Pada 14 Februari, lebih dari 204 juta pemilih di Indonesia menghadapi tantangan untuk memilih capres yang memiliki posisi paling jelas dalam isu-isu HAM.
Academic rigor, journalistic flair
Articles on Hak Asasi Manusia
Displaying 1 - 20 of 61 articles
Sikap dan pernyataan Barat terhadap kematian warga sipil di Israel dan Palestina menunjukkan standar ganda yang telah menyebar ke seluruh pemerintahan dan institusi Barat.
Komite Nobel mengatakan bahwa Narges Mohammadi mewakili perjuangan ribuan wanita pemberani yang memperjuangkan hak-hak mereka.
Jika kita punya Pengadilan HAM, mengapa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat harus diselesaikan melalui mekanisme non-yudisial?
Riset terbaru menyoroti bagaimana orang yang menghargai kebebasan berpendapat mungkin bukan orang yang paling diuntungkan dari kebebasan itu.
Jika kita gagal menyeimbangkan dampak sosial dari perubahan iklim dengan tindakan iklim yang bertanggung jawab, kita berisiko mengganti satu jenis bahaya dengan yang lain – dan ini akan menjadi bencana baru.
Kebebasan akademik punya dampak positif bagi demokrasi, diukur dari kualitas pemilu dan akuntabilitas lembaga eksekutif.
Keputusan untuk menghancurkan rumah milik keluarga seorang pria yang dituduh membunuh tujuh orang di Yerusalem Timur telah memicu pertanyaan tentang legalitas kebijakan Israel.
Pernyataan belaka tanpa langkah konkrit akan terus melanggengkan impunitas.
Indonesia berada di urutan 64 dalam daftar negara dalam Indeks Negara Hukum.
Moderasi konten masih akan tetap memegang peranan penting pada era digital.
Kita memandang penyandang disabilitas sebagai orang yang tidak dapat melakukan apa-apa, sehingga perlu “diperbaiki” agar mereka mampu untuk melakukan berbagai hal.
Dengan adanya KUHP baru, jelas bahwa kebebasan ruang sipil semakin menyempit dan mengkhawatirkan.
Banyak pasangan yang menikah di luar negeri lalu mencatatkannya di kantor catatan sipil di Indonesia. Ada pula yang mengubah identitas agama resminya di KTP.
Pembela HAM rentan menjadi korban kriminalisasi, stigmatisasi dan persekusi lantaran kerja-kerja kritis yang mereka jalankan.
Kontroversi dan sulitnya pelaksanaan perkawinan beda agama di Indonesia merupakan suatu paradoks dalam wacana kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
Riset kami menemukan bahwa aktivisme mahasiswa masih menjaga jarak dari politik elektoral dan perebutan kekuasaan melalui partai politik, namun peka terhadap isu demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Belum ada langkah konkret yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut secara adil dan tuntas.
Big tech semakin memanfaatkan kesempatan untuk memperkuat kekuasaan mereka. Banyak pertanyaan kini timbul tentang bagaimana legitimasi, hak-hak dan demokrasi di era digital.
Video amatir pun dapat digunakan sebagai bukti untut menuntut pelaku tindak kekejaman di seluruh dunia – namun bukti digital ini harus bisa disimpan dengan baik.
Top contributors
-
Secretary General of ALMI and Assistant Professor of Constitutional Law and Human Rights, Universitas Gadjah Mada
-
Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
-
Lecturer, Indonesia Jentera School of Law
-
Dosen LB Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya
-
Research Fellow at Centre for Trusted Internet and Community, National University of Singapore
-
Lecturer, Indonesia Jentera School of Law
-
Peneliti, Amnesty International Indonesia
-
Dosen, Departemen Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada, University of Birmingham
-
Senior Lecturer in History, Curtin University
-
Associate Professor, Department of Anthropology, Universitas Indonesia
-
Lecturer in International Relations, Binus University
-
Assistant Professor, Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
-
Head of Department of Employment Relations & Human Resources, and Professor, Griffith University
-
Associate professor, University of Malaya
-
Lecturer, Indonesian Studies, School of Humanities and Social Sciences, Deakin University
