tag:theconversation.com,2011:/us/topics/kematian-51468/articleskematian – The Conversation2024-01-30T04:11:35Ztag:theconversation.com,2011:article/2190202024-01-30T04:11:35Z2024-01-30T04:11:35ZKematian: bisakah manusia mati dengan perasaan bahagia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/562927/original/file-20200203-41507-1vquhxn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://flickr.com/photos/massimo_riserbo/44989543285/">Roberto Trombetta/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p><strong>PERTANYAAN PEMBACA:</strong> <em>Orang sering terlihat seperti sedang tidur sesaat setelah meninggal, dengan ekspresi wajah yang netral. Namun, salah satu kerabat saya, yang mengalami rasa sakit yang hebat beberapa jam menjelang kematiannya dan tidak memiliki akses ke perawatan medis, memiliki ekspresi wajah yang berseri-seri dan gembira. Selama beberapa dekade, saya bertanya-tanya, apakah menit-menit terakhir kehidupan bisa menjadi euforia. Mungkinkah sekarat dapat memicu banjir endorfin, khususnya jika tidak ada obat penghilang rasa sakit?“</em> Göran, 77 tahun, Helsingborg, Swedia.</p>
<p>Penyair Dylan Thomas memiliki beberapa hal menarik untuk dikatakan tentang kematian, tak terkecuali dalam <a href="https://poets.org/poem/do-not-go-gentle-good-night">salah satu puisinya yang paling terkenal</a>:</p>
<blockquote>
<p>Dan kau, ayahku, di sana di ketinggian yang menyedihkan,</p>
<p>Kutuklah, berkatilah, aku sekarang dengan air matamu yang deras, aku berdoa.</p>
<p>Jangan pergi lembut ke malam yang baik.</p>
<p>Marah, marah terhadap sekaratnya cahaya.</p>
</blockquote>
<p>Sering diasumsikan bahwa hidup adalah pertempuran terakhir melawan kematian. Namun, mungkinkah, seperti yang kamu nyatakan, untuk berdamai dengan kematian?</p>
<p>Sebagai seorang ahli dalam perawatan paliatif, saya pikir ada suatu proses kematian yang terjadi dua minggu sebelum kita meninggal. Selama waktu ini, orang cenderung menjadi kurang sehat. Mereka biasanya kesulitan berjalan dan menjadi lebih mudah mengantuk - mampu untuk tetap terjaga dalam waktu yang lebih pendek dan lebih singkat. Menjelang hari-hari terakhir kehidupan, <a href="https://healthywa.wa.gov.au/Articles/U_Z/Understanding-the-dying-process">kemampuan untuk menelan tablet (pil)</a> atau mengonsumsi makanan dan minuman tidak dapat mereka lakukan.</p>
<p>Pada saat inilah kita mengatakan bahwa seseorang sedang "sekarat secara aktif”, dan kita biasanya berpikir bahwa ini berarti mereka memiliki dua hingga tiga hari untuk hidup. Namun, sejumlah orang akan melalui seluruh fase ini dalam satu hari. Dan beberapa orang benar-benar dapat bertahan di puncak kematian selama hampir seminggu sebelum mereka meninggal, sesuatu yang biasanya sangat menyedihkan bagi keluarga. Jadi, ada berbagai hal yang terjadi pada setiap orang yang berbeda dan kita tidak dapat memprediksinya.</p>
<p>Momen kematian yang sebenarnya sulit untuk diuraikan. Namun sebuah penelitian yang belum dipublikasikan menunjukkan bahwa, ketika seseorang semakin dekat dengan kematian, terjadi peningkatan bahan kimia stres dalam tubuh. Bagi penderita kanker, dan mungkin juga orang lain, <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0175123">penanda inflamasi (peradangan) meningkat</a>. Ini adalah bahan kimia yang meningkat ketika tubuh melawan infeksi.</p>
<p>Kamu menyatakan bahwa mungkin juga ada lonjakan endorfin sesaat sebelum seseorang meninggal. Namun kita tidak tahu karena belum ada yang meneliti kemungkinan ini. Namun, sebuah penelitian dari 2011 menunjukkan bahwa kadar serotonin, zat kimia otak lain yang juga dianggap berkontribusi terhadap perasaan bahagia, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0304394011005234">meningkat tiga kali lipat pada otak enam tikus</a> saat mereka mati. Kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa hal serupa dapat terjadi pada manusia.</p>
<p>Teknologi untuk melihat kadar endorfin dan serotonin pada manusia memang sudah ada. Namun demikian, mengambil sampel berulang kali, terutama darah, pada jam-jam terakhir kehidupan seseorang merupakan tantangan secara logistik. Mendapatkan dana untuk melakukan penelitian ini juga sulit. Di Inggris, penelitian kanker pada 2015-2016 mendapatkan dana sebesar £580 juta (sekitar Rp11,6 triliun), sedangkan penelitian perawatan paliatif hanya mendapatkan dana <a href="https://cancerworld.net/cutting-edge/is-precision-medicine-ignoring-people-dying-of-cancer/?utm_source=Newsletter%20-%20Index&utm_medium=CW87&utm_campaign=22Nov19">kurang dari £2 juta (Rp40 miliar)</a>.</p>
<p>Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat penghilang rasa sakit seperti morfin akan mencegah produksi endorfin. Rasa sakit bahkan tidak selalu menjadi masalah ketika orang meninggal. Pengamatan dan diskusi saya sendiri dengan rekan-rekan saya menunjukkan bahwa jika rasa sakit tidak benar-benar menjadi masalah bagi seseorang sebelumnya, biasanya rasa sakit tidak menjadi masalah selama proses kematian. Secara umum, sepertinya rasa sakit orang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0885392497002637">menurun selama proses sekarat</a>. Kami tidak tahu mengapa hal itu terjadi - bisa jadi hal ini terkait dengan endorfin. Sekali lagi, belum ada penelitian yang dilakukan mengenai hal ini. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Fraktal Newton.</span>
<span class="attribution"><span class="source">wikipedia</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada sejumlah proses dalam otak yang dapat membantu kita mengatasi rasa sakit yang parah. Inilah sebabnya mengapa para tentara di medan perang <a href="https://theconversation.com/emotions-affect-how-pain-feels-as-soldiers-know-only-too-well-25889">sering kali tidak merasakan sakit</a> ketika perhatian mereka dialihkan. Penelitian yang dilakukan oleh <a href="https://podcasts.ox.ac.uk/people/irene-tracey">Irene Tracy</a> di Universitas Oxford menunjukkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5501013/">kekuatan plasebo yang menakjubkan</a>, sugesti dan keyakinan agama dalam mengatasi rasa sakit. Meditasi juga dapat membantu.</p>
<h2>Pengalaman euforia</h2>
<p>Namun, apa yang dapat menyebabkan pengalaman euforia selama kematian, selain endorfin atau neurotransmiter alternatif? Saat tubuh mati, otak akan terpengaruh. Ada kemungkinan bahwa cara hal ini terjadi entah bagaimana memengaruhi pengalaman yang kita miliki pada saat kematian. Ahli neuroanatomi Amerika <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Jill_Bolte_Taylor">Jill Bolte-Taylor</a> telah menjelaskan dalam sebuah ceramah TED bagaimana ia mengalami euforia dan bahkan “nirwana” selama pengalaman hampir mati saat belahan otak kirinya, yang merupakan pusat dari berbagai kemampuan rasional seperti bahasa, mati setelah stroke. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/UyyjU8fzEYU?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Menariknya, meskipun cedera yang dialami Bolte-Taylor terjadi di sisi kiri otaknya, cedera di sisi kanan otak juga dapat meningkatkan <a href="https://www.sciencedaily.com/releases/2012/04/120419091223.htm">perasaan dekat dengan kekuatan yang lebih tinggi</a>. </p>
<p>Saya pikir ada kemungkinan bahwa kerabat kamu memiliki pengalaman atau kesadaran spiritual yang mendalam. Saya tahu bahwa ketika kakek saya meninggal, ia mengangkat tangan dan jarinya seolah-olah menunjuk seseorang. Ayah saya, seorang penganut Katolik yang taat, percaya bahwa kakek saya melihat ibu dan nenek saya. Dia meninggal dengan senyuman di wajahnya, yang memberikan ketenangan yang mendalam bagi ayah saya.</p>
<p>Proses kematian adalah hal yang <a href="https://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/tibet/understand/dying.html">sakral bagi umat Buddha</a>, yang percaya bahwa momen kematian memberikan potensi besar bagi pikiran. Mereka melihat transisi dari kehidupan ke kematian sebagai peristiwa terpenting dalam hidup kita - saat kita membawa karma dari kehidupan ini ke kehidupan lainnya.</p>
<p>Itu tidak berarti bahwa orang-orang religius pada umumnya memiliki pengalaman kematian yang lebih menyenangkan. Saya telah menyaksikan para pastor dan biarawati menjadi sangat cemas ketika mereka mendekati kematian, mungkin karena kekhawatiran akan catatan moral mereka dan ketakutan akan penghakiman. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="kematian" src="https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=970&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=970&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=970&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1219&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1219&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1219&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">‘Topeng kematian’ dari ratusan orang terkenal.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Parashkev Nachev</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada akhirnya, setiap kematian itu berbeda - dan kita tidak bisa memprediksi siapa yang akan mengalami kematian yang damai. Saya pikir beberapa orang yang saya lihat meninggal tidak mendapatkan manfaat dari aliran bahan kimia yang membuat perasaan senang. Saya dapat memikirkan sejumlah orang yang lebih muda dalam perawatan saya, misalnya, yang merasa sulit untuk menerima bahwa mereka akan meninggal. Mereka memiliki keluarga yang masih muda dan tidak pernah tenang selama proses sekarat.</p>
<p>Mereka yang saya lihat yang mungkin memiliki pengalaman gembira menjelang akhir hidup mereka umumnya adalah mereka yang entah bagaimana menerima kematian dan berdamai dengan keniscayaan itu. Perawatan mungkin penting di sini - sebuah studi tentang pasien kanker paru-paru yang menerima perawatan paliatif dini ditemukan lebih bahagia dan <a href="https://www.nytimes.com/2010/08/19/health/19care.html">hidup lebih lama</a>.</p>
<p>Saya ingat seorang perempuan yang mendapatkan nutrisi melalui pembuluh darahnya. Ia menderita kanker ovarium dan tidak bisa makan. Orang yang diberi makan seperti ini berisiko terkena infeksi serius. Setelah infeksi kedua atau ketiga yang mengancam nyawanya, dia berubah. Rasa damai yang terpancar dari dirinya sangat terasa. Dia berhasil pulang dari rumah sakit dalam waktu singkat dan saya masih ingat dia berbicara tentang keindahan matahari terbenam. Orang-orang ini selalu melekat di benak saya dan mereka selalu membuat saya merenungkan hidup saya sendiri.</p>
<p>Pada akhirnya, kita hanya mengetahui sedikit sekali tentang apa yang terjadi ketika seseorang sekarat. Setelah 5.000 tahun ilmu kedokteran, kami dapat memberi tahu bagaimana seseorang meninggal karena tenggelam atau serangan jantung, tetapi kami tidak tahu bagaimana seseorang meninggal karena kanker atau pneumonia. Hal terbaik yang dapat kami lakukan adalah menggambarkannya.</p>
<p>Penelitian saya difokuskan pada upaya mengungkap proses kematian, memahami biologi dasar, dan mengembangkan model yang memprediksi minggu-minggu dan hari-hari terakhir kehidupan. Pada saatnya nanti, kami mungkin juga akan meneliti peran endorfin pada jam-jam terakhir kehidupan dan benar-benar bisa menjawab pertanyaan kamu secara pasti.</p>
<p>Ada kemungkinan bahwa kita mengalami momen yang paling dalam di pedalaman yang suram antara hidup dan mati. Namun, bukan berarti kita harus berhenti mengamuk melawan sekaratnya cahaya. Seperti yang dikatakan oleh diplomat Swedia, Dag Hammarskjöld: </p>
<blockquote>
<p>Jangan mencari kematian. Kematian akan menemukanmu. Tetapi carilah jalan yang membuat kematian menjadi sebuah pemenuhan.</p>
</blockquote>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/219020/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Seamus Coyle telah menerima dana dari Wellcome Trust dan menerima dana dari North West Cancer Research.</span></em></p>Bagaimana kita mengalami saat-saat kematian dapat dipengaruhi oleh campuran bahan kimia otak dan cara otak kita mati.Seamus Coyle, Honorary Clinical Research Fellow, University of LiverpoolLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2165092023-11-10T07:12:34Z2023-11-10T07:12:34ZJalan kaki 7.000-9.000 langkah sehari sangat dianjurkan, tapi setiap orang harus tetapkan tujuan mereka sendiri<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/556186/original/file-20231002-23-d0axvr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=466%2C122%2C7689%2C5310&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/woman-stylish-sneakers-walking-on-city-2231692399">New Africa/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Ketika kita berbicara tentang langkah atau gerakan kaki, kita biasanya berpikir tentang berjalan. Namun, kami menganggapnya sebagai aktivitas apa pun yang melibatkan berjalan kaki. Ini termasuk berjalan, berlari, dan berbagai aktivitas fisik dan olahraga lainnya. </p>
<p>Oleh karena itu, pencatatan langkah yang diambil sepanjang hari dan minggu digunakan sebagai indikator tingkat aktivitas fisik kita. Dan di sini muncul pertanyaan: berapa banyak langkah yang perlu kita tambahkan untuk meningkatkan kesehatan kita?</p>
<h2>Mitos 10.000 langkah</h2>
<p>Di seluruh dunia, rata-rata jumlah langkah yang diakumulasikan setiap hari, menurut data yang dikumpulkan melalui ponsel pintar, adalah <a href="https://www.nature.com/articles/nature23018">sekitar 5.000 langkah per hari</a>. Namun, kita semua memiliki angka 10.000 langkah yang sangat indah dalam pikiran kita. Target ini telah diabadikan oleh media dan sering digunakan sebagai standar dalam perangkat lunak genggam dan ponsel pintar. </p>
<p>Faktanya, angka ini berasal dari kampanye iklan Jepang oleh <a href="http://www.yamax-yamasa.com/aboutus/">perusahaan jam dan instrumen Yamasa</a>, yang memanfaatkan Olimpiade Tokyo 1964, mereka meluncurkan pedometer pertama dalam sejarah. Alat untuk mengukur jumlah langkah ini disebut <em>Manpo-kei</em>, yang diterjemahkan sebagai “pengukur 10.000 langkah” dalam bahasa Jepang. </p>
<p>Sejak saat itu, angka ini telah menjadi tujuan ikonik di bidang aktivitas fisik dan kesehatan, tanpa dasar empiris apa pun. Untungnya, komunitas ilmiah, terutama dalam dekade terakhir, telah menginvestasikan upaya dalam meneliti dan mengevaluasi hubungan antara jumlah langkah harian dan indikator kesehatan/penyakit, seperti risiko kematian dini.</p>
<h2>Berapa jumlah yang optimal?</h2>
<p>Meskipun pertanyaan tentang berapa banyak langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan kita sulit untuk dijawab, <a href="https://www.jacc.org/doi/10.1016/j.jacc.2023.07.029">penelitian terbaru dari tim kami</a> mengusulkan jumlah optimal yang memberikan manfaat paling banyak bagi kebanyakan orang. </p>
<p>Dalam penelitian ini, kami meninjau secara sistematis literatur ilmiah dan meta-analisis data dari dua belas penelitian internasional yang melibatkan lebih dari 110.000 peserta. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar penurunan risiko kematian dini diperoleh dengan mencapai sekitar 9.000 langkah per hari (setara dengan sekitar 6,5 kilometer), yang merupakan risiko 60% lebih rendah dibandingkan dengan angka dasar 2.000 langkah. </p>
<p>Dan jika kita fokus pada kemungkinan kematian akibat penyakit kardiovaskular, sebagian besar manfaatnya terlihat dengan mengumpulkan sekitar 7.000 langkah (58% lebih rendah risikonya dibandingkan dengan 2.000 langkah). Selain itu, temuan ini sejalan dengan penelitian terbaru lainnya yang menunjukkan bahwa sebagian besar manfaat kesehatan dapat dicapai dengan berjalan kurang dari 10.000 langkah per hari.</p>
<h2>Bagaimana menetapkan tujuan individu dan tujuan spesifik</h2>
<p>Terlepas dari perhitungan ini, kita tidak boleh menganggap 7.000 dan 9.000 langkah sebagai angka ajaib dan tujuan umum untuk seluruh masyarakat. Jumlah yang ideal tergantung pada faktor-faktor seperti usia, kondisi fisik, tujuan pribadi, dan keterbatasan fisik. Faktanya, hasil terpenting dari penelitian kami adalah apa yang dikenal sebagai “matriks dosis-respons”, yang dapat digunakan untuk menetapkan tujuan kita secara personal. Lalu, terdiri dari apakah itu? </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/551351/original/file-20231002-26-5rksc8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Matriks dosis-respon yang dimodifikasi dari Stens dkk., 2023. Tabel disiapkan oleh penulis.</span>
<span class="attribution"><a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.jacc.org/doi/10.1016/j.jacc.2023.07.029">Tabel ini</a> menunjukkan, berdasarkan jumlah langkah harian yang berbeda, berapa banyak manfaat tambahan yang dapat diperoleh dalam hal penurunan risiko kematian dini untuk setiap tambahan 1000 langkah. Tabel ini menunjukkan, misalnya, bahwa seseorang yang biasanya berjalan kaki sebanyak 3.000 langkah per hari akan memperoleh pengurangan risiko kematian sebesar 15% dengan menambahkan 1.000 langkah per hari, atau setara dengan berjalan kaki selama sepuluh menit. </p>
<p>Oleh karena itu, tabel ini memungkinkan target individu dan target khusus untuk ditetapkan, sehingga kemajuan dapat dicapai sedikit demi sedikit. Kami menganggap ini sebagai kontribusi paling signifikan dari penelitian kami terhadap penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya.</p>
<h2>Peningkatan bertahap</h2>
<p>Manfaat yang terkait dengan peningkatan jumlah langkah harian yang tidak terlalu banyak adalah berita bagus, karena tidak semua orang dapat menambah hingga 9.000 langkah setiap hari - atau setidaknya tidak sejak awal - sehingga kamu dapat menetapkan tujuan kecil yang dapat dicapai dan secara bertahap meningkatkan jumlahnya.</p>
<p>Bagaimana jika saya berjalan lebih dari 7.000-9.000 langkah sehari, apakah itu berbahaya? Tidak, melebihi angka-angka ini tidak menimbulkan risiko - justru sebaliknya. Penelitian kami juga menunjukkan bahwa mereka yang mencapai 16.000 langkah per hari mengalami penurunan risiko yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berada di angka 7.000-9.000 langkah, meskipun perbedaan dan manfaat tambahannya kecil. </p>
<p>Menetapkan tujuan yang dapat dicapai dan melacak aktivitas fisik melalui perangkat seperti ponsel atau gelang pintar dapat menjadi cara yang bagus untuk tetap termotivasi dan secara bertahap meningkatkan kesehatan melalui berjalan kaki.</p>
<h2>Ini bukan hanya tentang kuantitas: intensitas juga penting</h2>
<p>Namun, dengan hanya berfokus pada jumlah langkah harian, kita tidak dapat mempertimbangkan aspek penting lain yang berkaitan dengan berjalan kaki: kecepatan atau intensitas kita bergerak. Temuan lain yang relevan dari penelitian kami adalah bahwa irama - yaitu jumlah langkah yang terakumulasi per menit - juga terkait dengan penurunan risiko kematian, terlepas dari jumlah langkah per hari. </p>
<p>Secara umum, berjalan kaki dengan kecepatan 100 langkah per menit dapat diklasifikasikan sebagai aktivitas dengan intensitas sedang. Sedangkan berjalan kaki dengan kecepatan 130 langkah per menit dapat dianggap sebagai aktivitas dengan intensitas berat. </p>
<p>Oleh karena itu, di luar jumlah langkah, memasukkan lebih banyak jalan cepat dan kuat ke dalam rutinitas harian kita, baik dari segi kuantitas maupun intensitas, dapat sama-sama bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan kita.</p>
<h2>Pesan terakhir: setiap langkah sangat berarti!</h2>
<p>Hippocrates, Bapak Kedokteran, mengatakan lebih dari 25 abad yang lalu: “Berjalan kaki adalah obat terbaik bagi manusia”. Kita tidak dapat memastikan bahwa itu adalah yang terbaik, tetapi tidak diragukan lagi bahwa ini adalah aktivitas yang dapat dilakukan oleh semua orang dan memiliki dampak yang sangat besar bagi kesehatan kita. </p>
<p>Jika slogan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) <a href="https://iris.who.int/handle/10665/336656">dalam rekomendasi terbarunya</a> untuk aktivitas fisik pada 2020 adalah <a href="https://www.youtube.com/watch?v=jY7YvglA92s&feature=youtu.be">“Setiap gerakan penting”</a>, pesan terakhir dari meta-analisis kami adalah “setiap langkah penting”. Peningkatan kecil dalam volume langkah harian, terutama ketika tingkat aktivitas fisik pada awalnya rendah, dikaitkan dengan manfaat kesehatan yang signifikan. </p>
<p>Dan terakhir, penting juga untuk diingat bahwa mengumpulkan langkah lebih cepat, yaitu melakukan aktivitas fisik dengan intensitas yang lebih tinggi, memiliki manfaat kesehatan tambahan, seperti yang ditunjukkan dalam penelitian kami.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Spanyol</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/216509/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Asier Mañas dipekerjakan melalui kontrak Requalifikasi "Margarita Salas" yang didanai oleh Universitas Castilla-La Mancha (MS2021). Semua penulis lain telah melaporkan bahwa mereka tidak memiliki hubungan yang relevan dengan isi makalah ini untuk diungkapkan.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Esmee Bakker telah menerima dana dari program penelitian dan inovasi Horizon 2020 Uni Eropa di bawah perjanjian hibah Marie Skłodowska-Curie 101064851.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Kegiatan penelitian Francisco B. Ortega mengenai topik ini didukung oleh Hibah PID2020-120249RB-I00 yang didanai oleh MCIN/AEI/10.13039/501100011033 dan oleh Pemerintah Andalusia (Junta de Andalucía, Plan Andaluz de Investigación, ref. P20_00124).</span></em></p>Jumlah langkah yang memaksimalkan manfaat kesehatan antara 7.000 hingga 9.000 langkah. Penulisnya juga telah merancang sebuah tabel untuk menyesuaikan tujuan dengan karakteristik pribadi kita.Asier Mañas Bote, Investigador Postdoctoral, Universidad de Castilla-La ManchaEsmée Bakker, Investigadora postdoctoral en ciencias médicas, Universidad de GranadaFrancisco B. Ortega, Catedrático, en el Departamento de Educación Física y Deportiva, Universidad de GranadaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2146232023-10-26T01:55:41Z2023-10-26T01:55:41ZBeberapa alasan mengapa obat tidur harus dihindari<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/551060/original/file-20230928-29-98kssp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Selain obat tidur, ada beberapa pilihan non-obat yang efektif untuk mengobati insomnia.</span> <span class="attribution"><span class="source">Alyssa L. Miller</span></span></figcaption></figure><p>Kita telah mengetahui sejak lama bahwa obat tidur atau biasa disebut juga hipnotik tidak baik untuk dikonsumsi lebih dari satu hingga tiga minggu karena obat ini dapat membentuk kebiasaan dan meningkatkan risiko kecelakaan. Dan kini semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa obat-obat tersebut dapat meningkatkan risiko kematian dini. </p>
<p>Hipnotik adalah obat yang diresepkan secara khusus untuk membantu orang yang menderita insomnia agar dapat tidur nyenyak. Ini termasuk orang yang mengalami kesulitan tidur serta mereka yang kesulitan untuk tetap tidur. </p>
<p>Kelas hipnotik yang paling banyak diresepkan adalah benzodiazepin atau obat yang sangat erat kaitannya. Dalam kelas benzodiazapin ini terdapat temazepam (Normison, Temaze), flunitrazepam (Hypnodorm), dan nitrazepam (Mogadon). </p>
<p>Meskipun obat-obatan ini biasanya diresepkan untuk orang yang menderita insomnia, beberapa benzodiazepin terkenal lainnya seperti diazepam (Valium), oxazepam (Serepax), dan alprazolam (Xanax) juga diresepkan untuk mengatasi kecemasan.</p>
<p>Kelompok “Z” dari obat-obatan hipnotik yang lebih baru seperti zolpidem (Stilnox) dan zopiclone (Imovane, Imrest), sangat mirip dengan benzodiazepin dalam mekanisme kerjanya dan memiliki masalah yang sama.</p>
<h2>Obat tidur menambah masalah</h2>
<p>Meskipun ada klaim yang menyatakan sebaliknya, tidak ada hipnotis yang memberikan tidur dengan kualitas yang sama dengan tidur alami. Dan ada sejumlah pilihan pengobatan non-obat yang terbukti untuk insomnia, seperti teknik relaksasi sederhana yang pasti lebih baik dalam jangka panjang. </p>
<p>Obat hipnotik, di sisi lain, membentuk kebiasaan, menumpulkan kemampuan kognitif, meningkatkan risiko patah tulang pinggul akibat jatuh dan membuat kecelakaan lain lebih mungkin terjadi, terutama bila dikombinasikan dengan alkohol. </p>
<p>Obat-obatan ini juga menyebabkan reaksi putus zat yang serius ketika penggunaan kronis dihentikan secara tiba-tiba. Reaksi tersebut termasuk kejang (dengan risiko patah tulang), tetapi yang lebih umum, insomnia yang lebih buruk (dan sering kali kecemasan) berlanjut selama berminggu-minggu setelah berhenti minum obat. </p>
<p>Namun terlepas dari masalah-masalah ini, sebagian besar dan cukup statis dari populasi (sekitar <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/pds.1899/full">6% hingga 10% orang dewasa</a>) terus menggunakan obat-obatan ini dalam jangka waktu yang lama. Dan angka ini meningkat di antara orang yang lebih tua, terutama perempuan.</p>
<h2>Obat tidur berdampak signifikan pada tubuh</h2>
<p>Menambah kekhawatiran yang sudah serius tentang obat-obatan ini, sekarang ada <a href="http://www.questia.com/library/journal/1P3-2150853771/mortality-hazard-associated-with-anxiolytic-and-hypnotic">laporan yang mengkhawatirkan</a> yang menghubungkan semua hipnotik dengan kematian dini dan kanker.</p>
<figure class="align-left ">
<img alt="efek obat tidur atau hipnotik" src="https://images.theconversation.com/files/39623/original/fbsjj3cp-1390355751.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/39623/original/fbsjj3cp-1390355751.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=769&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/39623/original/fbsjj3cp-1390355751.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=769&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/39623/original/fbsjj3cp-1390355751.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=769&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/39623/original/fbsjj3cp-1390355751.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=966&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/39623/original/fbsjj3cp-1390355751.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=966&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/39623/original/fbsjj3cp-1390355751.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=966&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Ada sejumlah masalah yang terkait dengan penggunaan obat-obatan hipnotik dalam jangka panjang.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Life Mental Health (Image cropped)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Baru-baru ini, <a href="http://bmjopen.bmj.com/content/2/1/e000850">sebuah penelitian terhadap lebih dari 10.000 orang</a> dengan usia rata-rata 54 tahun yang diberi resep obat hipnotik menemukan bahwa mereka mengalami peningkatan risiko kematian tiga kali lipat atau lebih dibandingkan mereka yang tidak menggunakan obat tersebut.</p>
<p>Para peneliti memperkirakan antara 300.000 hingga 500.000 kematian berlebih setiap tahun di Amerika Serikat saja yang terkait dengan penggunaan hipnotik. Tidak masalah obat hipnotik mana yang diperiksa, dan ini termasuk obat “Z” yang bekerja lebih pendek seperti zolpidem (Stilnox). </p>
<p>Penelitian yang dilakukan dengan baik ini menambah lebih dari 20 penelitian lain yang mengaitkan obat-obatan ini dengan kematian dini dan diagnosis kanker.</p>
<h2>Kritik terhadap riset dampak negatif obat tidur</h2>
<p>Kritik yang jelas terhadap penelitian ini adalah bahwa orang yang menggunakan hipnotik sudah menderita kanker atau kesehatan yang buruk dan itu adalah bagian dari alasan mereka mengalami masalah tidur dan diberi resep obat sejak awal. </p>
<p>Memang, cukup adil untuk menerima kemungkinan hasil penelitian ini dikacaukan atau didistorsi oleh beberapa kondisi medis yang tidak terdeteksi pada sebagian besar kelompok yang diberi resep hipnotik. Hal ini selalu menjadi perhatian dan kemungkinan dalam studi observasional.</p>
<p>Idealnya adalah melakukan penelitian terkontrol selama dua setengah tahun dan secara acak mengalokasikan individu yang mengalami gangguan tidur ke obat hipnotik atau plasebo yang cocok dan melihat apakah hasilnya bertahan. </p>
<p>Namun, meskipun penelitian yang ideal ini kemungkinan besar akan menghilangkan bias yang substansial, penelitian ini tidak etis. Praktik terbaik untuk pengobatan insomnia adalah tidak meresepkan obat-obatan ini lebih dari beberapa minggu dan mengandalkan metode yang telah terbukti tidak melibatkan obat-obatan sama sekali. </p>
<p>Jadi, kita tidak mungkin memiliki bukti yang lebih baik bahwa ada risiko kematian dan kanker yang lebih besar di antara orang-orang yang menggunakan hipnotik.</p>
<h2>Mencari alternatif dari obat tidur</h2>
<p>Mekanisme yang mungkin untuk efek yang tampaknya substansial ini (kematian dini) masih sulit dipahami, tetapi ada sejumlah alasan yang mungkin.</p>
<p>Kita tahu bahwa kombinasi obat hipnotik dan alkohol meningkatkan risiko depresi fungsi otak yang dapat menyebabkan perlambatan pernapasan. Hal ini dapat mematikan, terutama bagi orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis. </p>
<p>Dan orang yang mengonsumsi obat hipnotik lebih mungkin mengalami kecelakaan mobil dan kecelakaan lainnya karena efek mabuk keesokan harinya. Obat-obatan ini juga meningkatkan tingkat depresi dan oleh karena itu meningkatkan risiko bunuh diri.</p>
<p>Namun, meskipun masih ada ketidakpastian, ini adalah sinyal kuat bagi para dokter dan masyarakat untuk mewaspadai penggunaan obat-obatan hipnotik secara kronis. </p>
