.</p>
<p>Tidak seperti banyak kelompok militan lainnya, ISIS memiliki <a href="https://www.theatlantic.com/international/archive/2019/03/isis-caliphate-money-territory/584911/">cadangan keuangan</a> yang besar untuk bertahan selama <em>lockdown</em>. Selain itu, sebagian besar dari mereka beroperasi di <a href="https://www.crisisgroup.org/middle-east-north-africa/eastern-mediterranean/syria/207-averting-isis-resurgence-iraq-and-syria">daerah pedesaan</a>, sehingga tidak terlalu terdampak dengan penerapan <em>lockdown</em> seperti di daerah perkotaan.</p>
<h2>Implikasi lebih luas</h2>
<p>Penelitian kami hadir pada saat kritis, ketika para pembuat kebijakan dan <a href="https://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/research_reports/RRA900/RRA958-1/RAND_RBA958-1.pdf">ahli kontraterorisme</a> memperdebatkan strategi jangka panjang untuk melumpuhkan ISIS.</p>
<p>Pada tahun 2022, AS dan <a href="https://www.economist.com/the-economist-explains/2023/01/19/who-are-the-syrian-democratic-forces">pasukan militer lokal di</a> Suriah <a href="https://www.understandingwar.org/iraqi-security-forces">dan Irak</a> melakukan 313 operasi di dua negara tersebut, menewaskan 700 militan ISIS.</p>
<p>AS dan para sekutunya di kawasan itu juga telah membunuh beberapa <a href="https://www.defense.gov/News/News-Stories/Article/Article/3266973/us-partners-find-success-in-mission-to-defeat-isis/">pemimpin ISIS</a> terkemuka selama beberapa tahun terakhir, termasuk Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi <a href="https://www.defense.gov/News/News-Stories/Article/Article/2922796/leader-of-isis-dead-following-us-raid-in-syria/">yang tewas</a> pada Februari 2022.</p>
<p>Namun, menurut kami, <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2019/10/09/the-us-played-down-turkeys-concerns-about-syrian-kurdish-forces-that-couldnt-last/">strategi AS saat ini</a>, yang sangat berfokus pada aliansi militer dengan sekutu lokal, tidak berkelanjutan – sebagian karena AS tidak mengindahkan alasan mengapa beberapa orang di Suriah dan Irak masih mendukung ISIS.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200239/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Pemimpin dunia dan pakar kebijakan luar negeri memperkirakan ISIS akan meningkatkan serangannya selama masa pandemi COVID-19, tapi lockdown justru membantu mempersulit mereka melakukan kekerasan.
Jóhanna Kristín Birnir, Professor Comparative Politics, University of Maryland
Dawn Brancati, Senior Lecturer, Political Science Department, Yale University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/188165
2022-08-05T01:13:42Z
2022-08-05T01:13:42Z
Siapa Ayman Al-Zawahiri? Siapa penggantinya? Dan apa arti kematiannya bagi Al-Qaeda dan agenda antiterorisme AS?
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/477605/original/file-20220804-16-qales6.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=2%2C2%2C1351%2C663&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Osama bin Laden (kiri) dan Ayman Al-Zawahiri.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/osama-bin-laden-sits-with-his-adviser-ayman-al-zawahiri-an-news-photo/681898?adppopup=true">Visual News/Getty Images</a></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa pemimpin Al-Qaeda yang juga salah satu perencana <a href="https://www.bbc.com/indonesia/dunia-58084150">serangan 11 September 2001</a>, <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/02/161500765/profil-ayman-al-zawahiri-pemimpin-al-qaeda-yang-tewas-dibunuh-as">Ayman Al-Zawahiri</a>, tewas terbunuh <a href="https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220802181148-120-829398/kronologi-lengkap-drone-as-bunuh-pentolan-al-qaeda-zawahiri">dalam serangan pesawat tanpa awak</a> di kota Kabul, Afghanistan.</p>
<p>Presiden AS Joe Biden <a href="https://news.detik.com/internasional/d-6211366/biden-klaim-drone-cia-bunuh-bos-al-qaeda-ayman-al-zawahiri-di-afghanistan">mengatakan</a> dalam pidatonya pada 1 Agustus 2022 bahwa Al-Zawahiri adalah penerus kepemimpinan <a href="https://international.sindonews.com/read/832419/45/profil-osama-bin-laden-pemimpin-al-qaeda-yang-pernah-dituduh-sebagai-agen-cia-1658365658">Osama bin Laden</a> dan kematiannya telah memberikan keadilan bagi keluarga korban yang tewas dalam tragedi 9/11. Operasi intelijen AS tersebut berlangsung hampir setahun sejak <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20210831102254-8-272503/as-resmi-tarik-seluruh-pasukan-dari-afghanistan">AS menarik pasukannya dari Afghanistan</a> setelah bergelut di sana selama dua dekade.</p>
<h2>Profil Ayman Al-Zawahiri</h2>
<p>Ayman Al-Zawahiri kerap disebut sebagai <a href="https://www.wordnik.com/words/jihadi">jihadis</a> global. Istilah jihadis pada dasarnya merujuk pada orang yang terlibat dalam aktivitas memperjuangkan syariat Islam. Dalam konteks terorisme, jihadis biasanya digunakan untuk menyebut anggota yang siap berperang untuk menegakkan syariat Islam – dengan definisi ‘syariat’ yang berdasarkan pemahaman kelompok mereka sendiri.</p>
<p>Al-Zawahiri lahir di Mesir dan menjadi pemimpin tertinggi Al-Qaeda pada 2011, setelah Osama <a href="https://www.npr.org/series/135908383/osama-bin-laden-dead">tewas di tangan militer AS</a> dalam suatu operasi intelijen. Selama masa kepemimpinan Al-Zawahiri, Al-Qaeda mengalami tahun-tahun penuh guncangan, salah satunya setelah terjadinya serangan pesawat tanpa awak <a href="https://direct.mit.edu/isec/article-abstract/43/2/45/12208/What-Explains-Counterterrorism-Effectiveness?redirectedFrom=fulltext">oleh militer AS di Pakistan</a>. Di tahun-tahun menjelang kematiannya, Osama pun telah <a href="https://www.ctc.usma.edu/letters-from-abbottabad-bin-ladin-sidelined/">bersusah payah</a> mempertahankan kontrol dan persatuan di seluruh jaringan afiliasi Al-Qaeda. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A laptop screen shows Ayman al-Zawahri speaking with the English translation below reading 'Bush do you know where I am. I am in the midst.'" src="https://images.theconversation.com/files/477151/original/file-20220802-14-ulv6x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=14%2C11%2C1982%2C1341&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/477151/original/file-20220802-14-ulv6x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=407&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/477151/original/file-20220802-14-ulv6x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=407&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/477151/original/file-20220802-14-ulv6x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=407&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/477151/original/file-20220802-14-ulv6x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=511&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/477151/original/file-20220802-14-ulv6x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=511&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/477151/original/file-20220802-14-ulv6x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=511&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Ayman Al-Zawahiri menantang Presiden Amerika Serikat George W. Bush yang saat itu masih berkuasa.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://newsroom.ap.org/detail/BidenAfghanistan/32481436d03047e8892fd3cef111ea9b/photo?Query=Zawahri&mediaType=photo&sortBy=arrivaldatetime:desc&dateRange=Anytime&totalCount=67&currentItemNo=23">AP Photo/B.K.Bangash</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Al-Zawahiri menggantikan Osama, terlepas dari <a href="https://foreignpolicy.com/2022/08/01/al-qaeda-leader-ayman-al-zawahiri-killed-drone-strike-afghanistan/">berbagai kontroversi</a> terkait reputasinya sendiri. Meskipun ia sudah lama terlibat dalam sejarah panjang gerakan jihad, banyak <a href="https://www.cnn.com/2018/09/08/opinions/where-is-bin-ladens-partner-in-crime-ayman-al-zawahiri">pengamat</a>, dan bahkan jihadis lain, yang melihatnya sebagai seorang orator yang kurang enerjik dan tidak punya pengalaman di medan perang.</p>
<p>Tidak seperti Osama yang disebut-sebut memiliki karisma tertentu, <a href="https://www.universiteitleiden.nl/binaries/content/assets/customsites/perspectives-on-terrorism/2017/issue-1/0620171-deciphering-ayman-al-zawahiri-and-al-qaeda%E2%80%99s-strategic-and-ideological-imperatives-by-sajjan-m.-gohel.pdf">sosok</a> Al-Zawahiri terlihat tidak mumpuni dan tidak tahan banting untuk menghadapi hambatan yang berliku-liku, dan pidatonya seringkali dianggap ketinggalan zaman. Ia juga kesulitan untuk menepis rumor yang sempat beredar bahwa ia pernah menjadi informan penjara saat ditahan di Mesir.</p>
<p>Pengaruh Al-Zawahiri semakin pudar sejak terjadinya gelombang gerakan revolusioner di sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika Utara, yang dikenal sebagai <a href="https://www.aljazeera.com/news/2020/12/17/what-is-the-arab-spring-and-how-did-it-start">Kebangkitan Dunia Arab (<em>Arab Spring</em>)</a>. Banyak pengamat global menilai bahwa popularitas Al-Qaeda kemudian meredup dan kelompok kriminal tersebut seakan tidak mampu memanfaatkan situasi perang di Irak dan Suriah.</p>
<p>Para analis menyebutkan bahwa bagi para pendukung Al-Qaeda, Al-Zawahiri cenderung membuat organisasi tersebut ketinggalan zaman dan dapat dengan mudah tergeser oleh <a href="https://www.theatlantic.com/ideas/archive/2018/11/isis-origins-anbari-zarqawi/577030/">kelompok-kelompok militan Islam lain</a> di “panggung” global.</p>
<p>Akan tetapi, <a href="https://www.theguardian.com/world/2019/mar/23/the-rise-and-fall-of-the-isis-caliphate">runtuhnya kekhalifahan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)</a> pada tahun 2019, kembalinya kekuasaan Taliban (yang merupakan sekutu Al-Qaeda) di Afghanistan, dan kuatnya afiliasi Al-Qaeda <a href="https://www.cfr.org/blog/islamic-state-and-al-qaeda-linked-african-insurgencies">terutama di Afrika</a> membuat beberapa ahli <a href="https://warontherocks.com/2022/05/how-strong-is-al-qaeda-a-debate/">berpendapat</a> bahwa Al-Zawahiri berhasil membuat Al-Qaeda bertahan dalam melalui periode penuh tantangan dan tetap menjadi kelompok kriminal yang menjadi ancaman besar hingga kini.</p>
<p>Salah seorang pejabat senior AS <a href="https://apnews.com/article/ayman-al-zawahri-al-qaida-terrorism-biden-36e5f10256c9bc9972b252849eda91f2">mengatakan kepada Associated Press</a> bahwa bahkan pada detik-detik menjelang kematiannya, Al-Zawahiri masih memberikan “arahan strategi” dan dianggap sebagai sosok yang berbahaya.</p>
<h2>Setelah Al-Zawahiri tewas, bagaimana selanjutnya?</h2>
<p>Membunuh dan menangkap para pemimpin teroris telah menjadi agenda kontraterorisme utama bagi AS dan banyak negara-negara lain selama beberapa dekade terakhir.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/10-tahun-menebar-teror-akankah-eksistensi-kelompok-teroris-poso-berakhir-setelah-ditinggal-banyak-tokoh-kuncinya-184434">Di Indonesia</a>, ada Satuan Tugas (Satgas) <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Operasi_Madago_Raya">Operasi Madago Raya</a>, operasi militer gabungan TNI dan Polri (dulu bernama Tinombala). Misi utama operasi ini adalah menangkap dan membasmi kelompok <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/East_Indonesia_Mujahideen">Mujahidin Indonesia Timur (MIT)</a>, kelompok militan asal Indonesia yang beroperasi di wilayah pegunungan di Sulawesi Tengah.</p>
<p>Baru-baru ini, TNI dan Polri gencar melakukan serangkaian penangkapan puluhan anggota, simpatisan, serta tokoh kunci MIT. Ditambah dengan kematian pimpinan mereka, Ali Kalora, kondisi ini dianggap memberikan sinyal positif untuk benar-benar mengakhiri eksistensi kelompok ekstremisme tersebut.</p>
<p>MIT memiliki ideologi Salafi-Jihadi dan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1508247/ini-perbedaan-singkat-antara-kelompok-teroris-mit-jad-jat-dan-ji">berafiliasi</a> dengan <a href="https://internasional.kompas.com/read/2021/04/06/170828270/mengenal-asal-usul-isis-kelompok-teroris-dari-irak?page=all">ISIS</a>. Selain MIT, ada pula <a href="https://nasional.tempo.co/read/1530164/kronologi-awal-organisasi-jamaah-islamiyah">Jemaah Islamiyah (JI)</a>, organisasi militan berideologi fundamentalisme Islam di Asia Tenggara yang <a href="https://nasional.tempo.co/read/1508247/ini-perbedaan-singkat-antara-kelompok-teroris-mit-jad-jat-dan-ji">terafiliasi</a> dengan Taliban dan Al-Qaeda.</p>
<p>Berbeda dengan ISIS yang memiliki <a href="https://theconversation.com/islamic-state-leader-killed-in-us-raid-where-does-this-leave-the-terrorist-group-176410">praktik suksesi kepemimpinan</a> yang tegas, regenerasi kepemimpinan Al-Qaeda tampak tak jelas. Pengganti Al-Zawahiri akan menjadi pemimpin ketiga gerakan yang <a href="https://archives.fbi.gov/archives/news/testimony/al-qaeda-international">dibentuk</a> pada tahun 1988 tersebut.</p>
<p><a href="https://www.securitycouncilreport.org/atf/cf/%7B65BFCF9B-6D27-4E9C-8CD3-CF6E4FF96FF9%7D/S%202022%20547.pdf">Calon paling potensial</a> jatuh pada seorang keturunan Mesir, yakni <a href="https://www.fbi.gov/wanted/wanted_terrorists/saif-al-adel">Saif Al-Adel</a>.</p>
<p>Saif adalah mantan kolonel tentara Mesir dan, seperti Al-Zawahiri, merupakan anggota kelompok ekstremis Mesir, Egyptian Islamic Jihad (EIJ), yang berafiliasi dengan Al-Qaeda. Ia terlibat dalam pengeboman kedutaan besar AS di Tanzania dan Kenya tahun 1998. Reputasinya sebagai ahli bahan peledak dan ahli strategi militer telah membuatnya menjadi sosok penting dalam gerakan Al-Qaeda.</p>
<p>Kami berpendapat bahwa kelompok kriminal global tersebut kini berada di persimpangan jalan. Jika penerus Al-Zawahiri bisa diakui secara sah oleh jajaran inti Al-Qaeda dan seluruh afiliasinya, maka ia akan dapat menstabilkan organisasi itu. Namun, sepertinya proses regenerasi Al-Qaeda akan berlangsung penuh tantangan dan, mungkin saja, justru dapat memecah belah kelompok tersebut.</p>
<p>Pengganti Al-Zawahiri punya pekerjaan rumah yang besar, yakni untuk mempertahankan kesetiaan seluruh jaringan Al-Qaeda dan mempertahankan predikat kelompok itu sebagai ancaman global.</p>
<h2>Kelanjutan operasi AS setelah Taliban mengambil alih Afghanistan</h2>
<p>Penarikan pasukan AS dari Afghanistan tahun lalu menimbulkan pertanyaan apakah AS dapat terus menekan eksistensi Al-Qaeda, <a href="https://theconversation.com/what-is-isis-k-two-terrorism-experts-on-the-group-behind-the-deadly-kabul-airport-attack-and-its-rivalry-with-the-taliban-166873">ISIS</a>, dan organisasi militan lainnya di negara itu.</p>
<p><a href="https://www.nationaldefensemagazine.org/articles/2021/11/20/sof-leader-calls-over-the-horizon-ops-in-afghanistan-hard-but-doable">Pejabat pemerintah AS menjabarkan</a> bahwa AS akan tetap turun tangan dalam menangani segala serangan terorisme dan kebangkitan kelompok ekstremis manapun, sesuai dengan <a href="https://www.ayobandung.com/netizen/pr-791270045/meragukan-keampuhan-strategi-joe-biden">Strategi Di Atas Cakrawala (<em>Over The Horizon Strategy</em>)</a> mereka yang kerap dibanggakan oleh Presiden Biden.</p>
<p>Bagi kalian yang bertanya-tanya apakah AS masih berkeinginan untuk mengejar teroris-teroris besar di Afghanistan, pembunuhan Al-Zawahiri agaknya sudah menjawab.</p>
<p>Serangan tersebut <a href="https://apnews.com/article/ayman-al-zawahri-al-qaida-terrorism-biden-36e5f10256c9bc9972b252849eda91f2">dilaporkan melibatkan</a> pengawasan jangka panjang terhadap Al-Zawahiri dan keluarganya. Biden juga mengklaim operasi itu tidak memakan korban sipil.</p>
<p>AS butuh 11 bulan untuk menyerang target terbesarnya tersebut sejak Taliban mengambil alih pemerintahan Afghanistan. Ini sangat kontras dengan <a href="https://www.voanews.com/a/us-military-significantly-reduced-global-airstrikes-in-2021-/6392771.html">ratusan serangan udara</a> yang dilakukan AS pada tahun-tahun sebelum menarik pasukannya.</p>
<p>Serangan itu dilakukan di Kabul, area yang dihuni oleh tokoh-tokoh senior Taliban. <a href="https://apnews.com/article/ayman-al-zawahri-al-qaida-terrorism-biden-36e5f10256c9bc9972b252849eda91f2">Rumah persembunyian Al-Zawahiri</a> pun adalah milik seorang ajudan senior dari Sirajuddin Haqqani, salah satu teroris <a href="https://www.fbi.gov/wanted/terrorinfo/sirajuddin-haqqani">paling dicari oleh AS</a> yang juga bagian dari jajaran pimpinan Taliban.</p>
<p>Membantu dan bersekongkol dengan Al-Zawahiri merupakan pelanggaran oleh Taliban terhadap <a href="https://www.state.gov/wp-content/uploads/2020/02/Agreement-For-Bringing-Peace-to-Afghanistan-02.29.20.pdf">perjanjian Doha</a>.</p>
<p>Isi perjanjian tersebut adalah Taliban setuju “untuk tidak bekerja sama dengan kelompok atau individu yang mengancam keamanan AS dan sekutunya.” Serangan terhadap Al-Zawahiri, dengan demikian, menunjukkan bahwa jika AS ingin melakukan operasi militer di Afghanistan, dukungan Taliban tidak dapat <a href="https://foreignpolicy.com/2019/08/26/how-to-partner-with-the-taliban/">diandalkan dan diharapkan</a>.</p>
<p>Serangan terhadap Al-Zawahiri juga tidak banyak membantu untuk memprediksi apakah AS akan dapat menahan perkembangan kelompok jihadis lain di kawasan, seperti <a href="https://theconversation.com/what-is-isis-k-two-terrorism-experts-on-the-group-behind-the-deadly-kabul-airport-attack-and-its-rivalry-with-the-taliban-166873">ISIS</a>.</p>
<p>Kami meyakini bahwa jika semakin banyak jihadis yang menganggap Taliban terlalu lemah untuk melindungi para pemimpin Al-Qaeda dan tidak dapat memerintah Afghanistan tanpa bantuan AS, mereka akan <a href="https://warontherocks.com/2021/10/the-taliban-cant-take-on-the-islamic-state-alone/">beralih ke ISIS</a>.</p>
<p>Dinamika ini menunjukkan tingginya tantangan dalam agenda melawan terorisme di Afghanistan saat ini, yang tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dengan serangan pesawat tanpa awak dan membunuh petinggi-petinggi kelompok ekstremisme.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188165/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Bagi kalian yang bertanya-tanya apakah AS masih berkeinginan untuk mengejar teroris-teroris besar di Afghanistan, pembunuhan Al-Zawahiri agaknya sudah menjawab.
Haroro J. Ingram, Senior Research Fellow at the Program on Extremism, George Washington University
Andrew Mines, Research Fellow at the Program on Extremism, George Washington University
Daniel Milton, Director of Research, United States Military Academy West Point
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/172496
2021-12-04T02:15:46Z
2021-12-04T02:15:46Z
Memahami sisi gerakan politik Jemaah Islamiyah
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/435252/original/file-20211202-15-euuza3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=35%2C0%2C4000%2C2664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Personel polisi membawa terduga teroris menuju mobil tahanan setibanya di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, pada Maret 2021.</span> <span class="attribution"><span class="source">Fauzan/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>November 2021 lalu, kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) kembali menghiasi berita utama berbagai media. Tiga orang anggota JI ditangkap di Bekasi, Jawa Barat. Yang menarik perhatian publik, seorang di antaranya ternyata merupakan anggota <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59327833">Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)</a>.</p>
<p>Ini bukan pertama didapati ada anggota JI di dalam lembaga penting. Pada awal bulan yang sama, kepolisian <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/11/06/163000778/pns-guru-di-lampung-terlibat-jaringan-terorisme-dikenal-humoris-dan-mudah?page=all">menangkap seorang guru pegawai negeri di Lampung</a> karena diduga berperan dalam perekrutan dan pengumpulan dana untuk operasi JI. Pada September 2021, kepolisian <a href="https://money.kompas.com/read/2021/09/14/184755926/ada-pegawai-kimia-farma-jadi-terduga-teroris-ini-kata-kementerian-bumn?page=all">menangkap seorang pegawai Badan Usaha Milik Negara</a> juga untuk dugaan penggalangan dana.</p>
<p>Penangkapan-penangkapan tersebut memberi gambaran pada kita seberapa jauh penetrasi JI ke dalam berbagai kelompok; bahkan kelompok-kelompok yang memiliki posisi cukup penting di masyarakat. </p>
<p>Fakta ini tentu mengkhawatirkan publik. Namun, sebenarnya potensi penyusupan JI ke dalam lembaga atau organisasi resmi sudah dapat dibaca melalui arah organisasi JI sejak 2010 hingga 2018 di bawah kepemimpinan <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/e569d31bfb181fd58b5ca20958082b94.html">Para Wijayanto</a>.</p>
<h2>Kapabilitas tinggi, intensi rendah</h2>
<p>Para pengkaji dinamika dan operasi kelompok teror sepakat bahwa kapabilitas merupakan salah satu cara mengukur tingkat bahaya dan keganasan suatu kelompok.</p>
<p>Kapabilitas dapat dilihat dari <a href="https://www.journals.uchicago.edu/doi/abs/10.1017/S0022381608080419">usia kelompok, ukuran kelompok, kontrol atas teritori, dan aliansi dengan kelompok lain</a>. <a href="https://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/2005/MR1782.sum.pdf">Alat operasional dan alat organisasi</a> juga menjadi dua hal penting yang menandakan kapabilitas kelompok teror.</p>
<p>Alat operasional adalah hal-hal yang menunjang keberhasilan serangan teror; ini termasuk komando dan kendali, persenjataan, ruang operasional, pelatihan, intelijen, uang, dan keamanan operasional. Sementara alat organisatoris adalah hal-hal yang menjaga agar kelompok teror tetap berfungsi sebagai suatu unit yang kohesif; ini mencakup ideologi, kepemimpinan, sumber perekrutan, dan publisitas.</p>
<p>Semakin banyak indikator atau alat-alat itu dimiliki oleh suatu kelompok, maka semakin tinggi kapabilitasnya. Semakin tinggi kapabilitas, mereka semakin mematikan.</p>
<p>JI memenuhi banyak indikator di atas. </p>
<p>JI jelas memiliki basis ideologi jihadisme salafi yang kuat yang membuat anggota-anggotanya tidak segan menggunakan kekerasan. </p>
<p>Soal kepemimpinan, JI dipimpin oleh <em>Amir</em> yang memiliki kecakapan intelektual dan berpengalaman di lapangan dalam sosok Para Wijayanto. JI memiliki basis massa yang tidak pernah habis dari jaringan pesantren dan keluarga para jihadis, yang umumnya merupakan pemuda. </p>
<p>Jejak terorisme mereka di negeri ini — antara lain lewat <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/10/12/095900878/kilas-balik-bom-bali-2002-19-tahun-silam-ledakan-dahsyat-guncang-kuta-dan?page=all">Bom Bali I</a> dan <a href="https://www.suara.com/news/2018/08/01/074747/bom-meledak-di-menteng-dubes-filipina-tewas-tepat-18-tahun-lalu?page=all">Bom Kedutaan Besar Filipina</a> - membuat setiap gerak-gerik mereka menjadi pusat perhatian.</p>
<p>JI juga memenuhi indikator komando dan kendali, persenjataan, pelatihan, intelijen, uang, dan keamanan operasional. </p>
<p>Bentuk organisasi yang hierarkis-birokratis membuat JI harus memiliki seorang pemimpin yang bertugas mengarahkan dan mengendalikan operasi kelompok. Para Wijayanto mengisi posisi ini pada periode 2008 hingga 2018.</p>
<p>JI memiliki sumber persenjataan internal yang memadai. Tercatat bahwa mereka memiliki bengkel pembuatan senjata api dan pernah membangun bunker untuk menyimpannya. JI membekali kader-kadernya dengan kemampuan bela diri, dan juga kemampuan perang serta militer dengan mengirimkan mereka ke Suriah untuk berlatih bersama kelompok Al-Nusrah. Pelatihan dengan Al-Nusrah, membuat JI mungkin menjadi satu-satunya kelompok teror di Indonesia dengan anggota yang memiliki kemampuan <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/download_file/c0b23fbcd77c26c12a2740533fd087d3/pdf/8b67d85dd1c0a283a9eb21d3ec8264ad">sniper (penembak runduk)</a> dan <a href="https://www.youtube.com/watch?v=yZTWpw8DzcE">mengoperasikan artileri</a>. </p>
<p><a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaeb3bbf1072338ab193323134323136.html">JI juga memiliki anggota khusus intelijen</a> yang bertugas mengumpulkan informasi dan menganalisis kondisi. Selain itu, para anggota juga dibekali kemampuan kontra-intelijen, pengelabuan, dan komunikasi tanpa terdeteksi. </p>
<p>JI memiliki sumber pendanaan mandiri yang besar dan beragam, mulai dari kebun kelapa sawit, usaha cukur rambut, hingga rumah makan. Sehingga, mereka mampu menggaji dan memberangkatkan para anggotanya ke Suriah secara mandiri. </p>
<p>Dengan berbagai indikator ini, JI merupakan kelompok yang sangat mematikan. </p>
<p>Namun, di bawah kepemimpinan Para Wijayanto, JI justru <a href="https://cds.or.id/analisis-tindak-pidana-terorisme-di-indonesia-studi-putusan-2016-2020/">tidak mematikan</a>. Selama 2010 hingga 2018, bahkan tidak ada catatan yang secara kuat mendokumentasikan keterlibatan JI dalam serangan teror.</p>
<p>Ini menunjukkan rendahnya intensi JI untuk melakukan serangan. </p>
<p>Satu-satunya indikator kapabilitas yang tidak dipenuhi oleh JI adalah ruang operasional. Para Wijayanto mengungkapkan bahwa JI masih berada dalam tahap menemukan wilayah yang kondusif sebagai basis operasi atau tempat perlindungan.</p>
<p>Dengan pertimbangan ruang operasional, JI di bawah Para Wijayanto memutuskan untuk menghindari penggunaan kekerasan langsung. Pengalaman panjang menyadarkan mereka bahwa tujuan akhir lebih penting ketimbang proses (aksi teror). </p>
<p>Ketiadaan ruang operasional seakan-akan membuat kapabilitas JI yang tinggi tidak tampak karena tidak adanya intensi untuk melakukan serangan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/budaya-patriarki-dan-doktrin-keagamaan-berperan-penting-dorong-perempuan-terlibat-aksi-terorisme-167273">Budaya patriarki dan doktrin keagamaan berperan penting dorong perempuan terlibat aksi terorisme</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Konsep ‘Tas Tos’</h2>
<p>Para Wijayanto naik ke tampuk pimpinan JI setelah dua orang tokoh terpenting sebelumnya, Zarkasi dan Abu Dujana, ditangkap pada 2007. </p>
<p>Dalam memimpin JI, Para menerapkan sebuah gagasan yang disebut sebagai ‘Amir Jama’ah Islamiyah: Tuntunan Total Amniah Sistem dan Total Solution’ (<a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/e569d31bfb181fd58b5ca20958082b94.html">Tas Tos</a>). </p>
<p>Gagasan itu dimaksudkan untuk mengatasi berbagai masalah operasional dan organisatoris yang dihadapi JI setelah ditetapkan sebagai <a href="https://nasional.kompas.com/read/2008/04/22/00191667/al.jamaah.al.islamiyah.korporasi.terlarang">korporasi terlarang</a> pada 2008.</p>
<p>Tujuan utama dari ‘Tas Tos’ adalah agar aktivitas utama JI tidak terdeteksi dan pemimpin utamanya tidak diketahui. </p>
<p>JI lalu melakukan sistem rekrutmen berlapis, penguatan kapasitas intelijen dan kontra-intelijen bagi anggota kelompok, serta penerapan sistem jaringan terputus.</p>
<p>Di bawah Para Wijayanto, struktur JI dibagi ke dalam beberapa bidang sehingga terorganisasi rapi dan disiplin. Bidang diplomasi, misalnya, benar-benar diberangkatkan ke luar negeri untuk menjalin kerja sama dengan para jihadis internasional untuk menemukan kamp pelatihan militer. Bidang keuangan memiliki prosedur layaknya organisasi pada umumnya dengan laporan tahunan sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan. </p>
<p>Pada saat bersamaan, kegagalan besar Bom Bali I membuat JI sadar bahwa kekerasan tanpa pandang bulu bukanlah pilihan yang tepat di tengah masyarakat yang tidak memberikan dukungan.</p>
<p>Akhirnya, mereka melakukan penguatan internal organisasi dan upaya untuk merebut simpati publik melalui kegiatan dakwah dan menggelar majlis-majlis. Namun ada satu catatan penting, kegiatan-kegiatan tersebut tidak boleh membawa embel-embel JI.</p>
<p>Arah baru organisasi itu membuat JI berusaha menyusup ke berbagai kelompok, entah itu sosial, agama, bahkan politik. </p>
<p>Setelah mereka mampu meraih dukungan publik melalui pengaruhnya di masyarakat melalui kelompok-kelompok tersebut, barulah JI akan secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap pemerintah. </p>
<p>Ketika perlawanan yang dilakukan sukses, baru kemudian sebuah negara berdaulat berasaskan Islam dapat didirikan dan kemudian memperoleh pengakuan dari negara-negara lain.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tiga-cara-sistem-pendidikan-indonesia-bisa-berperan-mencegah-radikalisme-dan-ideologi-kekerasan-161282">Tiga cara sistem pendidikan Indonesia bisa berperan mencegah radikalisme dan ideologi kekerasan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Merespons strategi baru JI</h2>
<p>Upaya JI untuk beradaptasi dengan menjadi lebih lunak dan pragmatis sebetulnya banyak dilakukan oleh kelompok teror di tempat-tempat lain. </p>
<p>Semakin lama usia suatu kelompok, biasanya mereka akan mulai mengambil langkah yang lebih bijak, dengan mendirikan partai politik baru, membuat sayap politik organisasi, atau bergabung ke kelompok atau organisasi politik resmi.</p>
<p>Cara-cara ini lunak, non-kekerasan, dan - hingga taraf tertentu - legal.</p>
<p>Untuk meresponsnya, otoritas tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan keamanan semata. Aksi kontra-teror seperti penangkapan atau pembunuhan anggota kelompok teror tidak akan ampuh karena kelompok teror sudah bermain pada level sosial dan politik.</p>
<p>Perlu upaya lebih keras untuk mencegah masyarakat tertarik pada gagasan yang dibawa oleh kelompok seperti JI melalui sosialisasi terus-menerus mengenai dampak buruk pemahaman yang eksklusif. </p>
<p>Terhadap JI, pemerintah harus menjaga agar mereka tetap berada jalur trek non-kekerasan, dengan tidak melakukan operasi bersenjata secara tidak pandang bulu yang dapat dipolitisasi untuk menyulut serangan teror balasan. Ini tentunya dilakukan sambil tetap memberikan pengawasan ketat. </p>
<p>JI mungkin memang berubah, tetapi pada dasarnya mereka tetap menganut pemahaman jihad yang sempit, yang sewaktu-waktu dapat menampilkan sisi keras yang mematikan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172496/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Iwa Maulana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Penyusupan JI ke dalam lembaga atau organisasi resmi sudah dapat dibaca melalui arah organisasi JI sejak 2010 hingga 2018 di bawah kepemimpinan Para Wijayanto.]
