tag:theconversation.com,2011:/us/topics/diskriminasi-gender-82881/articlesdiskriminasi gender – The Conversation2022-12-22T09:16:12Ztag:theconversation.com,2011:article/1968792022-12-22T09:16:12Z2022-12-22T09:16:12ZMengapa ‘mansplaining’ merupakan masalah di tempat kerja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/502533/original/file-20221222-24-5bsyk9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C33%2C5600%2C3688&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">_Mansplaining_ bukan sekadar fenomena dunia maya. Perilaku ini juga terjadi di kehidupan sehari-hari dan berdampak besar di lingkungan kerja.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.freepik.com/free-photo/top-view-young-busy-office-team-sitting-table-discussing-one-important-issue-office_15972120.htm">KamranAydinov/freepik</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Semenjak terminologi “<a href="https://doi.org/10.1016/j.dcm.2017.09.010"><em>mansplaining</em></a>” memasuki <a href="https://investor.id/archive/kemerdekaan-dan-pemimpin-zeitgeist">zeitgeist</a> kultural sebagai bagian dari fenomena dan tagar di media sosial, popularitas dan penggunaannya pun makin meroket. Misalnya, hanya dalam waktu enam bulan antara November 2016 dan April 2017, terminologi tersebut muncul dalam paling tidak <a href="https://doi.org/10.1177/2056305119861807">10.000 cuitan unik</a> di Twitter.</p>
<p><em>Mansplaining</em> merupakan singkatan yang menggabungkan antara “<em>man</em>” (laki-laki) dan “<em>explain</em>” (menjelaskan). Ini merujuk pada bagaimana laki-laki memberikan penjelasan yang tak diminta pada perempuan. Perilaku ini ditandai dengan kepercayaan diri si pembicara, nada yang merendahkan, interjeksi atau interupsi, serta asumsi dasar bahwa lawan bicaranya tak punya pengetahuan sebelumnya tentang apa yang sedang dibicarakan.</p>
<p>Terminologi <em>mansplaining</em> pertama kali dipopulerkan oleh Rebecca Solnit pada 2008 melalui essainya yang bertajuk <a href="http://rebeccasolnit.net/book/men-explain-things-to-me/"><em>Men Explain Things to Me</em></a> (Laki-laki Menjelaskan Hal-hal Kepada Saya). Dalam tulisannya, Solnit mendeskripsikan interaksinya dengan seorang lelaki yang menjelaskan premis dan pentinganya sebuah buku, menganggap Solnit tak punya wawasan tentang buku tersebut – yang padahal ditulis oleh Solnit sendiri. Pria tersebut melanjutkan penjelasannya dengan gigih walaupun teman Solnit berulang kali menekankan “Buku itu ditulis olehnya (Solnit).”</p>
<p><a href="https://www.theguardian.com/lifeandstyle/womens-blog/2016/sep/13/mansplaining-how-not-talk-female-nasa-astronauts">Contoh lainnya yang terkemuka</a> adalah ketika seorang ahli astrofisika <a href="https://www.good.is/articles/deny-global-warming-you-get-burned">mencuit tentang perubahan iklim</a> dan diminta untuk “belajar sains sungguhan”, atau ketika cuitan seorang astronaut NASA tentang eksperimennya sendiri <a href="https://twitter.com/Astro_Jessica/status/774051144012148736">dikoreksi netizen</a>. </p>
<p>Diskursus yang tengah berjalan di media sosial tentang <em>mansplaining</em> dan hubungannya dengan pengalaman profesional perempuan pada akhirnya mempertanyakan apakah perilaku ini juga dapat terjadi di tempat kerja. Dan jika ya, efek apa yang mungkin terjadi. </p>
<h2>Perundungan terselubung di tempat kerja</h2>
<p>Studi menunjukkan bahwa perundungan terselubung di tempat kerja <a href="https://www.mckinsey.com/capabilities/people-and-organizational-performance/our-insights/the-hidden-toll-of-workplace-incivility">meningkat selama 20 tahun terakhir</a>. Ini kerap dikaitkan dengan meningkatnya kecaman terhadap diskriminasi yang bersifat terang-terangan. </p>
<p>Kebanyakan perundungan di tempat kerja kini umumnya karena <a href="https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/ocp0000089">kurangnya kesopanan atau pelanggaran terhadap norma sosial</a> – ketimbang perlakuan diskriminatif terbuka, sikap bermusuhan ataupun kekerasan. Perundungan terselubung seperti meremehkan, merendahkan, dan mempermalukan <a href="https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/1076-8998.6.1.64">sangat berbahaya</a> karena intensinya yang ambigu.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A woman sits with her head in her hands as two men speak animatedly at her" src="https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/500819/original/file-20221213-21589-5xo06z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Apa dampak dari <em>mansplaining</em>, jika ada, di tempat kerja?</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kami mengeksplorasi tentang terminologi “<em>mansplaining</em>” dalam diskursus populer seputar tempat kerja. Kami juga ingin tahu apakah <em>mansplaining</em> juga terjadi di luar media sosial, atau hanya sekadar bentuk <a href="https://medium.com/@kristanannbuck/how-the-death-of-expertise-has-poisoned-conversation-on-social-media-87e77b354d0b">reaksi negatif terhadap para ahli</a> yang terjadi di jagad maya. Untuk menemukan jawabannya, <a href="https://doi.org/10.1017/jmo.2022.81">kami memeriksa prevalensi <em>mansplaining</em></a> yang terjadi di lingkup kerja. </p>
<p>Terakhir, kami ingin memetakan siapa yang mengalami <em>mansplaining</em>, siapa yang melakukannya, dan potensi dampaknya terhadap target.</p>
<h2>Mendefinisikan <em>mansplaining</em></h2>
<p>Untuk mendefinisikan <em>mansplaining</em> dalam konteks tempat kerja, kami menyusuri Twitter yang memuat terminologi tersebut sembari memasukkan kata-kata yang terkait kerjaan.</p>
<p>Analisis kami memperluas definisi dari <em>mansplaining</em>: seseorang (biasanya laki-laki) yang memberikan penjelasan yang merendahkan atau persisten, tanpa diminta atau bahkan tak dikehendaki, kepada seseorang (biasanya bukan laki-laki). Penjelasan mereka cenderung mempertanyakan wawasan lawan bicaranya, atau mengasumsikan lawan bicaranya kurang berwawasan mengenai persoalan tersebut, terlepas dari kebenaran dari isi penjelasannya. </p>
<p>Kami kemudian melakukan survei terhadap para pekerja di Amerika Utara untuk mengetahui apakah mereka pernah mengalami <em>mansplaining</em>, seberapa sering mereka mengalaminya serta gender dari pelakunya.</p>
<p>Kami secara khusus tertarik untuk mengetahui apakah kata “<em>man</em>” dari <em>mansplaining</em> benar-benar tepat. Oleh karena itu, kami menanyai orang-orang dari kelompok gender manapun soal perilaku yang kami anggap terkait dengan <em>mansplaining</em>, tanpa secara spesifik bertanya tentang <em>mansplaining</em> itu sendiri.</p>
<h2>Lebih dari media sosial</h2>
<p>Penelitian kami mengindikasikan bahwa <em>mansplaining</em> lebih dari sekadar fenomena di media sosial. Perilaku ini pun terjadi di luar jagad maya dan mempengaruhi orang-orang di lingkungan kerjanya.</p>
<p>Hampir tiap orang dalam studi kami – terlepas dari gendernya – pernah menjumpai paling tidak satu perilaku <em>mansplaining</em>. Akan tetapi, perempuan dan minoritas gender mengalami perilaku ini lebih sering dan dalam cakupan yang lebih luas. </p>