<p>Tentu saja tidak ada alasan yang baik untuk penggunaan hipnotik jangka panjang. Dan ada pilihan non-obat yang efektif untuk mengobati insomnia yang tidak cukup sering dilakukan.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/214623/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tidak ada konflik terkait benzodiazepin atau obat hipnotis/sedatif terkait</span></em></p>Menurut sejumlah studi, obat tidur (hipnotik) berbahaya jika digunakan dalam jangka panjang. Bahkan, obat ini dapat mengakibatkan kematian dini. Tapi ada kritik pada riset-riset itu.Ric Day, Professor of Clinical Pharmacology, UNSW SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2136622023-10-05T00:33:13Z2023-10-05T00:33:13ZAntibiotik makin tak manjur dan bakal “membunuh” 10 juta jiwa: 6 hal hitam putihnya<p>Dalam proyeksi yang cukup mengejutkan, para ahli telah memperkirakan sebuah kenyataan suram pada 2050: jumlah kematian tahunan akibat resistensi antibiotik akan <a href="https://amr-review.org/Publications.html">mencapai 10 juta jiwa</a></p>
<p>Resistensi antibiotik adalah <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance">saat antibiotik tidak lagi mampu membunuh bakteri</a> di tubuh sehingga bakteri terus berkembang biak dan sakit pasien makin parah, serta berakhir meninggal.</p>
<p>Angka kematian itu melampaui proyeksi kematian akibat <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer">kanker</a>–dikenal sebagai penyakit ganas, mematikan, dan membutuhkan terapi yang rumit. </p>
<p>Antibiotik ditemukan <a href="https://www.sciencelearn.org.nz/interactive_timeline/15-antibiotics-and-antimicrobial-resistance-a-timeline">pada 1928</a> dan mulai masif digunakan di dunia medis pada 1950-an. </p>
<p>Antibiotik telah menyelamatkan jutaan nyawa dari berbagai penyakit infeksi yang sering berakibat fatal akibat ketiadaan terapi yang efektif. Bahkan, Sir Alexander Fleming, penemu antibiotik pertama “penisilin” diberi <a href="https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/1945/fleming/biographical/">hadiah nobel</a> atas penemuannya. </p>
<p>Sayangnya, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2702430">prediksi Fleming tentang resistensi antibiotik</a> pada akhirnya menjadi kenyataan. Tidak menunggu lama, beberapa obat antibiotik yang berhasil ditemukan dan dikembangkan dalam periode 1950-1960 mengalami <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance">resistensi akibat penggunaan berlebihan</a>. </p>
<p>Dampaknya, penyakit infeksi yang sebelumnya dapat disembuhkan dengan obat-obat ini menjadi lebih sulit untuk diatasi. Setidaknya ada enam hitam-putih seputar terkait resistensi antibiotik yang perlu kita pahami. </p>
<h2>1. Resistensi antibiotik berdampak kepada semua orang</h2>
<p>Resistensi antibiotik bukan hanya ancaman bagi mereka yang salah menggunakan antibiotik dan bagi mereka yang sedang menderita penyakit infeksi. Siapapun bisa terkena dampaknya, termasuk mereka yang sebelumnya tidak pernah menderita penyakit infeksi seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, dan lainnya. </p>
<p>Selain karena penyakit infeksi bisa terjadi pada siapa saja, antibiotik juga merupakan kebutuhan esensial dalam beberapa jenis penanganan dan pengobatan di rumah sakit. </p>
<p>Antibiotik tidak hanya digunakan dalam mengobati infeksi, tapi juga diperlukan dalam kasus lain. Misalnya pada penanganan pasca operasi, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7378927/">kemoterapi</a> atau pengobatan kanker, dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28614192/">transplantasi organ</a>.</p>
<p>Dengan kata lain, obat antibiotik yang efektif adalah kebutuhan kita semua dalam berbagai skenario pengobatan. </p>
<h2>2. Resistensi antibiotik adalah fenomena alami</h2>
<p>Secara alami, bakteri memang memiliki kemampuan untuk terhindar dari efek obat antibiotik sebagai strategi alamiah untuk kelangsungan hidup mereka. </p>
<p>Makhluk dengan sel tunggal ini memiliki berbagai macam mekanisme untuk mengalahkan obat antibiotik, atau untuk menghindar dari dampak mematikan obat tersebut. </p>
<p>Salah satu strategi yang dimiliki oleh bakteri adalah mereka memproduksi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6351036/">enzim yang dapat merusak</a> atau menurunkan khasiat senyawa antibiotik tersebut. Sebagai contoh, penisilin bisa terdegradasi oleh <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4968164/">enzim betalaktamase</a> yang diproduksi oleh bakteri. </p>
<p>Meskipun merupakan fenomena alami, penggunaan antibiotik yang serampangan bisa memperparah terjadinya fenomena kekebalan bakteri patogen terhadap antibiotik.</p>
<h2>3. Industri farmasi tak tertarik bikin antibiotik</h2>
<p>Pembuatan dan riset antibiotik baru kurang menarik bagi industri farmasi. Mengapa? Karena rendahnya peluang untuk mendapatkan profit bisnis yang besar. </p>
<p>Industri dapat menghabiskan <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/article-abstract/2762311">lebih dari US$1 miliar (setara Rp15,6 triliun) </a> untuk menghasilkan satu obat untuk dapat dipasarkan. Khusus antibiotik, biaya ini cenderung <a href="https://amr.solutions/2020/03/06/what-does-an-antibiotic-cost-to-develop-what-is-it-worth-how-to-afford-it/">lebih mahal</a>. </p>
<p>Di lain pihak, resistensi menyebabkan umur pakai obat antibiotik menjadi sangat pendek, sehingga biaya besar untuk riset tidak bisa ditanggulangi oleh profit yang rendah. </p>
<p>Hal ini berbeda dengan obat penyakit kronis seperti diabetes atau hipertensi yang bisa dan sering digunakan seumur hidup, sehingga industri dapat meraup keuntungan yang lebih besar. Akibatnya, investasi dalam pengembangan antibiotik menjadi sangat rendah.</p>
<p>Sebagai konsekuensi logis, industri farmasi tidak lagi melihat produksi obat antibiotik sebagai <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-020-02884-3">langkah bisnis yang menguntungkan</a>.</p>
<h2>4. Sedikit antibiotik baru</h2>
<p>Seretnya riset dalam pengembangan dan produksi antibiotik menciptakan krisis baru.</p>
<p>Dalam 10 tahun terakhir, hanya ada <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240047655">beberapa antibiotik baru</a> yang dinyatakan lolos uji klinis untuk dapat digunakan dalam pengobatan. </p>
<p>Selain itu, mayoritas obat antibiotik yang digunakan di dalam pelayanan kesehatan saat ini merupakan antibiotik yang ditemukan puluhan tahun yang lalu atau modifikasinya. </p>
<p>Sebagai contoh, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17900874/">amoksisilin</a> adalah antibiotik spektrum luas yang sudah berusia 70 tahun. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18416587/">Meropenem</a>–salah satu antibiotik yang saat ini paling mujarab–dikembangkan sejak awal 1980-an. </p>
<p>Sedikitnya jumlah antibiotik baru ini sangat mengkhawatirkan, karena kita semakin kehabisan pilihan pengobatan untuk penyakit infeksi.</p>
<p>Di lain pihak, kita sangat memerlukan obat baru yang lebih efektif untuk mengatasi infeksi dan membunuh bakteri yang semakin kebal.</p>
<h2>5. Penggunaan antibiotik di Indonesia tidak terkontrol</h2>
<p>Penggunaan antibiotik di Indonesia tergolong tidak terkontrol. Hal ini terlihat dari minimnya pengawasan terhadap penjualan antibiotik di tingkat masyarakat. Di fasilitas kesehatan, peresepan antibiotik juga dinilai berlebihan. </p>
<p>Salah satu permasalahan utamanya adalah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35145554/">penggunaan antibiotik secara tidak tepat</a>. Di mayoritas daerah, obat ini dapat dengan mudah diperoleh di apotek tanpa resep dokter dan dikonsumsi sebagai bagian dari pengobatan mandiri (swamedikasi). </p>
<p>Upaya swamedikasi seperti ini semestinya hanya sesuai untuk penyakit ringan seperti gejala flu, sakit kepala, dan gatal-gatal, bukan untuk penyakit infeksi.</p>
<p>Selain itu, antibiotik sering digunakan secara salah untuk <a href="https://europepmc.org/article/med/12137610">mengatasi gejala flu</a>. Antibiotik sebenarnya tidak berefek terhadap flu yang pada dasarnya disebabkan oleh virus.</p>
<p>Penggunaan antibiotik serampangan seperti ini merupakan salah satu penyebab utama yang memperparah kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Padahal, antibiotik tergolong ‘obat keras’, yaitu kelompok obat yang hanya boleh dijual kepada konsumen jika disertai dengan resep dokter.</p>
<p>Selain problem di tingkat masyarakat, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35145554/">hasil penelitian terbaru</a> mengungkap bahwa regulasi pemerintah terkait masalah ini tergolong buruk. Misalnya tidak adanya koordinasi antarsektor. Di sektor kesehatan, upaya pengawalan terhadap antibiotik di rumah sakit sering tidak terlaksana. Bahkan, upaya ini hanya sebatas <a href="https://aricjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13756-022-01126-7">formalitas untuk akreditasi rumah sakit</a>. </p>
<p>Di sektor keuangan, anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk langkah ini juga tidak mendapatkan prioritas. Selain itu, minimnya program terkait bagi tenaga kesehatan juga memperparah masalah ini.</p>
<h2>6. Memerlukan penanganan secara global</h2>
<p>Resistensi antibiotik adalah masalah yang sudah berdampak serius secara global. </p>
<p>Untuk mengatasi ancaman serius ini, <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance">tindakan global sangat penting</a>. Para pemimpin dunia, bersama dengan organisasi internasional, <a href="https://www.who.int/teams/maternal-newborn-child-adolescent-health-and-ageing/maternal-health/about/global-coordination-and-partnership-(gcp)-on-antimicrobial-resistance-(amr)">telah bersatu</a> untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam memerangi resistensi antibiotik dan menjaga efektivitas obat-obatan antibiotik yang senantiasa kita butuhkan.</p>
<p>Saya, kamu, dan setiap individu memiliki peran dalam melawan fenomena resistensi antibiotik ini. </p>
<p>Masyarakat dapat berkontribusi dengan menghindari pembelian antibiotik tanpa resep dokter. Dalam penggunaan antibiotik yang benar, keseluruhan antibiotik yang diresepkan dokter harus dikonsumsi sampai habis meski gejala penyakit sudah tidak dirasakan lagi. </p>
<p>Penggunaan antibiotik sisa untuk anggota keluarga yang lain juga harus dihindari. Terakhir, pola hidup bersih juga penting dalam rangka mencegah terjadinya infeksi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213662/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yori Yuliandra tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Resistensi antibiotik bukan hanya ancaman bagi mereka yang salah menggunakan antibiotik dan bagi mereka yang sedang menderita penyakit infeksi. Siapapun bisa terkena dampaknya.Yori Yuliandra, Associate Professor, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2132272023-09-21T04:44:17Z2023-09-21T04:44:17ZApa yang terjadi jika seseorang meninggal di luar angkasa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/547360/original/file-20230321-2335-y7uosd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=22%2C0%2C4970%2C3000&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penggambaran seniman tentang dua astronot di Mars. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/astronauts-exploring-mars-royalty-free-image/1318550764?phrase=astronauts%20on%20Mars&adppopup=true">cokada/E+ via Getty Images</a></span></figcaption></figure><blockquote>
<p><strong>Apa yang terjadi jika seseorang meninggal di luar angkasa? – Guillermo, Palm Beach, Florida, Amerika Serikat</strong></p>
</blockquote>
<hr>
<p>Tidak diragukan lagi bahwa mengirim manusia ke luar angkasa adalah hal yang sangat sulit dan berbahaya. </p>
<p>Sejak eksplorasi ruang angkasa dimulai lebih dari 60 tahun yang lalu, 20 orang telah meninggal - 14 orang dalam <a href="https://www.nasa.gov/feature/35-years-ago-remembering-challenger-and-her-crew">tragedi pesawat ulang-alik NASA pada 1986</a> dan <a href="https://www.npr.org/2023/02/01/1153150931/columbia-space-shuttle-disaster-20th-anniversary">2003</a>, tiga kosmonot dalam <a href="https://www.nasa.gov/feature/50-years-ago-remembering-the-crew-of-soyuz-11">misi Soyuz 11 pada 1971</a>, dan tiga astronot dalam <a href="https://www.nasa.gov/feature/55-years-ago-tragedy-on-the-launch-pad">kebakaran landasan peluncuran Apollo 1 pada 1967</a>.</p>
<p>Mengingat betapa rumitnya penerbangan antariksa manusia, sebenarnya luar biasa bahwa hanya sedikit orang yang kehilangan nyawa sejauh ini. Namun, NASA berencana untuk mengirim <a href="https://www.nasa.gov/feature/artemis-iii">kru ke Bulan pada tahun 2025</a> dan astronot ke Mars <a href="https://www.nasa.gov/directorates/spacetech/6_Technologies_NASA_is_Advancing_to_Send_Humans_to_Mars">dalam dekade berikutnya</a>. Penerbangan antariksa komersial <a href="https://www.nasa.gov/directorates/spacetech/6_Technologies_NASA_is_Advancing_to_Send_Humans_to_Mars">menjadi rutin</a>. Ketika perjalanan luar angkasa menjadi lebih umum, begitu pula kemungkinan seseorang akan meninggal dalam perjalanannya. </p>
<p>Hal ini mengingatkan kita pada sebuah pertanyaan yang suram namun penting untuk ditanyakan: Jika seseorang meninggal di luar angkasa - apa yang terjadi pada jenazahnya?</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="astronot di Mars" src="https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/516825/original/file-20230321-26-l9gw62.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Di masa depan, NASA dan badan antariksa lainnya, bersama dengan industri swasta, berharap dapat membangun koloni di Mars.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/astronaut-on-planet-mars-watching-a-space-station-royalty-free-image/1398989851">janiecbros/E! via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kematian di Bulan dan Mars</h2>
<p>Sebagai <a href="https://www.bcm.edu/people-search/emmanuel-urquieta-ordonez-32141">dokter medis luar angkasa</a> yang bekerja untuk menemukan cara-cara baru agar astronot tetap sehat, saya dan tim saya di <a href="https://www.bcm.edu/academic-centers/space-medicine/translational-research-institute">Translational Research Institute for Space Health</a> ingin memastikan para penjelajah luar angkasa sesehat mungkin untuk misi luar angkasa.</p>
<p>Inilah cara penanganan kematian di luar angkasa saat ini: Jika seseorang meninggal dalam misi orbit rendah Bumi - seperti di dalam <a href="https://www.nasa.gov/mission_pages/station/main/index.html">Stasiun Luar Angkasa Internasional</a> - kru dapat mengembalikan jenazahnya ke Bumi dalam kapsul dalam hitungan jam. </p>
<p>Jika itu terjadi di Bulan, para kru dapat kembali ke Bumi dengan membawa jenazah hanya dalam beberapa hari. NASA telah memiliki <a href="https://www.nasa.gov/sites/default/files/atoms/files/ochmo-tb-012_mortality_related_to_human_spaceflight.pdf">protokol yang rinci untuk kejadian seperti itu</a>. </p>
<p>Karena kepulangan yang cepat itu, kemungkinan besar pengawetan jenazah tidak akan menjadi perhatian utama NASA; sebaliknya, prioritas utama adalah memastikan kru yang tersisa kembali ke Bumi dengan selamat.</p>
<p>Keadaan akan berbeda jika seorang astronot meninggal selama perjalanan <a href="https://nineplanets.org/questions/how-long-does-it-take-to-get-to-mars/">300 juta mil ke Mars</a>. </p>
<p>Dalam skenario tersebut, para kru mungkin tidak akan bisa berbalik dan kembali. Sebaliknya, jenazah kemungkinan akan kembali ke Bumi bersama kru di akhir misi, yang mungkin terjadi beberapa tahun kemudian. </p>
<p>Sementara itu, para kru mungkin akan mengawetkan jenazah di ruang terpisah <a href="https://doi.org/10.3357/AMHP.6146.2023">atau kantung jenazah khusus</a>. Suhu dan kelembapan yang stabil di dalam kendaraan ruang angkasa secara teoritis akan membantu mengawetkan tubuh. </p>
<p>Namun, semua skenario itu hanya berlaku jika seseorang meninggal di lingkungan bertekanan, seperti stasiun ruang angkasa atau pesawat ruang angkasa. </p>
<p>Apa yang akan terjadi jika seseorang melangkah keluar ke luar angkasa <a href="https://www.livescience.com/human-body-no-spacesuit">tanpa perlindungan pakaian antariksa</a>? </p>
<p>Astronot tersebut akan meninggal hampir seketika. Hilangnya tekanan dan paparan ruang hampa udara akan membuat astronot tidak bisa bernapas, dan darah serta cairan tubuh lainnya akan mendidih. </p>
<p>Apa yang akan terjadi jika seorang astronot melangkah ke Bulan atau Mars tanpa pakaian antariksa?</p>
<p>Bulan hampir tidak memiliki atmosfer - <a href="https://www.nasa.gov/mission_pages/LADEE/news/lunar-atmosphere.html">jumlah yang sangat sedikit</a>. Mars memiliki <a href="https://solarsystem.nasa.gov/planets/mars/overview/#:%7E">atmosfer yang sangat tipis</a>, dan hampir tidak ada oksigen. Jadi, hasilnya akan hampir sama dengan paparan ruang terbuka: mati lemas dan darah mendidih.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/8yU33cguGaY?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Paparan radiasi, tanah beracun, dan pakaian antariksa yang bocor adalah tiga dari sekian banyak cara untuk mati di Mars.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Bagaimana dengan penguburan?</h2>
<p>Misalkan astronot meninggal setelah mendarat, saat berada di permukaan Mars.</p>
<p>Kremasi tidak diinginkan; kremasi membutuhkan terlalu banyak energi yang dibutuhkan oleh kru yang masih hidup untuk tujuan lain. Dan penguburan juga bukan ide yang baik. Bakteri dan organisme lain dari tubuh dapat <a href="https://theconversation.com/colonizing-mars-means-contaminating-mars-and-never-knowing-for-sure-if-it-had-its-own-native-life-103053">mencemari permukaan Mars</a>. Sebagai gantinya, para kru kemungkinan akan mengawetkan jenazah di dalam kantung jenazah khusus hingga bisa dikembalikan ke Bumi. </p>
<p>Masih banyak hal yang belum diketahui tentang bagaimana para penjelajah akan menghadapi kematian. Ini bukan hanya pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan dengan jenazah. Membantu para kru menghadapi kehilangan, dan membantu keluarga yang berduka di Bumi, sama pentingnya dengan menangani jenazah orang yang meninggal. Namun, untuk benar-benar menjajah dunia lain - baik Bulan, Mars, atau planet di luar tata surya kita - skenario suram ini membutuhkan perencanaan dan protokol.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213227/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Emmanuel Urquieta didukung oleh Institut Penelitian Translasi untuk Kesehatan Luar Angkasa.</span></em></p>Jika seorang astronot meninggal di Mars, baik kremasi maupun penguburan bukanlah pilihan yang baik.Emmanuel Urquieta, Professor of Space Medicine and Emergency Medicine, Baylor College of Medicine Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2024452023-04-04T09:48:27Z2023-04-04T09:48:27ZPuskesmas perlu perkuat kapasitas untuk cegah masalah kesehatan akibat perubahan iklim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/519278/original/file-20230404-28-3myc8u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas medis dari Puskesmas (kanan) mengambil sampel darah penduduk saat pemeriksaan kesehatan di Posyandu lansia di Balai Warga RW 014 Duren Sawit, Jakarta Timur, 17 Maret 2023.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1679027731&getcod=dom">ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/nz</a></span></figcaption></figure><p><em>Survei Agenda Warga dari New Naratif mengundang lebih dari 1.400 orang dari seluruh Indonesia untuk menyampaikan aspirasi mereka tentang apa saja isu yang dianggap paling penting bagi masyarakat. Artikel ini merupakan kolaborasi The Conversation Indonesia dan New Naratif untuk menanggapi hasil survei tersebut.</em></p>
<hr>
<p>Perubahan iklim global dapat mempengaruhi perubahan cuaca dalam skala regional berupa perubahan curah hujan, suhu, dan bencana akibat cuaca ekstrem. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0160412015300489">Hal ini akan mempermudah kontaminasi dan penyebaran penyakit menular</a>. Terjadinya perubahan pola pertanian akibat perubahan iklim juga berpengaruh pada <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2211912415300262">penyediaan pangan</a> dan <a href="https://www.jci.org/articles/view/135004">status gizi</a> serta <a href="https://iwaponline.com/washdev/article-abstract/7/2/181/30170/Climate-change-vulnerability-and-resilience-of">terganggunya penyediaan air bersih dan sanitasi</a>. </p>
<p>Menurut WHO, perubahan iklim akan menyebabkan <a href="https://www.who.int/health-topics/climate-change#tab=tab_1">250.000 kematian per tahun dari kasus malnutrisi, malaria, diare, dan tekanan panas. Ongkos kerusakan langsung terhadap kesehatan diperkirakan antara US$2-4 miliar (Rp 29,8-59,6 triliun) per tahun pada 2030</a>.</p>
<p>Lebih dari itu, perubahan iklim dapat secara tidak langsung mempengaruhi perubahan kondisi penduduk beserta kondisi sosial dan ekonomi mereka sehingga dapat memperburuk kesehatan mental. </p>
<p>Puskesmas sebagai fasilitas layanan kesehatan level pertama dan dengan sebaran paling luas punya peran penting dalam adaptasi dan mencegah penyakit yang dipengaruhi oleh perubahan iklim. </p>
<p>Masalahnya, kapasitas Puskesmas dalam meningkatkan upaya pencegahan penyakit akibat perubahan iklim belum maksimal. Padahal, dalam Survei Agenda Warga yang dilaksanakan New Naratif, persoalan pelayanan kesehatan yang belum merata serta pengaruh perubahan iklim terhadap kualitas hidup manusia menjadi salah dua dari isu-isu menimbulkan kekhawatiran besar di masyarakat.</p>
<p>Riset <a href="https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2020120211002338_MJMHS_0587.pdf">kualitatif saya di Kota Padang</a>, Sumatra Barat menunjukkan bahwa petugas kesehatan Puskesmas yang menjadi informan riset belum memahami isu perubahan iklim secara akurat dan menyeluruh. Puskesmas belum menggunakan data iklim yang tersedia untuk melakukan prediksi risiko penyakit akibat iklim.</p>
<p>Kementerian Kesehatan harus memperkuat peran Puskesmas dalam aspek pencegahan dan promosi untuk mengatasi masalah penyakit yang disebabkan oleh perubahan iklim.</p>
<h2>Ada peraturan tapi pelaksanaan belum optimal</h2>
<p>Indonesia telah memiliki regulasi mengenai Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan terhadap Dampak Perubahan Iklim (<a href="https://peraturanpedia.id/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-1018-menkes-per-v-2011/">Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1018 Tahun 2011</a>). </p>
<p>Peraturan ini menegaskan bahwa perlu dilaksanakan penyesuaian terhadap perubahan iklim untuk menanggulangi dampak buruk terhadap kesehatan. </p>
<p>Selain itu, <a href="https://peraturanpedia.id/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-35-tahun-2012/">Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2012</a> juga mengatur mengenai pedoman identifikasi faktor risiko kesehatan akibat perubahan iklim sebagai acuan bagi petugas kesehatan dan pemerhati perubahan iklim. </p>
<p>Regulasi ini berdasarkan kerentanan Indonesia yang cukup tinggi. Karakteristik geografis dan geologis negara kita yang sangat luas dan terdiri dari banyak pulau, membuat kerentanan terhadap perubahan iklim meningkat. </p>
<p>Kerentanan lainnya adalah cuaca ekstrem (pola hujan yang tidak menentu, peningkatan frekuensi kemarau panjang) dan tingkat polusi yang tinggi di daerah perkotaan. Selain itu, Indonesia juga memiliki ekosistem yang rentan akibat perubahan tata guna lahan, dan kegiatan sosial ekonomi yang membutuhkan bahan bakar fosil dan menghasilkan emisi.</p>
<p>Puskesmas sebagai garda utama dalam pencegahan masalah-masalah kesehatan tersebut dapat melakukan pembinaan peran serta masyarakat melalui peningkatan kemampuan beradaptasi dan pengelolaan risiko. Puskesmas juga dapat mengefektifkan sistem kelembagaannya termasuk bekerja sama lintas sektoral dengan lembaga lain terkait iklim.</p>
<p>Riset kualitatif yang <a href="https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2020120211002338_MJMHS_0587.pdf">saya lakukan di Kota Padang</a> bertujuan untuk mengembangkan potensi Puskesmas sebagai lembaga yang dapat memperkuat masyarakat, agar dapat bersama-sama berupaya mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim. </p>
<p>Saya melakukan studi pada tiga Puskesmas dengan wilayah kerja yang memiliki penduduk rentan terbanyak terhadap risiko perubahan iklim di Kota Padang. </p>
<p>Hasil riset yang saya temukan adalah Puskesmas belum memiliki perencanaan khusus dalam penanganan masalah perubahan iklim. Kegiatan yang ada cenderung terintegrasi dengan pengurangan risiko penyakit diare, malaria dan DBD. </p>
<p>Selain itu terdapat program <a href="https://promkes.kemkes.go.id/germas">Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)</a>, <a href="https://promkes.kemkes.go.id/phbs">Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)</a>, <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20161213/0319187/kemenkes-keluarkan-surat-edaran-pemberantasan-sarang-nyamuk-3m-plus-dan-gerakan-1-rumah-1-jumantik/#:%7E:text=Surat%20Nomor%20PM.01.11%2FMENKES,(Juru%20Pemantau%20Jentik)%20Jumantik.">Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN</a>) dan <a href="http://stbm.kemkes.go.id">Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)</a>. Tujuan dari program ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengantisipasi penyakit yang sering muncul saat terjadi cuaca ekstrem. </p>
<p>Namun, masalah kesehatan berbasis iklim kembali terjadi berulang kali, walau insiden penyakit-penyakit tersebut telah diketahui memiliki pola yang berulang. </p>
<p>Hal ini terutama disebabkan oleh lambatnya perubahan perilaku masyarakat akibat kurang pemahaman terhadap risiko yang muncul akibat perubahan iklim, perbaikan kondisi lingkungan yang rentan, serta masih rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat.</p>
<p>Dari faktor sumber daya manusia yang dimiliki oleh Puskesmas, beberapa tenaga kesehatan di Puskesmas sudah mendapatkan sosialisasi terkait masalah kesehatan yang diakibatkan oleh perubahan iklim sesuai dengan tren penyakit yang terjadi. </p>
<p>Akan tetapi, keterbatasan sumber daya manusia dan dana menjadi kendala yang umum terjadi sehingga Puskesmas memfokuskan kegiatan yang dilakukan pada program pokok Puskesmas. </p>
<p>Walaupun begitu, kesiapan Puskesmas tergolong baik dalam menghadapi bencana terkait iklim untuk memberikan pelayanan pengobatan dan rehabilitasi bagi masyarakat. </p>
<h2>Peran Puskesmas dalam tingkatkan adaptasi iklim di masyarakat</h2>
<p>Puskesmas melalui tenaga kesehatannya perlu mengedukasi masyarakat melalui usaha promosi kesehatan. </p>
<p>Hal penting yang perlu ditekankan kepada masyarakat adalah mereka perlu mengenali dan mencegah risiko kesehatan yang muncul akibat perubahan iklim. Upaya mencegah banyaknya penyakit menular pada musim kemarau dan hujan juga perlu ditekankan.</p>
<p>Keterbatasan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas dapat diatasi dengan memaksimalkan tenaga kader kesehatan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat. </p>
<p>Kader kesehatan dipilih oleh masyarakat dan dilatih oleh Puskesmas demi mensukseskan program Puskesmas untuk mencegah masalah kesehatan terkait iklim.</p>
<p>Puskesmas perlu mengkaji kerentanan kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh faktor iklim dan cuaca. Kajian ini dapat dilakukan bersama dengan pemerintahan daerah (lurah, camat), perwakilan sekolah dan organisasi kesehatan masyarakat lainnya untuk mengetahui permasalahan terkait iklim yang sedang berkembang di masyarakat. </p>
<p>Selain itu, perlu adanya peningkatan sistem kewaspadaan dan pemanfaatan sistem peringatan dini terhadap mewabahnya penyakit menular dan penyakit tidak menular yang diakibatkan perubahan iklim. </p>
<p>Untuk pemetaan kerentanan, Puskesmas dapat memanfaatkan data iklim yang dimiliki oleh pemerintah (BMKG) dan untuk melakukan kajian risiko kesehatan.</p>
<p>Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan kapasitas kelembagaan di tingkat pusat dan daerah untuk menghadapi risiko kesehatan masyarakat yang dapat timbul dari perubahan iklim. Hal ini diiringi dengan peningkatan inovasi dan pengembangan teknologi terkait iklim untuk dimanfaatkan oleh puskesmas. </p>
<p>Penguatan regulasi dan kapasitas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kerja sama penelitian dan pengembangan bersama universitas dan lembaga lainnya yang peduli dan fokus terhadap isu iklim.</p>
<p>Infrastruktur yang memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan juga harus menjadi bagian dari respons kesehatan terhadap perubahan iklim.</p>
<p>Untuk bersiap menghadapi bencana seperti angin topan, banjir, dan kekeringan ekstrem, pemerintah perlu mengembangkan sistem medis darurat untuk meningkatkan kapasitas respons bencana, termasuk layanan-layanan khusus dan lonjakan kapasitas korban. </p>
<p>Karena kegiatan medis akan terfokus pada layanan darurat dan perawatan trauma, Puskesmas juga harus mempertimbangkan keberlanjutan pelayanan yang biasa dilakukan untuk masyarakat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202445/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Putri Nilam Sari menerima dana hibah penelitian dari dana DIPA Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas tahun 2019 untuk melaksanakan penelitian dengan judul "Kajian Adaptasi dan Kapasitas Puskesmas untuk Mengelola Risiko Perubahan Iklim di Kota Padang".