Iwa Maulana, Researcher, Center for Detention Studies
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/167273
2021-09-16T06:45:25Z
2021-09-16T06:45:25Z
Budaya patriarki dan doktrin keagamaan berperan penting dorong perempuan terlibat aksi terorisme
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/420995/original/file-20210914-27-1umlzmb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=350%2C0%2C3892%2C2159&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Putri Munawaroh, istri terduga teroris Hadi Susilo, saat menunggu sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 2010.</span> <span class="attribution"><span class="source">Puspa Perwitasari/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan di Afghanistan dapat menjadi awal <a href="https://theconversation.com/remaining-and-expanding-what-the-talibans-return-will-mean-for-jihadi-terrorism-166488">era baru terorisme</a> di seluruh dunia dan juga di Asia Tenggara. Dalam beberapa tahun terakhir kita telah melihat bagaimana <a href="https://theconversation.com/bagaimana-propaganda-teroris-meradikalisasi-perempuan-98773">perempuan</a> <a href="https://theconversation.com/bagaimana-perempuan-anak-muda-terlibat-dalam-aksi-terorisme-158378">kian terlibat</a> dalam aksi terorisme.</p>
<p>Perempuan dalam terorisme menjadi hal yang kompleks dan berlawanan dengan dunia terorisme yang bersifat ‘maskulin’. </p>
<p>Berbagai pertanyaan pun muncul. Apakah perempuan dapat menggantikan laki-laki dalam aksi terorisme? Mengapa dan bagaimana perempuan dapat terlibat dalam aksi terorisme? <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0047117808100611">Di mana posisi perempuan dalam dunia terorisme?</a>. </p>
<p>Satu hal yang pasti adalah perempuan memiliki peran penting dalam mendukung aksi terorisme.</p>
<p>Laki-laki memang masih <a href="https://katadata.co.id/ariayudhistira/analisisdata/607049e153f0d/perempuan-dan-milenial-dalam-aksi-teror-di-indonesia">mendominasi dunia terorisme</a>. Namun, <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/03/203100165/menilik-keterlibatan-perempuan-dalam-pusaran-terorisme?page=all">10%</a> aksi terorisme di Indonesia telah melibatkan perempuan. </p>
<p>Pada 2009, Munfiatun (istri gembong teroris Noordin M. Top) dan Putri Munawaroh (istri terduga teroris Hadi Susilo) ditangkap karena melindungi keberadaan suami mereka terkait dengan rangkaian aksi terorisme <a href="https://www.tribunnews.com/nasional/2019/09/17/hari-ini-dalam-sejarah-17-september-2009-tewasnya-noordin-m-top-teroris-paling-dicari-saat-itu">pada 2003, 2004, dan 2009</a>. </p>
<p>Pada 2016, Dian Yulia Novi menjadi perempuan pertama yang tertangkap sebagai <a href="https://youtu.be/_OVvkjd1be0">calon pelaku bom bunuh diri di Bogor</a>. Lalu pada 2018, <a href="https://nasional.tempo.co/read/1088460/pelaku-bom-di-surabaya-satu-keluarga-begini-pembagian-tugasnya">Puji Kuswati</a> turut serta dalam aksi bom bunuh diri bersama suami dan anak-anaknya di Surabaya. </p>
<p>Keterlibatan perempuan dalam rangkaian kasus tersebut masih dibayangi oleh unsur patriarki dan doktrin agama.</p>
<p>Dalam <a href="http://salasika.org/index.php/SJ/issue/view/4">penelitian</a> pada 2019, kami menemukan dua faktor utama yang mendasari keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme: budaya patriarki dan faktor individu yang dipengaruhi oleh ideologi agama. </p>
<h2>Budaya patriarki</h2>
<p>Dalam penelitian, kami menganalisis perilaku perempuan dalam aksi terorisme, khususnya pada peran bom bunuh diri dan sebagai pelindung atau pendamping suami dalam melakukan aksi terorisme. Kedua peran tersebut memainkan penting dalam aksi terorisme.</p>
<p>Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat kental dengan pemikiran konservatif terhadap budaya patriarki: laki-laki memegang kendali atas perempuan dan anak-anak. </p>
<p>Sebagai hasil dari <a href="https://ugapress.org/book/9780820340388/women-gender-and-terrorism/">budaya patriarki</a> dalam gerakan radikal, perempuan dapat menjadi teroris atau pendukung teroris atas perintah, ajaran, atau pun persetujuan dari suami atau ayah, atau kerabat laki-laki mereka. </p>
<p>Misalnya, terdapat pemikiran dari Jemaah Islamiyah (JI) yang menjelaskan bahwa perempuan memiliki tiga peran penting, yaitu mematuhi suami, mematuhi ayah, dan menjadi ibu yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan pendidikan anak-anaknya. </p>
<p>Pada umumnya dalam dunia jihad, peran istri selalu mendukung seluruh kegiatan suami dalam perang. Termasuk menjadi pelindung untuk menjaga keselamatan suami, hingga rela untuk mengorbankan dirinya sendiri sebagai bentuk <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44106870">kesetiaan dan kepatuhan kepada suami</a>. </p>
<p><a href="https://tile.loc.gov/storage-services/service/gdc/gdcovop/2017344162/2017344162.pdf">Putri Munawaroh</a>, misalnya, menolak menyerahkan dirinya pada saat tertangkap di rumahnya. Putri yang pada saat itu dalam keadaan hamil bersedia untuk mengorbankan dirinya sebagai martir dan demi melindungi Hadi Susilo, suaminya, dan Noordin M.Top, kerabat suaminya.</p>
<h2>Doktrin keagamaan</h2>
<p>Sebagian besar kasus perempuan dalam aksi terorisme di Indonesia adalah mereka yang terlibat dalam ajaran ekstremis atau bagian dari kelompok Islam radikal. </p>
<p>Perspektif feminis melihat <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13552074.2017.1286803">fundamentalisme agama</a> sebagai ideologi yang mampu mengendalikan perempuan sebagai bentuk kontrol sosial, memperkuat hubungan patriarki, hanya mempercayai interpretasi ajarannya sebagai satu-satunya kebenaran, dan menggunakan kekerasan dalam menerapkan ideologinya. </p>
<p>Doktrin ideologi keagamaan radikal dapat menyebar ke mana saja dan kapan saja. </p>
<p>Pada awal 2000, penggunaan media sosial mempermudah kelompok radikal untuk menyebarkan ajaran seperti <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44022493">jihad</a> dan doktrin keagamaan radikal lainnya. </p>
<p>Ini membuka kesempatan bagi perempuan untuk mencari informasi terkait dengan jihad dan memperdalam ajaran radikal lainnya. </p>
<p>Sebagai individu, perempuan tentunya memiliki pengalaman dan alasan pribadi terkait dengan pendalaman keagamaan. </p>
<p>Dian Yulia Novi mengaku mendapatkan pendalaman keagamaan melalui konten media sosial dan meyakini bahwa dengan mengorbankan dirinya dalam aksi bom bunuh diri untuk dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan keluarganya dari hukuman Allah dan untuk meraih rida Allah. </p>
<p>Selain itu, mereka juga mendapat doktrin keagamaan dari orang-orang terdekat, seperti suami dan kerabat dalam kelompok aktivitas keagamaan. </p>
<p><a href="https://www.liputan6.com/news/read/3526383/13-anggota-jad-surabaya-ditangkap-pascateror-bom-bunuh-diri">Dita Oepriarto</a>, suami dari Puji Kuswati, misalnya, merupakan bagian dari anggota kelompok radikal dan dapat mempengaruhi serta mengajak istri dan anak-anaknya untuk melakukan tindakan yang diyakini oleh ideologi kelompok tersebut. </p>
<p>Bahkan, Puji kemudian termotivasi untuk melakukan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44106870">“mati syahid”</a> bersama anak-anaknya. <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/10937">Kekerabatan</a> dalam kelompok keagamaan, juga dapat mendorong motivasi perempuan untuk memperdalam ideologi radikal dan memfasilitasi aksi terorisme. </p>
<h2>Pergeseran aktor aksi terorisme</h2>
<p>Terorisme bukan lagi hanya sekadar ‘milik’ kaum laki-laki, tapi juga kaum perempuan, yang pada awalnya lebih dilekatkan pada hal-hal yang bersifat damai.</p>
<p>Doktrin keagamaan yang bersifat radikal dan budaya patriarki menjadi faktor pendorong yang sangat signifikan dalam memotivasi tindakan perempuan dalam aksi terorisme. </p>
<p>Pengalaman setiap individu perempuan dalam melakukan aksi terorisme tentunya berbeda, namun kedua faktor tersebut telah menjadi motivasi yang kuat bagi perempuan untuk melakukan aksi teror. </p>
<p>Peran perempuan dalam aktivitas terorisme bisa jadi tidak menguntungkan bagi perempuan, tapi perempuan dihadapkan pada situasi yang beririsan antara dirinya, pasangannya, keluarganya, serta pilihan sikapnya terhadap doktrin keagaamaan juga budaya patriarki yang mengungkungnya. </p>
<p>Tindakan perempuan dalam aksi terorisme masih lebih berat terkait pada posisi mereka dalam segenap situasi yang melingkupi dirinya sebagai penganut agama dan perempuan yang taat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167273/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Tindakan perempuan dalam aksi terorisme masih lebih berat terkait pada posisi mereka dengan segenap situasi yang melingkupi dirinya sebagai penganut agama dan perempuan yang taat.
Mia Dayanti Fajar, Lecturer, International Relations, Universitas Katolik Parahyangan
Elisabeth Dewi, Lecturer, Head of International Relations Dept. Parahyangan Catholic University, Universitas Katolik Parahyangan
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/167633
2021-09-10T08:54:05Z
2021-09-10T08:54:05Z
Membantah teori konspirasi 9/11: pakar teknik menjelaskan runtuhnya Menara Kembar WTC
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/420438/original/file-20210910-13-1t38048.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4209%2C2932&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Roberto Robanne/AP</span></span></figcaption></figure><p>Runtuhnya gedung World Trade Center di New York, Amerika Serikat (AS), oleh hantaman pesawat yang dibajak teroris telah menjadi sorotan publik selama 20 tahun terakhir. Kedua bangunan itu runtuh dalam waktu dua jam setelah tabrakan, dan memicu berbagai penyelidikan serta teori konspirasi.</p>
<p>Pembangunan World Trade Center 1 (Menara Utara) dan World Trade Center 2 (Menara Selatan) dimulai pada 1960-an. Keduanya dibangun dari baja dan beton, menggunakan desain inovatif pada zamannya. Sebagian besar bangunan tinggi sesudahnya menggunakan struktur serupa.</p>
<p>Laporan investigasi atas peristiwa pada 11 September 2001 dilakukan oleh Badan Federal Penanganan Gawat Darurat (<a href="https://www.fema.gov/pdf/library/fema403_ch2.pdf">Federal Emergency Management Agency</a> atau FEMA) dan Institut Nasional untuk Standar dan Teknologi (<a href="https://www.nist.gov/el/final-reports-nist-world-trade-center-disaster-investigation">National Intitute of Standards and Technology</a> atau NIST) AS.</p>
<p>Laporan FEMA terbit pada 2002, diikuti oleh investigasi NIST selama tiga tahun, yang didanai oleh pemerintah federal AS dan terbit pada 2005.</p>
<p>Beberapa teori konspirasi menunjuk pada fakta bahwa penyelidikan NIST didanai oleh pemerintah federal dan menjadi bukti bahwa pemerintah AS ada di balik runtuhnya Menara Kembar, atau setidaknya pemerintah menyadari bahwa kecelakaan itu akan terjadi dan sengaja tidak bertindak.</p>
<p>Meski laporan FEMA dan NIST menuai kritik (dan investigasi yang berlangsung juga bukan tanpa cacat), penjelasan mereka tentang runtuhnya bangunan tersebut diterima secara luas. Mereka menyimpulkan bahwa kecelakaan itu tidak disebabkan oleh pesawat, atau penggunaan bahan peledak, tapi oleh kebakaran yang terjadi di dalam gedung akibat tabrakan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Petugas pemadam kebakaran dan tim penyelamat bekerja di antara reruntuhan World Trade Centrr" src="https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/419934/original/file-20210908-18-1d6m7vf.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Petugas pemadam kebakaran dan penyelamat bekerja di tengah puing reruntuhan World Trade Center di New York pada 13 September 2001. Pada 11 September 2001, dua pesawat ditabrakkan ke menara kembar itu, menyebabkan keduanya runtuh.</span>
<span class="attribution"><span class="source">BETH A. KEISER/EPA</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Bagaimana kedua menara runtuh sedemikian rupa?</h2>
<p>Beberapa orang mempertanyakan mengapa gedung-gedung itu tidak “tumbang” setelah ditabrak pesawat terbang. Namun, kalau kita melihat secara detail, maka jawabannya jelas.</p>
<p>Pesawat terbang terbuat dari bahan yang ringan, misalnya aluminium. Jika kita membandingkan massa pesawat terbang dengan gedung pencakar langit yang tingginya lebih dari 400 meter dan dibangun dari baja dan beton, maka masuk akal bila bangunan itu tidak tumbang.</p>
<p>Kedua menara memiliki lebih dari 1.000 kali massa pesawat, dan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11837-001-0003-1">dirancang untuk menahan</a> beban angin yang berkekuatan lebih dari 30 kali berat pesawat.</p>
<p>Namun, pesawat itu memang menyebabkan kerusakan pada material tahan api di dalam menara, yang melapisi pada penyangga baja dan rangka lantai baja (di bawah pelat beton). Tanpa pelindung tahan api, baja jadi tidak terlindungi.</p>
<p>Sehingga, dampaknya juga secara struktural <a href="https://www.nist.gov/el/final-reports-nist-world-trade-center-disaster-investigation">merusak</a> penyangga baja. Ketika beberapa kolom penyangga rusak, beban yang ditahan akan berpindah ke kolom lain. Inilah sebabnya mengapa kedua menara dapat bertahan dari benturan awal dan tidak langsung runtuh.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/lima-penyebab-kecelakaan-pesawat-terbang-yang-umum-terjadi-105859">Lima penyebab kecelakaan pesawat terbang yang umum terjadi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Keruntuhan bertahap</h2>
<p>Fakta ini juga menjadi bahan bakar salah satu teori konspirasi paling umum seputar 9/11: bahwa sebuah bom atau bahan peledak pasti telah diledakkan di suatu tempat di dalam gedung.</p>
<p>Teori-teori ini berkembang dari rekaman video yang menunjukkan menara dengan cepat runtuh ke bawah beberapa saat setelah tabrakan, layaknya peruntuhan gedung yang terkendali. Bagaimana pun, keruntuhan seperti ini tetap mungkin terjadi meski tanpa bahan peledak.</p>
<p>Apilah yang sesungguhnya menyebabkan keruntuhan ini. Dan api ini diyakini berasal dari sisa bahan bakar pesawat yang terbakar.</p>
<p>Menurut laporan FEMA, kebakaran di dalam gedung menyebabkan pemuaian akibat panas di lantai-lantai secara horizontal dan mengarah keluar, memberikan tekanan pada kolom baja penyangga. Kolom-kolom ini dapat bengkok sedikit tapi tidak bisa bengkok lebih jauh. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/419729/original/file-20210907-17-ceifdd.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/419729/original/file-20210907-17-ceifdd.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=389&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/419729/original/file-20210907-17-ceifdd.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=389&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/419729/original/file-20210907-17-ceifdd.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=389&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/419729/original/file-20210907-17-ceifdd.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=488&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/419729/original/file-20210907-17-ceifdd.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=488&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/419729/original/file-20210907-17-ceifdd.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=488&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Angka ini menunjukkan pelat lantai dan rangka yang meluas yang kemungkinan terjadi akibat kebakaran.</span>
<span class="attribution"><span class="source">FEMA / https://www.fema.gov/pdf/library/fema403_ch2.pdf</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Karena kolom penyangga menahan pemuaian ini, maka tidak ada tempat lain bagi lantai beton untuk dapat mengembang. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di lantai-lantai yang kemudian melengkung ke bawah, hingga akhirnya rangka dan sambungan lantai tak lagi mampu menahannya.</p>
<p>Lantai-lantai yang jebol ini ikut menarik penyangga ke dalam, menekuknya, dan menyebabkan lantai-lantai runtuh. Lantai yang runtuh kemudian jatuh menimpa lantai lain di bawahnya, dan seterusnya hingga terjadi keruntuhan secara bertahap. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/419730/original/file-20210907-15-n8yw7s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/419730/original/file-20210907-15-n8yw7s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/419730/original/file-20210907-15-n8yw7s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/419730/original/file-20210907-15-n8yw7s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/419730/original/file-20210907-15-n8yw7s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/419730/original/file-20210907-15-n8yw7s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/419730/original/file-20210907-15-n8yw7s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tekukan penyangga gedung yang dipicu oleh keadaan lantai.</span>
<span class="attribution"><span class="source">FEMA / https://www.fema.gov/pdf/library/fema403_ch2.pdf</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Penjelasan yang didokumentasikan dalam laporan resmi ini diterima secara luas oleh para ahli sebagai penyebab runtuhnya Menara Kembar. Para ahli <a href="https://www.nist.gov/el/final-reports-nist-world-trade-center-disaster-investigation">memahami</a> bahwa Menara Selatan runtuh lebih cepat karena mengalami lebih banyak kerusakan yang disebabkan oleh tabrakan pesawat, yang merusak lebih banyak bahan tahan api.</p>
<p>Puing-puing reruntuhan Menara Utara membakar setidaknya 10 lantai di World Trade Center 7, atau dikenal sebagai “Gedung 7”, yang juga <a href="https://www.nist.gov/publications/final-report%20-collapse-world-trade-center-building-7-federal-building-and-fire-safety-0">runtuh</a> sekitar tujuh jam kemudian.</p>
<p>Meski muncul banyak teori berbeda mengenai sebab keruntuhan Gedung 7, <a href="https://espace.library.uq.edu.au/data/UQ_9f81895/P003_UQ9f81895_Paper21.pdf?dsi_version=87e49663794e5734a13be9924&e57b0a%201631067602%20&%20Key-Pair-Id%20=%20APKAJKNBJ4MJBJNC6NLQ%20&%20Signature%20=%20BFjdytaaDOoZ4UkNnYkXUS5J5CZrVXDG0C%20%7E%2039s6s3ljwVyI8yeiKjFSWIbVMrPxD2J%20%7E%20YfBgk8AMGWZ2NfJCyn4EOn2KpKGZ8wY-eJXXLmwU3hRbIBGl9sFTIOwNIAuAgPjMPQtIJS6K9vRxvasOJpXnSWZYNc67UOKSZJ84HPu7es-4DcQPn18AmHVq6oBDaCjeIlWZmx9v05H8CaOi9VaT%20%7E%20HPxJR0J46QXyL4w72BoU287X58Z3n6wB5cyeeULUL7zIwQo0HLLofLKfyam5zaKDXghQNVTtwEfaX5l7pj2zVedjbpZiaNQ6KZcR7pO%20%7E%20XuCwmaRM0QgrU-GK2q4pCg">para penyelidik sepakat</a> menyatakan bahwa api adalah penyebab utama kehancuran ini.</p>
<p>Kedua laporan resmi tersebut berimbas pada keluarnya rekomendasi-rekomendasi baru untuk keselamatan terhadap kebakaran pada bangunan pencakar langit lainnya, termasuk rekomendasi peningkatan sistem evakuasi dan tanggap darurat. </p>
<p>Pada 2007, NIST juga menerbitkan <a href="https://www.nist.gov/publications/best-practices-reducing-potential-progressive-collapse-buildings">panduan praktik</a> yang merekomendasikan solusi pengurangan risiko keruntuhan bangunan.</p>
<h2>Dampak bagi gedung pencakar langit</h2>
<p>Sebelum 9/11, keruntuhan gedung semacam ini tidak pernah benar-benar dipahami oleh para insinyur. Bencana tersebut akhirnya menunjukkan pentingnya memiliki “pandangan menyeluruh” tentang prosedur keselamatan terhadap kebakaran pada sebuah bangunan, alih-alih berfokus pada elemen-elemen terpisah.</p>
<p>Sejak saat itu telah ada perubahan pada aturan bangunan dan standar untuk meningkatkan kinerja struktural bangunan bila terjadi kebakaran, serta sarana-sarana bagi orang-orang untuk menyelamatkan diri (misalnya syarat-syarat baru tentang tangga tambahan).</p>
<p>Pada saat yang sama, runtuhnya menara kembar menunjukkan risiko bahaya kebakaran yang sangat nyata di gedung-gedung bertingkat. </p>
<p>Dalam beberapa dekade sejak World Trade Center dirancang, semakin banyak bangunan-bangunan lebih tinggi dan lebih kompleks, karena masyarakat menuntut perumahan yang hemat biaya, namun berkelanjutan, di kota-kota besar.</p>
<p>Saat ini, 86 dari <a href="https://www.skyscrapercenter.com/buildings">100 bangunan tertinggi</a> di dunia dibangun pasca 9/11. Pada masa yang sama telah terjadi peningkatan besar dalam kejadian kebakaran fasad bangunan di seluruh dunia, yaitu <a href="https://www.koreascience.or.kr/article/JAKO201809355933912.page">meningkat tujuh kali lipat</a> selama tiga dekade terakhir.</p>
<p>Peningkatan ini sebagian dapat dikaitkan dengan penggunaan secara luas material pelapis (<em>cladding</em>) yang dapat terbakar. Pelapis ini dipasarkan sebagai bahan yang inovatif, hemat biaya, dan ramah lingkungan. Namun bahan ini memiliki kekurangan signifikan dalam memberikan keselamatan atas kebakaran, yang dibuktikan oleh <a href="https://www.bbc.com/news/uk-%2040301289">bencana kebakaran hunian 24 lantai Grenfell pada 2017</a> di Inggris.</p>
<p>Kebakaran Grenfell (dan kebakaran <em>cladding</em> serupa) adalah bukti keselamatan terhadap kebakaran di gedung-gedung tinggi masih menjadi masalah. </p>
<p>Seiring struktur bangunan menjadi semakin tinggi dan kompleks, dengan desain dan bahan yang semakin baru dan inovatif, pertanyaan-pertanyaan seputar keselamatan atas kebakaran akan semakin sulit dijawab.</p>
<p>Peristiwa 9/11 mungkin sulit untuk diramalkan, tapi kebakaran yang menyebabkan runtuhnya menara pada hakikatnya dapat lebih diwaspadai.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ideologi-dan-agama-hanya-sebagian-alasan-aksi-terorisme-pasca-11-september-91846">Ideologi dan agama hanya sebagian alasan aksi terorisme pasca 11 September</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167633/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>David Oswald menerima dana dari berbagai organisasi termasuk Association of Researchers in Construction Management and the Australian Housing and Urban Research Institute. Dia terafiliasi dengan The Institute of Civil Engineers sebagai Associate Editor untuk jurnal.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Erica Kuligowski saat ini menerima dana National Institute of Standards and Technology's (NIST) Measurement Science dan Engineering Grants Program (sebagai subkontraktor). Dia terafiliasi dengan the Society of Fire Protection Engineers (SFPE) sebagai Section Editor untuk Handbook of Fire Protection Engineering (Human Behaviour Section) dan sebagai anggota Board of Governors for the SFPE Foundation. Juga dari 2002 hingga 2020, Erica bekerja sebagai peneliti teknik dan sosial di Engineering Laboratory di National Institute of Standards and Technology. Selama di NIST, Erica bekerja untuk Investigasi Teknis pada Bencana WTC 2001 oleh NIST sebagai anggota Project 7: Occupant Behavior, Egress, and Emergency Communications.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Kate Nguyen menerima dana dari Australian Research Council dan program yang didanai pemerintah/industri lainnya. Dia anggota Society of Fire Safety, Engineers Australia. Pandangan dan opini dia dalam artikel ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili institusi tempat ia bekerja. </span></em></p>
Gedung-gedung WTC dirancang untuk mampu menahan tekanan angin 30 kali lebih besar dari berat pesawat.
David Oswald, Senior Lecturer in Construction, RMIT University
Erica Kuligowski, Vice-Chancellor's Senior Research Fellow, RMIT University
Kate Nguyen, Senior Lecturer, ARC DECRA Fellow and Victoria Fellow, RMIT University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/161282
2021-09-10T02:30:21Z
2021-09-10T02:30:21Z
Tiga cara sistem pendidikan Indonesia bisa berperan mencegah radikalisme dan ideologi kekerasan
<p>Dalam menangani kasus terorisme, pemerintah Indonesia seringkali mengandalkan pendekatan keamanan, misalnya dengan <a href="https://www.antaranews.com/berita/1908208/kapolri-selama-2020-polri-tangkap-228-tersangka-teroris">banyak melakukan penangkapan</a> terhadap terduga kelompok terorisme.</p>
<p>Meski penangkapan telah banyak dilakukan, insiden seperti bom bunuh diri <a href="https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/28/03/2021/pengamat-intelijen-duga-bom-bunuh-diri-sebagai-serangan-balas-dendam/">masih terus terjadi</a>. Bahkan, beberapa di antaranya dilatarbelakangi keinginan balas dendam pelaku atas penangkapan yang dilakukan terhadap anggota kelompok mereka. </p>
<p>Ini dapat mengindikasikan bahwa pendekatan keamanan hanya efektif untuk merespons insiden terkini, namun tidak efektif sebagai <a href="https://www.britishcouncil.org/sites/default/files/discussion_paper_building_resistance_to_violent_extremism_finalv1.pdf">solusi jangka panjang</a>.</p>
<p>Sementara itu, strategi penanggulangan terorisme secara global telah berkembang sehingga <a href="https://www.internationalaffairs.org.au/australianoutlook/indonesias-nap-cve-as-an-instrument-of-a-gendered-non-traditional-security-approach-in-indo-pacific/">tidak terbatas</a> pada pendekatan keamanan saja, tapi juga melibatkan pendekatan lain seperti melalui <a href="https://www.nrc.no/globalassets/pdf/position-papers/170622-cve-and-the-role-of-education-in-humanitarian-action---fv.pdf">sektor pendidikan</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=423&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=423&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=423&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/419731/original/file-20210907-23-1e8quua.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Seorang anak mewarnai gambar tentang keberagaman agama di Indonesia dalam perlombaan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kegiatan ini sebagai upaya mendidik anak-anak tentang nilai toleransi beragama di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pendidikan yang berkualitas dapat menciptakan kondisi yang <a href="https://www.researchgate.net/publication/339953591_The_Role_of_Education_in_the_Prevention_of_Radicalization_and_Violent_Extremism_in_Developing_Countries">membuat radikalisme sulit tumbuh</a> serta membangun <a href="https://en.unesco.org/sites/default/files/policymakr.pdf">ketahanan</a> untuk mencegah anak menyerap ideologi tersebut.</p>
<p>Melalui tulisan ini, kami merekomendasikan tiga cara agar sistem pendidikan Indonesia dapat mendukung pencegahan tumbuhnya radikalisme.</p>
<h2>1. Bangun kurikulum berpikir kritis</h2>
<p>Kelompok terorisme kerap menyebarkan ideologi mereka melalui propaganda yang menggugah.</p>
<p>Artinya, salah satu cara terbaik untuk memutusnya adalah dengan mempromosikan <a href="https://www.globalcenter.org/wp-content/uploads/2013/12/Dec13_Education_Expert_Meeting_Note.pdf">muatan kurikulum berpikir kritis</a>. </p>
<p>Kurikulum berpikir kritis dapat membangun kemampuan anak untuk menyelesaikan masalah dan melihat segala sesuatu <a href="https://prevention.kg/wp-content/uploads/2019/07/Prevention-of-Violent-Extremism-through-Education-in-Central-Asia-.pdf">dengan cara pandang yang beragam</a> – terutama masalah terkait identitas, keberagaman, dan ideologi yang muncul seiring mereka tumbuh dewasa.</p>
<p>Menurut <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0190740919307972">studi yang dilakukan di Hong Kong</a> pada 2019, kemampuan berpikir kritis dapat menurunkan sikap etnosentrisme – atau anggapan bahwa budaya dan cara pandang mereka adalah yang terbaik – di antara para partisipan.</p>
<p>Dalam konteks radikalisme, kemampuan berpikir kritis ini diharapkan membuat anak <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/182675/DFE-RR119.pdf">menjadi lebih skeptis</a> terhadap penyelesaian berbagai masalah dan konflik melalui cara-cara kekerasan.</p>
<p>Indonesia pada tahun ini mulai berupaya memasukkan muatan berpikir kritis di lingkup pendidikan sebagai strategi pencegahan ekstremisme dan ideologi kekerasan, melalui <a href="https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176329/Lampiran_Perpres_Nomor_7_Tahun_2021.pdf">Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021</a>.</p>
<p>Langkah ini patut diapresiasi karena di antaranya memuat kurikulum berpikir kritis sejak sekolah dasar (SD) hingga pendidikan tinggi. Strategi ini juga <a href="https://toolkit.thegctf.org/Portals/1/Documents/En/Abu-Dhabi-Memorandum-ENG.pdf?ver=2017-12-11-162737-823">sejalan dengan rekomendasi praktik global</a> untuk mengajarkan berpikir kritis sedini mungkin sesuai perkembangan kognitif anak.</p>
<h2>2. Gencarkan pendidikan literasi media</h2>
<p>Kelompok terorisme seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15377857.2020.1869812?journalCode=wplm20">menggunakan media sosial</a> sebagai sarana menyebarkan propaganda dan merekrut anggota baru.</p>
<p>Strategi tersebut berhasil memengaruhi banyak warga Indonesia untuk <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43848676">berangkat ke wilayah konflik</a> dan berjuang di bawah bendera ISIS.</p>
<p>Beberapa <a href="https://www.bbc.com/indonesia/dunia-47042930">kelompok terorisme</a> biasanya menggunakan kewajiban agama sebagai propaganda untuk menggalang dukungan. Masalah sosial lain seperti kemiskinan dan ketimpangan juga dimanfaatkan sebagai pesan yang memikat banyak orang untuk bergabung.</p>
<p>Untuk mencegahnya, sistem pendidikan dapat menyediakan muatan literasi media agar anak memiliki kemampuan dalam <a href="https://www.gcedclearinghouse.org/sites/default/files/resources/190483eng.pdf">memilih dan mengevaluasi informasi</a> yang dikonsumsi. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/418503/original/file-20210830-25-6nbxfk.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Dua pelajar memilih buku di perpustakaan keliling pada saat Hari Aksara Internasional di Jawa Timur.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(ANTARA FOTO/Umarul Faruq)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Beberapa praktik yang bisa dilakukan adalah dengan <a href="https://www.dhs.gov/sites/default/files/publications/Countering%20the%20Appeal%20of%20Extremism%20Online_1.pdf">melatih keterampilan dasar anak</a> untuk melakukan verifikasi sumber informasi, sehingga anak dapat menilai validitas dan keaslian suatu informasi saat mengonsumsinya via berbagai platform media.</p>
<p><a href="http://www.demos.co.uk/files/Truth_-_web.pdf">Sebuah studi</a> yang dilakukan pada lebih dari 500 guru dan murid di Inggris, misalnya, menemukan bahwa 1 dari 4 anak tidak melakukan pengecekan atau verifikasi ketika mengunjungi situs daring yang baru dikunjungi. Selain itu, hanya terdapat 1 dari 10 yang mempertanyakan tujuan dan latar belakang berbagai situs di internet.</p>
<p>Harapannya, berbagai praktik di atas dapat membantu anak untuk tidak mudah terperangkap dalam pesan-pesan kekerasan ketika berhadapan dengan propaganda bermuatan radikalisme.</p>
<h2>3. Bangun ruang yang aman bagi anak untuk berdiskusi dan berpendapat</h2>
<p>Dua rekomendasi di atas hanya akan dapat terlaksana jika anak mendapatkan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk melatih cara mereka berpikir.</p>
<p>Tentunya ini tidak terlepas dari <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14675986.2019.1540102">seberapa terbuka dan aman lingkungan sekitar</a> menerima pendapat anak.</p>
<p>Salah satu lingkungan terdekat anak, yakni sekolah, dapat berperan dengan cara menerapkan praktik pembelajaran yang membantu anak memahami berbagai topik dan materi yang kompleks yang biasanya tabu – dari agama, identitas, hingga tradisi – secara lebih terbuka.</p>
<p>Dengan iklim belajar seperti ini, anak akan semakin terlatih untuk menghormati proses diskusi dan berani mempertanyakan kembali berbagai asumsi, prasangka, dan bias yang selama ini mereka yakini.</p>
<p>Salah satu <a href="https://ec.europa.eu/home-affairs/sites/default/files/what-we-do/networks/radicalisation_awareness_network/ran-best-practices/docs/ran_collection-approaches_and_practices_en.pdf">praktik</a> yang dapat diterapkan adalah membangun ruang diskusi di kelas untuk menceritakan pengalaman pribadi anak mengenai berbagai topik menantang di atas.</p>
<p>Mendengarkan cerita dari teman-teman mereka akan membantu anak membangun empati terhadap beragam sudut pandang yang berbeda.</p>
<h2>Merancang pendidikan anti-radikalisme: jalan panjang ke depan</h2>
<p>Saat ini, sistem pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan untuk memenuhi tiga rekomendasi di atas.</p>
<p>Kita masih <a href="https://wenr.wes.org/2019/03/education-in-indonesia-2#:%7E:text=Common%20quality%20problems%20include%20inadequate,a%20bachelor's%20degree%20or%20less.">menemui berbagai hambatan</a> terkait akses pendidikan yang terbatas, kualitas dan ketersediaan tenaga pengajar yang masih rendah, fasilitas pendidikan yang tidak merata, serta kurikulum yang terus berubah setiap tahun tanpa proses evaluasi yang memadai.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-perda-keagamaan-memberi-ruang-bagi-sekolah-untuk-paksakan-pemakaian-jilbab-dan-mengikis-hak-pelajar-minoritas-154080">Bagaimana perda keagamaan memberi ruang bagi sekolah untuk paksakan pemakaian jilbab dan mengikis hak pelajar minoritas</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Jika akses dan kualitas pendidikan belum merata, misalnya, akan selalu ada anak yang lebih berisiko terpapar radikalisme – sebaik apa pun program pencegahan yang ada.</p>
<p>Terbitnya <a href="https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176329/Lampiran_Perpres_Nomor_7_Tahun_2021.pdf">Perpres Nomor 7 Tahun 2021</a> tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme dapat menjadi momentum untuk memperbaki hal ini.</p>
<p>Harapannya, kerja sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam melawan radikalisme – terutama di lingkup pendidikan – tak lagi hanya jargon semata. Melawan kelompok terorisme memerlukan pendekatan yang komprehensif, bukan hanya pendekatan keamanan saja. </p>
<p>Pemerintah dan sistem pendidikan juga perlu memastikan agar tidak ada kebijakan yang justru menghambat, seperti mengeluarkan anak dari sekolah, membuat kebijakan diskriminatif, atau bentuk hukuman lainnya karena anak menyampaikan pendapat.</p>
<p>Pendidikan adalah garda terdepan untuk mengajak anak dan kaum muda menjauh dari kelompok terorisme.</p>
<p>Pendekatan seperti kurikulum berpikir kritis dan literasi media, serta lingkungan aman untuk anak berpendapat adalah investasi jangka panjang dan kesempatan terbaik untuk mencegah perkembangan radikalisme.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/161282/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Melalui tulisan ini, kami merekomendasikan tiga cara agar sistem pendidikan Indonesia dapat mendukung pencegahan tumbuhnya ideologi kekerasan dan ekstremisme.
