tag:theconversation.com,2011:/us/topics/kemiskinan-41614/articlesKemiskinan – The Conversation2023-03-19T05:34:10Ztag:theconversation.com,2011:article/1996022023-03-19T05:34:10Z2023-03-19T05:34:10ZMengapa tuntutan bagi orang tua untuk mendampingi anak belajar justru berpotensi mendiskriminasi rumah tangga miskin<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/516085/original/file-20230317-28-2gi0m3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/yogyakarta-indonesia-13-march-2023-asian-2274206047">(Shutterstock/Mbah Purwo)</a></span></figcaption></figure><p>Situasi pandemi lalu yang memaksa sekolah tutup semakin mendorong orang tua untuk terlibat dalam pendidikan anak. Sebagian bahkan harus <a href="https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5586533/peran-orang-tua-mendidik-anak-di-masa-pandemi">menggantikan peran guru</a> di rumah.</p>
<p><a href="https://www.povertyactionlab.org/project/learning-home-during-pandemic-experiences-parents-and-teachers">Studi</a> dari lembaga riset Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL) yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2020, misalnya, menunjukkan rata-rata orang tua menghabiskan 4-5 jam sehari untuk mendampingi anak belajar di rumah. Di luar Jakarta, <a href="https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534">riset yang saya lakukan</a> menunjukkan orang tua menghabiskan 1-3 jam sehari. </p>
<p>Sebagian peneliti terus mendorong peran orang tua dalam pembelajaran anak <a href="https://theconversation.com/pembelajaran-jarak-jauh-masih-akan-tetap-di-sini-kita-harus-buat-kualitasnya-setara-sekolah-tatap-muka-164397">selepas pandemi</a>. Argumennya, keterlibatan orang tua berkaitan dengan hasil belajar siswa. Contohnya, <a href="https://theconversation.com/studi-tegaskan-masifnya-dampak-orang-tua-dalam-pembelajaran-anak-kita-harus-bangun-terus-peran-mereka-selepas-pandemi-169375">lembaga riset SMERU</a> menemukan peningkatan capaian belajar murid di Bukittinggi, Sumatra pada periode 2019-2020 selama mereka didampingi orang tua di rumah.</p>
<p>Namun, melalui tulisan ini, saya ingin menjelaskan mengapa pelibatan orang tua dalam pendidikan justru berpotensi mendiskriminasi rumah tangga dari ekonomi menengah ke bawah.</p>
<p>Selain bukti yang belum konsisten – misalnya bagaimana studi di <a href="https://www.hup.harvard.edu/catalog.php?isbn=9780674725102">Amerika Serikat (AS)</a> dan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/01425692.2021.1872364?journalCode=cbse20">Cina</a> menunjukkan bahwa pendampingan oleh orang tua belum tentu berkontribusi pada peningkatan hasil belajar anak – narasi ini juga bisa memperparah stigma dan mengkambinghitamkan orang tua miskin. </p>
<h2>Orang tua miskin berpotensi jadi kambing hitam</h2>
<p>Berbagai praktik pendampingan belajar yang dianggap baik sering berfokus pada teori perkembangan anak yang cenderung <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0022022117746241">bias kelas dan budaya</a>. Umumnya, praktik tersebut menuntut keterlibatan intens orang tua, khususnya ibu, untuk menemani dan membantu anak memahami materi ajar, hingga berkomunikasi erat dengan guru untuk memonitor capaian anak.</p>
<p>Hal tersebut memerlukan komitmen orang tua, terutama dalam hal waktu, uang, gawai dan infrastruktur pembelajaran seperti laptop dan internet. </p>
<p>Praktik pendampingan semacam ini lebih umum menjadi <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1111/j.1467-954X.2005.00575.x">standar pada ekonomi maju</a> yang banyak mengadopsi model keluarga inti dengan jumlah anak yang sedikit, gelar pendidikan formal yang tinggi, serta kondisi finansial yang baik.</p>
<p>Pada akhirnya, keterbatasan sumber daya dan pengalaman pendidikan orang tua miskin untuk memenuhi <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0022022117746241">standar ala rumah tangga menengah ke atas</a>, berujung membuat mereka berpotensi jadi kambing hitam atas masalah pendidikan anak.</p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.mdpi.com/2076-0760/8/2/64">riset tahun 2019</a> dari PUSKAPA Universitas Indonesia yang dilakukan pada wilayah rural di Sulawesi menunjukkan bahwa pekerja garis depan – guru, bidan, dan pekerja sosial – kerap menyalahkan orang tua di desa. Mereka dianggap sebagai biang keladi atas masalah yang dialami anak, termasuk masalah belajar.</p>
<p>Pandangan ini mengabaikan faktor-faktor struktural yang mempengaruhi <a href="http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0038040719861363">praktik pola asuh dari orang tua</a> dan <a href="https://theconversation.com/mengapa-orang-indonesia-merasa-kunci-sukses-seseorang-ada-pada-ikhtiar-dan-bukan-latar-kelas-sosialnya-140355">kesuksesan anak</a> di sekolah.</p>
<h2>Bahaya narasi tunggal pendampingan anak</h2>
<p>Literatur menunjukkan orang tua miskin sebenarnya memiliki kepedulian pada pendidikan anaknya. Sama dengan orang tua dari ekonomi menengah ke atas, mereka <a href="https://theconversation.com/sekolah-swasta-berbiaya-rendah-melayani-masyarakat-miskin-tapi-terpinggirkan-83895">ingin anak mereka bisa belajar di sekolah yang bagus</a>.</p>
<p>Namun, pandangan yang bias kelas membuat banyak pihak menganggap <a href="https://uncpress.org/book/9781469627304/whats-wrong-with-the-poor/">pendekatan pendampingan anak di kelompok miskin dan marginal</a> tidak ideal, terbelakang, dan mengabaikan kesejahteraan anak. </p>
<p><a href="https://www.ucpress.edu/book/9780520271425/unequal-childhoods">Studi tahun 2011</a> di sekolah negeri AS, misalnya, menunjukkan bahwa orang tua dari kelas ekonomi yang berbeda memiliki pendekatan berbeda pula terhadap sekolah.</p>
<p>Orang tua miskin, yang pengalaman pendidikannya relatif terbatas, lebih mungkin percaya pada institusi pendidikan – mereka “menitipkan” pendidikan anak mereka pada sekolah. Keputusan ini berorientasi pada kebutuhan anak, bukan menggambarkan ketidakpedulian mereka pada proses belajar anak.</p>
<p>Sebaliknya, kelompok profesional dari ekonomi menengah atas lebih mudah berdiskusi dengan sekolah terkait pendidikan anak. Mereka familier dengan bahasa dan aktivitas sekolah yang mereka dapatkan dari pengalaman pendidikan sebelumnya.</p>
<p>Perbedaan ini tidak lantas memposisikan kelompok orang tua satu lebih baik dibandingkan dengan kelompok orang tua lainnya. Perbedaan pendekatan terjadi karena perbedaan sumber daya dan pengalaman pendidikan.</p>
<p>Jika tanggung jawab yang seharusnya dilakukan oleh sekolah digeser ke rumah, hasilnya bisa sangat bervariasi tergantung sumber daya yang ada di rumah. Akhirnya, alih-alih mengatasi ketimpangan, fokus berlebihan pada pelibatan orang tua justru berpotensi melanggengkan ketimpangan yang sudah terjadi di luar sekolah.</p>
<h2>Beban lebih pada ibu miskin</h2>
<p>Dalam rumah tangga heteroseksual, narasi pendampingan belajar ini juga lebih banyak berdampak pada ibu miskin.</p>
<p>Secara umum, Kementerian Pendidikan (Kemdikbudristek) memang <a href="https://theconversation.com/survei-beban-pendampingan-belajar-anak-selama-pandemi-lebih-banyak-ke-ibu-ketimbang-ayah-143538">menemukan</a> bahwa mayoritas pendampingan belajar selama pandemi dilakukan oleh ibu (hingga hampir 70%) – bahkan pada keluarga yang kedua pasangannya sama-sama bekerja.</p>
<p>Meskipun kini perempuan punya kesempatan lebih banyak di pasar kerja, ekspektasi sosial terkait gender hingga kebijakan cuti yang belum inklusif membuat tugas-tugas domestik, termasuk pendampingan belajar, masih banyak dikerjakan perempuan. Arlie R. Hocschild, sosiolog di University of California-Berkeley di AS menggambarkan ini sebagai “<a href="https://www.penguinrandomhouse.com/books/310593/the-second-shift-by-arlie-hochschild-with-anne-machung/"><em>shift</em> kedua</a>” pekerjaan ibu setelah pulang dari tempat kerja.</p>
<p>Diane Reay, profesor sosiologi pendidikan di Cambridge University di Inggris menjelaskan bahwa di negara tersebut, banyak <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1111/j.1467-954X.2005.00575.x">ibu kelas pekerja</a> harus mengemban “beban ganda” pekerjaan profesional dan domestik, sehingga waktunya sudah sangat minim untuk mendampingi belajar anak. Mereka tidak bisa menutup ini dengan menyewa tutor pribadi, seperti yang dilakukan ibu kelas menengah.</p>
<p>Tuntutan yang makin besar untuk mendampingi anak bisa membuat ibu mengeluarkan tenaga berlebih sehingga berpotensi mengancam <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20201111113804-255-568443/8-bulan-pandemi-56-persen-ibu-rumah-tangga-alami-stres">kesehatan fisik maupun mental</a> mereka. Selain itu, kondisi mereka bisa jadi <a href="https://www.hks.harvard.edu/publications/high-stakes-time-poverty-testing-and-children-working-poor">semakin dilematis</a> untuk memilih lanjut bekerja atau fokus pada pendampingan belajar anak.</p>
<p>Di beberapa negara tetangga Indonesia, salah satunya <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01425692.2021.1872368">Singapura</a> yang posisi ibu sangat terlibat dalam pendidikan anak, pemerintahnya justru mendorong orang tua untuk tidak terlalu aktif dalam pendidikan anak. Selain untuk menurunkan kompetisi antaranak, praktik ini juga dianggap lebih berpihak pada kesehatan mental ibu dan anak. </p>
<h2>Pelibatan secara kolektif</h2>
<p>Sebenarnya, inisiatif pelibatan orang tua pada pendidikan anak memiliki potensi membuat insitusi sekolah menjadi lebih adil dan demokratis.</p>
<p>Namun, bentuk pelibatan orang tua sebaiknya tidak fokus pada menggeser tanggung jawab sekolah ke orang tua – apalagi menggantikan tugas guru di rumah. Program justru harus bertujuan pada <a href="https://www.routledge.com/Parents-And-Teachers-Power-And-Participation/Vincent/p/book/9780750705189">pembagian kekuasaan antara orang tua dan sekolah</a>, misalnya melalui pelibatan orang tua dalam kebijakan sekolah.</p>
<p>Dalam hal ini, ada dua pendekatan keterlibatan orang tua di sekolah: pendekatan kolektif (berfokus pada kepentingan semua anak) dan individualis (berfokus pada kepentingan anak sesuai keterlibatan atau permintaan tiap orang tua). <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.3102/0002831209345791">Studi</a> menunjukkan bahwa pendekatan kolektif lebih baik karena berpotensi mengatasi ketimpangan dan membantu semua anak – terlepas orang tua tersebut mendampingi belajar anaknya ataupun tidak, kaya maupun tidak.</p>
<p>Selama ini, misalnya, keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan Biaya Operasional Sekolah (BOS) masih <a href="https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--penyaluran-dana-bos-2020-wujudkan-merdeka-belajar">terbatas</a>. Ini adalah peluang untuk melibatkan masukan orang tua dalam perumusan kebijakan kolektif.</p>
<p>Tak hanya itu, pelibatan orang tua juga perlu lebih banyak mendorong keterlibatan ayah dan komunitas.</p>
<p>Dalam rumah tangga heteroseksual, keterlibatan ayah harus lebih dari sekadar mewakilkan ibu di pertemuan – tapi sebagai satu kesatuan orang tua – untuk memutuskan hal-hal penting dalam kebijakan sekolah. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi tugas ganda ibu di rumah. Di masyarakat, komunitas juga bisa berperan dan melengkapi fungsi sekolah dalam membantu anak-anak dari keluarga marginal, utamanya yang punya keterbatasan untuk mendukung pembelajaran anak.</p>
<p>Pelibatan orang tua dimulai dengan landasan bahwa orang tua berdaya untuk mendukung sekolah. Keberdayaan ini perlu kita “manfaatkan” lebih jauh, tidak untuk menggantikan tanggung jawab sekolah, melainkan membuat sekolah menjadi lebih demokratis dan adil untuk semua anak – terlepas dari orangtuanya bisa terlibat mendampingi anak atau tidak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/199602/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Senza Arsendy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Keterbatasan sumber daya dan pengalaman pendidikan orang tua miskin untuk memenuhi standar ala rumah tangga menengah ke atas kerap membuat mereka jadi kambing hitam atas masalah pendidikan anak.Senza Arsendy, PhD Student in Sociology, The University of MelbourneLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1972712023-02-06T08:18:04Z2023-02-06T08:18:04ZBerhentilah berpikir bahwa pengangguran hanya akibat pendidikan atau keahlian rendah – ini adalah masalah struktural<p>“<em>10 keahlian yang dibutuhkan lapangan kerja, mari pelajari!</em>”</p>
<p>“<em>Tingkatkan kemampuan demi karir cemerlang!</em>”</p>
<p><em>“Sukses di tempat kerja ada di tangan Anda!”</em></p>
<p>Pelamar kerja atau lulusan baru pasti sering disodorkan jargon seperti itu agar bisa meraih karier impian dan menghindari pengangguran.</p>
<p>Selain faktor pandemi, banyak pihak termasuk praktisi dan masyarakat percaya bahwa penyebab utama pengangguran adalah apa yang disebut dengan “<a href="https://www.ilo.org/skills/Whatsnew/WCMS_740388/lang--en/index.htm"><em>skills mismatch</em></a>”. Ini diartikan sebagai ketidakcocokan keahlian dari para pelamar kerja – baik dianggap kurang ahli atau punya keahlian yang beda dengan kebutuhan pasar kerja.</p>
<p>Narasi <em>skills mismatch</em>, atau beberapa orang memakai istilah <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10775-022-09550-2">“<em>employability</em>”</a> (potensi pelamar untuk direkrut), kini <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0738059321000341">makin gencar</a> digunakan di negara berkembang maupun negara maju untuk menjelaskan isu pengangguran. Lembaga internasional seperti Bank Dunia atau Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) bahkan rajin menggaungkan konsep ini.</p>
<p>Meski mengasah keahlian adalah hal yang bermanfaat, dan meski <em>skills mismatch</em> terdengar masuk akal – bahwa banyaknya pekerja yang belum memiliki keahlian yang tepat membuat angka rekrutmen menjadi rendah – konsep tersebut tidak sepenuhnya dapat menjelaskan isu pengangguran.</p>
<p>Pada Agustus 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20221107114840-4-385639/total-pengangguran-di-indonesia-naik-jadi-842-juta-orang">pengangguran</a> di Indonesia mencapai 8,42 juta orang. Angka ini bertambah sekitar 200 ribu orang dari enam bulan sebelumnya.</p>