</span></em></p>Puskesmas sebagai garda utama dalam pencegahan masalah-masalah kesehatan tersebut dapat melakukan pembinaan peran serta masyarakat melalui peningkatan kemampuan beradaptasi dan pengelolaan risiko.Putri Nilam Sari, Assistant Professor of Environmental Health, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2001712023-02-17T07:22:41Z2023-02-17T07:22:41ZKrisis sekunder setelah gempa bumi Turki-Suriah kini menjadi ancaman terbesar bagi nyawa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/510812/original/file-20230217-2564-farfoi.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Orang-orang menghangatkan diri di depan api di depan bangunan yang hancur akibat gempa di Kahramanmaras, Turki. </span> <span class="attribution"><span class="source">Petros Giannakouris/AP/AAP</span></span></figcaption></figure><p>Korban tewas akibat gempa bumi Turki dan Suriah terus meningkat, dengan <a href="https://www.reuters.com/world/middle-east/survivors-ever-fewer-earthquake-rubble-turkey-syria%20-2023-02-12/">lebih dari 37.000</a> nyawa hilang. Jumlah yang mengejutkan ini kemungkinan akan bertambah lebih tinggi dalam beberapa hari mendatang karena puing-puing dibersihkan. Bencana tersebut sekarang termasuk dalam lima besar <a href="https://www.usatoday.com/story/graphics/2023/02/10/earthquake-turkey-syria-deaths/11210641002/">gempa bumi paling mematikan</a> secara global dalam dua dekade terakhir.</p>
<p>Sebagian besar fokus berpusat pada hilangnya nyawa yang sangat besar segera setelah gempa bumi. Tapi banyak nyawa masih akan terancam pada bulan-bulan mendatang. Meski <a href="https://doi.org/10.1007/s13753-019-00237-x">sulit dilacak</a>, kita mengetahui dari kasus lain bahwa jumlah korban tewas meningkat karena kurangnya perawatan medis yang memadai, air bersih, dan tempat berlindung setelah bencana.</p>
<p>Krisis sekunder ini juga bisa berdampak parah, seperti yang ditunjukkan oleh bencana masa lalu di seluruh dunia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/gempa-turki-suriah-ahli-gempa-bumi-jelaskan-apa-yang-baru-saja-terjadi-199399">Gempa Turki-Suriah: ahli gempa bumi jelaskan apa yang baru saja terjadi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jumlah kematian bisa melonjak setelah bencana terjadi</h2>
<p>Di Puerto Rico setelah Badai Maria pada 2017, jumlah korban jiwa sesaat setelah badai dari 64 kematian <a href="https://www.theguardian.com/world/2018/aug/28/hurricane-maria-new-death-toll-estimate-is-close-to-3000">bertambah menjadi hampir 3.000</a> dalam enam bulan berikutnya. Peningkatan tragis ini terjadi karena memburuknya kondisi kesehatan yang didorong oleh hilangnya infrastruktur dan layanan dasar.</p>
<p>Di Suriah barat laut, konflik yang berlangsung lebih dari satu dekade telah menyebabkan infrastruktur compang-camping. <a href="https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2017/07/18/the-visible-impacts-of-the-syrian-war-may-only-be-the-tip-of-the-iceberg">Perkiraan Bank Dunia pada 2017</a> bahwa lebih dari sepertiga stok perumahan Suriah telah rusak atau hancur akibat konflik.</p>
<p>Sebagai suatu tanda kondisi genting bangunan sebelum gempa bumi, sebuah <a href="https://www.abc.net.au/news/2023-01-22/syrian-building-collapse-aleppo-16-people-dead/101880890">bangunan lima lantai runtuh bulan lalu</a>, menewaskan 16 orang. Banyak bangunan yang rusak akibat ledakan menambah risiko kecelakaan karena gempa membuat bangunan tersebut semakin tidak stabil.</p>
<p>Gempa bumi ini juga datang di tengah <a href="https://reliefweb.int/disaster/ep-2022-000310-syr">wabah kolera</a>. Penyakit itu sudah menyerang beberapa bagian Suriah, tapi hanya mendapat sedikit perhatian.</p>
<p>Setelah gempa bumi Haiti 2010, <a href="https://www.gtfcc.org/news/cholera-surveillance-in-haiti/">wabah kolera yang dibawa oleh pekerja kemanusiaan</a> membutuhkan waktu hampir satu dekade untuk diberantas. Ada lebih dari 820.000 kasus dan hampir 10.000 nyawa hilang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/gempa-di-turki-dan-suriah-bagaimana-satelit-dapat-membantu-upaya-penyelamatan-199777">Gempa di Turki dan Suriah: bagaimana satelit dapat membantu upaya penyelamatan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Gempa minggu lalu juga terjadi di tengah musim dingin. Banyak keluarga pengungsi yang menggigil kedinginan setelah kehilangan rumah mereka. Suhu di Kahramanmaraş – pusat gempa <a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquakes-a-seismologist-explains-what-has-happened-199340">gempa bermagnitudo 7,8</a> – dan di seluruh wilayah yang terkena dampak gempa turun ke -5°C pada malam hari.</p>
<p>Mendirikan tempat berlindung yang memadai untuk melindungi orang dari hawa dingin harus menjadi fokus utama dari respons kemanusiaan yang sedang berlangsung.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1623689222593937408"}"></div></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-gempa-susulan-terus-terjadi-di-turki-dan-suriah-199684">Mengapa gempa susulan terus terjadi di Turki dan Suriah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Warga Suriah mengandalkan bantuan</h2>
<p>Situasi di Suriah sudah mengerikan sebelum gempa. Di barat laut Suriah, <a href="https://www.unocha.org/story/todays-top-news-t%C3%BCrkiye-and-syria-ukraine">90% dari 4,6 juta orang</a> yang tinggal di sana sudah mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.</p>
<p>Akses kemanusiaan ke barat laut Suriah tetap <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2023/02/08/northwestern-syria-needs-humanitarian-assistance-getting-it-there-must-be-a-priority/">rumit</a>. Hanya ada satu penyeberangan perbatasan bantuan, di Bab al-Hawa, di bawah pengawasan Dewan Keamanan PBB. Sebagai tanda sulitnya mengakses wilayah yang dikuasai oposisi di Suriah, hanya <a href="https://reliefweb.int/report/syrian-arab-republic/north-west-syria-situation-report-11-february%20-2023-enar">dua pengiriman bantuan</a> yang berhasil lewat dari Turki dalam sepekan terakhir.</p>
<p>Ketua bantuan PBB <a href="https://www.un.org/sg/en/content/profiles/martin-griffiths-0">Martin Griffiths</a> <a href="https://twitter.com/UNReliefChief/status/1624701773557469184">mengakui lembaganya kewalahan</a> untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan:</p>
<blockquote>
<p>Sejauh ini kami telah mengecewakan orang-orang di Suriah barat laut. Mereka benar-benar merasa ditinggalkan. Mencari bantuan internasional yang belum sampai.</p>
</blockquote>
<p>Selama akhir pekan, Amerika Serikat menyetujui <a href="https://www.theguardian.com/world/2023/feb/10/us-syria-sanctions-exemption-earthquake-relief">pembebasan sanksi selama 180 hari</a> untuk bantuan bencana ke Suriah. Keputusan ini membuka jalur alternatif untuk pengiriman bantuan ke daerah-daerah yang dikuasai oposisi. </p>
<p>Pemerintah Suriah menyerukan agar semua bantuan kemanusiaan dikirim melalui pemerintah. Namun seruan ini sarat masalah mengingat sejumlah kasus <a href="https://www.hrw.org/report/2019/06/28/rigging-system%20/government-policies-co-opt-aid-and-reconstruction-funding-syria">pengalihan bantuan</a> selama dekade terakhir.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquake-assad-blames-west-as-agencies-struggle-to-get-aid-to-his-desperate-people-199691">Turkey-Syria earthquake: Assad blames west as agencies struggle to get aid to his desperate people</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jalan panjang menuju pemulihan</h2>
<p>Saat operasi penyelamatan berlangsung hingga minggu kedua, masyarakat sudah melihat ke arah pemulihan. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan <a href="https://www.bloomberg.com/news/articles/2023-02-08/erdogan-vows-building-blitz-to-renew-quake-hit-areas-within-year">berjanji untuk membangun kembali daerah</a> terkena gempa bumi dalam waktu setahun. Masyarakat Suriah menghadapi tantangan tambahan untuk membangun kembali dari konflik.</p>
<p>Pelajaran dari bencana serupa mengajarkan kepada kita bahwa masyarakat yang terkena dampak baru saja memulai perjalanan panjang menuju pemulihan dan pembangunan kembali.</p>
<p>Seperti yang diperjelas oleh tantangan terus-menerus dari akses kemanusiaan, penting bagi organisasi lokal yang bekerja di Suriah barat laut untuk menjadi pusat respons. Bulan Sabit Merah Suriah, Pertahanan Sipil Suriah (<em>White Helmet</em>, Helm Putih) dan organisasi lokal lainnya telah berperan penting selama konflik dekade terakhir. Peran mereka tidak diragukan lagi akan penting dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.</p>
<p>Gempa bumi baru-baru ini menawarkan kesempatan untuk <a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquake-how-disaster-diplomacy-can-bring-warring-countries-together-to-save-lives-%20199329">menerobos penghalang politik</a> yang menghambat pembangunan kembali di Suriah. Namun, kerentanan mendasar yang memperparah bencana ini tidak akan terselesaikan dengan cepat. Ini sangat tertanam dalam sistem sosial dan politik di Suriah dan Turki.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquake-how-disaster-diplomacy-can-bring-warring-countries-together-to-save-lives-199329">Turkey-Syria earthquake: how disaster diplomacy can bring warring countries together to save lives</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang dapat Anda lakukan untuk membantu?</h2>
<p>Mungkin tergoda untuk menyumbangkan barang, tapi pertimbangkan <a href="https://www.theguardian.com/world/2023/feb/08/turkey-and-syria-earthquake-how-and-where-to-donate%20-in-australia-to-help-the-victims">memberikan uang</a> untuk mendukung upaya kemanusiaan, alih-alih mengirimkan barang fisik. Uang tunai memungkinkan organisasi kemanusiaan untuk beradaptasi dengan kebutuhan yang berubah dengan cepat, sekaligus memberikan keleluasaan kepada rumah tangga untuk memutuskan prioritas mereka sendiri.</p>
<p><a href="https://crisisrelief.un.org/t/syria-cross-border">Dana Kemanusiaan Lintas Batas Suriah (Syria Cross-Border Humanitarian Fund)</a> memungkinkan mitra kemanusiaan, khususnya organisasi Suriah di lapangan, untuk mengakses beberapa daerah yang paling sulit dijangkau akibat terkena bencana ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200171/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Aaron Opdyke consults for the Global Shelter Cluster on disaster recovery.</span></em></p>Mendirikan tempat berlindung yang memadai untuk melindungi orang dari hawa dingin harus menjadi fokus utama dari respons kemanusiaan yang sedang berlangsung.Aaron Opdyke, Senior Lecturer in Humanitarian Engineering, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1982432023-02-02T08:10:51Z2023-02-02T08:10:51ZDonasi organ: apakah kita milih ikut atau tidak, riset temukan kehendak keluarga kitalah yang penting<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/507794/original/file-20230202-16-57ddc9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Operasi transplantasi hati. </span> <span class="attribution"><span class="source">Gabriel Borda/Flickr, CC BY-NC</span></span></figcaption></figure><p>Transplantasi organ memungkinkan pasien yang menderita kegagalan organ untuk menerima organ yang sehat dari seorang donor. Prosedur ini dapat membantu memperpanjang dan meningkatkan kehidupan penerima, dan ini seringkali merupakan satu-satunya harapan bagi orang yang membutuhkan transplantasi.</p>
<p>Sayangnya, tidak tersedia cukup organ untuk semua pasien yang membutuhkannya. Di Uni Eropa, meski 36.000 pasien menerima transplantasi pada 2021, <a href="https://www.edqm.eu/en/eodd">20 pasien meninggal setiap hari</a> saat menunggu satu organ.</p>
<h2>Perbedaan antara undang-undang terkait persetujuan</h2>
<p>Salah satu strategi untuk mengatasi kekurangan organ yang dapat ditransplantasikan adalah meningkatkan jumlah donor potensial, dengan membuat perubahan pada sistem persetujuan. Ada dua kebijakan persetujuan (<em>consent policies</em>) utama untuk donasi organ dari orang yang meninggal yang diterapkan di seluruh dunia:</p>
<p>— sistem <em>opt-in</em> (memilih ikut donasi), maksudnya individu harus secara aktif menyetujui untuk menjadi donor organ setelah nantinya mereka meninggal;</p>
<p>— sistem <em>opt-out</em> (memilih tidak ikut donasi), maksudnya individu dianggap telah menyetujui donasi organ kecuali mereka secara tegas memilih tidak ikut donasi. </p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara Eropa telah mengubah undang-undang persetujuan donor mereka dari ikut serta (<em>opt-in</em>) menjadi tidak ikut serta (<em>opt-out</em>), termasuk <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24046530/">Yunani</a>, <a href="https://www.landlaeknir.is/english/news/detail/item36004/we-give-life-we-automatically-become-organ-donors-from-1-january-2019">Islandia</a>, <a href="https://journals.lww.com/transplantjournal/Fulltext/2018/08000/Dutch_Law_Approves_Opt_out_System.6.aspx">Belanda</a>, <a href="https://www.france24.com/en/live-news/20220515-swiss-switch-to-presumed-%20consent-on-organ-donations">Swiss</a> dan <a href="https://www.theguardian.com/society/2020/may/19/deceased-uk-adults-to-be-deemed-organ-donors-in%20-memilih-keluar-sistem">Inggris Raya</a>. Banyak negara Eropa yang mempertimbangkannya, seperti Jerman, Denmark, dan Rumania.</p>
<p>Alasan di balik perubahan ini adalah bahwa sistem <em>opt-out</em> dapat <a href="https://theconversation.com/an-opt-out-organ-donor-system-could-address-canadas-shortage-of-organs%20-untuk-transplantasi-145088">meningkatkan level pengadaan organ</a>, dengan asumsi dasar bahwa individu tersebut <a href="https://theconversation.com/opt-out-organ-donation-presume-kindness-not-consent-to-save%20-lebih-hidup-117685">bersedia untuk menyumbang organ</a>. Ini menghilangkan kebutuhan orang untuk mendaftar secara aktif sebagai donor organ, yang dapat menjadi penghalang utama bagi sebagian orang.</p>
<h2>Keterlibatan keluarga</h2>
<p>Meski beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai dampak sebenarnya dari kebijakan persetujuan pada tingkat pengadaan organ, hasilnya bertentangan.</p>
<p>Secara keseluruhan, <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10620-018-5388-6">bukti</a> menunjukkan bahwa sistem <em>opt-out</em> dikaitkan dengan tingkat pengambilan organ yang lebih tinggi. Namun, tidak jelas apakah dan sejauh mana penerapan sistem ini, dengan sendirinya, menyebabkan peningkatan tersebut.</p>
<p>Dalam <a href="https://bmjopen.bmj.com/content/12/9/e057107">studi</a> kami, kami mencoba mencari tahu. Untuk mengecualikan pengaruh faktor lain, kami fokus pada bagaimana preferensi dan keputusan individu, atau kekurangannya, secara langsung menentukan hasil, yaitu apakah organ dapat diambil atau tidak.</p>
<p>Sepintas lalu, situasinya tampak mudah. Dokter selalu menghormati preferensi orang, apapun sistemnya. Ketika almarhum ingin menjadi seorang donor, dokter melanjutkan. Ketika almarhum tidak mau menyumbang, dokter tidak melanjutkan. Perbedaan antara sistem <em>opt-in</em> dan <em>opt-out</em> hanya akan muncul ketika almarhum tidak mengungkapkan preferensi apa pun. Jika sistem <em>opt-out</em> diterapkan, organ dapat diambil dalam keadaan ini. Jika ada sistem <em>opt-in</em>, organ tidak dapat diambil.</p>
<p>Namun, keluarga juga memiliki peran dalam proses pengambilan keputusan. Di sebagian besar negara, baik sistem <em>opt-in</em> dan <em>opt-out</em>, keluarga dikonsultasikan tentang donasi organ. Oleh karena itu, dalam praktiknya, alih-alih mengambil atau tidak mengambil organ secara otomatis, dokter biasanya mengikuti keputusan keluarga.</p>
<h2>Sistem persetujuan hanya membuat suatu perbedaan pada keadaan langka</h2>
<p>Dalam penelitian kami, kami menemukan bahwa satu-satunya saat dokter tidak melakukannya (tidak mengambil organ) adalah ketika keluarga almarhum tidak dapat membuat keputusan tentang masalah tersebut atau tidak dapat ditemukan oleh tim medis tepat waktu – atau ketika almarhum tidak punya sanak saudara. Oleh karena itu, hanya dalam keadaan seperti ini, sistem <em>opt-out</em> membuat perbedaan.</p>
<p>Sebagian besar pakar di bidang ini mengetahui bahwa keadaan ini jarang terjadi, tapi tak ada kepastian dari sekadar pengetahuan umum ini. Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan ini, kami mencari data baik dari artikel ilmiah maupun laporan lembaga di seluruh dunia.</p>
<p>Berdasarkan data dari 20+ negara, kami menemukan bahwa keadaan ini memang jarang terjadi. Secara keseluruhan, itu terjadi pada kurang dari 5% kasus. Di Jerman, Denmark, Finlandia, Spanyol, dan Inggris Raya, statistik menunjukkan kisarannya berada di antara 0 hingga 2% dari semua kasus donor organ potensial.</p>
<p>Oleh karena itu, menurut analisis kami, mengubah sistem persetujuan di negara mana pun - dengan semua faktor lainnya dianggap sama - akan memiliki dampak langsung yang sangat terbatas pada tingkat donasi organ. Namun, ini tidak berarti bahwa berpindah dari sistem <em>opt-in</em> ke <em>opt-out</em> tidak efektif, karena perubahan tersebut mungkin memiliki konsekuensi tidak langsung. Sebagai contoh, peningkatan liputan pers tentang donasi organ dapat meningkatkan kesadaran publik tentang kekurangan organ dan mengurangi jumlah individu dan keluarga yang keberatan.</p>
<p>Riset kami menunjukkan adalah bahwa politikus dan orang-orang pada umumnya seharusnya tidak terlalu fokus pada perubahan kebijakan persetujuan untuk donasi. Mereka seharusnya lebih fokus pada faktor-faktor yang dapat dimodifikasi yang mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga, seperti membangun kepercayaan dengan memberikan perawatan berkualitas tinggi untuk calon donor dan informasi memadai tentang proses pengadaan organ, dan dengan menggunakan pendekatan profesional yang terlatih.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198243/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alberto Molina Pérez is a member of ELPAT-ESOT (Ethical, Legal and Psychosocial Aspects of Organ Transplantation, a division of the European Society for Organ Transplantation).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>David Rodríguez-Arias collaborates in several research initiatives with the following organisations linked to organ donation and transplantation: European Society of Organ Transplantation and Spanish Organización Nacional de Trasplantes.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Janet Delgado is a member of ELPAT-ESOT (Ethical, Legal and Psychosocial Aspects of Organ Transplantation, a division of the European Society for Organ Transplantation.</span></em></p>Salah satu strategi untuk mengatasi kekurangan organ yang dapat ditransplantasikan adalah dengan meningkatkan kumpulan donor potensial dengan membuat perubahan pada sistem persetujuan.Alberto Molina Pérez, Investigador posdoctoral en ética y epistemología de la medicina, Instituto de Estudios Sociales Avanzados (IESA - CSIC) David Rodríguez-Arias, Profesor de Bioética, Universidad de GranadaJanet Delgado, Research Assistant in Departamento de Filosofía I, Universidad de GranadaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1937202022-11-03T04:33:33Z2022-11-03T04:33:33ZMengakali kematian: sejarah aneh praktik resusitasi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/492952/original/file-20221102-22-uz6ffe.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Authentic-Originals / Alamy Stock Photo</span></span></figcaption></figure><p>Sebagian besar dari kita mungkin tahu – kurang lebih – bagaimana cara resusitasi (teknik menyadarkan kembali) untuk membangunkan orang yang sedang tak sadar. Bahkan, sekalipun Anda belum pernah mengikuti kursus <a href="https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/560/yuk-mengenal-resusitasi-jantung-paru-rjp">resusitasi jantung paru (RJP)</a>, teknik ini mungkin sudah sering dilihat di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8628340/">televisi atau film</a>.</p>
<p>Sejarah awal resusitasi sebenarnya juga tak lepas dari drama. Pada 1 Juni 1782, misalnya, sebuah surat kabar Philadelphia di Amerika Serikat memberitakan keajaiban resusitasi: seorang anak berusia lima tahun berhasil dihidupkan kembali setelah tenggelam di Sungai Delaware.</p>
<p>Little Rowland Oliver, nama bocah itu, sedang bermain di salah satu dermaga industri yang sibuk di Delaware ketika dia jatuh ke air. Dia berjuang selama sepuluh menit, lalu lemas. Akhirnya, seorang pekerja mengangkat Rowland keluar dan membawanya pulang.</p>
<p>Meski Rowland diangkut dalam keadaan tak bernyawa kepada keluarganya, surat kabar itu melaporkan bahwa orang tuanya mengklaim bahwa dia hanya “tampak sudah mati”. Sang orang tua pun bertindak: mereka “langsung menanggalkan semua pakaian Rowland, menamparnya dengan tangan mereka sendiri” dan “menggosoknya dengan kain wol yang dicelupkan ke alkohol”.</p>
<p>Dokter yang datang tak lama kemudian melakukan hal yang sama. Mereka juga mencelupkan kaki Rowland ke dalam air panas dan memasukkan zat pemicu muntah ke tenggorokannya. Setelah sekitar 20 menit, bocah itu hidup kembali. Memang ada darah yang keluar – untuk meredakan efek setelahnya, tapi selepas itu Rowland kembali menjadi anak yang suka bermain-main.</p>
<h2>Kelompok penyelamat</h2>
<p>Kisah ini hanyalah salah satu dari banyak cerita keberhasilan resusitasi yang dimuat di surat kabar di awal-awal merebaknya <a href="https://www.rcpe.ac.uk/sites/default/files/jrcpe_49_2_mccabe.pdf">kelompok penyelamat</a>. </p>
<p>Kelompok ini berasal dari Amsterdam pertengahan abad ke-18, saat semakin banyak orang yang tenggelam di kanal-kanal kota. <a href="https://royalhumanesociety.org.uk/the-society-history-and-archives/history/">Kelompok ini</a> berusaha mendidik masyarakat bahwa kematian – setidaknya dengan tenggelam – tidak mutlak. Orang-orang biasa, yang “kebetulan lewat” pun dapat diberdayakan untuk mencegah seseorang tampaknya sudah mati.</p>
<p>Di Philadelphia, kebangkitan Rowland memberikan kepercayaan pada ide-ide ini. Dampak baiknya, kelompok penyelamat setempat semakin tergerak untuk memasang kotak yang berisi obat-obatan, peralatan, dan instruksi keselamatan di sepanjang sungai kota untuk menghidupkan kembali yang tenggelam.</p>
<p>Metode penyelamatan memang berubah dari waktu ke waktu. Namun, hingga abad ke-19, resusitasi dipahami sebagai langkah merangsang tubuh melalui tindakan mekanis. Kelompok penyelamat sering merekomendasikan pemanasan korban tenggelam dan mencoba pernapasan buatan. Apa pun metodenya, yang paling penting adalah menghidupkan kembali mesin tubuh agar berfungsi.</p>
<p>Stimulasi eksternal - langkah menggosok dan memijat seperti yang dilakukan oleh orang tua Rowland kecil - sangatlah penting. Begitu juga stimulasi internal, biasanya melalui pemberian rum (minuman beralkohol dari tebu) atau ramuan yang memicu gejolak di perut. Salah satu yang paling cukup menarik – untuk stimulasi internal – adalah <a href="https://www.resuscitationjournal.com/article/S0300-9572(19)30500-3/fulltext">“pengasapan dengan asap tembakau”</a> dari usus besar korban tenggelam juga sempat direkomendasikan oleh kelompok penyelamat. Ya: upaya resusitasi yang baik menuntut hembusan asap ke pantat orang yang tampaknya sudah mati.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Plate illustrating the resuscitation of a drowned woman." src="https://images.theconversation.com/files/430009/original/file-20211103-21-3hjyf5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/430009/original/file-20211103-21-3hjyf5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=409&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/430009/original/file-20211103-21-3hjyf5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=409&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/430009/original/file-20211103-21-3hjyf5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=409&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/430009/original/file-20211103-21-3hjyf5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=514&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/430009/original/file-20211103-21-3hjyf5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=514&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/430009/original/file-20211103-21-3hjyf5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=514&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Seorang perempuan tenggelam sedang diresusitasi dengan selang asap ke anus.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Wellcome Collection</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Memasuki abad ke-20, tren penyebab kematian bertambah. Sama seperti kasus tenggelam yang berlipat ganda pada abad ke-18 karena peningkatan penggunaan saluran air oleh industri, kemunculan listrik berikut jaringannya yang tersebar luas, serta mesin pribadi, seperti mobil, menambahkan sengatan listrik dan keracunan gas sebagai penyebab kematian baru.</p>
<h2>Fokus stimulasi baru</h2>
<p>Seiring waktu, metode resusitasi berubah. Upaya resusitasi kini semakin terfokus pada stimulasi jantung. Ini mungkin melibatkan menggerakan tubuh yang tampaknya mati ke dalam berbagai posisi. Kompresi dada dan teknik pernapasan buatan juga menjadi semakin umum.</p>
<p>Nah, meskipun tekniknya berganti, resusitasi tetap mempertahankan kecenderungan demokratisnya – hampir semua orang dapat melakukannya. Aplikasinya, bagaimanapun, tetap spesifik untuk keadaan tertentu. Lagi pula, hanya sejumlah situasi yang bisa membuat seseorang tampaknya mati.</p>
<p>Pada pertengahan abad ke-20, dua tema yang konsisten ini kian populer. Resusitasi mendapatkan reputasi sebagai pengobatan ajaib dan tersebar luas untuk semua jenis kematian. </p>
<p>Namun, orang-orang yang dapat melakukan perawatan ini menyempit menjadi praktisi medis atau untuk keadaan darurat saja. Ada banyak alasan untuk pergeseran ini, tetapi peristiwa pemicu utamanya adalah pengenalan serangkaian penyebab kematian baru: kecelakaan operasi.</p>
<p>Ahli bedah asal Amerika <a href="https://www.researchgate.net/publication/271915780_Never_a_Simple_Choice_Claude_S_Beck_and_the_Definitional_Surplus_in_Decision-Making_About_C">Claude Beck</a>, menjelaskan upayanya untuk mengubah praktik resusitasi terkait dengan pengalaman pelatihannya pada akhir 1910-an.</p>
<p>Saat itu, dia mengingat, jika jantung pasien berhenti di meja operasi, ahli bedah tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka hanya bisa memanggil pemadam kebakaran dan menunggu petugas untuk memberikan “pulmotor (alat untuk pernapasan buatan)”, pendahulu dari respirator buatan yang dikenal saat ini. </p>
<p>Tiba-tiba, sepertinya semua orang <em>kecuali</em> praktisi medis bisa melakukan resusitasi. Menganggap bahwa fenomena ini tidak dapat diterima, Beck bergabung dengan inisiatif untuk menemukan metode resusitasi yang cocok untuk bahaya operasi tertentu.</p>
<p>Teknik-teknik baru yang diuji coba oleh Beck dan ahli bedah lainnya masih bertumpu pada stimulasi. Namun, mereka mengandalkan akses ke bagian dalam tubuh, yang kurang lebih hanya dilakukan ahli bedah. Pengaliran listrik langsung ke jantung (defibrilasi) memang menjadi salah satu metode. Namun, upaya agar tangan bisa mencapai dada dan memijat jantung adalah hal lain.</p>
<p>Beck melihat keberhasilan awalnya di ruang operasi sebagai indikasi bahwa tekniknya yang lebih luas. Oleh karena itu, ia memperluas definisinya tentang siapa yang dapat diresusitasi. Dia menambahkan kategori dari hanya orang yang “tampaknya mati”, menjadi semua yang tidak “mati secara mutlak dan tidak diragukan lagi”.</p>
<p>Beck membuat film-film untuk membuktikan keberhasilannya. Salah satunya adalah <em>Choir of the Dead</em> – menampilkan sebelas orang pertama yang berhasil ia resusitasi. Beck yang dengan gembira menanyakan mereka bergantian: “Anda mati karena apa?”</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1375084086256091136"}"></div></p>
<p>Meski upaya Beck dimaksudkan untuk memperluas resusitasi ke ruang medis, jelas bahwa metode akses langsung ke bagian dalam tubuh tidak mudah didemokratisasi. Namun, bukan berarti Beck tidak mencoba mematahkan anggapan itu. Dia membayangkan sebuah dunia tempat mereka yang terlatih dalam metode ini akan membawa alat bedah - pisau bedah - bersama mereka, sehingga selalu siap untuk menyayat dada dan memijat jantung agar kembali berdetak.</p>
<p>Prihatin dengan momok ahli bedah yang ingin mempertahankan monopoli profesional mereka atas bagian dalam tubuh, komunitas medis memberontak. Kemunculan metode kompresi dada pada beberapa tahun kemudian berhasil memulihkan lisensi demokratis resusitasi.</p>
<p>Pandangan Beck bahwa ‘kematian dapat dibatalkan’ mencapai puncaknya pada 1960 ketika sebuah studi medis penting menyatakan <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/article-abstract/328956">“tingkat keberhasilan permanen”</a> resusitasi mencapai 70%. </p>
<p>Beberapa <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/656324">studi lanjutan</a> mengoreksi temuan yang terlalu optimis ini. Sayangnya, resusitasi terlanjur dianggap sebagai metode andalan yang diterapkan secara luas. <a href="https://www.bmj.com/company/newsroom/patients-overestimate-the-success-of-cpr/">Laporan terbaru</a> bahkan menyatakan reputasi tersebut tetap bertahan hingga hari ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/193720/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Caitjan Gainty runs the Wellcome Trust funded Healthy Scepticism project.</span></em></p>Pada pertengahan abad ke-20, dua tema yang konsisten ini mulai memudar. Resusitasi semakin mendapatkan reputasi sebagai pengobatan ajaib dan tersebar luas untuk semua jenis kematian.Caitjan Gainty, Senior Lecturer in the History of Science, Technology and Medicine, King's College LondonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1897012022-11-02T06:55:33Z2022-11-02T06:55:33ZCermin kasus Brigadir Yosua dan Stadion Kanjuruhan: siapa yang menanggung biaya pemeriksaan forensik?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/482939/original/file-20220906-20-q30jih.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tersangka Bharada Richard Eliezer (ketiga kiri) berjalan sebelum rekonstruksi pembunuhan Brigadir Joshua di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta, 30 Agustus 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1661844610">ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww</a></span></figcaption></figure><p>Adanya permintaan autopsi ulang – karena hasil autopsi <a href="https://nasional.tempo.co/read/1625691/sama-dan-beda-hasil-autopsi-ulang-brigadir-j-dengan-autopsi-pertama">pertama sempat diragukan</a> – dalam kasus kematian tidak wajar <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat</a> dan kasus <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221102070344-20-868326/ayah-korban-kanjuruhan-berharap-autopsi-anaknya-berjalan-objektif">tragedi kematian massal</a> di <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221014041959-12-860356/dua-keluarga-korban-tragedi-kanjuruhan-sepakat-untuk-autopsi">Stadion Kanjuruhan</a> membuka tabir bahwa praktik kedokteran forensik belum sepenuhnya menjadi bagian sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.</p>
<p>Meski sudah tercantum dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38778/uu-no-36-tahun-2009">Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 </a> tentang Kesehatan, saat ini pelayanan forensik patologi (autopsi mayat) dan forensik klinik (pemeriksaan korban hidup) tidak tercakup dalam layanan Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan. </p>
<p>Forensik klinik adalah pemeriksaan forensik orang hidup. Misalnya pemeriksaan korban kasus penganiayaan, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, penyiksaan anak, atau kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan atas terduga atau tersangka pelaku juga termasuk ke dalam lingkup ini, misalnya pemeriksaan kedokteran untuk memastikan seseorang adalah pelaku kekerasan seksual.</p>
<p>Pemeriksaan orang hidup atau forensik klinik sebetulnya pernah <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/215852/peraturan-bpjs-kesehatan-no-1-tahun-2014">tercakup dalam BPJS sebelum 2018</a>, tapi implementasinya menghadapi kendala. </p>
<p>Salah satu masalahnya adalah pemeriksaan forensik tidak pernah dimasukkan dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/114633/permenkes-no-76-tahun-2016">Casemix INA-CBGs</a> (Indonesian Case Base Groups), yaitu algoritme penatalaksanaan pasien berdasarkan diagnosis. Algoritme ini menjadi dasar tentang dokter apa saja yang terlibat dalam penanganan pasien, pemeriksaan apa yang perlu dilakukan, langkah-langkah terapi atau penatalaksanaan, dan biaya yang bisa diklaimkan.</p>
<p>Belum sempat kendala ini ditangani, pada 2018 terbit <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/94711/perpres-no-82-tahun-2018">Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018</a> yang menghapus cakupan BPJS untuk kedokteran forensik sama sekali. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sejumlah pemain dan pengurus Arema FC menaburkan bunga di depan patung Singa Tegar kawasan Stadion Kanjuruhan, Malang, 3 Oktober 2022. Tabur bunga dan doa bersama tersebut sebagai bentuk duka cita atas jatuhnya korban 133 jiwa pada tragedi di Stadion Kanjuruhan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1664783118&getcod=dom">ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/rwa</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>UU mengatur, tapi tidak jelas mekanismenya</h2>
<p>Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana <a href="https://yuridis.id/pasal-136-kuhap-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana/">Pasal 136</a> dan <a href="https://yuridis.id/pasal-229-kuhap-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana/">229</a> dengan jelas mengatakan pembiayaan pemeriksaan autopsi ditanggung oleh negara. </p>
<p>Pasal 125 UU Kesehatan juga menyatakan pembiayaan pemeriksaan forensik untuk korban hidup maupun mayat ditanggung APBN atau APBD. Namun tidak dijelaskan institusi negara yang mana yang berkewajiban membiayai atau bagaimana pembiayaan ini selayaknya dikeluarkan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pakar-menjawab-bagaimana-tes-dna-bisa-membantu-polisi-usut-pembunuhan-seperti-kasus-brigadir-yosua-188647">Pakar Menjawab: bagaimana tes DNA bisa membantu polisi usut pembunuhan seperti kasus Brigadir Yosua?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Pasal 59 ayat (2) huruf i menyatakan bahwa pelayanan kedokteran forensik klinik termasuk dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/215852/peraturan-bpjs-kesehatan-no-1-tahun-2014">skema BPJS</a>. </p>
<p>Dalam kenyataannya peraturan perundang-undangan tersebut sulit dijalankan, khususnya setelah terbit <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/94711/perpres-no-82-tahun-2018">Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 Pasal 52 ayat (1) huruf r dan s</a>. Perpres ini menyatakan bahwa skema jaminan kesehatan tak lagi menjamin pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang. </p>