Muhamad Bill Robby, Research and advocacy assistant, PUSKAPA
Chaula Rininta Anindya, PhD Student in International Relations, Ritsumeikan University
Putri K. Amanda, Head of Programs, PUSKAPA
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/160465
2021-05-06T08:18:47Z
2021-05-06T08:18:47Z
Bagaimana anak muda dan perempuan terlibat dalam terorisme?
<iframe src="https://open.spotify.com/embed/episode/4dmYkRHe9IIx9Mt1b6Ndem" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Pada akhir bulan Maret lalu, publik kaget menyaksikan dua serangan teror yang melibatkan pelaku perempuan dan generasi milenial.</p>
<p>Seorang perempuan berusia 25 tahun <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56579674">tewas ditembak</a> aparat setelah melakukan serangan di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta. </p>
<p>Serangan itu terjadi hanya tiga hari setelah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/03/28/15194971/kronologi-bom-bunuh-diri-di-depan-katedral-makassar-menurut-polri">serangan bunuh diri</a> oleh dua pelaku di luar gereja katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Para pelaku pengeboman adalah suami-istri; <a href="https://www.dw.com/id/10-fakta-pengantin-baru-pelaku-bom-gereja-makassar/a-57046246">si suami berusia 25 tahun dan sang istri 20 tahun</a>.</p>
<p>Haula Noor, kandidat doktor di Australian National University di Canberra, Australia, dalam melakukan penelitian pernah mewawancarai 31 keluarga pejuang jihad. </p>
<p>Haula menjelaskan bagaimana di satu sisi, masa remaja adalah usia yang rentan terkena paparan radikalisasi, dan di sisi lain, perempuan mendapat legitimasi dari kelompok teroris untuk melakukan aksi.</p>
<p>Dengarkan obrolan lengkapnya di <a href="https://open.spotify.com/show/2Iqni2kGMzbzeJxvKiTijD?si=-RFS0fC1SJia2GLExHoj8A">podcast SuarAkademia</a>, di mana kami akan hadir rutin memandu sahabat TCID untuk memahami berbagai isu yang sedang hangat, bersama akademisi dan para editor kami.</p>
<p>SuarAkademia - <em>ngobrol</em> seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/160465/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Kami ngobrol dengan Haula Noor, kandidat doktor di Australian National University, tentang bagaimana anak muda dan perempuan dapat terlibat dalam aksi terorisme.
Andre Arditya, Editor Politik + Masyarakat
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/158378
2021-04-08T08:27:49Z
2021-04-08T08:27:49Z
Bagaimana perempuan, anak muda terlibat dalam aksi terorisme
<p>Minggu lalu, publik dikagetkan oleh dua serangan teror yang melibatkan pelaku perempuan dan generasi milenial.</p>
<p>Seorang perempuan 25 tahun <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56579674">tewas ditembak</a> aparat setelah melakukan serangan di Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Jakarta pada akhir Maret.</p>
<p>Serangan itu terjadi hanya tiga hari setelah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/03/28/15194971/kronologi-bom-bunuh-diri-di-depan-katedral-makassar-menurut-polri">serangan bunuh diri</a> oleh dua pelaku di luar gereja katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Para pelaku pengeboman adalah suami-istri; <a href="https://www.dw.com/id/10-fakta-pengantin-baru-pelaku-bom-gereja-makassar/a-57046246">si suami berusia 25 tahun dan sang istri 20 tahun</a>.</p>
<p>Aktor utama kedua serangan tersebut adalah perempuan dan berusia relatif masih muda. Berdasarkan pengalaman saya mewawancarai 31 keluarga pejuang jihad pada 2016, saya akan menjelaskan bagaimana perempuan dan generasi muda bisa terlibat dalam gerakan terorisme.</p>
<h2>Sejarah keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme</h2>
<p>Perempuan telah ambil bagian dalam jihad sejak Abad ke-19, dan telah secara aktif berperan di dunia terorisme <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/08974454.2019.1633612">sejak 1970-an</a>. </p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir, perempuan melibatkan diri dalam aksi terorisme karena legitimasi dari kelompoknya.</p>
<p>Sebuah penelitian pada 2018 di Indonesia, menemukan bahwa selain faktor legitimasi, perempuan bergabung dengan organisasi ekstrem juga karena <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09546553.2018.1481269">terdorong secara emosional</a>. </p>
<p>Mereka merasa lebih dihargai, lebih berdaya, dan ingin memperkuat hubungan dengan anggota lain. </p>
<p>Jaringan al-Qaeda awalnya memandang bahwa membolehkan perempuan berjihad sebagai ‘<a href="https://www.cambridge.org/core/books/caravan/F92B16194E70D55E6ABF362A06271E71">kejahatan besar</a>’.</p>
<p>Osama bin Laden, pemimpin al-Qaeda, mengapresiasi peran perempuan dalam jihad dengan melahirkan generasi pejuang baru dan mendukung jihad suami mereka. </p>
<p>Namun, pada 2005, Abu Mus’ab Az-Zarqawi, seorang pemimpin al-Qaeda dari Yordania, menjadi orang pertama yang membolehkan perempuan angkat senjata. </p>
<p>Ia menggunakan partisipasi perempuan untuk mempermalukan para lelaki yang tidak mau berjihad. Perempuan juga dianggap tidak terlalu mencurigakan sehingga memiliki nilai strategis. </p>
<p>Sejak saat itu, aksi bom bunuh diri oleh perempuan memasuki <a href="http://library.fes.de/pdf-files/bueros/amman/13996.pdf">fase baru</a>. </p>
<p>Organisasi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) juga mengubah kebijakan mereka. Pada 2006, mereka masih menekankan bahwa “<a href="https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/download/9866/3034">jihad adalah tanggung jawab laki-laki</a>.” </p>
<p>Namun, anjuran tersebut berubah ketika ISIS terus mengalami kekalahan dan kehilangan teritorial. Pada 2017, mereka menyatakan bahwa “<a href="https://www.lowyinstitute.org/publications/behind-veil-women-jihad-after-caliphate">perempuan Muslim harus memenuhi tugas mendampingi para pejuang di medan perang, dengan berbagai cara”</a>.</p>
<p>Pada 2015 di Indonesia, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) - yang mendukung ISIS, menyerukan supaya anggota yang tidak bisa lagi hijrah ke Suriah <a href="http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/75/The-Surabaya-Bombings-and-the-Future-of-ISIS-in-Indonesia">agar melakukan jihad di Indonesia</a>.</p>
<p>Bagi perempuan seruan ini melegitimasi keterlibatan mereka dalam aksi terorisme. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/relasi-dengan-keluarga-dan-suami-menjadi-motif-teroris-perempuan-dalam-lakukan-aksi-mereka-158409">Relasi dengan keluarga dan suami menjadi motif teroris perempuan dalam lakukan aksi mereka</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kerentanan anak muda</h2>
<p>Ketiga pelaku adalah <a href="https://www.pewresearch.org/fact-tank/2019/01/17/where-millennials-end-and-generation-z-begins/">generasi milenial</a>, generasi yang mendominasi lebih dari sepertiga populasi Indonesia. </p>
<p>Menurut sebuah riset pada 2020, generasi milenial Indonesia memiliki karakteristik antara lain <a href="http://indonesiabaik.id/infografis/yuk-kenalan-dengan-millenial-indonesia">kecanduan internet, memiliki loyalitas rendah, cuek dengan politik, mudah beradaptasi, dan suka berbagi</a>.</p>
<p>Kecanduan internet dan rendahnya loyalitas menjadi celah masuknya ideologi-ideologi tertentu, termasuk terorisme.</p>
<p>Dalam psikologi, <a href="https://wwnorton.com/books/9780393311440">loyalitas</a> merupakan kebutuhan individu untuk dapat meletakkan kesetiaan mereka terhadap sesuatu atau seseorang. Loyalitas terbentuk di usia 12-19 tahun, yaitu periode pembentukan identitas.</p>
<p>Dalam penelitian yang sedang saya lakukan terhadap keluarga dan peran mereka dalam menciptakan pejuang jihad, saya menemukan bahwa keluarga memiliki peran langsung dan tidak langsung dalam menumbuhkan loyalitas terhadap ideologi ekstrem.</p>
<p>Sebagai unit pertama yang berperan sebagai agen sosialisasi, keluarga memiliki peran menumbuhkan loyalitas tersebut melalui transmisi nilai-nilai yang diyakini. </p>
<p>Jika keluarga gagal menumbuhkan loyalitas, anak-anak akan mencarinya melalui organisasi atau figur-figur karismatik di luar keluarga. </p>
<p>Akibatnya anak-anak rentan terhadap radikalisasi, baik yang dilakukan oleh organisasi atau radikalisasi diri sendiri. </p>
<p>Individu semacam ini disebut sebagai <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1057610X.2016.1237219?casa_token=Pz38VQCBO2EAAAAA%3A1X_pYRAntkKB92fVMcgmm4H4wYapC3L2VVgU8nj_feoUxwYhBnSA9D040phqvYKC95V8JNOfRwsvyA">‘individu yang mudah dipetik’</a>. </p>
<p>Mereka tidak hanya rentan terpapar ideologi radikal, tetapi juga rentan bergabung dengan organisasi teroris. </p>
<p>Akses internet dan kemampuan menggunakannya menjadi alat sekaligus kesempatan untuk terhubung dengan nilai-nilai dari luar. </p>
<p>Kenapa terorisme menjadi pilihan mereka yang sedang mencari jati diri? </p>
<p><a href="https://foreignpolicy.com/2016/01/07/frances-oedipal-islamist-complex-charlie-hebdo-islamic-state-isis">Penelitian di Prancis</a> menemukan bahwa terorisme adalah bentuk pemberontakan anak muda dan bukan semata-mata karena mereka radikal. </p>
<p>Beberapa aksi teror di Prancis antara 2014 dan 2016 dilakukan oleh anak muda Muslim dari generasi kedua. Generasi ini mengklaim diri sebagai generasi yang kembali pada <a href="https://foreignpolicy.com/2016/01/07/frances-oedipal-islamist-complex-charlie-hebdo-islamic-state-isis/">identitas keislaman otentik yang selama ini ditinggalkan orang tua mereka</a>. </p>
<p>Ideologi ekstremisme menyediakan ajaran Islam yang mudah dipahami, jawaban pasti atau hitam-putih terhadap masalah, dan penebusan dosa yang instan. </p>
<p>Hal ini memberikan dampak langsung terhadap pencarian jati diri mereka. Mereka merasa telah menjadi seorang Muslim yang lebih baik dibandingkan orang lain di sekitarnya, bahkan orang tua mereka. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/napi-terorisme-perempuan-dianggap-berperan-kecil-di-jaringan-teroris-terpinggirkan-di-penjara-156576">Napi terorisme perempuan: dianggap berperan kecil di jaringan teroris, terpinggirkan di penjara</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengoptimalkan kebijakan</h2>
<p>Baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/157948/perpres-no-7-tahun-2021">Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (PE)</a> Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024. </p>
<p>Di antara fokus-fokus kerja dalam RAN PE tersebut, ada dua fokus yang sangat terkait dengan keterlibatan perempuan dan generasi muda: penguatan daya tahan kelompok rentan, dan pencegahan radikalisme dan terorisme di kelompok anak.</p>
<p>Sayangnya, strategi dan aksi pencegahan dalam RAN PE belum secara efektif menyasar perempuan dan kelompok rentan, yaitu anak-anak dan pemuda. </p>
<p>Pemerintah perlu mempertimbangkan sejumlah hal untuk mengoptimalkan pelaksanaan RAN PE.</p>
<p>Pertama, pemerintah perlu melibatkan keluarga ke dalam strategi pencegahan terorisme dan radikalisme di kelompok anak. </p>
<p>Keluarga memiliki peran penting dalam mentransmisi nilai-nilai inklusif dan toleran kepada anak. </p>
<p>Pemerintah juga perlu memberikan pemahaman komprehensif mengenai ancaman ekstremisme kepada keluarga atau orang tua. Orang tua perlu memahami apa dampak dan bagaimana mengidentifikasi tanda-tanda radikalisasi telah terjadi pada anak-anak mereka. </p>
<p>Sebuah studi pada <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1057610X.2016.1266824">remaja Belgia dan Belanda</a> yang bergabung dengan ISIS di Suriah antara 2012-2015 menemukan bahwa banyak dari orang tua para remaja ini justru tidak peduli dan menyangkal bahwa anak-anak mereka telah terpapar radikalisasi. </p>
<p>Kedua, pemerintah perlu mengoptimalkan peran remaja yang sebelumnya telah terhasut ideologi ekstremisme dalam kampanye pencegahan. </p>
<p>Sosok seperti <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43848676">Nurshadrina Khaira Dhania</a> dan <a href="https://www.bbc.com/news/av/51361484">Nada Fedulla</a> - dua remaja perempuan yang pernah menganut ideologi ekstrem dan pernah hidup di bawah naungan ISIS - dapat menjadi pintu masuk. </p>
<p>Sejak kepulangannya dari Suriah pada 2017, Nurshadrina mulai membagikan pengalaman pahitnya hidup sebagai kampanye anti-ISIS. Nada masih tertahan di kamp pengungsian di Suriah; ia menyesal dan ingin kembali ke Indonesia.</p>
<p>Melalui forum-forum berbagi pengalaman diharapkan dapat tercipta solidaritas antar remaja, khususnya perempuan untuk sama-sama menutup pintu masuknya ideologi ekstrem di kalangan mereka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158378/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Haula Noor tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Di satu sisi perempuan mendapat legitimasi dari kelompok teroris untuk melakukan aksi; di sisi lain, remaja adalah usia rentan paparan radikalisasi.
Haula Noor, PhD Candidate at Coral Bell School of Asia Pacific Affairs , Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/158409
2021-04-07T03:29:14Z
2021-04-07T03:29:14Z
Relasi dengan keluarga dan suami menjadi motif teroris perempuan dalam lakukan aksi mereka
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/393539/original/file-20210406-21-1fjqkp0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">antarafoto pengamanan mabes polri aaa</span> </figcaption></figure><p>Dua serangan teroris yang baru terjadi <a href="https://www.viva.co.id/berita/nasional/1360726-serangan-teror-di-makassar-merembet-ke-mabes-polri">di Jakarta dan Makassar, Sulawesi Selatan</a> melibatkan aktor perempuan. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: mengapa perempuan memilih menjadi teroris?<br>
Keterlibatan perempuan dalam kelompok ekstremis kekerasan <a href="https://www.jstor.org/stable/128603?seq=1#metadata_info_tab_contents">bukanlah hal baru</a>. Sejumlah kelompok ekstremis kekerasan seperti <a href="https://www.hsdl.org/?view&did=18630">Macan Tamil di Sri Lanka</a> dan <a href="https://www.journals.uchicago.edu/doi/10.1086/512624">Hamas di Palestina</a> telah melibatkan kaum perempuan sebagai martir dalam aksi serangan bom bunuh diri. </p>
<p>Penelitian menjelaskan para teroris melakukan aksinya untuk<a href="https://psycnet.apa.org/doiLanding?doi=10.1037%2Fpac0000371"> menunjukkan </a> betapa pentingnya keberadaan mereka dalam perjuangan yang dilakukan oleh kelompoknya. Mereka menganggap bahwa mereka menjadi penting dan berarti setelah mengorbankan diri mereka dalam aksi radikal. </p>
<p>Namun, pada teroris perempuan, motif mereka bersifat sangat personal. </p>
<p>Penelitian yang saya lakukan sejak 2017 menunjukkan bahwa pengaruh relasi dengan orang-orang terdekat yang signifikan, lebih khusus lagi suami, bisa mendorong seorang perempuan untuk menjadi teroris. </p>
<h2>Hubungan relasi</h2>
<p>Pada 2017, saya mewawancarai <a href="https://www.bbc.com/indonesia/41021645">Dian Yulia Novita</a>, perempuan yang ditangkap polisi karena dituduh terlibat dalam rencana pengeboman Istana Negara di Jakarta, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161219142630-12-180707/polri-perempuan-tersangka-teror-di-purworejo-calon-pengantin">Ika Puspitasari</a>, calon pelaku bom bunuh diri yang disiapkan beraksi di luar Jawa pada 2016, dan <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/kelompok-teroris-manfaatkan-media-sosial-sebarkan-radikalisme.html">Anggi Indah Kusuma</a> yang pernah merencanakan pengeboman di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat, pada 2017.</p>
<p>Ketiga perempuan ini adalah tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri yang harus berpisah dengan orang-orang terdekat mereka termasuk orang tua.</p>
<p>Sejak lulus SMP, Dian telah pergi meninggalkan kampung halamannya di Cirebon, Jawa Barat, dan bekerja di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sejak saat itu Dian menjadi tulang punggung keluarga. </p>
<p>Selama menjadi TKW, Dian mengalami berbagai pembatasan sosial, dan lebih banyak menghabiskan waktunya pada masa muda untuk bekerja.</p>
<p>Hingga pada usia 28 tahun, Dian ingin memperdalam ilmu agamanya dengan tujuan untuk memperbaiki diri, yang akhirnya membawa dirinya berkenalan dengan ideologi ISIS. </p>
<p>Dian berasal dari keluarga yang minim pemahaman agamanya. Menurut dia, orang tuanya masih percaya pada hal-hal yang berbau syirik. Dian bercerita kalau orang tuanya masih percaya dukun. Hal ini sempat membuatnya gundah, hingga ia menghindari keluarganya yang semula hubungan mereka sangat dekat. Ia khawatir goyah jika masih terus berhubungan dekat dengan orang tuanya. Ia ingin mempertahankan keyakinan agamanya sampai akhir hidupnya. </p>
<p>Pengalaman yang mirip juga dialami oleh Ika dan Anggi, mantan TKW dari Hong Kong. </p>
<p>Peran suami yang juga merupakan anggota jaringan, sangat kuat dalam mempengaruhi keputusan mereka untuk mendukung ideologi terorisme. </p>
<p>Suami Dian, <a href="https://nasional.tempo.co/read/828848/dua-terduga-teroris-yang-ditangkap-di-solo-jaringan-solihin">M Nur Solihin</a>, adalah pendukung ISIS. Dian dan suaminya berkomunikasi dan menerima uang untuk pendanaan aksi bom bunuh diri dari <a href="https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum%20/16/12/11/oi0bvd330-pelaku-bom-bekasi-berkomunikasi-dengan-bahrun-naim-via-telegram">Bahrun Naim</a>, salah seorang pimpinan ISIS Indonesia yang diketahui berada di Suriah.</p>
<p>Kisah seperti Dian terjadi juga pada Ika. Ika juga menikah dengan anggota kelompok pendukung ISIS secara online. Hingga ia ditahan oleh Densus, Ika belum pernah sekalipun bertemu dengan suaminya secara langsung.</p>
<p>Sementara Anggi yang selama menjadi TKW aktif menyebarkan propaganda ISIS di media sosial yang menyebabkan ia dideportasi pada akhir 2016. Pada 2017, Anggi <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/download_file/f7e50af8739ab77aa34afc1af18dee72/zip/f29cd0657d577b715addb04a225d9590">ditangkap kembali</a> oleh Densus karena merencanakan aksi bom di Jakarta dan Bandung bersama suaminya <a href="https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/indonesian-duo-in-terror-plot-face-death-penalty">Adilatul Rahman</a>.</p>
<h2>Pengaruh orang terdekat</h2>
<p>Mengapa hubungan dengan orang terdekat bisa mendorong seorang perempuan masuk ke lorong radikalisasi?</p>
<p>Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih memandang penting relasi.
Bagi perempuan, penghargaan terhadap dirinya seringkali bersumber dari orang-orang di sekitarnya, salah satunya suami.</p>
<p>Dalam perkembangan identitas dirinya, peran pasangan bagi perempuan sangat penting.<br>
Ahli Psikologi dari New York University, Amerika Serikat, Carol Gilligan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/BF02139255">menjelaskan </a> bahwa bahwa pembentukan identitas diri perempuan tidak dapat dipisahkan dengan laki-laki. Menurut dia, seorang perempuan cenderung terus mengalami krisis identitas sampai ia menemukan pasangan.</p>
<p>Hal ini menjelaskan mengapa kelompok perempuan banyak direkrut melalui jalur perkawinan. Karena pasangan adalah figur signifikan yang berperan tidak hanya memenuhi identitas diri dan kebermaknaannya sekaligus, pasangan laki-laki juga dapat berperan sebagai figur otoritas yang memberikan justifikasi ideologi untuk memenuhi kebutuhan kepastian.</p>
<p>Konteks Indonesia sebagai bangsa yang menganut budaya kolektif juga turut berpengaruh. Studi yang dilakukan penulis pada sel teroris di Indonesia <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2020.00333/full">menunjukkan </a> bahwa relasi atas dasar kepercayaan, baik pertemanan maupun persaudaraan, memainkan peranan penting dalam jejaring sel teroris.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158409/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mirra Noor Milla tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Motif teroris perempuan bersifat sangat personal
Mirra Noor Milla, Associate professor at Faculty of Psychology, Universitas Indonesia
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/156576
2021-03-18T06:51:47Z
2021-03-18T06:51:47Z
Napi terorisme perempuan: dianggap berperan kecil di jaringan teroris, terpinggirkan di penjara
<p>Perkembangan sistem penanganan napi teroris perempuan tidak secepat peningkatan jumlah. Stereotip keliru tentang napi terorisme perempuan - antara kolaborator pasif atau monster dengan gangguan jiwa - serta jumlah mereka yang relatif sedikit membuat mereka bukan prioritas. </p>
<p>Akibatnya, pembinaan napi teroris perempuan dibebankan secara tidak seimbang kepada lembaga pemasyarakatan (lapas), khususnya wali pemasyarakatan. Mereka harus berinovasi dari prosedur yang ada dan mencoba berbagai cara untuk membina napi teroris. </p>
<p>Padahal, itu tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan dan memonitor dinamika napi teroris perempuan dalam penjara, misalnya mengasuh anak, pentingnya menjaga aurat, dan berinteraksi dengan lawan jenis. </p>
<p>Namun, sebuah peraturan presiden baru tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (<a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/157948/perpres-no-7-tahun-2021">RAN-PE</a>), yang disahkan Januari ini, diharapkan bisa mengatasi hal ini. </p>
<h2>Perempuan dalam jaringan kekerasan</h2>
<p><a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44097913">Aksi Bom Surabaya</a> di Jawa Timur pada 2018 yang dilakukan satu keluarga, termasuk ibu dan anak-anaknya, cukup membuka mata publik akan peran perempuan dalam aksi teror. </p>
<p>Sayangnya, stereotip bahwa perempuan hanya berperan sebagai pemeran pendukung dan tidak memiliki keberdayaan masih kental. Selama ini, citra perempuan dalam jaringan terorisme terkesan liyan. </p>
<p>Perempuan seringkali dianggap secara naluriah cinta damai dan diposisikan sebagai <a href="https://genderandsecurity.org/projects-resources/research/duped-examining-gender-stereotypes-disengagement-and-deradicalization">korban yang mudah terperdaya</a>. </p>
<p>Mereka dianggap tidak berdaya dan hanya dimanfaatkan oleh jaringannya karena <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4283057/bnpt-perempuan-banyak-dilibatkan-dalam-terorisme-karena-setia">loyal, setia, dan patuh</a> terhadap suami dan ajaran agama.</p>
<p><a href="https://asumsi.co/post/riset-bnpt-2020-perempuan-paling-potensial-terpapar-radikalisme">Riset Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun lalu</a> menyatakan perempuan paling potensial terpapar radikalisme karena mudah mendapat pengaruh dari sekitar. Padahal perbedaan jumlah perempuan dan laki-laki yang terpapar radikalisme dalam riset itu hanya 0.2%. </p>
<p>Kalaupun ada kasus perempuan yang terlibat aktif dalam aksi kekerasan, sosoknya digambarkan <a href="https://tirto.id/polisi-terduga-teroris-perempuan-lebih-militan-dibanding-laki-laki-djwU">lebih militan</a>, seperti monster, bahkan memiliki gangguan kejiwaan. </p>
<p>Asumsi pasifnya peran perempuan dalam kelompok ekstremis kekerasan sebenarnya sudah <a href="http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/58/Mothers-to-Bombers-The-Evolution-of-Indonesian-Women-Extremists">sangat usang</a>.</p>
<p>Stereotip lama yang terus menjadi dasar pengambilan kebijakan berpotensi menghambat upaya pencegahan dan deradikalisasi. </p>
<p>Peran perempuan dalam kelompok teror disepelekan; ini mempermudah kelompok teror untuk memanfaatkan mereka dalam aksi-aksinya. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pentingnya-melibatkan-organisasi-masyarakat-sipil-dalam-program-deradikalisasi-pemerintah-132363">Pentingnya melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam program deradikalisasi pemerintah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Penanganan dan pembinaan dalam Lapas</h2>
<p>Dalam lima tahun ke belakang, jumlah tahanan dan napi teroris perempuan meningkat signifikan. Institute for Policy Analysis for Conflict (IPAC) <a href="http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/97/Extremist-Women-Behind-Bars-in-Indonesia">mencatat</a> jumlah tahanan dan napi teroris perempuan mencapai 39 orang antara tahun 2000-2020. Di tahun 2018-2019 saja, kepolisian menangkap lebih dari 30 terduga teroris perempuan. </p>
<p>Sebagian besar tahanan perempuan ditempatkan di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, sementara 11 narapidana per akhir 2020 ditempatkan di sembilan lembaga permasyarakatan (lapas) di seluruh Indonesia. </p>
<p>Ini berarti hanya satu atau dua orang napi terorisme perempuan di setiap lapas, dan memudahkan pengawasan dan pembinaan secara intensif. </p>
<p>Namun, kemampuan lapas dalam menangani napi terorisme perempuan tidak seragam. </p>
<p>Absennya standar prosedur operasi untuk napi terorisme perempuan menjadikan penanganan semakin pelik.</p>
<p>Petugas lapas, yaitu wali pemasyarakatan, pada akhirnya harus berinovasi dalam mengembangkan program pembinaan bagi napi terorisme perempuan.</p>
<p>Beberapa wali lebih berpengalaman karena beberapa kali mendampingi napi teroris dan telah mengikuti pelatihan khusus, tapi sebagian besar lainnya tidak. </p>
<p>Peran wali sangat krusial dalam program pembinaan karena mereka yang sehari-hari berinteraksi dengan napi. </p>
<p>Rasa percaya dan komunikasi yang terus mereka bangun dengan napi, dalam banyak kasus, mampu mengubah kerasnya hati napi menjadi lebih terbuka. </p>
<p>Hal ini dibantu dengan lingkungan dan teman-teman satu sel yang mendukung perkembangan napi, serta kontrol lapas untuk menjauhkan mereka dari pengaruh kelompok ekstremis, dan menghubungkan kembali dengan keluarga dan relasi lama dari luar kelompok ekstremis. </p>
<p>Upaya-upaya seperti ini seringkali <a href="http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/97/Extremist-Women-Behind-Bars-in-Indonesia">lebih efektif</a> dibandingkan program formal seperti konseling keagamaan dan wawasan kebangsaan yang menekankan pada ‘NKRI harga mati’. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-propaganda-teroris-meradikalisasi-perempuan-98773">Bagaimana propaganda teroris meradikalisasi perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Aspek penting lainnya adalah pengukuran risiko yang mencakup penilaian psikologis dan tingkat radikalisme. </p>
<p>Hasil pengukuran ini digunakan untuk penempatan napi dalam sel, derajat keamanan yang perlu dipersiapkan lapas, serta penyusunan program pembinaan dalam lapas. </p>
<p>Hingga saat ini, <a href="https://journals.sfu.ca/jd/index.php/jd/article/view/317">belum ada kesepakatan</a> instrumen pengukuran risiko yang paling efektif dan efisien untuk digunakan pada napi terorisme di lapas, baik laki-laki, perempuan, maupun anak. </p>
<p>Isu-isu ini tidak terlepas dari permasalahan umum di lapas perempuan: <a href="https://www.insideindonesia.org/overcrowding-crisis">kelebihan kapasitas</a>, <a href="https://www.ombudsman.go.id/produk/lihat/321/SUB_BL_5a25a712a8fc9_file_20200127_162304.pdf">maraknya korupsi</a>, minimnya <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/IJPH-06-2017-0031/full/html">fasilitas kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui</a>, serta kurangnya perhatian pada kesehatan mental napi. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://www.who.int/bulletin/volumes/87/6/09-066928/en/">studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a> pada 2009, napi perempuan lebih rentan mengalami permasalahan psikologis karena berbagai faktor, termasuk di antaranya pengalaman kekerasan serta rasa cemas dan trauma setelah berpisah dengan anak. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/analisis-pemerintah-perlu-memulangkan-keluarga-eks-isis-132001">Analisis: pemerintah perlu memulangkan keluarga eks ISIS</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Acuan penanggulangan dan pencegahan ektremisme</h2>
<p>Setelah tertunda lebih satu tahun karena pandemi COVID-19, Januari kemarin, pemerintah akhirnya mengesahkan <a href="https://setkab.go.id/inilah-perpres-rencana-aksi-nasional-pencegahan-dan-penanggulangan-ekstremisme-berbasis-kekerasan/">acuan</a> untuk pencegahan dan penanggulangan ekstremisme yang melibatkan kekerasan dan mengarah pada terorisme. </p>
<p>Salah satu fokus dalam RAN-PE adalah pentingnya pengembangan mekanisme pengukuran risiko dan pengelolaan napi teroris perempuan dan anak yang dipimpin oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas). </p>
<p>Hal tersebut sedikit banyak menjawab permasalahan sistem penanganan tahanan dan napi teroris perempuan yang sejauh ini belum komprehensif. </p>
<p>Perubahan penanganan napi teroris perempuan tidak hanya melibatkan aspek teknis-administratif, tetapi juga persoalan cara pikir.</p>
<p>Pemerintah di segala lini perlu memahami bahwa perempuan memiliki peran yang sama aktifnya dengan laki-laki. Oleh karena itu, pendalaman pada peran dan jaringan perempuan juga sama diperlukannya seperti jaringan laki-laki. </p>
<p>Perlunya pemahaman ini juga memperkuat alasan untuk meningkatkan kemampuan personel, baik di kepolisian maupun petugas lapas terkait perspektif gender. </p>
<p>Ini bukan berarti menambah personel perempuan semata, seperti yang telah dilakukan beberapa tahun ke belakang, melainkan memastikan bahwa petugas mampu membuat inovasi program dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan napi teroris perempuan. </p>
<p>Terkait penanganan dalam lapas, Ditjenpas perlu mengembangkan standar prosedur penanganan napi terorisme perempuan yang mengakomodasi aspek hak asasi manusia perempuan, sambil mempertimbangkan aspek keamanan dan efektivitas program pembinaan. </p>
<p>Sistem pemberian insentif kepada wali/pamong yang kreatif dan inovatif juga diperlukan untuk memberikan dorongan kepada mereka.</p>
<p>Ditjenpas dan BNPT juga perlu sepakat bahwa pakta setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan menjadi tujuan utama dalam program pembinaan, melainkan rasa percaya dan terbangunnya hubungan yang baik dengan napi sehingga ada perubahan sikap dari menerima ke menolak kekerasan. </p>
<p>Terakhir, kita perlu memastikan proses reintegrasi ke masyarakat dapat berjalan dengan baik. </p>
<p>Stigma dan pelabelan pada napi teroris perempuan dan istri napi teroris mempersulit ruang gerak mereka untuk berfungsi dalam masyarakat seperti biasa. </p>
<p>Akibatnya, mereka akan kembali ke jaringan lama yang pasti akan menerima mereka. Di sinilah, peran aktif kita diperlukan untuk merangkul mereka kembali.</p>
<hr>
<p><em>Catatan penulis: tulisan ini disusun berdasarkan laporan IPAC <a href="http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/97/Extremist-Women-Behind-Bars-in-Indonesia">“Extremist Women Behind Bars in Indonesia</a>” yang terbit pada 21 September 2020.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156576/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dyah Ayu Kartika tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Penanganan secara komprehensif mencakup penentuan instrumen penilaian tingkat radikalisasi dan risiko keamanan, penanganan dalam lapas, pembinaan napi, dan program reintegrasi pasca bebas.