<p>Tapi menariknya, angka tersebut didominasi <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20220509143648-4-337485/pengangguran-terbanyak-ri-ternyata-lulusan-smk">lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)</a> – yang harusnya telah dibekali keahlian vokasi khusus untuk dunia kerja.</p>
<p>Alih-alih menjelaskan, narasi tunggal <em>skills mismatch</em> ini berpotensi menempatkan pelamar kerja, khususnya mereka dari kelompok miskin dan marginal, dalam posisi yang semakin rentan dan terus menuai stigma. Di sisi lain, praktik-praktik buruk perusahaan justru terus dinormalisasi.</p>
<h2>‘Keahlian rendah’ sebagai kambing hitam pengangguran: mengapa ini mitos</h2>
<p><strong>Pertama</strong>, <em>skills mismatch</em> cenderung <a href="https://rgs-ibg.onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/area.12222">mengindividualiasi isu pengangguran</a>. Artinya, pengangguran seolah terjadi semata karena pelamar kerja dianggap tidak memiliki kemampuan sesuai lapangan kerja – bukan karena terbatasnya lapangan kerja layak.</p>
<p>Dalam narasi ini, jika lowongan kerja terbatas, individu kemudian dituntut berwirausaha.</p>
<p>Di Indonesia, baru-baru ini, banyak perusahaan ramai melakukan <a href="https://money.kompas.com/read/2022/12/10/070000726/daftar-phk-massal-startup-bertambah-panjang-kini-ada-19-perusahaan-sepanjang?page=all">pemutusan hubungan kerja (PHK)</a> karyawannya. Banyak <em>start-up</em> yang digadang-gadang menjadi bentuk inovasi ekonomi untuk membuka lapangan kerja baru, justru terjebak tekanan finansial. PHK yang terjadi baru-baru ini <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20221216065943-4-397395/deretan-perusahaan-bakal-phk-massal-2023-ada-tempat-kerjamu">diprediksi</a> terus terjadi pada tahun 2023. </p>
<p>Sayangnya, meskipun PHK merupakan hal umum di Indonesia, termasuk selama pandemi, narasi <em>skills mismatch</em> tetap dominan dalam bahasan pengangguran. Narasi tersebut bahkan bisa menjustifikasi keputusan perusahaan untuk melakukan PHK ke karyawannya.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, <em>skills mismatch</em> seolah menempatkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13639080600867083">keahlian sebagai satu-satunya faktor</a> yang berkontribusi pada kesuksesan karir. Pandangan ini mengabaikan faktor lain seperti gender, ras, agama, dan terutama kelas ekonomi, yang juga bisa membantu atau menghambat seseorang di lapangan kerja.</p>
<p><a href="https://press.princeton.edu/books/hardcover/9780691155623/pedigree">Studi sosiologi tahun 2015</a> terkait proses rekrutmen profesi-profesi elit – dari bank investasi, perusahaan konsultan, hingga firma hukum papan atas – menunjukkan anak-anak miskin gagal lolos tes pekerjaan sekalipun mereka lulusan kampus ternama.</p>
<p>Perusahaan kerap mendiskriminasi mereka dan kelompok minoritas lainnya dengan menggunakan dalih “<a href="https://insight.kellogg.northwestern.edu/article/cultural-fit-discrimination"><em>cultural fit</em></a>” atau kesesuaian budaya. Meskipun memiliki kemampuan memadai, banyak dari mereka dianggap tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan budaya di perusahaan elit.</p>
<p>Terkait gender, penjelasan <em>skills mismatch</em> juga kurang dapat menjelaskan terbatasnya partisipasi kerja perempuan.</p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/09/lulusan-perguruan-tinggi-lebih-banyak-perempuan-ketimbang-laki-laki">lebih banyak perempuan memiliki ijazah dari perguruan tinggi</a> ketimbang laki-laki, yakni 10,1% dibandingkan 9,3% pada 2021. Namun demikian, <a href="https://money.kompas.com/read/2022/07/29/210000426/angkatan-kerja-perempuan-masih-rendah-menaker--budaya-patriarki-masih-mengakar">partisipasi kerja perempuan jauh lebih terbatas</a>, hanya 54% dibandingkan 84% di antara laki-laki pada 2022. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/data-bicara-kesenjangan-upah-gender-tak-juga-alami-perbaikan-di-mana-letak-masalahnya-190681">Data Bicara: Kesenjangan upah gender tak juga alami perbaikan, di mana letak masalahnya?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dalam pandangan <em>skills mismatch</em>, perempuan yang tidak bekerja, dengan alasan apa pun, bisa dianggap tidak memiliki keahlian kerja yang dibutuhkan pasar. Narasi ini mengabaikan diskriminasi serta <a href="https://theconversation.com/apa-yang-bisa-dilakukan-perusahaan-untuk-mengurangi-diskriminasi-terhadap-ibu-bekerja-187281">kurang ramahnya pasar kerja terhadap perempuan</a>, terutama mereka yang sudah berkeluarga – dari aturan cuti hamil hingga kebijakan fleksibilitas kerja.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, diskusi tentang <em>skills mismatch</em> cenderung <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13639080600867083">menutupi praktik-praktik buruk</a> perusahaan.</p>
<p>Di Indonesia, masih banyak perusahaan yang <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/17/ini-faktor-yang-membuat-gen-z-resign-dari-tempat-kerja">tidak menggaji karyawannya secara layak</a>. Praktik kerja kasual atau “<a href="https://theconversation.com/ngomong-ngomong-apa-itu-pekerja-prekariat-83048">prekariat</a>” melalui jalur kemitraan, bukan karyawan tetap, juga semakin marak. Ini menyebabkan mereka <a href="https://theconversation.com/disebut-mitra-tapi-tak-ada-payung-hukumnya-pekerja-gig-economy-tidak-terproteksi-190464">kehilangan kesempatan mendapatkan jaminan kerja dan sosial</a> yang memadai dari perusahaan. </p>
<p>Praktik-praktik ini <a href="https://theconversation.com/dua-tahun-uu-cipta-kerja-phk-kian-mudah-kenaikan-upah-jadi-paling-rendah-193090">semakin menjamur dengan berjalannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja</a> yang dianggap lebih <a href="https://theconversation.com/mengapa-uu-cipta-kerja-tidak-menciptakan-lapangan-kerja-tapi-memperkuat-oligarki-147448">berpihak pada pengusaha</a>. Dalam sistem yang cenderung lebih menguntungkan pengusaha, sangat mudah dipahami jika pegawai memilih tidak bekerja ketimbang bekerja dengan imbalan yang jauh dari kata memadai. </p>
<h2>Narasi yang berbahaya</h2>
<p>Selain tak sepenuhnya menjelaskan isu pengangguran, narasi tunggal <em>skills mismatch</em> punya dampak berbahaya.</p>
<p>Seperti praktik-praktik umum dalam sistem neoliberal di mana ada pergeseran tanggung jawab negara ke warga – biasa disebut sebagai “<a href="https://sk.sagepub.com/reference/the-sage-dictionary-of-policing/n111.xml"><em>responsibilization</em></a>” – narasi <em>skills mismatch</em> menempatkan pelamar kerja sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas karier mereka atau sebagai sumber kesalahan atas masalah yang bersifat struktural (luas, mengakar, dan dilanggengkan oleh sistem) seperti di atas.</p>
<p>Mereka yang kesulitan mencari kerja tidak hanya mendapatkan stigma buruk dari masyarakat, namun juga kerap menyalahkan diri mereka sendiri.</p>
<p>Dalam bukunya, <a href="https://press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/F/bo16668097.html"><em>Flawed System/Flawed Self: Job Searching and Unemployment Experiences</em> (2013)</a>, sosiolog Ofer Sharone menggambarkan internalisasi kegagalan sebagai hal umum pada kelompok pengangguran – apalagi di daerah tempat industri, produk, atau buku <em>self-help</em> tumbuh subur.</p>
<p>Berkali-kali, negara serta praktisi mengingatkan bahwa para penganggur memiliki kontrol penuh atas kesempatan kerja mereka. Kegagalan mendapatkan pekerjaan seolah akibat “<a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230118065355-92-901762/menaker-sebut-28-juta-pengangguran-indonesia-pasrah">kepasrahan</a>” atau kegagalan memanfaatkan kesempatan yang ada.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-standar-pemerintah-untuk-anak-muda-yang-ideal-buta-kesenjangan-dan-minim-dukungan-negara-153427">Riset: standar pemerintah untuk "anak muda yang ideal" buta kesenjangan dan minim dukungan negara</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Internalisasi kegagalan, yang juga terus diperparah pelimpahan tanggung jawab dari negara ke individu, semakin <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0894845310397545">mengancam kesehatan mental</a> kelompok pengangguran.</p>
<p>Lucunya, berbagai intervensi di tingkat dunia yang berusaha menangani kesehatan mental mereka pun tidak benar-benar menyasar akar masalah.</p>
<p>Pemerintah Cina, bersama dengan layanan kesehatan mental, meluncurkan <a href="https://www.cornellpress.cornell.edu/book/9780801456602/unknotting-the-heart/#bookTabs=1">program konseling</a> untuk mengatasi masalah kesehatan mental pada kelompok terdampak PHK. Intervensi tersebut sekadar fokus mengajak pengangguran berpikir positif tentang diri mereka lalu memotivasi mereka melanjutkan pencarian kerja – di tengah lingkungan yang (masih) tidak berpihak pada mereka.</p>
<h2>Awan gelap untuk pendidikan</h2>
<p>Pada akhirnya, narasi tunggal <em>skills mismatch</em> berpotensi mereduksi pendidikan untuk sekadar mempersiapkan pelajar ke pasar kerja. Dalam pandangan ini, solusi masalah tersebut adalah memperkuat keselarasan antara kurikulum institusi pendidikan dengan kebutuhan industri.</p>
<p>Di Indonesia, dominasi <em>skills mismatch</em> dalam diskursus pengangguran dapat dilihat dari berbagai kebijakan pendidikan, termasuk yang dikeluarkan belakangan ini.</p>
<p>Melalui magang dan kerja praktik, para institusi pendidikan di level <a href="https://www.vokasi.kemdikbud.go.id/read/pen/program-smk-pusat-keunggulan-skema-pemadanan-dukungan-tahun-2023-2">SMK</a> maupun <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2023/01/09/guncangan-kampus-merdeka">universitas</a> berusaha memastikan lulusan “siap kerja”. Institusi pendidikan, bukan perusahaan, adalah pihak yang dianggap bertanggung jawab mempersiapkan mereka.</p>
<p>Pembekalan kemampuan kerja bisa saja bermanfaat. Ketika magang, misalnya, para pelajar bisa mempelajari kemampuan baru – selama bukan sekadar menjadi tenaga kerja murah, bahkan tidak berbayar, yang kemudian menormalisasi praktik buruk perusahaan jauh sebelum mereka menjadi tenaga kerja sesungguhnya. </p>
<p>Namun, tujuan sekolah lebih dari sekadar mempersiapkan tenaga kerja. Sosiolog pendidikan, <a href="https://davidlabaree.com/2021/10/28/public-goods-private-goods-the-american-struggle-over-educational-goals/">David Labaree</a>, menyebutkan dua fungsi lain dari sekolah: 1) memberikan kesempatan hidup lebih baik, dan 2) mempersiapkan pelajar untuk hidup berdemokrasi di tengah keberagaman.</p>
<p>Fokus hanya pada fungsi ekonomi cenderung meningkatkan kompetisi dan memperburuk ketimpangan, terutama antara mereka yang dipersiapkan untuk pekerjaan elit dengan yang dipersiapkan untuk pekerjaan bergaji rendah.</p>
<p><em>Skills mismatch</em> bisa jadi satu faktor di balik pengangguran di Indonesia. Namun, pandangan tunggal ini bisa membahayakan pelajar maupun dunia pendidikan. Di sisi lain, narasi ini terus melindungi citra perusahaan di tengah praktik buruk yang mereka lakukan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197271/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Senza Arsendy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Narasi bahwa pengangguran akibat pendidikan atau keahlian rendah semakin meminggirkan pelamar kerja miskin dan marginal. Di sisi lain, praktik-praktik buruk perusahaan justru terus dinormalisasi.Senza Arsendy, PhD Student in Sociology, The University of MelbourneLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1990062023-02-02T03:13:22Z2023-02-02T03:13:22ZDaerah Istimewa Yogyakarta: Provinsi termiskin tapi penduduknya bahagia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/507528/original/file-20230201-14-lizecq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/5mpBAtvfoYH3eUgej2acF5?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Badan Pusat Statistik (BPS) merilis <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/01/16/2015/persentase-penduduk-miskin-september-2022-naik-menjadi-9-57-persen.html">profil kemiskinan di Indonesia September 2022</a> beberapa waktu lalu. Data BPS menunjukkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di pulau Jawa, dengan angka kemiskinan di 11,49%.</p>
<p>Angka ini nyatanya berbanding terbalik dengan <a href="https://www.bps.go.id/indicator/34/601/1/indeks-kebahagiaan-menurut-provinsi.html">indeks kebahagiaan yang juga dikeluarkan oleh BPS</a>. DIY masuk dalam 10 besar provinsi paling bahagia di Indonesia dengan angka harapan hidup yang cukup tinggi.</p>
<p>Apa yang membuat provinsi DIY menjadi provinsi termiskin di pulau jawa namun penduduknya justru bahagia?</p>
<p>Dalam episode terbaru SuarAkademia, kami berbincang dengan Bhima Yudhistira Adhinegara, direktur dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS).</p>
<p>Bhima mengatakan permasalahan soal upah minimum yang rendah - yang membuat daya beli masyarakatnya juga ikut rendah - menjadi salah satu penyebab DIY menjadi provinsi termiskin.</p>
<p>Ia juga menyoroti adanya ketimpangan dalam pembangunan di sisi utara dan sisi selatan DIY. Ketika pembangunan sisi utara berjalan masif dan menciptakan banyak lapangan pekerjaan, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo di sisi selatan mengalami ketertinggalan pembangunan hingga harus berhadapan dengan sulitnya akses air bersih dan pengolahan lahan pertanian. Ketimpangan ini membuat keduanya jadi kantong kemiskinan di DIY.</p>
<p>Soal indeks kebahagiaan, Bhima menyarankan kita untuk melihat lebih holistik. Meski tak menampik bahwa prinsip <em>nrimo ing pandum</em> (menerima secara utuh) menjadi salah satu faktor yang membuat orang merasa bahagia, faktor materiil juga harus diperhatikan lebih serius.</p>
<p>Simak episode selengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/199006/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis profil kemiskinan di Indonesia September 2022 beberapa waktu lalu. Data BPS menunjukkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1760112022-02-09T02:47:55Z2022-02-09T02:47:55ZPenduduk Jawa-Bali semakin miskin selama pandemi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/444924/original/file-20220208-27-dk0ymb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Area perumahan kumuh di Jakarta. Photo by Tom Fisk from Pexels.