<p>Jadi siapa yang membayar?</p>
<p>Jika berpegang pada <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/94711/perpres-no-82-tahun-2018">peraturan presiden</a> tersebut, maka logikanya pembiayaan dibebankan kepada institusi penegak hukum (kepolisian) yang memerlukan pemeriksaan forensik. </p>
<p><a href="https://paralegal.id/peraturan/peraturan-kepolisian-negara-nomor-8-tahun-2018/#google_vignette">Peraturan Kepolisian (Perkap) No. 8 Tahun 2018</a> menyatakan bahwa pelayanan kedokteran forensik tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Pasal 10-12 menyatakan biaya yang menjadi tanggung jawab Kepolisian adalah</p>
<ul>
<li>pembuatan <em>visum et repertum</em> (VeR) atau surat keterangan medis orang hidup;</li>
<li>pembuatan VeR orang mati (pemeriksaan luar, autopsi, pemeriksaan lab kedokteran forensik, gali kubur atau ekshumasi);</li>
<li>identifikasi personal;</li>
<li>pemeriksaan psikiatri forensik; dan</li>
<li>pembuatan database kedokteran forensik.</li>
<li>Hukum kesehatan dan medikolegal untuk kepentingan hukum dan peradilan (memberikan keterangan ahli dalam berita acara pemeriksaan; memberikan keterangan ahli di pengadilan; konsultasi hukum kesehatan; dan mediasi masalah kesehatan dalam sengketa medis).</li>
</ul>
<h2>Solusi yang sulit dipraktikkan</h2>
<p>Perlu dikaji mendalam bagaimana skema perundang-undangan ini diterjemahkan dan dilaksanakan di tingkat praktis. </p>
<p>Beberapa rumah sakit daerah tampaknya menerapkan pembiayaan tunai (non asuransi) untuk semua keperluan yang tidak dapat diklaim, baik untuk pembiayaan pemeriksaan kesehatan (pengobatan), maupun untuk pemeriksaan (pelaporan forensik). </p>
<p>Rumah sakit tidak memandang apakah nanti yang akan membayar pihak Kepolisian atau pihak pasien (korban). Apakah karena jumlah kasus tidak banyak sehingga sistem ini dianggap lebih mudah? </p>
<p>Di tingkat praktis, kesulitan terjadi karena berarti Kepolisian (penyidik) harus menyediakan dana tunai untuk membayar biaya terkait. Bagaimana jika pihak korban membayarkan terlebih dulu apakah akan di-<em>reimburse</em>? Apakah jika tidak ada dana tunai pihak rumah sakit dapat mengeluarkan tagihan kepada Kepolisian? Kalau bisa, bagaimana teknisnya ? Apakah <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/sempat-batal-autopsi-korban-tragedi-kanjuruhan-digelar-akhir-pekan-ini.html">pemeriksaan (autopsi) yang dibiayai</a> oleh pihak lain <a href="https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160411_indonesia_polisi_siyono">tidak diakui sebagai bukti</a>? Sering muncul berbagai pertanyaan masyarakat dan rumah sakit yang belum ada jawaban memuaskan. </p>
<p>Ketidakjelasan ini rupanya dapat menyebabkan korban kekerasan harus <a href="https://drdewanto.staff.ugm.ac.id/2020/02/04/pembiayaan-pasien-dengan-kasus-forensik-klinik/">membayar sendiri pemeriksaan kesehatan</a> yang diperlukan dalam proses penegakan hukum. Ini satu contoh, belum ada gambaran statistik untuk memperlihatkan luasnya masalah. </p>
<p>Beberapa pemerintah daerah berkomitmen membiayai pelayanan pemeriksaan kekerasan pada perempuan dan anak. Namun, hal ini sangat tergantung pada kondisi daerah, sehingga keberlakuannya tidak seragam di semua daerah.</p>
<h2>Masukkan ke sistem kesehatan</h2>
<p>Karena kedokteran forensik belum tegas dijadikan bagian dari sistem pelayanan kesehatan, hal ini berimbas pada kurang jelasnya kebijakan yang dapat menjamin agar praktik kedokteran forensik berlangsung dengan baik. </p>
<p>Imbas signifikan terjadi pada minimnya fasilitasi pelayanan kedokteran forensik. Dari sisi profesionalisme, misalnya, tingkat penghasilan dokter spesialis forensik rata-rata jauh lebih rendah dibanding profesi dokter spesialis lainnya. </p>
<p>Akibatnya, minat dokter untuk menjadi spesialis forensik sangat rendah. Saat ini Indonesia hanya memiliki kurang dari 300 dokter spesialis forensik dan medikolegal dengan sebaran terbanyak di 7 universitas besar dengan program studi spesialis forensik & medikolegal. Jumlah lulusan baru spesialis forensik sulit mengimbangi yang pensiun atau meninggal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kenapa-indonesia-butuh-sistem-otopsi-mayat-yang-independen-dan-imparsial-belajar-dari-kasus-brigadir-yosua-188653">Kenapa Indonesia butuh sistem otopsi mayat yang independen dan imparsial? Belajar dari kasus Brigadir Yosua</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ditambah lagi permintaan Kepolisian untuk mengautopsi di rumah sakit pusat atau daerah semakin turun. Sebab kepolisian lebih memilih untuk mengirimnya ke rumah sakit kepolisian yang saat ini <a href="https://nasional.tempo.co/read/1607398/rs-polri-banyak-layani-masyarakat-umum">jumlahnya 52 rumah sakit</a>.</p>
<p>Pengembangan ilmu dan praktik kedokteran forensik Indonesia jangan sampai terjerumus pusaran negatif seolah-olah pemeriksaan kematian via autopsi itu baru dilakukan hanya jika ada permintaan dari kepolisian. </p>
<p>Kini saatnya kita masuk pada paradigma pelayanan kedokteran forensik sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Pelayanan kedokteran forensik dilaksanakan oleh dokter (tenaga kesehatan), di fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit), menggunakan prinsip dan dikembangkan melalui ilmu pengetahuan kedokteran. Ini bermanfaat bukan saja untuk kepentingan hukum tapi juga untuk <a href="https://ebooks.iospress.nl/publication/12927">kedokteran</a> <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34998387/">pencegahan</a>. </p>
<p>Karena itu, pemerintah harus mereformasi sistem pelayanan kedokteran forensik, termasuk sistem pembiayaannya, untuk menjadi sistem yang independen, akuntabel, transparan, dan dijamin imparsialitasnya. </p>
<p>Salah satu caranya adalah masukkan praktik kedokteran forensik dalam sistem kesehatan nasional dengan melayani kepentingan forensik berbagai pihak, baik otoritas penegak hukum sebagai klien utama, maupun kepentingan individual di masyarakat, dalam kerangka hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi. </p>
<p>Dengan cara itu, seluruh sistem bersinergi membangun pelayanan <a href="https://theconversation.com/kenapa-indonesia-butuh-sistem-otopsi-mayat-yang-independen-dan-imparsial-belajar-dari-kasus-brigadir-yosua-188653">kedokteran forensik Indonesia profesional dan independen</a> untuk menciptakan masyarakat yang adil dan beradab. Harapannya kepercayaan masyarakat terhadap pemeriksaan forensik yang disampaikan oleh dokter forensik akan meningkat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/189701/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yoni Syukriani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Implikasi tidak diaturnya pelayanan forensik ini adalah ketidakjelasan siapa yang menanggung biaya pemeriksaan baik untuk pemeriksaan jenazah maupun orang hidup.Yoni Syukriani, Dosen bidang Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal dan bidang Bioetika Humaniora, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1886532022-08-26T07:43:36Z2022-08-26T07:43:36ZKenapa Indonesia butuh sistem otopsi mayat yang independen dan imparsial? Belajar dari kasus Brigadir Yosua<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/481043/original/file-20220825-20-cyguo0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Setelah autopsi ulang jasad Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dimakamkan kembali di kampungnya, Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, 27 Juli 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1658926513">ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/nym</a></span></figcaption></figure><p>Hasil <a href="https://nasional.tempo.co/read/1625462/hasil-autopsi-ulang-brigadir-j-tim-forensik-ada-dua-luka-fatal-di-tubuh-yosua">otopsi ulang</a> atas jasad <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat</a> yang dipublikasikan Senin lalu menunjukkan <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/23/093100065/kecurigaan-pengacara-keluarga-brigadir-j-soal-hasil-otopsi-kedua?page=all">tak ada tanda-tanda penyiksaan di tubuh korban pembunuhan berencana ini</a>. </p>
<p>Tim dokter forensik menjelaskan ada lima luka peluru masuk dan empat luka keluar. Satu peluru bersarang di tulang belakang. </p>
<p>Ada dua luka fatal pada jasad Yosua, yakni di kepala dan satu di dada. <a href="https://tirto.id/2-titik-tembak-penyebab-brigadir-j-tewas-dada-kepala-gvoM">Luka fatal itulah yang menyebabkan dia meninggal.</a> </p>
<p>Dibanding <a href="https://nasional.tempo.co/read/1625691/sama-dan-beda-hasil-autopsi-ulang-brigadir-j-dengan-autopsi-pertama">otopsi pertama</a>, terdapat perbedaan jumlah luka tembak. Versi otopsi pertama polisi ada tujuh luka. </p>
<p>Pengacara keluarga Brigadir Yosua <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/23/093100065/kecurigaan-pengacara-keluarga-brigadir-j-soal-hasil-otopsi-kedua?page=all">memprotes</a> karena mereka tidak mendapatkan hasil otopsi – padahal mereka yang mengajukan – dan ada temuan yang berbeda tersebut.</p>
<p>Masalah kontroversi otopsi ulang jasad itu hanya pucuk dari gunung es masalah serius kedokteran forensik di Indonesia selama bertahun-tahun: negara berpenduduk 270 juta ini belum memiliki sistem pemeriksaan kematian yang andal, objektif, independen (bebas dari tekanan), dan imparsial (tidak memihak). </p>
<p>Padahal, sejak 2007 WHO telah menyuarakan pentingnya <a href="http://www.emro.who.int/civil-registration-statistics/about/what-are-civil-registration-and-vital-statistics-crvs-systems.html">Civil Registry and Vital Statistics (CRVS)</a>. Sistem ini pada intinya mengharuskan pemeriksaan atas semua kematian yang terjadi. </p>
<p>Indonesia adalah negara besar yang belum memiliki sistem pemeriksaan kematian yang adekuat dan memenuhi standar internasional. Keikutsertaan Indonesia dalam CRVS sebatas sampling, belum berupa <em>registry</em>. </p>
<p>Maksudnya, Indonesia hanya menguji petik atau kasus tertentu, misalnya hanya angka kematian ibu dan bayi di lokasi tertentu saja. Sedangkan <em>registry</em> itu pemeriksaan dan pencatatan seluruh kasus kematian (semuanya diperiksa bukan berarti semuanya harus diotopsi).</p>
<p>Jika tidak ada perbaikan sistem pemeriksaan kematian, masalah serupa akan sering muncul.</p>
<h2>Masalah praktik kedokteran forensik di Indonesia</h2>
<p>Penelitian <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29751222/">saya dan tim</a> menunjukkan ada delapan kategori masalah yang dialami kedokteran forensik di Indonesia: (1) bagaimana praktik dan cakupan kedokteran forensik didefinisikan, (2) posisi kedokteran forensik di dalam sistem hukum, (3) posisinya dalam sistem kesehatan, (4) bagaimana independensi dan imparsialitas dipahami, (5) ketersediaan dan sistem rekrutmen sumber daya manusia, (6) bagaimana pendidikan dijalankan, (7) sejauh mana aktivitas riset berlangsung, dan (8) bagaimana praktik kedokteran forensik dibiayai. Saya membahas beberapa saja yang paling mendasar.</p>
<p>Istilah “kedokteran forensik” saat ini diartikan sempit menjadi “praktik otopsi untuk kepentingan pengadilan” atau “praktik otopsi yang diminta penegak hukum”. </p>
<p>Peran kedokteran forensik selain untuk penegakan hukum pidana juga dapat dimanfaatkan secara luas untuk bentuk penegakan keadilan lainnya seperti penyelesaian kasus hukum perdata, hukum administrasi, dan pemenuhan hak asasi manusia.</p>
<p>Dibanding bidang kedokteran lain praktik, kedokteran forensik dikenal memiliki kekhususan, yaitu (a) temuan kedokteran forensik ditujukan terutama untuk menjawab pertanyaan yuridis (<em>judicial questions</em>), (b) dokter memeriksa dan memberi pendapat ilmiah dengan sikap objektif, tidak bias, (c) menganalisis bukti dengan pikiran terbuka dan tidak bertujuan membuktikan tuntutan, tidak memihak (imparsial), dan bebas dari tekanan (independen).</p>
<p>Independensi dalam konteks ini diartikan “bebas dari tekanan”. Sedangkan imparsialitas diartikan bahwa dokter forensik melaksanakan tugasnya secara tidak memihak.</p>
<p>Tugas dokter forensik adalah memeriksa, melaporkan fakta, dan menyampaikan pendapat berdasarkan ilmu pengetahuan. </p>
<p>Dokter forensik tidak boleh peduli apakah laporan dan pendapatnya akan menguntungkan atau merugikan pihak yang meminta (kepolisian atau keluarga korban). Posisi ini memang unik dibandingkan praktik kedokteran biasa. </p>
<p>Meski pemerintah telah menerbitkan <a href="https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/16e064dea2d32118076e64546337ce45e9ccc8df5.pdf">Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri (No. 162/MENKES/PB/I/2010 dan No. 15 tahun 2010)</a> tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian, tampaknya aturan ini masih harus disempurnakan dan (yang paling penting) diterapkan. Kajian kami sementara ini peraturan tersebut tidak berjalan kecuali di sedikit daerah seperti DKI Jakarta.</p>
<p>Selain itu, ada kesan seolah-olah sistem pemeriksaan kematian tidak ada hubungannya dengan penegakan keadilan tapi hanya terkait masalah kesehatan (epidemiologi). Sistem pemeriksaan kematian seharusnya dilakukan secara terintegrasi untuk memberi servis kepada ketiganya: otoritas kependudukan, otoritas kesehatan, dan otoritas penegak hukum. </p>
<p>Sistem pemeriksaan kematian juga bergerak jika terjadi beberapa kematian terkait suatu intervensi bidang kesehatan (seperti vaksinasi massal) maupun kematian yang diduga terkait pekerjaan. Misalnya, kematian terkait <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20220102110137-4-303837/kemenkes-buka-suara-soal-2-anak-meninggal-usai-vaksin">vaksin</a> atau <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/73/hasil-investigasi-kejadian-ikutan-paska-pengobatan-massal-filariasis-di-kabupaten-bandung.html">obat massal</a>, kematian <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48025730"> 119 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)</a> tahun 2019, dan terakhir kasus kematian Brigadir Yosua. </p>
<p>Diskusi tentang institusi pemeriksa kematian yang independen juga kerap naik ke permukaan jika terjadi kematian pada seseorang yang tengah berada di dalam perlindungan negara atau kematian di tangan penegak hukum. Misalnya, kasus kematian <a href="https://nasional.kompas.com/read/2016/04/12/07351811/Kontroversi.Hasil.Otopsi.dan.Misteri.Kematian.Siyono.?page=all">terduga teroris Siyono tahun 2016</a> , <a href="https://nasional.tempo.co/read/1413265/polisi-masih-dalami-hasil-autopsi-6-jenazah-pengawal-rizieq-shihab">kontroversi kasus tewasnya 6 pengawal Rizieq Shihab di jalan tol km 50</a>, dan <a href="https://regional.kompas.com/read/2022/05/18/082015778/mengungkap-penyebab-kematian-tahanan-di-penjara-kompolnas-lakukan-otopsi">kematian di tahanan maupun lapas</a>. </p>
<p>Seandainya Indonesia telah memiliki sistem pemeriksaan kematian yang independen dan imparsial, maka banyak permasalahan kematian tidak perlu menjadi kontroversi dan kegelisahan masyarakat. Penegak hukum pun diuntungkan karena dapat terhindar dari tuduhan tidak profesional karena korban diperiksa oleh pihak lain yang secara institusi tidak terkait langsung dengan penegak hukum.</p>
<p>Selain itu, Indonesia belum memiliki panduan indikasi otopsi sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu kematian harus diotopsi atau tidak. Panduan tersebut bukan hanya ada di negara maju, di negara tetangga kita Malaysia pun sudah ada. </p>
<p>Kementerian Kesehatan Malaysia <a href="http://www.myhealth.gov.my/en/autopsy-medico-legal-vs-clinical/">mengeluarkan standar</a> <em>post-mortem examination</em> yang harus dilaksanakan oleh <a href="https://www.moh.gov.my/index.php/database_stores/attach_download/312/220">Government Medical Officer </a> di rumah sakit pemerintah, untuk mengetahui sebab dan cara kematian pada kematian yang terindikasi tidak wajar.</p>
<iframe title="Indikasi kematian yang membutuhkan otopsi" aria-label="Table" id="datawrapper-chart-5wH0X" src="https://datawrapper.dwcdn.net/5wH0X/2/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="961"></iframe>
<h2>Tanggung jawab negara</h2>
<p>Sistem pemeriksaan kematian adalah sistem yang dimiliki suatu negara untuk menentukan penyebab seluruh kasus kematian yang terjadi di wilayahnya. Karena, negara harus bertanggung jawab atas trauma dan kematian yang terjadi di teritorinya.</p>
<p>Indonesia belum punya sistem andal untuk kepentingan tersebut.</p>
<p>Bentuk pertanggungjawaban tersebut harus diwujudkan negara dalam bentuk sistem pemeriksaan trauma dan kematian. Sistem pemeriksaan trauma dan kematian tidak harus diterjemahkan secara sempit menjadi penyidikan oleh kepolisian, karena tidak semua trauma dan kematian terkait tindak kriminal. </p>
<p>Sebagian besar kematian justru bukan berada di wilayah tanggung jawab kepolisian, melainkan ada di ranah masalah kesehatan. Suatu kematian yang awalnya disangka akibat tindak kriminal dapat terbukti wajar, atau sebaliknya, yang semula dikira wajar ternyata terindikasi akibat kejahatan. </p>
<p>Dalam perspektif ini, suatu negara akan dinilai maju jika menjalankan fungsi pemeriksaan kematian dijalankan oleh institusi dan profesional yang independen.</p>
<p>Sebagai contoh, di <a href="https://www.cdc.gov/phlp/publications/coroner/death.html">Amerika Serikat pemeriksaan kematian dilaksanakan</a> oleh <em>coroner</em> atau <em>medical examiner</em> yang bertanggung jawab langsung kepada publik. Bahkan di banyak negara bagian jabatan <em>coroner</em> dipilih masyarakat. </p>
<p><em>Medical examiner</em> adalah dokter yang ditunjuk untuk memeriksa kematian dan menentukan sebab kematian, dan dapat juga menjalankan tugas <em>coroner</em>. Tugas mereka adalah memeriksa pada tahap awal, menyeleksi apakah kematian tersebut diduga dalam kategori cara kematian (wajar atau tidak wajar) dan perlu diotopsi atau tidak.</p>
<p>Kematian wajar hanya jika disebabkan oleh penyakit. </p>
<p>Sedangkan kematian tidak wajar ada empat, yaitu pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan <em>undetermined</em> (belum jelas karena belum diperiksa atau sudah diperiksa tapi tidak dapat disimpulkan). Setelah itu, mereka memeriksa jenazah lebih mendalam jika perlu. </p>
<p>Profesi tersebut menjalankan tanggung jawab negara untuk memenuhi rasa keadilan warga negaranya dengan cara menjawab pertanyaan “mengapa seseorang mati” dan “bagaimana cara dia mati”, selain turut berperan dalam upaya mencegah trauma dan penyakit. </p>
<p>Pengambilan kesimpulan cara kematian “wajar” tidak terlalu masalah jika kematian terjadi pada orang yang sempat dirawat di rumah sakit. Yang sulit adalah kematian terjadi di luar fasilitas kesehatan. </p>
<p>Karena itu, meski belum tentu terkait pidana, kematian di luar fasilitas kesehatan harus diperiksa. Belum tentu harus diotopsi, tapi harus diperiksa. Jika tidak diperiksa dengan baik dan dokter klinik mengeluarkan surat kematian lalu di kemudian hari ada kecurigaan tidak wajar, maka dokter tersebut menghadapi risiko dituduh menutup-nutupi kematian tidak wajar.</p>
<p>Hasil otopsi Brigadir Yosua dan kasus-kasus sejenis tidak akan menjadi kontroversi seandainya Indonesia memiliki sistem pemeriksaan kematian yang independen dan imparsial. Itulah yang kita butuhkan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188653/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yoni Syukriani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hasil otopsi Brigadir Joshua tidak akan menjadi kontroversi seandainya Indonesia memiliki sistem pemeriksaan kematian yang independen dan imparsial.Yoni Syukriani, Dosen bidang Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal dan bidang Bioetika Humaniora, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1883722022-08-16T06:51:39Z2022-08-16T06:51:39ZData Bicara: kenapa usia harapan orang Indonesia naik 80% dalam 70 tahun terakhir tapi harapan hidup sehat rendah?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/479328/original/file-20220816-2693-oq2vva.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk menyambut Hari Ulang Tahun ke-77 Indonesia, 17 Agustus.</em></p>
<p>Kemerdekaan dan pembangunan Indonesia setelah 1945 telah meningkatkan standar kehidupan penduduk secara signifikan. </p>
<p>Lima tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, usia harapan orang Indonesia dari lahir hanya sekitar 40 tahun. Artinya, pada 1950, itulah jumlah rata-rata usia yang diperkirakan pada seseorang atas dasar angka kematian pada saat itu. Tiga puluh tahun berikutnya, usia harapan hidup meningkat menjadi 57 tahun. Empat puluh tahun kemudian naik lagi di atas 70 tahun.</p>
<p>Usia penduduk Indonesia naik 81% persen dari tahun 1950 ke 2022 atau jangka 72 tahun terakhir.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10852258/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/10852258/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/10852258" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Walau ada kemajuan yang signifikan, angka itu lebih rendah dibanding negara-negara yang usia kemerdekaanya hampir sama, seperti Korea Selatan atau lebih belakangan seperti Malaysia dan Singapura.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10923287/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/10923287/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/10923287" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Usia harapan hidup merupakan indikatif utama pembangunan kesehatan, apakah pemerintah berhasil meningkatkan kesejahteraan secara umum dan derajat kesehatan secara khusus. </p>
<p>Apa saja faktor-faktor yang mendorong kenaikan harapan hidup dalam 70 tahun terakhir di Indonesia? Mengapa usia harapan hidup naik begitu signifikan, tapi usia harapan hidup sehat masih rendah? </p>
<h2>Faktor teknologi kesehatan</h2>
<p>Peneliti biostatistik dan surveilans penyakit Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Iqbal Elyazar mengatakan banyak kemajuan dalam peradaban manusia dalam setengah abad terakhir yang mendorong kenaikan usia harapan hidup penduduk di dunia. </p>
<p>Salah satunya adalah tersedianya teknologi vaksin dan farmasi yang mampu memproduksi massal dan lebih murah vaksin dan obat-obatan. Dan produk itu terbukti efektif mencegah dan mengobati penyakit menular. Misalnya vaksin polio, campak, penyakit gondok, rubella, difteri, tetanus dan lainnya. “Contoh lainnya adalah tersedianya obat malaria artemisin yang mampu membersihkan parasit malaria di pembuluh darah,” kata Iqbal, 11 Agustus 2022.</p>
<p>Sekitar tahun 1950, <a href="http://repository.upi.edu/35580/">Menteri Kesehatan pada masa Orde Lama, Johannes Leimena</a>, menyatakan bahwa malaria adalah musuh nomor satu di Indonesia. Namun setelah 60 tahun, malaria hanya menyebabkan 0,06% hilangnya waktu orang Indonesia untuk hidup sehat dan bebas dari disabilitas. </p>
<p>Teknologi lainnya, menurut Iqbal, adalah terciptanya <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20170426/1320645/cegah-malaria-kelambu-berinsektisida/">kelambu berinsektisida</a> yang melindungi manusia dari gigitan nyamuk infektif malaria. “Anak-anak bayi setidaknya terhindari dari serangan parasit yang mematikan,” ujarnya.</p>
<h2>Intervensi kesehatan ibu dan anak, layanan kesehatan, dan pembangunan ekonomi</h2>
<p>Intervensi lainnya yang meningkatkan harapan hidup, menurut Iqbal, adalah perbaikan dalam <a href="https://theconversation.com/memaksa-laki-laki-mencegah-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-95412">layanan kesehatan ibu dan anak</a>, meliputi persalinan yang aman, perbaikan nutrisi, imunisasi dan perbaikan sanitasi rumah dan kesehatan lingkungan. </p>
<p>Program <a href="https://theconversation.com/data-bicara-program-kb-turunkan-angka-kematian-ibu-dalam-50-tahun-terakhir-di-indonesia-185780">keluarga berencana juga berkontribusi</a> menurunkan angka kematian ibu. </p>
<p>Turunnya kematian meningkatkan “ledakan” jumlah penduduk. Tujuh puluh tahunan lalu, penduduk Indonesia baru sekitar 70 juta orang. Selain sistem kesehatan, sistem politik, ekonomi, dan pembangunan yang relatif stabil sejak 1970-an, sempat bergejolak pada 1998, mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Kini jumlah penduduk mencapai sekitar 275 juta jiwa. </p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10914645/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/10914645/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/10914645" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Berkat <a href="https://indonesiabaik.id/infografis/berkah-bonanzaminyak">pendapatan pemerintah yang meningkat</a>, pemerintah menambah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Jumlah rumah sakit pada 1950-an yang berjumlah kurang dari 50 unit berkembang menjadi lebih <a href="https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/biszcFRCUnVKUXNnTDZvWnA3ZWtyUT09/da_04/1">dari 3.100 unit pada 2022</a>. Belum lagi dengan keberadaan puskesmas yang semakin banyak, dari <a href="https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/05/170000479/sejarah-puskesmas-di-indonesia?page=all">sekitar 2.000 unit pada 1970-an</a> dan kini <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/08/tren-jumlah-puskesmas-di-indonesia-semakin-meningkat">lebih dari 10.200</a>, dan dekat dengan masyarakat. </p>
<p>Setiap kecamatan setidaknya punya satu puskesmas. Tenaga kesehatan yang tadinya didominasi oleh kelompok elit pada masa Perang Kemerdekaan semakin bertambah dengan dibukanya fakultas kedokteran di setiap provinsi. </p>
<p>Faktor lainnya adalah dampak ekonomi dan pembangunan yang disertai dengan dibukanya akses transportasi, informasi, ekonomi, dan mobilitas penduduk. </p>
<p>Lingkungan yang tadinya rawan dengan nyamuk malaria menjadi tergusur dan digantikan dengan pemukiman. “Keterlambatan penanganan kasus darurat dapat diminimalkan dengan adanya tenaga kesehatan di desa-desa yang jauh dari puskesmas sekaligus dengan tersedianya angkutan darurat,” kata Iqbal. </p>
<p>Dengan demikian, angka kematian akibat penyakit menular dan persalinan perlahan menurun.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10914215/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/10914215/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/10914215" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<h2>Tantangan baru: harapan hidup sehat rendah dan kesenjangan</h2>
<p>Di balik naiknya angka harapan hidup Indonesia itu, ada masalah besar yang sedang dihadapi oleh penduduknya yakni beberapa penyakit menular seperti <a href="https://theconversation.com/riset-tuberkulosis-resistan-obat-terus-mengancam-penduduk-indonesia-mengapa-terus-berulang-132278">tuberkulosis masih tinggi</a> dan <a href="https://theconversation.com/riset-terbesar-usia-harapan-hidup-orang-indonesia-naik-beban-penyakit-tidak-menular-meningkat-96901">penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, diabetes, stroke juga meningkat</a>. </p>
<p>Menurut Iqbal, ada indikator lain yang menarik untuk dilihat yaitu <a href="https://www.who.int/data/gho/indicator-metadata-registry/imr-details/66">Healthy Life Expectancy (HALE)</a>. HALE merupakan rata-rata orang akan tetap hidup dalam kondisi sehat (bebas dari penyakit, konsekuensi dari terkena penyakit dan disabilitas). </p>
<p>“Misalnya begini. Anda mungkin panjang umur tapi hidup lama dengan rasa sakit kepala, berjuang melawan kanker, terinfeksi tuberkulosis, maka kualitas hidup Anda akan berkurang,” kata Iqbal. </p>
<p>Berdasarkan data <a href="https://www.healthdata.org/indonesia">Global Burden of Disease Study 2019</a>, rata-rata angka harapan hidup sehat (HALE) Indonesia <a href="https://vizhub.healthdata.org/gbd-compare/">itu 63 tahun pada 2019</a>, lebih tinggi dibanding pada 1990 yang 56 tahun. Angka ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya seperti Jepang (74), Australia (70), Cina (69), Amerika Serikat (65), dan Brasil (65). </p>
<p>Namun jika dibandingkan dengan upaya mengatasi masalah kesehatan selama 30 tahun ini, angka harapan hidup sehat (HALE) Indonesia naik 7 tahun. HALE Cina juga naik 9 tahun dan Brasil 7 tahun.</p>
<p>Menurut Iqbal, angka ini setidaknya mengindikasikan kerja keras yang melatarbelakangi perubahan derajat kesehatan yang dramatis tersebut. “Perubahan HALE ini masih lebih dramatis dibandingkan dengan Amerika Serikat yang hanya naik 1 tahun,” ujarnya.</p>
<p>Tantangan lainnya adalah memperkecil kesenjangan kualitas hidup antara barat dan timur Indonesia. Iqbal mencontohkan di Papua <a href="https://papua.bps.go.id/indicator/26/116/1/-metode-baru-angka-harapan-hidup.html">harapan hidupnya 65 tahun</a>. Angka harapan hidup di sana lebih rendah 6 tahun dibandingkan rata-rata nasional. Angka harapan hidup di Papua kurang lebih setara dengan Papua Nugini (65 tahun) dan Afghanistan (65), negara yang dilanda konflik berkepanjangan.</p>
<p>Angka harapan hidup sehat (HALE) Papua pun hanya 57 tahun, kurang lebih sama dengan dua negara tersebut. Di Papua pada 1990, beban penyakit menular, masalah ibu dan anak serta nutrisi, lebih tinggi 60% dibandingkan dengan penyakit tidak menular. </p>
<p>Namun pada 2019, beban ini berpindah karena 40% beban penyakit tidak menular yang lebih banyak. “Perubahan beban ini setidaknya mengindikasikan perlunya intervensi kesehatan masyarakat yang bersifat lokal namun massif untuk segera menyelesaikan masalah penyakit menular, kesehatan ibu dan anak serta nutrisi,” ujar Iqbal.</p>
<p>Jadi, Indonesia perlu kerja lebih keras lagi untuk secepatnya menyelesaikan masalah penyakit infeksi, kesehatan ibu, dan anak serta nutrisi. Selain itu, memang tidak dapat dimungkiri, masalah <a href="https://theconversation.com/riset-bonus-demografi-indonesia-bisa-hangus-karena-gaya-hidup-buruk-pada-usia-muda-144020">kesehatan akibat penyakit tidak menular</a> menjadi masalah kesehatan utama Indonesia. Jika masalah tidak diatasi, hal ini menurunkan kualitas kehidupan penduduk: usia hidup harapan naik tapi didera sakit berkepanjangan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188372/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Walau ada kemajuan yang signifikan, angka itu lebih rendah dibanding negara-negara yang usia kemerdekaanya hampir sama, seperti Korea Selatan atau lebih belakangan seperti Malaysia dan Singapura.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1864672022-07-07T01:56:20Z2022-07-07T01:56:20ZMelek kematian: mengapa penting bicara tentang kematian<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/472739/original/file-20220706-19-dvpgwn.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><p>Ketika berbicara tentang kematian, kita tidak kekurangan eufemisme. </p>
<p>Ungkapan halus mungkin yang paling terkenal diilustrasikan dalam sketsa satire Monty Phyton <a href="https://www.youtube.com/watch?v=vZw35VUBdzo">mengenai kematian burung beo</a> yang tayang di BBC pada 1971. Dalam sketsa, seorang pekerja toko hewan peliharaan bersikeras kepada pelanggan bahwa burung beo barunya “tidak mati tapi beristirahat, tercengang, merindukan <em>fjord</em> (perairan yang panjang, dalam, dan sempit, terletak di lembah berbentuk U dengan dinding batu yang curam pada dua sisinya), melompat-lompat di punggungnya, kemudian lelah dan habis tenaga setelah lama mengoceh”. </p>
<p>Pelanggan menjawab: “Ini adalah mantan burung beo, meninggal, berputih tulang, berkalang tanah, mati, pergi, tidak ada lagi, sudah tidak ada lagi. Sudah menghembuskan napas terakhir dan pergi untuk melihat pembuatnya, ini adalah kehilangan kehidupan, burung beo yang sudah tiada dan beristirahat dalam damai.”</p>
<p>Berbicara secara terbuka tentang kematian – dan sekarat – bisa jadi sulit. Orang yang pernah merawat seseorang yang sekarat <a href="https://assets.researchsquare.com/files/rs-1650107/v1/f84db744-7a76-423a-8ea3-229b77571ea7.pdf?c=1652898598">menunjukkan</a> bahwa mereka merasa dapat terlibat lebih mudah dengan perilaku ini. Pengalaman mereka membantu mereka mengatasi hambatan yang begitu banyak dari yang kita rasakan ketika memikirkan kematian.</p>
<p>Mampu berbicara tentang kematian, sekarat, dan kehilangan adalah aspek penting dari apa yang disebut oleh psikolog dan spesialis perawatan paliatif sebagai “<a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/09699260.2015.1103498?%20casa_token=Y0-duT4fGRUAAAAA:nnknAuKt4fwgtmtY1PUNzl2HiLLW92buHT27QzoxIriaQyQwWJA5rhNy6Vrhi3aeQoi7GuoBBwdR">melek kematian (<em>death literacy</em>)</a>”. Ini adalah pengetahuan praktis tentang cara mendapatkan akses, memahami, dan membuat pilihan berdasarkan informasi tentang pilihan perawatan akhir kehidupan dan kematian. Ini secara langsung membentuk keputusan yang kita buat tentang perawatan yang kita terima serta kemampuan kita untuk merawat orang lain.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Man and woman sit on a park bench talking" src="https://images.theconversation.com/files/471573/original/file-20220629-14-f4xreq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/471573/original/file-20220629-14-f4xreq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/471573/original/file-20220629-14-f4xreq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/471573/original/file-20220629-14-f4xreq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/471573/original/file-20220629-14-f4xreq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/471573/original/file-20220629-14-f4xreq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/471573/original/file-20220629-14-f4xreq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Orang menemukan kesulitan untuk berbicara tentang kematian.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/grandmother-young-guy-formal-clothes-have-1654422859">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hasil sensus <a href="https://www.ons.gov.uk/releases/initialfindingsfromthe2021censusinenglandandwales">Inggris tahun 2021</a> menunjukkan bahwa ada proporsi yang lebih besar dari orang tua dalam masyarakat kita daripada dekade sebelumnya. Dengan populasi yang menua, tentu saja, muncul <a href="https://www.nisra.gov.uk/sites/nisra.gov.uk/files/publications/NPP18_Bulletin.pdf">jumlah kematian yang lebih tinggi</a> dan <a href="https://bmcmedicine.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12916-017-0860-2">tekanan pada sistem perawatan kesehatan</a>.</p>
<h2>Mengapa kita tidak berbicara tentang kematian</h2>
<p>Kami melakukan <a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-022-13319-1#Tab2">survei online</a> pada 2019. Dalam survei ini, 381 orang dewasa di Irlandia Utara ditanyai apa yang mencegah mereka berbicara lebih banyak tentang kematian dan sekarat.</p>
<p>Kami menemukan bahwa orang merasa tidak siap untuk berbicara tentang kematian. Ketika berbicara dengan orang lain tentang situasi orang itu, mereka khawatir mereka mungkin mengatakan hal yang salah, atau tidak dapat membantu orang itu mengelola emosi yang muncul dalam diskusi ini. Seperti yang dikatakan seorang perempuan:</p>
<blockquote>
<p>Kadang-kadang Anda ingin menghindari membuat seseorang kesal meski Anda tahu akan baik bagi mereka untuk berbicara.</p>
</blockquote>