Dyah Ayu Kartika, Analis, Institute for Policy Analysis of Conflict
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/140343
2020-06-10T01:56:45Z
2020-06-10T01:56:45Z
Bagaimana pandemi COVID-19 mengubah sistem keamanan global
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/340767/original/file-20200610-21191-1rcjfs9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C2%2C998%2C648&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">COVID-19 tidak memilih korbannya; siapapun dengan berbagai tingkat kerentanan apapun dapat terinfeksi. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Hampir segala aspek dalam kehidupan pasca pandemi COVID-19 mengalami transformasi, baik yang skalanya kecil maupun besar. Begitu pula dengan paradigma keamanan internasional.</p>
<p>Hampir dua dekade berselang, fokus sistem keamanan di seluruh dunia <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2019/08/06/what-the-post-9-11-war-on-terror-can-teach-us-about-responding-to-domestic-terrorism-today/">terpusat</a> pada upaya menghadapi ancaman teroris setelah serangan 9/11 yang menewaskan hampir 3.000 orang.</p>
<p>Pemerintah seluruh dunia berinvestasi dan mengeluarkan sumber daya yang besar dalam mengimplementasikan berbagai <a href="https://thebreakthrough.org/articles/counterterrorism-since-9-11">strategi anti-terorisme</a> termasuk di antaranya taktik pengawasan, penahanan, penginterogasian, pengumpulan data pribadi, dan penuntutan tersangka teroris di pengadilan militer. </p>
<p>Upaya-upaya tersebut menciptakan kontroversi. Salah satunya yang paling banyak didiskusikan di ruang publik adalah pelanggaran privasi individu. Dengan mengatasnamakan kepentingan keamanan nasional, orang-orang dapat dicurigai, dipantau, dan ditahan.</p>
<p>Pertanyaan yang ada di benak banyak orang kemudian apakah dengan adanya ketakutan global terhadap penyebaran COVID-19 akan turut mengubah sistem keamanan internasional dari yang terfokus pada upaya pencegahan terorisme ke pencegahan penyakit menular dan orang-orang yang pernah terinfeksi. </p>
<p>Hingga artikel ini dirilis, COVID-19 telah <a href="https://ourworldindata.org/covid-deaths">merenggut</a> sekitar 400.000 jiwa dalam kurun waktu beberapa bulan saja dan jumlahnya akan terus bertambah. Sebagai perbandingan, terorisme <a href="https://ourworldindata.org/terrorism#how-many-people-are-killed-by-terrorists-worldwide">membunuh sekitar 21.000 orang</a> per tahun selama satu dekade terakhir.</p>
<p>Namun demikian, berbeda dari teroris, COVID-19 tidak memilih korbannya; siapa pun dengan berbagai tingkat kerentanan apa pun dapat terinfeksi. </p>
<p>Virus ini layaknya sebuah bola liar yang dilepaskan di ruang terbuka. Ia akan mengenai apa saja yang ada di hadapannya tanpa pandang bulu. Tak pelak, pandemi ini memicu kekhawatiran baru yang serius pada sistem keamanan global.</p>
<h2>Mekanisme yang sama tapi dengan tujuan berbeda</h2>
<p>Era pasca peristiwa 11 September, negara-negara di dunia sibuk melindungi keamanan nasional dengan menerbitkan serangkaian aturan dalam rangka mengidentifikasi dan melacak orang-orang yang dianggap berpotensi menjadi teroris.</p>
<p>Namun beberapa saat ini, pemerintah memperluas target yang dianggap mengancam keamanan nasional pasca pandemi COVID-1. Banyak negara-negara di dunia saat ini lebih memprioritaskan pendeteksian pola penyebaran virus dan mengendalikan pergerakan orang untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.</p>
<p>Bagi para pembuat kebijakan, badan intelijen, dan para petugas keamanan, saat ini prioritas sumber daya mereka lebih dititikberatkan pada upaya pencegahan seperti pemeriksaan komprehensif apakah individu tertentu sakit atau tidak, daripada mengalokasikan sumber daya pada pemeriksaan kemungkinan seseorang melakukan serangan teroris.</p>
<p>Perhatian mereka saat ini tertuju pada berapa suhu badan kita dan apakah kita memiliki gejala sakit tertentu.</p>
<p>Sementara itu, badan-badan intelijen yang mengawasi saluran komunikasi publik mungkin membuat aturan dan perintah baru. Distribusi pengetahuan intelijen antarnegara juga akan bergeser fokusnya pada informasi terkini mengenai penyakit-penyakit baru.</p>
<p>Selain itu, teknologi keamanan yang dulunya digunakan untuk memburu teroris akan diperbantukan untuk mengidentifikasi mereka yang sakit dan melacak penyebaran penyakit. Praktik serupa sudah mulai terjadi di berbagai negara.</p>
<p><a href="https://www.cnbc.com/2020/03/27/coronavirus-surveillance-used-by-governments-to-fight-pandemic-privacy-concerns.html">Cina</a> dan <a href="https://abcnews.go.com/International/russia-facial-recognition-police-coronavirus-lockdown/story?id=70299736">Rusia</a> telah mengaplikasikan kamera pengawas CCTV untuk melacak orang selama pandemi. Peringatan dari pemerintah diserukan ke masyarakat melalui <a href="https://www.cnbc.com/2020/03/27/coronavirus-surveillance-used-by-governments-to-fight-pandemic-privacy-concerns.html">drone (pesawat tanpa awak)</a> agar selalu mengenakan masker saat ke luar rumah. <a href="https://www.cnbc.com/2020/03/27/coronavirus-surveillance-used-by-governments-to-fight-pandemic-privacy-concerns.html">Korea Selatan, Singapura, dan Israel</a> turut melacak transaksi kartu kredit, data lokasi ponsel dan percakapan pengguna, serta rekaman CCTV, untuk membuat sistem di mana kasus yang dikonfirmasi dapat dilacak dengan segera. </p>
<p>Agen intelijen masih akan mengumpulkan informasi dari data ponsel dan internet. Namun demikian, daftar mencurigakan bukan lagi berfokus tentang apakah seseorang mencari “cara membuat bom” secara online, tapi juga tentang apakah mereka mencari informasi terkait penyakit atau obat tertentu.</p>
<p>Sama seperti pasca insiden 9/11, peningkatan keamanan yang signifikan juga terdapat di berbagai titik masuk, seperti bandara, stasiun, dan pelabuhan. </p>
<p>Metode yang sama namun untuk tujuan yang berbeda. Peningkatan keamanan saat ini bertujuan untuk memastikan bahwa orang yang bepergian ke dalam dan ke luar negeri tidak terinfeksi oleh penyakit apa pun. Orang-orang mungkin diberhentikan karena mereka “terlihat sakit” dan diinterogasi tentang sejarah medis mereka.</p>
<p>Langkah pencegahan seperti di atas secara bertahap akan semakin sering terjadi. Sebagai contoh, India telah memberlakukan aturan <a href="https://www.cnbc.com/2020/03/27/coronavirus-surveillance-used-by-governments-to-fight-pandemic-privacy-concerns.html">memberikan cap penanda pada tangan</a> orang-orang yang dicurigai mengidap COVID-19 pada saat kedatangan di bandara. Data pemesanan dari maskapai penerbangan dan kereta api turut <a href="https://www.cnbc.com/2020/03/27/coronavirus-surveillance-used-by-governments-to-fight-pandemic-privacy-concerns.html">dimonitor</a> secara ketat untuk memastikan masyarakat tidak bepergian.</p>
<p>Banyak negara yang kemudian menutup perbatasan terhadap negara yang memiliki kerentanan kasus penyakit tertentu yang tinggi. Mesir dan Qatar, misalnya, telah <a href="https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2020/05/15/855669867/countries-slammed-their-borders-shut-to-stop-coronavirus-but-is-it-doing-any-goo">menutup</a> perbatasan mereka karena COVID-19.</p>
<h2>Siapa yang paling terdampak?</h2>
<p>Insiden 9/11 telah memunculkan operasi-operasi antiterorisme yang menargetkan komunitas tertentu. Karena para pelaku penyerangan 9/11 adalah orang Arab dan Muslim, implikasi negatif yang terjadi selanjutnya <a href="https://scholar.smu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1642&context=jalc">menyebabkan orang Arab dan Muslim yang tidak bersalah di seluruh dunia terdampak dan terekspos pada perilaku diskriminatif</a>. Mereka menjadi sasaran <a href="https://www.scribd.com/document/141387471/The-Impact-of-Counter-terrorism">prasangka, diskriminasi, dan bias</a> yang terjadi di seluruh dunia.</p>
<p>Adanya pandemi COVID-19 dapat memperluas cakupan aksi diskriminasi ini. Banyak yang beranggapan COVID-19 menimbulkan banyak kasus <a href="https://theconversation.com/anti-asian-racism-during-coronavirus-how-the-language-of-disease-produces-hate-and-violence-134496">diskriminasi terhadap China</a>, negara yang paling awal mengalami wabah COVID-19. Tapi fakta bahwa virus ini dapat menginfeksi siapa pun, tanpa memandang ras membuat subjek yang ditarget tidak bisa hanya menitikberatkan pada satu komunitas saja.</p>
<p>Jika seseorang terlihat sakit, batuk, atau bersin di tempat umum, hal tersebut cukup untuk membuat seseorang mengalami proses pemeriksaan tambahan di bandara.</p>
<p>Saat ini, orang yang sakit dipandang sebagai hal yang sangat berbahaya. Orang-orang juga telah meningkatkan kewaspadaan mereka ketika bertemu dengan orang yang sakit. Seperti halnya bagaimana komunitas Muslim mendapatkan diskriminasi pasca 9/11, dewasa ini orang yang sakit juga tak pelak mengalami diskriminasi dan pelanggaran privasi yang sama. Mulai dari menerima tatapan takut dari sekitar, menjalani pemeriksaan suhu atau kondisi kesehatan, hingga dikarantina dan terbatas hak privatnya demi keamanan nasional.</p>
<p>Slogan yang sering terdengar pasca-9/11 adalah “<a href="https://www.nytimes.com/2005/04/12/opinion/guilty-until-proven-innocent.html">bersalah sampai terbukti tidak bersalah</a>. Sementara sekarang kita telah memasuki era saat orang dianggap "bersalah sampai terbukti sehat”.</p>
<p>Pada era pasca-pandemi, ada kemungkinan negara-negara dengan kasus COVID-19 terbanyak akan mendapat perlakuan negatif dari negara-negara lain. Kenyataan di lapangan menunjukkan negara-negara Barat, seperti Ameria Serikat (AS) dan beberapa negara-negara di Eropa adalah <a href="https://www.project-syndicate.org/commentary/west-must-learn-covid19-control-from-east-asia-by-jeffrey-d-sachs-2020-04">negara yang paling tidak siap</a> menghadapi pandemi karena terbukti mayoritas kasus COVID-19 saat ini terjadi di sana.</p>
<p>Pada masa yang akan datang, tidak mengherankan jika, misalkan saja, warga AS harus melalui pemeriksaan tambahan dan interogasi ketika mendarat di negara berkembang seperti Vietnam, yang mendapatkan pengakuan WHO dan dunia sukses meminimalkan dampak pandemi. </p>
<p>Melihat data statistik saat ini bukan tidak mungkin nantinya giliran negara Barat yang akan menjadi korban diskriminasi. </p>
<hr>
<p><em>Artikel ini ditulis bersama Dikanaya Tarahita, jurnalis asal Indonesia.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140343/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Muhammad Zulfikar Rakhmat tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Setelah serangan 9/11, tindakan keamanan global fokus pada aksi terorisme. Tapi dengan adanya COVID-19, aksi serupa dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit.
Muhammad Zulfikar Rakhmat, Lecturer in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/132363
2020-03-11T02:21:42Z
2020-03-11T02:21:42Z
Pentingnya melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam program deradikalisasi pemerintah
<p>Penanggulangan terorisme biasanya mengandalkan negara sebagai tokoh sentral yang biasanya menggunakan pendekatan kekerasan. </p>
<p>Banyak pemerintah di dunia menggunakan kekuatan militer dan instrumen hukum mereka untuk mengatasi terorisme. </p>
<p>Hal ini terlihat dalam penggunaan pesawat bersenjata oleh Amerika Serikat dalam pemberantasan teroris atau penanganan khusus untuk narapidana kasus terorisme di fasilitas penjara seperti <a href="https://www.newyorker.com/magazine/2004/05/10/torture-at-abu-ghraib">Abu Ghraib</a> dan <a href="https://www.amnesty.org.uk/guantanamo-bay-human-rights">Teluk Guantanamo</a>. </p>
<p>Pendekatan dengan cara kekerasan seperti ini banyak <a href="https://www.palgrave.com/gp/book/9781137449962">menuai kritik</a> karena dinilai tidak berhasil menanggulangi terorisme secara utuh. </p>
<p>Cara-cara ‘keras’ tersebut justru kontraproduktif karena cenderung <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/18335330.2011.553182">mendorong korbannya mengadopsi paham ekstrim</a></p>
<p>Maka muncullah inisiatif program deradikalisasi yang muncul sebagai alternatif pendekatan ‘keras’. Program deradikalisasi menawarkan cara mengembalikan seseorang yang terpapar paham <a href="https://doi.org/10.4324/9780203584323-5">ekstrimis kembali menjadi normal</a>.</p>
<p>Sebenarnya, deradikalisasi sudah menjadi bagian dari program pemerintah untuk menanggulangi terorisme di Indonesia <a href="http://journals.sfu.ca/jd/index.php/jd/article/view/103">sejak 2006</a>. </p>
<p>Deradikalisasi awalnya dijalankan oleh satuan khusus antiterorisme Densus-88 dengan bantuan mantan pelaku aksi terorisme untuk membuka dialog dengan para narapidana terorisme lainnya. </p>
<p>Selain itu, pemerintah juga menjalankan program deradikalisasi yang berorientasi pada <a href="https://cvir.st-andrews.ac.uk/article/10.15664/jtr.1154/">penanaman nilai-nilai kebangsaan</a> di penjara serta <a href="https://theconversation.com/isu-terorisme-dalam-debat-pilpres-penelitian-buktikan-pendekatan-ekonomi-tidak-efektif-untuk-basmi-terorisme-109502">pemberian modal ekonomi</a> bagi mantan narapidana terorisme.</p>
<p>Namun yang menjadi pelaku kunci di balik keberhasilan banyak program deradikalisasi adalah organisasi masyarakat sipil atau <a href="https://www.ungpreporting.org/glossary/civil-society-organizations-csos/">organisasi masyarakat non-profit</a>. Mereka biasanya bekerja bersama pemerintah dan organisasi internasional lainnya dan berfungsi sebagai penengah antara pembuat kebijakan dan jaringan akar rumput.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/18335330.2020.1722317">Studi yang saya lakukan</a> menemukan bahwa organisasi masyarakat sipil dapat berperan penting dalam menanggulangi terorisme karena program mereka dapat melengkapi program deradikalisasi milik pemerintah. </p>
<h2>Hasil temuan</h2>
<p>Dalam penelitian saya, saya meneliti dua organisasi masyarakat sipil, <a href="https://prasasti.org/">Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP)</a> dan <a href="https://www.amanindonesia.org/">AMAN Indonesia</a> sejak 2017 hingga awal 2019. Sedikitnya sampel wawancara ini karena tidak banyak organisasi masyarakat sipil terlibat dalam program deradikalisasi.</p>
<p>Temuan penelitian saya menunjukkan setidaknya dua keunggulan organisasi masyarakat sipil yang menjadi kunci mengapa program deradikalisasi mereka lebih berhasil dibanding yang dimiliki pemerintah.</p>
<p><strong>1. Organisasi masyarakat sipil cenderung lebih dekat dengan akar rumput</strong>
Ini membuat organisasi tersebut memiliki kehadiran sosial yang tidak ‘semenakutkan’ aparat negara sehingga dapat membangun jaringan sosial yang organik dan lebih efektif untuk mencegah mantan narapidana mengulangi kejahatannya lagi.</p>
<p><strong>2. Program deradikalisasi dari masyarakat cenderung lebih ‘lunak’</strong>
Program-program mereka biasanya menekankan pada pembentukan kemampuan-kemampuan sosial, seperti vokasi dan pelatihan kerja, yang dibutuhkan oleh mantan narapidana teroris. Program-program ini tidak memaksa narapidana ini mengubah ideologinya, melainkan berusaha memicu perubahan ini secara pribadi. </p>
<p>Jika dibandingkan dengan program deradikalisasi resmi pemerintah, maka program pemerintah hanya fokus menjauhkan mantan narapidana terorisme dari kemungkinan melakukan kekerasan kembali. </p>
<p>Konten program deradikalisasi pemerintah yang <a href="http://www.understandingconflict.org/en/conflict/read/57/Update-on-Indonesian-Pro-ISIS-Prisoners-and-Deradicalisation-Efforts">terlalu menekankan penanaman ideologis</a> serta <a href="https://tirto.id/bnpt-akui-kewalahan-lakukan-deradikalisasi-napi-terorisme-cLpQ">kapasitas pelaksana yang belum memadai</a> masih menjadi hambatan program deradikalisasi pemerintah untuk berhasil.</p>
<p>Kondisi tersebut yang menyebabkan pendekatan organisasi masyarakat sipil cenderung lebih efektif. </p>
<h2>Contoh keberhasilan</h2>
<p>Salah satu contoh yang berhasil adalah YPP. </p>
<p>YPP memberikan pelatihan kerja seperti mengurus restoran yang dikelola YPP, <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-dapoer-bistik-solo-pekerjakan-eks-napi-terorisme.html">Dapur Bistik di Solo, Jawa Tengah</a>. Mereka juga memberikan pelatihan menjalankan bisnis kecil kepada mantan narapidana sehingga kelak mereka dapat menjalankan usaha sendiri atau mencari kerja di tempat lain. </p>
<p>Pelatihan tersebut memberi kesempatan pada mantan narapidana untuk bekerja dan berinteraksi dengan berbagai kalangan. </p>
<p>Saat ini, YPP sedang bekerja sama dengan aparat lembaga pemasyarakatan lokal untuk menyusun modul yang lebih terstruktur bagi mantan narapidana terorisme. </p>
<p>YPP merupakan salah satu organisasi masyarakat sipil yang memiliki privilese langka dapat bekerja sama dengan aparat pemerintahan secara dekat. </p>
<h2>Kendala</h2>
<p>Meskipun peran organisasi masyarakat sipil terbukti efektif dalam program radikalisasi, masih terdapat tiga tantangan besar yang mereka hadapi untuk lebih terlibat dalam program deradikalisasi milik pemerintah.</p>
<p>Pertama, terdapat pandangan yang berbeda antara organisasi masyarakat sipil dan pemerintah dalam memahami istilah ‘deradikalisasi’. </p>
<p>Di satu sisi, organisasi masyarakat sipil memandang deradikalisasi sebagai sebuah proses perubahan yang memerlukan pendampingan. Di sisi lain, pemerintah cenderung memandang proses deradikalisasi sebagai sebuah proses yang bisa dilakukan melalui penanaman ideologi kebangsaan.</p>
<p>Organisasi masyarakat sipil umumnya menolak asumsi bahwa deradikalisasi dapat dipaksakan melalui penanaman ideologi. Perbedaan pandangan ini kerap membuat organisasi masyarakat sipil enggan bekerja sama dengan pemerintah.</p>
<p>Kedua, organisasi masyarakat sipil masih menghadapi masalah finansial terlebih bagi mereka yang tidak memiliki jaringan donor yang besar.</p>
<p>Ketiga, ada masalah kepercayaan antara organisasi masyarakat sipil dan pemerintah dalam menangani kasus terorisme. Pemerintah masih menganggap penanggulangan kasus terorisme adalah ranah eksklusif aparat keamanan dan negara sehingga turut campur organisasi masyarakat sipil terkadang dianggap menentang otoritas negara. </p>
<p>Meskipun sejak berdirinya <a href="https://www.bnpt.go.id/">Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)</a> mulai terdapat ruang bagi organisasi masyarakat sipil untuk terlibat dalam program deradikalisasi pemerintah. Namun hingga saat ini, belum tersedia adanya skema yang koheren untuk pembentukan kemitraan strategis antara organisasi masyarakat sipil dan BNPT.</p>
<h2>Usulan</h2>
<p>Jika pemerintah ingin merangkul organisasi masyarakat sipil untuk membuat program deradikalisasi menjadi lebih efektif, ada dua hal utama yang harus dipersiapkan. </p>
<p>Pertama, pemerintah perlu melibatkan organisasi masyarakat sipil secara lebih mendalam dalam program deradikalisasi yang ada. </p>
<p>Karena itu, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil harus mulai menjembatani masalah saling tidak percaya di antara mereka. </p>
<p>Ini dapat dilakukan dengan menggunakan BNPT sebagai fasilitator. BNPT bisa mengadakan serangkaian lokakarya untuk mempertemukan perwakilan baik organisasi masyarakat sipil maupun pemerintah. Dari lokakarya ini, diharapkan muncul kolaborasi yang lebih kuat.</p>
<p>Kedua, pemerintah harus melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam program deradikalisasi secara lebih luas. Misalnya melibatkan mereka dalam merancang kurikulum program deradikalisasi yang diterapkan di lembaga pemasyarakatan. </p>
<p>Organisasi masyarakat sipil juga bisa memberikan pelatihan vokasi dan pembinaan bagi mantan narapidana terorisme. </p>
<p>Selama ini, program pemerintah masih bersifat <a href="https://www.rsis.edu.sg/rsis-publication/rsis/reintegrating-former-terrorist-inmates-role-of-local-government/#.Xlyo46gzbIU">lokal dan sporadis</a> karena BNPT masih belum memiliki perwakilan di daerah. </p>
<p>Yang terakhir, pemerintah juga bisa menyediakan bantuan finansial bagi organisasi masyarakat sipil yang membutuhkan dana untuk menjalankan program mereka. Teknis pemberian bantuan finansial ini masih perlu dibahas dan diteliti lebih lanjut.</p>
<p>Organisasi masyarakat sipil merupakan mitra yang tepat membantu program deradikalisasi pemerintah. Namun, pemerintah sendiri pun harus mulai memikirkan cara agar bisa menjalin kerja sama dengan mereka pada masa depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132363/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>I Gusti Bagus Dharma Agastia tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Pelaku kunci di balik keberhasilan banyak program deradikalisasi adalah organisasi masyarakat sipil atau [organisasi masyarakat non-profit]
I Gusti Bagus Dharma Agastia, Assistant Professor, International Relations, President University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/132972
2020-03-09T07:42:54Z
2020-03-09T07:42:54Z
Yang tidak kalah penting dari isu kepulangan simpatisan ISIS: mengawasi arus keuangan mereka
<p><a href="https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/indonesia-refuses-to-let-isis-fighters-and-their-families-to-return-home">Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk tidak memulangkan</a> warga negara Indonesia yang diketahui telah bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).</p>
<p>Setelah ISIS mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah pada 2014 - <a href="https://theconversation.com/the-islamic-state-is-on-its-knees-but-its-legacy-will-long-haunt-the-middle-east-80939">hingga dikalahkan oleh koalisi militer multinasional pada 2017</a> - <a href="https://www.nber.org/digest/jun16/w22190.html">lebih dari 30.000 orang dari 85 negara</a>, termasuk Indonesia, bergabung menjadi anggota kekhalifahan negara Islam (IS) untuk wilayah Suriah dan Irak.</p>
<p>Saat ini, ISIS telah berhasil diusir dari Suriah dan Irak, namun 689 warga Indonesia, termasuk teroris lintas batas (<em>foreign terrorist fighter</em>/FTF), masih terdampar di berbagai negara termasuk Suriah, Afganistan, dan Turki.</p>
<p>Saat ini <a href="https://www.eurasiareview.com/20022020-repatriating-militants-indonesias-dilemma-and-its-consequences-analysis/">masih panas</a> <a href="https://theconversation.com/analisis-pemerintah-perlu-memulangkan-keluarga-eks-isis-132001">diperdebatkan</a> apakah kebijakan untuk tidak memulangkan para pejuang teroris tersebut adalah langkah yang tepat untuk mengatasi ekstremisme kekerasan di Indonesia.</p>
<p>Namun demikian, perlu tinjauan lebih mendalam terkait bagaimana anggota ISIS ini mulanya sanggup dan mampu berangkat ke Suriah, dan strategi apa yang harus disiapkan pemerintah ketika kelompok ini kembali ke Indonesia (baik secara legal maupun tidak).</p>
<p>Saya melakukan <a href="https://crawford.anu.edu.au/people/phd/sylvia-laksmi">riset</a> tentang pendanaan terorisme dan memandang perlu adanya kebijakan yang lebih kuat untuk mengawasi aliran keuangan para simpatisan ISIS untuk melemahkan kemampuan mereka menghimpun dana dalam melakukan tindakan ekstrem pada masa datang.</p>
<h2>Berangkat ke Suriah</h2>
<p>Terkait pembiayaan hijrah mereka ke Suriah, saya mengidentifikasi tiga tipe strategi pendanaan: swadaya, dengan dukungan keluarga, dan bantuan dari kelompok.</p>
<p>Salah satu contoh kasus pendanaan swadaya adalah Dwi Djoko Wiwoho, mantan pegawai negeri sipil yang memutuskan untuk bergabung dengan IS pada 2015 dan menggunakan tabungannya untuk membiayai perjalanan dirinya dan keluarga ke Suriah.</p>
<p>Dwi diketahui menjual rumahnya sendiri yang bernilai Rp500 juta dan menyerahkan Rp 325 juta ke <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/f90303b45b047cbe6029cc00003c3a81.html">Iman Santosa</a>, alias Abu Umar, seorang ustaz yang menyatakan dukungannya kepada ISIS dan terhubung dengan kelompok di Suriah. Dana tersebut digunakan untuk membiayai akomodasi, dokumen perjalanan, dan transportasi selama perjalanan hijrah ke Suriah pada Juli 2015.</p>
<p>Di Suriah, Dwi bergabung dalam pelatihan militer sampai kemudian ia dideportasi kembali ke Indonesia pada Agustus 2017 dan ditahan. Setahun kemudian, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman pidana tiga tahun penjara terhadap Dwi terkait dakwaan kejahatan pendanaan terorisme.</p>
<p>Selain Dwi, <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/9e692bf917cd4ae9d6c99932d6c92bbb.html">Syahrul Munif</a> merupakan FTF yang menggunakan uang hasil usaha penjualan buku untuk membiayai perjalanan ke Suriah pada Maret 2014.</p>
<p>Syahrul berhasil kembali ke Indonesia setelah menghabiskan waktu enam bulan di Suriah. Pada awal tahun 2017, polisi menangkap Syahrul di rumah kontrakan di Malang, Jawa Timur. Pada 2018, Syahrul dijatuhi hukuman pidana tiga tahun penjara atas dakwaan memproduksi video propaganda dan perencanaan sejumlah serangan di Indonesia. </p>
<p>Pada periode 2017-2018, <a href="https://news.detik.com/berita/d-4747622/bantu-adiknya-jadi-anggota-teroris-isis-warga-ragunan-dibui-3-tahun">Mohammad Okasa</a>, mentransfer dana hingga Rp 60 juta ke saudara laki-lakinya, Ade Rahmat dan Mohamad Irsya, yang telah lebih dulu bergabung dengan IS di Suriah. Dengan menggunakan identitas Ade Rahmat, <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/3e88f7d000a62aba6bf86b4b158b9e58.html">Okasa berhasil menarik dana Jamsostek</a> atas nama saudaranya tersebut dan melakukan pengiriman uang melalui sejumlah perantara hingga dana tersebut diterima oleh Ade Rahmat di Suriah.</p>
<p>Selain menggunakan teknik swadaya dan mendapatkan dukungan dana dari anggota keluarga, beberapa kasus lain menunjukkan strategi pendanaan dengan memanfaatkan bantuan uang dari jejaring kelompok teroris domestik dan asing.</p>
<p>Pada 2015, <a href="https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/2014/07/CTTA-November-2016.pdf">Gigih Rahmat Dewa </a> dan kelompoknya, Khatibah Gonggong Rebus, berhasil memberangkatkan sejumlah pejuang teroris ke Suriah dengan menyediakan tempat transit, membantu pengurusan dokumen imigrasi, mengelola agen perjalananan, serta bertindak sebagai perantara di Turki dan Suriah.</p>
<p>Gigih adalah bagian dari kelompok militan Indonesia pimpinan Bahrun Naim yang telah merencanakan beberapa serangan teroris di Indonesia. Publik mengenal Gigih sebagai tokoh penting dalam rencana peluncuran serangan roket terhadap Marina Bay di Singapura.</p>
<p>Pada 2017, <a href="https://www.tribunnews.com/nasional/2017/06/23/41-orang-ditangkap-densus-88-pasca-bom-kampung-melayu-ini-rincian-dugaan-keterlibatannya?page=4">Deny Hariansyah Putra </a> ditangkap dengan tuduhan membantu pejuang teroris yang akan berangkat ke Suriah.</p>
<p>FTF teroris lain, Muhammad Iqbal Ramadhan, yang menyatakan diri bergabung dengan Jemaah Islamiyah - organisasi teroris yang memiliki tujuan untuk mendirikan kekhalifahan di Asia Tenggara, <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/d6086c76b19c4ebe2a98ac8dad5f3585.html">menerima dana</a> yang kemudian digunakan untuk mendanai keberangkatannya ke Suriah melalui rute Jakarta - Vietnam - Turki. Diduga kuat bahwa dana tersebut bersumber dari anggota kelompok Jemaah Islamiyah.</p>
<h2>Pengawasan terhadap keuangan pejuang teroris</h2>
<p>Pasangan suami-istri, <a href="https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/247991-indonesian-husband-wife-behind-jolo-bombing">Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani</a>, anggota kelompok teroris terkait ISIS bernama Jamaah Ansharut Daulah (JAD), kembali ke Indonesia dari Suriah pada 2017, dan kemudian terlibat serangan bom bunuh diri di sebuah gereja Katedral di Jolo, Filipina, pada Januari tahun lalu.</p>
<p>Pasangan ini mencoba hijrah ke Suriah, namun mereka dideportasi oleh otoritas Turki kembali ke Indonesia pada Januari 2017. Mereka kemudian menjalani program rehabilitasi yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selama satu bulan, sebelum akhirnya mereka kembali ke rumah mereka di Sulawesi Selatan dan bekerja sebagai penjual makanan.</p>
<p>Namun pada Desember 2018, mereka berhasil berangkat ke Filipina dan bertemu dengan pimpinan kelompok Abu Sayyaf serta jaringan teroris yang terafiliasi dengan ISIS. <a href="https://www.counterextremism.com/threat/abu-sayyaf-group-asg">Kelompok Abu Sayyaf</a> adalah kelompok teroris yang berbasis di Filipina selatan dan juga bertujuan mendirikan khilafah.</p>
<p>Tidak diketahui apakah ada program pengawasan terhadap keuangan pasangan tersebut hingga akhirnya mereka mampu berangkat ke Filipina melalui Malaysia pada 2019.</p>
<p>Kasus lain yang melibatkan <a href="https://www.wsj.com/articles/terrorism-case-highlights-risk-of-returning-fighters-funding-isis-1521624600">Ahmed Musto</a>, seorang warga negara Bulgaria yang kembali dari Suriah pada 2016, memberikan gambaran risiko lain terkait isu kembalinya militan IS ke negara asal.</p>
<p>Setelah kembali, Ahmed Musto membangun bisnis pemrosesan tembakau hingga kemudian uang hasil penjualan produk tersebut dikirimkan ke kelompok ISIS di Suriah dengan menggunakan layanan <em>hawala</em>, jasa keuangan tidak resmi yang kerap dimanfaatkan oleh kelompok kriminal untuk mencuci uang hasil kejahatan.</p>
<p>Dengan demikian, terdapat <a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/19361610.2019.1695499?needAccess=true">risiko-risiko</a> yang akan timbul dalam upaya memulangkan mantan pejuang teroris ISIS dan keluarga mereka termasuk adanya kemungkinan mereka menjadi lebih radikal setelah menerima pelatihan militer, indoktrinasi, dan menjalin hubungan sosial yang kuat dengan para pejuang asing lainnya di medan perang.</p>
<p>Keahlian dalam berbahasa inggris, indoktrinasi, dan keahlian dalam IT, merupakan keterampilan baru yang mereka peroleh untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas dari para simpatisan dan masyarakat khususnya di sosial media dan internet.</p>
<p>Analisis saya memperkirakan bahwa mantan pejuang teroris sangat berpotensi untuk menghimpun dana dengan menggunakan kekuatan jejaring sosial. Mereka mampu mengumpulkan uang baik untuk mendukung kelompok ISIS atau pun menolong kelompok radikal lokal untuk merekrut lebih banyak lagi anggota dan simpatisan, bahkan perencanaan pendanaan untuk melakukan serangan yang dilakukan oleh jejaring teroris lain.</p>
<p>Pemerintah harus segera menyiapkan kebijakan yang lebih kuat dalam rangka menangani risiko dan ancaman sebagaimana tersebut di atas.</p>
<p>Selain peningkatan strategi dalam bidang deradikalisasi dan <em>disengagement</em> untuk mantan pejuang dan keluarganya, penting juga untuk mengembangkan kebijakan anti-pendanaan terorisme.</p>
<p>Dalam rangka memperkuat penerapan <a href="http://dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2013_9.pdf">Undang-Undang Anti Pendanaan Terorisme</a>, perlu dibangun <em>database</em> daftar pemantauan para mantan pejuang teroris, keluarga, dan teroris. Ini merupakan langkah penting dalam upaya mengawasi aliran pendanaan untuk tujuan terorisme. </p>