<p>Ini menunjukkan bahwa <em>mansplaining</em> bisa jadi merepresentasikan <a href="https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2011.00891.x">adab yang buruk berbasis gender</a>, yang umumnya dialami oleh pekerja perempuan dan minoritas gender, dengan kebanyakan pelakunya adalah laki-laki. Kata “<em>mansplaining</em>” bisa jadi terlalu menggeneralisasi, namun ini tampaknya merefleksikan dengan akurat pengalaman pekerja perempuan dan minoritas gender.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="An older man in a business suit points and talks sternly to a younger woman who is also in business attire" src="https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/500823/original/file-20221213-24246-clx9a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Adab buruk terkait gender adalah bentuk perilaku buruk yang paling sering dialami oleh perempuan dan karyawan minoritas gender, dan kemungkinan besar dilakukan oleh laki-laki.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Temuan kami juga menunjukkan bahwa <em>mansplaining</em> punya efek buruk yang signifikan terhadap sasaran perilaku ini — layaknya bentuk adab buruk di tempat kerja lainnya. Tiap pengalaman <em>mansplaining</em> terasosiasi dengan rendahnya komitmen organisasional dan kepuasan kerja, keinginan berpindah kerja yang tinggi, serta kelelahan emosional dan tekanan psikologis.</p>
<h2><em>Mansplaining</em> bukan sekadar tren</h2>
<p>Organisasi sebaiknya tidak melihat <em>mansplaining</em> sebagai produk adab buruk di media sosial atau sekadar tren yang akan berlalu. Sebaliknya, perilaku ini seharusnya dipahami sebagai permasalahan terkait perilaku buruk selektif yang menyasar individu berdasarkan identitasnya dan membuat mereka merasa tak mumpuni.</p>
<p>Sekalinya diidentifikasi sebagai bentuk adab yang buruk, <em>mansplaining</em> seharusnya dapat disikapi di tempat kerja. Intervensi yang selama ini efektif untuk menghadapi adab buruk bisa jadi ampuh untuk menangani <em>mansplaining</em>.</p>
<p>Pelatihan terkait <a href="https://www.va.gov/ncod/crew.asp">intervensi kesopanan, penghormatan, dan pelibatan di tempat kerja</a> yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS), misalnya, berusaha mengatasi permasalahan seperti ini dan mendorong perilaku sopan di lingkungan kerja. <a href="https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/a0024442">Sistem rumah sakit di Kanada yang menerapkan intervensi ini menunjukkan adanya peningkatan</a> dalam perilaku menghormati, kepuasan kerja dan kepercayaan terhadap manajemen – sementara tingkat <em>burnout</em> dan kepasifan karyawan mengalami penurunan.</p>
<p>Buku <a href="https://subtleactsofexclusion.com/"><em>Subtle Acts of Exclusion</em></a> (Tindakan Pengecualian Halus), bisa jadi panduan yang berguna untuk pemimpin maupun karyawan dalam mengatasi bentuk perundungan berbasis gender yang terselubung ini. Buku ini dapat membantu organisasi untuk mencegah agresi mikro agar karyawan merasa nyaman dan diterima di lingkungan kerja mereka.</p>
<p>Bagaimana mengurangi bahaya yang disebabkan oleh <em>mansplaining</em> dan mencegahnya menjadi masalah berulang di tempat kerja merupakan hak organisasi. Namun, perlu diingat bahwa produktivitas dan kesejahteraan karyawan bisa terpengaruh olehnya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196879/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini sebagian didanai oleh Mitacs Research Training Award.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Chelsie J. Smith menerima dana untuk penelitian ini melalui Mitacs Research Training Award. Dia juga menerima dana dari Social Sciences and Humanities Research Council (SSHRC) melalui Vanier Canada Graduate Scholarship.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Katarina Lauch telah menerima dana melalui Ontario Graduate Scholarship.</span></em></p>Mansplaining bisa menyebabkan rendahnya komitmen organisasional dan kepuasan kerja, keinginan berpindah kerja yang tinggi, serta kelelahan emosional dan tekanan psikologis.Linda Schweitzer, Professor, Management and Strategy, Carleton UniversityChelsie J. Smith, PhD Candidate in Management and Strategy, Carleton UniversityKatarina Lauch, PhD Candidate, Sprott School of Business, Carleton UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1961432022-12-13T08:49:39Z2022-12-13T08:49:39ZHak kesehatan untuk transgender sangat bervariasi di seluruh dunia – bagaimana mencapai kebahagiaan dan kegembiraan mereka<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/500662/original/file-20221213-2933-w2mabt.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Mencapai kesetaraan dalam kesehatan global membutuhkan penanganan terhadap sumber akar ketidaksetaraan. </span> <span class="attribution"><span class="source">Sabrina Bracher/iStock via Getty Images Plus</span></span></figcaption></figure><p>Meski transgender mungkin lebih <a href="https://time.com/135480/transgender-tipping-point/">dikenal secara budaya di Amerika Serikat</a> daripada sebelumnya, visibilitas atau kejelasannya <a href="https://www.alokvmenon.com/blog/2017/3/12/trans-visibility-isnt-trans-justice">tidak sama dengan keadilan</a>.</p>
<p>Transgender adalah <a href="https://www.dukeupress.edu/Imagining-Transgender">sebuah kategori payung</a> yang muncul di Amerika Serikat pada 1990-an untuk mencakup beragam identitas gender yang tidak sepenuhnya sesuai dengan jenis kelamin individu yang ditetapkan saat lahir. Meski komunitas lokal di seluruh dunia telah mengadopsi istilah ini, istilah ini juga dapat <a href="https://doi.org/10.1215/23289252-2685615">menghapus dan menciutkan</a> identitas gender beragam lainnya yang telah digunakan orang lintas waktu, lokasi, dan budaya.</p>
<p>Orang-orang yang saat ini disebut trans, nonbiner, dan interseks telah ada selama berabad-abad di seluruh dunia. Hak-hak orang trans <a href="https://www.penguinrandomhouse.com/books/203953/transgender-warriors-by-leslie-feinberg/">tidak selalu</a> diperdebatkan dalam masyarakat arus utama. Kategori seks dan gender nonnormatif muncul di <a href="http://buddhism.lib.ntu.edu.tw/museum/TAIWAN/md/md08-52.htm">teks Buddhis kuno</a>, serta <a href="https://www.ucpress.edu/book/9780520382053/trans-talmud">literatur rabi Yahudi</a>. Namun <a href="https://doi.org/10.1215/10642684-2009-022">penaklukan kolonial</a> telah membasmi keragaman seksual dan gender secara global.</p>
<p>Hak orang trans untuk hidup <a href="https://doi.org/10.4324/9781003206255-33">telah ditantang</a> sepanjang waktu dan di seluruh dunia dengan berbagai cara. Di seluruh dunia, orang trans menghadapi <a href="https://doi.org/10.1080/14461242.2020.1868899">kesenjangan di banyak wilayah</a>, termasuk akses ke perawatan kesehatan, dukungan hukum, dan keamanan ekonomi. Pemerintah, organisasi global, dan warisan kolonialisme juga menerapkan <a href="https://www.sup.org/books/title/?id=32715">kekerasan dan stigma</a> tingkat tinggi terhadap mereka.</p>
<p>Pada saat yang sama, <a href="https://globalhealth5050.org/2019-report/">95% organisasi terkait kesehatan global</a> tidak mengenali atau menyebutkan kebutuhan orang-orang dengan keragaman gender dalam pekerjaan mereka, sehingga menghasilkan “<a href="http://doi.org/10.1089/trgh.2020.0026">pengecualian hampir universal</a>” orang trans dari praktik dan kebijakan kesehatan. </p>
<p>Ada juga <a href="https://doi.org/10.1111/1467-9566.13563">kurangnya penelitian trans-inklusif yang holistik</a> di seluruh dunia. Misalnya, menelusuri kata “transgender” di situs web <a href="https://www.healthdata.org/search?search_terms=transgender">Institute for Health Metrics and Evaluation</a>, raksasa metrik kesehatan global dari Yayasan Bill dan Melinda Gates yang <a href="https://www.healthdata.org/news-release/who-and-ihme-collaborate-improve-health-data-globally">berkolaborasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a> untuk menyempurnakan data kesehatan global, hasilnya nol saat ini.</p>