</span> </figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 menyebabkan munculnya penduduk miskin baru hampir di semua provinsi di Indonesia. Sejalan dengan pusat penyebaran virus, dampak penurunan ekonomi rumah tangga terparah dialami oleh mereka yang tinggal di <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/69438">wilayah Jawa-Bali</a>. </p>
<p>Pada 22 Januari 2022 lalu, Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220122175413-20-749985/rangkuman-covid-16-ribu-kasus-aktif-80-persen-jawa-bali">70-80% kasus positif COVID-19</a> di Indonesia berpusat di Pulau Jawa dan Bali. </p>
<p>Hal ini dapat dimengerti mengingat Jawa-Bali, khususnya Jawa, merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Berdasarkan <a href="https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/19/114937879/jumlah-penduduk-indonesia-2020-berdasarkan-provinsi-dan-distribusinya">Sensus Penduduk 2020</a>, populasi di wilayah Jawa-Bali mencapai 155.908.666 jiwa, atau setara dengan 57,7% dari total penduduk Indonesia. </p>
<p>Selain karena tingkat kepadatan, penduduk di Pulau Jawa juga cenderung memiliki mobilitas yang tinggi dibandingkan pulau besar lainnya di Indonesia. Faktor budaya seperti <a href="https://theconversation.com/mayoritas-pemudik-berasal-dari-wilayah-dengan-kasus-covid-19-tinggi-inilah-mengapa-mudik-selama-pandemi-harus-dilarang-158392">mudik</a>, misalnya, menjadi salah satu penyebab tingginya penyebaran kasus COVID-19 di pulau dengan <a href="https://www.weforum.org/agenda/2021/08/what-are-the-world-s-biggest-islands-here-s-a-visualization-of-the-top-100/">populasi paling padat</a> di dunia tersebut. </p>
<p>Total <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/69438">128 kabupaten dan kota di wilayah Jawa-Bali</a> mengalami peningkatan angka kemiskinan, yang terjadi akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan gaji selama pandemi.</p>
<h2>Sebaran kemiskinan di Jawa-Bali akibat pandemi</h2>
<p>Secara karakteristik, area Jawa-Bali didominasi oleh wilayah urban. Jawa-Bali memiliki 35 kota dengan wilayah pinggirannya masing-masing. </p>
<p>Misalnya, wilayah Metropolitan Jakarta, yang dianggap sebagai <a href="http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/view/579">episentrum COVID-19</a>, secara administratif melingkupi tidak hanya DKI Jakarta tetapi juga Bogor, Depok, Tangerang Raya, dan Bekasi.</p>
<p>Sejak pandemi, wilayah Jawa-Bali menjadi simpul kemiskinan baru karena perekonomian kota yang terdampak. Hal ini menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 bukan sekadar krisis kesehatan semata, melainkan juga bencana urban yang memengaruhi kehidupan masyarakat di perkotaan. </p>
<p>Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jika dibandingkan dengan data September 2019, seluruh provinsi di Jawa dan Bali mengalami peningkatan kemiskinan ketika gelombang pertama pandemi terjadi pada Maret 2020. </p>
<p>Pada level provinsi, <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/69438">kenaikan penduduk miskin tertinggi</a> dialami oleh DKI Jakarta (1,11 persen poin), Jawa Barat (1,06 persen poin), dan Banten (0,98 persen poin). </p>
<p>Sementara itu, provinsi lain di Jawa seperti Jawa Timur (0,89 persen poin), Daerah Istimewa Yogyakarta (0,84 persen poin), dan Jawa Tengah (0,83 persen poin) juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=480&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=480&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=480&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=603&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=603&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/443393/original/file-20220131-116247-1o9ilfu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=603&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Perbandingan persentase penduduk miskin di wilayah Jawa Bali (level kab/kota) tahun 2019 dan 2021.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Seiring berjalannya pandemi, peningkatan angka kemiskinan tidak hanya melanda kota-kota besar. </p>
<p>Pada periode Maret-September 2020, peningkatan angka kemiskinan tertinggi terjadi di pulau-pulau kecil dan kota pesisir seperti di Kepulauan Seribu (2,78 persen poin), Kabupaten Sampang (2,07 persen poin), Jakarta Utara (1,74 persen poin), Kabupaten Bangkalan (1,66 persen poin), dan Kabupaten Indramayu (1,59 persen poin). </p>
<p>Pola yang sama terulang pada tahun 2021. Jika dibandingkan dengan periode sebelum pandemi di tahun 2019, peningkatan angka kemiskinan tertinggi lagi-lagi terjadi di pulau-pulau kecil dan kota pesisir, yaitu Kabupaten Sampang (3,05 persen poin), Kepulauan Seribu (2,97 persen poin), Kabupaten Bangkalan (2,67 persen poin), dan Kabupaten Cirebon (2,36 persen poin).</p>
<p>Sementara di Bali, daerah yang paling tinggi peningkatannya adalah Kabupaten Buleleng (0,93 persen poin) yang membentang di sepanjang pesisir utara Pulau Bali, diikuti dengan Kota Denpasar (0,86 persen poin) sebagai pusat pertumbuhan pariwisata, dan Kabupaten Badung (0,84 persen poin). </p>
<p>Ada beberapa faktor yang mengakibatkan melonjaknya angka kemiskinan di seluruh wilayah Jawa-Bali. </p>
<p>Menurut hasil survei dampak COVID-19 terhadap tenaga kerja yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2020, sebanyak <a href="https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/view/576/pdf">15,6% dari 1112 responden</a> mengalami PHK dan pengurangan gaji pada tahun pertama pandemi. </p>
<p>Kementerian Tenaga Kerja juga menyebutkan bahwa angka PHK sampai Agustus 2020 mencapai 3,6 juta orang, meningkat pesat jika dibandingkan dengan <a href="https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/angka-phk-di-indonesia-2014-2020-1602730054">tahun 2019 yang berjumlah 45.000 orang</a>. </p>
<p>Menurut hasil survei BPS, sebanyak <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/23/dampak-ppkm-3649-penduduk-bekerja-mengalami-pengurangan-gaji">36,49% penduduk bekerja</a> mengalami pengurangan gaji akibat adanya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ditetapkan pemerintah. </p>
<p>Sementara, dalam konteks angka kemiskinan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pembatasan sosial yang menyebabkan terbatasnya jadwal operasional kapal penumpang dan kargo secara tidak langsung berkontribusi pada naiknya angka kemiskinan di wilayah tersebut. </p>
<h2>Bukan sekadar angka</h2>
<p>Statistik yang ada selama ini bukanlah sekadar angka, melainkan potret dari apa yang sedang terjadi pada masyarakat kita. </p>
<p>Salah satu informan kami, MR (26 tahun), warga pendatang dari Jawa Tengah yang berprofesi sebagai terapis di Jakarta, mengaku kehilangan pekerjaan saat merebaknya pandemi COVID-19 gelombang pertama di Jakarta.</p>
<p>MR dirumahkan secara sepihak dan kehilangan penghasilan karena hotel-hotel tempat dia bekerja tutup.</p>
<p>“Biasanya, saya sebulan bisa dapat lebih dari UMR (Upah Minimum Regional). Sekarang, mau cari uang seratus ribu saja susah,” ujar MR. Saat ini, <a href="https://regional.kontan.co.id/news/direvisi-anies-baswedan-ump-jakarta-2022-naik-51-menjadi-rp-4641854?page=all">UMR Jakarta</a> berkisar di angka Rp 4,6 juta.</p>
<p>MR menambahkan, kondisi pandemi memaksanya untuk menggunakan taksi daring ketika berpergian, alih-alih ojek daring dan transportasi umum lainnya yang lebih terjangkau. Besarnya ongkos yang dikeluarkan menambah sulit beban hidupnya.</p>
<p>Kartu Prakerja yang <a href="https://theconversation.com/tiga-alasan-mengapa-kartu-prakerja-hanya-memihak-pada-masyarakat-perkotaan-dan-solusinya-138425">dikemas menjadi “bantuan sosial”</a> pada masa pandemi juga tidak sepenuhnya membantu. </p>
<p>MR mengatakan bahwa Kartu Prakerja sulit sekali diakses dan hanya memberikan harapan palsu. Ia mengaku telah empat kali mendaftar Kartu Prakerja, namun kuota selalu penuh.</p>
<p>Di Bandung, informan NN (38 tahun) mengatakan bahwa beberapa tetangganya yang bekerja sebagai buruh bangunan kini tidak bisa bekerja di kota lagi. Banyak dari mereka yang pulang ke kampung masing-masing dan beralih jadi buruh tani. </p>
<p>Sementara itu, di Jawa Timur, masyarakat yang tinggal di pulau kecil seperti Madura dan <a href="http://jissh.journal.lipi.go.id/index.php/jissh/article/view/183">Bawean</a> juga sangat terdampak. Bahkan, salah satu kabupaten di Madura, <a href="https://www.detik.com/jatim/berita/d-5915464/informasi-terbaru-ppkm-level-3-jawa-timur-simak-di-sini">Pamekasan,</a> hingga saat ini masih menerapkan PPKM Level 3. </p>
<p>Beberapa penggalan cerita tersebut menunjukkan bahwa pandemi telah menyebabkan berbagai kesulitan ekonomi yang memiskinkan masyarakat. </p>
<p>Menurut kami, alih-alih <a href="https://ekbis.sindonews.com/read/672775/34/jokowi-pasang-target-investasi-rp1200-triliun-di-2022-bahlil-ngeri-ngeri-sedap-1643626917">fokus pada investasi dan membangun megaproyek besar</a> yang manfaatnya belum tentu bisa langsung dirasakan oleh masyarakat, pemerintah seharusnya berfokus pada pemulihan ekonomi skala lokal untuk mengantisipasi kemiskinan di level akar rumput. </p>
<p><a href="https://www.kemenkeu.go.id/media/15366/photostory_pen_demandside.pdf">Dana pemulihan ekonomi nasional (PEN)</a>, yang sempat mengundang polemik akibat adanya <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20220124/10/1492566/menko-airlangga-pastikan-pembangunan-ikn-tidak-gunakan-dana-pen">wacana</a> penggunaannya untuk pendanaan pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur, harus dialokasikan sesuai fungsinya dan tidak digunakan untuk mendukung proyek yang tidak berdampak langsung terhadap mitigasi pandemi. </p>
<p>Hal ini mengingat kemiskinan adalah sebuah keniscayaan dan ketidakpastian dari COVID-19 yang masih berlanjut hingga hari ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/176011/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pandemi bukan hanya krisis kesehatan namun juga bencana urban. Selama pandemi, Pulau Jawa dan Bali mencatatkan peningkatan angka kemiskinan tertinggi.Dwiyanti Kusumaningrum, Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Haning Romdiati, Periset, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1665002021-09-20T00:58:23Z2021-09-20T00:58:23ZSarjana gunakan layanan dokter spesialis 10 kali lebih banyak dibanding yang tak lulus SD<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/421803/original/file-20210917-25-agw10r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan mempersiapkan alat medis di ruangan ICU Khusus COVID-19 di RSUD dr Pirngadi Medan, Kota Medan, Sumatera Utara, 3 September 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1630682403">ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/Lmo/aww.</a></span></figcaption></figure><p>Kesenjangan akses layanan kesehatan di Indonesia masih tinggi walau negara menyediakan layanan <a href="https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/home">Jaminan Kesehatan Nasional</a>, termasuk subsidi iuran bulanan bagi kelompok miskin sejak tujuh tahun terakhir .</p>
<p>Makin rendah sekolah dan pendapatan penduduk, maka kian meningkat kesulitan mereka dalam mengakses layanan kesehatan di negeri ini.</p>
<p><a href="https://bmjopen.bmj.com/content/9/7/e026164">Riset terbaru saya di Indonesia,</a> dengan memakai data lebih dari 42 ribu orang dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia 2014, menunjukkan tingginya tingkat kesenjangan akses layanan kesehatan antarkelompok masyarakat berdasarkan pendidikan dan pendapatan. </p>
<p>Gap terbesar terjadi pada penggunaan layanan kesehatan sekunder (rawat jalan dokter spesialis dan rawat inap di rumah sakit) dan layanan preventif (skrining dan <em>medical check-up</em> untuk penyakit kardiovaskuler).</p>
<p>Contohnya ada keluhan kesehatan yang membutuhkan pelayanan dokter spesialis, maka individu dari kelompok masyarakat berpendidikan tinggi (minimal S1) menggunakan pelayanan tersebut sepuluh kali lebih banyak dibanding individu dari kelompok masyarakat yang tidak lulus SD. </p>
<p>Sementara, individu dari kelompok terkaya (pendapatan per kapita Rp 4 juta per bulan) menggunakan pelayanan rawat inap di rumah sakit tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan individu dari kelompok termiskin (pendapatan Rp 230 ribu per bulan). </p>
<h2>Hak atas layanan kesehatan yang tersendat</h2>
<p>Akses layanan kesehatan yang berkualitas merupakan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi <a href="https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/UU_36_2009_Kesehatan.pdf">Indonesia</a>. Karena itu, akses layanan kesehatan harus dapat dinikmati secara adil oleh seluruh penduduk.</p>
<p>Ini berarti, setiap individu yang membutuhkan harus bisa mengakses layanan kesehatan tanpa memandang status sosial ekonomi, wilayah geografis, etnis, maupun agama. </p>
<p>Jika individu miskin maupun kaya mempunyai penyakit yang sama, maka keduanya berhak mendapatkan terapi medis yang sama. Jika tidak, maka hal ini melanggar prinsip keadilan dalam layanan kesehatan. Ini disebut sebagai ketimpangan (<em>inequality</em>) dalam akses layanan kesehatan. </p>
<p>Selain dianggap tidak adil, kesenjangan akses layanan kesehatan akan mengakibatkan penanganan berbagai masalah kesehatan semakin sulit. Sebab, hanya sebagian kecil kelompok masyarakat (umumnya kelompok menengah keatas) yang memiliki derajat kesehatan yang baik. </p>
<p>Kesenjangan akses layanan kesehatan antarkelompok masyarakat merupakan permasalahan global. Fenomena ini bahkan dijumpai di <a href="https://ec.europa.eu/social/main.jsp?catId=738&langId=en&pubId=8152&furtherPubs=yes">Uni Eropa</a> yang sudah mencapai pelayanan kesehatan universal (<em>universal health coverage</em>/UHC), meski dengan tingkatan yang relatif kecil. </p>
<p>Bagi banyak negara berkembang yang belum mencapai UHC, tingkat ketimpangan itu akan lebih tinggi–termasuk di Indonesia. Namun demikian, belum banyak studi yang menggambarkan tingkat kesenjangan akses layanan kesehatan antar-kelompok masyarakat di negara berkembang. Riset saya mengisi kelangkaan studi topik ini.</p>
<p>Salah satu kesenjangan akses layanan kesehatan terbesar ditemukan pada layanan kesehatan preventif. Misalnya pada pemeriksaan gula darah sebagai <a href="https://bmjopen.bmj.com/content/9/7/e026164">skrining Diabetes Mellitus</a>. Individu dari kelompok pendidikan tinggi melakukan pemeriksaan glukosa darah 30 kali lebih sering dibandingkan kelompok yang tidak bersekolah. </p>
<p>Berbeda dengan layanan kesehatan sekunder, layanan kesehatan primer (dokter umum, puskesmas, klinik pratama) mempunyai tingkat kesenjangan akses yang jauh lebih kecil. Individu dari kelompok berpendidikan tinggi menggunakan layanan kesehatan primer 1,1 kali lebih sering (hanya 10% lebih besar) dibandingkan dengan individu dari kelompok tidak bersekolah.</p>
<h2>Empat faktor</h2>
<p>Tingginya tingkat kesenjangan akses layanan kesehatan di Indonesia untuk layanan sekunder diduga disebabkan oleh beberapa faktor. </p>
<p>Pertama, jumlah sumber daya (dokter spesialis dan rumah sakit) yang tidak memadai. Saat ini, baru ada 14 dokter spesialis per 100.000 penduduk. Jumlah itu jauh di bawah standar WHO yang menetapkan <a href="https://gateway.euro.who.int/en/indicators/hlthres_241-specialist-medical-practitioners-per-100-000/">100 dokter spesialis per 100.000 penduduk</a>. Selain itu, distribusi dokter spesialis tersebut tidak merata secara <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/23/dokter-spesialis-paling-banyak-di-jakarta-pada-2020">geografis</a>.</p>
<p>Fasilitas pelayanan kesehatan sekunder umumnya terpusat di daerah perkotaan. Keadaan ini menghambat akses masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah yang umumnya tinggal di perdesaan. Sebab, mereka membutuhkan biaya non-medis seperti biaya transportasi dan juga mempertimbangkan biaya peluang atau <em>opportunity costs</em> (akibat pendapatan yang hilang karena waktu bekerja digunakan untuk berobat di fasilitas kesehatan sekunder). </p>
<p>Meski biaya medis masyarakat miskin sudah dijamin dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tapi biaya non-medis yang besar akan mengurangi kemampuan mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan. </p>
<p><em>Kedua</em>, sistem rujukan yang rumit secara administratif. Kelompok masyarakat miskin dan berpendidikan rendah pada umumnya belum memahami sistem rujukan yang menjadi syarat dalam mengakses pelayanan kesehatan sekunder program JKN. Hal ini membuat aksesibilitas mereka menjadi lebih rendah. </p>
<p><em>Ketiga</em>, literasi kesehatan yang rendah pada kelompok masyarakat miskin dan berpendidikan rendah. Hal ini mengakibatkan individu tak mampu memahami manfaat penggunaan layanan sekunder dan preventif yang diperlukan sehingga penggunaan dua layanan tersebut pada kelompok ini relatif rendah. </p>
<p>Faktor terakhir, program layanan kesehatan preventif yang sudah dijalankan masih belum efektif dan kurang mendapatkan prioritas. </p>
<p>Tanpa adanya sebuah program kesehatan preventif (seperti deteksi dini penyakit tidak menular dan kanker) yang bersifat nasional dan sistemik, penggunaan layanan kesehatan preventif lebih bergantung pada inisiatif perorangan. </p>
<p>Sementara, individu yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengakses layanan kesehatan ini dan umumnya didominasi oleh kelompok masyarakat menengah ke atas. </p>
<h2>Kurangi hambatan finansial dan geografis</h2>
<p>Tingkat kesenjangan akses layanan kesehatan antarkelompok masyarakat yang besar untuk layanan kesehatan sekunder dan preventif perlu segera diatasi dengan menghilangkan hambatan akses dari sisi finansial maupun geografis. </p>
<p>Pemerintah harus memperluas cakupan program JKN yang saat ini <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/06/jumlah-peserta-bpjs-kesehatan-capai-2225-juta-orang-hingga-2020">mencapai sekitar 81%</a> untuk mencapai layanan kesehatan universal. Harapannya, program ini dapat mengatasi hambatan finansial masyarakat dalam hal biaya medis ketika mengakses layanan kesehatan. </p>
<p>Pemerintah pun harus mengubah kebijakan untuk pemerataan distribusi dokter spesialis dan fasilitas kesehatan sekunder. Hal itu dapat mempermudah masyarakat menengah ke bawah ketika mengakses layanan kesehatan. </p>
<p>Sementara, untuk mengatasi hambatan administratif masyarakat miskin dalam mengakses layanan kesehatan, pemerintah dan BPJS Kesehatan perlu memperbaiki sistem rujukan.
Sistem rujukan dengan hanya menggunakan kartu BPJS tanpa syarat dokumen administratif tambahan akan sangat membantu masyarakat miskin dan berpendidikan rendah untuk menggunakan layanan kesehatan sekunder. </p>
<p>Penguatan layanan kesehatan primer juga harus dilakukan Kementerian Kesehatan keberadaannya yang cukup merata sampai daerah perdesaan. Layanan primer yang kuat dapat menjadi motor utama bagi terlaksananya program layanan kesehatan preventif secara nasional. </p>
<p>Layanan kesehatan primer yang berkualitas pun dapat menyelesaikan sebagian besar permasalahan kesehatan di masyarakat beban layanan sekunder. Hal ini akan berkontribusi pada pengurangan kesenjangan akses layanan kesehatan sekunder antar kelompok masyarakat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/166500/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Joko Mulyanto menerima dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan untuk riset ini.