<p>Sebaliknya, ketika ditanya apa yang akan mendorong mereka untuk berbicara lebih banyak tentang kematian dan sekarat, seorang remaja putri menyarankan:</p>
<blockquote>
<p>Ketika Anda membandingkan polaritas antara kelahiran dan kematian, seberapa banyak hal itu diakui, itu aneh. Kematian adalah bagian besar dari kehidupan … Jika kita semua bisa merangkulnya dan membawa rasa kebersamaan dan persahabatan padanya, itu tidak akan menjadi gelap dan menakutkan.</p>
</blockquote>
<h2>Apa itu literasi kematian?</h2>
<p>Pada 2021 <a href="https://pureadmin.qub.ac.uk/ws/portalfiles/portal/258568549/public_attitudes_to_death_and_dying_report_final.pdf">kami mensurvei</a> 8.077 orang dewasa di Inggris Raya. Hasil survei menunjukkan bahwa pada hari-hari terakhir kehidupan mereka, prioritas utama bagi kebanyakan orang adalah bebas dari rasa sakit dan gejala lainnya, berada di antara orang-orang terkasih, dan mempertahankan martabat dan rasa hormat.</p>
<p>Meski demikian, sebagian besar <a href="https://pureadmin.qub.ac.uk/ws/portalfiles/portal/258568549/public_attitudes_to_death_and_dying_report_final.pdf">melaporkan</a> tidak berbicara dengan siapa pun tentang keinginan mereka.</p>
<p>Kita tahu bahwa ketika kesehatan seseorang menurun, ada risiko bahwa mereka mungkin kehilangan kapasitas untuk membuat keputusan penting tentang perawatan akhir hidup dan kematian mereka. Jadi, kemampuan untuk berbicara sebelumnya sangat penting.</p>
<p>Ada beberapa aspek untuk memberdayakan orang menjadi <a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/09699260.2015.1103498?casa_token=Y0-duT4fGRUAAAA:nnknAuKt4fwgtmtY1PUNzl2HiLLW92buHT27QzoxIR">melek kematian</a>. Berbicara tentang kematian itu penting, tapi orang juga membutuhkan keterampilan dan pengetahuan lain untuk memberikan dukungan praktis seputar akhir hidup dan mati.</p>
<p><a href="https://assets.researchsquare.com/files/rs-1650107/v1/f84db744-7a76-423a-8ea3-229b77571ea7.pdf?c=1652898598">Kami menemukan</a> bahwa orang-orang di Inggris sering tidak mengetahui caranya untuk menggunakan sistem kesehatan di akhir kehidupan atau pilihan pemakaman untuk diri mereka sendiri atau orang lain. <a href="https://pureadmin.qub.ac.uk/ws/portalfiles/portal/258568549/public_attitudes_to_death_and_dying_report_final.pdf">Hampir setengah</a> dari Inggris Raya
responden yang kami ajak bicara melaporkan bahwa mereka tidak tahu di mana menemukan informasi tentang bagaimana merencanakan perawatan di akhir hayat. Dan <a href="https://pureadmin.qub.ac.uk/ws/portalfiles/portal/258568549/public_attitudes_to_death_and_dying_report_final.pdf">lebih dari setengah</a> dari orang-orang yang kami survei tidak tahu di mana menemukan dukungan duka.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Man holds the hand of an older woman resting in bed" src="https://images.theconversation.com/files/469047/original/file-20220615-11210-qlan0j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/469047/original/file-20220615-11210-qlan0j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/469047/original/file-20220615-11210-qlan0j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/469047/original/file-20220615-11210-qlan0j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/469047/original/file-20220615-11210-qlan0j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/469047/original/file-20220615-11210-qlan0j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/469047/original/file-20220615-11210-qlan0j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kepedulian dari masyarakat diperlukan untuk orang-orang di akhir hayatnya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/senior-man-holding-hand-his-ill-419729023">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Spesialis kesehatan masyarakat, termasuk badan amal Inggris <a href="https://compassionate-communitiesuk.co.uk/">Compassionate Communities</a>, semakin menyadari bahwa kematian, sekarat, dan kehilangan adalah pusat dan tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial. Dengan kata lain, mereka tidak terjadi dalam ruang hampa. Mereka, seperti sosiolog kesehatan masyarakat <a href="https://theccexchange.ca/system/files/post_files/2013%20-%20Compassionate%20communities%20end%20of%20life%20care%20as%20%20responsibility_0.pdf%20semua%20orang">Prof Allan Kellehear</a> mengingatkan kita, “tanggung jawab semua orang”.</p>
<p>Siapa pun yang mendekati akhir hidupnya, atau merawat seseorang yang sekarat atau berduka karena kehilangan orang yang dicintai membutuhkan dukungan. Dan itu adalah <a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/09581590601156365?casa_token=Mnw1MfowIj8AAAAA:78AMwVVYKRSHOgKG0HCvPOBcIpWIt_mAROn9PXOOVMY753Lht1vmJY9vdeAqWNOGx0R3DTyLHSAG">pendekatan kesehatan masyarakat baru</a> oleh penyedia layanan kesehatan yang bekerja bersama-sama dengan komunitas keluarga, teman, dan tetangga yang melek kematian.</p>
<p>Para peneliti memperkirakan pada 2040 sebagian besar kematian <a href="https://pureadmin.qub.ac.uk/ws/files/247256865/Population_Based_Projections_of_Place_of_Death_for_Northern_Ireland_by_2040_PMHCOJ_6_140_1.pdf">akan terjadi</a> baik di rumah atau di panti jompo. Memberdayakan orang untuk mengadvokasi perawatan akhir hayat mereka sendiri serta untuk merawat orang-orang di sekitar mereka, tidak pernah lebih penting.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/186467/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lisa Graham-Wisener tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menghindari berbicara tentang kematian tidak akan menghilangkan kematian itu.Lisa Graham-Wisener, Lecturer of Health Psychology, Queen's University BelfastLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1790242022-03-11T06:31:08Z2022-03-11T06:31:08ZDelapan perubahan yang perlu dilakukan dunia untuk hidup bersama COVID<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/451513/original/file-20220311-15-1y69ayk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Andy Rain/EPA-EFE</span></span></figcaption></figure><p>Seiring berkurangnya penyebaran COVID varian omicron, banyak orang yang meminta <a href="https://www.ft.com/content/749e3731-b702-4f1f-8d18-1408fbd8e3d7">kembali ke keadaan normal</a></p>
<p>Pemerintah pun mulai bertindak. Inggris, misalnya, <a href="https://www.gov.uk/government/publications/covid-19-response-living-with-covid-19">menghapus</a> kebijakan pengukuran kesehatan masyarakat yang tersisa, termasuk isolasi mandiri wajib kasus COVID dan tes gratis. </p>
<p>Namun, kebenaran yang tak terhindarkan adalah – kecuali virus bermutasi ke bentuk yang lebih ringan – kehidupan “normal” yang kita jalani akan lebih pendek dan lebih menyakitkan daripada sebelumnya. </p>
<p>Manusia telah menambahkan satu penyakit baru yang signifikan di tengah-tengah populasi dunia. COVID sering dibandingkan dengan flu, seolah-olah menambahkan beban yang setara dengan flu ke populasi itu baik-baik saja (tentu tidak). Faktanya, COVID telah dan <a href="https://www.cdc.gov/flu/symptoms/flu-vs-covid19.htm">tetap lebih buruk</a>. Tingkat kematian akibat infeksi COVID – proporsi orang yang meninggal begitu mereka tertular – awalnya sekitar sepuluh kali lebih tinggi daripada flu. </p>
<p>Perawatan, vaksin, dan infeksi COVID sebelumnya telah menurunkan tingkat kematian, tapi masih <a href="https://twitter.com/jburnmurdoch/status/1492138139103768576?s=20&t=DTZdTo35oB9MqDYLY1RpLQ">hampir angkanya dua kali lebih tinggi</a> dibanding flu. Ya, ini pun masih berlaku untuk omicron.</p>
<p>Dampaknya kemudian diperparah karena COVID jauh lebih mudah menular. Ini juga memiliki dampak jangka panjang yang serupa atau lebih buruk pada <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-022-01689-3.pdf">jantung</a>, <a href="https://%20www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0012369220348686">paru-paru</a> dan <a href="https://www.bmj.com/content/376/bmj-2021-068993">kesehatan mental</a> dibandingkan penyakit pernapasan lainnya. Tingkat <a href="https://journals.plos.org/plosmedicine/article?id=10.1371/journal.pmed.1003773">gejala jangka panjang atau dikenal dengan <em>long COVID</em></a> juga lebih tinggi. </p>
<p>Vaksin sangat efektif dalam mengurangi tingkat keparahan penyakit dan kematian, tapi tidak sempurna. Varian baru telah menguji pertahanan vaksin. Pertahanannya terhadap infeksi – khususnya terhadap gejala yang tak terlalu parah – <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data%20/file/1054071/vaccine-surveillance-report-week-6.pdf">juga berkurang setelah</a> beberapa bulan.</p>
<p>Meski baru sebagian dari kita terlindung dari keparahan gejala dan kematian, upaya untuk kembali normal di Inggris, Denmark, dan Norwegia tetap mengakibatkan banyak orang menghadapi infeksi berulang COVID selama beberapa tahun mendatang. </p>
<p>Sebagian besar mungkin akan bertahan, tapi beberapa orang lainnya akan mati. Akan lebih banyak lagi orang dengan kondisi kesehatan yang buruk dalam waktu yang lama. </p>
<p>Orang-orang yang terinfeksi dengan gejala ringan pun masih membutuhkan cuti kerja ataupun izin sakit. Seperti yang telah kita lihat dengan omicron, efek karena begitu banyak orang yang tidak masuk bekerja atau libur sekolah karena sakit bisa <a href="https://www.independent.co.uk/news/uk/home-news%20/teachers-absent-england-omicron-b1991010.html">sangat mengganggu</a>.</p>
<p>Singkatnya, tidak akan ada lagi dunia sebelum 2020. Kita mungkin menginginkannya, tapi kondisi itu tak akan kembali. </p>
<h2>Bagaimana hidup setelah COVID</h2>
<p>Selama 150 tahun terakhir, kesehatan masyarakat telah berkembang pesat. Angka kematian akibat kekurangan gizi, penyakit menular, penyakit lingkungan, merokok, hingga kecelakaan lalu lintas, sudah jauh berkurang. </p>
<p>Untuk masalah komunal, kita telah mengembangkan solusinya. Mulai dari vaksin hingga pengendalian polusi, perokok pasif, perilaku mengemudi yang berbahaya, dan penyakit lainnya. </p>
<p>Sungguh aneh ketika kita malah mau membalikkan seluruh kemajuan itu dengan menerima penyakit baru yang serius seperti COVID tanpa berusaha secara aktif untuk menguranginya. </p>
<p>Kabar baiknya, kita bisa menguranginya. Kita harus merelakan bahwa kondisi dunia telah berubah dengan langkah adaptasi berdasarkan apa yang telah kita pelajari dari dua tahun terakhir. Berikut adalah delapan perubahan utama yang dapat mengurangi dampak COVID di masa depan:</p>
<p><strong>1. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0013935121004837">Di luar ruangan cukup aman.</a></strong> Mari kita buat udara dalam ruangan sama seperti di luar ruangan. Butuh modal besar agar <a href="https://www.independent.co.uk/life-style/health-and-families/covid-airborne-spread-how-to-prevent-b1993267.html">agar infrastruktur kita</a> memiliki ventilasi, penyaringan, pembersihan udara yang layak. Ini bukan hal yang sederhana, tapi juga tidak serumit pengaliran air bersih dan distribusi listrik ke rumah-rumah. Kita tahu bagaimana melakukannya dan itu akan efektif melawan varian masa depan dan penyakit apa pun yang menular melalui udara.</p>
<p><strong>2. Vaksin tetap penting.</strong> Kita perlu <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-01242-1">memvaksinasi dunia</a> sesegera mungkin untuk menyelamatkan nyawa dan memperlambat munculnya varian baru. Kita juga harus terus bekerja <a href="https://www.independent.co.uk/news/world/americas/us-politics/fauci-super-vaccine-covid-omicron-b1990899.html">menuju vaksin</a> yang lebih tahan lama dan kebal terhadap lebih banyak varian.</p>
<p><strong>3. Kita telah belajar bahwa bertindak cepat daripada belakangan sangat penting untuk menahan wabah dan mencegah penyebaran ke negara lain.</strong> Jadi kita perlu berinvestasi dalam <a href="https://twitter.com/WHO/status/1488518662021685256?s=20&t=uUtg93YVDdUslgVd6SQQ6g">pemantauan berskala global</a> untuk varian COVID baru dan penyakit menular baru lainnya.</p>
<p><strong>4. Banyak negara telah memiliki mekanisme surveilans rutin untuk penyakit menular (seperti <a href="https://ukhsa.blog.gov.uk/2020/01/09/flu-detectors/">flu</a> dan <a>campak</a>) serta rencana untuk meredam dampaknya.</strong> Negara-negara perlu menambahkan COVID ke program pengawasan rutin yang ada. Tujuannya untuk melacak sebaran penularan COVID, dan di komunitas mana.</p>
<p><strong>5. Kita masih tahu terlalu sedikit tentang dampak jangka panjang dari COVID.</strong> Kita memang mengetahui penyakit ini berisiko menyebabkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10408363.2020.1860895">kerusakan organ dalam jangka panjang</a> dan <em>long COVID</em>. Kita perlu bekerja lebih keras untuk memahami, mencegah, dan menangani dampak ini.</p>
<p><strong>6. Banyak sistem kesehatan <a href="https://www.proquest.com/docview/2347494198?pq-origsite=gscholar&fromopenview=true">sudah berjuang</a> sebelum COVID menyerang, dan sejak itu <a href="https://inews.co.uk/news/health/nhs-staff-quit-record-numbers-ptsd-covid-pandemic-trauma-1387115">ketahanannya semakin menipis </a> oleh pandemi.</strong> Investasi dalam sistem kesehatan sangat dibutuhkan, terutama di musim dingin di mana beban tambahan COVID akan sangat terasa.</p>
<p><strong>7. COVID telah menyerang begitu keras pada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7298201/">orang-orang yang paling rentan</a>.</strong> Mereka yang tak mampu mengisolasi diri juga lebih cenderung <a href="https://jech.bmj.com/content/early/2021/10/12/jech-2021-217076">bekerja di luar rumah, menggunakan transportasi umum</a> dan tinggal di <a href="https://wellcomeopenresearch.org/articles/6-347">perumahan yang penuh sesak</a> – semua faktor risiko untuk tertular virus. Peningkatan paparan, ditambah dengan tingkat vaksinasi yang lebih rendah serta kesehatan yang lebih buruk di antara kelompok yang kurang beruntung, akan mengarah ke <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandsocialcare/conditionsanddiseases/articles/coronaviruscovid19latestinsights/deaths#deaths-by-%20status%20vaksinasi">hasil yang lebih buruk</a> jika terinfeksi. Negara-negara perlu berinvestasi lebih banyak dalam mengurangi ketimpangan: di bidang kesehatan, perumahan, tempat kerja, pembayaran sakit dan pendidikan. Ini akan membuat kita semua lebih siap menghadapi wabah di masa depan, perburukan kondisi kesehatan, dan kematian.</p>
<p><strong>8. Terakhir, masih akan ada <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/who-chief-scientist-pandemic-has-not-ended-more-variants-expected-2022%20-02-11/">gelombang infeksi COVID pada masa depan</a>.</strong> Hal-hal di atas hanya akan mengurangi frekuensi dan skalanya. Kita perlu memiliki rencana untuk menghadapinya. Sistem pengawasan nasional yang sangat baik akan mempercepat identifikasi, dan memahami berapa banyak penyakit yang disebabkan dan kekebalan yang dihindari. Semuanya akan meningkatkan ketepatan respons, misalnya, dengan meningkatkan deteksi, mewajibkan pemakaian masker, dan bekerja dari rumah jika diperlukan. </p>
<p>Rencana semacam itu seharusnya memungkinkan kita untuk menghindari karantina wilayah (<em>lockdown</em>) yang lama dan meluas. Penolakan untuk belajar hidup bersama COVID dengan berpura-pura mengakui kondisi ‘normal lama’ adalah risiko terbesar yang memungkinkan <em>lockdown</em> diterapkan kembali.</p>
<p>Kita perlu beralih dari tahap penolakan, dan kemarahan, kesedihan. Kita harus menerima bahwa kondisi dunia sekarang sudah berbeda. Setelah itu, kita dapat memegang stir untuk merancang cara hidup yang lebih tahan untuk terhadap virus sambil memungkinkan kita semua – termasuk yang rentan secara klinis – untuk menjalani hidup yang lebih bebas dan lebih sehat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/179024/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Christina Pagel is a member of Independent Sage.</span></em></p>Menolak untuk belajar hidup dengan COVID dengan berpura-pura ada normal lama sebenarnya adalah risiko terbesar untuk penguncian pada masa depan.Christina Pagel, Professor of Operational Research, Director of the UCL Clinical Operational Research Unit, UCLLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1721512021-11-26T03:28:05Z2021-11-26T03:28:05ZJika diterapkan dengan baik, penutupan sekolah dan tempat kerja selama setahun pandemi di Jakarta bisa hemat hingga Rp 480 triliun<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/432565/original/file-20211118-17-oh5zze.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Warga melintas di depan mural COVID-19 di Jakarta, 2 November 2021. Pemerintah Jakarta melonggarkan pembatasan kegiatan masyarakat termasuk di sekolah dan tempat kerja.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1635839115">ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc</a></span></figcaption></figure><p>Sejak pandemi COVID-19 menghantam hampir seluruh dunia, <a href="https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-guidance-publications">Badan Kesehatan Dunia (WHO)</a> merekomendasikan pemerintah menerapkan kebijakan menjaga jarak fisik melalui penutupan sekolah dan tempat kerja untuk mencegah penularan virus corona yang lebih luas. Kedua tempat itu merupakan pusat pertemuan banyak orang selama berjam-jam dengan berbagai aktivitas sehingga menaikkan risiko penularan.</p>
<p>Pertanyaannya: sebenarnya berapa biaya yang bisa dihemat dan kematian yang bisa dicegah dari kebijakan menutup sekolah dan tempat kerja?</p>
<p><a href="https://www.mdpi.com/2306-5729/5/4/98">Riset pemodelan kami</a>, dengan menggunakan data sekunder dan kebijakan pemerintah di provinsi Jakarta per Maret 2020, menunjukkan penutupan sekolah dan tempat kerja selama delapan minggu ketika sedang terjadi puncak gelombang pandemi diperkirakan bisa menghemat hampir US$ 34 miliar atau sekitar Rp 480 triliun dalam setahun, jika diikuti partisipasi tinggi dari masyarakat. Dalam durasi yang sama, dua kebijakan itu bisa mencegah sekitar 250 ribu kematian terkait COVID-19. </p>
<p>Dari studi ini, dalam konteks pengendalian pandemi, memperpanjang durasi penutupan sekolah dan tempat kerja akan meningkatkan penghematan dan jumlah kematian yang bisa dihindari. Walau level <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">vaksinasi di Indonesia kini makin meningkat</a>, kebijakan itu tetap relevan selama pandemi ini belum sepenuhnya bisa dikendalikan baik pada level nasional maupun global. </p>
<h2>Biaya langsung dan tidak langsung</h2>
<p>Salah satu perdebatan dalam kebijakan terkait pencegahan COVID-19 adalah apakah sebaiknya pemerintah fokus pada kesehatan, ekonomi atau kedua-duanya bisa berjalan beriringan. Praktiknya, jika pemerintah hanya fokus pada pemulihan ekonomi, angka kasus makin tinggi dan risiko kematian makin meningkat karena aktivitas ekonomi dan sosial longgar. Sebaliknya, jika pemerintah fokus pada kesehatan, dengan membatasi pergerakan orang, dampak ekonominya juga terasa. </p>
<p>Yang luput adalah perbandingan biaya pandemi dan dampak dari sebuah kebijakan, baik ada intervensi maupun tidak ada intervensi. Riset ini mengisi kekosongan studi terkait hal tersebut.</p>
<p>Secara umum ada ada dua jenis biaya terkait mitigasi pandemi COVID-19. Biaya pertama terkait langsung dengan perawatan kesehatan seperti biaya rawat jalan, perawat rumah sakit <em>non-intensive care unit</em> (non-ICU), dan perawatan di ICU. Sedangkan biaya tidak langsung meliputi produktivitas yang hilang karena sakit dan kematian akibat COVID-19. </p>
<p>Riset ini memperkirakan biaya dan dampak dari strategi alternatif (penutupan sekolah dan tempat kerja) untuk mitigasi COVID-19 di Jakarta. Kami membandingkan <em>baseline</em> atau keadaan tanpa intervensi apa pun dengan adanya intervensi berupa penutupan total sekolah dan tempat kerja pada skenario selama 2, 4 dan 8 minggu. Dari penutupan beberapa minggu itu kemudian diproyeksikan biayanya dan kematian yang bisa dicegah dalam setahun.</p>
<p>Untuk memperkirakan total biaya pandemi dari semua skenario, kami memperhitungkan biaya perawatan kesehatan, biaya penutupan sekolah, dan produktivitas yang hilang karena penutupan tempat kerja dan sakit. Selain biaya, kematian yang dihindari dianggap sebagai ukuran dampak dari kebijakan. </p>
<p>Parameter yang digunakan untuk menghitung di antaranya upah per hari, periode infeksi, angka reproduksi penularan virus, masa inkubasi virus, tingkat kematian, ongkos perawatan, produktivitas yang hilang saat dirawat dan parameter lain yang relevan. Sejumlah parameter ini mempengaruhi jumlah biaya pandemi dan kematian yang bisa dihindari. </p>
<p>Untuk <em>baseline</em>, biaya rawat jalan per hari adalah US$ 24,2, lalu perawatan di rumah sakit US$ 162,11 per hari dan perawatan di ICU US$ 219,15. Angka ini merujuk pada ongkos serupa pada <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/view/36111">perawatan pasien tuberkulosis paru</a> di Indonesia.</p>
<p>Pada level <em>baseline</em> atau tanpa penutupan sekolah dan tempat kerja, peneliti berasumsi bahwa wabah ini akan bertambah kasusnya dan kemudian menurun kasusnya secara alamiah setelah semua orang rentan terserang penyakit ini. Angka populasi sekitar <a href="https://jakarta.bps.go.id/dynamictable/2019/09/16/58/jumlah-penduduk-provinsi-dki-jakarta-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-2018-.html">10,5 juta penduduk Jakarta</a> digunakan untuk mensimulasi dampak dari serangan penyakit ini pada saat sekolah dan tempat kerja ditutup selama 2, 4, dan 8 minggu. </p>
<h2>Penghematan biaya dan kematian lebih sedikit</h2>
<p>Tanpa ada intervensi apa pun, kami memperkirakan jumlah pasien yang dirawat jalan hampir 600 ribu orang, dirawat di rumah sakit sekitar 165 ribu, dirawat di ICU sekitar 335 ribu dan kematian sekitar 328 ribu, selama setahun. </p>
<p>Dengan intervensi penutupan sekolah dan tempat kerja selama 8 minggu, angka pasien rawat jalan sekitar 64 ribu, perawatan di rumah sakit hampir 20 ribu, masuk ICU hampir 42 ribu dan kematian hampir 78 ribu.</p>
<iframe title="Penutupan sekolah dan tempat kerja 8 minggu lebih hemat " aria-label="Split Bars" id="datawrapper-chart-0Qnqv" src="https://datawrapper.dwcdn.net/0Qnqv/3/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="321"></iframe>
<iframe title="Penutupan sekolah dan tempat kerja 8 minggu bisa mencegah kematian lebih banyak" aria-label="Bar Chart" id="datawrapper-chart-POpn3" src="https://datawrapper.dwcdn.net/POpn3/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="241"></iframe>
<p>Sementara itu, dari total biaya mitigasi yang diperlukan terdapat perbedaan signifikan antara ada intervensi penutupan sekolah-tempat kerja dan tanpa intervensi. Tanpa ada intervensi, biaya perawatan mencapai US$ 1,7 miliar dan produktivitas yang hilang sekitar US$ 48 miliar, sehingga totalnya mencapai hampir US$ 50 miliar.</p>
<p>Sebaliknya, saat ada intervensi penutupan sekolah dan tempat kerja selama 8 minggu, total biaya mitigasi pandemi mencapai US$ 16 miliar, selisih hampir 32% dibanding tanpa intervensi. Rinciannya biaya perawatan kesehatan sekitar US$ 210 juta (seperdelapan dari tanpa intervensi), ongkos penutupan sekolah US$ 83 juta, produktivitas yang hilang akibat penutupan tempat kerja US$ 4,4 miliar dan produktivitas yang hilang karena COVID-19 US$ 11 miliar (sekitar seperempat dari tanpa invervensi). Kabar baiknya lainnya, intervensi ini bisa mencegah kematian 250 ribu kasus. </p>
<p>Saat diproyeksikan setahun, penutupan sekolah dan tempat kerja selama 8 minggu berpotensi menurunkan jumlah perawatan pasien di rumah sakit 88% dan kematian 76%. Hasil riset ini senada dengan riset sebelumnya di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22312137/">Kanada</a> bahwa penutupan sekolah dapat menurunkan jumlah kasus pandemi influensa antara 28-52%. Di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18401408/">Prancis</a>, liburan sekolah rutin mampu mencegah 16-18% kasus flu musiman. Hal serupa juga bisa terjadi di <a href="https://journals.plos.org/ploscompbiol/article?id=10.1371/journal.pcbi.1002425">Inggris</a>. </p>
<h2>Kebijakan yang terukur</h2>
<p>Dari riset ini bisa kita ketahui bahwa intervensi non-farmakologi dapat dipertimbangkan oleh pengambil keputusan untuk mengurangi risiko pandemi dari perspektif ekonomi, apalagi saat vaksinasi belum mencapai target minimal dan obatnya masih dalam tahap riset.</p>
<p>Walau kasus harian COVID <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">di Indonesia saat ini relatif rendah</a>, risiko penularan tetap tinggi karena masih <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">ada 35%</a> dari target vaksinasi yang belum menerima vaksin satu dosis pun. Dengan demikian, penutupan tempat kerja dan sekolah tetap relevan diambil dalam skala provinsi, kabupaten atau skala sekolah jika memang ditemukan cukup bukti level penularan virus cukup tinggi. </p>
<hr>
<p><em>Artikel ini terbit atas kerja sama The Conversation Indonesia dan Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172151/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Auliya A. Suwantika tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dari riset ini bisa kita ketahui bahwa intervensi non-farmakologi dapat dipertimbangkan oleh pengambil keputusan untuk mengurangi risiko pandemi dari perspektif ekonomi.Auliya A. Suwantika, Lecturer, Faculty of Pharmacy, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1622552021-06-15T12:16:53Z2021-06-15T12:16:53ZKasus COVID-19 dan kematian di Asia Tenggara meningkat tajam, apa penyebabnya?<p>Dalam beberapa pekan terakhir, jumlah kasus COVID-19 di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara menunjukkan tren <a href="https://time.com/6046172/southeast-asia-covid/">peningkatan</a>. </p>
<p>Untuk melihat dinamika pandemi di Asia Tenggara, kita melihat parameter kenaikan jumlah kasus baru dan kematian dalam periode tertentu.</p>
<p>Thailand sepanjang April 2021 mencatatkan <a href="http://ourworldindata.org">kenaikan kasus 8 kali lipat</a> pada pertengahan bulan tersebut (perhitungan rerata 7 hari untuk kasus baru harian). Kasus di <a href="http://ourworldindata.org">Malaysia</a> juga meningkat lebih dari dua kali lipat untuk rerata 7 hari kasus baru harian per sejuta penduduk sepanjang kurun 1 Mei (94,2 per sejuta penduduk) hingga 1 Juni (236,46 per sejuta). </p>
<p>Dengan total penduduk hampir 10 kali lipat Malaysia, kasus di <a href="http://ourworldindata.org">Indonesia</a> belum naik secara signifikan pada parameter kenaikan kasus ini untuk kurun 1 Mei (18,85 kasus baru per sejuta) hingga 30 Mei (21,32 kasus baru per sejuta). </p>
<p>Namun, Indonesia juga mulai menunjukkan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210522072033-20-645550/kasus-covid-indonesia-merangkak-naik-usai-lebaran">tren peningkatan kasus</a>) dengan ledakan sporadis di beberapa daerah seperti <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5593625/makin-gawat-kasus-corona-di-kudus-naik-30-x-lipat-sepekan-terakhir">Kudus (Jawa Tengah)</a>, <a href="https://kabar24.bisnis.com/read/20210520/15/1395981/kasus-covid-19-melonjak-tajam-jokowi-sentil-pemda-riau">Riau</a>, <a href="https://www.youtube.com/watch?v=OxajHxXEn40">Bangkalan (Jawa Timur), dan Bandung (Jawa Barat)</a>. </p>
<p>Di Jawa Tengah, Demak yang bertetangga dengan Kudus juga telah ikut menunjukkan <a href="https://jateng.inews.id/berita/covid-19-di-demak-melonjak-puluhan-desa-lockdown-mikro-dan-objek-wisata-religi-ditutup">lonjakan kasus</a>. Menteri Kesehatan Indonesia memperkirakan peningkatan kasus ini akan terus terjadi <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/05/31/16555851/menkes-prediksi-kenaikan-kasus-covid-19-capai-puncak-pada-akhir-juni-2021?page=all">hingga 5–7 minggu</a> setelah Lebaran.</p>
<p>Peningkatan kasus ini berisiko meningkatkan angka kematian. </p>
<h2>Penyebab meningkat</h2>
<p>Saya mencatat dua faktor utama yang menyebabkan angka kasus-kasus COVID-19 di sejumlah negara meningkat.</p>
<p>Faktor pertama, meningkatnya pergerakan, aktivitas, dan interaksi penduduk. Jika kita mengambil parameter transportasi publik dan tempat kerja (perkantoran dan pabrik), secara konsisten terlihat bahwa peningkatan jumlah kasus selalu didahului oleh peningkatan aktivitas dan pergerakan manusia. </p>
<p>Peningkatan kasus secara drastis di Thailand pada April 2021 didahului dengan peningkatan aktivitas di tempat kerja yang mencapai puncaknya sejak pandemi pada <a href="http://ourworldindata.org">Maret 2021</a>. </p>
<p>Di Malaysia dan Indonesia sebagian besar masyarakatnya merayakan Idul Fitri Mei lalu serta menjunjung tinggi budaya mudik. Peningkatan kasus saat ini tidak terlepas dari pergerakan manusia sepanjang Lebaran Mei 2021.</p>
<p>Dalam konteks ini, peningkatan kasus juga terkait sangat erat dengan upaya pemulihan aktivitas perekonomian yang hancur sepanjang 2020. </p>
<p>Di Malaysia, dari 9.316 kasus baru sepanjang Februari hingga April 2021, <a href="https://codeblue.galencentre.org/2021/05/07/factories-open-during-mco-despite-contributing-more-covid-19-clusters/#:%7E:text=Percentage%20of%20Covid%2D19%20Clusters%20in%20Malaysia%20by%20Place&text=Community%20spread%20formed%2015.29%20per,day%20the%20clusters%20were%20announced.">lebih separuhnya (59%)</a> ditemukan di kalangan pekerja pabrik dan pekerja bangunan.</p>
<p>Kedua, faktor varian baru virus corona. Munculnya varian-varian baru dengan daya tular tinggi dan kemampuan menembus sistem imun (<em>immune evasiveness</em>) memberi kontribusi signifikan dalam gelombang penularan terbaru yang jauh lebih tinggi daripada gelombang-gelombang sebelumnya, seperti <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-01059-y">gelombang besar di India</a>. </p>
<p>Dari keempat varian yang harus diwaspadai, <a href="https://www.who.int/en/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants/">yang ditetapkan WHO</a> yakni <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Lineage_B.1.1.7">Alpha (B.1.1.7)</a>, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Lineage_B.1.351">Beta (B.1.351)</a>, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Lineage_P.1#Detection">Gamma (P.1)</a>, dan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Lineage_B.1.617">Delta (B.1.617.2)</a>), semuanya telah ditemukan di Asia Tenggara, terutama di <a href="https://cov-spectrum.ethz.ch/explore/Malaysia/AllSamples/AllTimes/variants/json=%7B%22variant%22%3A%7B%22name%22%3A%22B.1.617.2%22%2C%22mutations%22%3A%5B%5D%7D%2C%22matchPercentage%22%3A1%7D">Malaysia</a>, <a href="https://cov-spectrum.ethz.ch/explore/Thailand/AllSamples/AllTimes/variants/json=%7B%22variant%22%3A%7B%22name%22%3A%22B.1.617.2%22%2C%22mutations%22%3A%5B%5D%7D%2C%22matchPercentage%22%3A1%7D">Thailand</a>, <a href="https://cov-spectrum.ethz.ch/explore/Philippines/AllSamples/AllTimes/variants/json=%7B%22variant%22%3A%7B%22name%22%3A%22B.1.617.2%22%2C%22mutations%22%3A%5B%5D%7D%2C%22matchPercentage%22%3A1%7D">Filipina</a>, <a href="https://cov-spectrum.ethz.ch/explore/Singapore/AllSamples/AllTimes/variants/json=%7B%22variant%22%3A%7B%22name%22%3A%22B.1.617.2%22%2C%22mutations%22%3A%5B%5D%7D%2C%22matchPercentage%22%3A1%7D">Singapura</a>, dan <a href="https://cov-spectrum.ethz.ch/explore/Indonesia/AllSamples/AllTimes/variants/json=%7B%22variant%22%3A%7B%22name%22%3A%22B.1.617.2%22%2C%22mutations%22%3A%5B%5D%7D%2C%22matchPercentage%22%3A1%7D">Indonesia</a> yang saat ini mengalami kenaikan kasus.</p>
<h2>Kematian juga bertambah banyak</h2>
<p>Peningkatan jumlah kasus COVID-19 di kawasan ini juga dibarengi dengan <a href="http://ourworldindata.org">peningkatan tajam angka kematian</a>. </p>
<p>Rerata mingguan kasus kematian baru harian di Thailand mencatatkan kenaikan 48 kali lipat sepanjang kurun 1 April 2021 (< 0,01 kematian per sejuta penduduk) hingga 30 Mei 2021 (0,48 kematian per sejuta penduduk). </p>
<p>Untuk parameter dan kurun waktu yang sama, Malaysia mencatatkan kenaikan 16 kali lipat (0,13 kematian per sejuta penduduk pada 1 April vs 2,12 kematian per sejuta penduduk pada 30 Mei). </p>
<p>Walau untuk parameter ini pada kurun yang sama Indonesia tidak mengalami kenaikan signifikan (0,51 vs 0,56), tingkat kematian kasus Indonesia dengan 2,77 kematian untuk setiap 100 kasus terkonfirmasi COVID19 tetap yang tertinggi di Asia Tenggara (Malaysia 0,48%; Thailand 0,65%). </p>
<p>Perbandingan antara Indonesia dan Malaysia menunjukkan bahwa penduduk Malaysia memiliki risiko 11 kali lipat lebih tinggi terinfeksi COVID-19 dibandingkan penduduk Indonesia (21,32 -Indonesia- vs 236,46 -Malaysia- kasus baru per sejuta penduduk). </p>
<p>Namun, jika sudah terinfeksi, pasien COVID19 di Indonesia memiliki risiko kematian 5,8 kali lipat lebih tinggi daripada pasien COVID-19 di Malaysia (2,77% -Indonesia- vs 0,48% -Malaysia-).</p>
<p>Perbedaan ini perlu kita pahami dalam konteks perbedaan jumlah tes yang dilakukan <a href="http://ourworldindata.org">kedua negara</a>. Dalam kurun 1 April (48 ribu tes per hari) hingga 30 Mei 2021 (110 ribu tes per hari), Malaysia telah melipatgandakan jumlah tesnya. </p>
<p>Pada kurun waktu yang sama (45 ribu tes per hari menjadi 61 ribu tes per hari) Indonesia hanya meningkatkan jumlah tesnya 35%. </p>
<p>Dengan demikian, untuk setiap 1000 penduduknya upaya tes dan lacak yang dilakukan Indonesia jauh lebih kecil daripada Malaysia.</p>
<h2>Pelacakan genomik virus</h2>
<p>Harus kita akui bahwa kapasitas pelacakan genomik di Asia Tenggara masih relatif kecil. Per 6 Juni 2021, dari 1.867.168 pengurutan (sekuens) genomik virus corona seluruh dunia yang dimasukkan <a href="http://gisaid.org">dalam database GISAID</a>, Indonesia hanya berkontribusi 1.898 sekuens (0,1%), Malaysia 985 sekuens (0,05%), Thailand 1.405 (0,07%), Filipina 4.295 (0,2%), dan Singapura 2.576 (0,13%). </p>
<iframe title="Kontribusi Asia dalam database pengurutan gen virus corona lebih kecil dibanding Eropa dan Amerika " aria-label="chart" id="datawrapper-chart-ICEfR" src="https://datawrapper.dwcdn.net/ICEfR/4/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="626"></iframe>
<p>Gambar di bawah ini menunjukkan persentase pelacakan genomik terhadap jumlah kasus nasional masing-masing negara di kawasan Asia Tenggara, Inggris dan Amerika Serikat. </p>
<p>Dilihat dari proporsi kasus terkonfirmasi positif masing-masing negara kawasan Asia Tenggara, Indonesia termasuk yang paling sedikit dalam pelacakan genomik dengan hanya 0,1% dari total kasus nasional dan Singapura yang paling besar, 4,2%.</p>
<iframe title="Persentase pelacakan gen virus corona terhadap jumlah kasus nasional" aria-label="Bar Chart" id="datawrapper-chart-I1cNG" src="https://datawrapper.dwcdn.net/I1cNG/3/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="286"></iframe>
<p>Indonesia dan Malaysia memiliki cakupan pelacakan genomik yang sangat rendah. Dalam situasi ini, sulit sekali untuk melakukan monitoring yang memadai atas varian-varian baru yang menyebar dan berkembangbiak di masyarakat. </p>
<p>Dengan cakupan yang sangat rendah, sementara sudah terdapat temuan varian Delta (varian baru dari India) dari <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5603805/pantesan-corona-ngegas-ada-28-kasus-varian-delta-india-di-kudus">sebagian besar kasus yang dikirimkan dari RSUD Kudus</a> baru-baru ini kemungkinan besar menunjukkan bahwa varian yang terbilang ganas ini sudah mengalami transmisi lokal yang luas.</p>