<p><a href="https://scholar.google.com/citations?user=N3VopfkAAAJ&hl=en&oi=ao">Sebagai sosiolog</a>, saya mempelajari bagaimana hasil kesehatan dipengaruhi oleh berbagai kondisi sosial, termasuk kebijakan ekonomi global, institusi, dan nilai budaya. </p>
<p>Secara khusus, saya menganalisis bagaimana pariwisata medis (<em>medical tourism</em>) yang didukung pemerintah, atau perjalanan terkait kesehatan, telah mempengaruhi <a href="https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2022.114950">perempuan transgender Thailand</a>. Secara umum, saya berusaha memahami bagaimana tubuh bertindak sebagai apa yang oleh filsuf Prancis Michel Foucault sebut sebagai “<a href="https://www.penguinrandomhouse.com/books/55035/the-foucault-reader-by-michel-%20foucault/">permukaan peristiwa yang tertulis</a>,” tercetak oleh konteks sosial yang selalu berubah yang mampu atau menahan sumber daya, hak, pengakuan dan kekuasaan.</p>
<p>Dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka yang dibentuk oleh konteks sosial di seluruh dunia, tidak terkecuali tubuh transgender.</p>
<h2>Sejarah perawatan yang mempertegas gender</h2>
<p>Institusi dan otoritas medis adalah jalur utama menuju kesehatan dan bagaimana seseorang hidup di dalam tubuhnya. Mereka <a href="https://www.jstor.org/stable/2083452">mendefinisikan, mengklasifikasikan, dan membuat patologi</a> berbagai kondisi manusia, dari <a href="https://doi.org/10.1016/j.socscimed.%202010.02.019">pola kebotakan laki-laki</a> hingga <a href="https://doi.org/10.1111/j.1475-682X.2008.00271.x">kegemukan</a>.</p>
<p>Dokter Jerman <a href="https://theconversation.com/the-early-20th-century-german-trans-rights-activist-who-transformed-the-worlds-view-of-gender-and-sexuality-%20106278">Magnus Hirschfeld</a> menciptakan istilah “waria (<em>transvestite</em>)” yang sekarang sudah kuno pada 1910 untuk mendefinisikan mereka yang ingin mengekspresikan diri mereka bertentangan dengan jenis kelamin yang ditetapkan saat lahir. </p>
<p>Di Institute for Sexual Science miliknya, Hirschfeld menawarkan terapi hormon kepada orang-orang dan melakukan operasi transformasi alat kelamin pertama yang didokumentasikan. Adolf Hitler menganggap Hirschfeld “<a href="https://www.sealpress.com/titles/susan-stryker/transgender-history-second-edition/9781580056908/">orang Yahudi paling berbahaya di Jerman</a>,” dan Nazi membakar pusat penelitiannya setelah dia kabur untuk menyelamatkan diri.</p>
<p>Terlepas dari kekerasan terhadap pengobatan trans ini, endokrinologi di AS dan Eropa cukup maju pada 1930-an dengan penggunaan testosteron dan estrogen sintetik untuk transisi medis. <a href="https://doi.org/10.1210/en.2018-00529">Estrogen</a> pertama kali dimurnikan pada 1923 dan digunakan untuk <em>hot flashes</em> (sensasi panas yang muncul tiba-tiba di tubuh bagian atas), pencegahan keropos tulang, dan masalah kesehatan reproduksi lainnya. <a href="https://www.jstor.org/stable/24980239">Testosteron</a> diisolasi dan disintesis pada 1935 dan pertama kali digunakan untuk mengobati <a href="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/male-hypogonadism%20/gejala-penyebab/syc-20354881">hipogonadisme</a> pada laki-laki serta pertumbuhan tumor pada perempuan.</p>
<p>Penghambat pubertas, atau agonis hormon pelepas gonadotropin, <a href="https://www.ohsu.edu/sites/default/files/2020-12/Gender-Clinic-Puberty-Blockers-%20Handout.pdf">pertama kali disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat pada 1993</a> untuk anak yang mengalami pubertas terlalu dini. Untuk remaja trans yang mengalami <a href="https://doi.org/10.1080/26895269.2022.2100644">disforia gender</a>, atau tekanan akibat ketidakcocokan antara identitas gender dan jenis kelamin yang ditetapkan saat lahir, pengobatan ini dapat menjadi <a href="https://doi.org/10.1177/07435584221100591">sangat penting</a> untuk kesejahteraan mereka. Jauh dari eksperimental, obat-obatan tersebut memiliki <a href="https://doi.org/10.1080/26895269.2020.1747768">bukti kuat</a> untuk efek menguntungkan secara keseluruhan bagi remaja trans.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/KomI-XiiJw0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Ada perdebatan tentang apakah remaja trans dapat menentukan apakah mereka siap untuk perawatan yang menegaskan gender.</span></figcaption>
</figure>
<p>Christine Jorgensen adalah orang Amerika pertama yang menjalani apa yang kemudian disebut operasi “perubahan jenis kelamin”, di Denmark pada 1952, <a href="https://www.sealpress.com/titles/susan-stryker/transgender-history-second%20-edisi/9781580056908/">membuat berita utama</a>. Dokter di belahan dunia lain juga mulai mendapatkan keahlian klinis dalam <a href="https://transcare.ucsf.edu/guidelines/vaginoplasty"><em>vaginoplasty</em> (operasi mengencangkan otot vagina)</a>, yang memicu jaringan global perawatan kesehatan transgender. Misalnya, <a href="https://doi.org/10.1155/2014/182981">ahli bedah di Thailand</a> mengembangkan teknik mereka sendiri pada 1970-an untuk wanita trans Thailand.</p>
<p>Segera, orang trans dari negara lain mempelajari teknik bedah Thailand dan mulai melakukan perjalanan ke Thailand untuk perawatan. Dengan dukungan pemerintah yang kuat, Thailand telah menjadi <a href="https://www.dukeupress.edu/mobile-subjects">pusat global untuk layanan yang menegaskan gender</a>. Selanjutnya, pelancong asing “<a href="https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2022.114950">mengerumuni</a>” beberapa orang trans Thailand dari perawatan berkualitas saat pasar bergeser untuk mengakomodasi wisatawan medis.</p>
<p>Untuk beberapa pelancong kesehatan, <a href="http://doi.org/10.1017/S1745855207005765">layanan-layanannya lebih terjangkau</a> di Thailand daripada di negara asalnya. Bepergian untuk mendapatkan layanan kesehatan juga dapat <a href="https://www.oecd.org/health/health-systems/48723982.pdf">memberikan anonimitas yang lebih besar</a>. Bagi mereka yang berada di Inggris yang mencari perawatan yang menegaskan gender, bepergian ke luar negeri adalah alternatif dari <a href="https://cass.independent-review.uk/publications/interim-report/">waktu tunggu yang lama</a>.</p>
<p>Wisata medis lebih mengerikan bagi mereka yang tinggal di negara-negara tempat <a href="https://ilga.org/trans-legal-mapping-report">orang trans menghadapi kriminalisasi</a>, seperti Brunei, Lebanon, dan Malawi, atau tempat operasi yang menegaskan gender <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34194279/">dilarang secara agama</a>, seperti Arab Saudi.</p>
<h2>Apa yang dimaksud dengan kesetaraan kesehatan global?</h2>
<p>Secara global, orang-orang trans mengalami masalah dalam mengakses <a href="http://doi.org/10.1016/S0140-6736(16)30653-5">layanan perawatan kesehatan yang secara budaya kompeten dan adil</a>, baik secara <a href="https://theconversation.com/doctors-often-arent-trained-on-the-preventive-health-care-needs-of-gender-diverse-people-as-a-result-many-patients-dont-get-the-care-they-need-191933">umum</a> maupun untuk layanan yang menegaskan gender. </p>