</span></em></p>Program layanan kesehatan preventif yang sudah dijalankan pada saat ini masih belum efektif dan kurang mendapatkan prioritas sehingga kenjangan terus terjadi.Joko Mulyanto, Dosen Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Universitas Jenderal SoedirmanLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1651792021-08-06T08:46:37Z2021-08-06T08:46:37ZPPKM membuat perempuan kepala keluarga kian terjepit<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/414977/original/file-20210806-17-ocodjx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=35%2C41%2C4000%2C2616&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pembatasan membuat perempuan sulit mencari nafkah, terutama mereka yang di sektor informal.</span> <span class="attribution"><span class="source">Fransisco Carolio/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Penerapan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat dan Level 4 di wilayah Jawa dan Bali membuat perempuan kepala keluarga, yaitu perempuan yang menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya, berada di dalam posisi terjepit. </p>
<p>Mereka harus memenuhi kebutuhan keluarga, tapi mereka tidak dapat bekerja dan tidak mendapatkan upah. </p>
<p>Terlebih, bantuan pemerintah pada masa PPKM Darurat dan Level 4 acapkali tidak tepat sasaran akibat <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57746385">data bermasalah</a> sehingga tidak banyak membantu mereka.</p>
<p>Sejumlah <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2012/04/19/1604/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-daerah-tempat-tinggal-dan-jenis-kelamin-kepala-rumah-tangga-2009-2019.html">15,46%</a> rumah tangga di Indonesia pada 2019 memiliki kepala rumah tangga perempuan. Sebuah riset memperkirakan setidaknya ada <a href="https://theconversation.com/di-indonesia-analisis-ungkap-perempuan-miskin-yang-paling-menderita-selama-pandemi-covid-19-146676">11 juta rumah tangga yang dikepalai perempuan. </a></p>
<p>Sebagian perempuan kepala keluarga memiliki tingkat pendidikan <a href="https://pekka.or.id/blog/2020/08/23/laporan-pemantauan-program-bantuan-sosial-covid-19/">yang relatif rendah</a>. Dalam upaya mencari nafkah, perempuan kepala keluarga terbentur kekurangan keahlian yang mumpuni, keterbatasan jangkauan wilayah, dan <a href="https://indonesiadevelopmentforum.com/2020/knowledge-center/detail/4411-pekka-perempuan-kepala-keluarga-miskin-karena-stigma">akses modal</a>.</p>
<p>Agar bantuan sosial sampai pada mereka, pemerintah perlu menyediakan skema khusus bagi mereka dan juga skema bantuan modal untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mereka lakukan.</p>
<h2>Dampak pembatasan</h2>
<p>Menurut data Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) perempuan kepala keluarga lebih sering mengisi pekerjaan di sektor <a href="https://www.kompas.tv/article/132423/perempuan-kepala-keluarga-antara-dukungan-moral-dan-modal">informal</a>, seperti usaha-usaha level kecil, asisten rumah tangga, buruh harian lepas, dan lain-lain. </p>
<p>Sebagian besar perempuan kepala keluarga mengalami penurunan jumlah penghasilan di masa pandemi, bahkan diantara mereka ada yang <a href="https://pekka.or.id/blog/2020/08/23/laporan-pemantauan-program-bantuan-sosial-covid-19/">tidak berpenghasilan sama sekali</a>. Ada yang tempat kerja mereka tutup sementara, ada juga yang <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57650848">gulung tikar</a>. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/di-indonesia-analisis-ungkap-perempuan-miskin-yang-paling-menderita-selama-pandemi-covid-19-146676">Perempuan miskin</a> kepala rumah tangga menjadi kelompok rentan yang paling menderita selama pandemi ini.</p>
<p>PPKM Darurat dan Level 4 yang memaksa banyak perempuan kepala keluarga harus berdiam di rumah dan tetap miskin. Ada yang bertahan dengan ‘banting setir’ mencari sumber pemasukan lain, seperti berdagang secara <a href="https://economy.okezone.com/read/2020/12/18/455/2330131/cara-umkm-bertahan-dari-pandemi-covid-19-go-digital"><em>online</em></a>.</p>
<p>Namun, karena pilihan pembeli semakin banyak, mereka yang tidak paham tata kelola <a href="https://inet.detik.com/business/d-5544230/tantangan-yang-dihadapi-umkm-untuk-go-digital">bisnis digital</a> kalah bersaing. </p>
<p>Literasi digital yang terbatas pada perempuan kepala rumah tangga serta keterbatasan jangkauan akses <a href="https://www.investindonesia.go.id/id/artikel-investasi/detail/5-tantangan-digital-ekonomi-di-indonesia">jaringan internet</a> juga menjadi kendala bagi mereka.</p>
<p>Pembatasan membuat <a href="https://www.bbc.com/indonesia/dunia-55072850">bermacam beban</a> yang sudah disandang perempuan kepala keluarga menjadi berkali lipat: memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, mencari modal dagang, dan kebutuhan anak sekolah. </p>
<p>Mereka mengalami kesulitan dalam <a href="https://smeru.or.id/sites/default/files/publication/es_covundp_id.pdf">menyeimbangkan tuntutan</a> antara mencari nafkah utama, pekerjaan rumah tangga, dan tambahan tanggung jawab lainnya yang muncul. Misalnya, akibat aktivitas di sekolah tutup, anak-anak mereka harus belajar dari rumah.</p>
<h2>Sudah terjepit sebelum pandemi</h2>
<p>Tanpa terjadi pandemi saja, perempuan kepala keluarga sudah harus berjuang untuk terlepas dari <a href="https://www.kompas.id/baca/riset/2020/08/03/potret-tangguh-perempuan-kepala-keluarga">kemiskinan, ketimpangan, dan kekerasan</a>.</p>
<p>Perempuan kepala rumah tangga disebut sebagai agen yang potensial dalam <a href="https://indonesiadevelopmentforum.com/2020/knowledge-center/detail/4411-pekka-perempuan-kepala-keluarga-miskin-karena-stigma">pembangunan ekonomi</a>, namun tidak mendapat perlakuan yang sesuai.</p>
<p><a href="https://indonesiadevelopmentforum.com/2020/knowledge-center/detail/4411-pekka-perempuan-kepala-keluarga-miskin-karena-stigma">Kemiskinan</a> menutup akses mereka terhadap sumber daya. </p>
<p>Perempuan kepala keluarga juga menghadapi stigma. <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/08/03/11574761/pandemi-covid-19-perempuan-kepala-keluarga-disebut-kian-terpuruk">Stigma</a> janda serta pandangan negatif terhadap <a href="https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/08/03/menepis-stigma-dengan-berdaya">perempuan tak bersuami</a> masih mengakar di masyarakat. Label <a href="https://www.tempo.co/abc/6122/masih-ada-anggapan-miring-soal-janda-di-indonesia-mempersulit-kehidupan-mereka">‘janda’</a> berdampak secara sosial dan ekonomi dalam kehidupan perempuan. </p>
<p>Stigma ini dapat menghasilkan kebijakan yang <a href="https://indonesiadevelopmentforum.com/2020/knowledge-center/detail/4411-pekka-perempuan-kepala-keluarga-miskin-karena-stigma">tak berperspektif perempuan</a>.</p>
<p>Sikap tidak sensitif gender di kalangan pejabat publik, <a href="https://pekka.or.id/blog/2020/06/10/istri-bagai-corona-janda-muda-tak-usah-terima-blt-dicarikan-suami-saja-pejabat-publik-makin-tak-sensitif-gender/">tidak banyak berubah</a> di masa wabah.</p>
<h2>Tidak terjangkau pemerintah</h2>
<p>Selama pandemi, program <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57746385">bansos COVID-19</a> dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) banyak mengalami salah sasaran, karena <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52651056">data yang amburadul</a>. </p>
<p>Data yang bermasalah, menjadi celah <a href="https://tirto.id/pangkal-potensi-korupsi-dana-bansos-data-penerima-yang-amburadul-f7RW">korupsi</a>. </p>
<p>Kasus <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/07/19/21500221/terjerat-kasus-korupsi-bansos-juliari-sebut-pengawasan-tak-maksimal?page=all">korupsi dana bansos</a> yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara tidak terlepas dari data yang tidak sinkron di kementerian dan lembaga dengan data di lapangan. </p>
<p>Masih banyak orang miskin <a href="https://ideas.or.id/2021/06/22/keluarga-miskin-dan-bantuan-sosial-di-masa-pandemi/">tidak terdata</a> sebagai penerima bantuan. Perempuan kepala keluarga adalah <a href="https://pekka.or.id/blog/2020/09/01/problem-data-dan-beban-perempuan-kepala-keluarga/">kelompok marjinal</a> yang kerap tidak masuk sebagai penerima bantuan pemerintah.</p>
<p>Masih banyak perempuan kepala keluarga yang tidak memiliki <a href="https://kapalperempuan.org/feminisasi-kemiskinan/">Kartu Tanda Penduduk</a> (KTP) dan menghambat mereka mengakses bantuan dan berbagai layanan publik. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/414979/original/file-20210806-27-1apa9y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/414979/original/file-20210806-27-1apa9y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/414979/original/file-20210806-27-1apa9y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/414979/original/file-20210806-27-1apa9y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/414979/original/file-20210806-27-1apa9y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/414979/original/file-20210806-27-1apa9y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/414979/original/file-20210806-27-1apa9y4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pembagian sayur gratis di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang diinisiasi oleh petani muda di sana untuk meringankan beban warga selama PPKM.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Abriawan Abhe/Antara Foto</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Bantuan yang lebih baik</h2>
<p>Selama pandemi, jumlah warga miskin Indonesia bertambah. Satu dari 10 orang di Indonesia hari ini hidup di bawah <a href="https://smeru.or.id/id/content/ringkasan-eksekutif-dampak-sosial-ekonomi-covid-19-terhadap-rumah-tangga-dan-rekomendasi">garis kemiskinan nasional</a>. </p>
<p>Banyak di antara <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55992498">orang miskin baru</a> tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Padahal, bantuan sosial sangat penting bagi <a href="https://ideas.or.id/2021/05/24/ketahanan-keluarga-miskin-di-masa-pandemi/">ketahanan keluarga miskin</a> di masa pandemi.</p>
<p>Melihat kurangnya dukungan pemerintah bagi masyarakat miskin, sebagian masyarakat menginisiasi kegiatan <a href="https://regional.kompas.com/read/2020/10/25/16053751/gerakan-rakyat-bantu-rakyat-di-yogyakarta-siapkan-makanan-untuk-buruh?page=all">rakyat bantu rakyat</a>.</p>
<p>Terlepas dari adanya berbagai bentuk inisiatif yang tumbuh di tengah masyarakat, pemerintah harus berkomitmen penuh dalam memberikan jaminan perlindungan sosial bagi masyarakat kelas menengah bawah. </p>
<p>Pemerintah perlu memiliki skema bantuan yang diperuntukkan kepada perempuan kepala keluarga. Mereka yang termasuk ke dalam golongan ekonomi menengah ke bawah, harus menjadi daftar prioritas penerima bantuan – baik untuk mereka yang memiliki atau tidak KTP.</p>
<p>Pemerintah juga perlu memudahkan akses perempuan kepala keluarga mendapatkan modal untuk UMKM. Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) harus inklusif dan menyasar perempuan kepala keluarga pelaku UMKM – sekali lagi, ada atau tidak ada KTP.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/165179/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nikodemus Niko tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perempuan kepala keluarga berada di dalam posisi terjepit. Mereka harus memenuhi kebutuhan keluarga, tapi mereka tidak dapat bekerja dan tidak mendapatkan upah.Nikodemus Niko, Kandidat Doktor Ilmu Sosiologi, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1643972021-07-16T10:36:02Z2021-07-16T10:36:02ZPembelajaran jarak jauh masih akan tetap di sini. Kita harus buat kualitasnya setara sekolah tatap muka<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/411626/original/file-20210716-27-1ii0u9l.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.antarafoto.com/bisnis/v1586938201/perpanjangan-keputusan-siswa-belajar-di-rumah">(ANTARA FOTO/ Akbar Tado)</a></span></figcaption></figure><p>Selama pandemi COVID-19 belum terkendali, pembelajaran jarak jauh tampaknya akan tetap menjadi metode pembelajaran utama bagi banyak murid.</p>
<p>Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, misalnya, menyebabkan pemerintah <a href="https://tirto.id/ppkm-darurat-jawa-bali-sekolah-tatap-muka-dibatalkan-di-7-provinsi-ghpM">menunda rencana sekolah tatap muka</a> di Jawa-Bali.</p>
<p>Bahkan di berbagai provinsi di luar Jawa-Bali <a href="https://tirto.id/covid-19-meledak-sekolah-tatap-muka-di-luar-jawa-bali-terus-jalan-ghyK">yang diizinkan</a> mulai melaksanakan belajar tatap muka, sekolah tetap harus memberi murid pilihan belajar dari rumah atau di sekolah karena kondisi mereka yang berbeda-beda.</p>
<p>Sayangnya, pembelajaran jarak jauh yang tidak efektif telah <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/184651597383628008/pdf/Main-Report.pdf">memperlebar ketertinggalan hasil belajar</a> murid di Indonesia – terutama mereka yang berasal dari kelompok miskin. Hal ini juga <a href="https://thedocs.worldbank.org/en/doc/798061592482682799-0090022020/original/covidandeducationJune17r6.pdf">menyebabkan kerugian ekonomi yang masif</a> akibat capaian belajar yang lebih rendah dan meningkatnya potensi putus sekolah.</p>
<p>Pemerintah dan sekolah perlu terus mengembangkan strategi pembelajaran jarak jauh agar kualitasnya setara dengan pembelajaran tatap muka, mengingat hal ini akan tetap bertahan selama pandemi maupun pada masa depan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/belajar-dari-rumah-yang-tidak-efektif-selama-pandemi-berpotensi-hapus-bonus-demografi-159712">Belajar dari rumah yang tidak efektif selama pandemi berpotensi hapus bonus demografi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Masih jadi opsi utama banyak murid</h2>
<p>Akibat meningkatnya kasus COVID-19, murid di seluruh Jawa-Bali harus kembali melakukan pembelajaran jarak jauh setidaknya sampai PPKM selesai.</p>
<p>Beberapa peneliti bahkan menyarankan pemerintah <a href="https://theconversation.com/kebijakan-jokowi-pengetatan-parsial-jawa-dan-bali-bagaimana-cara-supaya-efektif-turunkan-kasus-covid-19-163730">melanjutkan pembatasan aktivitas masyarakat secara lebih ketat dan konsisten</a> hingga pandemi benar-benar terkendali – membuat prospek sekolah tatap muka semakin tidak menentu.</p>
<p>Namun, selain mereka, banyak murid di provinsi lain pun terpaksa tetap belajar di rumah karena sekolah tatap muka yang masih terbatas atau belum memenuhi persyaratan pemerintah.</p>
<p>Menjelang tahun ajaran 2021/2022, misalnya, pemerintah mengeluarkan <a href="http://ditpsd.kemdikbud.go.id/upload/filemanager/download/Infografis-Pedoman-PTMP%20SD.pdf">Pedoman Pembelajaran Tatap Muka Terbatas</a> untuk sekolah dasar (SD) yang di antaranya mengatur bahwa pada awal pembukaan sekolah, hanya 50% murid yang boleh hadir.</p>
<p>Lebih lanjut lagi, dengan dalih menegakkan protokol kesehatan tersebut, sekolah pun bisa saja mengeluarkan peraturan kuota tatap muka yang diskriminatif.</p>
<p>Menjelang persiapan sekolah tatap muka anak saya, misalnya, kami harus mengisi formulir <em>online</em> dari sekolah yang menanyakan moda transportasi apa yang digunakan anak untuk berangkat sekolah. Ketika jawabannya adalah transportasi umum, sistem mengeluarkan pernyataan bahwa anak harus tetap belajar di rumah.</p>
<p>Artinya, banyak siswa tersebut – biasanya <a href="https://theconversation.com/yang-juga-penting-saat-kembali-belajar-tatap-muka-memulihkan-hasil-belajar-murid-rentan-dan-mencegah-ketimpangan-158425">murid miskin</a> atau yang <a href="https://theconversation.com/survei-beban-pendampingan-belajar-anak-selama-pandemi-lebih-banyak-ke-ibu-ketimbang-ayah-143538">kedua orang tuanya bekerja</a> - tetap “dipaksa” belajar dari rumah.</p>
<p>Di tengah kualitas pembelajaran jarak jauh <a href="https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534">yang belum setara antardaerah</a>, ketertinggalan hasil belajar bisa makin melebar bagi para murid tersebut. Dengan demikian, pengembangan pembelajaran jarak jauh yang kualitasnya setara dengan sekolah tatap muka merupakan kebutuhan mutlak setiap sekolah.</p>
<h2>Membangun pembelajaran jarak jauh yang setara dengan tatap muka</h2>
<p>Upaya pengembangan ini memerlukan kerja gotong royong segenap pemangku kepentingan pendidikan.</p>
<p>Apalagi, pada masa depan, pembelajaran jarak jauh dapat menjadi <a href="http://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/pembelajaran-jarak-jauh-pjj-bisa-jadi-model-pendidikan-masa-depan">bagian penting dalam sistem sekolah</a> – baik secara penuh maupun digabung dengan tatap muka. Meski pandemi berakhir, pembelajaran jarak jauh pun akan tetap ada dan tidak boleh diperlakukan sebagai sekadar respons darurat.</p>
<p>Berbagai <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1470487/menteri-kominfo-percepatan-pembangunan-infrastruktur-digital-jadi-prioritas/full&view=ok">pembangunan infrastruktur internet di Indonesia</a> yang sedang berjalan juga akan membuat pembelajaran jarak jauh semakin merata di seluruh Indonesia.</p>