<h2>Vaksinasi mujarab turunkan kasus</h2>
<p>Dari kasus beberapa negara tampak jelas bahwa vaksinasi adalah langkah paling efektif dalam menghentikan pandemi. </p>
<p>Hal ini terlihat dari turunnya kasus baru harian, kasus-kasus yang memerlukan rawatan rumah sakit (hospitalisasi), dan kasus kematian di negara-negara yang telah mencapai cakupan vaksinasi yang signifikan, meski negara-negara tersebut juga mendeteksi varian-varian baru. </p>
<p>Per 3 Juni 2021, <a href="http://ourworldindata.org">delapan negara</a> telah memvaksinasi lebih dari 50% populasinya untuk paling tidak 1 dosis vaksin: Israel (63%), Canada (60%), Inggris (59%), Chile (58%), Bahrain (57,6%), Mongolia (57%), Hungaria (54%), Amerika Serikat (50,6%).</p>
<p>Jika kita ambil contoh Inggris dan Amerika Serikat yang mengalami gelombang kasus, hospitalisasi dan kematian yang sangat tinggi pada awal 2021, <a href="http://ourworldindata.org">kini menurun</a> signifikan untuk ketiga parameter tersebut.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/406358/original/file-20210615-13-1nfedlu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/406358/original/file-20210615-13-1nfedlu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=362&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/406358/original/file-20210615-13-1nfedlu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=362&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/406358/original/file-20210615-13-1nfedlu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=362&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/406358/original/file-20210615-13-1nfedlu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=455&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/406358/original/file-20210615-13-1nfedlu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=455&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/406358/original/file-20210615-13-1nfedlu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=455&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kasus COVID-19 dan kematian di Amerika Serikat dan Inggris turun setelah vaksinasi lebih dari separuh penduduk.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://ourworldindata.org">Ourworldindata | Teguh H. Sasongko</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Padahal, hingga Maret 2021, varian B.1.1.7 terdeteksi dalam lebih dari 90% kasus terkonfirmasi positif di Inggris dan 35% kasus terkonfirmasi positif di Amerika Serikat. </p>
<p>Bahkan, data terbaru menunjukkan <a href="https://www.theguardian.com/world/2021/jun/03/concern-over-delta-covid-variant-tightens-borders-of-uk?CMP=fb_gu&utm_medium=Social&utm_source=Facebook#Echobox=1622752159">75% dari kasus yang saat ini ditemukan di Inggris</a> membawa varian Delta B.1617.2.</p>
<p>Pada 28 Mei 2021, <em>Center for Disease Control (CDC)</em> di Amerika Serikat mengeluarkan beberapa rekomendasi yang terbilang berani untuk mereka yang <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/fully-vaccinated-guidance.html">telah divaksinasi lengkap 2 dosis</a>. Salah satunya, mereka mencabut kewajiban penggunaan masker, menjaga jarak dan karantina setelah bepergian dari luar negeri bagi mereka yang sudah divaksin 2 dosis.</p>
<h2>“Metode klasik” tapi manjur</h2>
<p>Strategi Tes-Lacak-Isolasi adalah kunci pengendalian wabah dalam situasi apa pun. </p>
<p>Prinsip dari upaya ini adalah mendeteksi sebanyak mungkin dan secepat mungkin kasus yang berpotensi menjadi sumber penyebaran virus. Jika sudah terdeteksi, pasien dipisahkan dari masyarakat umum dan diberi perawatan medis jika diperlukan.</p>
<p>Pemerintah wajib memenuhi target WHO bahwa maksimum <em>positivity rate</em> 5% dan itu dijadikan penanda kecukupan jumlah tes. Jika <em>positivity rate</em> masih di atas 5%, artinya jumlah tes harus ditingkatkan.</p>
<p>Pada tingkat individu dan komunitas, kita wajib menegakkan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilitas) agar dapat mengendalikan pandemi sementara cakupan vaksinasi belum optimal.</p>
<p>Pemerintah perlu terus meningkatkan upaya pengawasan dan pelacakan genomik untuk mendeteksi mutasi virus dan memonitor varian-varian virus yang beredar di tengah masyarakat. </p>
<p>Di samping kewaspadaan terhadap varian-varian dari luar negeri, kita perlu mewaspadai juga kemungkinan munculnya varian lokal dengan daya tular dan daya tembus imun yang tinggi. </p>
<p>Dengan keterbatasan kapasitas, dalam konteks Indonesia prioritas paling utama adalah melacak genomik dalam klaster-klaster dengan reproduksi kasus yang melonjak dalam waktu relatif singkat, seperti yang saat ini terjadi di Kudus, Riau, Bangkalan, dan Bandung. </p>
<p>Jika upaya karantina dan penjagaan di pintu-pintu masuk internasional dilakukan secara ketat dan konsisten, kelompok pendatang luar negeri ini bukan lagi prioritas pelacakan genomik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/162255/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Teguh Haryo Sasongko tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perbandingan antara Indonesia dan Malaysia menunjukkan bahwa penduduk Malaysia memiliki risiko 11 kali lipat lebih tinggi terinfeksi COVID19 dibandingkan penduduk Indonesia.Teguh Haryo Sasongko, Peneliti The Cochrane Collaboration; Associate Professor, Royal College of Surgeons in Ireland (RCSI) School of Medicine, Perdana University; Deputy Director, Center for Research Excellence, Perdana UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1592162021-04-21T07:32:29Z2021-04-21T07:32:29ZRiset: pada 2019 perempuan Indonesia kehilangan waktu 36 juta tahun untuk hidup sehat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/396244/original/file-20210421-21-1yy2kxj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang perempuan berolahraga naik sepeda di halaman Jakarta International Velodrome, 10 April 2021. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1618056616">ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.</a></span></figcaption></figure><p><em>Penerbitan artikel ini untuk memperingati Hari Kartini, 21 April.</em></p>
<p>Sekitar 117 tahun lalu, tokoh emansipasi perempuan dan Pahlawan Nasional Raden Adjeng Kartini meninggal dalam usia relatif muda, 25 tahun. Diduga <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2014/04/30/view-point-kartini-champagne-and-maternal-mortality.html">akibat tekanan darah tinggi selama kehamilan dan setelah melahirkan</a>.</p>
<p>Seratus tahun kemudian, <a href="https://www.bappenas.go.id/id/profil-bappenas/unit-kerja/deputi-sdm/dit-kgm/contents-direktorat-kesehatan-dan-gizi-masyarakat/10-buku-tematik-dan-consolidated-report-health-sector-review/">kematian perempuan Indonesia masih tinggi</a>. Selain itu, kematian karena penyakit tidak menular seperti stroke, penyakit jantung iskemik dan diabetes di kalangan perempuan, <a href="https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S0140-6736%2818%2930595-6">justru meningkat dalam tiga dekade terakhir</a>.</p>
<p>Riset terbaru <a href="http://www.healthdata.org/">Institute for Health Metric and Evaluation (IHME) Universitas Washington</a>, organisasi yang menganalisis data besar kesehatan global, memperkirakan secara keseluruhan <a href="https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S0140-6736%2820%2930925-9">perempuan Indonesia telah kehilangan waktu menikmati hidup sehat sebanyak 36,1 juta tahun (95% selang pendugaan 31-41 juta)</a>. Perkiraan itu didapat dari hitungan kematian perempuan pada 2019 yang mencapai sekitar <a href="https://vizhub.healthdata.org/gbd-compare/">780 ribu</a> kematian. </p>
<p>Kami, para penulis, merupakan kolaborator dalam riset global ini dari Indonesia. </p>
<h2>Cara hitung waktu hidup sehat yang hilang</h2>
<p>Mulai 1993, Organisasi Kesehatan Dunia, lalu dilanjutkan IHME sejak 2007, membuat riset besar tentang <a href="https://archpublichealth.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s13690-020-00458-3.pdf">beban global karena penyakit, cedera dan faktor risiko</a> kesehatan penduduk dunia. </p>
<p>Lembaga ini terus mengembangkan model matematik dan <a href="https://vizhub.healthdata.org/gbd-compare/">alat visualisasi</a> untuk menampilkan status kesehatan di tingkat nasional, regional dan global. <a href="http://ghdx.healthdata.org/gbd-results-tool">Data</a> dan <a href="http://ghdx.healthdata.org/gbd-2019">laporan</a> dari perkiraan status kesehatan tersedia untuk publik. </p>
<p><a href="https://www.researchgate.net/publication/344677828_Five_insights_from_the_Global_Burden_of_Disease_Study_2019">Status kesehatan</a> penting untuk menentukan prioritas kebijakan, perubahan perilaku, alokasi anggaran dan sumber daya serta mendorong kehidupan penduduk lebih sehat. </p>
<p>Baik buruknya status kesehatan populasi berpengaruh terhadap pilihan strategi negara dalam <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30750-9/fulltext">membelanjakan anggaran yang terbatas untuk hasil yang optimal</a>. </p>
<p>Ukuran status kesehatan itu dinyatakan dalam metrik jumlah tahun yang hilang karena meninggal, sakit dan disabilitas, disebut <a href="http://www.healthdata.org/results/country-profiles"><em>Disability-adjusted Life Years (DALY</em>)</a>.</p>
<p>DALY dihitung dari gabungan jumlah waktu (dinyatakan dalam tahun) yang hilang akibat meninggal dini (<a href="http://www.healthdata.org/results/country-profiles"><em>Years of Life Lost, YLL</em></a>) dan jumlah waktu ketika orang terpaksa hidup dengan disabilitas (<a href="http://www.healthdata.org/results/country-profiles"><em>Years Lived with Disability, YLD</em></a>). </p>
<p><a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)32279-7/fulltext">Kondisi disabilitas</a> merujuk pada keadaan yang tidak mematikan seperti gangguan kecemasan, nyeri leher atau sakit kepala.</p>
<p>Secara sederhana, prinsip YLL, YLD dan DALY dapat dijelaskan seperti berikut. </p>
<p>Bayangkan angka harapan hidup saat lahir di kota A dengan penduduk 1.000 orang mencapai 80 tahun. </p>
<p>Jika satu individu X di kota A meninggal karena kanker pada usia 60 tahun, maka individu ini kehilangan waktu akibat kematian dini sebanyak 20 tahun (80-60).</p>
<p>Dengan menjumlahkan waktu yang hilang dari individu-individu yang lain, didapatkan total waktu yang hilang akibat kematian dini (YLL). </p>
<p>Lalu ada lagi satu individu Y di kota A yang mengalami kondisi disabilitas. </p>
<p>Misalnya, dia nyeri leher pada usia 50 tahun dan berlangsung sepanjang hidupnya, maka waktu individu B hidup dalam kondisi tidak ideal adalah 30 tahun.</p>
<p>Dengan menjumlahkan waktu dari individu-individu seperti Y ini, kita mendapatkan total waktu yang hilang akibat disabilitas (YLD). </p>
<p>Dengan menjumlahkan tahun yang hilang akibat kematian dini (YLL) dan waktu yang hilang akibat kondisi disabilitas (YLD) dari banyak individu itu, maka ketemu angka DALY di kota A. </p>
<p><a href="http://www.healthdata.org/sites/default/files/files/Projects/GBD/GBD_Protocol.pdf">Cara perhitungan DALY yang sesungguhnya jauh lebih kompleks.</a></p>
<p>Untuk menghitung DALY para peneliti menggunakan <a href="http://ghdx.healthdata.org/about-ghdx/data-type-definitions">sumber data awal</a> yang beragam seperti sensus, survei rumah tangga, catatan sipil dan kependudukan dan penggunaan layanan kesehatan. Sumber lainnya adalah laporan kematian, otopsi verbal, data kasus, data asuransi dan sebagainya. </p>
<p>Dari data itu para peneliti membuat <a href="http://ghdx.healthdata.org/gbd-2019/code">pemodelan matematika</a>, <em>Life Table</em>, analisis demografi dan <a href="http://ghdx.healthdata.org/local-and-small-area-estimation">teknik geospasial</a> untuk menghitung status kesehatan suatu negara dalam bentuk angka.</p>
<h2>Waktu hidup sehat yang hilang perempuan Indonesia</h2>
<p>Kami mengambil data status kesehatan perempuan Indonesia dari <a href="https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S0140-6736%2820%2930925-9">studi Global Burden of Diseases, Injuries and Risk Factors tahun 2019</a> (GBD 2019). Riset ini menganalisis beban kesehatan pada 369 jenis penyakit dan kecelakaan di 204 negara. </p>
<p>Dari data kematian <a href="https://vizhub.healthdata.org/gbd-compare/">780 ribu</a> perempuan pada 2019, hasil <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30925-9/fulltext#supplementaryMaterial">studi GBD 2019</a> memperkirakan perempuan Indonesia kehilangan waktu untuk hidup sehat sebanyak 36 juta tahun.</p>
<p>Sebagai perbandingan, perempuan India dan Cina kehilangan lebih banyak waktu, yaitu 227 juta dan 168 juta tahun. </p>
<p>Semakin banyak waktu yang hilang mengindikasikan semakin rendah status kesehatan.</p>
<p>Supaya lebih konkret, kita hitung per 100.000 perempuan. </p>
<p>Ternyata perempuan Indonesia kehilangan lebih banyak (28 ribu tahun per 100.000 perempuan) dibandingkan Cina (24 ribu tahun), tapi lebih sedikit dibandingkan India (33 ribu). </p>
<p>Di kawasan Asia Pasifik, Singapura kehilangan waktu paling sedikit (18 ribu). Afghanistan kehilangan waktu paling banyak yaitu 45 ribu tahun per 100.000 perempuan akibat teror dan konflik berkepanjangan.</p>
<p>Yang menyedihkan, perempuan di Afrika Tengah mengalami kehilangan paling banyak dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia (73 ribu tahun per 100.000 perempuan) akibat kelainan bawaan lahir, HIV, malaria dan tuberkulosis. </p>
<h2>Penyebab kehilangan waktu menikmati hidup sehat</h2>
<p>Temuan lainnya menyatakan kematian dini (61%) dan hidup dalam disabilitas (39%) merupakan penyebab kehilangan waktu menikmati hidup sehat bagi perempuan Indonesia.</p>
<p>Secara umum, penyebab kehilangan tersebut dapat dilihat dalam grafis berikut. </p>
<p>Penyakit tidak menular mendominasi kehilangan ini (76%). Dibandingkan 30 tahun lalu, penyakit menular berkontribusi paling banyak terhadap hilangnya waktu ini (51%), diikuti penyakit tidak menular (43%). </p>
<p>Grafik 1. Seluruh penyebab kehilangan waktu hidup sehat (DALY) pada perempuan Indonesia berdasarkan studi GBD 2019.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/395985/original/file-20210420-17-11ug1tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/395985/original/file-20210420-17-11ug1tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/395985/original/file-20210420-17-11ug1tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/395985/original/file-20210420-17-11ug1tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/395985/original/file-20210420-17-11ug1tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/395985/original/file-20210420-17-11ug1tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/395985/original/file-20210420-17-11ug1tw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Grafik 1. Kontribusi dari penyakit dan kecelakaan terhadap DALY (GBD 2019),</span>
<span class="attribution"><span class="source">GBD Compare</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tabel 1 di bawah menampilkan sepuluh penyebab kematian dini tertinggi pada perempuan Indonesia berdasarkan studi GBD 2019.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/395979/original/file-20210420-13-mi89uz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/395979/original/file-20210420-13-mi89uz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/395979/original/file-20210420-13-mi89uz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/395979/original/file-20210420-13-mi89uz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/395979/original/file-20210420-13-mi89uz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=298&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/395979/original/file-20210420-13-mi89uz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=298&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/395979/original/file-20210420-13-mi89uz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=298&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tabel 1. Sepuluh tertinggi penyebab kematian dini (GBD 2019)</span>
<span class="attribution"><span class="source">GBD Compare</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Penyakit yang dipengaruhi oleh gaya hidup seperti kardiovaskuler dan diabetes mendominasi masalah kesehatan.</p>
<p>Yang mengkhawatirkan adalah naiknya lima penyebab dibandingkan tiga dekade sebelumnya. Sedangkan lima lainnya berhasil diturunkan tapi masih jadi masalah, seperti kelainan bawaan lahir. </p>
<p>Tabel 2 di bawah menampilkan sepuluh kondisi disabilitas tertinggi pada perempuan Indonesia pada 2019. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/395978/original/file-20210420-13-4gu78n.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/395978/original/file-20210420-13-4gu78n.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=226&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/395978/original/file-20210420-13-4gu78n.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=226&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/395978/original/file-20210420-13-4gu78n.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=226&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/395978/original/file-20210420-13-4gu78n.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=284&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/395978/original/file-20210420-13-4gu78n.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=284&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/395978/original/file-20210420-13-4gu78n.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=284&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tabel 2. Sepuluh tertinggi kondisi kesehatan tidak ideal pada perempuan Indonesia (GBD 2019)</span>
<span class="attribution"><span class="source">GBD Compare</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Nyeri punggung bawah dan sakit kepala menjadi masalah utama, meningkat dibandingkan 30 tahun sebelumnya. </p>
<p>Sedangkan pada usia remaja (15-24 tahun), kesehatan mental lebih menjadi masalah teratas. Pada usia lebih dari 50 tahun, penyakit kardiovaskuler, kanker dan diabetes menjadi tiga masalah utama perempuan Indonesia. </p>
<h2>Pemicu masalah kesehatan pada perempuan Indonesia</h2>
<p><a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30752-2/fulltext">Informasi faktor risiko</a> menggambarkan pilihan strategi yang perlu diambil untuk meningkatkan kesehatan hidup perempuan Indonesia. </p>
<p>Tabel 3 menampilkan sepuluh faktor risiko masalah kesehatan pada perempuan Indonesia pada 2019. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/395981/original/file-20210420-15-1lgoj8l.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/395981/original/file-20210420-15-1lgoj8l.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/395981/original/file-20210420-15-1lgoj8l.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/395981/original/file-20210420-15-1lgoj8l.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/395981/original/file-20210420-15-1lgoj8l.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=297&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/395981/original/file-20210420-15-1lgoj8l.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=297&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/395981/original/file-20210420-15-1lgoj8l.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=297&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tabel 3. Sepuluh tertinggi faktor risiko DALY pada perempuan Indonesia (GBD 2019)</span>
<span class="attribution"><span class="source">GBD Compare</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Darah tinggi, kegemukan dan tinggi gula darah adalah tiga risiko utama yang perlu jalan keluar segera. Delapan faktor risiko meningkat dibandingkan 30 tahun yang lalu. </p>
<p>Kontribusi nutrisi dan polusi udara sudah menunjukkan penurunan meski belum cukup. </p>
<p><a href="https://vizhub.healthdata.org/gbd-compare/">Hasil pemodelan IHME</a> memperlihatkan bahwa mengendalikan risiko darah tinggi berpotensi menurunkan dampak terhadap beban penyakit kardiovaskuler sebesar 71%. </p>
<p>Begitu pula meminimalkan risiko berat badan berlebih dapat menekan dampak terhadap beban diabetes sebesar 53%. </p>
<h2>Langkah menuju hidup lebih sehat</h2>
<p>Tidak ada cara untuk menghindari kematian. </p>
<p>Yang bisa dilakukan hanya mencegah risiko kematian dini dan sekuat tenaga mengubah kondisi kesehatan yang tidak ideal.</p>
<p>Individu, keluarga, masyarakat dan pengambil kebijakan harus bersama-sama mencegah risiko kematian dengan mengubah perilaku, pola konsumsi, dan membelanjakan anggaran untuk menunjang hidup yang lebih sehat.</p>
<p>Caranya, turunkan berat badan dengan menambah kegiatan fisik, memeriksakan kesehatan secara berkala, mengatur bahan makanan dan pola makan, dan mengendalikan konsumsi gula dan garam. </p>
<p>Perempuan Indonesia perlu mengurangi konsumsi rokok dan perbanyak minum air putih. Mereka juga perlu <a href="https://theconversation.com/menjaga-kesehatan-mental-di-tengah-pandemi-158644">menjaga kesehatan mental</a> agar sehat secara fisik.</p>
<p>Perkuat kampanye <a href="https://promkes.kemkes.go.id/germas">Gerakan Masyarakat Hidup Sehat</a>. Pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat kebijakan dan pendanaan yang berpihak kepada kesehatan masyarakat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/159216/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Individu, keluarga, masyarakat dan pengambil kebijakan bersama-sama mencegah risiko kematian dengan mengubah perilaku, pola konsumsi, dan membelanjakan anggaran untuk menunjang hidup sehat.Lenny Lia Ekawati, DPhil Student in Clinical Medicine, University of OxfordIqbal Elyazar, Researcher in disease surveillance and biostatistics, Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU)Tety Rachmawati, Peneliti, National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Ministry of Health IndonesiaWahyu Pudji Nugraheni, Peneliti Senior, National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Ministry of Health IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1488052021-01-07T07:08:04Z2021-01-07T07:08:04ZEmpat mitos demografi akibat pandemi COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/371255/original/file-20201125-21-1rr25y6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas memakamkan jenazah pasien COVID-19 di sebuah pemakaman di Kota Sorong, Papua Barat, 17 Oktober 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1602937501">ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Meningkatnya <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">jumlah kematian akibat COVID-19 di Indonesia</a> akan berdampak pada perubahan demografi pada masa mendatang, tapi tidak secara ekstrem. </p>
<p>Beberapa prediksi seperti <a href="https://www.weforum.org/agenda/2020/10/united-states-population-predictions-graph-millions-change/">pandemi akan menurunkan jumlah penduduk</a>, meningkatkan <a href="https://www.abc.net.au/news/2020-05-28/indonesia-predicts-coronavirus-baby-boom-hundreds-of-thousands/12286576">kelahiran </a> dan <a href="https://knowledge.wharton.upenn.edu/article/post-covid-19-world-will-less-global-less-urban/">perpindahan penduduk dari kota ke desa</a> atau menambah tingkat pernikahan dan perceraian, sebenarnya hanya mitos demografi. </p>
<p>Sebab, perubahan demografi yang akan terjadi tidak akan seperti prediksi tersebut. Misalnya dalam konteks epidemi HIV/AIDS di Afrika, sebuah studi pada <a href="https://www.aeaweb.org/articles?id=10.1257/app.1.3.170">12 negara di Afrika Sub Sahara</a> menunjukkan pengaruh yang sangat kecil dari wabah HIV/AIDS terhadap tingkat kelahiran baik dari yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.</p>
<p>Secara umum, walau tingkat kelahiran di Indonesia telah menurun dalam <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.TFRT.IN?locations=ID">30 tahun terakhir</a>, angka kelahiran di Indonesia <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/18/2015-2045-angka-kematian-terus-naik-angka-kelahiran-relatif-stabil">lebih tinggi dibanding angka kematian</a>. </p>
<p>Karena itu, pandemi COVID tak akan mengubah komposisi demografi yang besar-besaran. Setidaknya ada empat hal untuk membantah 4 mitos demografi akibat COVID tersebut.</p>
<h2>1. Jumlah penduduk tak akan turun</h2>
<p>Walau banyak <a href="https://www.jawapos.com/nasional/06/05/2020/dpr-pemerintah-tidak-serius-tangani-pandemi-covid-19/">dikritik karena terlambat</a>, sejak awal pandemi pemerintah Indonesia berupaya menyusun berbagai kebijakan untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 dan mencegah kematian. </p>
<p>Misalnya <a href="https://www.kemenkopmk.go.id/pembatasan-sosial-berskala-besar">kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)</a> dan berbagai jenis isolasi lainnya terpaksa diambil meski sangat berisiko melemahkan perekonomian, <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4285725/pendapatan-masyarakat-turun-selama-pandemi-corona-kelompok-ini-yang-terparah">menurunkan pendapatan penduduk</a> dan kehancuran seluruh sektor ekonomi. </p>
<p>Tanpa bermaksud menganggap enteng kematian akibat virus corona, bila dibandingkan dengan total penduduk yang kini sekitar <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/08/060000069/jumlah-penduduk-indonesia-2020?page=all">270 juta jiwa</a>, tingkat kematian di Indonesia akibat COVID-19 relatif kecil. Data pemerintah menunjukkan kasus meninggal akibat virus corona mencapai <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">lebih dari 23.000 orang per 6 Januari 2020</a>. </p>
<p>Sementara data <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/18/2015-2045-angka-kematian-terus-naik-angka-kelahiran-relatif-stabil">United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia menyatakan jumlah kematian</a> di negeri ini sebesar 1,6 juta jiwa pada 2019 dan jumlah kelahiran pada tahun yang sama mencapai 4,4 juta jiwa. </p>
<p>Sebelum pandemi COVID-19, Bank Dunia mencatat bahwa angka kematian kasar (<em>crude death rate</em>)-jumlah penduduk yang meninggal karena semua sebab kematian selama setahun dibagi jumlah penduduk per 1.000 penduduk-Indonesia pada 2018 sebesar <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.CDRT.IN?locations=ID">6,46 atau sekitar 6,46 orang meninggal untuk setiap 1.000 penduduk</a>.</p>
<p>Sedangkan angka kelahiran kasar (<em>crude birth rate</em>)-jumlah penduduk yang lahir hidup selama setahun dibagi jumlah penduduk per 1.000 penduduk-Indonesia pada tahun yang sama sebesar <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.CBRT.IN?locations=ID">18,07</a>, atau untuk setiap 1.000 penduduk jumlah lahir hidup sekitar 18 selama 2018. </p>
<p>Dengan kata lain, pandemi saat ini kemungkinan tidak akan menurunkan jumlah penduduk.</p>
<h2>2. Kelahiran tidak juga naik</h2>
<p>Tingkat kelahiran mungkin tidak akan meningkat setelah pandemi ini berakhir. </p>
<p>Sejarah menunjukkan <a href="https://www.persee.fr/doc/pop_1634-2941_2004_num_59_2_18473">tingkat kelahiran pernah meningkat di seluruh dunia pasca pandemi flu Spanyol satu abad lalu dan tragedi Perang Dunia 75 tahun lalu, yang dikenal dengan sebutan <em>baby boom</em></a>. Ledakan penduduk kala itu untuk menutupi defisit jumlah penduduk meninggal, yang diperkirakan lebih dari sepertiga penduduk dunia. </p>
<p>Pasca-ledakan penduduk, terjadi transisi demografi yang ditandai dengan penurunan tingkat kelahiran hingga saat ini. Meski dalam rentang waktu setelah <em>baby boom</em> muncul sejumlah wabah besar seperti AIDS, Ebola hingga SARS, faktanya sejumlah pandemi tersebut tidak berdampak pada meningkatnya tingkat kelahiran. </p>
<p>Sebaliknya, tingkat kelahiran akan menurun karena penurunan tingkat pendapatan akibat resesi ekonomi. Lagi pula, tren tingkat kelahiran di Indonesia cenderung menurun dalam beberapa dekade terakhir ini. </p>
<p>Data Bank Dunia menyebutkan tingkat kelahiran di Indonesia menurun <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.TFRT.IN?locations=ID">dari angka 3,12 kelahiran per perempuan pada 1990 menjadi 2,34 kelahiran pada 2017</a>.</p>
<p>Dalam konteks ini, pandemi COVID-19 yang mungkin akan terjadi dalam jangka pendek hampir tidak mungkin dapat meningkatkan tingkat kelahiran sekaligus mengubah tren secara dramatis. Artinya, pandemi ini cenderung akan berdampak pada penundaan kelahiran anak sebagai akibat dari resesi ekonomi yang tidak mungkin bisa dihindari. </p>
<h2>3. Pernikahan dan perceraian turun</h2>
<p>Pandemi COVID-19 juga tidak akan meningkatkan jumlah perceraian dan pernikahan. </p>
<p>Dalam jangka pendek, penurunan jumlah pernikahan dan perceraian dapat terjadi karena adanya pembatasan aktivitas yang dapat mengumpulkan banyak massa dan pembatasan pelayanan pernikahan dan perceraian di kantor urusan agama.</p>
<p>Data dari Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, misalnya, <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/4342001/pandemi-covid-19-berdampak-pada-turunnya-angka-pernikahan-di-sumut">menunjukkan jumlah pasangan yang menikah dari Januari hingga akhir Juli 2020 tercatat hanya sekitar 43.000 pernikahan</a>. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah pernikahan mencapai 60 ribu lebih. </p>
<p><a href="https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5059616/jumlah-pernikahan-di-jatim-saat-pandemi-covid-19-menurun-drastis">Setali tiga uang, tren serupa juga terjadi di Provinsi Jawa Timur.</a> </p>
<p>Sedangkan dalam jangka panjang, meningkatnya aktivitas di dalam rumah telah mengubah perilaku pernikahan dan mungkin dapat meningkatkan keharmonisan hubungan keluarga. </p>
<p>Menurut Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5180124/menko-pmk-sebut-kasus-perceraian-turun-37-selama-pandemi-covid-19">kasus perceraian di Indonesia menurun 37% selama masa pandemi COVID (April-Agustus 2020)</a>. </p>
<p>Selain itu, <a href="https://www.jstor.org/stable/24541683">resesi ekonomi cenderung dapat memperkokoh ikatan perkawinan</a> sehingga akan lebih mudah untuk bertahan hidup bersama pasangan selama masa-masa sulit.</p>
<h2>4. Kecil kemungkinan deurbanisasi</h2>
<p>Walau belum pasti, <a href="https://www.mckinsey.com/industries/healthcare-systems-and-services/our-insights/when-will-the-covid-19-pandemic-end#">pandemi COVID-19 mungkin akan berakhir</a> karena telah ditemukan berbagai jenis vaksin yang sedang menjalani uji klinik tahap tiga dan kemungkinan penduduk menjalani vaksinasi massal pada 2021.</p>
<p>Dalam rentang waktu yang singkat itu, maka kecil kemungkinan untuk terjadinya fenomena deurbanisasi atau perpindahan penduduk kota ke desa dalam skala besar-besaran. </p>
<p>Urbanisasi itu sendiri tidak terjadi dalam waktu yang relatif singkat. </p>
<p>Pada umumnya, <a href="https://www.investopedia.com/ask/answers/041515/how-does-industrialization-lead-urbanization.asp">urbanisasi disebabkan oleh industrialisasi</a> dan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian secara dramatis. </p>
<p>Walau sejumlah wilayah urban seperti <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">DKI Jakarta dan sekitarnya, Surabaya hingga Makassar mendominasi jumlah kasus Covid-19</a>, tidak serta merta akan menyebabkan penduduk di daerah itu berpindah ke wilayah perdesaan yang relatif lebih aman dari COVID-19. </p>
<p>Hasil proyeksi penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2014/02/18/1276/persentase-penduduk-daerah-perkotaan-hasil-proyeksi-penduduk-menurut-provinsi-2015---2035.html">persentase penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan pada 2020 sebesar 56,7%</a> atau meningkat sebesar 3,4% dibanding tahun 2015. </p>
<p>Wilayah urban masih menarik karena menyediakan berbagai macam pekerjaan, hiburan, akses pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas tinggi. </p>
<p>Selain itu, selama masa pandemi semua aktivitas berbasis online. Jaringan internet dan komunikasi yang menjadi kebutuhan utama untuk tetap beraktivitas, nyatanya lebih baik infrastrukturnya di wilayah perkotaan. </p>
<p>Minimnya lapangan pekerjaan di desa serta transportasi ke kota yang menyita waktu lebih lama akan menyurutkan semangat relokasi ke wilayah pinggiran kota. </p>
<h2>Kesakitan meningkat, tapi kematian akibat kecelakaan menurun</h2>
<p>Virus corona telah meningkatkan angka kematian dan angka kesakitan di kalangan kelompok rentan selama masa pandemi COVID-19. Hal ini bukan mitos.</p>
<p>Tingginya kasus kematian dan tambahan kasus positif per harinya jelas terlihat <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">terutama di kota-kota besar, seperti DKI Jakarta dan sekitarnya, Surabaya dan Makassar</a>. </p>
<p>Kematian lainnya juga disumbang oleh penyakit lainnya seperti penyakit jantung, <a href="https://theconversation.com/program-screening-kanker-serviks-di-indonesia-terhenti-karena-covid-19-risiko-kematian-perempuan-makin-tinggi-145712">kanker</a> dan penyakit lainnya yang terlambat atau tidak memperoleh layanan memadai karena pembatasan layanan medis atau mayoritas kekuatan medis, baik tenaga medis maupun rumah sakit, dikerahkan untuk mengatasi pandemi. </p>
<p>Di sisi lain, virus ini telah mendorong orang lebih banyak beraktivitas di rumah, sehingga penggunaan transportasi pribadi dan umum berkurang. Dampak ikutannya, tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas cenderung menurun seperti di <a href="https://www.pikiran-rakyat.com/otomotif/pr-01587394/kecelakaan-lalu-lintas-turun-drastis-di-6-bulan-pertama-2020-total-mencapai-10-ribu-kecelakaan">Jawa Tengah</a>, <a href="https://bangka.sonora.id/read/502218095/angka-kecelakaan-lalu-lintas-menurun-selama-pandemi-covid-19">Provinsi Bangka Belitung</a>, <a href="https://regional.kompas.com/read/2020/07/10/08094091/dampak-psbb-selama-pandemi-angka-kecelakaan-lalu-lintas-di-subang-menurun">Subang</a>.</p>
<p>Jika angka-angka itu dibandingkan secara keseluruhan, maka pandemi COVID-19 tidak akan mengubah demografi secara radikal. Pandemi hanya dapat mempercepat atau memperlambat tren sebelumnya yang sudah ada.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/148805/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rafly Parenta Bano tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pandemi COVID-19 tidak akan mengubah demografi secara radikal. Pandemi hanya dapat mempercepat atau memperlambat tren sebelumnya sudah ada.Rafly Parenta Bano, Statistisi Muda Badan Pusat Statistik, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1512842020-12-03T05:38:41Z2020-12-03T05:38:41Z9 bulan pandemi: mengapa Indonesia gagal kendalikan COVID-19, korban meninggal terbanyak di Asia Tenggara<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/372428/original/file-20201202-13-7ajuw8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Relawan mengkampanyekan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19 di Jalan Slamet Riyadi, Solo, 26 November 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1606381812">ANTARA FOTO/Maulana Surya/nz</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini adalah bagian dari seri “Sembilan Bulan Pandemi COVID-19 di Indonesia”.</em></p>