<p>Orang trans dan beragam gender mengalami tekanan mental yang lebih besar dan <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(16)00684-X">kekerasan dan diskriminasi sehari-hari</a> daripada rekan cisgender (orang yang mengidentifikasi gendernya sesuai dengan jenis kelamin yang ia bawa sejak lahir) mereka.</p>
<p><a href="http://doi.org/10.1089/trgh.2020.0026">Sebuah laporan pada 2019</a> dari hampir 200 organisasi kesehatan di seluruh dunia menemukan bahwa 93% lembaga tidak mengakui orang trans dalam pekerjaan mereka tentang kesetaraan gender, dan 92% tidak menyebutkan kesehatan trans dalam layanan terprogram mereka.</p>
<p><a href="http://doi.org/10.1136/bmjgh-2020-003394">Dekolonisasi kesehatan global</a> berarti melibatkan orang-orang yang terpinggirkan dalam pengambilan keputusan dan produksi pengetahuan seputar kesehatan global. Ini juga mencakup dan menangani kebutuhan orang-orang trans dan beragam gender di seluruh dunia.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Pasien dan dokter di ruang ujian" src="https://images.theconversation.com/files/495182/original/file-20221114-19-pmhw1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/495182/original/file-20221114-19-pmhw1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/495182/original/file-20221114-19-pmhw1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/495182/original/file-20221114-19-pmhw1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/495182/original/file-20221114-19-pmhw1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/495182/original/file-20221114-19-pmhw1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/495182/original/file-20221114-19-pmhw1p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Memasukkan orang-orang trans dalam kebijakan dan praktik perawatan kesehatan dapat membantu mengurangi kesenjangan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/doctor-talking-to-patient-at-hospital-room-with-royalty-free-image/1236342725">FG Trade/E+ via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kesetaraan kesehatan trans global berarti menyediakan sumber daya untuk <a href="http://doi.org/10.1089/trgh.2020.0026">menargetkan akar permasalahan</a> kesenjangan kesehatan berbasis gender. <a href="http://doi.org/10.1016/S0140-6736(16)30653-5">Ini melibatkan</a> pengakuan gender legal, dukungan pemerintah, dan undang-undang anti-diskriminasi. </p>
<p>Sementara dukungan medis dan kesehatan masyarakat diperlukan untuk perempuan trans, yang <a href="https://www.aidsmap.com/news/mar-2022/trans-women-66-times-more-likely-have%20-hiv-trans-men-nearly-7-times-more-likely-global">terkena HIV secara tidak proporsional</a> di seluruh dunia, kesetaraan kesehatan trans global juga berarti menangani area lain yang berkontribusi pada perbedaan ini, seperti <a href="https://doi.org/%2010.1080/14461242.2020.1868899">kemiskinan</a>, pengucilan ekonomi dan <a href="https://www.undp.org/asia-pacific/publications/denied-work-%E2%80%93-audit-employment-diskriminasi-basis-gender-identity-south%20-Asia%20Timur">diskriminasi tempat kerja</a>.</p>
<p>Untuk negara-negara dengan cakupan kesehatan universal, peneliti medis dan kesehatan masyarakat merekomendasikan agar layanan yang menegaskan gender disertakan sebagai <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(16)00684-X">layanan penting</a>. Mereka bukan kosmetik, tetapi diperlukan bagi mereka yang menginginkannya.</p>
<h2>Alternatif yang lebih baik untuk semua</h2>
<p>Di tengah ketidakadilan sehari-hari, kekerasan dan <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(16)00684-X">kerentanan</a> adalah bentuk yang tak terhitung jumlahnya dari <a href="https://doi.org/10.1080%20/17441692.2020.1856397">ketahanan dan perlawanan trans</a>, <a href="https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2020.112808">aktivisme</a>, <a href="https://doi.org/10.1215/01642472-7971139">perawatan kolektif</a> dan <a href="https://doi.org/10.1332/policypress/9781447342335.001.0001">berbagi pengetahuan </a>. Bahkan ada beberapa “<a href="https://doi.org/10.1080/14461242.2020.1855999">gelembung utopia</a>,” atau klinik dan pengaturan perawatan kesehatan tempat orang trans dapat mengakses layanan dengan penundaan yang berkurang. </p>
<p>Alternatif ini membuka kemungkinan untuk <a href="https://doi.org/10.4324/9781003034063-9">kebahagiaan transgender</a>, atau pembebasan dari konstruksi gender kolonial yang membatasi, dan <a href="https://doi.org/10.1093/%20socpro/spac034">kegembiraan transgender</a>, atau meningkatkan kualitas hidup seseorang dan membentuk hubungan yang bermakna dengan merangkul identitas yang terpinggirkan.</p>
<p>Bagaimana kebijakan, institusi, dan masyarakat dapat memupuk kebahagiaan dan kegembiraan trans di seluruh dunia?</p>
<p>Semua tubuh manusia adalah “<a href="https://doi.org/10.4324/9780203976531">artefak sosiokultural</a>.” Bagaimana mereka diekspresikan dan dihayati ditentukan oleh konteks sosial dan dibentuk oleh sumber daya yang tersedia. </p>
<p>Seks dan gender adalah poin dalam “<a href="http://doi.org/10.1002/j.2326-1951.2000.tb03504.x">ruang multi-dimensi</a>” yang luas dari anatomi, hormon, kromosom, lingkungan, dan budaya. </p>
<p>Kesetaraan kesehatan global untuk orang-orang trans meminta pertanggungjawaban lembaga dan pembuat keputusan yang bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan semua manusia. Ini berorientasi pada kebebasan untuk berkembang di dunia yang merayakan keragaman seks dan gender sebagai <a href="https://blogs.scientificamerican.com/voices/stop-using-phony-science-to-justify-%20transfobia%20/">fakta alami kehidupan</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196143/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Reya Farber received funding from a National Science Foundation Graduate Research Fellowship under Grant No. DGE-1247312, Boston University Graduate School, Boston University Sociology Department Morris Funds, and William & Mary Summer Research Grant.</span></em></p>Kesetaraan kesehatan global untuk orang-orang trans meminta pertanggungjawaban lembaga dan pembuat keputusan yang bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan semua manusia.Reya Farber, Assistant Professor of Sociology, William & MaryLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1857712022-06-24T08:48:43Z2022-06-24T08:48:43ZPride Month: mengapa kelompok LGBTQ belum bebas dari diskriminasi dan persekusi?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/470723/original/file-20220624-14-osi8hz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C25%2C5760%2C3802&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/5n6HfCmt5BFfaNLPALWHVq?utm_source=generator" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Kelompok minoritas gender dan seksual – Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Queer (LGBTQ) – memperingati bulan Juni setiap tahunnya sebagai <a href="https://www.idntimes.com/science/discovery/belinda-belinda/sejarah-pride-month-kelompok-lgbtq-c1c2"><em>Pride Month</em> </a>atau Bulan Kebanggaan.</p>
<p>Momen ini biasanya digunakan oleh kelompok LGBTQ untuk mengekspresikan identitas gender dan seksual mereka. Tujuannya untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kebebasan berekspresi dan pemenuhan hak-hak asasi kelompok minoritas.</p>