<p>Namun, hal itu tidaklah cukup.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, guru dan juga orang tua sebagai pendamping murid tidak hanya wajib fasih dalam teknologi pendidikan. Mereka juga harus memahami perbedaan kebutuhan murid ketika belajar di sekolah maupun di rumah. </p>
<p>Organisasi yang peduli kesenjangan pendidikan seperti <a href="https://schoolvirtually.org/low-tech-and-no-tech-approaches-to-distance-learning/">SchoolVirtually</a>, misalnya, menyediakan pendekatan maupun rencana belajar bagi guru menggunakan teknologi rendah maupun tanpa teknologi sama sekali – dari cara menyusun rencana belajar dengan orang tua via WhatsApp (WA), hingga strategi mengantar materi dengan sistem antar jemput sekolah.</p>
<p>Pemerintah bisa bekerja sama dengan organisasi semacam ini di Indonesia untuk membantu siswa yang minim akses pembelajaran jarak jauh.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, pembuat kebijakan pendidikan juga harus terus berinovasi dan mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. </p>
<p>Di Indonesia, selama ini inovasi pembelajaran jarak jauh masih fokus pada layanan daring (<em>online</em>), misalnya platform <a href="https://www.kompas.com/edu/read/2020/08/28/114509371/bosan-pjj-itu-itu-saja-ini-6-model-pembelajaran-inovatif-bagi-siswa?page=all">Rumah Belajar</a> milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-ristek). Masih perlu banyak inovasi yang berbasis luring (<em>offline</em>) bagi mereka yang <a href="https://theconversation.com/gagap-3-aspek-vital-kuliah-online-di-tengah-covid-19-bisa-perparah-gap-akses-pembelajaran-bermutu-bagi-mahasiswa-miskin-134933">minim akses <em>online learning</em></a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/gagap-3-aspek-vital-kuliah-online-di-tengah-covid-19-bisa-perparah-gap-akses-pembelajaran-bermutu-bagi-mahasiswa-miskin-134933">Gagap 3 aspek vital: kuliah online di tengah COVID-19 bisa perparah gap akses pembelajaran bermutu bagi mahasiswa miskin</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Institusi yang berpotensi mengembangkan hal ini adalah <a href="https://theconversation.com/kuliah-dari-rumah-akibat-covid-19-banyak-kendala-belajar-dari-keberhasilan-universitas-terbuka-137230">Universitas Terbuka (UT)</a> yang telah berpengalaman menjalankan pembelajaran jarak jauh dengan beragam mahasiswa – kaya maupun miskin, di daerah perkotaan maupun perdesaan – selama 37 tahun.</p>
<p>Salah satu fakultas terbesar mereka adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang banyak fokus pada kompetensi pembelajaran jarak jauh. Tahun ini, mahasiswa FKIP berjumlah lebih dari <a href="https://www.ut.ac.id/ut-dalam-angka">128.000 orang atau 41%</a> dari seluruh mahasiswa UT.</p>
<p>Kemendikbud-Ristek patut berkolaborasi dengan FKIP UT maupun lulusannya untuk mengembangkan berbagai inovasi untuk memperbaiki pembelajaran jarak jauh di Indonesia.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, melibatkan orang tua adalah hal yang tidak kalah penting dalam pengembangan pembelajaran jarak jauh.</p>
<p>Selama ini, sekolah <a href="https://sapos.co.id/2020/10/26/peran-orang-tua-di-rumah-dalam-masa-pandemi/">tidak begitu melibatkan orang tua</a> dalam proses pendidikan anak – mereka hanya dilibatkan ketika ada rapat atau ketika membayar iuran sekolah. </p>
<p>Padahal, orang tua <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4235963/">berperan besar mendukung capaian akademik anak</a> selama belajar di rumah – peran yang semakin nyata pentingnya selama pandemi COVID-19.</p>
<p>Pembelajaran jarak jauh yang berkualitas secara <em>online</em> maupun <em>offline</em> dapat membantu murid – apa pun latar belakangnya – mendapatkan layanan pendidikan setara dengan hasil sekolah tatap muka yang kita kenal selama ini.</p>
<p>Indonesia sekarang mempunyai kesempatan membuat terobosan dalam pembelajaran jarak jauh. Apabila peluang ini kita maksimalkan, pada masa pasca pandemi COVID-19 nanti kita bisa mentransformasi sistem pendidikan Indonesia menjadi lebih baik dan berkeadilan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/164397/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Selama COVID-19 belum terkendali, pembelajaran jarak jauh tampaknya akan tetap menjadi metode pembelajaran utama bagi banyak murid. Bagaimana membuat kualitasnya setara dengan sekolah tatap muka?Syaikhu Usman, Peneliti Utama, SMERU Research InstituteHeni Kurniasih, Senior Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1586272021-06-02T07:04:23Z2021-06-02T07:04:23ZRiset ungkap faktor ekonomi, sosial, dan tata kelola sistem hambat warga untuk dapatkan dokumen kependudukan dan tawarkan solusi<p><em>Tulisan ini merupakan bagian kedua dari serial empat artikel tentang pencatatan sipil dan pengelolaan data penduduk di Indonesia yang berjudul “Data yang Mencatat dan Melindungi Semua”</em></p>
<p><a href="https://puskapa.org/publikasi/1001/">Satu dari empat keluarga dengan anak di bawah usia lima tahun di Indonesia </a> menghadapi risiko tidak bisa mengakses berbagai layanan dasar karena belum memiliki dokumen kependudukan. </p>
<p>Salah satunya adalah Bunga (bukan nama sebenarnya), 20 tahun, ibu dari anak berusia dua tahun asal Sulawesi Selatan. Akibat tidak memiliki kartu keluarga, Bunga dan anaknya bisa jadi terlewat dari daftar warga yang berhak mendapatkan bantuan sosial, baik berupa bantuan tunai maupun bahan pokok, yang disediakan pemerintah bagi warga rentan secara ekonomi selama terjadinya bencana, termasuk pandemi.</p>
<p>Kita mungkin berpikir solusinya cukup mudah, yaitu Bunga hanya perlu mengurus dokumen kependudukannya.</p>
<p>Namun, <a href="https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S2214-109X%2815%2900321-6">penelitian kami dari Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA)</a> menunjukkan bahwa warga tidak memiliki dokumen kependudukan bukan karena tidak mau mengurusnya, tapi karena terhambat secara struktural.</p>
<p>Penelitian kami yang diterbitkan pada 2016 tersebut adalah salah satu yang menunjukkan bahwa hambatan struktural yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan dokumen kependudukan terkait faktor sosial, ekonomi, atau tata kelola sistem administrasi kependudukan itu sendiri. </p>
<p>Tulisan ini akan menyorot hambatan-hambatan ini secara khusus beserta studi-studi terkaitnya dan upaya apa saja yang bisa dilakukan.</p>
<h2>Kemiskinan masih menghambat akses</h2>
<p>PUSKAPA mengembangkan sebuah kerangka berpikir untuk memahami dan mengidentifikasi hambatan struktural dalam tata kelola layanan publik, salah satunya terkait administrasi kependudukan (adminduk).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/399205/original/file-20210506-21-122wyvj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/399205/original/file-20210506-21-122wyvj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/399205/original/file-20210506-21-122wyvj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/399205/original/file-20210506-21-122wyvj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/399205/original/file-20210506-21-122wyvj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/399205/original/file-20210506-21-122wyvj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/399205/original/file-20210506-21-122wyvj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kerangka Kerentanan.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kami mengidentifikasi tiga lapisan struktural yang menghambat. Lapisan pertama akibat hambatan akses yang disebabkan kemiskinan, keterpencilan, dan sulitnya mobilitas. </p>
<p>Lapisan kedua akibat layanan yang tidak peka terhadap kebutuhan khusus warga. Sementara lapisan terakhir akibat adanya praktik yang diskriminatif terhadap identitas sosial tertentu. Satu individu bisa saja mengalami lebih dari satu lapis hambatan.</p>
<p>Kemiskinan masih menghalangi akses seseorang pada dokumen kependudukan. </p>
<p><a href="https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S2214-109X%2815%2900321-6">Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin memiliki peluang lebih kecil untuk memiliki akta kelahiran dibandingkan anak-anak yang berasal dari keluarga kaya.</a></p>
<p><a href="https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/dasar/view?kd=1558&th=2016">Survei Sosial Ekonomi Nasional</a> (SUSENAS) tahun 2016 menemukan alasan terbanyak responden belum memiliki akta kelahiran adalah tidak ada biaya (34%). Sayangnya, kita tidak punya data yang lebih baru karena Susenas berhenti menanyakan ini pada tahun-tahun berikutnya.</p>
<p>Meski penerbitan dokumen kependudukan gratis, warga tetap mengeluarkan uang untuk mengurusnya, seperti <a href="https://puskapa.org/en/publication/782/">biaya transportasi, fotokopi, dan materai</a>. </p>
<p>Jarak yang jauh, minimnya transportasi umum, dan buruknya kondisi jalan semakin menyulitkan masyarakat untuk datang ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). </p>
<p>Penelitian <a href="https://puskapa.org/publikasi/638/">PUSKAPA pada 2016</a> menemukan masyarakat di Kecamatan Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah, memerlukan waktu dua jam untuk sampai ke ibu kota kabupaten dan rata-rata menghabiskan ongkos sekitar Rp 100.000 sekali jalan ke sana. </p>
<p>Padahal pengeluaran per kapita masyarakat miskin Kabupaten Pekalongan hanya sekitar <a href="https://pekalongankab.bps.go.id/publication/2021/02/26/d402df25f44a627945190ef3/kabupaten-pekalongan-dalam-angka-2021.html">Rp 500.000 per bulan</a>. </p>
<p>Belum lagi pendapatan harian yang berpotensi hilang akibat waktu yang terambil untuk mengurus dokumen.</p>
<h2>Kerentanan multidimensi, tidak hanya kemiskinan</h2>
<p>Selain biaya dan jarak yang menghambat, beberapa warga berhadapan dengan tata kelola layanan yang kurang responsif. </p>
<p>Data SUSENAS <a href="https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/dasar/view?kd=1558&th=2016">menemukan </a> alasan kedua terbesar responden tidak memiliki akta kelahiran adalah karena akta lain yang mereka butuhkan belum terbit.</p>
<p>Contohnya kasus Bunga. Dia tidak bisa langsung mendapatkan akta kelahiran untuk anaknya yang menerangkan nama ayahnya karena pernikahan mereka dulu tidak tercatat. Untuk kasus seperti ini, Bunga harus mengurus <a href="https://puskapa.org/en/publication/782/">pengesahan perkawinan dulu di pengadilan, baru mendapatkan buku nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA)</a>. </p>
<p>Upaya ini akan lebih rumit juga karena suami Bunga sudah menghilang. Alternatifnya adalah <a href="https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/264/sptjm-permudah-anak-peroleh-akta-kelahiran">mengurus SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak),</a> namun status perkawinan Bunga harus tercatat di Kartu Keluarga (KK), padahal itu pun tidak.</p>
<p>Contoh lain adalah belum terstandarnya layanan penerbitan dokumen. </p>
<p>Alasannya bermacam-macam, mulai dari kesalahan input data, proses yang lama atau terkendala infrastruktur teknologi, serta tidak pastinya jadwal penerbitan dokumen. </p>
<p><a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0168405">Studi kami</a> menemukan bahwa kekurangan blanko akta kelahiran merupakan hambatan yang sering diungkapkan oleh masyarakat di Lombok Utara dan Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Langkat dan Asahan, Sumatera Utara, dalam memperoleh dokumen. </p>
<p>Keterbatasan kapasitas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang tidak sebanding dengan jumlah permintaan dari masyarakat juga kerap kali menyebabkan antrian yang panjang di kantor layanan. Akibatnya, tidak semua masyarakat yang datang bisa terlayani pada hari yang sama.</p>
<p>Tidak responsifnya layanan mudah terkesan sebagai kendala teknis daripada struktural. Namun, kendala-kendala tersebut berpengaruh lebih banyak pada warga yang mengalami hambatan struktural.</p>
<h2>Praktik diskriminatif masih menghambat</h2>
<p>Hambatan selanjutnya muncul akibat adanya diskriminasi dari layanan akibat identitas sosial warga. </p>
<p>Tidak hanya keterbatasan fisik yang menghambat warga dengan disabilitas untuk mengurus dokumen kependudukan, tapi <a href="http://dev.pattiro.or.id/2016/12/pemenuhan-hak-atas-pelayanan-administrasi-kependudukan-dan-catatan-sipil-bagi-penyandang-disabilitas/">stigma dari lingkungan sekitar juga membuat sebagian warga memilih untuk tidak tercatat</a>.</p>
<p><a href="https://puskapa.org/publikasi/1085/">Beberapa kelompok masyarakat dengan situasi khusus juga ditemukan tidak bisa memperoleh dokumen kependudukan.</a> </p>
<p>Misalnya, warga yang tinggal di permukiman informal seperti di bawah jembatan atau di tanah negara sulit memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) karena persyaratan registrasi kependudukan adalah bukti domisili.</p>
<p>Lalu kelompok lainnya adalah pengungsi, yang baik karena bencana maupun konflik sosial, seringkali tidak tercatat karena berdomisili tidak tetap.</p>
<p>Aturan persyaratan dalam permohonan dokumen kependudukan yang berlaku saat ini juga berpotensi menyisihkan kelompok-kelompok minoritas di masyarakat. Masyarakat adat pemeluk agama lokal dan penghayat kepercayaan contohnya. </p>
<p>Meski sejak 2016 sudah terdapat <a href="https://programpeduli.org/blog/setelah-konstitusi-mengakui-penghayat-kepercayaan/#:%7E:text=Melalui%20Putusan%20Mahkamah%20Konstitusi%20No,jaminan%20konstitusional%20terhadap%20penghayat%20kepercayaan.">Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016</a> yang memungkinkan kolom agama diisi dengan ‘penghayat kepercayaan’ sehingga pemeluk agama lokal sekarang sudah dapat mengurus KTP, namun, pada praktiknya tetap banyak menghadapi kendala.</p>
<p><a href="https://puskapa.org/publikasi/1085/">Penghayat kepercayaan yang bisa dicatatkan adalah yang kepercayaannya sudah terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan</a>. </p>
<p>Untuk itu, mereka harus terlebih dahulu membentuk organisasi yang formal melalui proses di Kementerian Hukum dan HAM, sebuah persyaratan yang tidak semua kelompok bisa memenuhinya.</p>
<h2>Upaya untuk mengatasi hambatan struktural</h2>
<p>Saat ini sudah ada upaya pemerintah untuk mengatasi berbagai hambatan struktural seperti <a href="https://kompak.or.id/id/download/388/2020panduan-teknis-pembentukan-petugas-registrasi-gampong-prg-di-kabupaten-kota-provinsi-aceh.pdf">mendekatkan layanan</a>, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2016/05/14/10330051/Mendagri.Pembuatan.Akta.Lahir.Tak.Perlu.Surat.Pengantar.RT.RW">menyederhanakan prosedur </a>, dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/138602/permendagri-no-96-tahun-2019#:%7E:text=PERMENDAGRI%20No.%2096%20Tahun%202019,Administrasi%20Kependudukan%20%5BJDIH%20BPK%20RI%5D">mengidentifikasi kelompok rentan</a>. </p>
<p>Berbagai inisiatif masyarakat juga membantu warga, khususnya individu rentan untuk dapat memperoleh dokumen identitas hukum. </p>
<p>Organisasi masyarakat di <a href="http://dev.pattiro.or.id/2018/03/pendataan-disabilitas-masih-menjadi-tantangan-dalam-mewujudkan-pembangunan-inklusi/">Sukoharjo dan Kulon Progo</a> di Jawa Tengah, misalnya, membantu mendata penyandang disabilitas. </p>
<p>Namun, pelaksanaannya tidak mudah karena kemampuan pemerintah dan masyarakat di setiap daerah untuk memfasilitasi hambatan struktural ini berbeda-beda. </p>
<p>Oleh karena itu, kerja sama antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, maupun swasta diperlukan untuk mengatasinya. </p>
<p>Upaya mengatasi hambatan struktural juga perlu dilakukan dengan perencanaan dan alokasi sumber daya yang tepat agar benar-benar menyasar pada penguatan sistem administrasi kependudukan dan menjawab permasalahan yang dihadapi oleh kelompok rentan.</p>
<p>Di satu sisi, penyedia layanan administrasi kependudukan membutuhkan infrastruktur, fasilitas pendukung, dan kapasitas yang memadai. Di sisi lain, pembuat kebijakan juga perlu mengidentifikasi dan kemudian meniadakan aturan-aturan yang diskriminatif.</p>
<p>Terakhir, data administrasi kependudukan harus lebih banyak bisa bermanfaat bagi pemerintah dalam memberikan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, atau sosial. </p>
<p>Dengan demikian, koordinasi bagi layanan pencatatan dan penerbitan dokumen kependudukan yang terpadu di desa dan garis depan layanan dasar menjadi lebih responsif, inklusif, dan saling menguntungkan agar tidak banyak lagi masyarakat yang mengalami masalah yang sama seperti yang dialami Bunga.</p>