<p>Dengan mempertimbangkan adanya potensi penyalahgunaan donasi untuk kegiatan terorisme, pemerintah juga perlu mengadakan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran publik dalam memberikan donasi sukarela ke kelompok-kelompok tertentu, khususnya terkait penghimpunan dana untuk masyarakat di daerah konflik. Dalam hal ini, adanya kemungkinan bahwa uang tidak sampai pada mereka yang seharusnya menerima bantuan yaitu korban, namun justru diberikan kepada kelompok radikal.</p>
<p>Peningkatan pengawasan perbatasan dan sistem integritas keuangan juga merupakan hal yang sangat penting untuk dicermati lebih lanjut.</p>
<p>Dengan demikian, pertukaran informasi dan koordinasi strategis di antara lembaga-lembaga berwenang seperti penyidik, pengawas keuangan, lembaga intelijen keuangan, sektor swasta dan kementerian terkait yang berkepentingan dalam mengelola data informasi publik, menjadi langkah penting dalam mengatasi ancaman yang akan timbul akibat adanya gelombang kembalinya para mantan pejuang teroris ke Indonesia.</p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132972/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sylvia Laksmi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Perlu adanya kebijakan yang lebih kuat untuk mengawasi aliran keuangan para simpatisan ISIS untuk melemahkan kemampuan mereka menghimpun dana dalam melakukan tindakan ekstrimis di masa datang
Sylvia Laksmi, PhD Candidate, National Security College, Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/132001
2020-02-22T01:05:45Z
2020-02-22T01:05:45Z
Analisis: pemerintah perlu memulangkan keluarga eks ISIS
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/316404/original/file-20200220-92551-fefh8d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Perempuan dan anak-anak terancam terlantar di kamp pengungsi di Suriah.</span> <span class="attribution"><span class="source">Ahmed Mardnli/EPA</span></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Indonesia menegaskan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51460647">tidak akan memulangkan</a> 689 warga negara Indonesia bekas anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dengan alasan keamanan. </p>
<p>Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan pemerintah bertanggung jawab menjaga masyarakat Indonesia dari <a href="https://www.abc.net.au/news/2020-02-12/indonesia-rejects-return-of-is-fighters/11956424">‘virus teroris’</a> yang akan terbawa oleh para mantan pejuang ISIS tersebut.</p>
<p>Ini berarti, perempuan dan anak-anak keluarga eks pejuang ISIS asal Indonesia akan terlantar di tenda-tenda pengungsian Al-Hawl di Suriah. </p>
<p>Populasi pengungsi di tenda-tenda tersebut tercatat berjumlah <a href="https://web.archive.org/web/20190323161055/https://reliefweb.int/report/syrian-arab-republic/syrias-al-hol-camp-families-desperate-need.">74.000 orang</a> pada April 2019, termasuk di dalamnya <a href="https://www.washingtonpost.com/world/at-a-sprawling-tent-camp-in-syria-isis-women-impose-a-brutal-rule/2019/09/03/3fcdfd14-c4ea-11e9-8bf7-cde2d9e09055_story.html.">20.000 wanita dan 50.000 anak-anak</a>. Tenda-tenda pengungsian dijaga ketat oleh 400 tentara dari Syrian Democratic Force (SDF), pasukan koalisi tentara Kurdis dan Arab yang didukung penuh Amerika Serikat (AS). </p>
<p>Pemerintah memang mengatakan akan mempertimbangkan kasus per kasus anak-anak di bawah 10 tahun untuk dapat dipulangkan ke Indonesia. </p>
<p>Akan tetapi, pernyataan tersebut tidak disertai mekanisme jelas tentang bagaimana proses pemulangan serta tahapan apa yang akan dijalani oleh anak-anak ketika di Indonesia. </p>
<p>Pertanyaan apakah anak-anak ini akan kembali bersama orang tua mereka yang sudah terlibat aksi kekerasan, menjadi pertimbangan dilematis dari proses pemulangan tersebut.</p>
<p>Khawatir akan timbulnya krisis kemanusiaan, <a href="https://news.un.org/en/story/2020/02/1057301.%20https://news.un.org/en/story/2019/05/1038711">Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)</a> telah menyerukan agar negara-negara asal pejuang ISIS memulangkan penduduk mereka. </p>
<p>Masalah-masalah seperti malnutrisi, sanitasi, cuaca yang tidak bersahabat, dan akses terhadap pendidikan dapat menjadi dampak langsung dari krisis tersebut. </p>
<p>Secara keseluruhan, pengalaman ini dapat meninggalkan trauma khususnya bagi anak-anak serta memunculkan dendam yang didasari kebencian terhadap pemerintah Indonesia. Ini justru melanggengkan rantai terorisme.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kematian-baghdadi-adalah-pukulan-besar-bagi-isis-tapi-bukan-berarti-dunia-akan-jadi-lebih-aman-126209">Kematian Baghdadi adalah pukulan besar bagi ISIS, tapi bukan berarti dunia akan jadi lebih aman</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Anak dan transmisi ideologi berbasis kebencian</h2>
<p>Dalam proses transmisi ideologi, anak-anak selalu berposisi sebagai ‘penerima’, baik transmisi dari orangtua atau dari lingkungan sekitar. </p>
<p>Kita bisa tengok <a href="https://www.9news.com.au/national/son-of-australian-terrorist-khaled-sharrouf-filmed-wearing-suicide-vest/721bbc2b-14e4-4b2f-90bf-5aad3060c9dd">Khaled Sharrouf</a>, seorang teroris asal Australia yang memajang foto bersama anak laki-lakinya sambil memegang kepala manusia korban ISIS. </p>
<p>Kasus Khaled memperlihatkan anak sebagai korban dari transmisi ideologi ekstrem orang tua. Ideologi tersebut semakin tumbuh kuat jika ditopang dengan lingkungan yang juga mendukung. </p>
<p>Anak-anak yang sudah tinggal bertahun-tahun di wilayah ISIS, sudah mengalami sistem pendidikan, sosial dan ekonomi ISIS. Mereka telah menyerap doktrin-doktrin kekerasan, konsep Islam murni ala ISIS, dan pentingnya berperang melawan musuh-musuh Islam. </p>
<p>Menurut Jerrold M. Post, profesor psikiatri, psikologi politik dan hubungan internasional di Universitas George Washington, AS, doktrin-doktrin semacam ini menyebabkan apa yang ia sebut sebagai ‘<a href="https://www.researchgate.net/publication/47458330_When_hatred_is_bred_in_the_bone_the_social_psychology_of_terrorism">hatred is bred in the bone</a>’ atau kebencian yang berkembang biak dalam tubuh. Menurut Post, anak-anak kerap melanjutkan misi orang tua mereka sebagai bentuk ‘kesetiaan’ mereka terhadap orang tua. </p>
<p>Contoh lain adalah transmisi ideologi kebencian Imam Samudra kepada anaknya, Umar Jundul Haq, yang tewas berperang bersama ISIS di Suriah pada 2015. </p>
<p>Mendiang Angus Mcintyre, peneliti terorisme dari Universitas La Trobe, Australia, dalam bukunya ‘<a href="https://books.google.co.id/books/about/Imam_Samudra_s_Revenge.html?id=E6bOjgEACAAJ&redir_esc=y">Imam Samudra’s Revenge</a>’ menyebut bahwa 25 bom yang diledakkan pada malam Natal tahun 2000 merupakan balas dendam Imam terhadap 250 Muslim yang terbunuh di Ambon dan Poso di tahun 1999-2000. Keputusan pemerintah menghukum mati Imam menjadi motivasi Umar untuk pergi ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.</p>
<p>Aksi terorisme atau keinginan untuk berjihad melawan orang kafir juga mendorong warga Indonesia yang berjihad ke Afghanistan di tahun 1980-an. </p>
<p>Dalam penelitian yang sedang saya lakukan mengenai peran keluarga dalam menciptakan pejuang jihad, saya mewawancarai lebih dari 30 orang pelaku termasuk diantaranya para veteran Afghanistan. Salah satu dari mereka mengatakan bahwa:</p>
<blockquote>
<p>“Kami punya perasaan yang sama yaitu kebencian terhadap pemerintah dan kami ingin membalas dendam atas perlakuan negara yang telah menangkap dan menganiaya ratusan Muslim di Tanjung Priok tahun 1984, hingga membunuh lebih dari 100 Muslim.” </p>
</blockquote>
<p>Kasus-kasus ini menggambarkan bagaimana dendam yang didasari kebencian dapat menjadi faktor pendahulu terjadinya aksi-aksi terorisme di masa depan. Dengan demikian, keputusan tidak memulangkan keluarga mantan pendukung ISIS menjadi penting untuk ditimbang ulang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/melarang-cadar-dan-celana-cingkrang-tidak-efektif-menangkal-radikalisme-127614">Melarang cadar dan celana cingkrang tidak efektif menangkal radikalisme</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Program rehabilitasi sosial anak di Indonesia</h2>
<p>Sejak gelombang pertama kembalinya mantan pendukung ISIS ke Indonesia pada pertengahan 2017, pemerintah menempatkan mereka dalam program rehabilitasi yang diselenggarakan Kementerian Sosial dibawah pengawasan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). </p>
<p>Khusus bagi anak-anak, Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) “Handayani” menjadi institusi pertama dilakukannya program deradikalisasi. </p>
<p>Setidaknya 87 anak-anak mantan pendukung ISIS menjalani rehabilitasi sosial. Mereka tinggal di rumah aman (<em>safe house</em>) Handayani selama 3 sampai 6 bulan. </p>
<p>Proses deradikalisasi yang dilakukan mengikuti aturan dalam <a href="https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175528/UU%20Nomor%205%20Tahun%202018.pdf">Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan terorisme</a>, yaitu pertama identifikasi dan penilaian; kemudian rehabilitasi; re-edukasi; dan terakhir re-integrasi sosial. </p>
<p>Sayangnya, pemerintah dalam – hal ini Kementerian Sosial – belum memiliki alat ukur untuk mengukur keberhasilan program deradikalisasi. Selama ini, evaluasi dilakukan dengan menggunakan alat ukur psikologi untuk menilai keberhasilan terapi yang sudah dilakukan. </p>
<p>Menurut <a href="https://books.google.co.id/books/about/Socialization_and_society.html?id=zqKxAAAAIAAJ&redir_esc=y">teori proses sosialisasi</a> oleh John A. Clausen, profesor di bidang Sosiologi Universitas California, AS, ada proses yang terjadi seumur hidup dalam mewariskan dan menyebarluaskan norma, kebiasaan, dan ideologi. Di sini, <a href="https://books.google.co.id/books/about/Socialization_and_society.html?id=zqKxAAAAIAAJ&redir_esc=y">orangtua merupakan agen utama sosialisasi</a>. </p>
<p>Karena itu, keberhasilan proses rehabilitasi anak ditopang oleh berhasil-tidaknya rehabilitasi orang tua. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/neurosains-terorisme-temuan-dari-riset-perdana-tentang-pemindaian-otak-orang-orang-radikal-120085">Neurosains terorisme: Temuan dari riset perdana tentang pemindaian otak orang-orang radikal</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Yang dapat dilakukan</h2>
<p>Berbekal pengalaman menjalankan program deradikalisasi, pemerintah dapat melanjutkan program yang telah ada serta memperhatikan beberapa hal sebelum memulangkan eks pejuang dan pendukung ISIS.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, pemerintah harus memetakan motivasi keterlibatan warga Indonesia di dalam ISIS. Tiap orang memiliki motivasi yang beragam, mulai dari ingin mati syahid, ikut anggota keluarga, hingga mencari kehidupan yang lebih baik sebagai seorang Muslim.</p>
<p>Tidak semua mereka merupakan pelaku aktif atau telah memiliki ideologi ekstrem ISIS. Pemetaan ini sebaiknya dilakukan sebelum proses pemulangan untuk menghindari kegagalan identifikasi dan penilaian. </p>
<p>Upaya tersebut membutuhkan peran dari berbagai pihak, mulai dari psikolog, kriminolog, ahli hukum hingga aparat keamanan agar pemetaan terhadap motivasi seseorang dapat dilakukan secara komprehensif berdasarkan analisa kejiwaan, hukum dan keamanan.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, rehabilitasi terbaik bagi anak-anak adalah yang dilakukan orang tua mereka sendiri. Ini tentu tidak bisa dilakukan jika orang tua masih tetap menganut teguh ideologi ISIS. </p>
<p>Oleh karena itu, program deradikalisasi harus dilakukan secara efektif kepada orang tua. Jika orang tua telah melepaskan diri dari ideologi ekstrim, proses rehabilitasi terhadap anak-anak mereka akan lebih mudah. </p>
<p>Dalam penelitian yang sedang saya lakukan, saya menemukan beberapa pelaku jihad yang telah melepaskan diri dari ideologi jihad ekstrem setelah menjalani program deradikalisasi di dalam penjara yang diselenggarakan oleh BNPT.</p>
<p>Setelah bebas dari penjara, mereka mengubah pola pengasuhan terhadap anak-anak mereka dengan menciptakan kondisi deradikalisasi dini di dalam keluarga.</p>
<p>Ideologi jihad mereka mungkin berbeda dengan ideologi ISIS, tapi setidaknya ada keberhasilan dari program BNPT yang bisa menjadi acuan. </p>
<p><strong>Ketiga</strong>, dengan mempertimbangkan poin kedua, proses deradikalisasi juga perlu melibatkan konsultan keluarga untuk melaksanakan terapi keluarga. Dengan demikian, proses deradikalisasi perlu menjadi bagian dari urusan keluarga. </p>
<p>Sejak awal, propaganda ISIS selalu melibatkan <a href="https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/surabaya-and-isis-family">keluarga</a>. ISIS telah mendorong pendukungnya untuk hijrah ke Suriah bersama keluarga mereka, dan menjadikan jihad mereka sebagai upaya untuk syahid bersama dan masuk surga bersama keluarga.</p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132001/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Haula Noor tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Di luar pertimbangan kemanusian, ada risiko lain yang dihadapi bila keluarga bekas anggota ISIS – khususnya anak-anak – tidak dipulangkan.
Haula Noor, PhD Candidate at Coral Bell School of Asia Pacific Affairs , Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/127614
2019-11-28T01:44:49Z
2019-11-28T01:44:49Z
Melarang cadar dan celana cingkrang tidak efektif menangkal radikalisme
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/303636/original/file-20191126-84268-p65y16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Christian Bruna/EPA</span></span></figcaption></figure><p>Menteri Agama Indonesia yang baru dilantik, Fachrul Razi, baru-baru ini menghebohkan publik dengan melempar wacana larangan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) menggunakan cadar dan celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintahan. </p>
<p>Alasan dia, <a href="https://news.detik.com/kolom/d-4771012/fachrul-razi-radikalisme-dan-pelarangan-cadar-cingkrang">ekspresi-ekspresi pakaian itu tidak sesuai dengan budaya Indonesia</a>. </p>
<p>Dia juga berpendapat bahwa <a href="https://jabar.idntimes.com/news/indonesia/lia-hutasoit-1/begini-fakta-fakta-larangan-cadar-di-lingkungan-pemerintahan-regional-jabar/full">kehadiran orang-orang yang memakai cadar dan celana cingkrang akan menimbulkan persepsi bahwa hanya mereka saja yang betul-betul bertakwa kepada Tuhan</a>.</p>
<p>Banyak pihak mungkin mengira biang keladi pembentuk radikalisme adalah keyakinan agama ultra konservatif seperti Wahhabisme dan Salafi-Jihadisme, yang kerap diekspresikan melalui gaya busana tertentu seperti penggunaan cadar dan celana cingkrang. </p>
<p>Walau keyakinan agama ultra konservatif bisa berkontribusi pada radikalisme, agama sebetulnya bukan faktor pembentuk utama dari radikalisme. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/ideologi-dan-agama-hanya-sebagian-alasan-aksi-terorisme-pasca-11-september-91846">Faktor yang memperkuat radikalisme lebih kompleks dari sekedar urusan agama</a>. Oleh karena itu, melarang keyakinan atau ekspresi keagamaan tidak akan terlalu berguna dalam usaha menangkal radikalisme.</p>
<p>Menyeimbangkan identitas keagamaan orang yang terpapar radikalisme dengan identitas alternatif bisa menjadi pilihan yang lebih baik.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apakah-pakai-cadar-di-universitas-perlu-dilarang-93011">Apakah pakai cadar di universitas perlu dilarang?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Tidak berhasil</h2>
<p><a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/ajsp.12380">Penelitian saya</a> bersama kolega-kolega di Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2019 dengan sampel narapidana teroris Indonesia telah menunjukkan bahwa usaha penangkalan radikalisme dengan mengubah keyakinan ideologis justru tidak efektif.</p>
<p>Ada beberapa alasan. Pertama, melarang keyakinan agama itu sangat sulit dilakukan. Program deradikalisasi yang berusaha mengganti ideologi agama menjadi ideologi lain yang lebih moderat tidaklah efektif. </p>
<p>Ini karena mereka dengan tingkat radikalisme tinggi merasa keyakinan mereka itu sudah yang paling benar. Dengan kata lain, mereka merasa tidak ada yang salah dengan diri mereka. Pihak pemerintah, kepolisian, atau pihak yang melakukan deradikalisasi itulah orang-orang yang sebetulnya tersesat.</p>
<p>Kedua, usaha mengubah atau melarang keyakinan agama justru bisa jadi bumerang. Orang-orang dengan tingkat radikalisme tinggi akan merasa terdiskriminasi karena mereka dilarang menganut keyakinan pribadinya. Sehingga, kebencian mereka terhadap pihak pemerintah dan institusi-institusi negara akan semakin menjadi-jadi. </p>
<p>Lebih daripada itu, usaha mengubah keyakinan pribadi itu sebetulnya bisa dianggap tidak etis bagi sebuah negara dengan sistem demokrasi. Apalagi kebebasan beragama dan berkeyakinan telah dijamin oleh negara lewat Undang Undang Dasar 1945.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memahami-universitas-sebagai-ajang-pertempuran-ideologi-politik-104249">Memahami universitas sebagai ajang pertempuran ideologi politik</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Identitas alternatif</h2>
<p>Jika kita tidak bisa menangkal radikalisme dengan mengubah keyakinan agama, adakah cara lain yang lebih efektif? </p>
<p><a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/pops.12428">Sebuah riset di bidang psikologi sosial menunjukkan bahwa cara yang menjanjikan dan telah terbukti berhasil</a> adalah menyeimbangkan identitas keagamaan dengan identitas alternatif seperti keluarga, karier, pendidikan, dan lain-lain. Riset tersebut dilakukan oleh pakar psikologi sosial David Webber dari Virginia Commonwealth University, AS, dan para koleganya di tahun 2017 dengan sampel para narapidana teroris gerakan separatis di Sri Lanka.</p>
<p>Umumnya, orang-orang dengan tingkat radikalisme tinggi rentan termakan propaganda ideologi karena mereka sedang kehilangan arah atau makna hidup. </p>
<p>Mereka merasa hidupnya hampa, merasa mengecewakan keluarga, kesepian, atau kehilangan tujuan dalam hidup. Kondisi ini rentan menjadi celah bagi kelompok-kelompok radikal untuk mengisi kekosongan itu. </p>
<p>Mereka diberikan makna hidup seperti potensi masuk surga atau memperjuangkan keadilan atas nama Tuhan. Dengan kata lain, ada kebutuhan psikologis yang tidak mereka dapat namun bisa diperoleh dari identitas kelompok agama radikal.</p>
<p>Untuk menangkal kondisi itu, yang harus dilakukan adalah menyeimbangkan makna hidup dari identitas agama dengan makna hidup dari identitas lain. </p>
<p>Sebagai ilustrasi, ada dua orang bernama si A dan si B. Baik si A maupun si B meyakini bahwa mereka harus memperjuangkan agamanya dengan berperang ke Suriah. Akan tetapi, si A memiliki keluarga yang ia harus nafkahi dan tidak bisa ia tinggalkan. Si A juga memiliki bisnis yang sedang berkembang pesat. Sementara itu si B tidak memiliki apa-apa selain keinginannya memperjuangkan agama. Dari ilustrasi ini, mana yang lebih mungkin pergi berjihad ke Suriah?</p>
<p>Jika Anda menjawab A, Anda sudah tepat. Ketika seseorang memiliki identitas alternatif (sebagai ayah, suami, pelaku bisnis), ia tidak akan melakukan tindakan-tindakan kekerasan atas nama agama walau ia memiliki keyakinan agama yang kuat sekalipun. </p>
<p>Identitas-identitas alternatif itu secara langsung “mengalahkan” identitas agama dengan memberikan kebermaknaan hidup lain selain membela agama.</p>
<p><a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/ajsp.12380">Riset saya dan kolega menunjukkan bukti</a> bahwa ketika identitas alternatif sudah muncul, maka pelaku terorisme tidak akan mendukung kekerasan atas nama agama. Ini terjadi walaupun ideologi radikal masih melekat di benak mereka. </p>
<p>Temuan itu kami peroleh dengan menganalisis profil-profil hasil wawancara terhadap 86 narapidana teroris yang telah menjalani program rehabilitasi pada 35 penjara di Indonesia. Ada lebih dari 200 narapidana teroris di Indonesia saat kami melakukan penelitian, dan saat ini ada lebih dari <a href="https://www.suara.com/news/2019/11/11/191344/bnpt-klaim-program-deradikalisasi-bikin-napi-teroris-bertobat">600 narapidana teroris yang sudah bebas</a>.</p>
<p>Dalam riset, kami menemukan bahwa dukungan terhadap jihad sebagai perang melemah ketika individu aktif berpartisipasi dalam program deradikalisasi. Ini terjadi karena ketika individu aktif berpartisipasi, mereka diberikan kesempatan mengembangkan identitas alternatif seperti keluarga dan bisnis. </p>
<p>Ketika identitas alternatif terbentuk, dukungan terhadap jihad sebagai perang juga melemah walaupun mereka masih memegang ideologi yang kuat.</p>
<p>Namun, perlu diingat bahwa terbentuknya identitas alternatif <a href="https://theconversation.com/isu-terorisme-dalam-debat-pilpres-penelitian-buktikan-pendekatan-ekonomi-tidak-efektif-untuk-basmi-terorisme-109502">tidak bisa dilakukan hanya dengan pendekatan ekonomi semata</a>. Mereka harus betul-betul merasakan kebermaknaan dari identitas yang diperoleh bantuan dan insentif ekonomi itu.</p>
<p>Artinya, uang bisa saja terpakai untuk kebutuhan sehari-hari yang tidak memberikan <em>sense of belonging</em> (makna hidup). Ketimbang uang secara langsung, lebih baik memberikan kesempatan yang sifatnya berkelanjutan seperti kesempatan mengaplikasikan talenta atau keahlian. Dengan cara itu, mereka akan merasakan kebermaknaan hidup dari jasa atau bisnis yang mereka kembangkan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-propaganda-teroris-meradikalisasi-perempuan-98773">Bagaimana propaganda teroris meradikalisasi perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dapat kita simpulkan bahwa identitas agama ataupun ekspresi agama seperti pemakaian cadar atau celana cingkrang tidak serta merta membuat seseorang menjadi teroris atau ekstremis. Perlu ada kondisi psikologis, yaitu ketidakseimbangan identitas yang menjadikan agama sebagai satu-satunya makna hidup. </p>
<p>Bagi orang-orang yang memiliki banyak identitas bermakna dalam hidupnya, keyakinan mereka tidak akan berdampak pada kekerasan ataupun ekstremisme.</p>
<p>Para pembuat kebijakan perlu berhati-hati dalam menangani radikalisme. Melakukan pelarangan ekspresi atau keyakinan keagamaan tidak akan memiliki banyak manfaat bahkan bisa menjadi bumerang. </p>
<p>Elemen yang terpenting dalam penanganan radikalisme bukanlah soal identitas agama, tapi soal ada atau tidaknya identitas lain yang dimiliki orang-orang berideologi radikal ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/127614/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Joevarian Hudiyana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Usaha menangkal radikalisme memerlukan penanganan dari sisi psikologis dan bukan ideologis.
Joevarian Hudiyana, Peneliti di Laboratorium Psikologi Politik, Universitas Indonesia
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/126209
2019-11-01T10:23:05Z
2019-11-01T10:23:05Z
Kematian Baghdadi adalah pukulan besar bagi ISIS, tapi bukan berarti dunia akan jadi lebih aman
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/299826/original/file-20191101-102182-1pkjfse.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Abu Bakar al-Baghdadi</span> <span class="attribution"><span class="source">WENN</span></span></figcaption></figure><p>“Seorang laki-laki yang sangat jahat” sudah dibunuh dan “dunia kini menjadi jauh lebih aman”. Kata-kata Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat dia mengumumkan kematian pemimpin Negara Islam Irak dan Suriah ( ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi ini sulit dibantah.</p>
<p>Baghdadi jelas lelaki jahat. Di bawah kepemimpinan dia, ribuan orang di Timur Tengah dan di seluruh dunia tewas atau disiksa secara brutal.</p>
<p>Secara logika, kematian Baghdadi tentu membuat dunia kini lebih aman. Namun, sayangnya, pada praktiknya tidak ada jaminan sama sekali.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/DcrBbXUf5-4?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Global War on Terror (Perang Global Melawan Teror) – sebuah operasi militer internasional yang dimulai setelah serangan 11 September untuk membasmi al-Qaeda dan ISIS – adalah sebuah operasi perang langsung reaktif.</p>
<p>Operasi ini tidak memiliki <a href="https://www.csis.org/analysis/looking-beyond-syria-and-isis-americas-real-strategic-needs-middle-east">tujuan strategis yang konsisten</a>, baik di Afghanistan, Irak, Suriah, Somalia, Filipina dan di mana pun juga. </p>
<p>Koalisi militer paling kuat sepanjang sejarah ini berusaha melawan sebuah jaringan teroris yang paling besar dan paling kuat yang pernah ada. Akibatnya, baik langsung maupun tidak, ratusan ribu nyawa hilang, triliunan dolar dihabiskan, dan anehnya <a href="https://www.csis.org/analysis/peace-afghanistan-iraq-syria-libya-and-yemen">tidak banyak hasil yang dicapai</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/us-retreat-from-syria-could-see-islamic-state-roar-back-to-life-125311">US retreat from Syria could see Islamic State roar back to life</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Tidak diragukan, <a href="https://edition.cnn.com/2019/10/27/politics/isis-abu-bakr-al-baghdadi-operation-donald-trump/index.html">serangan pasukan khusus</a> pada Baghdadi di Idlib Suriah dan juru bicara ISIS Abul-Hasan al-Muhajir di Aleppo adalah pencapaian penting dan berdampak besar.</p>
<p>ISIS telah mendapat pukulan besar. Tapi berapa lama efeknya akan berlangsung tidaklah jelas. Dari yang kita pelajari selama 20 tahun terakhir, tampaknya pukulan ini tidaklah mematikan.</p>
<p>Kekuatan ISIS, baik di medan di Irak dan Suriah, dan di seluruh dunia, sedang dibangun kembali sebelum serangan ini terjadi dan tidak akan berhenti hanya karena dua pemimpinnya tewas.</p>
<h2>Baghdadi sebagai pemimpin ISIS</h2>
<p>Baghdadi mungkin bisa digantikan, tapi dalam banyak hal dia adalah pemimpin <a href="http://csweb.brookings.edu/content/research/essays/2015/thebeliever.html">yang tepat</a> dalam masa kepemimpinannya. Dia memimpin penguatan kembali ISIS dari titik rendah sepuluh tahun yang lalu. Ia memainkan peranan penting dalam ekspansi ke Suriah, mengisi jabatan-jabatan penting, memimpin serangan kilat di utara Irak, menaklukkan Mosul dan memproklamirkan kekhalifahan. Di mata para pendukungnya, <a href="https://www.smh.com.au/world/middle-east/who-was-islamic-state-leader-abu-bakr-al-baghdadi-20191028-p534rh.html">kredibilitas</a> dia sebagai seorang cendekiawan Islam dan pemimpin agama sulit disamai.</p>
<p>Dia bukan pemimpin yang karismatik dan, sebagai seorang penyendiri yang brutal dan fundamentalis, tidak menginspirasi. Tapi ia memainkan perannya dengan efektif, didukung oleh para mantan perwira intelijen Irak dan para komandan militer di dalam ISIS yang tidak banyak terlihat.</p>
<p>Dalam kurun waktu tersebut, dia adalah khalifah yang diperlukan oleh kekhalifahan. Dalam konteks seperti itu, tidak akan ada lagi orang seperti dia.</p>
<p>Yang mengherankan, 15 tahun setelah Abu Musab al-Zarqawi mendirikan al-Qaeda di Irak, dan hampir 10 tahun setelah Baghdadi mengambilalih ISIS di Irak, tidak banyak yang kita pahami tentang kepemimpinan ISIS.</p>
<p>Yang terlihat jelas adalah gerakan ini mendapatkan keuntungan besar dari apa yang disebut “de-Baathifikasi” –proses penyingkiran ideologi nasionalis Arab yang dulu kokoh di Partai Baath– setelah <a href="https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2014/06/16/iraqs-crisis-dont-forget-the-2003-u-s-invasion/">invasi Irak pada 2003</a> dan jatuhnya rezim otoriter Saddam Hussein di Irak.</p>
<p>ISIS memang sebuah gerakan hibrida. Kepada publik, gerakan ini menunjukkan diri sebagai gerakan fundamentalis religius yang didorong oleh keyakinan religius. Tapi <a href="https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/the-hidden-hand-behind-the-islamic-state-militants-saddam-husseins/2015/04/04/aa97676c-cc32-11e4-8730-4f473416e759_story.html">di balik layar</a>, perwira intelijen Baath memanipulasi gambaran religius untuk mendirikan negara polisi, menggunakan teror agama untuk menginspirasi, mengintimidasi, dan menguasai. </p>
<p>Ini bukan berarti Zarqawi dan Baghdadi tidak penting sebagai pemimpin. Sebaliknya, mereka efektif dalam menggerakkan sentimen keagamaan terlebih dulu di Timur Tengah, baru kemudian ke seluruh dunia. Dalam prosesnya, <a href="https://www.bbc.com/news/world-middle-east-47286935">lebih dari 40.000 orang</a>, terinspirasi oleh ideologi revolusi religius yang utopis. Baghdadi memainkan perannya secara efektif sebagai pemimping agama dan khalifah.</p>
<p>Kalau dilihat secara optimis, kematian Baghdadi akan menyebabkan kemunduran ISIS selama berbulan-bulan, atau tahunan. ISIS akan kesulitan <a href="https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/baghdadis-death-a-turning-point-for-islamic-state/2019/10/27/2d28c3b6-f900-11e9-9e02-1d45cb3dfa8f_story.html">memperoleh kembali momentum</a> yang didapat di bawah Baghdadi.</p>
<p>Secara realistis, seberapa besar kesempatan ini bisa dimanfaatkan sangat tergantung pada pemimpin pengganti yang akan muncul dan apakah orang itu bisa dilacak dan ditangani sebelum berada di tampuk kepemimpinan.</p>
<h2>Apa yang mungkin terjadi sekarang</h2>
<p>Sepertinya ISIS telah memperoleh area di barat laut Suriah di Idlid dan Aleppo, di luar kendali rezim Assad di Damaskus, Angkatan Demokratik Suriah (SDF) di Suriah Timur Laut, dan jauh dari jangkauan pemerintah Irak di Baghdad, untuk merelokasi dan membangun kembali kepemimpinan.</p>
<p>Lagi-lagi, kalau dilihat secara optimis, ada harapan tipis serangan terakhir, yang sangat dipengaruhi kerja sama pasukan khusus Amerikan Serikat dan SDF, akan membuat Trump mengubah keputusannya untuk menghentikan kerja sama dengan SDF dan menarik mundur <a href="https://www.theatlantic.com/politics/archive/2019/10/us-intelligence-disaster-looming-syria/600226/">partner pasukan khusus</a> di medan dan juga dukungan udara.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/the-ceasefire-in-syria-is-ending-heres-whats-likely-to-happen-now-125492">The 'ceasefire' in Syria is ending – here's what's likely to happen now</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Baghdadi dan Muhajir ditemukan hanya 5 kilometer dari perbatasan Turki, ini berarti kendali Turki di utara Suriah tidak akan mampu mengatasi munculnya pemimpin ISIS baru.</p>
<p>Kemunduran pada pola kerja sama dengan kekuatan SDF di timur laut Suriah yang telah dibangun selama lima tahun terakhir bisa jadi penting dalam mencegah <a href="https://time.com/5711828/al-baghdadi-dead-isis-future/">munculnya</a> pemimpin ISIS baru.</p>
<p>Namun, dalam situasi yang paling baik pun, yang bisa diharapkan secara realistis adalah memperlambat dibangunnya kembali kekuatan ISIS agar dapat mengulur waktu untuk membangun kembali stabilitas politik dan sosial di utara Suriah dan Irak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/126209/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Greg Barton is engaged in a range of projects working to understand and counter violent extremism in Australia and in Southeast Asia that are funded by the Australian government.</span></em></p>
Kekuatan ISIS, baik di Irak dan Suriah, dan di seluruh dunia, tidak akan berhenti hanya karena dua pemimpinnya tewas.