<p>Perayaan <em>Pride Month</em> biasanya dilakukan <a href="https://www.dw.com/id/pride-month-potret-kebebasan-lgbt-di-indonesia/a-62050251">melalui beragam acara</a>, termasuk parade, pawai, maupun aksi damai menuntut penghapusan diskriminasi berbasis gender. </p>
<p>Sayangnya, di Indonesia, kelompok minoritas gender dan seksual justru menghadapi pola diskriminasi yang semakin intens, bahkan di dunia maya. Kehidupan LGBTQ – termasuk di media sosial – di Indonesia makin terancam.</p>
<p>Irwan Martua Hidayana, Asisten Profesor dari Departemen Antropologi, Universitas Indonesia, mengatakan bahwa salah satu faktor terbesar menguatnya sentimen anti-LGBTQ adalah narasi agama yang hanya mengakui heteroseksual sebagai satu-satunya orientasi seksual yang “normal”.</p>
<p>Terlebih lagi, pemerintah juga ikut-ikutan menjadi pelaku diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ, terutama menjelang tahun-tahun politik. Banyak politisi yang memanfaatkan isu LGBTQ sebagai alat untuk mendulang suara pemilih.</p>
<p>Dalam episode ini, kami berdiskusi lebih lanjut dengan Irwan tentang situasi yang dialami kelompok minoritas gender dan seksual di Indonesia, apa sebenarnya yang mereka harapkan, dan bagaimana seharusnya sikap pemerintah serta para pembuat kebijakan.</p>
<p>Dengarkan obrolan lengkapnya di SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185771/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Di Indonesia, kelompok minoritas gender dan seksual masih menghadapi pola diskriminasi yang semakin intens. Kehidupan para LGBTQ di Indonesia makin terancam, bahkan di media sosial.Nurul Fitri Ramadhani, Politics + Society Editor, The Conversation IndonesiaRino Putama, Multimedia Producer, The Conversation IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1605312021-05-27T09:14:14Z2021-05-27T09:14:14ZNegara perlu akui ekspresi gender waria dan trans laki-laki dalam administrasi KTP untuk melindungi transgender dari diskriminasi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/402550/original/file-20210525-19-1i0lm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C45%2C2048%2C1401&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sejumlah waria mengikuti aksi damai dalam peringatan Hari Transgender Internasional di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. </span> <span class="attribution"><span class="source">Ismar Patrizki/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Kelompok transgender – <a href="http://www.suarakita.org/2013/01/transgender-transeksual-dan-waria/">terutama waria (transgender perempuan)</a> – mengalami <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52500732">kelaparan, kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal</a> selama pandemi. Banyak dari mereka tidak mendapat bantuan dari pemerintah karena <a href="https://tirto.id/derita-transgender-di-tengah-covid-19-tak-ada-ktp-tak-ada-bantuan-eN8k">tidak memiliki KTP</a>. </p>
<p>Masyarakat umum lebih mudah mendapatkan layanan pembuatan KTP. Tapi banyak transgender, terutama waria, tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena di Indonesia transgender dianggap sebagai perilaku menyimpang, maka umumnya keluarga menolak keberadaan <a href="https://asiafoundation.org/wp-content/uploads/2016/10/Understanding-Social-Exclusion-in-Indonesia.pdf">mereka</a>, sehingga banyak waria melarikan diri dari rumah tanpa membawa kartu identitas. </p>
<p>Akhir bulan lalu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berjanji <a href="https://nasional.tempo.co/read/1456410/e-ktp-transgender-pemerintah-diminta-akomodir-perubahan-nama-dan-kolom-gender">melayani transgender</a> untuk pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Meski demikian, para transgender tetap harus mendaftarkan jenis kelamin biologis ketika mereka dilahirkan. Tidak ada kolom transgender dalam e-KTP.</p>
<p>Artinya meski secara lisan pejabat Kemendagri mengatakan tidak akan mendiskriminasi transgender dalam pembuatan KTP, pada kenyataannya transgender, baik perempuan (waria, transpuan) maupun transgender laki-laki (priawan, transmen) tidak mendapat tempat dalam sistem administrasi kependudukan Indonesia.</p>
<h2>Jenis kelamin vs ekspresi gender</h2>
<p>Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrullah, bulan lalu mengatakan bahwa kelompok transgender: </p>
<blockquote>
<p>“…juga makhluk Tuhan yang wajib kami layani dengan nondiskriminasi dan penuh empati.”</p>
</blockquote>
<p>Namun, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38985/uu-no-24-tahun-2013">Undang-Undang (UU) No. 24 tahun 2013</a> tentang Administrasi Kependudukan hanya mengakui dua jenis kelamin: perempuan dan laki-laki. Selain itu, tidak ada peraturan di Indonesia yang memberi ruang pada ekspresi gender. </p>
<p>UU tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah belum memahami perbedaan antara identitas jenis kelamin dan ekspresi gender. </p>
<p>Jenis kelamin sebagai identitas adalah perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Sementara ekspresi gender merujuk pada cara seseorang menunjukkan gendernya antara lain melalui gerak-gerik, cara berbicara, dan berpakaian serta ekspresi wajah. </p>
<p>Apakah <a href="https://weareaptn.org/wp-content/uploads/2021/01/Indonesia_21.01.18.pdf">petugas publik</a> dapat menerima seseorang yang dalam KTP-nya berjenis kelamin laki-laki namun dengan foto perempuan atau pun sebaliknya? </p>
<p>Sangat mungkin ekspresi gender transgender pada akhirnya mendorong praktik diskriminasi dan kriminalisasi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/403343/original/file-20210528-19-jpoqsz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/403343/original/file-20210528-19-jpoqsz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/403343/original/file-20210528-19-jpoqsz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/403343/original/file-20210528-19-jpoqsz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/403343/original/file-20210528-19-jpoqsz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/403343/original/file-20210528-19-jpoqsz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/403343/original/file-20210528-19-jpoqsz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Warga mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Kudus, Jawa Tengah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Yusuf Nugroho/Antara Foto</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kesetaraan dan keadilan bagi transgender</h2>
<p><a href="https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39-tahun-1999-tentang-%24H9FVDS.pdf">UU tentang Hak Asasi Manusia</a> menyebut kelompok masyarakat rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan terkait kondisi khususnya.</p>
<p>Kenyataannya, penampilan waria yang secara fisik terlihat sebagai laki-laki tetapi secara perilaku dilihat sebagai perempuan seringkali memicu tindakan diskriminasi dan kekerasan. </p>
<p>Diskriminasi karena ekspresi gender waria selama pandemi dapat dilihat terjadi di beberapa tempat. Diskriminasi tersebut termasuk berasal dari ketua RT yang <a href="https://www.alinea.id/nasional/transpuan-di-masa-pandemi-terpuruk-tak-terjamah-pemerintah-b2c2J92Zt">menolak memberikan bansos</a> atau <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52500732">menolak memberikan surat keterangan domisili</a> pada waria sebagai syarat menerima bansos. </p>