<p><em>Studi-studi dan program yang berkaitan dengan artikel ini terselenggara atas kerja sama PUSKAPA dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan dukungan Pemerintah Australia lewat program KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan). Sebelumnya, studi terkait juga didukung oleh AIPJ (Kemitraan Indonesia-Australia untuk Keadilan)</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158627/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tulisan ini akan menyorot hambatan-hambatan ini secara khusus beserta studi-studi terkaitnya dan upaya apa saja yang bisa dilakukan.Wenny Wandasari, Research and Advocacy Associate, PUSKAPASanti Kusumaningrum, Director, Center on Child Protection and Wellbeing (Pusat Kajian & Advokasi Perlindungan & Kualitas Hidup Anak), PUSKAPAWidi Sari, Lead for Research, Monitoring and Evaluation, PUSKAPALicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1603542021-05-18T06:56:37Z2021-05-18T06:56:37ZBagaimana kelompok privilese menyamankan diri di tengah ketimpangan?<p>Sekeras apa pun kelompok berprivilese menolak untuk mengakui keistimewaan bawaan yang mereka miliki, <a href="https://bpspsychub.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/bjso.12251">fakta</a> menunjukkan bahwa kelas ekonomi masih berperan signifikan dalam menentukan garis hidup seseorang.</p>
<p>Pandemi COVID-19 saat ini memperdalam <a href="https://theconversation.com/yang-juga-penting-saat-kembali-belajar-tatap-muka-memulihkan-hasil-belajar-murid-rentan-dan-mencegah-ketimpangan-158425">jurang</a> antara kelompok menengah-bawah dan atas di Indonesia yang sebelumnya sudah <a href="https://oi-files-d8-prod.s3.eu-west-2.amazonaws.com/s3fs-public/bp-towards-more-equal-indonesia-230217-id_0.pdf">sangat lebar</a>.</p>
<p>Di saat pekerja menengah-atas masih bisa bekerja dari rumah, misalnya, sebagian pekerja dari kelompok rentan harus <a href="https://smeru.or.id/sites/default/files/publication/ib01_naker_id_0.pdf">kehilangan penghasilan</a> akibat kondisi ekonomi yang memburuk. Di dunia pendidikan, anak-anak dari kelompok menengah-bawah <a href="https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534">belajar lebih sedikit</a> selama pandemi dibandingkan mereka yang berasal dari keluarga mampu.</p>
<p>Lalu mengapa di tengah jurang ketimpangan ini sulit sekali bagi kelompok dominan untuk mengakui keistimewaan yang mereka miliki?</p>
<h2>Menyangkal privilese</h2>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0963721417753600">Privilese</a> merupakan hak istimewa individu yang didapatkan secara otomatis — tidak melalui usaha - karena menjadi anggota kelompok tertentu. </p>
<p>Privilese ini dimiliki oleh kelompok dominan baik dalam kelas ekonomi, gender, ras, maupun yang lainnya.</p>
<p>Kelompok dominan cenderung menyangkal keistimewaan yang mereka miliki. </p>
<p>Menurut beberapa akademisi yang meneliti kelompok dominan kulit putih di Amerika Serikat (AS), penyangkalan ini karena kelompok dominan terdorong untuk berlindung dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1745691614554658">ancaman psikologis</a> yang berpotensi mengganggu kepercayaan meritokrasi dan konsep diri individu.</p>
<p><a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11211-014-0228-0">Kepercayaan meritokrasi</a> menekankan bahwa kesuksesan adalah buah dari bakat dan kerja keras.</p>
<p>Individu dari kelompok dominan yang menyadari pentingnya faktor kelas ekonomi akan mengakui bahwa usaha dan kerja keras saja tidak cukup untuk menempatkan mereka pada situasi yang baik yang mereka nikmati. </p>
<p>Pengakuan semacam ini akan mengganggu kepercayaan meritokrasi kelompok dominan.</p>
<p>Teo You Yenn, sosiolog dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura menjelaskan bahwa salah satu kendala terbesar untuk <a href="https://teoyouyenn.sg/this-is-what-inequality-looks-like/">membongkar ketimpangan</a> di negara jiran itu adalah narasi meritokrasi yang selama ini diterima begitu saja oleh masyarakat tanpa upaya untuk mengkritisinya.</p>
<p>Selanjutnya, individu enggan untuk mengakui privilesenya untuk <a href="https://www.stern.nyu.edu/experience-stern/faculty-research/how-and-why-wealthy-try-cover-their-privileges">menghindari perasaan bersalah</a> karena menjadi suatu anggota di kelompok dominan tertentu. </p>
<p>Mengakui privilese maka mengakui bahwa mereka cenderung diuntungkan dari ketidakadilan yang terjadi. Hal ini bisa menimbulkan penilaian negatif individu, baik tentang dirinya maupun kelompoknya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-standar-pemerintah-untuk-anak-muda-yang-ideal-buta-kesenjangan-dan-minim-dukungan-negara-153427">Riset: standar pemerintah untuk "anak muda yang ideal" buta kesenjangan dan minim dukungan negara</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Menutupi keistimewaannya</h2>
<p>Mengakui privilese menimbulkan ketidaknyaman pada diri individu. </p>
<p>Untuk menghindari hal itu, kelompok privilese menggunakan beberapa cara dalam menutupi privilesenya.</p>
<p>Pertama, individu mengakui bahwa mereka adalah bagian dari kelompok dominan namun menolak mengakui bahwa mereka mendapatkan keuntungan secara tidak adil. </p>
<p>Penolakan ini biasanya justru menguatkan pemahaman bahwa kesuksesan yang mereka dapatkan adalah hasil <a href="https://theconversation.com/mengapa-orang-indonesia-merasa-kunci-sukses-seseorang-ada-pada-ikhtiar-dan-bukan-latar-kelas-sosialnya-140355">usaha keras</a> selama ini. </p>
<p>Cara lain untuk menolak mengakui keistimewaan adalah dengan menggunakan narasi kemujuran (<em>luck</em>) dalam menjelaskan capaian. </p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/09620214.2020.1789491">Penelitian</a> yang dilakukan pada sekelompok mahasiswa Singapura di University of Oxford dan University of Cambridge, Inggris, pada 2020 menunjukkan bahwa faktor kemujuran umum digunakan oleh kelompok dominan untuk menjelaskan keberhasilan mereka masuk kampus-kampus top dunia.</p>
<p>Menggunakan faktor kemujuran terdengar lebih rendah hati dibandingkan dengan penggunaan narasi kerja keras — yang seolah hanya fokus pada diri sendiri. </p>
<p>Sayangnya, narasi kemujuran justru bisa menguatkan legitimasi kelompok dominan atas keuntungan-keuntungan yang mereka dapatkan dan juga abai pada ketimpangan yang ada.</p>
<p>Kedua, kelompok dominan menolak untuk mengakui bahwa mereka adalah bagian dari kelompok privilese. </p>
<p>Menurut Brian Lowery, <a href="https://www.apa.org/research/action/speaking-of-psychology/white-privilege">psikolog sosial</a> dari Stanford University, AS, salah satu cara yang anggota kelompok dominan lakukan adalah mendaftar kesengsaraan yang selama ini mereka alami. </p>
<p>Dengan begini, mereka bisa menunjukkan bahwa mereka juga mengalami penderitaan.</p>
<p>Tentu, semua manusia punya derita hidupnya masing-masing. Kesengsaraan yang dialami
kelompok berprivilese dan kelompok minoritas sama-sama valid dan penting untuk dipahami. </p>
<p>Namun, derita kelompok yang mengalami diskriminasi serta penyingkiran secara sistematis tentu harus dibedakan dengan derita sehari-hari individu dari kelompok dominan.</p>
<p>Misalnya, kita tidak bisa menyamakan <a href="https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210413125454-37-237469/upah-turun-berujung-kurir-shopee-mogok-ini-dampaknya">kesengsaraan kurir</a> aplikasi belanja <em>online</em> yang harus bekerja dengan upah tidak layak dan jaminan sosial yang belum memadai dengan kesulitan mahasiswa menengah-atas yang sedang mengenyam pendidikan master di luar negeri. </p>
<p>Terakhir, menutupi privilese bisa dilakukan lewat misidentifikasi kelas ekonomi. Misalnya, anggota kelompok ekonomi atas yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok menengah-bawah.</p>
<p>Di <a href="https://www.bsa.natcen.ac.uk/latest-report/british-social-attitudes-33/social-class.aspx">Inggris</a>, kelompok profesional kerap menganggap dirinya bagian dari kelompok kelas pekerja menengah-bawah. <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0038038520982225">Studi</a> oleh London School of Economics menunjukkan bahwa misidentifikasi dilakukan salah satunya dengan cara mengaitkan kisah hidup individu saat ini dengan leluhur mereka yang sudah hidup puluhan tahun lalu.</p>
<p>Dengan melakukan ini, mereka bisa membingkai cerita hidup dan keluarganya sebagai kelompok pekerja yang juga berjuang sebelum mendapatkan kesuksesan. </p>
<p>Cerita seperti ini bermakna dalam membentuk identitas individu, namun di sisi lain juga dapat membuat individu meremehkan keuntungan yang mereka miliki saat ini.</p>
<p>Misidentifikasi kelas ekonomi umumnya terjadi karena ketimpangan yang semakin parah. <a href="https://www.penguinrandomhouse.ca/books/318941/the-broken-ladder-by-keith-payne/9780143128908">Analisis psikologi</a> terkait ketimpangan menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi cenderung membuat seseorang merasa miskin, bahkan jika secara materi dia sebenarnya berkecukupan. </p>
<p>Di Indonesia, misidentifikasi sering dilakukan oleh kelompok menengah urban dengan
menggunakan istilah <a href="https://www.hipwee.com/hiburan/4-alasan-kamu-nggak-perlu-lagi-mengaku-sebagai-sobat-misqueen-coba-deh-mulai-banyak-bersyukur/">‘sobat misqueen’</a>. Istilah ini umum terlontar ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak mampu mengikuti gaya hidup kelompok yang lebih elit. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-orang-indonesia-merasa-kunci-sukses-seseorang-ada-pada-ikhtiar-dan-bukan-latar-kelas-sosialnya-140355">Mengapa orang Indonesia merasa kunci sukses seseorang ada pada ikhtiar dan bukan latar kelas sosialnya?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Memulai untuk mengakui</h2>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1745691614554658">Menurut studi di AS</a>, pengakuan atas privilese akan sejalan dengan dukungan yang individu berikan pada kebijakan pro rakyat kecil, seperti kebijakan afirmasi dan bantuan sosial.</p>
<p>Dengan mempertimbangkan bahwa kelompok privilese <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01436597.2021.1882297">mendominasi panggung politik</a>
Indonesia dan memiliki kuasa besar untuk mendorong kebijakan yang lebih berpihak ke kelompok bawah, maka penting sekali mengajak kelompok ini untuk membongkar privilese yang dimiliki.</p>
<p>Di level personal, kita bisa melakukan refleksi kritis terkait keistimewaan yang kita miliki. </p>
<p>Refleksi ini bisa dibantu dengan menggunakan analisis data-data berdasarkan kelas ekonomi sehingga mampu menggambarkan besarnya ketimpangan yang terjadi di sekitar kita.</p>
<p>Selain itu, kita juga bisa melakukan beberapa latihan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kelas ekonomi dalam menentukan hidup seseorang. </p>
<p><a href="https://www.apa.org/pi/ses/resources/publications/classroom-exercises?">American Psychological Association (APA)</a>, organisasi yang menaungi ilmuwan psikologi, menyediakan beberapa metode latihan untuk membantu <strong>kita</strong> menyadari keterkaitan kelas ekonomi dengan pembentukan sikap, pengalaman diskriminasi dan penindasan, pendapatan, privilese, dan kepemilikan properti.</p>
<p>Selanjutnya, <a href="https://www.warforkindness.com/">interaksi</a> dengan lebih banyak anggota di luar kelompok diyakini dapat meningkatkan empati individu terhadap perjuangan kelompok lain. </p>
<p>Mengingat ada ketimpangan kuasa dalam hubungan antara individu dari kelompok dominan dengan anggota di luar grupnya, maka interaksi harus dilakukan dengan tujuan untuk menyeimbangkan relasi kuasa tersebut.</p>
<p>Salah satu yang bisa dilakukan oleh kelompok dominan adalah memberikan kesempatan lebih banyak kepada kelompok minoritas untuk menyampaikan cerita mereka. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0022103112000297">Eksperimen</a> yang dilakukan di AS dan Timur Tengah menunjukkan bahwa kelompok minoritas lebih mungkin untuk menggambarkan kesulitannya secara lebih akurat jika mendapat kesempatan didengar, dan lebih membantu kelompok dominan untuk lebih memahami derita kelompok lain. </p>
<p>Terakhir, upaya untuk membongkar privilese merupakan hal yang kompleks yang membutuhkan peran negara serta institusi seperti sekolah serta masyarakat. </p>
<p>Ketimpangan harus dipersempit sehingga sekat-sekat antara kelompok kaya dan miskin bisa dibuka. </p>
<p>Dengan begini, seluruh anggota masyarakat bisa saling berinteraksi dan memahami kehidupan kelompok lain.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/160354/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Isi dalam artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi dimana penulis bekerja maupun afiliasinya.</span></em></p>Kelompok berprivilese melakukan beberapa cara untuk menutupi keistimewaan yang mereka milikiSenza Arsendy, Research and Learning Specialist, Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1584322021-05-06T06:44:00Z2021-05-06T06:44:00ZBansos tak cukup atasi dampak COVID-19, saatnya pemerintah perkuat sistem perlindungan dan kesejahteraan sosial<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/394728/original/file-20210413-17-2wr9n0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4000%2C2538&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Warga antri saat penyaluran bansos tunai di sebuah kantor pos di Padang, Sumatra Barat. </span> <span class="attribution"><span class="source">Iggoy el Fitra/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Selama masa pandemi, pemerintah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan bantuan sosial (bansos) <a href="https://indonesia.go.id/layanan/keuangan/ekonomi/bansos-tunai-tahun-2021-diluncurkan-begini-cara-mengeceknya">baik berbentuk uang maupun sembako</a> untuk membantu masyarakat rentan menghadapi dampak pandemi. </p>
<p><a href="https://www.adb.org/sites/default/files/publication/525401/sdwp-062-social-assistance-asia-pacific.pdf">Berbagai penelitian</a> menunjukkan bahwa program perlindungan sosial (termasuk bansos) memberikan dampak positif bagi masyarakat yang mengalami situasi krisis kemanusiaan, seperti bencana alam dan sosial.</p>
<p>Namun, situasi darurat seperti pandemi COVID-19 mempertegas bahwa kerentanan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4478662/">memiliki banyak dimensi dan dinamis</a>. </p>
<p>Bisa jadi, bansos bukan solusi tunggal untuk memitigasi dampak COVID-19. Pemerintah juga perlu perkuat sistem perlindungan dan perawatan sosial.</p>
<h2>Berbagai macam kerentanan</h2>
<p>Kemiskinan tidak pernah berdiri sendiri, ia sering kali beririsan dengan berbagai risiko lain. </p>
<p>Kemiskinan bisa beririsan dengan hambatan akses pada layanan dasar, risiko diskriminasi, dan risiko saat terjadi bencana sosial, kesehatan, atau iklim.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14733285.2021.1900544">Penelitian terbaru</a> di Indonesia menguraikan bagaimana pandemi berdampak lebih besar pada kelompok anak tertentu. </p>
<p>Anak dalam keluarga miskin, yang belum tercatat dalam data administrasi kependudukan, difabel, serta anak yang mengalami stigma sosial mengalami lebih banyak hambatan dalam mengakses layanan perlindungan sosial dan kesehatan, baik sebelum apalagi dalam masa pandemi.</p>
<p>Anak dari keluarga miskin, misalnya, memiliki banyak keterbatasan untuk bisa mempraktikkan protokol kesehatan secara memadai. Kesulitan akses sanitasi layak dan air bersih dapat mengurangi daya tahan mereka dalam masa pandemi. </p>
<p>Belum lagi kondisi pra-pandemi, seperti belum terpenuhinya imunisasi dasar mereka, yang membuat mereka lebih rentan terpapar berbagai penyakit.</p>
<p>Layanan dasar dan perlindungan yang banyak beralih ke moda daring juga semakin sulit diakses kelompok rentan, padahal <a href="https://theconversation.com/indonesias-rise-in-domestic-violence-during-the-covid-19-pandemic-why-it-happens-and-how-to-seek-help-142032">beberapa studi</a> menunjukkan kemungkinan semakin tersembunyinya kekerasan rumah tangga. </p>
<p>Belum lagi fasilitas yang sangat terbatas untuk bisa memenuhi kebutuhan khusus anak difabel, bahkan sebelum ada pandemi. </p>
<p>Bagi anak-anak yang menghadapi risiko-risiko perlindungan dan kesejahteraan yang saling beririsan, terutama dalam pandemi COVID-19, bantuan sosial saja tidak cukup. </p>
<h2>Perbaikan sistem</h2>
<p>Armando Barrientos – profesor kemiskinan dan keadilan sosial di University of Manchester, Inggris – dalam <a href="https://www.adb.org/sites/default/files/publication/525401/sdwp-062-social-assistance-asia-pacific.pdf">laporannya</a> untuk Asian Development Bank pada 2019, merekomendasikan agar program perlindungan sosial berfokus bukan hanya pada upaya bantuan sosial (<em>social assistance</em>) untuk melindungi masyarakat di situasi krisis, namun juga sebagai investasi sosial (<em>social investment</em>) jangka panjang dalam upaya mengatasi kerentanan sistemik di situasi krisis maupun non-krisis.</p>
<p>Alih-alih fokus pada cakupan bansos, pemerintah perlu memulai perbaikan jangka panjang dengan membangun sistem perlindungan dan kesejahteraan sosial yang adaptif terhadap guncangan berbagai bentuk krisis. </p>
<p><a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2020/05/08/can-social-safety-net-treat-economic-impacts-of-covid-19.html">Cakupan penerima manfaat</a> dari paket kebijakan sosial Indonesia untuk kelompok miskin, hampir miskin, sakit, atau kehilangan pekerjaan sebenarnya sudah cukup luas. </p>
<p>Namun, khususnya bagi anak, kerentanan sebagai akibat dari risiko-risiko yang saling beririsan perlu dipertimbangkan agar anak dan keluarga rentan yang mengasuh anak, lanjut usia (lansia), dan kelompok difabel dapat terlindungi.</p>