<p>Dalam sembilan bulan terakhir, lebih <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">17.000 orang</a> di Indonesia telah kehilangan nyawa akibat pandemi COVID-19. Jumlah ini menempatkan Indonesia pada <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/">posisi teratas penyumbang kematian akibat virus corona di Asia Tenggara</a>.</p>
<p>Jumlah kematian riil di masyarakat akibat virus ini diprediksi lebih banyak. Namun tidak semua kematian berhasil dideteksi oleh sistem kesehatan, salah satunya karena terbatasnya kapasitas laboratorium tes COVID-19 di negeri ini. </p>
<p>Sebuah riset terbaru <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.06.24.20139451v3.full.pdf">dari Massachusetts Institute of Technology Amerika Serikat dengan menggunakan data panel 91 negara, termasuk Indonesia,</a> memperkirakan kasus total dan kematian hingga 30 Oktober 2020 diperkirakan 1,4 kali lebih besar dari laporan resmi.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK233009/">Secara teori</a>, tingginya kejadian penyakit dan kematian, termasuk dalam kondisi pandemi saat ini tidak hanya disebabkan oleh adanya virus yang menginfeksi. Tingginya angka kematian juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti sistem pelayanan kesehatan, perilaku, lingkungan, hingga genetik.</p>
<p>Untuk menekan jumlah kematian yang terus meningkat, empat faktor ini harus menjadi perhatian.</p>
<h2>Sistem pelayanan kesehatan</h2>
<p><a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30994-2/fulltext#fig1"><em>The Lancet</em> pada 2018 menerbitkan peringkat 195 negara</a> berdasarkan akses dan kualitas layanan kesehatannya.</p>
<p>Hasil pemeringkatan menempatkan Indonesia pada urutan ke-138. Peringkat ini jauh di bawah peringkat Singapura (urutan ke-22), Thailand ke-76 dan Malaysia ke-84. </p>
<p>Dengan level sistem kesehatan seperti itu, saat ini <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/">angka kematian akibat COVID-19 di Singapura “hanya” 29 orang (dari sekitar 58 ribu kasus terkonformasi). Thailand 60 orang (dari sekitar 4 ribu kasus) dan Malaysia 363 orang (dari 68 ribu kasus)</a>.</p>
<p>Bandingkan angka kasus serupa dengan Indonesia. Pada akhir November saja, angka kematian <a href="https://news.detik.com/berita/d-5277243/satgas-angka-kematian-corona-naik-pekan-ini-jateng-tertinggi">naik 35,6%</a> atau dari 626 menjadi 835 kematian dalam satu minggu.</p>
<p>Masih rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ini berpengaruh pada tingginya angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia. Beberapa hasil studi di berbagai negara menemukan pengaruh ini. Indikator seperti <a href="https://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S0048969720360526?token=F896311F3F2BE29B1BC2CADD4D5B5FD57AB43E9685C33A44B2AA4F96933E1F4BF83FCF0A7800012CEF1418E5DE8E3916">efisiensi pelayanan kesehatan</a>, <a href="https://ideas.repec.org/p/hal/wpaper/halshs-02620834.html">rasio jumlah tenaga kesehatan dengan penduduk</a>, <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-020-75848-2">rasio tempat tidur</a> rumah sakit hingga <a href="https://theconversation.com/rural-america-is-more-vulnerable-to-covid-19-than-cities-are-and-its-starting-to-show-140532">akses masyarakat</a> terhadap rumah sakit memiliki pengaruh terhadap tingginya angka kematian akibat COVID-19.</p>
<p>Studi terbaru dari University of Canberra di <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7349997/">86 negara, termasuk Indonesia, juga menemukan bahwa negara-negara yang memiliki kapasitas pelayanan kesehatan yang baik</a> memiliki angka kematian yang lebih rendah. Setiap kenaikan satu digit indeks kapasitas pelayanan kesehatan dapat menurunkan 42% kasus kematian. </p>
<p>Beberapa riset di atas telah memperlihatkan bahwa kualitas dan akses layanan kesehatan dapat menekan angka kematian. Namun, penting dipahami bahwa jika jumlah kasus terus bertambah dan terlalu membebani sistem kesehatan maka kualitas dan akses layanan kesehatan dalam menekan angka kematian tidak akan berarti. </p>
<p>Sebuah <a href="https://assets.researchsquare.com/files/rs-51551/v1/dead3414-f966-42af-89a2-501f1f6876ce.pdf">penelitian dari National Taiwan University</a> memperlihatkan hubungan antara tingginya kualitas dan akses layanan kesehatan dengan rendahnya angka kematian akibat COVID-19 pada negara-negara yang memiliki rasio 100 kasus per 1 juta orang. Namun pada negara-negara yang mencapai angka lebih dari 500 kasus per 1 juta orang, hubungan ini menjadi tidak bermakna karena layanan kesehatan telah kelebihan beban.</p>
<p>Selain kecukupan, akses dan mutu layanan kesehatan, dalam konteks pandemi COVID-19 yang juga harus menjadi perhatian adalah kemampuan sistem kesehatan melacak dan mengetes orang-orang yang diduga kontak dengan pasien positif. </p>
<p>Dalam konteks menekan angka kematian, pelacakan dan pengetesan menjadi penting agar individu yang terinfeksi dapat segera ditemukan sebelum kesehatannya lebih memburuk. Di Indonesia hingga Oktober, kinerja tes baru mencapai <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/17325781/tes-covid-19-di-indonesia-masih-70-persen-dari-standar-who">70 persen dari standar WHO</a>.</p>
<p>Penelitian dari Koç University Turki pada <a href="https://www.clinicalmicrobiologyandinfection.com/article/S1198-743X(20)30576-0/fulltext">34 negara OECD (berpenghasilan tinggi) berkesimpulan</a> bahwa di negara-negara yang memiliki kemampuan testing baik, angka kematiannya lebih rendah.</p>
<h2>Perilaku Masyarakat</h2>
<p>Tingginya kematian akibat COVID-19 di Indonesia juga tak terlepas dari perilaku masyarakat yang masih kurang patuh menjalankan protokol kesehatan (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak).</p>
<p>Riset terbaru <a href="https://www.humanitarianresponse.info/sites/www.humanitarianresponse.info/files/documents/files/paparan_hasil_survey_kepatuhan_150420.pdf">Kementerian Kesehatan mengenai perilaku masyarakat Indonesia selama pandemi</a> menemukan baru sekitar 42% masyarakat yang mencuci tangan dengan baik dan benar. Hanya 54% responden yang selalu menjaga jarak fisik di tempat-tempat umum.</p>
<p>Padahal, perilaku memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3M), menurut studi <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1201971220322700">di 190 negara pada 23 Januari-13 April 2020</a>, dapat menekan angka penularan di masyarakat dan efektivitasnya meningkat jika dilakukan seluruhnya bersamaan.</p>
<p>Panjangnya durasi pandemi ini juga telah membuat sebagian masyarakat mulai lelah dan kendor dalam menerapkan protokol kesehatan. </p>
<p><a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.06.24.20139451v3.full">Riset menunjukkan</a> kelelahan akan kepatuhan ini telah meningkatkan kasus sebesar 61% hingga Oktober 2020. Penelitian ini memproyeksikan dengan intervensi sederhana seperti memakai masker dan menjaga jarak, dapat menekan kasus hingga 18% hingga Maret 2021.</p>
<p>Rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat juga meningkatkan risiko kematian. Jumlah <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/25/200500823/jumlah-perokok-di-indonesia-tinggi-ahli-desak-pemerintah-lakukan-5-hal?page=all">angka perokok aktif di Indonesia</a> masih sangat besar yakni 33,8% pada 2018. Cukup banyak bukti yang menunjukkan merokok dapat menyebabkan <a href="https://theconversation.com/riset-terbesar-usia-harapan-hidup-orang-indonesia-naik-beban-penyakit-tidak-menular-meningkat-96901">penyakit tidak menular</a> yang dapat menjadi faktor pemberat orang yang terinfeksi virus corona. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-020-75848-2">penelitian menemukan</a> bahwa risiko kematian COVID-19 tinggi pada populasi yang merokok.</p>
<h2>Lingkungan</h2>
<p>Lingkungan juga berpengaruh pada tingginya angka kematian. Lingkungan dalam konteks ini tidak hanya lingkungan fisik namun juga lingkungan sosial hingga kebijakan. </p>
<p>Pada lingkungan fisik, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048969720360526">studi di Italia</a> menemukan bahwa konsentrasi polutan udara, kelembapan dan temperatur pada berbagai daerah di Italia telah mempengaruhi tingginya angka kematian akibat COVID-19. </p>
<p>Lingkungan sosial seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048969720360526">kepadatan</a>, <a href="https://ideas.repec.org/p/hal/wpaper/halshs-02620834.html">struktur umur penduduk</a>, dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7434485/pdf/main.pdf">perilaku mobilitas yang tinggi</a> juga berkontribusi terhadap peningkatan kematian.</p>
<p>Ketepatan dan kecepatan pengambilan kebijakan juga berpengaruh terhadap angka kematian. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7434485/pdf/main.pdf">Studi pada 121 negara</a> memperlihatkan bahwa keterlambatan pengambilan keputusan pembatasan di sebuah negara meningkatkan risiko kematian (10% keterlambatan meningkatkan 3,7% angka kematian). <a href="https://theconversation.com/sembilan-bulan-dan-masih-gagal-apa-yang-salah-dalam-penanggulangan-covid-19-di-indonesia-dan-apa-yang-harus-dilakukan-151215">Respons Indonesia pada awal-awal pandemi begitu lambat</a>.</p>
<h2>Genetik (umur dan penyakit penyerta)</h2>
<p>Hingga 1 Desember, <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">kematian di Indonesia</a> tertinggi ditemukan pada populasi umur di atas 60 tahun (37,2%).</p>
<p>Adanya penyakit penyerta menyebabkan risiko kematian semakin besar. <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">Di Indonesia</a> hingga 1 Desember ditemukan bahwa lima besar penyakit penyerta tertinggi pada kasus kematian adalah hipertensi (11,7%), diabetes melitus (10,3%), penyakit jantung (6.8%), penyakit ginjal (3%) dan penyakit paru kronis (2,3%).</p>
<p>Artikel di <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-020-75848-2">Nature</a> juga menemukan negara-negara yang memiliki angka kasus penyakit seperti kardiovaskuler, kanker dan penyakit pernafasan kronik yang tinggi, akan memiliki angka kematian lebih tinggi. </p>
<h2>Perlu pendekatan holistik</h2>
<p>Di tengah rencana <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5262678/3-alasan-indonesia-belum-bisa-suntikkan-vaksin-covid-19-tahun-ini">vaksinasi massal yang belum jelas benar waktunya</a>, satunya-satunya jalan kini yang tersedia untuk menekan kematian akibat COVID-19 di Indonesia adalah pemerintah harus segera merespons masalah ini dengan pendekatan yang lebih holistik.</p>
<p>Apalagi potensi penyebaran virus corona akan terjadi besar-besaran pada bulan ini karena akan ada kerumuman massal dalam <a href="https://tirto.id/daftar-libur-desember-2020-pilkada-tanggal-9-jadi-libur-nasional-f7A8">pemilihan kepala daerah 9 Desember</a> di ratusan daerah dan liburan panjang akhir tahun dan tahun baru. </p>
<p>Pemerintah harus memperkuat sistem layanan kesehatan, mendorong perilaku hidup bersih dan sehat serta penggunaan masker, cuci tangan dan menjaga jarak. Pemerintah harus memperbaiki kualitas lingkungan, dan melindungi populasi berisiko. </p>
<p>Pemerintah daerah juga harus meningkatkan kemampuan pelacakan dan pengetesan, serta mengambil keputusan yang cepat dan tepat disertai komitmen yang kuat untuk mengendalikan virus.</p>
<p>Jika para pemerintah dan masyarakat di suatu daerah belum siap melaksanakan berbagai strategi tersebut secara holistik, mungkin saatnya rem darurat kembali ditarik, seperti di beberapa <a href="https://www.cnbc.com/2020/11/04/coronavirus-france-germany-and-the-uk-impose-new-lockdown-orders-as-pandemic-fatigue-seeps-in-across-europe-and-cases-soar.html">negara yang kembali menarik rem daruratnya dengan <em>lockdown</em></a> akibat jumlah kasus dan kematian yang mulai meningkat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/151284/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Irwandy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Peran pemerintah daerah saat ini menjadi kunci utama untuk menekan angka kematian di daerahnya masing-masing. Masyarakat juga harus ikut mengimplementasikan kebijakan responsif.Irwandy, Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas HasanuddinLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1345452020-03-25T09:49:20Z2020-03-25T09:49:20ZCOVID-19 tampaknya tidak semematikan dugaan awal, namun wabah ini jelas bukan “cuma flu”<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/322599/original/file-20200324-155674-buxmay.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Coronavirus_COVID-19_virus.jpg">Felipe Esquivel Reed/Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p><em>Catatan editor: Artikel ini telah diperbarui mengikuti perkembangan dari Wuhan. Beberapa konteks Indonesia juga ditambahkan.</em></p>
<hr>
<p>Air bah infeksi SARS-CoV-2 dalam pandemi saat ini telah disertai juga dengan <a href="https://theconversation.com/9-ways-to-talk-to-people-who-spread-coronavirus-myths-131378">banjir informasi</a>, sehingga sulit untuk menyaring berita yang dapat diandalkan.</p>
<p>Salah satu pertanyaan yang paling penting adalah: seberapa mematikan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 ini?</p>
<p>Sebelum ke sana: bertentangan dengan beberapa laporan, tidak ada bukti bahwa virus telah berevolusi menjadi galur baru yang lebih mematikan sejak muncul pada akhir 2019. Tentu saja, semua virus berevolusi, dan SARS-CoV-2 tidak terkecuali, tapi <a href="https://academic.oup.com/nsr/advance-article/doi/10.1093/nsr/nwaa036/5775463">laporan</a> adanya galur baru yang agresif sekarang telah dicabut.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/why-are-older-people-more-at-risk-of-coronavirus-133770">Why are older people more at risk of coronavirus?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>SARS-CoV-2 tampaknya bermutasi (mengalami perubahan genetik) pada <a href="http://virological.org/t/phylodynamic-analysis-176-genomes-6-mar-2020/356">tingkat yang sama</a> dengan coronavirus lainnya, seperti virus SARS 2002 dan virus yang menyebabkan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV) pada 2012.</p>
<p>Laju ini kurang dari setengah laju virus influenza biasanya bermutasi, yang mutasinya sendiri cukup lambat dan memungkinkan vaksin flu tahunan diproduksi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=241&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=241&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=241&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=303&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=303&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/320346/original/file-20200313-27019-1vaqeli.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=303&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tingkat evolusi untuk tiga coronavirus, termasuk SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19. Nilai yang lebih tinggi menunjukkan virus yang mengakumulasi mutasi lebih cepat; batas kesalahan seputar SARS-CoV-2 menunjukkan ketidakpastian saat ini.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Taiaroa et al. 2020 / Sebastian Duchene (Univ. Melbourne)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Jadi, seberapa mematikan virus ini?</h2>
<p>Ini tidak mudah dijawab.</p>
<p>Laporan-laporan tentang tingkat mematikan virus ini berbeda jauh satu sama lain. Walaupun sebagian besar penderita berhasil pulih dari COVID-19, tidak sedikit yang tak mampu melawan <a href="https://theconversation.com/how-does-the-wuhan-coronavirus-cause-severe-illness-130864">kerusakan langsung, pneumonia, dan sepsis (komplikasi berbahaya akibat infeksi)</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-does-coronavirus-kill-130864">How does coronavirus kill?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pada 3 Maret, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) <a href="https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---3-march-2020">menyatakan</a> bahwa tingkat kematian COVID-19 adalah 3,4%. Perkiraan lain yang dikutip secara luas telah menyebut angka <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30185-9/fulltext#tbl1">3%</a> atau <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(20)30195-X/fulltext">5%</a>. </p>
<p>Namun, sumber-sumber lain memperkirakan angkanya <a href="https://www.scmp.com/week-asia/health-environment/article/3065187/coronavirus-south-koreas-aggressive-testing-gives">jauh di bawah 1%</a>.</p>
<p>Salah satu alasan perbedaan ini adalah bahwa mereka sering menggunakan dua cara berbeda untuk menghitung angka kematian.</p>
<p><a href="https://www.britannica.com/science/case-fatality-rate">Persentase Fatalitas Kasus</a> (<em>Case Fatality Rate</em> atau CFR) adalah jumlah kematian dibagi dengan jumlah infeksi yang diketahui. Angka ini bisa sangat bias ke atas atau ke bawah karena pengambilan sampel.</p>
<p>Bayangkan bila virus menginfeksi 100 orang; 70 tidak menunjukkan gejala dan tidak menyadari terinfeksi, sementara 30 jatuh sakit dan didiagnosis, serta 1 dari 30 orang ini meninggal.</p>
<p>Dalam contoh ini, angka kematian sebenarnya adalah 1% (1/100), tapi CFR adalah 3,3% (1/30).</p>
<p>Contoh lain: menurut laporan pemerintah Indonesia, sampai dengan 25 Maret 2020 (tiga minggu sejak kasus pertama diumumkan) tercatat penderita positif 790 orang dan 58 orang meninggal. Ini berarti CFR berada pada 7,34%.</p>
<p>Bias ini biasanya paling kuat selama tahap awal wabah, yakni ketika banyak kasus ringan tidak terdeteksi dan jumlah yang dikonfirmasi masih rendah.</p>
<p>Oleh karena itu, beberapa ahli epidemiologi sekarang menduga bahwa angka kematian yang dilaporkan pada tahap awal adalah <a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/why-are-covid-19-death-rates-so-hard-to-calculate-experts-weigh-in#Why-3.4%-is-likely-an-overestimate">perkiraan yang sangat berlebihan</a>. </p>
<p>Ada cara mengukur kedua yang bisa kita gunakan di sini, yang lebih sesuai dengan ukuran “seberapa mematikan”. Persentase Fatalitas Infeksi (<a href="https://institutefordiseasemodeling.github.io/nCoV-public/analyses/first_adjusted_mortality_estimates_and_risk_assessment/2019-nCoV-preliminary_age_and_time_adjusted_mortality_rates_and_pandemic_risk_assessment.html"><em>Infection Fatality Rate</em>, IFR</a>) adalah jumlah kematian dibagi dengan jumlah infeksi <em>sesungguhnya</em> (termasuk kasus yang dikonfirmasi dan tidak terdiagnosis). Statistik ini lebih sulit untuk dihitung karena memerlukan perkiraan jumlah infeksi yang tidak terdeteksi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=256&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=256&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=256&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=322&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=322&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/320510/original/file-20200314-50556-4utjc5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=322&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">CFR adalah jumlah kematian dibagi dengan jumlah kasus yang diketahui. IFR adalah jumlah kematian dibagi dengan semua infeksi (kasus yang diketahui ditambah kasus yang tidak diketahui).</span>
<span class="attribution"><span class="source">Michael Lee (Flinders Univ. & SA Museum)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Salah satu perkiraan IFR untuk COVID-19 ditempatkan di angka <a href="https://institutefordiseasemodeling.github.io/nCoV-public/analyses/first_adjusted_mortality_estimates_and_risk_assessment/2019-nCoV-preliminary_age_and_time_adjusted_mortality_rates_and_pandemic_risk_assessment.html">1%</a>, dan beberapa data baru menunjukkan bahwa angka ini kredibel.</p>
<p>Seiring pengujian lebih luas dan ketat dilakukan, perbedaan antara kedua ukuran (CFR dan IFR) semakin kecil. Ini mungkin sedang terjadi di Korea Selatan, saat <a href="https://www.scmp.com/week-asia/health-environment/article/3065187/coronavirus-south-koreas-aggressive-testing-gives">pengujian menyeluruh</a> telah mendeteksi banyak infeksi ringan dan membawa perkiraan tingkat kematian turun menjadi 0,65%.</p>
<p>Demikian pula, kejadian yang melanda kapal pesiar <em>Diamond Princess</em> membawa penjelasan baru karena karantina yang ketat yang dilakukan di kapal itu berarti hampir semua kasus COVID-19 di kapal itu (bahkan yang tanpa gejala) diidentifikasi. Ada 7 kematian di antara lebih dari 600 infeksi di kapal itu, sehingga IFR tercatat <a href="https://cmmid.github.io/topics/covid19/severity/diamond_cruise_cfr_estimates.html">sekitar 1,2%</a>. Ini lebih tinggi daripada di Korea Selatan, tapi mungkin wajar, mengingat sepertiga penumpang kapal itu berusia di atas 70 tahun. </p>
<h2>Bukan “cuma flu”</h2>
<p>Bagaimana pun, angka kematian 1% sangatlah merisaukan. Proyeksi yang baru dirilis menunjukkan 20-60% orang Australia dapat tertular SARS-CoV-2, ini bisa berarti <a href="https://www.smh.com.au/politics/federal/australia-prepares-for-50-000-to-150-000-coronavirus-deaths-20200316-p54amn.html">50.000-150.000 kematian</a>.</p>
<p>Data yang dimiliki pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa orang yang berisiko terpapar virus corona berjumlah antara <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51973860">600.000 sampai 700.000</a>. Tingkat kematian 1% di sini berarti 60.000-70.000 orang bisa tewas karena COVID-19.</p>
<p>Sebagai perbandingan, sekitar 35 juta orang Amerika terkena flu tahun lalu, 34.000 di antaranya meninggal: <a href="https://www.cdc.gov/flu/about/burden/index.html">kurang dari 0,1%</a>. COVID-19 jauh lebih mematikan daripada flu musiman, <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30566-3/fulltext">terutama untuk orang yang lebih tua</a>, dan tidak ada vaksin hingga kini.</p>
<p>Karena virus ini lebih menyerang orang lanjut usia, negara-negara dengan populasi yang menua akan <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/coronavirus-age-sex-demographics/">lebih parah terkena dampak</a>. </p>
<p>Jika menggunakan data demografi saja, angka kematian yang diproyeksikan di Italia adalah tujuh kali angka di Niger; Australia lebih buruk daripada rata-rata global. Tentu saja, tingkat kematian akhirnya juga akan tergantung pada sistem kesehatan dan respons penanggulangan masing-masing negara. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=368&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=368&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=368&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=463&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=463&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/320511/original/file-20200314-50551-saiohb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=463&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Proyeksi tingkat kematian (global, dan negara) dari COVID-19. Berdasarkan data CFR dari 13 Maret 2020.</span>
<span class="attribution"><span class="source">worldometers.info / populationpyramid.net (Michael Lee, Flinders Univ. & SA Museum)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kematian yang lebih sering terjadi pada penderita COVID-19 usia lanjut ini harus dipertimbangkan secara eksplisit dalam upaya memerangi wabah. Di Australia, 11% dari populasi berusia lebih dari 70 tahun dan diprediksi menyumbang 63% kematian. Mengisolasi sebagian kecil lansia akan mengurangi separuh kematian dan berpotensi lebih praktis dibanding penguncian (<em>lockdown</em>) total seluruh populasi.</p>
<p>Kita perlu segera fokus pada <a href="https://www.nytimes.com/2020/03/14/health/coronavirus-elderly-protection.html">cara terbaik untuk mencapai target ini</a>. Pada saat artikel ini ditulis, Inggris sedang <a href="https://www.bbc.com/news/uk-51895873">serius membahas strategi ini</a>. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=360&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=360&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=360&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=452&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=452&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/320572/original/file-20200315-50598-1ko2opo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=452&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Warga Australia berusia di atas 70 tahun bisa menyumbang 63% kematian akibat virus SARS-CoV-2 di sana. Berdasarkan data CFR dari 13 Maret 2020.</span>
<span class="attribution"><span class="source">worldometers.info / populationpyramid.net (Michael Lee, Flinders Univ. & SA Museum)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada juga sisi lain yang merisaukan bila tingkat kematian ternyata memang lebih rendah dari yang dilaporkan: ini berarti setiap kematian menyiratkan adanya jumlah infeksi yang jauh lebih besar. </p>
<p>Sebagian besar kematian COVID-19 terjadi setidaknya <a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/why-are-covid-19-death-rates-so-hard-to-calculate-experts-weigh-in#Why-calculating-the-death-rate-is-so-tricky">dua minggu</a> setelah infeksi. Jadi, satu kematian hari ini berarti sekitar 100 orang sudah terinfeksi dua minggu lalu, dan jumlah orang terinfeksi itu kemungkinan <a href="https://ama.com.au/article/update-novel-coronavirus-covid-19">meningkat secara eksponensial</a> menjadi beberapa ratus pada hari ini. </p>
<p>Implikasinya jelas. Kita tidak bisa menunggu sampai banyak orang meninggal dalam sebuah kluster COVID-19 sebelum menerapkan tindakan penanggulangan ekstrem. Pada saat itu, wabah akan menjadi sangat besar dan sulit untuk dikelola. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/8-tips-on-what-to-tell-your-kids-about-coronavirus-133346">8 tips on what to tell your kids about coronavirus</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<hr>
<p><strong><em>Update</em></strong>: Sejumlah besar infeksi COVID-19 dan kematian di Wuhan sekarang telah dimodelkan untuk memastikan tingkat kematian. Sebuah <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-020-0822-7">penelitian</a> menghitung metrik yang disebut sCFR, yang memperkirakan CFR ketika pengujian telah dilakukan cukup luas sehingga semua individu yang bergejala diidentifikasi sebagai kasus. Nilai sCFR yang dihitung adalah 1,4%, yang dapat dijadikan batas atas IFR di sana.</p>
<p><em>Aisha Amelia Yasmin menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/134545/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mike Lee receives funding from the Australian Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sebastian Duchene receives funding from the Australian Research Council and the National Health and Medical Research Council (Australia). </span></em></p>Tidak ada bukti bahwa coronavirus telah bermutasi menjadi lebih mematikan. COVID-19 hampir pasti tidak semematikan yang dilaporkan sebelumnya.Mike Lee, Professor in Evolutionary Biology (jointly appointed with South Australian Museum), Flinders UniversitySebastian Duchene, ARC DECRA Fellow, The University of MelbourneLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1266102019-11-08T05:01:31Z2019-11-08T05:01:31ZLari dapat membantu kita hidup lebih lama, tapi lari lebih banyak belum tentu lebih baik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/300828/original/file-20191108-10910-1yt5fav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/active-healthy-runner-jogging-outdoor-woman-1505794598">Nutthaseth Van</a></span></figcaption></figure><p>Lari itu gratis, tidak perlu alat dan bisa melihat pemandangan indah - tidak heran lari menjadi salah satu olahraga paling populer di dunia.</p>
<p>Jumlah pelari rekreasional di Australia berlipat ganda dari tahun <a href="https://www.abs.gov.au/AUSSTATS/subscriber.nsf/log?openagent&41770_2005-06.pdf&4177.0&Publication&A36EC2C4EAD3937BCA257281001ADA51&0&2005-06&14.02.2007&Latest">2006</a> ke <a href="https://www.abs.gov.au/AUSSTATS/subscriber.nsf/log?openagent&41770do001_201314.xls&4177.0&Data%20Cubes&C7DF0B6E60E19B6FCA257DEF001141C2&0&2013-14&18.02.2015&Latest">2014</a>. Saat ini lebih dari 1,35 juta orang Australia (7,4%) berlari untuk rekreasi dan olah raga.</p>
<p>Penelitian kami, yang terbit di <a href="http://bjsm.bmj.com/lookup/doi/10.1136/bjsports-2018-100493">British Journal of Sports Medicine</a>, menunjukkan bahwa lari dapat secara signifikan meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko kematian setiap saat. </p>
<p>Dan kita tidak perlu lari cepat atau jauh untuk memperoleh manfaatnya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/health-check-do-we-lose-gains-from-exercise-as-our-bodies-get-used-to-it-82311">Health Check: do we lose gains from exercise as our bodies get used to it?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Penelitian kami</h2>
<p>Riset sebelumnya telah menemukan bahwa lari <a href="https://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-6196(15)00621-7/fulltext">mengurangi risiko</a> obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, difabilitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan kanker. </p>
<p>Lari juga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25568330">meningkatkan</a> ketahanan aerobik, fungsi jantung, keseimbangan, dan metabolisme.</p>
<p>Hal-hal ini adalah komponen penting dalam kesehatan kita secara keseluruhan. Jadi, tentu masuk akal bila lari dikaitkan dengan peningkatan usia hidup. Tapi bukti-bukti ilmiah yang ada tidak konsisten mendukung kaitan ini.</p>
<p>Kajian kami meringkas hasil 14 studi individual pada hubungan antara lari atau jogging dengan risiko kematian akibat berbagai sebab, penyakit jantung, dan kanker.</p>
<p>Kami mengumpulkan data lebih dari 230.000 peserta penelitian, 10% di antaranya pelari. Penelitian-penelitian ini melacak kesehatan para peserta selama 5,5 hingga 35 tahun. Selama periode penelitian ini, 29.951 peserta meninggal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/which-sports-are-best-for-health-and-long-life-67636">Which sports are best for health and long life?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sewaktu kami mengumpulkan data dari penelitian, kami menemukan pelari memiliki risiko 27% lebih rendah terhadap kematian yang disebabkan oleh apa pun selama periode penelitian dibanding non-pelari.</p>
<p>Secara spesifik, lari dikaitkan dengan penurunan risiko kematian akibat penyakit jantung sebesar 30% dan akibat kanker sebesar 23%.</p>
<h2>Lebih banyak belum tentu lebih baik</h2>
<p>Kami menemukan bahwa berlari sekali seminggu, atau 50 menit dalam seminggu, sudah dapat mengurangi risiko kematian kapan saja. Manfaat ini sepertinya tidak bertambah atau berkurang dengan seiring peningkatan porsi lari.</p>
<p>Ini kabar baik bagi mereka yang tidak punya banyak waktu untuk berolahraga. Tapi temuan ini juga sebaiknya tidak menghambat mereka yang senang berlari lebih lama dan lebih sering. Kami menemukan bahwa pelari “garis keras” (misalnya, rutin lari tiap hari atau empat jam dalam seminggu) memperoleh manfaat kesehatan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/300017/original/file-20191104-88372-3givb0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/300017/original/file-20191104-88372-3givb0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/300017/original/file-20191104-88372-3givb0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/300017/original/file-20191104-88372-3givb0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/300017/original/file-20191104-88372-3givb0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/300017/original/file-20191104-88372-3givb0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/300017/original/file-20191104-88372-3givb0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Berlarilah dengan kecepatan dan jarak yang nyaman bagi Anda.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/tying-sports-shoe-93871717">Ekapong</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Manfaat juga tidak meningkat dengan peningkatan kecepatan lari. Kami menemukan bahwa berlari dengan kecepatan antara 8 dan 13 kilometer per jam manfaatnya sama. Tampaknya berlari dengan kecepatan “yang paling nyaman untuk kita” adalah yang terbaik untuk kesehatan.</p>
<h2>Tapi ingat, ada risikonya juga</h2>
<p>Lari dapat mengakibatkan cedera akibat penggunaan berlebih (<em>overuse</em>). Cedera ini terjadi karena tekanan mekanis yang berulang-ulang pada jaringan tubuh tanpa waktu penyembuhan yang cukup. </p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24809248">Riwayat cedera</a> dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11479190">durasi aktivits yang lebih lama</a> meningkatkan risiko.</p>
<p>Kita bisa <a href="http://sma.org.au/resources-advice/injury-fact-sheets/">meminimalkan risiko</a> dengan menghindari jalur lari yang tidak rata atau keras, alas kaki yang sesuai, dan tidak meningkatkan laju atau durasi lari tiba-tiba.</p>
<p>Selalu ada risiko <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21788587">kematian mendadak saat olahraga</a>, tapi ini sangat jarang terjadi.</p>
<p>Yang penting, kami menemukan bahwa manfaat lari jauh lebih besar dari risiko yang dikaitkan. Durasi pendek dan kecepatan rendah saat berlari akan menurunkan risiko.</p>
<h2>Saran bagi pemula</h2>
<p>Mulailah pelan dan secara bertahap meningkatkan laju, durasi, dan frekuensi mingguan. Targetkan untuk berlari 50 menit setiap minggunya atau lebih, dan berlari pada kecepatan yang nyaman. Pertahankan semangat, tapi jangan sampai lari hingga kehabisan tenaga.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/health-check-how-to-start-exercising-if-youre-out-of-shape-114437">Health Check: how to start exercising if you're out of shape</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Manfaatnya akan sama, tidak peduli apakah kita lari dalam satu sesi atau dibagi dalam beberapa sesi dalam seminggu.</p>
<p>Kalau tidak suka lari sendiri, cobalah bergabung dengan komunitas lari atau ikut kegiatan lari. Lari dalam kelompok dapat meningkatkan motivasi dan menjadi sarana sosial yang menyenangkan.</p>
<p>Memulai lari bisa jadi berat, tapi bukannya sangat berat. Kalau tidak suka lari, jangan dipaksa; ada lebih dari 800 <a href="https://www.topendsports.com/sport/list/index.ht">olahraga menarik</a> lainnya. <a href="https://theconversation.com/which-sports-are-best-for-health-and-long-life-67636">Banyak olahraga lain</a> (seperti renang, tenis, sepeda, dan aerobik) memiliki manfaat sebanding dengan yang kami temukan pada lari.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/126610/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Željko Pedišić tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kita tidak perlu lari cepat atau jauh untuk memperoleh manfaat signifikan.Željko Pedišić, Associate Professor, Victoria UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1188322019-06-24T07:26:19Z2019-06-24T07:26:19ZKetika dampak kematian teman dekat sama traumatisnya dengan kehilangan anggota keluarga<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/279520/original/file-20190614-158925-1sl9tkk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C1000%2C661&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/664198507?src=0fbFB0idVyS5_t1D2vlzfw-1-45&size=medium_jpg">Syda Productions/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Meninggalnya seorang teman merupakan kehilangan yang dihadapi sebagian besar orang pada suatu momen dalam hidup mereka, mungkin juga beberapa kali. Akan tetapi, rasa kesedihan karena hal ini mungkin tidak dianggap serius oleh atasan, dokter, atau orang lain. </p>