<p><a href="https://docplayer.info/62281473-Menguak-stigma-kekerasan-diskriminasi-pada-lgbt-di-indonesia-studi-kasus-di-jakarta-yogyakarta-dan-makassar-arus-pelangi.html">Studi Arus Pelangi pada 2013</a> memperlihatkan bahwa waria masih mendapat kekerasan fisik, bahkan dari aparat hukum. </p>
<p>Sementara studi dari <a href="https://www.hrw.org/sites/default/files/accessible_document/indonesia0618_lgbt_web.pdf">Human Right Watch pada 2018</a> menyatakan sejak 2016, angka kekerasan dan kriminalisasi terhadap kelompok tersebut makin tinggi. </p>
<p>Ini menunjukkan bagaimana pemerintah gagal memberikan perlindungan bagi transgender. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/homoseksualitas-bukan-produk-barat-keberagaman-gender-di-indonesia-101669">Homoseksualitas bukan produk Barat: Keberagaman gender di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Hilangnya hak atas layanan kesehatan</h2>
<p>Sebuah studi pada 2017 menunjukkan bahwa waria adalah kelompok transgender yang <a href="https://lbhmasyarakat.org/wp-content/uploads/2017/03/LBHM-Indonesia-Darurat-Fobia-1.pdf">paling rentan mengalami diskriminasi</a>. </p>
<p><a href="https://kbr.id/intermezzo/09-2018/mami_yuli__dengan_pendidikan__waria_tak_lagi_dipandang_sebelah_mata/97402.html">Tanpa memiliki pendidikan yang memadai</a> dan KTP, mereka merantau sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan tetap dan jaminan kesehatan. </p>
<p>Urusan kesehatan menjadi salah satu hal paling krusial bagi waria. Warga negara hanya dapat mengakses layanan kesehatan dari Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan BPJS yang murah <a href="https://weareaptn.org/i-want-to-be-treated-equally-just-like-everyone-else-working-towards-universal-access-to-healthcare-for-trans-and-gender-diverse-people/">bila memiliki KTP</a>. </p>
<p>Situasi makin sulit buruk bagi waria lanjut usia (lansia). <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52500732">Sekitar 50%-60% waria lansia tidak memiliki kartu identitas</a>. </p>
<p>Di masa tua, waria umumnya hidup sendiri dan semakin sulit mencari pekerjaan. Bila memiliki e-KTP, waria dapat memiliki akses layanan kesehatan dan kesejahteraan lain yang selama ini sulit mereka dapat.</p>
<p>Ini juga menunjukkan bahwa akses pada lapangan kerja yang layak tak kalah penting untuk transgender. Sayangnya, tanpa KTP, waria banyak yang bekerja di sektor informal dengan jaminan kesejahteraan yang tidak jelas. </p>
<p>Bila memiliki KTP, waria dapat mengakses lapangan kerja formal yang memiliki akses lebih pada kesejahteraan.</p>
<p>Bagaimana dengan akses pada layanan hukum dan keadilan? Kasus <a href="https://tirto.id/nestapa-seorang-waria-ePZu">pembakaran waria bernama Mira</a> dan <a href="https://tirto.id/puluhan-waria-ditangkap-pihak-kepolisian-aceh-utara-cDXd">penangkapan waria yang bekerja di salon oleh polisi di Aceh</a> mencerminkan kenyataan bahwa waria belum terjamin memperoleh kedudukan yang sama di mata hukum. </p>
<p>Kerap kali, aparat hukum dan pemerintahan adalah yang pertama melakukan diskriminasi pada waria. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/komunitas-gay-di-indonesia-menggunakan-media-sosial-untuk-meruntuhkan-batasan-dan-stigma-156868">Komunitas gay di Indonesia menggunakan media sosial untuk meruntuhkan batasan dan stigma</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Belum cukup</h2>
<p>Komunitas transgender <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/04/27/111500078/mengenal-5-gender-dalam-suku-bugis-di-sulawesi-yang-kerap-alami-stigma-dan?page=all">sudah ada jauh sebelum Indonesia berdiri</a>. Namun hingga hari ini norma sosial dan agama menjadi dua faktor utama dalam menciptakan diskriminasi pada transgender. </p>
<p>Ekspresi penolakan pada kelompok ini tidak hanya disuarakan oleh individu, atau <a href="https://outrightinternational.org/sites/default/files/KriminalisasiMerayap-ind.pdf">organisasi keagamaan</a>, tetapi juga melalui institusi resmi seperti <a href="https://society.fisip.ubb.ac.id/index.php/society/article/view/113/96">sekolah</a> dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200114213203-20-465398/isak-sofie-waria-depok-respons-rencana-wali-kota-razia-lgbt"> pemerintahan</a>. </p>
<p>Keputusan pemerintah Indonesia memberikan kemudahan pembuatan e-KTP akan bermanfaat memberikan komunitas transgender kelengkapan administrasi. </p>
<p>Namun, keputusan tersebut belum pasti menjanjikan komunitas transgender untuk mendapatkan layanan yang tidak diskriminatif, terutama ketika berurusan dengan layanan publik. </p>
<p>Sejalan dengan pemberlakukan kebijakan itu, pemerintah Indonesia seharusnya mulai membangun sistem anti diskriminatif, termasuk membangun kesadaran publik terhadap ekspresi gender. </p>
<p>Selain itu pemerintah juga perlu merancang aturan penunjang yang melindungi komunitas transgender termasuk dari perilaku diskiriminatif aparat pemerintah sendiri. </p>
<p>Langkah tersebut perlu untuk mengubah stigma yang telah melekat erat dalam praktik dan nilai yang ada di masyarakat. </p>
<p>Bila tidak, maka kebijakan terkait e-KTP ini justru berpeluang menciptakan ruang penindasan lain bagi komunitas transgender, terutama waria.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/160531/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemilikan e-KTP akan membantu transgender mengakses berbagai layanan penting, namun bukan berarti diskriminasi berhenti.Endah Triastuti, Lecturer, Researcher, Universitas IndonesiaDina Listiorini, Dosen. peneliti untuk media dan isu seksualitas, Universitas Atma Jaya YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1310392020-03-08T02:29:15Z2020-03-08T02:29:15ZMarginalisasi perempuan di sektor pertanian Jawa Timur didorong pengaruh aspek budaya dan psikologis<p><em>Artikel ini diterbitkan untuk memperingati Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada tanggal 8 Maret.</em></p>
<hr>
<p>Banyak <a href="http://www.zenithresearch.org.in/images/stories/pdf/2011/Oct/ZIJBEMR/4.zibemr_vol-1_issue-1.pdf">penelitian</a> mengakui kontribusi vital perempuan dalam sektor pertanian khususnya di negara berkembang. </p>
<p>Namun, tidak sedikit <a href="http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.865.1046&rep=rep1&type=pdf">penelitian</a> yang mengungkapkan diskriminasi dan marginalisasi terhadap perempuan di sektor tersebut baik di negara berkembang maupun di negara maju sekalipun. </p>
<p><a href="https://www.corteva.com/resources/media-center/women-in-agriculture-say-barriers-to-equality-persist.html">Riset global dari Coteva AgriscienceTM</a>, platform berbasis website yang menghubungkan konsumen dengan informasi seputar pertanian, menunjukkan bahwa diskriminasi gender di pertanian masih ditemukan di 17 negara di seluruh dunia dengan rentang 78% perempuan di India sampai dengan 52% di Amerika Serikat mengalami diskriminasi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-menguatkan-perlindungan-perempuan-perkuat-peran-komnas-perempuan-112797">Bagaimana menguatkan perlindungan perempuan? Perkuat peran Komnas Perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ketidaksetaraan gender di sektor pertanian juga terjadi di Indonesia. </p>
<p><a href="http://salasika.org/index.php/SJ/article/view/32">Penelitian kami</a> menemukan adanya marginalisasi terhadap perempuan petani di Pare, Kabupaten Kediri dan di Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dan perempuan peternak di Ngantang dan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur.</p>