<h2>Pembenahan yang bisa dilakukan</h2>
<p>Kami merekomendasikan beberapa langkah awal pembenahan sebagai berikut.</p>
<p><strong>Pertama, memperkuat metode identifikasi individu rentan dan manajemen data.</strong></p>
<p><a href="https://puskapa.org/en/publication/1004/">Studi yang kami lakukan</a> tahun lalu pada pencegahan dan dampak pandemi bagi anak dan kelompok rentan menunjukkan beberapa alasan mengapa definisi “rentan” perlu diperluas. </p>
<p>Ukuran-ukuran yang selama ini digunakan seperti pendapatan, konsumsi, atau ada tidaknya kepala keluarga yang punya pekerjaan tetap, sudah baik. </p>
<p>Namun, parameter-parameter ini belum bisa menangkap risiko yang dihadapi kelompok rentan lain seperti anak-anak, difabel, lansia, termasuk difabel atau lansia bahkan anak yang juga mengasuh anak-anak. Demikian juga yang terkait dengan akses, seperti anak-anak, lansia, atau difabel yang tidak beridentitas hukum, dan sebagainya.</p>
<p>Akibat parameter yang terbatas, respons bisa menjadi tidak tepat dan kurang berdampak. Oleh karenanya, metode identifikasi kerentanan dan perhitungan risiko kesejahteraan harus terus dikembangkan.</p>
<p>Selanjutnya, tidak semua individu rentan terdaftar dalam sistem administrasi kependudukan. Ini bisa menghambat akses mereka pada layanan dan bantuan. </p>
<p>Pada 2019, <a href="https://www.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=MWRmZDRhZDZjYjU5OGNkMDExYjUwMGY3&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMTkvMTEvMjIvMWRmZDRhZDZjYjU5OGNkMDExYjUwMGY3L3N0YXRpc3Rpay1rZXNlamFodGVyYWFuLXJha3lhdC0yMDE5Lmh0bWw%3D&twoadfnoarfeauf=MjAyMS0wMy0yNiAxMzo1NTozNA%3D%3D">diperkirakan ada</a> hampir 6 juta anak di bawah 5 tahun belum memiliki akta kelahiran, dan sekitar 1 juta (lansia) dan 400 ribu difabel belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). </p>
<p>Dua dokumen ini saling terkait karena untuk individu baru lahir, NIK akan diterbitkan bersamaan dengan akta kelahirannya. </p>
<p>Di sisi pangkalan data, mereka yang tidak memiliki NIK kemungkinan besar tidak terlihat oleh sistem apa pun. </p>
<p>Anak yang belum tercatat kelahirannya bisa jadi tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK), sementara KK menjadi dasar pendataan dalam sebagian besar program pemerintah, termasuk bantuan sosial. </p>
<p>Di sisi individu, mereka yang tidak berdokumen akan kesulitan membuktikan identitas mereka untuk memenuhi syarat layanan dan bantuan. </p>
<p>Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) harus lebih dioptimalkan dalam menemukan penerima manfaat bagi seluruh program perlindungan sosial.</p>
<p>Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi <a href="https://www.oecd.org/social/inclusivesocietiesanddevelopment/SPSR_Indonesia_ebook.pdf">mencatat</a> bahwa di Indonesia, data yang terkumpul tidak diperbarui dan masih mengalami kendala mekanisme verifikasi. </p>
<p>Pemerintah perlu memperkuat DTKS, termasuk keterbaruan dan mekanisme verifikasi data, serta menghubungkan individu yang tidak memiliki dokumen dengan layanan pencatatan sipil dan pendaftaran penduduk. </p>
<p>Pemerintah juga harus memperkuat layanan pencatatan sipil dan pendaftaran penduduk yang datanya terhubung dengan DTKS. </p>
<p><strong>Kedua, memperkuat cakupan dan mekanisme penyediaan layanan perawatan sosial.</strong></p>
<p>Kesulitan hidup yang meningkatkan risiko pada kelompok rentan tidak hanya kemiskinan. Oleh karena itu, bantuan sosial harus dibarengi layanan perawatan sosial. </p>
<p>Kementerian Sosial umumnya mengoordinasi layanan perawatan sosial dengan kolaborasi lintas kementerian lain dan lembaga di komunitas. Layanan biasanya berbentuk kunjungan rumah, pendampingan psikososial, pemberdayaan, dan rujukan pada layanan dasar pendidikan dan kesehatan. Bila diperlukan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengoordinasi perlindungan khusus dan manajemen kasus.</p>
<p>Semuanya bisa berjalan baik kalau kita punya pendamping, pekerja sosial, dan tenaga kesejahteraan sosial yang cukup, berkualitas, dan didukung dengan ekosistem yang menunjang. </p>
<p>Contohnya, melalui kunjungan rumah, pekerja sosial dapat mendeteksi risiko yang baru muncul di keluarga rentan – misalnya ada anak baru lahir yang belum tercatat – dan dapat segera memberi rujukan ke layanan administrasi kependudukan yang relevan dan membantu prosesnya. Atau merujuk pada sektor pendidikan jika ada yang tidak sekolah. </p>
<p>Jika pekerja sosial menemukan risiko kekerasan dalam rumah tangga, maka mereka segera dapat merujuk pada layanan perlindungan yang tepat. </p>
<p>Untuk jangka menengah dan panjang setelah pandemi, layanan dan perawatan sosial harus diperkuat mulai dari promosi, pencegahan, sampai dengan rehabilitasi. </p>
<p><strong>Ketiga, memperkuat tenaga kerja di sektor sosial.</strong></p>
<p>Jumlah dan kualitas pekerja sosial Indonesia belum memadai untuk melakukan penjangkauan dan pendampingan terkait pelayanan sosial. </p>
<p>Hanya ada <a href="https://www.unicef.org/eap/documents/social-service-workforce-east-asia-and-pacific-region">sekitar 68 ribu</a> tenaga kerja sosial yang bekerja di layanan pemerintah. Ini artinya, hanya ada delapan orang pekerja sosial yang menangani 10.000 anak.</p>
<p>Laporan berbagai program layanan sosial seperti <a href="https://socialprotection.org/discover/publications/rapid-assessment-child-social-welfare-program-pksa">Program Kesejahteraan Sosial Anak</a> dan <a href="http://documents1.worldbank.org/curated/en/589171468266179965/pdf/725060WP00PUBL0luation0Report0FINAL.pdf">Program Keluarga Harapan</a> menyatakan perlunya pembenahan dalam penguatan kapasitas, standar operasional prosedur kerja, serta penguatan jenjang karir dan prestise terkait pekerja sosial sebagai profesi penting di masyarakat.</p>
<p>Pemerintah perlu melakukan langkah teknis dengan melaksanakan penguatan pekerja sosial sesuai <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/122024/uu-no-14-tahun-2019">Undang-Undang (UU) No. 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial</a>, termasuk di antaranya rekruitmen dan perluasan sertifikasi pekerja sosial serta penguatan kapasitas dan keterhubungan pekerja sosial dengan beragam layanan yang dinaungi lintas sektor.</p>
<p>Tiga rekomendasi di atas dapat berdampak maksimal jika didukung oleh komitmen politik, koordinasi yang kuat di tingkat nasional dan daerah, serta pendanaan yang memadai.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158432/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemerintah perlu memperkuat manajemen data sosial, cakupan layanan, dan tenaga kerja sosial.Ryan Febrianto, Senior Strategist, PUSKAPAAndrea Andjaringtyas Adhi, Lead for Social Inclusion and Protection, PUSKAPANi Luh Putu Maitra Agastya, Senior Researcher, Social and Child Protection, PUSKAPASanti Kusumaningrum, Director, PUSKAPALicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1561012021-02-26T06:50:43Z2021-02-26T06:50:43ZDepresi mengancam Indonesia akibat pandemi, ahli jelaskan apa yang akan terjadi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/386589/original/file-20210226-23-12l8ag6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Suasana deretan gedung bertingkat yang terlihat dari kawasan Rasuna Said, Kuningan, jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi kisaran 4,5 persen sampai 5,3 persen pada tahun 2021, menyusul adanya dukungan program vaksinasi COVID-19 sebagai penentu pertumbuhan ekonomi Indonesia. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
</span> <span class="attribution"><span class="source">Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 yang berkelanjutan dan belum tertangani dengan baik membuat Indonesia terancam memasuki yang namanya <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5243571/apa-bedanya-resesi-krisis-dan-depresi-ekonomi">depresi ekonomi</a>, atau kemunduran ekonomi (resesi) yang terjadi selama satu tahun atau lebih.</p>
<p>Negara dengan penduduk terbesar ke-empat di dunia dengan 273,9 juta orang telah jatuh ke <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/05/125200565/indonesia-resmi-resesi-ini-yang-perlu-kita-tahu-soal-resesi-dan-dampaknya?page=all">jurang resesi</a> pada dua triwulan sebelumnya secara berturut-turut yaitu -5,32%,dan -3,49%, pada triwulan ke-dua dan ke-tiga. Pada triwulan ke-empat pun masih terkontraksi -2,19%.</p>
<p>Jika pada triwulan pertama tahun ini pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi, maka Indonesia akan semakin dekat dengan era depresi ekonomi karena artinya sudah setahun terjebak di resesi.</p>
<p>Untuk itu kami bertanya kepada dua peneliti untuk mencari tahu dampak yang akan terjadi jika depresi benar-benar terjadi.</p>
<h2>Pemulihan ekonomi yang lebih lama</h2>
<p>Menurut Bhima Yudhistira Adhinegara, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dampak yang terjadi jika depresi benar-benar terjadi dan berlangsung lama akan cukup menakutkan.</p>
<p>“Kalau depresi terjadi dampaknya bisa mengulang seperti <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5189263/derita-masa-lalu-ri-dijajah-belanda-dan-kena-imbas-the-great-depression">tahun 1930</a>, terjadi kelaparan massal karena daya beli anjlok, pengangguran naik signifikan dan runtuhnya berbagai sektor khususnya yang padat karya,” ujar Bhima.</p>
<p>Dengan kondisi saat ini, Indonesia juga bisa mengalami pemulihan ekonomi yang lebih lama dengan kurva berbentuk huruf <a href="https://asia.nikkei.com/Spotlight/Datawatch/K-shaped-recovery-complicates-world-economy-amid-pandemic">K atau <em>K shaped recovery</em></a>. </p>
<p>Ini terjadi karena sektor usaha yang pulih tidak merata. Ada yang bisa pulih dengan cepat karena usahanya bisa memanfaatkan situasi pandemi dan ada yang terpuruk dan belum bisa bangkit.</p>
<p>“Misalnya sektor yang pulih cepat salah satunya perkebunan, pertambangan, atau yang berkaitan komoditas ekspor dan ekonomi digital. Sementara pariwisata hotel, restoran, transportasi cenderung mengalami penurunan konsisten. Belum ada tanda pariwisata pulih dalam waktu dekat meski ada vaksinasi,” jelas Bhima.</p>
<p>Menurut Bhima, Indonesia masih bisa selamat dari jatuh ke lubang depresi jika fokus penanganan krisis kesehatan bisa berjalan dengan optimal dan wabah COVID-19 bisa terkendali lebih cepat.</p>
<p>“Masalah utama ekonomi Indonesia saat ini adalah rendahnya konsumsi masyarakat di dalam negeri karena ketidakpercayaan akan penanganan pandemi oleh pemerintah,” ungkap Bhima.</p>
<h2>Risiko meningkatnya angka kemiskinan</h2>
<p>Ridho Al Izzati, peneliti dari SMERU Research Institute, menjelaskan dampak depresi pada kenaikan angka kemiskinan karena tingkat kemiskinan tergantung dari pertumbuhan ekonomi secara total.</p>
<p>“Jika terjadi kontraksi maka akan berdampak terhadap peningkatan tingkat atau jumlah orang miskin, terlepas dari sebagian sektor mampu pulih dengan baik dan yang lain tidak,” kata Ridho.</p>
<p>Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan September 2020 itu mencapai <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/02/15/1851/persentase-penduduk-miskin-september-2020-naik-menjadi-10-19-persen.html#:%7E:text=Garis%20Kemiskinan%20pada%20September%202020,(26%2C13%20persen).">10,19%</a> naik dari kondisi di awal pandemi yaitu <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/07/15/1744/persentase-penduduk-miskin-maret-2020-naik-menjadi-9-78-persen.html#:%7E:text=Persentase%20penduduk%20miskin%20pada%20Maret,persen%20poin%20terhadap%20Maret%202019.">9,78% di Maret 2020</a>. </p>
<p>“Angka ini lebih rendah dari yang kami estimasi <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1332832/angka-kemiskinan-bisa-naik-124-persen-jokowi-diminta-bersiap">yakni 12,4% jika pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi -2%</a>,” ungkap Ridho. </p>
<p>Ini kemungkinannya adalah salah satu indikasi jika usaha pemerintah dalam meredam peningkatan tingkat kemiskinan (atau jumlah orang miskin) melalui program pemulihan ekonomi seperti bantuan sosial, berhasil memberikan pengaruh ke masyarakat, terutama kepada masyarakat miskin.</p>
<p>Kondisi kemiskinan tahun 2021 tergantung kepada pemulihan ekonomi secara keseluruhan (baik sektor utama seperti kesehatan, maupun sektor penting yang lain). </p>
<p>Data kemiskinan terbaru akan tercermin pada data bulan Maret 2021 dan itu tergantung kepada pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama 2021 dan respons pemerintah dalam menyasar penduduk rentan melalui bantuan sosial (bansos). </p>
<p>“Jika ekonomi masih terkontraksi (minus atau nol persen), kemungkinan tingkat kemiskinan tidak akan berubah atau malah mungkin mengalami kenaikan,” ujar Ridho. </p>
<p>Jika ekonomi lebih lama pulih (atau pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari kondisi sebelum pandemi), maka akan memperparah kemiskinan atau setidaknya mengalami stagnasi. Hal ini membuat usaha penurunan tingkat kemiskinan di masa depan menjadi lebih sulit.</p>
<h2>Pemerintah harus fokuskan anggaran dan bantuan</h2>
<p>Menurut Ridho, pemerintah harus bergerak cepat melakukan pemulihan secara keseluruhan. </p>
<p>“Tidak ada alasan untuk tidak menangani pandemi secara cepat dan tepat, selain 3M, kita berharap banyak pada pelaksanaan vaksinasi,” kata Ridho.</p>
<p>Pada saat yang sama menurut Ridho, pemerintah juga harus mempertahankan program bantuan sosial (baik ke rumah tangga ataupun ke usaha mikro, kecil, dan menengah), jika perlu cakupan dan nilai bantuannya ditambah.</p>
<p>Senada dengan Ridho, Bhima juga menyarankan pemerintah untuk memfokuskan anggaran jika depresi benar-benar terjadi.</p>
<p>“Mau atau tidak mau pemerintah harus menggeser semua anggaran ke pemulihan ekonomi dan kesehatan. Porsi stimulus terhadap ekonomi indonesia masih kecil sekali <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/stimulus-penanganan-covid-19-senilai-rp-6952-triliun-cukupkah-tangani-pandemi">hanya 5%</a>,” ujar Bhima.</p>
<p>Menurut Bhima, untuk menambah anggaran untuk stimulus ekonomi, sebaiknya pemerintah segera melakukan perubahan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 dengan mengalihkan anggaran lebih besar untuk bantuan subsidi kepada yang membutuhkan, misalhnya para pelaku usaha mikro. </p>
<p>“Dengan asumsi Rp 5 juta per pelaku usaha dan 15 juta penerima, biayanya hanya butuh Rp 75 triliun. Kapasitas fiskal kita masih sanggup untuk menambah porsi stimulus terhadap PDB [produk domestik bruto] atau ekonomi,” tutup Bhima.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156101/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pandemi COVID-19 yang berkelanjutan dan belum tertangani dengan baik membuat Indonesia terancam memasuki yang namanya depresi ekonomi, atau kemunduran ekonomi (resesi) yang terjadi selama satu tahun atau…Yessar Rosendar, Business + Economy (Indonesian edition)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1544882021-02-05T05:11:27Z2021-02-05T05:11:27ZOngkos tak terlihat yang harus dibayar kelompok miskin untuk memperbaiki status sosial dan ekonomi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/382480/original/file-20210204-16-1hm69fo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1342%2C2609%2C1628&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Embong Salampessy/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Di wilayah dengan ketimpangan ekonomi, anak miskin harus berjuang sangat keras untuk meniti anak tangga keluar dari kemiskinan. </p>
<p><a href="https://www.vox.com/future-perfect/2019/3/19/18271276/alan-krueger-economist-death-minimum-wage-princeton">Alan Krueger</a>, penasihat ekonomi presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton dan Barack Obama, <a href="https://obamawhitehouse.archives.gov/blog/2013/06/11/what-great-gatsby-curve">menjelaskan</a> adanya hubungan negatif antara ketimpangan ekonomi dengan mobilitas sosial. </p>
<p><a href="https://blogs.lse.ac.uk/lsereviewofbooks/2019/09/25/book-review-social-mobility-and-its-enemies-by-lee-elliot-major-and-stephen-machin/">Mobilitas sosial</a> adalah pergerakan naik (atau turun) seseorang dalam kelas sosial ekonomi, misalnya antara kelas miskin, menengah bawah, menengah atas, dan kelas kaya.</p>
<p>Krueger menunjukkan bahwa di wilayah yang memiliki perbedaan ekonomi yang menonjol antara kaya dan miskin, anak-anak yang terlahir miskin cenderung lebih sulit “naik kelas” ke status ekonomi yang lebih tinggi. </p>
<p>Lebih sulit, bukan berarti sama sekali tidak mungkin. <a href="https://globaldialogue.isa-sociology.org/stimulating-upward-mobility-in-indonesia/#:%7E:text=The%20data%20shows%20around%2027,the%20chance%20for%20upward%20mobility.">Analisis</a> dengan menggunakan <a href="https://www.rand.org/well-being/social-and-behavioral-policy/data/FLS/IFLS.html">data rumah tangga</a> periode 1993-2007 oleh Indera Ratna Irawati Pattinasarany, sosiolog dari Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa kelompok miskin di Pulau Jawa ada yang mengalami mobilitas sosial.</p>