Greg Barton, Chair in Global Islamic Politics, Alfred Deakin Institute for Citizenship and Globalisation, Deakin University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/120085
2019-07-23T09:05:28Z
2019-07-23T09:05:28Z
Neurosains terorisme: Temuan dari riset perdana tentang pemindaian otak orang-orang radikal
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/283223/original/file-20190709-51258-bc3tg9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C1997%2C1997&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Hasil pemindaian otak dari tiga orang 'radikal'. </span> <span class="attribution"><span class="source">© Nafees Hamid dan Clara Pretus</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Pemuda yang duduk di ruang tunggu fasilitas <em>neuroimaging</em> (pemetaan otak) kami itu mengenakan celana jins dan sepatu olahraga. Ia tampak seperti orang Spanyol keturunan Maroko usia 20-an pada umumnya. Yassine* tidak bisa diam, mengobrol dengan asisten peneliti, dan tampak bersemangat. Dari luar, dia seperti pemuda Barcelona di Spanyol lainnya. Bedanya dia secara terbuka mau menggunakan kekerasan untuk tujuan jihad.</p>
<p>Saat dia kami minta menjalani serangkaian tes dan kuesioner, dia nyaris tidak bisa diam di kursinya. Ia berulangkali menyatakan kesediaannya pergi ke Suriah untuk bunuh diri. “Aku akan pergi besok, aku akan melakukannya besok,” katanya. Ketika kami tanya sejauh mana niatnya, ia menjawab, “Syaratnya, kita pergi bersama. Anda yang bayar tiketnya”, sambil mengedipkan mata dan tersenyum. Kalau sudah begitu, dia tidak seperti pejuang dan provokator ekstremis asing. Ia menikmati mengumpat kami seenaknya dan menunjukkan jari tengah ketika ia pergi. Tapi tetap saja, Yassine setuju untuk membiarkan kami memindai otaknya–untuk studi pemindaian otak pertama tentang radikalisasi.</p>
<p>Bayangkan diri Anda menjadi seorang pemuda Muslim, di jalanan di Barcelona, lalu Anda didekati oleh orang tidak dikenal yang menanyakan apakah mereka dapat mensurvei Anda. Survei ini berkaitan dengan nilai-nilai agama, politik dan budaya Anda. Kedengarannya biasa saja, tapi survei dilakukan ketika Negara Islam (IS) atau ISIS sedang jaya-jayanya di Suriah dan Irak; dan survei ini mencakup pertanyaan tentang apakah mereka setuju dengan pendirian negara Islam di seluruh dunia, pemberlakuan hukum syariah yang ketat, dan melibatkan diri dalam jihad bersenjata.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/277702/original/file-20190603-69075-rw2v59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pasar di Barcelona yang sibuk.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/barcelona-spain-august-2018-market-hall-1165712356?src=Ufk93fM5hp0Mb5kzx_jBHQ-1-50">MikeDotta / Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Anda kemudian diberi tahu alasan untuk survei ini adalah untuk menemukan orang yang cocok untuk dipindai otaknya. </p>
<p>Nyatanya, beberapa orang yang kami temukan itu adalah beberapa orang-orang yang dianggap paling radikal; sebuah kenyataan yang hanya terungkap dalam tanya-jawab setelah eksperimen dilakukan. Yang mengejutkan kami, proses pemindaian otak ini ternyata menggelitik minat mereka.</p>
<p>Tanggapan para peserta beragam, mulai dari merasa resah: “Anda pikir ada sesuatu yang salah dengan otak saya?”, hingga merasa bangga: “Pasti ada sesuatu yang berbeda tentang otak saya.” Bahkan mereka yang paling keras mendukung jihad menjadi penasaran dan mulai mengajukan pertanyaan tentang bagaimana otak bekerja, apa yang kami temukan dalam penelitian lain, dan apa implikasinya pada penelitian ini. </p>
<p>Beberapa bahkan berencana meminta saran medis kepada kami (kami harus menjelaskan bahwa kami bukan dokter). Setelah puas bertanya tentang manfaat ilmiah dari penelitian kami, sebagian besar setuju untuk berpartisipasi.</p>
<p>Seperti yang dikatakan Ahmed*, seorang imigran Pakistan berusia 31 tahun dan pendukung setia Al Qaeda, kepada kami: “Orang-orang seperti kami, otak kami sangat berbeda. Anda tidak dapat membandingkan kami dengan orang lain. Tapi silakan dan coba saja. Yang Anda lakukan sangat menarik. ”</p>
<p>Namun dia memiliki satu syarat yang sangat penting untuk dipenuhi sebelum menyetujui untuk terlibat. Dia mendekat, seolah-olah takut didengar orang, dan berbisik, “Boleh saya minta gambar otak saya? Untuk bukti ke ibu saya, saya benar-benar punya otak.” Humor dari para peserta kami ini tak ada habisnya.</p>
<p>Kami melakukan dua studi terkait otak di Barcelona antara tahun 2014 dan 2017. Spanyol adalah salah satu negara Eropa yang <a href="https://www.europol.europa.eu/activities-services/main-reports/european-union-terrorism-situation-and-trend-report-2018-tesat-2018">sering</a> menjadi sasaran serangan teror, baik yang gagal maupun berhasil. Daerah Barcelona dan sekitarnya menjadi <a href="http://www.realinstitutoelcano.org/publicaciones/libros/Informe-Estado-Islamico-%20Espana.pdf">pusat</a> rekrutmen orang-orang radikal. Faktanya, <a href="https://www.nybooks.com/daily/2017/09/19/terrorism-the-lessons-of-barcelona/">selama penelitian lapangan kami</a>, terjadi serangan terkait ISIS di Barcelona dan Cambrils pada Agustus 2017 yang menewaskan 16 dan melukai 152 warga sipil.</p>
<p>Mengingat tujuan kami adalah mempelajari kemauan seseorang untuk terlibat dalam kekerasan demi nilai-nilai budaya dan agama, kami membutuhkan sampel orang-orang dengan latar belakang budaya dan bahasa yang sama. Jadi, kami merekrut laki-laki Muslim Sunni yang berasal dari Maroko dan Pakistan (dua kelompok Muslim Sunni terbesar di provinsi Barcelona) untuk berpartisipasi dalam penelitian kami.</p>
<p>Terlepas dari <a href="https://www.nybooks.com/daily/2017/08/23/what-makes-a-terrorist/">penelitian</a> yang telah dilakukan bertahun-tahun, publik masih dipengaruhi pemikiran yang terlalu sederhana tentang ekstremisme dengan kekerasan. </p>
<p>Di satu sisi, ada pemikiran yang ingin mereduksi radikalisasi menjadi “penyakit” individu. Dalam pandangan ini, orang yang menjadi teroris dianggap memiliki penyakit mental, memiliki IQ (kecerdasan intelektual) rendah, atau gangguan kepribadian. </p>
<p>Di sisi lainnya, ada yang mengabaikan individu sama sekali dan menjelaskan bahwa teroris dihasilkan oleh faktor lingkungan - misalnya kemiskinan, marginalisasi, atau “pencucian otak” oleh propaganda <em>online</em>.</p>
<p>Jadi penyebab radikalisasi cenderung dilihat karena karakteristik individu atau murni faktor sosial. Dan tentu saja, tak satu pun dari penggambaran ini benar. Kami justru mencoba untuk memahami interaksi antara faktor-faktor ini.</p>
<h2>Nilai sakral</h2>
<p>Kami adalah bagian dari tim peneliti internasional, <a href="https://artisinternational.org/">Artis International</a>, yang telah mempelajari suatu hal yang disebut “nilai-nilai sakral” dan perannya dalam konflik kekerasan di seluruh dunia. Nilai sakral adalah nilai moral yang tidak dapat ditawar dan tidak dapat diganggu gugat. Anda tidak akan menukarnya dengan materi. Terlepas dari label “sakral”, nilai-nilai ini tidak harus bersifat religius.</p>
<p>Misalnya, sebagian besar pembaca bisa jadi meyakini kebebasan individu adalah hak dasar seseorang. Kalau di seluruh dunia ada jaminan bahwa semua orang dijamin akan makmur secara ekonomi dan individu, namun dengan syarat ada sebagian kecil orang yang harus diperbudak, apa Anda akan setuju? Kalau tidak, berarti anti-perbudakan adalah nilai sakral bagi Anda.</p>
<p>Kami telah mempelajari nilai-nilai sakral dalam berbagai konflik, dari negara-bangsa seperti <a href="https://www.pnas.org/content/104/18/7357">Israel dan Palestina</a>, <a href="http://csjarchive.cogsci.rpi.edu/Proceedings/2009/papers/677/paper677.pdf">India dan Pakistan</a>, dan <a href="https://jeannicod.cnrs.fr/ijn_00505191/file/jdm91203.pdf">Iran dan Amerika Serikat</a> hingga kelompok-kelompok sub-negara, seperti <a href="https://www.researchgate.net/profile/Scott_Atran/publication/319470470_The_devoted_actor%27s_will_to_fight_and_the_spiritual_dimension_of_human_conflict/links/59c4d2eaa6fdccc719148e30/The-devoted-actors-will-to-fight-and-the-spiritual-dimension-of-human-conflict.pdf">Milisi Kurdi</a> dan <a href="https://aeon.co/essays/why-isis-has-the-potential-to-be-a-world-altering-revolution">ISIS/Al-Qaeda</a>. </p>
<p>Kami juga meneliti konflik tanpa kekerasan seperti gerakan <a href="https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/10/catalan-referendum-spain-independence/541656/">separatis Catalonia di Spanyol</a>. Nilai-nilai sakral yang mendorong konflik-konflik ini adalah nilai-nilai yang dianggap (atau memang sebenarnya) dipertentangkan.</p>
<p>Mulai dari hak Israel untuk eksis, kedaulatan Palestina, atau masa depan Kashmir, hingga kebangkitan kekhalifahan, ketika orang-orang merasa nilai-nilai sakral mereka terancam, mereka akan memperjuangkannya. Ini bisa terjadi baik untuk nilai-nilai yang telah lama dipegang atau nilai-nilai baru yang diadopsi sebagai bagian dari proses radikalisasi mereka. Ancaman-ancaman ini bahkan bisa abstrak: pemusnahan budaya, misalnya. Seorang imam di Barcelona yang terlibat dalam serangan teroris yang gagal pada 2008 berkata pada kami:</p>
<blockquote>
<p>Terserah Anda mau bilang apa Al-Qaeda, Taliban, atau lainnya. Jika budaya kami nanti terbukti bertahan dari modernitas, itu berkat kelompok-kelompok ini.</p>
</blockquote>
<p>Dalam kasus radikalisasi, penerimaan nilai-nilai ekstremis cukup memprihatinkan. Dan saat semakin banyak dari nilai-nilai ini menjadi sakral, kecenderungan terhadap kekerasan meningkat dan peluang deradikalisasi menjadi berkurang.</p>
<h2>Pengasingan sosial</h2>
<p>Dalam proses pemindaian otak, kami menggunakan alat yang disebut pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) yang merekam dan mengidentifikasi area otak mana yang aktif selama kegiatan tertentu. <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2018.02462/full">Penelitian fMRI pertama kami</a> mengeksplorasi apa yang bisa membuat nilai-nilai non-sakral berubah jadi sakral.</p>
<p>Setelah melakukan 535 survei terhadap pemuda-pemuda asal Maroko di Barcelona, kami merekrut 38 peserta yang secara terbuka mengatakan mereka mau terlibat dalam aksi kekerasan untuk tujuan jihad. </p>
<p>Para pemuda ini diminta untuk memainkan “Cyberball”, sebuah permainan video tempat mereka dan tiga pemain Spanyol laki-laki muda lainnya akan memberikan bola virtual satu sama lain. Sampai sesi akhir, mereka tidak diberi tahu bahwa para pemain Spanyol lain itu murni virtual, bukan dimainkan oleh orang sungguhan.</p>
<p>Setengah dari peserta ini kemudian “dikucilkan secara sosial” saat para pemain Spanyol berhenti memberikan umpan kepada pemain Maroko dan hanya bermain di antara mereka sendiri. Setengah lainnya terus mendapatkan bola. Kemudian, baik peserta yang dikucilkan dan yang tidak, kami pindai otaknya, agar kami dapat mengukur kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati untuk nilai-nilai sakral mereka (misalnya, melarang kartun nabi, melarang pernikahan gay) dan nilai-nilai penting tetapi tidak sakral bagi mereka (perempuan yang mengenakan niqab, ajaran Islam di sekolah) yang dipastikan sebelumnya dalam survei.</p>
<p>Tidak mengejutkan, peserta menunjukkan bahwa mereka bersedia untuk memperjuangkan dan bahkan mati demi nilai-nilai sakral dibandingkan non-sakral. Secara neurologis, nilai sakral mengaktifkan <em>girus frontal inferior</em> (GFI) kiri atau area tempat pemrosesan aturan dan berkorelasi dengan nilai sakral seperti telah ditemukan pada penelitian <a href="https://royalsocietypublishing.org/doi/full/10.1098/rstb.2011.0262">mahasiswa di Amerika Serikat</a>. </p>
<p>Namun mereka yang diasingkan dalam permainan meningkatkan kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati untuk nilai-nilai non-sakral mereka, dan GFI kiri menjadi diaktifkan bahkan selama pemrosesan nilai non-sakral.</p>
<iframe title="Left IFG activity" aria-label="Grouped Column Chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/wdEx8/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Dengan kata lain, pengucilan sosial membuat nilai-nilai non-sakral menjadi seperti nilai-nilai sakral. Perubahan mengkhawatirkan ini menunjukkan bahwa pengucilan sosial berkontribusi dalam menjadikan sikap seseorang kurang luwes dan meningkatkan kecenderungan terhadap kekerasan. Ketika nilai-nilai non-sakral menjadi nilai-nilai sakral yang dipegang penuh, prospeknya suram: tidak ada penelitian yang dapat menunjukkan bagaimana cara menghilangkan kesakralan nilai tersebut.</p>
<h2>Sangat radikal</h2>
<p>Bahkan jika kita tidak bisa menghilangkan nilai-nilai sakral, mungkin kita masih bisa menarik orang yang sangat radikal terhindar dari kekerasan. Itu yang kami coba telusuri dalam <a href="https://royalsocietypublishing.org/doi/10.1098/rsos.181585">studi pemindaian otak kedua</a>. Setelah mensurvei 146 laki-laki Pakistan dari komunitas kecil dan erat di Barcelona, kami merekrut 30 peserta yang secara eksplisit mendukung rekanan Al-Qaeda, <a href="https://www.counterextremism.com/threat/lashkar-e-taiba">Lashkar-e-Taiba</a>. Mereka mendukung kekerasan terhadap Barat, mendukung jihad terhadap Barat, dan menyatakan mereka akan bersedia melakukan kekerasan atas nama jihad bersenjata. Peserta ini lebih teradikalisasi daripada peserta penelitian kami sebelumnya.</p>
<p>Pada bagian pertama penelitian, gambar otak mereka dipindai ketika mereka sedang mengisi tingkat kesediaan mereka untuk berjuang dan mati untuk nilai-nilai sakral dan non-sakral mereka. Partisipan yang kedua menunjukkan pola aktivitas saraf yang berbeda dari orang Maroko dalam penelitian pertama kami yang menunjukkan pola yang sama dengan mahasiswa Amerika Serikat.</p>
<p>Ketika orang-orang Pakistan yang sangat teradikalisasi ini mengungkapkan nilai-nilai sakral mereka, ada sebuah jaringan yang mencakup korteks prefrontal dorsolateral (DLPFC)–bagian otak yang berhubungan dengan pertimbangan untung rugi–menjadi tidak aktif. Ketika mereka menyatakan keinginan yang tinggi untuk berjuang sampai mati untuk nilai-nilai mereka, kami menemukan bagian dari otak yang terkait dengan penilaian subjektif (korteks prefrontal ventromedial (vmPFC)) menjadi aktif. Dalam kehidupan sehari-hari, DLPFC dan vmPFC bekerja bersamaan ketika membuat keputusan.</p>
<iframe title="Willingness to fight and die" aria-label="Grouped Column Chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/2lTJ4/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="433"></iframe>
<p>Sebuah <a href="https://academic.oup.com/scan/advance-article/doi/10.1093/scan/nsz034/5486105">analisis lanjutan</a> menemukan bahwa kedua wilayah otak ini sangat terhubung ketika partisipan memiliki kemauan untuk berjuang sampai mati–dalam arti, nilai subjektif diatur oleh mekanisme kontrol keputusan. Akan tetapi ketika mereka menyatakan keinginan yang tinggi untuk berjuang sampai mati, kami menemukan bahwa kedua wilayah ini berkurang keterhubungannya. Ini menunjukkan bahwa, ketika seseorang siap untuk membunuh dan dibunuh untuk membela suatu ide, mereka tidak lagi menggunakan mekanisme kontrol keputusan yang biasanya terlibat dalam penalaran yang hati-hati.</p>
<p>Mereka pada dasarnya menonaktifkan bagian otak mereka ini. Namun, kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati semakin rendah saat bagian yang berkaitan dengan penalaran yang hati-hati dan subjektif mereka terhubung kembali. Jadi mekanisme apa yang membawa orang untuk menurunkan kesediaan mereka untuk berjuang sampai demi suatu alasan?</p>
<h2>Pengaruh teman sebaya</h2>
<p>Di bagian kedua penelitian kami, dalam proses pemindaian, para peserta kembali ditunjukkan tiap-tiap nilai dengan skor penilaian mereka sendiri tetapi kali ini mereka dapat menekan sebuah tombol untuk melihat kesediaan rata-rata untuk berjuang dan mati di peringkat rekan-rekan mereka. Apa yang tidak mereka katakan adalah bahwa peringkat rata-rata ini adalah sebuah rekaan dan merupakan manipulasi eksperimental dengan pembagian acak secara merata antara peringkat yang lebih rendah, sama, atau lebih tinggi.</p>
<p>Ketika mereka keluar dari mesin pemindai, mereka sekali lagi menilai kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati untuk setiap nilai. Dalam wawancara dan survei pasca-pemindaian, para peserta menyatakan bahwa mereka terkejut dan bahkan marah ketika rekan-rekan mereka tidak mau menggunakan kekerasan seperti mereka.</p>
<p>Meskipun demikian, kami menemukan bahwa orang-orang menurunkan kesediaan mereka untuk berjuang sampai mati demi nilai-nilai sakral dan non-sakral ketika melihat respons rekan-rekan mereka. Perubahan ini berkorelasi dengan peningkatan aktivasi DLPFC di otak. Jalur penalaran hati-hati mereka dibuka kembali.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/276984/original/file-20190529-192451-y0fn4t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemindaian otak dari tiga ‘radikal’ yang mengambil bagian dalam studi di Barcelona.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Brain scans from three 'radicals'. © Nafees Hamid and Clara Pretus</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Radikal ‘normal’</h2>
<p>Jadi, bagaimana penjelasan ini disandingkan dengan dua pemikiran sederhana di atas?</p>
<p>Mari kita ambil anggapan bahwa semuanya bermuara pada karakteristik individu. Ketika kami memberi semua peserta serangkaian tes untuk mengukur IQ mereka, menilai ada tidaknya gangguan mental, dan mengukur kepribadian mereka. Mereka semua “normal”.</p>
<p>Kami juga menemukan pemikiran bahwa radikalisasi hanya berasal dari kondisi sosial atau lingkungan itu cacat. Penelitian kami tidak menemukan hubungan antara faktor-faktor ekonomi seperti kemiskinan dan dukungan untuk ide-ide atau kelompok-kelompok ekstremis. Gambaran yang mulai muncul dari penelitian kami adalah gambaran yang lebih rumit–dan ini memiliki beragam implikasi pada kebijakan.</p>
<p>Studi pertama kami menunjukkan bahwa pengucilan sosial dapat berkontribusi pada pembentukan nilai-nilai keras yang mendorong kemauan mereka untuk terlibat dalam kekerasan. Ini konsisten dengan penelitian lain tentang pengucilan sosial seperti <a href="https://behavioralpolicy.org/wp-content/uploads/2017/05/BSP_vol1is2_-Lyons-Padilla.pdf">temuan survei</a>, yang menunjukkan bahwa ketika Muslim Amerika terpinggirkan mendapat diskriminasi, mereka meningkatkan dukungan mereka untuk kelompok-kelompok radikal.</p>
<p>Tetapi pengucilan sosial tidak hanya berarti adanya pengalaman diskriminasi. Pengucilan sosial adalah fenomena yang jauh lebih luas dan lebih kompleks–perasaan seseorang bahwa mereka tidak menjadi bagian dalam masyarakat mereka sendiri.</p>
<p>Kelompok teroris merekrut anggota baru di seluruh dunia dengan memanfaatkan perasaan ini. Penelitian sebelumnya di <a href="https://www.international-alert.org/sites/default/files/Syria_YouthRecruitmentExtremistGroups_EN_2016.pdf">Suriah</a>, <a href="https://issafrica.s3.amazonaws.com/site/uploads/Paper266.pdf">Somalia,</a>, dan <a href="https://www.peacemakersnetwork.org/wp-content/uploads/2016/07/Understanding-Boko-Haram-in-Nigeria-%CC%B6-Reality-and-persepsi-%20WEB.pdf">Nigeria</a> telah menunjukkan bahwa perasaan dikucilkan dari kelompok agama, etnis, atau politik mendorong individu dan suku untuk bergabung dengan organisasi teroris.</p>
<p>Perasaan tidak didengar tidak mengarah pada radikalisasi dengan sendirinya, tetapi perasaan itu menciptakan celah sosial yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok ekstremis lokal dengan mengklaim mereka berjuang atas nama mereka, kelompok-kelompok yang kehilangan haknya.</p>
<p>Perasaan dikucilkan oleh orang-orang Arab Sunni di Irak pasca-invasi adalah <a href="https://carnegie-mec.org/publications/55372">faktor penting</a> bagi kemenangan ISIS. <a href="https://ctc.usma.edu/islamic-states-lingering-legacy-among-young-men-mosul-area/">Penelitian</a> kami terhadap Mosul pasca-ISIS dan riset pendahuluan pada Raqqa pasca-ISIS menunjukkan bahwa orang-orang yang paling rentan terhadap perekrutan ISIS adalah mereka yang dikucilkan secara sosial. Ini bisa dijadikan modal untuk mendirikan kelompok serupa.</p>
<p>Negara-negara Barat memiliki komunitas terpinggirkan yang menjadi target rekrutmen kelompok jihadis dan ekstrem kanan. Di negara-negara inilah perasaan kehilangan hak terasa sangat kuat karena narasi masyarakat ini seakan didasarkan pada akses yang tidak bias terhadap mobilitas sosial dan kesetaraan.</p>
<p>Namun pada kenyataannya, pengalaman hidup dari komunitas yang terpinggirkan di Barat membuat mereka melihat klaim ini sebagai hal yang munafik. Kelompok-kelompok ekstremis memperburuk perasaan ini dengan narasi lain yang mempolarisasi mereka dari seluruh masyarakat sambil “memberdayakan” mereka dengan mengajaknya bergabung dengan revolusi melawan orang-orang yang meminggirkan mereka. Seperti yang dinyatakan oleh seorang anggota ISIS dalam penelitian kami yang sedang berlangsung:</p>
<blockquote>
<p>Saya punya pilihan untuk “menjual barang dagangan” untuk sistem yang korup atau menjadi bagian dari revolusi menentangnya.</p>
</blockquote>
<p>Semua ini menyiratkan bahwa kebijakan luar negeri dan dalam negeri yang memfasilitasi inklusi sosial dapat berguna, salah satunya untuk membongkar isu yang paling dapat dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis.</p>
<h2>Pesan kontra</h2>
<p>Penelitian kami juga menunjukkan potensi masalah dalam kebijakan anti-terorisme. Salah satu alat yang digunakan banyak pemerintah adalah kampanye pesan alternatif dan pesan kontra, seperti kampanye <a href="http://www.stop-djihadisme.gouv.fr/">Stop-Djihadisme</a> di Prancis. Kampanye semacam itu dibuat oleh organisasi masyarakat sipil yang didanai secara diam-diam oleh pemerintah. </p>
<p>Bentuknya sebagian besar merupakan pesan <em>online</em> yang mencoba untuk menumbangkan daya tarik kelompok-kelompok ekstremis dengan, dalam beberapa kasus, mendorong refleksi diri.</p>
<p>Penelitian kami menunjukkan bahwa jika area otak yang terkait dengan penalaran hati-hati tidak aktif untuk nilai-nilai sakral, maka pesan yang ditujukan untuk masalah ini mungkin tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, nilai-nilai sakral bersifat unik bagi individu. Ini menjadi tantangan bagi solusi alternatif yang disampaikan secara <em>online</em> dan didistribusikan secara massal dan menggunakan solusi menggunakan pesan kontra.</p>
<p>Radikalisasi yang berhasil, bahkan secara <em>online</em>, biasanya melibatkan interaksi orang-per-orang. Investigasi terbaru terhadap pejuang asing Barat yang pergi ke Suriah <a href="https://www.sciencenews.org/article/new-studies-explore-why-ordinary-people-turn-terrorist?">menemukan</a> bahwa 90% dari mereka direkrut menggunakan interaksi sosial tatap muka atau <em>online</em>. Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa pesan <em>online</em> tanpa kontak fisik memainkan peran yang penting. Radikalisasi adalah proses sosial yang mendalam yang menjanjikan seseorang untuk memiliki rasa saling memiliki dan peran yang bermakna untuk perubahan sosial.</p>
<p>Namun, dorongan untuk menjadi agen perubahan sosial tidak perlu ditiadakan. Justru, seharusnya disalurkan kembali untuk tujuan positif. Jadi, alih-alih menggunakan pesan kontra yang sederhana, kebijakan harus diarahkan untuk <a href="https://icct.nl/publication/dont-just-counter-message-counter-engage/">melawan-keterlibatan</a> dengan mendorong kegiatan yang mengembangkan rasa saling memiliki dan bertujuan hidup.</p>
<p>Inilah yang kami temukan dalam <a href="https://www.youtube.com/watch?v=O-GmXLvLGlY">penelitian di Belgia</a> yang sedang berlangsung tentang alasan beberapa jaringan pemuda tetap menolak ajakan bergabung ke dalam ISIS. </p>
<p>Salah satu perbedaan utama mereka adalah bagaimana teman sebaya yang tidak teradikalisasi terlibat dalam komunitas mereka. Mereka terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat secara sosial, seperti pendampingan kaum muda, membantu para tunawisma, membantu para pengungsi, atau melakukan aktivisme sosial seperti advokasi politik untuk komunitas mereka sendiri atau komunitas lainnya. Meskipun beberapa masih frustrasi, mereka tetap merasa memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan sosial. Semakin besar perasaan ini, semakin rendah daya tarik gerakan anti-kekuasaan yang melibatkan kekerasan.</p>
<h2>Merasa terlibat</h2>
<p>Eksperimen kami menunjukkan bahwa menciptakan masyarakat inklusif yang memberi kesempatan semua warga di dalamnya memiliki tujuan hidup dan rasa saling memiliki harus menjadi prioritas dalam perang melawan kekerasan politik. Radikalisasi adalah fenomena sosial yang harus diperangi secara sosial dengan bantuan pemerintahan secara inklusif, teman dan keluarga, dan media.</p>
<p>Kebijakan yang bertujuan untuk melepaskan para ekstremis dari jalur kekerasan mungkin, misalnya, akan bermanfaat dengan adanya bantuan dari teman-teman mereka yang tidak teradikalisasi. Selain itu, komunikasi strategis apa pun yang dapat meningkatkan persepsi di kalangan pemuda bahwa “teman-teman mereka menolak kekerasan politik” bisa membantu mencegah pecahnya ekstremisme pada masa depan.</p>
<p>Contohnya, Fahad, seorang pemuda karismatik yang kami temui selama kerja lapangan kami. Setiap minggunya, ia memiliki tujuan hidup yang baru: menjadi atlet, ilmuwan, seniman, bahkan politikus. Pada setiap kesempatan, orang tuanya yang konservatif menolak ambisinya. Dia mulai menutup diri, mengurangi waktu dengan teman-teman, dan lebih banyak berkeliaran di jalan-jalan Barcelona sendirian.</p>
<p>Suatu hari dia bertemu dengan seorang kenalan yang sudah diradikalisasi. Dalam beberapa minggu, sikap Fahad berubah. Tak lama setelah itu, dia menghilang. Akun media sosial dan bentuk komunikasi lain miliknya ditutup.</p>
<p>Beruntungnya, skenario terburuk ternyata tidak terjadi. Orang tuanya menjadi sadar akan perubahan dirinya yang baru dan memberinya solusi alternatif: jika ia bekerja paruh waktu dalam bisnis keluarganya maka ia boleh menghabiskan sisa waktunya mengejar ambisi karirnya. Ketika kesempatan tersebut diberikan, hal ini menghilangkan ketertarikan seseorang terhadap ideologi ekstremis. Ketika kami berkomunikasi lagi dengannya, Fahad memberi tahu kami betapa baik hidupnya dan bagaimana akhirnya dia merasa bahwa dia “benar-benar punya tempat di sini”.</p>
<p>Proses radikalisasi adalah suatu sistem kompleks yang tidak dapat hanya direduksi sebagai sesuatu yang hanya ada pada otak, perilaku, dan lingkungan. Ia berada pada irisan ketiganya. Penjelasan sederhana yang menyebut mereka sebagai “orang gila”, menyalahkan satu agama atau etnis, atau menyalahkan komunitas lokal justru mengaburkan solusi praktis dan justru mendorong proses rekrutmen oleh kelompok-kelompok teroris. </p>
<p>Sasaran kebijakan dalam melawan ekstremisme yang melibatkan kekerasan seharusnya adalah tercapainya masyarakat inklusif yang memiliki makna kegunaan dalam hidup.</p>
<hr>
<p><em>*Semua nama telah diubah untuk melindungi identitas partisipan. Penelitian kami tunduk di bawah tinjauan etis akademis yang sangat ketat yang mengatur protokol agar melindungi peneliti, partisipan, dan masyarakat umum seperti yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat. Suatu hal yang meyakinkan orang-orang yang teradikalisasi untuk mau berbicara dengan kami adalah jaminan anonimitas mereka. Namun, jika kami merasa publik berada dalam bahaya, kami akan mengikuti protokol yang sesuai untuk memastikan keamanan.</em></p>
<p><em>Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/120085/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nafees Hamid menerima dana dari Minerva Research Initiative and the Frederick Bonnart-Braunthal Trust. Ia adalah anggota dari Artis International.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Clara Pretus menerima dana dari Minerva Research Initiative and the BIAL Foundation. Ia terafiliasi dengan Artis International.</span></em></p>
Proses radikalisasi adalah suatu sistem kompleks yang tidak dapat hanya direduksi sebagai sesuatu yang hanya ada pada otak, perilaku, dan lingkungan. Ia berada pada irisan ketiganya.