<p>Marginalisasi ini terjadi karena adanya hambatan kultural dan psikologis.</p>
<p><strong>Aspek kultural</strong></p>
<p>Umumnya, perempuan petani bawang merah di Pare (Kabupaten Kediri) dan Leces (Kabupaten Probolinggo) terlibat dalam proses produksi mulai dari penyiapan bibit, penanaman, penyiraman, panen, dan pemasaran produk.</p>
<p>Mereka tidak terlibat dalam penyiapan lahan dan pemupukan karena pekerjaan ini membutuhkan tenaga yang besar sehingga lebih banyak dikerjakan oleh laki-laki.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tradisi bercocok tanam bawang merah di Pare sudah dilakukan secara turun-temurun.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Khusus di Leces, karakter budaya perempuan suku Pendalungan (suku mayoritas asimilasi Jawa Madura) sebagai pekerja keras membuat mereka aktif terlibat dalam semua tahapan produksi bawang merah dan membentuk cara kerja yang spesifik. Hal ini terlihat dari keterlibatan mereka dalam penyiraman dan pengendalian hama. </p>
<p>Namun, pengetahuan tradisional yang kuat ini juga membuat perempuan petani di Leces sulit mengubah cara bertani mereka dan akhirnya kurang membuka pintu bagi pengetahuan dan informasi baru tentang cara bertani bawang merah.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ketimpangan-akses-akibatkan-perempuan-lebih-rentan-saat-terjadi-bencana-alam-109651">Ketimpangan akses akibatkan perempuan lebih rentan saat terjadi bencana alam</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sementara, perempuan petani di Pare memiliki keterbatasan dalam informasi pengendalian hama dan penyakit karena mereka rata-rata tidak terlibat dalam proses ini. Hal ini membatasi kontrol mereka terhadap manfaat bertani bawang merah, terutama ekonomi. </p>
<p>Penelitian kami menemukan bahwa perempuan petani bawang merah di Leces cenderung memiliki kontrol terbatas atas penghasilan pertanian mereka karena masih didominasi oleh laki-laki. </p>
<p>Yang menarik, kami menemukan ada paradoks terhadap akses ke manajemen keuangan.</p>
<p>Pada keluarga petani miskin, perempuan cenderung diberi akses pada pengelolaan penghasilan. Sementara, keluarga petani yang lebih kaya, perempuan tidak diberi akses mengelola penghasilan mereka.</p>
<p>Hal ini mengindikasikan bahwa perempuan tidak dipercaya untuk mengelola pendapatan yang besar, namun dituntut untuk mampu mengelola pendapatan yang terbatas. </p>
<p>Di Karangploso (Kabupaten Malang), budaya beternak sapi perah hanya diturunkan kepada anak laki-laki, sehingga perempuan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang peternakan.</p>
<p>Kami juga menemukan bahwa perempuan menunjukkan potensi melakukan terobosan melalui aktivitas kolektif dengan membentuk kelompok perempuan peternak, seperti yang terjadi pada perempuan peternak sapi perah di Ngantang (Kabupaten Malang). </p>
<p>Melalui kelompok-kelompok ini, perempuan peternak di Ngantang aktif untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam proses produksi dan bahkan mencari alternatif produk yang bisa diolah dari susu sapi, sehingga mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan selain menjadi pemasok pabrik susu. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Salah satu sesi FGD kami dengan para perempuan peternak di Ngantang, Kabupaten Malang.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sayangnya, kami menemukan bahwa kontruksi budaya yang partriarki membuat para perempuan petani dan peternak masih melihat peran mereka hanya melengkapi peran laki-laki di kedua sektor tersebut. </p>
<p><strong>Aspek psikologis</strong></p>
<p>Konstruksi budaya yang menjadi hambatan besar bagi perempuan petani untuk mendapatkan hak yang setara dalam sektor pertanian memengaruhi mereka secara psikologis.</p>
<p>Perempuan menjadi pasif – dan dalam kasus tertentu – menerima konstruksi paradoks yang membuat mereka bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan keluarga dalam kondisi apapun, seperti yang terlihat pada studi di Leces, Probolinggo. Yang miskin harus mampu bertahan dengan penghasilan yang ada, sementara yang kaya malah tidak diberikan akses untuk mengelola uang hasil pertanian. </p>
<p>Kami juga menemukan bahwa perempuan peternak sapi di Karangploso, Malang, merasa sungkan untuk mengikuti program-program penyuluhan dari pemerintah karena yang hadir mayoritas laki-laki.</p>
<p>Padahal, mereka memiliki peran yang vital dalam hampir semua tahapan proses produksi, dari meramu pakan, membersihkan kandang, mengidentifikasi penyakit dan vaksinasi, inseminasi, hingga pemerahan susu. Kecuali, pencarian pakan ternak yang dominan dilakukan laki-laki. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/konferensi-iklim-masih-didominasi-laki-laki-saatnya-meningkatkan-keterlibatan-perempuan-130415">Konferensi iklim masih didominasi laki-laki, saatnya meningkatkan keterlibatan perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Untuk studi ini, kami mengumpulkan data dengan melakukan diskusi kelompok terarah (<em>focus group discussion</em>) yang melibatkan sekitar 10-20 perempuan peternak sapi perah dan petani bawang merah di tiap-tiap wilayah. Pengambilan data dilakukan pada paruh kedua tahun 2016. </p>
<p>Dalam diskusi tersebut, kami bertanya tentang pembagian kerja dalam rumah tangga, ladang dan peternakan antara suami dan istri, termasuk dalam pengambilan keputusan, dan beban kerja, kendala dalam bekerja, akses terhadap layanan dan informasi, serta akses dan kontrol terhadap pendapatan dari hasil pertanian dan peternakan.</p>
<h2>Apa yang bisa dilakukan</h2>
<p>Melihat bagaimana konstruksi budaya terhadap peran perempuan di pertanian menghambat akses, kontrol, dan manfaat bagi perempuan petani itu sendiri, maka perlu adanya transformasi kebudayaan, baik melalui upaya-upaya yang bersifat intervensi maupun partisipasi.</p>
<p>Kolektivitas perempuan bisa menjadi pintu masuk strategis baik bagi kedua upaya tersebut. Bentuk semacam ini bisa berupa pembentukan kelompok atau grup petani atau peternak yang beranggotakan perempuan, seperti yang dilakukan di Ngantang, Kabupaten Malang. </p>
<p>Adanya kelompok perempuan peternak, mendorong mereka untuk melakukan terobosan-terobosan yang bisa meningkatkan penghasilan, misalnya dengan diversifikasi produk olahan susu sapi perah. Sehingga, tidak hanya dijual mentah ke pemborong, namun bisa menjadi sumber penghasilan tambahan dan bentuk kreativitas ekonomi perempuan peternak. </p>
<p>Kedua, adanya proses partisipasi dari perempuan peternak dalam mengambil keputusan secara kolektif diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan diri mereka dan menyadari pentingnya peran mereka yang setara dengan laki-laki, yaitu sebagai penyumbang ekonomi pedesaan, bukan hanya sebagai pelengkap. </p>
<hr>
<p>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/131039/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mely Noviryani dan timnya dari Pusat Studi Gender Universitas Brawijaya menerima dana untuk penelitian ini dari Australian Department for Foreign Affairs and Trade (DFAT) ARISA, berbasis di Surabaya, dan dijalankan oleh Commonwealth Science and Industry Research Organization (CSIRO) dengan RISTEKDIKTI di Indonesia untuk penelitian ini. Riset ini bagian dari Australia Indonesia Partnership for Rural Economic Development (AIP-Rural) AIP-Rural.