<p>Hal yang dinamakan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.2190/om.66.2.a">hierarki kesedihan</a>, skala yang digunakan untuk menentukan siapa yang dianggap sebagai pelayat yang lebih sah daripada yang lain, menempatkan anggota keluarga di posisi atas, berbeda halnya dengan teman. Untuk alasan ini, kesedihan akibat kehilangan seorang teman mungkin terabaikan dan juga digambarkan sebagai <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/02682629908657467?journalCode=rber20&">kesedihan yang tidak diakui</a>.</p>
<p>Belum ada banyak penelitian tentang dampak meninggalnya seorang teman pada seseorang, jadi kami mencoba mengatasi ini dengan <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0214838">penelitian terbaru</a> kami. Kami menemukan bahwa, jauh dari rasa kehilangan yang sepele, kesehatan dan kesejahteraan orang-orang yang kehilangan teman dekatnya sangat terdampak dalam rentang empat tahun setelah kehilangan.</p>
<p>Untuk penelitian kami, yang diterbitkan di <em>PLOS ONE</em>, kami menganalisis tanggapan dari <a href="https://melbourneinstitute.unimelb.edu.au/hilda">survei rumah tangga</a> Australia dengan data dari lebih dari 26.000 orang. Dari orang-orang yang menyelesaikan survei, lebih dari 9.500 pernah mengalami kematian seorang teman dekatnya. Analisis kami menunjukkan bahwa kepuasan hidup orang yang kehilangan menurun tajam (gambar 1) dibandingkan dengan kelompok yang tidak kehilangan. Penurunan besar dan tajam dalam kepuasan hidup ini terlihat dari bulan ketiga hingga kesembilan dan disertai adanya penurunan yang lebih sedikit namun masih cukup besar pada bulan ke-19 hingga ke-21.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/273318/original/file-20190508-183100-1n93aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/273318/original/file-20190508-183100-1n93aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/273318/original/file-20190508-183100-1n93aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/273318/original/file-20190508-183100-1n93aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/273318/original/file-20190508-183100-1n93aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/273318/original/file-20190508-183100-1n93aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/273318/original/file-20190508-183100-1n93aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 1. Kepuasan hidup.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada grafik di bawah ini, dampak kehilangan teman terhadap kesehatan secara umum ditunjukkan dengan membandingkan kelompok yang kehilangan dengan kelompok yang tidak kehilangan. Anda dapat melihat pelacakan kelompok yang kehilangan jelas lebih rendah daripada yang tidak kehilangan selama 24 bulan, sebuah efek yang berlanjut selama empat tahun.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/273330/original/file-20190508-183089-1wj8ffj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/273330/original/file-20190508-183089-1wj8ffj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/273330/original/file-20190508-183089-1wj8ffj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/273330/original/file-20190508-183089-1wj8ffj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/273330/original/file-20190508-183089-1wj8ffj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/273330/original/file-20190508-183089-1wj8ffj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/273330/original/file-20190508-183089-1wj8ffj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 2. Kesehatan secara umum.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Keberfungsian sosial dan kesehatan mental juga menjadi lebih buruk setelah mengalami kematian seorang teman, yang dapat Anda lihat dalam dua grafik terakhir.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/273331/original/file-20190508-183112-1gyx3ls.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/273331/original/file-20190508-183112-1gyx3ls.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/273331/original/file-20190508-183112-1gyx3ls.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/273331/original/file-20190508-183112-1gyx3ls.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/273331/original/file-20190508-183112-1gyx3ls.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/273331/original/file-20190508-183112-1gyx3ls.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/273331/original/file-20190508-183112-1gyx3ls.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 3. Fungsi sosial.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/273334/original/file-20190508-183109-m4cdnb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/273334/original/file-20190508-183109-m4cdnb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/273334/original/file-20190508-183109-m4cdnb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/273334/original/file-20190508-183109-m4cdnb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/273334/original/file-20190508-183109-m4cdnb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/273334/original/file-20190508-183109-m4cdnb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/273334/original/file-20190508-183109-m4cdnb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 4. Kesehatan mental.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa kita perlu menganggap kehilangan sahabat karib dengan lebih serius serta mengubah cara kita dalam mendukung orang-orang yang menderita duka cita seperti itu.</p>
<p>Teman merupakan <a href="https://asu.pure.elsevier.com/en/publications/is-friendship-akin-to-kinship">kerabat psikologis</a>, yang berarti, Anda bahkan mungkin memiliki ikatan yang lebih kuat dengan teman Anda daripada orang yang terikat karena hubungan darah dan pernikahan. Jadi ketika seorang teman meninggal, tekanan psikologis dan emosional yang dialami bisa sama buruknya dengan ketika mengalami kematian kerabat.</p>
<p>Analisis kami menunjukkan bahwa jika Anda tidak aktif secara sosial, kematian seorang teman dapat membuat dampak kehilangan menjadi lebih buruk. Ketika lingkaran sosial Anda mengecil, Anda menjadi kurang tahan terhadap kesedihan karena Anda kehilangan sumber utama dukungan emosional dari jaringan sosial Anda.</p>
<h2>Menentang mitos</h2>
<p>Mitos bahwa perasaan sedih dan kehilangan berkurang jauh setelah satu tahun juga perlu ditentang. Meski ada peningkatan dalam kesehatan dan dalam melanjutkan kehidupan sehari-hari, efek jangka panjang pada kesehatan mental dan kesejahteraan hidup tidak dapat diabaikan. Kondisi ini menjadi lebih mengkhawatirkan pada kehilangan yang tidak diakui, sebab yang dirasakan tidak hanya ada efek jangka panjang yang bertahan lama, tetapi juga ditambah dengan sedikitnya pengakuan bahwa kehilangan yang dialami itu signifikan.</p>
<p>Para profesional kesehatan mental dan atasan sekarang ini harus mengakui dampak signifikan kematian seorang teman terhadap seseorang dan menawarkan layanan dan dukungan yang sesuai. Bantuan psikologis yang diterima orang yang sedang kehilangan tidak sama di seluruh dunia, hal ini perlu diubah setelah kita mulai menerima pandangan bahwa teman dekat dapat dianggap sebagai kerabat psikologis seseorang.</p>
<p><em>Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/118832/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meninggalnya seorang teman dekat adalah kehilangan yang sering terabaikan.Liz Forbat, Associate Professor of Ageing, University of StirlingWai-Man Liu, Associate Professor, Research School of Finance, Actuarial Studies and Statistics, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1118292019-02-19T07:40:34Z2019-02-19T07:40:34ZTujuh grafik yang menunjukkan bahwa dunia menjadi lebih baik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/259483/original/file-20190218-56240-1wvu4du.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3158%2C2121&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Akademisi Swedia Hans Rosling telah <a href="https://www.gapminder.org/">mengidentifikasi</a> tren yang mengkhawatirkan: orang-orang dari negara maju bukan hanya tidak tahu bahwa dunia telah menjadi tempat yang lebih baik, tapi mereka sebenarnya bahkan berpikir sebaliknya. Cara berpikir mereka tidak mengherankan, saat banyak berita berfokus pada pelaporan bencana, serangan teroris, perang, dan kelaparan.</p>
<p>Siapa yang mau mendengar fakta bahwa setiap hari sekitar 200.000 orang di seluruh dunia terangkat <a href="https://ourworldindata.org/extreme-poverty">dari garis kemiskinan AS$2 per hari</a>? Atau bahwa setiap hari lebih dari 300.000 orang per hari mendapatkan akses ke listrik dan air bersih <a href="https://www.nytimes.com/2018/01/06/opinion/sunday/2017-progress-illiteracy-poverty.%20html">untuk pertama kalinya</a>? Kisah-kisah mengenai orang-orang di negara berpenghasilan rendah ini terasa tidak cocok untuk bahasan berita yang menarik. Namun, seperti yang ditunjukkan Rosling dalam bukunya <a href="https://www.gapminder.org/factfulness-book/">Factfulness</a>, penting untuk menempatkan semua berita buruk dalam perspektif.</p>
<p>Meski benar bahwa dalam beberapa dekade terakhir globalisasi telah memberikan tekanan <a href="https://www.oecd.org/els/emp/Globalisation-Jobs-and-Wages-2007.pdf">pada upah kelas menengah</a> di negara maju, globalisasi juga membantu mengangkat ratusan juta orang di atas garis kemiskinan global, sebagian besar di Asia Tenggara.</p>
<p>Bangkitnya populisme baru-baru ini yang telah melanda negara-negara Barat, dengan Donald Trump di Amerika Serikat, Brexit di Inggris, dan kemenangan kaum populis di Hongaria dan Italia, selain banyak faktor lainnya, harus menjadi hal yang kita perhatikan jika kita peduli terhadap kesejahteraan global. Globalisasi adalah satu-satunya cara untuk memastikan kemakmuran ekonomi dibagi <a href="https://ourworldindata.org/is-globalization-an-engine-of-economic-development">ke semua negara</a> dan tidak hanya negara maju tertentu.</p>
<p>Sementara beberapa orang membangga-banggakan masa lalu, salah satu fakta penting sejarah ekonomi dunia adalah bahwa sebelum kemajuan baru-baru ini sebagian besar populasi dunia hidup dalam kondisi yang cukup menyedihkan–dan ini terjadi di sebagian besar sejarah manusia. Tujuh grafik berikut menunjukkan bagaimana dunia telah menjadi tempat yang jauh lebih baik dibandingkan beberapa dekade yang lalu.</p>
<h2>1: Harapan hidup yang terus meningkat</h2>
<iframe src="https://ourworldindata.org/grapher/life-expectancy-globally-since-1770" style="width: 100%; height: 600px; border: 0px none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Bahkan selama Revolusi Industri, harapan hidup rata-rata di negara-negara Eropa tidak melebihi sekitar 35 tahun. Ini tidak menyiratkan bahwa sebagian besar orang meninggal pada usia 30-an atau 40-an, tapi tingkat kematian anak yang sangat tinggi menurunkan nilai rata-ratanya. Perempuan yang meninggal saat melahirkan juga merupakan masalah besar. Demikian juga beberapa penyakit umum seperti cacar dan wabah pes, yang sekarang telah sepenuhnya diberantas di negara-negara berpenghasilan tinggi.</p>
<h2>2: Kematian anak terus menurun</h2>
<iframe src="https://ourworldindata.org/grapher/child-mortality?tab=chart" style="width: 100%; height: 600px; border: 0px none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Lebih dari seabad yang lalu, angka persentase kematian anak masih melebihi 10%-bahkan di negara-negara berpenghasilan tinggi seperti AS dan Inggris. Namun berkat pengobatan modern, dan keamanan publik yang lebih baik secara umum, jumlah ini telah berkurang menjadi hampir nol di negara-negara kaya.</p>
<p>Ditambah lagi, negara-negara berkembang seperti India dan Brasil sekarang memiliki angka kematian anak jauh lebih rendah daripada negara-negara maju yang memiliki tingkat pendapatan yang sama dengan mereka pada satu abad yang lalu.</p>
<h2>3. Tingkat kelahiran menurun</h2>
<iframe src="https://ourworldindata.org/grapher/children-born-per-woman" style="width: 100%; height: 600px; border: 0px none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Meski banyak yang khawatir terhadap ledakan populasi global, tapi faktanya adalah bahwa angka kelahiran telah turun secara signifikan di seluruh dunia. <a href="https://ourworldindata.org/world-population-growth">Perserikatan Bangsa-Bangsa</a> memperkirakan sebagian besar populasi global akan stabil pada angka 11 miliar pada akhir abad ini.</p>
<p>Selain itu, seperti dapat dilihat dari grafik, banyak negara berkembang seperti Brasil, Cina, dan sejumlah negara Afrika telah beralih ke <a href="https://ourworldindata.org/fertility-rate">fase angka kelahiran-rendah</a>. Sementara transisi ini berlangsung hampir selama 100 tahun untuk banyak negara maju, dimulai dengan Revolusi Industri, banyak negara lain mencapai fase ini hanya dalam dua hingga tiga dekade.</p>
<h2>4. Pertumbuhan PDB meningkat cepat di negara maju</h2>
<iframe src="https://ourworldindata.org/grapher/maddison-data-gdp-per-capita-in-2011us?tab=chart&yScale=log&country=USA+Western%20Europe%20Maddison%20definition+JPN+CHN+East%20Asia%20Maddison%20definition+Africa%20Maddison%20definition+IND" style="width: 100%; height: 600px; border: 0px none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Negara-negara pemimpin teknologi, AS dan Eropa Barat, pendapatannya telah tumbuh sekitar 2% per tahun secara rata-rata, <a href="https://www.hoover.org/sites/default/files/jones-facts040.%20pdf">dalam 150 tahun terakhir</a>. Ini berarti bahwa tingkat pendapatan kira-kira dua kali lipat setiap 36 tahun.</p>
<p>Meski banyak fluktuasi yang terjadi, seperti Depresi Hebat atau Resesi Hebat baru-baru ini, kestabilan tingkat pertumbuhan jangka panjang sebenarnya cukup ajaib. Negara-negara berpenghasilan rendah, termasuk Cina dan India, telah tumbuh pada kecepatan yang secara signifikan lebih cepat dalam beberapa dekade terakhir dan dengan cepat menyusul ke Barat. </p>
<p>Dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10% selama beberapa periode, pendapatan meningkat dua kali lipat setiap tujuh tahun. Ini jelas berita baik jika kemakmuran ini tersebar secara lebih merata di seluruh dunia.</p>
<h2>5. Ketimpangan pendapatan global mengecil</h2>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=1020&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=1020&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=1020&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1282&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1282&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/252269/original/file-20190102-32121-h3gvef.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1282&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://ourworldindata.org/global-economic-inequality">Max Roser</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sementara <a href="http://blogs.worldbank.org/developmenttalk/increasingly-inequality-within-not-across-countries-rising">ketimpangan di dalam negara-negara</a> telah meningkat sebagai akibat dari globalisasi, ketimpangan global menunjukkan tren penurunan stabil selama beberapa dekade. Ini sebagian besar hasil perkembangan dari negara-negara berkembang seperti Cina dan India, tempat ratusan juta orang merasakan standar kehidupan mereka meningkat. Bahkan, untuk pertama kalinya sejak Revolusi Industri, sekitar setengah dari populasi global dapat dianggap kelas menengah global.</p>
<h2>6. Semakin banyak orang yang tinggal di negara demokrasi</h2>
<iframe src="https://ourworldindata.org/grapher/world-pop-by-political-regime?stackMode=relative" style="width: 100%; height: 600px; border: 0px none;" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Sepanjang sebagian besar sejarah manusia, orang-orang dulu hidup di bawah rezim non-demokratis. Hari ini, sekitar setengah dari populasi manusia hidup dalam demokrasi. Mereka yang masih hidup dalam otokrasi, 90% berada di Cina. Sementara negara tersebut baru-baru ini bergerak ke arah lain, terdapat alasan untuk percaya bahwa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan pada akhirnya akan mengarah pada demokratisasi (menurut <a href="https://www.ethz.ch/content/dam/ethz/special-interest/gess/cis/cis-dam/CIS_DAM_2015/WorkingPapers/Living_Reviews_Democracy/Wucherpfennig%2520Deutsch.pdf">teori modernisasi</a>).</p>
<h2>7. Konflik berkurang</h2>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=465&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=465&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=465&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=584&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=584&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/252274/original/file-20190102-32130-uqhlea.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=584&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://ourworldindata.org/war-and-peace">Max Roser</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sepanjang sejarah, dunia dipenuhi dengan konflik. Bahkan, setidaknya dua kekuatan terbesar di dunia telah berperang satu sama lain lebih dari 50% waktu <a href="https://ourworldindata.org/war-and-peace">sejak 1500 Masehi</a>.</p>
<p>Sementara pada awal abad ke-20 walau terjadi dua perang dunia berturut-turut, namun periode pasca-perang sangat damai. Untuk pertama kalinya, tidak ada perang atau konflik di Eropa Barat dalam sekitar tiga generasi. Dan organisasi internasional termasuk Uni Eropa dan PBB telah mengawal dunia menjadi lebih stabil.</p>
<hr>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Muhammad Gaffar.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/111829/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Posisi PhD Julius Probst saat ini secara tidak langsung didanai oleh the Knut and Alice Wallenberg Foundation. </span></em></p>Tujuh grafik menunjukkan bahwa hari ini dunia semakin membaik dibandingkan era. sebelumnya dalam sejarah manusia. Perang berkurang drastis.Julius Probst, Doctoral Researcher in Economic History, Lund UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/970192018-06-04T13:18:45Z2018-06-04T13:18:45ZBeralih ke transportasi umum dapat mengurangi risiko kematian akibat penyakit jantung dan stroke<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/221571/original/file-20180604-175442-yj55t1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Berhenti menggunakan mobil pribadi, dan beralih ke moda transportasi yang membuat tubuh lebih bergerak ternyata dapat mengurangi risiko penyakit jantung, stroke, dan kematian dini. Demikian hasil <a href="http://heart.bmj.com/lookup/doi/10.1136/heartjnl-2017-312699">riset terbaru kami</a>. </p>
<p>Berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum semuanya dapat membantu kita lebih bergerak aktif dan sehat.</p>
<p>Kebanyakan studi tentang aktivitas fisik menitikberatkan pada aktivitas olahraga dan rekreasi—yakni aktivitas berat yang berlangsung beberapa waktu. Kami tertarik memahami dampak aktivitas sehari-hari terhadap kesehatan. Maklum, orang zaman sekarang sibuk-sibuk dan sulit mencari cara agar tetap aktif sepanjang hari.</p>
<p>Bagi beberapa orang, kegiatan sehari-hari seperti berjalan atau bersepeda mungkin lebih mudah menarik, praktis dan dapat diterima ketimbang pergi ke gym.</p>
<p>Kami meneliti sekelompok besar orang dewasa, lebih dari 350 ribu orang, yang berumur antara 37 dan 73 tahun dari <a href="http://www.ukbiobank.ac.uk/">UK Biobank study</a>. Di awal penelitian, mereka menyampaikan kepada kami tentang moda transportasi sehari-hari, juga kebiasaan penting yang menyangkut kesehatan, seperti apakah mereka merokok atau tidak.</p>
<p>Kami membandingkan mereka yang hanya menggunakan mobil untuk bepergian dengan mereka yang berjalan kaki (entah hanya berjalan atau dikombinasikan dengan mobil atau transportasi publik). Mereka yang bersepeda juga digolongkan ke dalam kelompok aktif, meski jumlahnya sedikit.</p>
<p>Kami melaksanakan analisis terpisah terhadap mereka yang bepergian secara reguler dan yang tidak.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/219742/original/file-20180521-14984-i2v7my.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/219742/original/file-20180521-14984-i2v7my.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/219742/original/file-20180521-14984-i2v7my.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/219742/original/file-20180521-14984-i2v7my.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/219742/original/file-20180521-14984-i2v7my.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/219742/original/file-20180521-14984-i2v7my.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/219742/original/file-20180521-14984-i2v7my.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa orang lebih suka tangga ketimbang alat fitness.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/1037667589?src=l9GgLRNrIzU61RcMoNdeJQ-1-10&size=medium_jpg">JuneChalida/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Pola yang jelas</h2>
<p>Karena ini merupakan studi pengamatan, kami tidak bisa mengatakan dengan jelas bahwa mobil menimbulkan bahaya kesehatan. Meski demikian, kami mengambil langkah-langkah untuk menetapkan faktor lain, seperti apa yang orang makan atau penyakit apa yang mereka derita yang mungkin menjelaskan hasil temuan.</p>
<p>Sebagai contoh, orang yang tidak sehat mungkin harus menggunakan mobil karena kesehatannya terbatas, dan ini mungkin juga berhubungan dengan risiko penyakit mereka yang lebih tinggi.</p>
<p>Kami menggunakan metode statistika untuk menyesuaikan kasus seperti ini, dan pada beberapa kasus, kami tidak memasukkan mereka dalam analisis. Kami telah mencoba mengeliminasi faktor-faktor seperti ini, tapi kami tak yakin sudah mengesampingkan semua faktor.</p>
<p>Di antara orang-orang yang bepergian, mereka yang memiliki pola aktif bergerak punya risiko terkena penyakit jantung atau stroke 11 persen lebih rendah ketimbang mereka yang hanya menggunakan mobil. Risiko kematian akibat penyakit jantung atau stroke juga lebih rendah 30 persen.</p>
<p>Hampir setengah sampel kami bukanlah pelaju (<em>commuter</em>). Mereka sudah pensiun, pengangguran, atau bekerja dari rumah. Hanya sedikit studi yang meneliti mereka. Di antara orang-orang ini, pola bepergian yang lebih aktif punya risiko kematian 8 persen lebih rendah ketimbang mereka yang hanya menggunakan mobil.</p>
<p>Memang tidak semua temuan kami mendapatkan signifikansi secara statistik, tetapi ada pola umum. Pola bepergian yang lebih aktif, dibandingkan dengan hanya menggunakan mobil pribadi, punya kaitan dengan risiko penyakit jantung, stroke, dan kematian yang lebih rendah.</p>
<h2>Area untuk dijelajahi</h2>
<p>Akan amat menarik untuk menggali lebih dalam dan memahami betapa pentingnya pola-pola bepergian yang berbeda. Seberapa menguntungkan transportasi umum dibandingkan dengan mobil pribadi? Adakah keuntungan tambahan bersepeda ketimbang berjalan kaki?</p>
<p>Sayangnya, kami tak punya cukup data untuk menjawabnya.</p>
<p>Data yang berbeda dapat memungkinkan kami memahami lebih dalam. Ada yang mengatakan, makan camilan dalam mobil bisa menjadi faktor penyumbang risiko kematian yang lebih tinggi. Tetapi kami merasa penjelasan yang paling masuk akal adalah perbedaan dalam kegiatan fisik.</p>
<p>Riset kami menegaskan hal yang sudah diketahui umum, tentang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3583166/">manfaat kesehatan dari kegiatan fisik</a>. Mungkin saja ada beberapa orang yang memilih mengurangi penggunaan mobil ketika mereka memahami dampaknya terhadap kesehatan. </p>
<p>Tapi tidak banyak orang yang memiliki pilihan demikian. Kebanyakan hanya ingin melakukan hal yang normal, mudah, dan nyaman.</p>
<p>Perbedaan besar dalam pola bepergian di antara kota-kota di negara maju dapat dijelaskan oleh perbedaan infrastruktur. Makin banyak orang berjalan dan menggunakan transportasi umum di London, akibat investasi dalam moda transportasi ini.</p>
<p>Belanda juga membuat pilihan sadar untuk berinvestasi dalam infrastruktur sepeda pada tahun 1960-an, dan kini masyarakatnya banyak yang menggunakan sepeda.</p>
<p>Ketika banyak kebijakan infrastruktur transportasi diambil tanpa memikirkan alasan kesehatan, penelitian kami memberi bukti bahwa aspek kesehatan perlu diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan mengenai transportasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/97019/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Oliver Mytton menerima dana dari Wellcome Trust, National Institute for Health Research, Medical Research Council dan Economic and Social Research Council. Dia anggota UK Health Forum, Faculty of Public Health, dan terdaftar sebagai dokter di General Medical Council. Dia memiliki kontrak dengan Public Health England dan Hertfordshire County Council, dan merupakan Parliamentary Academic Fellow yang bekerja bersama Health Select Committee.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Jenna Panter menerima dana dari Medical Research Council. </span></em></p>Menggunakan transportasi umum lebih baik bagi kesehatan, ketimbang naik mobil pribadi.Oliver Mytton, Clinical Lecturer in Public Health, University of CambridgeJenna Panter, Senior Research Associate, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/927542018-03-26T09:58:00Z2018-03-26T09:58:00ZEliminasi malaria di Indonesia begitu sulit, mengapa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/211516/original/file-20180322-165554-fm77ej.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/1049562716?src=Z-Kw9MNjW0rFlVL8f4dxIg-1-9&size=medium_jpg">Nechaevkon/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Sampai kini malaria masih menjadi “musuh” yang terus diperangi di negeri ini. Dari total 258,9 juta penduduk Indonesia pada 2016, seperempatnya hidup di daerah dengan risiko sedang hingga tinggi untuk Malaria. </p>
<p>Sampai saat ini di Indonesia, kasus malaria banyak ditemukan di <a href="http://www.beritasatu.com/nasional/362496-70-persen-wilayah-bengkulu-belum-aman-malaria.html">Bengkulu</a> dan <a href="https://lifestyle.okezone.com/read/2017/03/31/481/1655447/6-besar-wilayah-zona-merah-endemis-malaria-di-indonesia">di kawasan timur</a> Indonesia seperti di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara. </p>
<p>Namun belum lama ini pada awal Maret, Dinas Kesehatan Kota Bogor meminta dokter dan Puskesmas cepat menangani pasien yang diduga <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180309175730-255-281814/faskes-bogor-diimbau-lebih-tanggap-cegah-malaria-impor">terserang malaria “impor”, malaria yang berasal dari luar Kota Bogor</a>. Bila tidak segera diobati, dikhawatirkan pasien mungkin saja keburu meninggal. </p>
<p>Permintaan itu disampaikan karena sebelumnya terdeteksi ada tiga pasien malaria di Kota Bogor. Pasien tersebut sempat bepergian ke wilayah endemis Malaria di Indonesia timur untuk urusan pekerjaan. Tahun sebelumnya, <a href="http://health.liputan6.com/read/3227889/penyakit-malaria-impor-ditemukan-di-bogor">ditemukan 15 kasus</a> malaria impor di Kota Bogor.</p>
<h2>Risiko penularan</h2>
<p>Sejarah malaria di Indonesia dimulai pada era 1900-an ketika jumlah penderita mencapai 30 juta orang dan menyebabkan kematian 120.000 orang. Ada 24 spesies nyamuk Anopheles sp sebagai pembawa penyakit dan ada lima jenis parasit penyebab, yaitu Plasmodium falciparum, vivax, malariae, ovale dan knowlesi yang terbaru.
Secara global, pada 2016 malaria menyebabkan <a href="http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/">kematian 445 ribu orang</a>.</p>
<p>Orang yang terkena malaria ditandai oleh demam, menggigil berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal–pegal.</p>
<p>Sebagai bagian dari komitmen global untuk mengeliminasi malaria, pemerintah Indonesia pada 2009 telah menerbitkan <a href="http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk2932009.pdf">Keputusan Menteri Kesehatan</a> untuk memperkuat upaya pengendalian malaria dari tingkat pusat sampai puskesmas.</p>
<p>Eliminasi merujuk pada upaya menghentikan penularan malaria setempat (<em>indigenous</em>) dalam satu wilayah geografis tertentu. Ini bukan berarti di satu wilayah tidak ada kasus malaria impor dan sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut. </p>
<p>Bengkulu adalah salah satu contoh korban malaria impor. Bengkulu pernah menerima status bebas malaria. Namun belakangan kasus malaria ditemukan di <a href="https://bengkulu.antaranews.com/berita/47132/tiga-kecamatan-di-rejang-lebong-endemis-malaria">Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang Lebong, dan Kabupaten Kepahiang</a> di Bengkulu. </p>
<p>Karena itu tetap dibutuhkan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali di daerah yang anggap sudah bebas malaria.</p>
<h2>Hambatan eliminasi malaria</h2>
<p>Hambatan-hambatan terbesar untuk mengeliminasi malaria, menurut <a href="http://www.who.int/malaria/publications/world-malaria-report-2017/report/en/">World Malaria Report Tahun 2017</a>, adalah munculnya resistensi parasit terhadap obat antimalaria, resistensi nyamuk terhadap insektisida, dan kinerja sistem kesehatan yang tidak memadai. </p>
<p>Hasil analisis lanjut Riset Kesehatan Dasar 2013 dengan unit analisis rumah tangga di <a href="https://www.researchgate.net/publication/313773512_Variasi_pengobatan_malaria_rumah_tangga_di_enam_provinsi_endemis_malaria_di_Indonesia">6 provinsi endemis malaria di Indonesia </a>menunjukkan sebagian besar obat anti-malaria diperoleh rumah tangga dari apotek dan pelayanan kesehatan formal. Namun, tidak sedikit rumah tangga mendapatkan obat anti-malaria dari toko obat dan warung, seperti PQ (primaquin), CQ (kloroquin), dan SP (sulfadoxin-pyrimethamin). Masih ada banyak rumah tangga yang memperoleh obat antimalaria dari penjual jamu dan obat tradisional keliling jenis <a href="http://apotekqu.com/erlaquin/">Erlaquin</a>.</p>
<p>Sejak 2011 Indonesia telah menggunakan obat berbasis artemisinin yang memiliki kelebihan daripada quinine dan obat antimalaria lainnya. Artemisinin dapat menghambat perkembangan rentang usia parasit yang lebih luas sehingga lebih efektif. </p>
<p>Pemerintah menargetkan Indonesia terbebas dari malaria pada 2030. Salah satu upaya mencapai target itu ditentukan oleh efektivitas pengobatan. Pengobatan efektif artinya pemberian <em>artemisinin-based combination therapies</em>(ACT) pada 24 jam pertama pasien demam dan obat harus diminum habis dalam tiga hari. </p>
<p>Lalu mengapa malaria di Indonesia tetap sulit diberantas walau penyebabnya sudah diketahui, ada pengendalian, dan obatnya telah diberikan kepada pasien. Kompleksitas negara kepulauan dengan keberagaman akses terhadap pelayanan kesehatan memberi kontribusi terhadap maju mundurnya pencapaian eliminasi malaria. </p>
<p><a href="https://media.neliti.com/media/publications/54646-ID-variasi-pengobatan-malaria-rumah-tangga.pdf">Riset kami menunjukkan</a> bahwa berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, diketahui tingkat pengobatan efektif malaria baru mencapai 45,5%. Masih ada 54,5% pengobatan belum efektif. </p>
<p>Secara nasional, hanya 33,7% penderita malaria yang mendapatkan obat ACT dari program pemerintah. Masih ada 66,3 % yang berobat ke tenaga kesehatan dan tidak mendapatkan ACT. Padahal, penggunaan ACT sudah dianjurkan lebih dari 10 tahun lalu.</p>
<p>Sebagian besar rumah tangga dengan status ekonomi terendah lebih banyak memilih toko obat dan warung (46,7%) untuk mendapatkan obat malaria. Sebaliknya, bagi kelompok sosioekonomi teratas, apotek merupakan pilihan untuk mendapatkan obat malaria (48,6%). </p>
<p>Kami juga menemukan masih adanya rezim obat antimalaria resisten (CQ dan SP) yang beredar hampir di semua sumber, termasuk fasilitas kesehatan formal dan tenaga kesehatan. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/211840/original/file-20180325-54863-pwquuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/211840/original/file-20180325-54863-pwquuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/211840/original/file-20180325-54863-pwquuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/211840/original/file-20180325-54863-pwquuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/211840/original/file-20180325-54863-pwquuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/211840/original/file-20180325-54863-pwquuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/211840/original/file-20180325-54863-pwquuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Resistensi plasmodium terhadap obat malaria di Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Pranti Sri Mulyani, 25 Juli 2017)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Kabupaten bebas malaria</h2>
<p>Indikator kabupaten dan kota, provinsi, dan pulau dinyatakan bebas malaria bila tidak ditemukan lagi kasus penularan setempat (<em>indigenous</em>) selama tiga tahun berturut-turut dan dijamin dengan kemampuan pengawasan yang baik. Sampai akhir 2017, status bebas malaria telah diterima 247 kabupaten dan kota dari
514 berapa total kabupaten kota di Indonesia. Capaian tersebut sudah melebihi sedikit dari target pada 2016 yang mematok 245 kabupaten dan kota menerima sertifikat, seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2015-2019.</p>
<p>Indonesia memerlukan riset operasional untuk menciptakan model intervensi alternatif yang tepat untuk meningkatkan cakupan pengobatan ACT di daerah-daerah endemis. Hal ini sangat penting di daerah dengan akses fasilitas kesehatan yang minim dan terpencil. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dan swasta dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengelola suplai obat standar di pusat-pusat layanan kesehatan. </p>
<p>Sistem kesehatan yang baik juga menjadi kunci eliminasi malaria. Muncul kembalinya malaria terkait erat dengan program pengendalian yang melemah dan berkurangnya pendanaan untuk operasional program pengendalian malaria.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/92754/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mara Ipa tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dari sisi sains, dibutuhkan riset operasional untuk menciptakan model intervensi alternatif yang tepat untuk meningkatkan cakupan pengobatan ACT di daerah endemis di Indonesia.Mara Ipa, Reseacher, National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Ministry of Health IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.