Nafees Hamid, PhD Candidate, Department of Security and Crime Science, UCL
Clara Pretus, Postdoctoral Fellow in Psychiatry and Legal Medicine, Universitat Autònoma de Barcelona
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/120288
2019-07-15T10:21:57Z
2019-07-15T10:21:57Z
Hasil riset: kelompok teroris di Indonesia lakukan bisnis legal untuk mendanai operasi mereka
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/283943/original/file-20190713-173338-17ttpre.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=42%2C56%2C2161%2C1355&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Terduga teroris, Abu Bakar Bashir, tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 10 Maret 2011.</span> <span class="attribution"><span class="source">Karlis Salna/AAP</span></span></figcaption></figure><p>Awal bulan ini, publik dikejutkan oleh berita <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48849610">penangkapan</a> Para Wijayanto, pemimpin jaringan teroris Jema'ah Islamiyah (JI) baru. Jaringan teroris yang bertanggung jawab atas pemboman Bali tahun 2002 itu ternyata masih ada dan aktif.</p>
<p>JI pernah dianggap sudah <a href="https://thediplomat.com/2018/10/jemaah-islamiyah-still-southeast-asias-greatest-terrorist-threat/">habis</a> setelah para pemimpinnya seperti Abu Bakar Ba'asyir dan Umar Patek ditangkap, kemudian pemimpin yang lain seperti Noordin Top dan Azahari terbunuh.</p>
<p>Penangkapan terbaru tersebut mengungkap bahwa JI menggunakan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1220030/jaringan-jamaah-islamiyah-para-wijayanto-punya-kebun-sawit/full&view=ok">bisnis perkebunan kelapa sawit</a> untuk mencari dana. Sebelumnya, pendanaan JI sebagian besar berasal dari kegiatan ilegal, seperti <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2014/09/10/police-investigating-link-terrorism-medan-robbery-policeman-arrested.html">perampokan</a> dan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2012/07/09/terrorist-financing-cybercrime-and-underground-economy.html"><em>cybercrime</em></a>.</p>
<p>Apakah menggunakan bisnis legal sebagai kedok untuk mendanai terorisme ini tren baru?</p>
<p>Saya meneliti <a href="http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20300281-T30490-Sylvia%20Windya%20Laksmi.pdf">dinamika pendanaan organisasi teroris</a>. Jaringan terorisme menggunakan cara-cara legal dan ilegal untuk mendanai aktivitas mereka–baik untuk serangan teror, propaganda, rekrutmen atau pelatihan militer.</p>
<h2>Pendanaan teror</h2>
<p>Menurut <a href="http://ijil.ui.ac.id/index.php/home/article/download/503/pdf_388">undang-undang pendanaan anti-teroris Indonesia</a>, pendanaan teroris mengacu pada aset yang diketahui, atau patut diduga, digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan, organisasi, atau individu yang terkait dengan terorisme.</p>
<p>Ada <a href="https://www.fatf-gafi.org/media/fatf/documents/reports/FATF%20Terrorist%20Financing%20Typologies%20Report.pdf">tiga tahap pendanaan teroris</a>: penggalangan dana, pemindahan dana, dan penggunaan dana.</p>
<p>Mereka dapat menggunakan bank atau cara lainnya untuk memindahkan uang mereka.</p>
<h2>Bisnis teror</h2>
<p>Menurut polisi, Para Wijayanto sebagai pemimpin JI yang baru, menjalankan bisnis perkebunan sambil <a href="https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/indonesia-uncovers-neo-ji-terror-group-that-runs-oil-palm-plantation-business-for?fbclid=IwAR0sZL4XcCn2pTk3gmHJDhR8rjREmjd6TfSdXBkcVKcrcWyPMkW9msRwBLs">merekrut</a> lebih banyak anggota. Tujuannya adalah untuk mendirikan negara Islam di Indonesia.</p>
<p>Perkebunan kelapa sawit adalah bisnis besar di Indonesia; negara ini pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Bisnis ini bisa menghasilkan pendapatan yang besar. Berdasarkan <a href="http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20300281-T30490-Sylvia%20Windya%20Laksmi.pdf">penelitian</a> saya, perkebunan sawit biasanya berada di lokasi terpencil sehingga ideal sebagai tempat persembunyian dan pelatihan militer.</p>
<p>Selain itu, perkebunan juga memberi peluang untuk membeli bahan kimia dalam jumlah besar, misalnya <a href="https://tekno.tempo.co/read/474677/kenapa-pupuk-bisa-membuat-ledakan-dahsyat/full&view=ok">pupuk, yang bisa digunakan untuk merakit bom</a>.</p>
<p>Jaringan JI telah lama melakukan bisnis secara legal untuk membiayai terorisme.</p>
<p>Pada awal 2000-an, anggota JI mengumpulkan uang tidak hanya melalui <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2014/09/10/police-investigating-link-terrorism-medan-robbery-policeman-arrested.html">perampokan</a> dan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2012/07/09/terrorist-financing-cybercrime-and-underground-economy.html">peretasan</a>, namun juga mendirikan perusahaan penerbitan buku di Jawa Tengah. JI menggunakan langkah ini untuk menyebarkan propaganda sekaligus mencari uang.</p>
<p>Gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) juga telah <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170117113206-20-186873/evolusi-jaringan-teroris-indonesia">mempengaruhi</a> sebagian besar kelompok teroris di Indonesia, apalagi setelah ISIS mengumumkan keberadaannya di sini pada tahun 2014. Kelompok-kelompok yang terkait dengan JI telah bersumpah setia pada ISIS. Pemimpin JI, Abu Bakar Ba'asyir, juga bersumpah setia kepada pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi.</p>
<p>ISIS memberi inspirasi cara-cara pendanaan baru. <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38839784">Penyelidik menemukan bahwa kelompok lokal mendirikan bisnis</a> termasuk obat-obatan herbal dan toko bahan kimia.</p>
<p>Teknologi, terutama media sosial dan pesan instan, <a href="https://www.tribunnews.com/tribunners/2018/07/17/cyber-narcoterorism-gunakan-dunia-maya-biayai-terorisme">membantu bisnis-bisnis yang dimiliki para teroris ini</a>. Mereka <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151118170304-185-92531/sederet-aplikasi-yang-banyak-dipakai-simpatisan-isis">diduga menggunakan Facebook, Twitter, dan Whatsapp</a> untuk menyebarkan propaganda, mendapat penghasilan dari bisnis online, dan untuk meminta atau menerima sumbangan.</p>
<p>Berikut adalah beberapa contoh bisnis legal yang dilakukan oleh anggota organisasi ekstremis tersebut:</p>
<p><strong>1. Agen perjalanan</strong></p>
<p>Pada akhir 2016, polisi <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/aksi-senyap-densus-88-lumpuhkan-terduga-teroris-jaringan-bahrun-naim.html">menangkap</a> tersangka yang terafiliasi dengan jaringan Katibah Nusantara, cabang ISIS di Asia Tenggara yang berbasis di Suriah dan diduga dipimpin oleh Bahrun Naim. Polisi juga menemukan agen perjalanan yang dijalankan oleh Rafiqa Hanum, istri Naim. Naim yang diyakini <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160115154133-185-104591/bahrun-naim-kisah-penjaga-warnet-jadi-perekrut-isis">bertanggung jawab atas serangan di Jakarta pada 2016</a>.</p>
<p>Polisi menyebut agen perjalanan tersebut membantu dua orang Muslim Uighur, Cina, yang merupakan bagian dari Gerakan Islam Turkistan Timur (East Turkestan Islamic Movement, kini Turkistan Islamic Movement), masuk ke Indonesia secara ilegal dan menyembunyikan mereka di Batam. Perusahaan itu juga membantu para pejuang teroris asing untuk masuk Suriah menyamar sebagai atau peserta umroh atau haji.</p>
<p><strong>2. Obat herbal</strong></p>
<p>Dalam dua kasus, penyelidik menemukan teroris yang berkaitan dengan usaha obat herbal. <a href="https://www.voaindonesia.com/a/densus-88-tangkap-13-terduga-teroris-tembak-7-lainnya/1657535.html">Dalam sebuah penangkapan pada tahun 2013 pada teroris yang melakukan kegiatan jihad di Poso, Sulawesi Tengah</a>, polisi menemukan tersangka di Kebumen, Jawa Tengah, yang mengaku sebagai pengusaha obat herbal pada warga setempat.</p>
<p>Pada kasus lain pada tahun 2018 yang melibatkan <a href="http://file.understandingconflict.org/file/2018/10/IPAC_Report_51.pdf">Dita Oepriyanto</a>, pelaku bom bunuh diri Surabaya, polisi menemukan ia menjalankan bisnis minyak herbal kemiri. Dia membeli bahan kimia untuk membuat bom dari pemasok online.</p>
<p><strong>3. Usaha elektronik</strong></p>
<p>Pada 2017, seorang tersangka teroris dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2019/05/09/14584941/temuan-bom-pipa-di-bekasi-polisi-tangkap-1-terduga-teroris">ditangkap</a> di Bekasi, Jawa Barat. Dia memiliki toko ponsel. Di tokonya, polisi menemukan bom pipa, peralatan elektronik, dan buku panduan untuk membuat bom.</p>
<h2>Pilihan bisnis teroris</h2>
<p>Faktor-faktor yang mempengaruhi teroris dalam <a href="http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20300281-T30490-Sylvia%20Windya%20Laksmi.pdf">memilih metode pendanaan mereka</a> termasuk diantaranya keterampilan apa yang mereka miliki dan situasi yang mereka hadapi–misalnya adanya pemantauan ketat oleh pemerintah terhadap pemindahan dana lintas negara.</p>
<p>Undang-undang pendanaan anti-teroris telah <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2015/06/19/rethinking-anti-terrorism-strategy-indonesia.html">meningkatkan kemampuan penegak hukum</a> dalam mengurangi jaringan teroris Indonesia yang terhubung dengan jaringan lain di Asia Tenggara. Banyaknya penangkapan teroris dalam lima tahun terakhir adalah buktinya.</p>
<p>Ketika penegakan hukum menjadi lebih kuat, teroris harus mengubah taktik, termasuk penggunaan bisnis legal untuk menutupi gerakan dan menghindari pengawasan.</p>
<p>Baru-baru ini, metode lain telah ditemukan: penggunaan layanan keuangan mikro <a href="https://www.meforum.org/7597/it-time-to-prosecute-terror-finance-again">Baitul Maal</a>. Baitul Maal adalah layanan keuangan mikro Islami berbasis masyarakat informal yang menggunakan pendekatan ekonomi dan sosial-keagamaan dengan menawarkan layanan keuangan kepada orang-orang miskin, termasuk mengumpulkan sumbangan dan memberikan pinjaman rendah untuk usaha kecil.</p>
<h2>Selanjutnya apa?</h2>
<p>Pemerintah harus tetap waspada terhadap perubahan metode pendanaan teroris. Tidak hanya metode penggalangan dana yang berubah, penggunaan dana juga telah berganti.</p>
<p>Dana digunakan tidak hanya untuk mempersiapkan serangan, tetapi juga untuk menghidupi <a href="https://publications.lowyinstitute.org/archive/charities-and-terrorism-lessons-from-the-syrian-crisis">keluarga</a> tahanan, janda, dan anak-anak terpidana teroris. Misalnya, memberikan beasiswa kepada anak-anak dan layanan kesehatan untuk para janda dan istri tahanan teroris.</p>
<p>Masalah ini penting dan berbahaya karena dalam situasi demikian pemindahan dana menjadi semakin samar karena tidak digunakan secara langsung untuk kegiatan teroris.</p>
<p>Dalam <a href="http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20300281-T30490-Sylvia%20Windya%20Laksmi.pdf">analisis</a> saya, orang-orang yang menyumbang dana tetap setia terhadap kelompoknya serta menciptakan generasi baru jihadis. Hanya ada <a href="https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/2015/04/CTTA-April-2015.pdf">sedikit</a> program pemerintah yang menyediakan insentif sosial dan ekonomi untuk keluarga jihadis, namun tidak jelas hasilnya, serta kurang dipantau dan dikontrol. Saya percaya, program penanggulangan yang lebih mutakhir sangat dibutuhkan.</p>
<p>Penelitian terhadap pendanaan teroris sangatlah penting karena <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2015/10/30/countering-terrorism-s-center-gravity-money-or-ideology.html">uang selalu menjadi pusat kekuatan</a> semua kelompok teroris. Mereka bergantung pada pendanaan; kita harus meningkatkan kemampuan untuk mengatasi masalah ini.</p>
<p><em>Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/120288/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sylvia Laksmi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Jaringan terorisme menggunakan cara legal dan ilegal untuk mendanai kegiatan mereka. Nampaknya, penggunaan bisnis legal mereka sedang meningkat.
Sylvia Laksmi, PhD Candidate , Australian National University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/117677
2019-06-10T06:44:34Z
2019-06-10T06:44:34Z
Indonesia dan ancaman bioterorisme antraks: Beberapa hal yang perlu diketahui agar bisa mencegahnya
<p>Dalam sejumlah serangan teror di Indonesia, setidaknya <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_terrorist_incidents_in_Indonesia">dua puluh tahun terakhir</a>, para teroris menggunakan pola <a href="https://www.indonesia-investments.com/business/risks/radical-islam/item245?">pengeboman dan penembakan</a> yang menyasar <a href="https://news.okezone.com/read/2018/05/14/337/197942/7-serangan-teroris-di-indonesia-tiga-tahun-terakhir-nomor-5-diwarnai-drama">kedutaan besar negara Barat, gereja, non-Muslim, turis Barat, masyarakat sipil, fasilitas publik, polisi, dan pos/kantor polisi</a>. Dalam kasus bom Kartasura, tiga hari sebelum Idul Fitri lalu, <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48513858">pelaku meledakkan diri di depan kantor Kepolisian Resor Kota (polresta) Solo</a>.</p>
<p>Walau sampai saat ini di Indonesia belum ada kasus aksi terorisme dengan menggunakan agen biologi seperti virus atau bakteri yang bisa berdampak lebih luas, potensi serangan bioterorisme ada di depan mata. <a href="https://sains.kompas.com/read/2015/10/02/16505771/Ancaman.Bioterorisme.Nyata.Indonesia.Harus.Tingkatkan.Kewaspadaan">Analis keamanan</a> pernah menyarankan pemerintah segera <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171111033339-12-254943/indonesia-diminta-siapkan-aturan-soal-bioterorisme">membuat peraturan untuk mencegah ancaman bioteorisme seperti antraks</a>, tapi sampai kini aturan tersebut belum ada. </p>
<p>Padahal, penggunaan senjata biologi sebagai bioterorisme sukar dibedakan dari wabah biasa yang sifatnya alamiah seperti antraks, flu burung, rabies, <a href="https://www.alodokter.com/leptospirosis">leptospirosis</a> dan <a href="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/brucellosis/symptoms-causes/syc-20351738">brucellosis</a> yang menjadi <a href="https://www.suara.com/health/2019/05/14/134057/ini-lima-penyakit-bersumber-hewan-yang-berpotensi-wabah-di-indonesia">potensi wabah bersumber dari hewan.</a></p>
<p>Antraks merupakan penyakit hewan akibat infeksi bakteri <em>Bacillus anthracis</em> yang dapat menular pada manusia dan bisa menimbulkan kematian. Kasus ancaman penggunaan bakteri antraks sebagai agen bioterorisme pernah terjadi di <a href="https://www.liputan6.com/news/read/102677/paket-di-kbri-canberra-diduga-bakteri-antraks">Kedutaan Indonesia di Canberra Australia pada 2005 </a> dan <a href="https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/25/m30tqq-polisi-pastikan-surat-ke-kedubes-prancis-bebas-anthrax">Kedutaan Perancis di Jakarta pada 2012</a> melalui pengiriman serbuk putih dalam amplop, walau akhirnya setelah diuji terbukti bahwa serbuk tersebut bukan antraks.</p>
<p>Penggunaan antraks sebagai <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12074485">agen bioterorisme</a> menjadi berita besar ketika terjadi pengeboman menara kembar World Trade Center di Amerika serikat pada 11 September 2001. Setelah serangan tersebut, terjadi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24894605">kasus teror spora (sel) antraks</a> yang disebarkan melalui amplop kepada para senator, jurnalis dan gedung-gedung surat kabar di Amerika Serikat. Kasus ini memakan <a href="https://sains.kompas.com/read/2015/10/02/16505771/Ancaman.Bioterorisme.Nyata.Indonesia.Harus.Tingkatkan.Kewaspadaan">korban lima orang tewas</a>, 22 terluka. Sekitar 32.000 orang yang terkontaminasi spora antraks disarankan minum antibiotik dalam jangka waktu lama. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, Tim Detasemen Khusus 88 dari Markas Besar Kepolisian cukup andal dalam penanggulangan terorisme saat ini. Namun, bagaimana jika ada keterlibatan agen biologis dalam aksi bioterorisme? Itulah masalah yang kini mendesak untuk diselesaikan. </p>
<h2>Sejarah</h2>
<p>Bioterorisme merupakan penggunaan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, produk biologi lainnya seperti toksin) atau spesimen infeksius yang digunakan jaringan teroris untuk menyerang dan menyebabkan ketakutan dan kepanikan di masyarakat. </p>
<p>Penggunaan agen biologi sudah lama, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24894605">sejak zaman kekaisaran Hittite pada 1400 Sebelum Masehi</a>. Kekaisaran ini berpusat di Anatolia tengah, saat ini merupakan wilayah Turki. </p>
<p>Penyalahgunaan <a href="https://www.alodokter.com/anthrax">antraks</a> sangat ditakuti saat ini karena bakteri yang disebabkan oleh <em><a href="http://textbookofbacteriology.net/Anthrax.html">Bacillus anthracis</a></em> itu memproduksi racun mematikan dan selnya mampu membentuk spora serta dapat bertahan hidup di lingkungan tanah sampai beratus tahun. </p>
<p>Beberapa <a href="https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/10/6/pdfs/02-0738.pdf">penelitian menunjukkan bakteri antraks hanya perlu 100 spora</a> untuk menyebabkan terjadinya infeksi. Bahkan ada yang menyebutkan untuk dapat menyebabkan antraks kulit, paru paru, dan pencernaan minimum dosis infeksi 1-3 spora. Ini juga tergantung dari cara penularannya, apakah langsung, melalui udara atau makanan. </p>
<h2>Potensinya sebagai agen bioterorisme</h2>
<p>Antraks pada awalnya oleh klinisi dihubungkan sebagai bakteri yang mengkontaminasi tanah dan setelah diidentifikasi di laboratorium oleh para mikrobiolog ternyata itu <em>Bacillus anthracis</em>. Bakteri ini membentuk spora yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan, suhu ekstrim, tekanan, keasaman (pH), dan radiasi ultraviolet. Spora dari genus Bacillus termasuk antraks dapat bertahan selama 100 tahun. </p>
<p>Pada keadaan yang mendukung pertumbuhan, spora akan berkecambah (berkembang biak) membentuk vegetatif. Karakteristik spora Bacillus yang resisten ini telah menjadikannya <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4295216/">potensial sebagai senjata biologis antraks</a>. </p>
<p>Karakteristik lainnya yang ideal dari mikroba untuk bioterorisme umumnya harus andal, sesuai yang diharapkan para teroris, dan dapat dibidikkan tepat ke sasaran sehingga menimbulkan dampak yang hebat. Selain itu, mikrobanya mudah diperoleh, terjangkau dan bisa didapatkan tanpa jalur persyaratan resmi. Selanjutnya untuk tujuan bioterorisme mikroba ini harus sulit diendus oleh aparat kepolisian dan intelijen. </p>
<p>Bakteri antraks memenuhi kriteria persyaratan tersebut di atas dan dalam aksi bioterorismenya, antraks dapat diproduksi secara massal. Seperti kasus di <a href="https://www.voaindonesia.com/a/a-32-a-2001-10-16-12-1-85295422/50496.html">Amerika Serikat</a> pada 2001, antraks bisa dikemas dalam bentuk serbuk yang dapat disebar melalui udara dari gedung tinggi, dikirim melalui amplop ke target sasaran atau disisipkan ke bahan peledak. </p>
<h2>Potensi serangan di Indonesia: belum ada regulasi</h2>
<p>Walau kasus serbuk putih yang dikirim ke <a href="https://www.beritasatu.com/nasional/44603-amplop-mencurigakan-di-kedubes-prancis-cuma-tepung.html">Kedutaan Prancis di Jakarta pada 2012</a> tidak terbukti sebagai antraks, potensi ancaman tersebut tidak bisa diabaikan. Ada beberapa kondisi yang memungkinkan ancaman itu sangat potensial terjadi.</p>
<p>Masalah terbesar adalah belum ada undang–undang yang mengatur penggunaan agen biologi dan larangan penggunaan bahan biologi sebagai senjata biologi. Kelompok orang yang mempunyai potensi menyalahgunakan agen biologi adalah orang yang bekerja di lingkungan laboratorium biomedis (peneliti, perekayasa, petugas laboratorium), karena mereka yang mempunyai akses penggunaan agen biologi.</p>
<p>Sampai kini belum ada aturan jelas dari pemerintah terkait sistem pencegahan serangan senjata biologi. Dalam <a href="http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2012/03/Perpres_12_2012.pdf">Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2012</a> Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) <a href="https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/viewFile/6181/5706">memiliki tugas dan fungsi menghadapi terorisme</a>, tapi tidak disinggung sedikit pun tentang aturan pencegahan terorisme yang melibatkan agen biologis serta cara koordinasi lintas kementerian/lembaganya. </p>
<p>Faktor lainnya adalah ketersedian bakteri antraks. Secara geografis, kondisi lingkungan Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, sebagian Jawa, dan Sulawesi merupakan daerah <a href="https://bisnis.tempo.co/read/905545/tanggulangi-anthrax-ini-strategi-kementerian-pertanian">endemik antraks</a>. Ini berarti sumber agen bakteri patogen yang mematikan seperti bakteri antraks telah tersedia, tinggal diperbanyak secara massal. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh petugas laboratorium biomedis. </p>
<h2>Lalu bagaimana?</h2>
<p>Penggunaan senjata biologi sebagai bioterorisme tidak mudah dibedakan dari wabah penyakit atau sebuah serangan teror yang direncanakan. Terlebih bila serangan itu dilakukan di ruang terbuka tempat berkumpulnya masyarakat.</p>
<p>Karena itu, ancaman ini perlu ditanggulangi secara sistematis, termasuk segera membuat regulasi untuk mencegah serangan senjata biologi, yang melibatkan banyak institusi terkait di bawah koordinasi BNPT. </p>
<p>Apakah mungkin Indonesia menjadi sasaran terorisme yang melibatkan agen bakteri antraks pada masa depan? Mungkin saja. Satu hal yang pasti bahwa saat ini Indonesia belum siap menghadapi ancaman bioterorisme secara terintegrasi yang melibatkan banyak institusi, sementara unsur-unsur penunjang akan timbulnya bioterorisme sudah ada di depan mata.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117677/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kambang Sariadji merupakan peneliti penyakit berpotensi wabah yang terjadi di Indonesia dan disebabkan oleh bakteri. </span></em></p>
Penggunaan senjata biologi sebagai bioterorisme tidak mudah diungkap apakah ini sebuah serangan teror yang direncanakan atau wabah penyakit. Belum ada undang-undang untuk mencegah bioterorisme.
Kambang Sariadji, Researcher in Bacteriology, National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Ministry of Health Indonesia
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/117194
2019-05-21T03:25:58Z
2019-05-21T03:25:58Z
Beberapa pelaku bom bunuh diri Sri Lanka adalah orang kaya. Peneliti jelaskan mengapa ini bisa terjadi
<p><a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-48049149">Dua dari sembilan pembom gereja di Sri Lanka</a> pada hari Paskah yang menewaskan lebih dari 250 orang adalah putra seorang pedagang rempah yang kaya dan terkenal di negara tersebut. </p>
<p>Mereka berasal dari keluarga yang secara finansial mandiri dan stabil. Salah <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-48049149">satu</a> di antaranya pernah belajar teknik kedirgantaraan di Kingston University, Inggris namun tidak selesai dan kemudian ia melanjutkan studinya di Australia.</p>
<p>Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/23/world/asia/isis-sri-lanka-blasts.html">mengklaim</a> sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ledakan bom yang terjadi. Beberapa ahli mengaitkqn serangan ini sebagai respons terhadap serangan teroris ekstrem kanan yang terjadi di dalam mesjid di Christchurch, Selandia Baru. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/analisis-ledakan-bom-sri-lanka-sejarah-kekerasan-sri-lanka-dan-hubungannya-dengan-serangan-di-christchurch-dan-isis-115912">Analisis ledakan bom Sri Lanka: sejarah kekerasan Sri Lanka dan hubungannya dengan serangan di Christchurch dan ISIS</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Tapi apa yang menyebabkan ideologi ISIS menarik anak-anak muda bahkan dari kelompok kelas menengah atas dengan status ekonomi mapan seperti yang terjadi di Sri Lanka? </p>
<p><a href="https://psycnet.apa.org/doiLanding?doi=10.1037%2Fpac0000371">Penelitian saya dan kolega saya</a> menjelaskan hal ini bisa terjadi karena paham radikalisme memenuhi kebutuhan mereka untuk mencari makna hidup dan proses radikalisasi ini terjadi secara bertahap.</p>
<h2>Memahami motif pelaku</h2>
<p>Meskipun kelompok terorisme semakin bervariasi dalam strategi dan ideologinya, akan tetapi aspek psikologis para ekstremis memiliki motif yang sama dan melalui tahapan proses yang sama juga. </p>
<p>Tindakan kekerasan yang dilakukan para pelaku ini dilandasi motif untuk mencari makna dalam hidup mereka. Sayangnya, mereka mendapatkannya dengan menjadi bagian dari kelompok tertentu yang melakukan kekerasan.</p>
<p>Pada mulanya, para pelaku yang biasanya masih muda ini merasa gagal dan frustasi. Mereka merasa kehilangan makna diri. Lalu ketika mereka melihat kondisi dunia, di mana umat Islam di berbagai negara mengalami penganiayaan, penyerangan dan penindasan, mereka merasa menemukan misi untuk membela dan menuntut balas. Dengan melakukan aksi membela umat Islam, mereka merasa menemukan makna diri yang hilang tadi. </p>
<p>Agama merupakan sumber narasi yang paling kuat dalam memberikan makna hidup bagi individu. Hal ini dikarenakan agama dapat memenuhi kebutuhan individu untuk memiliki hidup yang berarti sekaligus memberikan jaminan keselamatan bagi kehidupan setelah mati. </p>
<p>Ketika sebuah kelompok radikal yang berlandaskan agama menawarkan solusi bagi mereka yang kehilangan makna dirinya, maka siapapun mereka, baik dari kalangan miskin ataupun kaya, orang berpendidikan tinggi maupun rendah dapat menjadi sasaran. Hal ini disebabkan, ketika seorang individu kehilangan tujuan hidupnya dan bergabung dalam kelompok radikal, maka ia akan cenderung mengadopsi nilai-nilai kelompok tersebut seutuhnya, tanpa adanya alternatif. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2215091915000024">Hal ini yang menjadikan mereka radikal</a>. </p>
<p>Para pelaku pengeboman di Sri Lanka adalah mereka yang termotivasi untuk mencari jati diri mereka dengan menjadi jihadis dan membela umat Islam. Mereka merasakan kelompok Islam terancam, diserang dan ditindas oleh Barat dan orang-orang Kristen. </p>
<p>Mereka adalah individu yang telah mengadopsi satu tujuan tunggal yaitu penegakan Syariat Islam sebagai satu-satunya hukum di dunia yang diyakini mampu mengatasi berbagai masalah kesewenang-wenangan di dunia saat ini. Mereka meyakini bahwa jihad adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan mereka. </p>
<p><a href="https://psycnet.apa.org/record/2017-55463-078">Ideologi mereka</a> diperkuat oleh narasi yang diinduksi oleh para pemimpin kelompok, bahwa jatuhnya korban sipil dalam mencapai tujuan suci tersebut dapat dijustifikasi secara moral. Hal ini disebabkan adanya keyakinan bahwa mereka sedang berjuang untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu memperjuangkan tatanan dunia yang lebih baik untuk seluruh umat manusia. </p>
<p>Oleh karena itu, mereka yang memiliki kehidupan mapan dan terpandang di masyarakat bersedia menjadi martir dalam aksi bom bunuh diri <a href="https://psycnet.apa.org/record/2013-17624-003">karena</a> mereka bertindak atas dasar nilai ideologi kelompok yang mereka pikir membantu mereka menemukan jati diri mereka. </p>
<h2>Serangan lintas negara</h2>
<p>Serangan di Sri Lanka sendiri bukanlah hal yang tak terduga. Peneliti senior anti terorisme Bruce Hoffman <a href="https://www.israelhayom.com/2019/04/25/radicalization-among-sri-lankas-muslims-was-slow-and-steady/">menjelaskan</a> serangan bom bunuh diri di Sri Lanka adalah hasil proses radikalisasi yang telah berjalan lama menguat melalui kehadiran kelompok <a href="https://www.israelhayom.com/2019/04/25/radicalization-among-sri-lankas-muslims-was-slow-and-steady/"><em>National Towheed Jamaat</em></a> (NTJ), yang merupakan kelompok lokal yang mendukung agenda jihad. </p>
<p>Kehadirannya telah meresahkan komunitas Islam di Sri Lanka yang mayoritas moderat dan mendukung perdamaian. Aktivitas kelompok NTJ mewajibkan anggota kelompoknya hadir di masjid dan memaksa penerapan hukum Islam yang ketat di atas hukum Sri Lanka. Hal ini berhasil meradikalisasi sebagian kecil masyarakat Muslim di Sri Lanka. </p>
<p>Profesor psikologi sosial dari Maryland University, Amerika Serikat yang juga menjadi peneliti terorisme, Arie Kruglanski <a href="https://nationalinterest.org/feature/who-was-behind-sri-lanka%E2%80%99s-easter-terrorist-attacks-56887">menambahkan</a> proses radikalisasi di Sri Lanka yang sebelumnya berjalan lambat namun stabil ini mendapatkan momen dengan penetrasi ISIS di Asia Tenggara , menyusul kehancuran daerah basis terlindung ISIS di Suriah. </p>
<p>Meskipun kekuatan ISIS di Suriah telah berhasil dihancurkan namun ideologi ISIS masih bertahan hingga hari ini. </p>
<p>Melalui media online, ideologi ISIS telah disambut oleh anak-anak muda. Anak muda di wilayah Asia Tenggara termasuk <a href="http://www.e-ir.info/2016/02/11/understanding-youth-radicalization-in-the-age-of-isis-a-psychosocial-analysis/">Indonesia dan Malaysia</a> telah menjadi target rekrutmen kelompok ISIS. </p>
<p>Fenomena terorisme yang lintas batas negara ini dijelaskan oleh seorang antropolog dari University of Oxford, Inggris, <a href="https://www.theguardian.com/commentisfree/2019/apr/25/christchurch-colombo-islamists-far-right-sri-lanka">Scott Atran</a> sebagai hasil propaganda kekerasan dan intimidasi yang ekstrem dan persuasif. Insiden terorisme di Sri Lanka oleh ahli terorisme dijelaskan sebagai hasil menguatnya ideologi ekstrem kanan yang mengadopsi <a href="https://edition.cnn.com/2019/03/15/opinions/what-far-right-terror-has-in-common-with-isis-opinion-intl/index.htm">model ISIS</a>. </p>
<h2>Siapa saja bisa kena</h2>
<p>Saya kembali teringat percakapan bulan April lalu dengan salah seorang terpidana terorisme Bom Bali 12 Oktober 2002, sebut saja UP, yang tengah menjalani hukuman penjara di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. </p>
<p>Ia tidak dapat menyembunyikan kekesalannya saat menceritakan bagaimana pihak otoritas meminta pendapatnya terkait kasus pengeboman gereja di Sri Lanka. </p>
<p>“Mengapa saya tidak ditanya tentang pembantaian muslim di masjid di Selandia Baru, namun saya ditanya tentang pemboman gereja di Sri Lanka? di mana empati mereka?”. </p>
<p>Ekspresi UP menguatkan bahwa sentimen agama dapat membangkitkan kemarahan dan solidaritas sesama umat Islam di manapun berada.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117194/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mirra Noor Milla saat ini membantu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai narasumber pembinaan Psikologi di Pusat Deradikalisasi. </span></em></p>
Tapi apa yang menyebabkan ideologi ISIS menarik anak-anak muda bahkan dari kelompok kelas menengah atas dengan status ekonomi mapan seperti yang terjadi di Sri Lanka?