</span></em></p>Penelitian kami di Jawa Timur menemukan masih ada diskriminasi dan marginalisasi gender di sektor pertanian dan peternakan.Mely Noviryani, Lecturer of Faculty of Social and Political Sciences, Universitas BrawijayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1322032020-02-21T07:05:15Z2020-02-21T07:05:15ZCEO perempuan menegosiasikan pesangon lebih baik daripada CEO laki-laki – tapi karena alasan yang salah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/316410/original/file-20200220-92558-bxm39i.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ketika CEO perempuan menghadapi jalan yang lebih menantang dibanding rekan laki-lakinya. Mereka akan dinilai secara sepihak dan akan lebih mudah diberhentikan.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Selama 20 tahun terakhir, jumlah CEO perempuan di perusahaan-perusahaan di daftar S&P500 yang berisi perusahaan-perusahaan terbesar di Amerika Serikat meningkat lima kali lipat. Namun itu adalah statistik yang menyesatkan: di antara perusahaan-perusahaan terbuka besar, <a href="https://www.catalyst.org/research/women-ceos-of-the-sp-500/">hanya enam persen dari posisi CEO tersebut diisi oleh perempuan</a>.</p>
<p>Salah satu alasannya adalah banyak perempuan yang memiliki kualifikasi tidak tertarik untuk diangkat menjadi CEO. <a href="https://fortune.com/2015/04/03/millennial-women-ceos/">Sebuah survei</a> menemukan bahwa 64 persen laki-laki ingin menempati posisi eksekutif sementara hanya 36% perempuan yang menginginkannya. </p>
<p>Mengapa tidak banyak perempuan yang menginginkannya? Beberapa pakar manajemen mengatakan kandidat CEO perempuan merasa persaingan yang ada tidak adil, dan mereka kemungkinan lebih besar diberhentikan dari posisinya dibandingkan kolega laki-laki mereka.</p>
<p>Sah-sah saja jika mereka merasa berada dalam posisi rentan. Menurut sebuah <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0149206318810415?journalCode=joma">kajian terbaru</a>, kemungkinan CEO perempuan diberhentikan 45% lebih tinggi daripada CEO laki-laki. </p>
<p>Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa laki-laki kerap diasumsikan berkompetensi di posisi pemimpin sementara kompetensi perempuan sebagai pemimpin justru dipertanyakan. Selain itu, CEO perempuan juga lebih sering disalahkan jika perusahaan mereka menghadapi masalah, dan lebih ditarget oleh “aktivis” pemegang saham – pemegang saham yang memanfaatkan kekuasaannya untuk menekan manajemen perusahaan bersangkutan.</p>
<h2>Jalan yang lebih terjal</h2>
<p>CEO perempuan menyadari bahwa mereka memiliki tantangan yang lebih sulit daripada CEO laki-laki. Hal ini terlihat saat jajaran direksi melakukan perekrutan untuk posisi eksekutif. <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0149206319887421">Penelitian</a> yang saya lakukan bersama Felice Klein (Boise State University) dan Cynthia Devers (Texas A&M University) mencari tahu apakah perjanjian pesangon yang dibuat sebelum masa kerja menunjukkan kekhawatiran yang lebih tinggi yang dihadapi calon CEO perempuan bahwa mereka lebih rentan diberhentikan.</p>
<p>Perjanjian pesangon menjabarkan jumlah uang yang dibayarkan kepada CEO jika dia diberhentikan, dan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/joar.12001">penelitian sebelumnya</a> menunjukkan bahwa perjanjian tersebut digunakan sebagai jaminan bagi CEO atas risiko diberhentikan. Dengan demikian, perjanjian ini adalah alat ukur yang baik terhadap persepsi risiko pemberhentian.</p>
<p>Mengingat jelasnya isu kesenjangan upah antargender, banyak orang menduga perjanjian pesangon bagi CEO laki-laki bernilai lebih besar daripada bagi CEO perempuan. Namun kami menemukan bahwa, dalam hal ini, [kesenjangan yang terjadi bersifat terbalik](https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0149206319887421]. Calon CEO perempuan cenderung jauh lebih baik dalam menegosiasikan perjanjian pesangon dibandingkan calon CEO laki-laki, tapi karena alasan-alasan yang salah.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/can-pay-reporting-help-reduce-the-gender-pay-gap-107316">Can pay reporting help reduce the gender pay gap?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0149206319887421">Kajian kami</a> meneliti perjanjian pesangon antara perusahaan dan CEO yang baru dilantik. Semua 870 perjanjian yang kami teliti berasal dari CEO baru di perusahaan-perusahaan terbuka Amerika Serikat dari 2007 hingga 2014.</p>
<p>Kami menemukan bahwa CEO perempuan cenderung mendapat perjanjian pesangon yang lebih tinggi daripada CEO laki-laki. Rata-rata kontrak pembayaran pesangon bagi CEO perempuan yang baru diterima kerja sebesar US$6,6 juta sementara CEO laki-laki hanya sebesar US$4,2 juta. Setelah mempertimbangkan faktor-faktor lain yang berdampak pada nilai tetap pembayaran pesangon, “kesenjangan gender” ini tetap besar.</p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/313996/original/file-20200206-43089-1z1ud3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/313996/original/file-20200206-43089-1z1ud3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/313996/original/file-20200206-43089-1z1ud3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/313996/original/file-20200206-43089-1z1ud3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/313996/original/file-20200206-43089-1z1ud3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=537&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/313996/original/file-20200206-43089-1z1ud3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=537&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/313996/original/file-20200206-43089-1z1ud3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=537&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">CEO perempuan mendapatkan penilaian yang lebih ketat daripada kolega laki-laki, tapi mampu menegosiasikan pesangon lebih baik.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika Anda menduga perempuan cenderung lebih berhati-hati memimpin perusahaan terkemuka yang sedang bermasalah, Anda benar. Kesenjangan perjanjian pesangon lebih besar pada perusahaan-perusahaan dengan kinerja yang melemah atau di mana CEO sebelumnya diberhentikan sebelum kontraknya berakhir.</p>
<p>Melebarnya kesenjangan gender pada perusahaan-perusahaan tersebut disebabkan oleh lebih besarnya perjanjian pesangon bagi CEO perempuan; perjanjian pesangon bagi CEO laki-laki tidak banyak berbeda jika mereka ditempatkan di perusahaan-perusahaan yang mengalami masalah.</p>
<h2>Lebih banyak perempuan, lebih sedikit risiko</h2>
<p>Sisi positifnya, perempuan yang mempertimbangkan untuk mengambil posisi CEO lebih diyakinkan oleh keberadaan eksekutif perempuan lainnya. Kami menemukan kesenjangan dalam perjanjian pesangon cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor yang ada lebih banyak perempuan CEO atau setidaknya memiliki satu pejabat eksekutif wanita. Dalam kasus tersebut, mereka merasa risiko bias saat evaluasi kinerja mereka lebih rendah.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/313998/original/file-20200206-43095-u3sbi5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/313998/original/file-20200206-43095-u3sbi5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/313998/original/file-20200206-43095-u3sbi5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/313998/original/file-20200206-43095-u3sbi5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/313998/original/file-20200206-43095-u3sbi5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/313998/original/file-20200206-43095-u3sbi5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/313998/original/file-20200206-43095-u3sbi5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Semakin banyak perempuan di jajaran eksekutif meyakinkan calon CEO wanita bahwa semakin kecil risiko mereka akan diberhentikan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Christina Wocintechchat/Unsplash</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada pesan baik bagi jajaran direksi perusahaan dan perempuan yang sedang mempertimbangkan posisi eksekutif senior.</p>
<p>Pesan bagi jajaran direksi adalah jika mereka benar-benar ingin menempatkan perempuan pada posisi eksekutif, mereka dapat menggunakan perjanjian pesangon sebagai alat rekrutmen sebagai kompensasi bagi perempuan atas tantangan yang pasti akan mereka hadapi.</p>
<h2>Lingkungan kerja berperan kritis</h2>
<p>Seperti temukan kajian kami, tidak cukup hanya memiliki calon CEO perempuan yang berkualifikasi – lingkungan perusahaan yang kinerja pejabat eksekutif perempuan akan dihargai juga berperan penting dalam meyakinkan mereka.</p>
<p>Bagi para perempuan, penelitian kami menunjukkan bahwa kalian memiliki daya tawar yang lebih besar saat proses negosiasi pekerjaan daripada yang kalian kira. Kami menemukan bahwa perempuan mampu mendapatkan jaminan pesangon yang lebih besar tanpa perlu mengorbankan upah – atau bonus berdasarkan insentif. Mereka mengidentifikasi adanya risiko tambahan dan mengharapkan adanya kompensasi yang sepadan. </p>
<p>Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa CEO perempuan baik untuk bisnis. Menurut <a href="https://www.cnn.com/2019/10/16/success/women-ceos-and-cfos-outperform/index.html">satu kajian</a>, perusahaan terbuka dengan CEO perempuan biasanya memiliki laba yang lebih besar dan menghasilkan kinerja indeks saham yang lebih baik daripada perusahaan yang dipimpin oleh laki-laki.</p>
<p>Sayangnya, bagi perempuan, kinerja tersebut tampaknya tidak membuat jabatan mereka lebih aman.</p>
<p><em>Bram Adimas Wasito menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132203/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Pierre Chaigneau tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sebagai CEO, wanita berada dalam posisi lebih sulit daripada pria. Paket pesangon mereka membuktikannya.Pierre Chaigneau, Associate Professor at the Smith School of Business, Queen's University, OntarioLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.