Mirra Noor Milla, Associate professor at Faculty of Psychology, Universitas Indonesia
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/115203
2019-05-03T04:29:31Z
2019-05-03T04:29:31Z
Demi alasan kemanusiaan, Indonesia sebaiknya terima kembali WNI mantan anggota ISIS
<p>Keberadaan <a href="https://tirto.id/wni-simpatisan-isis-di-suriah-kami-minta-bantuan-bisa-pulang-dkb1">puluhan orang</a>, di antaranya anak-anak dan kaum perempuan, yang mengaku Warga Negara Indonesia (WNI), di antara pejuang kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Al-Hawl, di Suriah akhir Maret lalu membangkitkan kembali perdebatan tentang kebijakan pemerintah Indonesia untuk menerima kembali mereka.</p>
<p>Tahun 2017, Indonesia memutuskan menerima kembali <a href="https://internasional.kompas.com/read/2017/08/11/16145761/17-wni-yang-bergabung-dengan-isis-diserahkan-ke-indonesia?page=all">17</a> WNI yang dideportasi dari perbatasan Suriah-Irak bergabung dengan ISIS di Suriah. </p>
<p>Terkait temuan baru bulan Maret lalu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia belum memberikan sikap resminya. Juru bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir <a href="https://www.gatra.com/rubrik/nasional/407320-WNI-Bekas-Pengikut-ISIS-Minta-Pulang-Kemenlu-Tidak-Semudah-Itu-">mengatakan</a> pemerintah harus melakukan proses verifikasi sebelum bisa menerima kembali mereka. </p>
<p>Saya yang meneliti isu terorisme dalam beberapa tahun terakhir berpendapat bahwa WNI ini sebaiknya dipulangkan karena alasan kemanusiaan dan status hukum mereka yang bukan pengungsi. Namun, tentu saja penerimaan mereka dilakukan setelah melalui proses verifikasi dan deradikalisasi. </p>
<h2>Alasan kemanusiaan</h2>
<p>Kita tidak bisa membiarkan mereka para anggota ISIS yang merupakan WNI tinggal di sana karena dua hal. Pertama, kita akan membiarkan mereka untuk diadili oleh sistem hukum yang berlaku di Irak dan Suriah. Sementara, penegakan hukum di <a href="https://reliefweb.int/report/syrian-arab-republic/it-breaks-human-torture-disease-and-death-syrias-prisons">Suriah</a> tidak berjalan baik. Laporan dari <a href="https://www.amnesty.org/download/Documents/MDE2445082016ENGLISH.PDF">Amnesty International</a> menyebutkan bahwa penyiksaan kerap terjadi di penjara di Suriah. Kondisi yang sama terjadi di <a href="https://www.apnews.com/25a655d5b3cb47c5a0251f596855c98f">Irak </a></p>
<p>Selain itu, kita berarti membiarkan mereka tinggal di berbagai tempat penampungan yang kondisinya memprihatinkan. Satu tempat penampungan yang seharusnya diisi oleh 20.000 orang saja saat ini harus menampung 60.000 orang. Apalagi mengingat bahwa 90% pejuang ISIS yang berada di tempat penampungan di kota Al-Hawl merupakan perempuan dan anak-anak.</p>
<h2>Melihat dari status hukum</h2>
<p>Status hukum WNI yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS bukanlah pengungsi. </p>
<p>Menurut <a href="https://www.unhcr.org/3b66c2aa10">Konvensi tentang Status Pengungsi 1951</a>, pengungsi didefinisikan sebagai mereka yang terusir dari negaranya kemudian terpaksa hijrah ke negeri orang karena takut atau khawatir menjadi korban kekerasan atau persekusi atas nama ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial dan partai politik tertentu. Menurut Konvensi tahun 1951, pendatang yang berstatus sebagai pengungsi tidak boleh dikembalikan ke negara asal karena akan membahayakan keselamatan mereka. </p>
<p>Sedangkan, orang-orang Indonesia ini pergi ke Suriah atas kehendak sendiri. Mereka juga tidak meninggalkan Indonesia maupun diusir dari Indonesia karena alasan SARA. Maka, mereka bukanlah pengungsi dalam pengertian hukum internasional. Mereka menyalahgunakan visa kunjungan ke negara lain (misalnya Turki) untuk bergabung dengan ISIS di Suriah. </p>
<p>Oleh karena itu, negara penerima juga memiliki kewenangan untuk mendeportasi (mengembalikan) mereka ke negara asal karena penyalahgunaan visa ini. Dan menurut hukum internasional, pemerintah Indonesia tidak punya alasan untuk menolak mereka. </p>
<h2>Kasus negara lain</h2>
<p>Negara-negara lain, utamanya negara-negara Eropa, bertindak lebih tegas terhadap warga negaranya yang bergabung dengan ISIS. </p>
<p>Kebijakan dari beberapa negara Eropa, seperti Inggris Inggris, Prancis, Belanda dan Jerman mencerminkan keengganan mereka untuk menerima kembali mereka. Sejak 2013, setidaknya ada <a href="https://www.npr.org/2019/02/18/695831550/european-leaders-reluctant-to-meet-trumps-demands-to-take-back-captive-isis-figh">800 warga negara-negara</a> tersebut yang masih terkatung-katung nasibnya.</p>
<p>Beberapa negara yang mau menerima kembali warganegaranya memberikan persyaratan yang sangat kompleks. Salah satunya adalah menjalani pengadilan terlebih dahulu, seperti yang dilakukan di Jerman. Intinya, sulit bagi mantan anggota ISIS untuk bisa pulang ke negeri asalnya di Eropa begitu saja. </p>
<p>Namun kasus ini juga pelik. Karena jika dibiarkan, orang-orang akan kehilangan kewarganegaraannya dan ini merupakan <a href="https://news.sky.com/story/i-will-not-leave-shamima-begum-stateless-says-home-secretary-11643393">pelanggaran HAM yang serius</a>. </p>
<p>Namun, jika mereka dibiarkan pulang begitu saja, hal ini akan menimbulkan ancaman menularnya virus ekstremisme. </p>
<p>Perdebatan ini terlihat dalam kasus <a href="https://www.theguardian.com/world/2019/feb/19/isis-briton-shamima-begum-to-have-uk-citizenship-revoked">Shamima Begum</a>, warga negara Inggris yang bergabung dengan ISIS bersama dengan suaminya, seorang warna negara Belanda, Yago Riedijk. </p>
<h2>Kebijakan kontroversial?</h2>
<p>Kembali ke Indonesia, alasan utama pemerintah menerima kembali WNI mantan anggota ISIS tahun 2017 adalah alasan kemanusiaan. </p>
<p>Selain itu, pemerintah Indonesia wajib menerima kembali mereka karena status WNI tersebut bukanlah pengungsi. Mereka datang karena menyalahgunakan visa kunjungannya dan kemudian dideportasi. </p>
<p>Namun tentu saja, proses penerimaan kembali WNI tersebut tidaklah serta merta. </p>
<p>Pemerintah sudah menjelaskan bahwa proses penerimaan kembali tersebut disertai proses verifikasi yang panjang dan lama. </p>
<p>Proses itu termasuk memeriksa apakah mereka benar-benar WNI. Lalu apabila benar WNI, bagaimana kondisi psikologis dan tingkat radikalisme orang tersebut. <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47730088">Proses ini </a>melibatkan berbagai instansi. Mulai dari Kemenlu, pihak imigrasi, kepolisian, hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki peran penting.</p>
<p>Saat ini, 17 WNI tersebut dilaporkan masih berada dalam <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47730088">pengawasan BNPT serta otoritas keamanan lainnya</a>.</p>
<p>Meskipun demikian, keputusan penerimaan kembali eks anggota ISIS tetap ditentang. Pihak yang kontra menganggap kebijakan tersebut membahayakan keamanan negara, karena eks anggota ISIS itu bisa menyebarkan ideologi kekerasan setelah kembali ke Indonesia.</p>
<h2>Yang Indonesia sebaiknya lakukan</h2>
<p>Proses penerimaan kembali 17 WNI mantan anggota ISIS tahun 2017 membuktikan bahwa pemerintah bisa menerima kembali WNI yang masih terdampar di Suriah.</p>
<p>Alasan kemanusiaan yang digunakan pemerintah sudah tepat.</p>
<p>Untuk menjawab kekhawatiran kemungkinan adanya penyebaran nilai-nilai radikalisme, pemerintah harus memastikan bahwa proses penerimaan mereka kembali dilakukan secara seksama dan teliti. </p>
<p>Sama seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, pemerintah perlu melakukan verifikasi dulu terkait peran dari setiap anggota ISIS yang dipulangkan ke Indonesia. Apabila mereka hanya sekadar korban indoktrinasi, tentu mereka akan diperlakukan secara berbeda dengan mereka yang menjadi pejuang. </p>
<p>Yang jelas, apapun peran yang mereka jalankan, semuanya wajib menjalani program deradikalisasi untuk dapat kembali be-reintegrasi dan menjalani kehidupan yang normal sebagai WNI yang baik. </p>
<p><em>Ariza Muthia berkontribusi dalam penulisan artikel ini</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115203/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Heru Susetyo tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Sebaiknya Indonesia menerima kembali para anggota ISIS yang merupakan WNI.
Heru Susetyo, Associate Professor at Universitas Indonesia, Universitas Indonesia
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/115912
2019-04-26T05:48:56Z
2019-04-26T05:48:56Z
Analisis ledakan bom Sri Lanka: sejarah kekerasan Sri Lanka dan hubungannya dengan serangan di Christchurch dan ISIS
<p>Sri Lanka sudah lama jadi sasaran kekerasan ekstremis. Pengeboman berencana pada hari Minggu Paskah, yang menewaskan hampir 300 orang dan melukai ratusan lainnya, merupakan yang terbaru dalam sejarah panjang tragedi yang berkaitan dengan agama dan etnis di Sri Lanka.</p>
<p>Sesudah pengeboman, polisi menahan <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/22/world/asia/sri-lanka-bombing-explosion.html">24 orang</a> dan tiga polisi terbunuh dalam penyergapan ini. </p>
<p>Pemerintah Sri Lanka <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/22/world/asia/ntj-sri-lanka-national-thowheeth-jamaath.html">mengkambinghitamkan Jamaah Tauhid Nasional (NTJ)</a>, kelompok Islam radikal yang dikenal suka merusak patung-patung Buddha, sebagai otak di balik serangan di hari Minggu Paskah tersebut.</p>
<p>Namun kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/23/world/asia/isis-sri-lanka-blasts.html">mengklaim</a> sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ledakan bom yang terjadi.</p>
<p>Serangan-serangan ini beda dengan kekerasan agama dan etnis yang terjadi di Sri Lanka sebelumnya. Dengan mengobarkan kebencian terhadap agama tertentu, mereka tampaknya memiliki lebih banyak kesamaan dengan Al-Qaeda, yang ingin mengubah sistem politik. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/who-are-sri-lankas-christians-115799">Who are Sri Lanka's Christians?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Bagi banyak orang, ledakan bom tersebut mengingatkan mereka pada perang saudara etnis Sri Lanka. Perang tersebut terjadi antara kelompok Macan Pembebasan Tamil Eelam (Macan Tamil) dan pemerintah Sri Lanka dari tahun 1983 hingga 2009.</p>
<p>Pada minggu-minggu terakhir perang, sekitar 40.000 warga sipil etnis Tamil terbunuh, sehingga jumlah keseluruhan korban tewas mencapai 100.000 jiwa dari sekitar 20 juta populasi Sri Lanka. </p>
<p>Macan Tamil benar-benar hancur pada tahun 2009. Banyak dari anggotanya, termasuk pemimpin mereka, dieksekusi mati. Etnis Tamil masih memendam kebencian terhadap etnis mayoritas, Sinhala, tetapi mereka tidak berniat untuk mengulang sejarah kelam yang berakhir buruk tersebut.</p>
<h2>Sejarah kerusuhan</h2>
<p>Sebelum meraih kemerdekaan di tahun 1948, ketegangan etnis di Sri Lanka memang sudah tinggi. Kemenangan Partai <em>Freedom Party</em> tahun 1956 di bawah Perdana Menteri Solomon Bandaranaike memperparah ketegangan etnis yang ada. </p>
<p>Bandaranaike menyebut dirinya sebagai “pembela budaya Sinhala yang terkepung” dan memprakarsai pembentukan Undang-Undang Sinhala. Undang-undang tersebut mengistimewakan penduduk Sinhala sebagai mayoritas di negara tersebut dan menetapkan Buddha, sebagai agama mayoritas di atas minoritas Hindu dan Muslim Tamil. Undang-undang ini berdampak pada pemaksaan Bandaranaike untuk mundur. Pada 1959, ia dibunuh oleh seorang biksu Buddha ekstremis.</p>
<p>Ketegangan antar-etnis berlanjut dengan banyaknya kekerasan yang melibatkan massa. Pada 1962, terjadi percobaan kudeta militer, dan tahun 1964, sekitar 600.000 generasi ketiga “India” Tamil dipindahkan secara paksa ke India.</p>
<p>Pada 1972, dan sekali lagi pada 1987, partai berhaluan Marxis, Janatha Vimukthi Peramuna (JVP), yang didominasi orang Sinhala melancarkan pemberontakan berdarah. Bentrokan antara Sinhala dan Tamil pada 1983 menyebabkan serangan terhadap konvoi tentara Sri Lanka. Bentrokan yang juga dikenal sebagai “Juli Kelam” ini memicu kemarahan warga Sinhala terhadap etnis Tamil, yang menewaskan sedikitnya 3.000 orang dan menandai dimulainya perang saudara.</p>
<p>Perang ini terkenal sebagai sejarah kelam Sri Lanka. Macan Tamil menggunakan bom bunuh diri sebagai senjata taktis untuk membunuh tokoh politik. India turut ikut campur dalam perang sipil ini pada 1987. Sebagai balasan, seorang pengebom bunuh diri Macan Tamil membunuh mantan Perdana Menteri India, Rajiv Gandhi, pada tahun 1991.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/violent-buddhist-extremists-are-targeting-muslims-in-sri-lanka-92951">Violent Buddhist extremists are targeting Muslims in Sri Lanka</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kekerasan ekstremis bukanlah hal baru</h2>
<p>Sebagian besar Muslim di Sri Lanka adalah etnis Tamil. Jumlah mereka setidaknya 10% dari populasi. Muslim Tamil masuk ke dalam ketegangan yang lebih baru–dikucilkan sebagai penutur bahasa Tamil, tetapi mereka juga berselisih dengan lebih banyak orang Tamil Hindu. Mereka juga telah lama menjadi sasaran persekusi etnis Sinhala, dengan kerusuhan anti-Muslim yang terjadi setidaknya sejak awal abad ke-20.</p>
<p>Ketika perang Macan Tamil berlangsung, umat Buddha Sinhala menjadi lebih radikal. Beberapa orang Sinhala menyatakan bahwa semua orang di Sri Lanka harus beragama Buddha saja. Dengan kalahnya Macan Tamil, komunitas non-Buddhis Sri Lanka kembali dipersekusi. Aksi ini berpuncak pada tahun 2013 dengan serangan dari kelompok Buddhis pada sebuah masjid. Kerusuhan anti-Muslim pada tahun 2014 mengakibatkan keadaan darurat selama sepuluh hari. Tahun lalu, kerusuhan anti-Muslim lebih banyak terjadi. Para biksu Buddha juga kerap mengganggu ibadah gereja Kristen.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/explainer-why-sri-lanka-is-sliding-into-political-turmoil-and-what-could-happen-next-106526">Explainer: Why Sri Lanka is sliding into political turmoil, and what could happen next</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sejarah kekerasan ekstremis Sri Lanka tidaklah muncul kemarin sore. Sentimen kelompok Buddhis Sinhala telah menjadi penyebab kuat konflik ini. Mungkin pengeboman Kolombo Timur merupakan reaksi terhadap penganiayaan etnis yang terjadi baru-baru ini.</p>
<p>Namun jika demikian, ini menimbulkan pertanyaan mengapa gereja-gereja Kristen dan hotel-hotel kelas atas yang menjadi target pengeboman, bukannya simbol komunitas Buddhis Sinhala. Kita bisa berspekulasi tentang logika radikalisasi dan kemungkinan manifestasinya. Ada kemungkinan bahwa, jika diilhami oleh kelompok Islam, pengeboman itu bukanlah pembalasan langsung atas kerusuhan anti-Muslim tahun lalu, tetapi bagian dari agenda jihad yang lebih luas, ada indikasi bahwa ledakan ini merupakan respons atas penembakan yang terjadi di dalam mesjid di Christchurch, Selandia Baru oleh teroris ekstrem kanan Australia.</p>
<p>Ketika para tersangka teroris ditangkap dan senjata telah ditemukan oleh pihak keamanan di Sri Lanka, tiga polisi tertembak mati. Jelas, siapa pun yang bertanggung jawab pasti seorang penembak jitu dan mungkin <a href="https://edition.cnn.com/2019/04/22/asia/sri-lanka-investigation-easter-attacks/index.%20html">terafiliasi dengan jaringan teroris internasional</a>. Dugaan ini mendukung spekulasi bahwa pejuang ISIS yang kembali telah bergabung dengan NTJ .</p>
<p>Pemerintah Sri Lanka dinilai lamban dalam merilis rincian siapa yang bertanggung jawab atas ledakan ini, karena tahu ketegangan etnis dan agama dapat muncul karenanya. Identifikasi oleh pemerintah dapat dijadikan kendaraan untuk memulai pertumpahan darah antar etnis lainnya. </p>
<p>Jika keterlibatan NTJ terbukti, atau jika elemen-elemen yang lebih radikal dari komunitas Buddhis terpengaruh oleh spekulasi lebih luas, kemungkinan besar Muslim Tamil di Sri Lanka akan menanggung beban pembalasan mereka. Dengan cara inilah roda konflik agama dan etnis Sri Lanka berjalan.</p>
<p><em>Jamiah Solehati menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115912/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Damien Kingsbury tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Serangan di Sri Lanka baru-baru ini tampaknya memiliki lebih banyak kemiripan dengan Al-Qaeda daripada kekerasan etnis-agama di masa lalu yang menginginkan perubahan politik tertentu.
Damien Kingsbury, Professor, School of Humanities and Social Sciences, Deakin University
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.
tag:theconversation.com,2011:article/114197
2019-03-27T07:22:03Z
2019-03-27T07:22:03Z
Dari Mahometan ke Muslim Kiwi: sejarah populasi Muslim Selandia Baru
<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/265842/original/file-20190326-36273-hz90fj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Muslim Selandia Baru berasal dari beberapa negara di dunia termasuk Kepulauan Pasifik, Asia, Timur Tengah, dan Afrika.</span> <span class="attribution"><span class="source"> AAP/Martin Hunter</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Dari keseluruhan populasi Selandia Baru hanya sekitar 1% muslim dan banyak orang mungkin mengira mereka pendatang baru di sana. Namun, sejarah mencatat bahwa Islam pertama kali sampai di Selandia Baru pada 1769, dengan kedatangan dua Muslim asli India.</p>
<p>Beberapa dokumen resmi dan tulisan ilmiah menyebutkan antara 1870 dan 1874 adalah periode penting saat kaum muslim pertama kali diakui sebagai bagian dari kelompok agama. <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09596410.2017.1384230">Abdullah Drury</a> menyebutkan bahwa kelompok muslim saat itu kebanyakan berasal dari Kemaharajaan Britania (India). Sensus pemerintah 1874 mencatat ada 17 orang <em>Mahometan</em> (pengikut Nabi Muhammad) tinggal di Otago (16) dan Auckland (1).</p>
<p>Dalam dokumen-dokumen klasik biasanya muslim dan Islam dikenal dengan sebutan <em>Mahometan, Mahommedan, Mohammedan, Mohemmadanism</em>, atau <em>Muhammadanism</em>. Itu semua adalah istilah kuno yang dianggap berkonotasi negatif, dengan mengambil nama Nabi Muhammad.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-to-move-beyond-simplistic-debates-that-demonise-islam-113768">How to move beyond simplistic debates that demonise Islam</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pemukiman keluarga imigran</h2>
<p>Pada awal abad ke-19, istilah Islam dan muslim menjadi lebih familiar di Eropa terutama lewat karya <a href="https://www.jstor.org/stable/j.ctt15m7ffr">Edward Lane</a>, tapi di Selandia Baru, penggunaan istilah Islam dan muslim baru mulai populer belakangan.</p>
<p>Organisasi nasional kelompok muslim di Selandia Baru, Federation of Islamic Associations of New Zealand (<a href="https://fianz.com/">FIANZ</a>), menyebutkan tahun 1850-an sebagai awal bermukimnya keluarga imigran muslim di negara tersebut, khususnya di Christchurch. The Lyttleton Times edisi <a href="https://paperspast.natlib.govt.nz/newspapers/LT18580313.2.10?query=turner">(13 Maret 1858)</a> mencatat satu kasus di Pengadilan Tinggi Lyttleton, kota kecil di dekat Christchurch, di mana dua saksi, Wuzeera dan istrinya Mindia dari India, disumpah dengan terjemahan Al-Qur'an berbahasa Inggris.</p>
<p>Surat kabar itu menggunakan istilah <em>Mahometan</em> untuk identitas agama mereka. Tulisan tersebut juga menceritakan bahwa Wuzeera bekerja untuk Tuan Wilson dari Cashmere (daerah pinggiran Christchurch) yang tiba pada 1854 dan dibawa sebuah kapal bernama Akbar. Wuzeera dan Mindia memiliki empat anak, dengan dua anak termuda lahir di Christchurch masing-masing pada 1859 dan 1861.</p>
<p>Jumlah penduduk muslim mulai bertambah pada awal abad ke-20. Sensus 1901, menyebutkan ada 41 Mahometan. Kelanjutan sejarah hadirnya masyarakat muslim di Selandia Baru dapat ditelusuri kembali, seperti dijelaskan <a href="https://ebookcentral.proquest.com/lib/vuw/reader.action?docID=4705709&ppg=109">William Shepard</a>, melalui kedatangan tiga laki-laki Gujarat yang sampai di sana antara 1906 dan 1920.</p>
<p>Ketiganya membuka sebuah toko dan membawa anak-anak mereka dari India. Pada awal 1950-an, anak mereka membawa anggota keluarga lainnya untuk menetap di Selandia Baru. Generasi selanjutnya lahir dan dibesarkan di Selandia Baru. Sebagian besar generasi baru ini menjadi tokoh masyarakat.</p>
<h2>Muslim minoritas pada abad ke-21</h2>
<p>Hari ini, menurut Tahir Nawaz, Presiden <a href="https://imanorgnz.wordpress.com/">Asosiasi Muslim Internasional Selandia Baru (International Muslim Association of New Zealand)</a>, kelompok muslim Selandia Baru berjumlah hampir 60.000 orang. Perubahan bertahap kebijakan pemerintah berkaitan dengan imigrasi dan penerimaan pengungsi, terutama lewat <a href="https://www.immigration.govt.nz/about-us/what-we-do/our-strategies-and-projects/supporting-refugees-and-asylum-seekers/refugee-and-protection-unit/new-zealand-refugee-quota-programme">Program Kuota Pengungsi</a> pada 1987, telah memberikan Muslim kesempatan yang lebih besar untuk berimigrasi. Shepard <a href="https://ebookcentral.proquest.com/lib/vuw/reader.action?docID=4705709&ppg=109">mencatat</a> bahwa masyarakat Fiji-India, pekerja dan profesional kerah putih, serta pelajar internasional yang belajar di universitas-universitas Selandia Baru di bawah program Colombo Plan, juga ikut andil dalam meningkatkan jumlah muslim yang pada tahun 1986 menjadi 2.500 orang.</p>
<p>Sensus 2013 mencatat keberadaan sekitar 46.000 Muslim. Sekitar 75% tinggal di Auckland dan 25% lahir di Selandia Baru. Gambaran statistik terakhir itu mirip seperti pada 1986 (26% lahir di Selandia Baru). Kini, sekitar setengah populasi muslim adalah perempuan, yang menunjukkan peningkatan stabil dari awal abad ke-20, ketika hampir tidak dapat ditemukan perempuan Muslim di Selandia Baru.</p>
<p>Dari keseluruhan sensus 2013, 21% berasal dari Kepulauan Pasifik dan 26,9% dari Asia, dengan hanya 23,3% berasal dari Timur Tengah dan Afrika.</p>
<h2>Muslim membantu membangun katedral</h2>
<p>Serangan <a href="https://theconversation.com/memahami-psikologi-di-balik-takut-dan-benci-dan-cara-mengatasinya-pelajaran-dari-serangan-di-selandia-baru-113851">teror Christchurch</a> mengingatkan kita akan posisi penting kota tersebut pada awal masuknya Islam di Selandia Baru. Interaksi antara kelompok-kelompok kepercayaan di Selandia Baru juga melibatkan kelompok muslim. Surat kabar harian <a href="https://paperspast.natlib.govt.nz/newspapers/star/1902/05/01/3">The Star</a> edisi 1 Mei 1902 menulis obituari untuk Wuzeera (menggunakan nama Bezire). Disebutkan bagaimana mereka membantu dalam pembangunan Katedral Christchurch dengan mengangkut batu-batu dari pertambangan Port Hills. Seperti yang juga disebutkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09596410.2017.1384230">Drury</a>, hal ini dapat dianggap sebagai kontribusi Muslim paling pertama dalam sejarah Kristen di Selandia Baru. </p>
<p>Obituari ini dapat dilihat sebagai apresiasi publik atas kontribusi Wuzeera atau <a href="https://paperspast.natlib.govt.nz/newspapers/FS19020502.2.10">Wuzerah</a> dalam pembangunan simbol Kristen. Beberapa surat kabar lokal di Christchurch, Auckland, Otago, dan Wanganui menerbitkan kembali obituari tersebut. </p>
<p>Sepanjang perkembangan Selandia Baru, kelompok muslim dipandang sebagai minoritas moderat dan damai. Organisasi kelompok muslim, terutama <a href="https://fianz.com/">FIANZ</a>, tidak jarang merespon isu panas yang berkaitan dengan isu Islam, termasuk yang berkaitan dengan buku <a href="https://theconversation.com/thirty-years-on-why-the-satanic-verses-remains-so-controversial-102321">Satanic Verse karya Salman Rushdie</a> dan <a href="https://www.nytimes.com/topic/subject/danish-cartoon-controversy">kontroversi kartun Denmark</a>. Namun, pemimpin dan organisasi muslim Selandia Baru selama ini selalu mengecam ekstremisme dalam bentuk apa pun.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/why-salman-rushdies-the-satanic-verses-remains-so-controversial-decades-after-its-publication-102321">Why Salman Rushdie’s ‘The Satanic Verses’ remains so controversial decades after its publication</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Patut diingat bahwa menjaga lingkungan damai dalam masyarakat muslim itu sendiri tidak selalu mudah. Muslim moderat dari Asia memang cukup besar jumlahnya, tapi masyarakat muslim di Selandia Baru datang dari beberapa negara dengan komunitas etnis yang beragam.</p>
<p>Walau persaingan antara pemahaman moderat dan konservatif agama tersebut tidak dapat dibantah, kebanyakan mayoritas pemimpin masyarakat muslim di Selandia Baru berpandangan moderat. Maka dari itu, pada 2016, dewan ulama nasional FIANZ mengambil langkah tegas ketika seorang imam di Auckland <a href="https://www.newshub.co.nz/home/new-zealand/2016/11/hate-speech-iman-made-a-mistake---fianz.html">memberikan komentar antisemit</a> dalam satu ceramah.</p>
<h2>Menjadi Muslim Kiwi</h2>
<p>Mengingat damainya kehidupan kelompok muslim di Selandia Baru, tidak mengejutkan jika keluarga korban tetap murah hati dan pemimpin kelompok muslim bereaksi tanpa amarah terhadap tragedi tersebut. Hal ini tidak hanya berhubungan langsung dengan dasar-dasar dari ajaran Islam tapi juga budaya Selandia Baru, yang dibangun dengan suasana penuh kasih.</p>
<p>Menghadapi tragedi ini, banyak masyarakat muslim kagum dengan banyaknya simpati dan dukungan dari penduduk Selandia Baru secara umum. Ini termasuk <a href="https://www.stuff.co.nz/national/christchurch-shooting/111496442/millions-has-been-raised-for-christchurch-mosque-shootings-victims-and-families-wheres-it-going">bantuan finansial</a>, <a href="https://www.tvnz.co.nz/one-news/new-zealand/thousands-gather-vigil-in-hagley-park-christchurch">penghormatan</a>, dua menit mengheningkan cipta nasional, serta penyiaran azan lewat media nasional dan solidaritas perempuan berkerudung.</p>
<p>Melihat besarnya dukungan dari sesama warga di Selandia Baru, komunitas muslim menyampaikan rasa terima kasihnya terhadap Selandia Baru, seperti yang disebutkan juga oleh <a href="https://thespinoff.co.nz/society/22-03-2019/hate-will-be-undone-and-love-will-redeem-us-imam-fouda-a-week-on/">imam dalam salat Jumat pertama</a> setelah tragedi penembakan massal tersebut.</p>
<blockquote>
<p>Kami berduka tapi kami tidak hancur.</p>
</blockquote>
<p>Sebagai akademisi dalam studi Islam, kami terus dikontak oleh media lokal dan internasional untuk memberikan opini dan refleksi sebagai bagian dari warga Selandia Baru. Kami, yang berasal dari Indonesia dan telah menetap di negara ini, melihat dan merasakan bagaimana menjadi muslim di Selandia Baru. Warga Selandia Baru tidak perlu diajarkan bagaimana menunjukkan kasih sayangnya kepada warga muslim, karena kami telah hidup dengan nilai-nilai ini bertahun-tahun.</p>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Reza Pahlevi.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/114197/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>
Mengingat damainya kehidupan Muslim Selandia Baru, tidak mengejutkan jika keluarga korban tetap murah hati dan pemimpin Muslim bereaksi tanpa amarah terhadap tragedi tersebut.
Eva Nisa, Lecturer in Religious Studies, Te Herenga Waka — Victoria University of Wellington
Faried F. Saenong, JD Stout Research Centre for New Zealand Studies (VUW), Te Herenga Waka — Victoria University of Wellington
Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.