<p>Meski demikian, angkanya lebih kecil dibandingkan dengan yang dialami oleh kelompok menengah yaitu 27% berbanding 45%. Angka ini bisa jadi lebih kecil di Indonesia bagian timur.</p>
<p>Narasi mengenai proses perbaikan status sosial tidak sedikit yang <a href="https://www.inc.com/carmine-gallo/why-were-wired-to-love-rags-to-riches-stories.html#:%7E:text=Humans%20Find%20Meaning%20In%20Struggle,past%20tragedies%20into%20today's%20advantage.">fokus pada semangat, etika kerja,</a> dan hal-hal positif yang dimiliki anak-anak tersebut. </p>
<p>Cerita-cerita seperti ini penting untuk memotivasi, sekaligus melawan <a href="https://theconversation.com/pandangan-negatif-pada-kelompok-miskin-tidak-hanya-salah-namun-juga-berbahaya-145755">stigma pada kelompok miskin</a>.</p>
<p>Namun, narasi seperti itu cenderung mengabaikan <a href="https://press.princeton.edu/books/hardcover/9780691179230/moving-up-without-losing-your-way">beban yang dihadapi</a> kelompok miskin dalam proses memperbaiki status ekonominya. </p>
<h2>Apa saja harga yang harus mereka bayar?</h2>
<p><em>Pertama</em>, proses mobilitas sosial sering <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20171219220301-532-263618/kemendes-urbanisasi-bisa-direm-dengan-menyetop-ketimpangan">memaksa anak</a>, khususnya dari kelompok marginal, untuk keluar dari komunitasnya. </p>
<p>Jika anak tinggal di wilayah yang menawarkan kesempatan yang tidak hanya terbatas, tapi juga timpang, maka dia harus pergi dari situ untuk memperoleh kesempatan yang lebih baik.</p>
<p>Tinggal jauh dari komunitas berpotensi mengurangi modal sosial yang bisa anak gunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, terutama jika anak masih harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/menuju-indonesia-4-0-pentingnya-memperkuat-infrastruktur-dan-kecakapan-memakai-internet-112870">Keterbatasan teknologi</a> dapat menjadi penghalang utama bagi anak dari kelompok marginal untuk tetap terhubung dengan komunitasnya. </p>
<p>Perginya anak dari komunitas, juga bisa berdampak besar bagi keberlanjutan komunitas. </p>
<p>Dalam salah satu film dokumenter <a href="https://www.youtube.com/watch?v=UIBjN6fLBWc">Ekspedisi Indonesia Biru</a>, sekelompok anak petani kopra di Halmahera, Maluku Utara, yang sedang mengenyam pendidikan tinggi ragu apakah mereka bisa melanjutkan pekerjaan orang tua setelah mereka lulus.</p>
<p>Tanpa dilanjutkan oleh generasi yang lebih muda, bertani kopra sebagai salah satu mata pencaharian di Halmahera tersebut bisa saja menghilang. </p>
<p>Dalam kasus ekstrem, anak bisa sama sekali tidak kembali ke komunitas karena melanjutkan hidup di kelas barunya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pandangan-negatif-pada-kelompok-miskin-tidak-hanya-salah-namun-juga-berbahaya-145755">Pandangan negatif pada kelompok miskin tidak hanya salah, namun juga berbahaya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><em>Kedua</em>, proses mobilitas sosial kerap memunculkan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/socf.12461">konflik budaya</a> yang terjadi akibat perubahan cara pandang dan gaya hidup anak. </p>
<p>Meskipun nilai dan budaya kerap bersifat netral, institusi pendidikan sebagai gerbang mobilitas cenderung mendiskriminasi kelompok marginal. </p>
<p><a href="https://oxford.universitypressscholarship.com/view/10.1093/oso/9780190634438.001.0001/oso-9780190634438">Studi kualitatif</a> di AS tahun 2018 menunjukkan bahwa institusi pendidikan tidaklah netral secara kelas ekonomi. </p>
<p>Selain menyortir siswa berdasarkan kemampuan akademis —- yang <a href="https://www.apa.org/pi/ses/resources/publications/education">sangat berkaitan dengan kelas ekonomi</a>, institusi pendidikan juga cenderung memberikan keistimewaan pada pelajar dari kelas menengah-atas. </p>
<p>Diskriminasi terhadap kelompok kelas bawah terus berlanjut ketika anak lulus dari pendidikan tinggi. </p>
<p>Misalnya sebuah studi di AS yang melihat proses rekrutmen untuk menjadi pekerja di profesi elite (di sektor finansial, manajemen, dan hukum) menunjukkan bahwa proses ini <a href="https://press.princeton.edu/books/hardcover/9780691155623/pedigree">sangat menantang bagi anak dari keluarga miskin</a>. Mereka sering kali dianggap <a href="https://www.theguardian.com/sustainable-business/2016/jul/29/diversity-versus-cultural-fit-i-hire-people-who-i-know-will-challenge-me">tidak “cocok secara budaya”</a>. </p>
<p>Bahkan, <a href="https://policy.bristoluniversitypress.co.uk/the-class-ceiling">lulus dari kampus ternama</a> belum tentu menjamin anak-anak miskin mendapatkan pekerjaan yang layak dengan insentif yang setara dengan yang didapatkan anak-anak dari kelas menengah dan atas.</p>
<p>Di Indonesia, analisis serupa masih terbatas. Namun, mereka yang bekerja di profesi menengah-atas bisa melihat seberapa banyak rekan kerja yang berasal dari kelas bawah dan kelompok marginal.</p>
<p>Untuk bisa beradaptasi di dunia pendidikan dan pekerjaan yang cenderung berpihak pada kelas menengah, anak-anak dari kelompok marginal harus terampil melakukan <a href="https://hbr.org/2019/11/the-costs-of-codeswitching"><em>codeswitch</em></a>, yaitu penyesuaian perilaku tergantung konteks.</p>
<p>Keterampilan ini membantu mereka untuk bermanuver dalam kehidupan baru di lingkungan dengan budaya dan nilainya berbeda dengan lingkungan sebelumnya. </p>
<p>Tanpa kesadaran penuh melakukan penyesuaian, individu seperti ini rentan mengalami krisis identitas. </p>
<p>Mengadopsi nilai-nilai kelas menengah bisa juga membuat mereka ikut memandang negatif latar belakang mereka sendiri, yang lagi-lagi berpotensi menjauhkan mereka dari akarnya.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0022103116305509">Riset</a> menunjukkan bahwa kelompok menengah dan berpendidikan cenderung memiliki pandangan negatif pada mereka yang tidak berpendidikan tinggi.</p>
<p>Ini berkaitan dengan beban <em>ketiga</em>, yaitu kesehatan mental.</p>
<p><a href="https://policy.bristoluniversitypress.co.uk/the-class-ceiling">Studi di Inggris</a>, yang dipublikasikan tahun 2020 mengungkapkan bahwa orang yang berhasil memperbaiki status sosial cenderung tidak lagi terhubung dengan akarnya, namun tidak juga terhubung dengan kelas barunya. </p>
<p>Kondisi ini rentan menyebabkan <a href="https://policy.bristoluniversitypress.co.uk/miseducation">kesepian</a> pada mereka. </p>
<p>Lebih lanjut, <a href="https://www.tcpress.com/the-power-of-student-agency-9780807763889">studi</a> yang dilakukan pada orang dewasa muda sukses yang berasal dari kelas dan ras minoritas di kota besar di negara maju menunjukkan bahwa tidak sedikit dari mereka yang mengalami masalah kesehatan mental. Selain depresi dan kecemasan, mereka juga rentan mengalami kelelahan mental (<em>burnout</em>).</p>
<p>Di Indonesia, hasil <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/19030400005/perlu-kepedulian-untuk-kendalikan-masalah-kesehatan-jiwa.html#:%7E:text=Hasil%20Riskesdas%20tahun%202018%2C%20menunjukkan,tahun%202013%20yaitu%20sebesar%206%25.">riset kesehatan dasar</a> menunjukkan bahwa prevalensi gangguan emosional pada kelompok usia di atas 15 tahun meningkat dari 6% pada 2013 menjadi 9,8% pada 2018.</p>
<p>Masalah kesehatan mental umum dialami oleh orang-orang dari berbagai kelas ekonomi. Namun, <a href="https://www.mentalhealth.org.uk/sites/default/files/Poverty%20and%20Mental%20Health.pdf">kemiskinan</a> adalah salah satu faktor risiko pendorong. </p>
<p>Banyaknya tantangan yang harus dihadapi oleh kelompok miskin, di tengah keterbatasan sumber daya, berpotensi memunculkan berbagai masalah kesehatan mental.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-orang-indonesia-merasa-kunci-sukses-seseorang-ada-pada-ikhtiar-dan-bukan-latar-kelas-sosialnya-140355">Mengapa orang Indonesia merasa kunci sukses seseorang ada pada ikhtiar dan bukan latar kelas sosialnya?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang harus dilakukan?</h2>
<p>Di Indonesia, kita cenderung percaya bahwa kesuksesan adalah buah <a href="https://theconversation.com/mengapa-orang-indonesia-merasa-kunci-sukses-seseorang-ada-pada-ikhtiar-dan-bukan-latar-kelas-sosialnya-140355">usaha dan kerja keras</a>. Kepercayaan ini penting untuk mendorong bahwa semua orang harus berusaha. </p>
<p>Namun, keyakinan ini cenderung <a href="http://eprints.lse.ac.uk/100794/">menjustifikasi ketimpangan</a>. Dalam pandangan ini, mobilitas sosial sekadar urusan individu.</p>
<p>Nyatanya, membuat mobilitas sosial menjadi lebih mudah membutuhkan usaha bersama. </p>
<p>Sebagai gerbang awal, institusi pendidikan harus lebih sensitif dengan keadaan dan kebutuhan semua pelajar. </p>
<p>Alih-alih berasumsi bahwa semua pelajar tahu apa yang harus mereka lakukan, institusi pendidikan dan orang-orang di dalamnya perlu memastikan bahwa semua pelajar mengetahui semua <a href="http://www.jessicacalarco.com/tips-tricks/tag/hidden+curriculum">pengetahuan dan informasi</a> tentang cara kerja dan kehidupan sekolah dan pendidikan tinggi.</p>
<p>Penyediaan mentor bisa juga membantu kelompok miskin menghadapi kehidupan barunya di pendidikan tinggi dan pekerjaan; khususnya bagi <a href="https://firstgen.naspa.org/why-first-gen/students/are-you-a-first-generation-student">mereka yang menjadi generasi pertama di keluarganya yang mengenyam pendidikan tinggi</a></p>
<p>Layanan kesehatan mental yang mudah dijangkau juga dapat menjadi salah satu dukungan sosial untuk mereka. Tentu orang-orang yang bekerja di dalamnya harus sensitif dengan kondisi anak, dan tidak justru menyepelekan masalah anak menjadi urusan individu.</p>
<p>Terakhir, yang paling penting, kita perlu mengubah sikap terhadap mobilitas sosial. </p>
<p>Mobilitas sosial bukan solusi atas ketimpangan yang terjadi. Sebaliknya, negara perlu melakukan <a href="https://www.worldbank.org/en/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide">upaya sistematis</a> untuk menghapus ketimpangan sehingga mobilitas sosial yang penuh derita ini bisa teratasi.</p>
<p>Negara, misalnya, dapat menerapkan kebijakan ekonomi yang progresif dan berpihak kepada kelompok marginal serta pemerataan layanan dasar dan kualitas pendidikan.</p>
<p>Di dunia yang lebih adil dan setara, anak-anak kurang beruntung tidak perlu berjuang luar biasa keras untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. </p>
<p>Mereka, terlepas mengalami mobilitas atau tidak, berhak <a href="https://us.macmillan.com/books/9780374289980">mendapatkan penghormatan dan penghidupan yang baik</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/154488/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Isi dalam artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi dimana penulis bekerja maupun afiliasinya.</span></em></p>Dalam usaha memperbaiki status sosial dan ekonomi, kelompok miskin menghadapi risiko terpisah dari komunitas, mengalami konflik budaya, dan mengalami masalah kesehatan mentalSenza Arsendy, Researcher, Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1503732020-11-18T18:37:22Z2020-11-18T18:37:22ZBencana alam bisa memperparah pernikahan anak di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/374003/original/file-20201209-15-1pz6kia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/0WVARglcmiQwdxYlWuQZv4" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Di Indonesia, pernikahan anak adalah masalah yang serius. Pada tahun 2018, misalnya, tercatat <a href="https://kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2569/stop-perkawinan-anak-kita-mulai-sekarang">11,21% perempuan</a> di Indonesia menikah sebelum menginjak usia 18 tahun. Angka ini menempatkan Indonesia di antara <a href="https://www.unicef.org/indonesia/stories/saying-no-child-marriage-indonesia">delapan negara dengan angka pernikahan anak tertinggi</a> di dunia.</p>
<p>Selain faktor budaya dan agama, ternyata ada faktor lain yang berkontribusi terhadap tingginya angka pernikahan anak, yakni bencana alam yang terjadi di Indonesia.</p>
<p>Pada episode ke-empat ini, kami berbicara dengan Teguh Dartanto, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia, yang <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17450128.2018.1546025?journalCode=rvch20">meneliti hal ini</a> bersama dengan salah satu mahasiswi bimbingannya, Ratih Kumala Dewi yang kini menempuh studi S2 di United Nations University (UNU-MERIT) di Maastricht, Belanda.</p>
<p>Dengan menganalisis data dari <a href="https://mikrodata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/653">Survei Sosio Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2015</a> dan <a href="https://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/599">Survei Potensi Desa (PODES) Tahun 2014</a>, mereka menemukan pola bahwa angka bencana alam yang tinggi di suatu desa berhubungan erat dengan angka pernikahan anak yang terjadi di desa tersebut.</p>
<p>Mengapa hal ini bisa terjadi? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/150373/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Kami bicara dengan Teguh Dartanto, ekonom di Universitas Indonesia yang meneliti tentang bagaimana bencana alam di Indonesia bisa menyebabkan meningkatnya angka pernikahan anak di daerah pedesaan.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1466762020-09-23T08:00:13Z2020-09-23T08:00:13ZDi Indonesia, analisis ungkap perempuan miskin yang paling menderita selama pandemi COVID-19<p>Pandemi COVID-19 telah berdampak kepada kelompok komunitas rentan di seluruh dunia, dan <a href="https://news.un.org/en/story/2020/06/1067502">perempuan miskin</a> adalah salah satu kelompok yang paling menderita. </p>
<p>Perempuan Indonesia <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/15487733.2020.1776561">menanggung beban pekerjaan tanpa dibayar</a>, seperti mengasuh anak, karena adanya ketidaksetaraan gender di masyarakat Indonesia dan diskriminasi gender dalam pasar tenaga kerja. </p>
<p>Beban ini menjadi <a href="https://www.mampu.or.id/en/knowledge/publication/gender-observatory-covid-19-the-crisis-june-2020/">berkali lipat</a> ketika pandemi. Keterbatasan untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan dan pendidikan memperparah beban tersebut.</p>
<p>Penelitian kami yang terakhir <a href="https://ldfebui.org/penelitian/ringkasan-penelitian/inequitable-impact-of-covid-19-in-indonesia-evidence-and-policy-response/">menunjukkan</a> bagaimana perempuan, terutama perempuan miskin, menjadi lebih menderita karena pandemi COVID-19. Pandemi mengancam kesehatan mereka dan merugikan mereka secara ekonomi. </p>
<h2>Perempuan lebih rentan tertular COVID-19</h2>
<p>Meskipun kemungkinan laki-laki meninggal karena COVID-19 lebih besar, <a href="https://globalhealth5050.org/covid19/sex-disaggregated-data-tracker/">COVID-19 sama-sama mengancam perempuan dan laki-laki</a>. Ketidaksetaraan gender dalam masyarakat membuat perempuan memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi COVID-19 karena adanya <a href="https://globalhealth5050.org/covid19/sex-disaggregated-data-tracker/">bias gender dalam kepemilikan aset kendaraan</a>. </p>
<p>Dalam masyarakat Indonesia yang masih patriarkis, perempuan lebih sering menggunakan transportasi publik daripada laki-laki karena perempuan tidak memiliki kendaraan milik mereka sendiri. </p>
<p>Kondisi ini membuat perempuan memiliki risiko lebih besar terinfeksi COVID-19 karena mereka harus naik transportasi publik ketika keadaan sudah dianggap normal. </p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/3804806/embed" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" aria-label="" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/3804806/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/3804806" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Penduduk miskin di Indonesia, secara umum, memiliki akses yang lebih terbatas ke rumah sakit dan cenderung pergi ke puskesmas untuk mendapatkan layanan kesehatan. Namun, lebih sedikit perempuan miskin (6,2%) dibandingkan laki-laki miskin (7%) untuk mengunjungi rumah sakit. </p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/3804889/embed" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" aria-label="" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/3804889/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/3804889" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p><a href="https://ldfebui.org/penelitian/ringkasan-penelitian/inequitable-impact-of-covid-19-in-indonesia-evidence-and-policy-response/">Hasil analisis kami berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional pada 2019</a> menunjukkan bahwa paling tidak 11 juta rumah tangga dikepalai oleh perempuan. Jumlah tersebut setara dengan 15% dari total rumah tangga di seluruh Indonesia. </p>
<p>Kami <a href="https://www.nber.org/papers/w27200">menemukan</a> bahwa rumah tangga yang dikepalai perempuan memiliki kondisi hidup lebih buruk dibandingkan rumah tangga yang dikepalai laki-laki pada 2019. </p>
<p>Perempuan kepala rumah tangga beserta keluarganya <a href="https://insights.careinternational.org.uk/images/in-practice/RGA-and-measurement/GiE_Learning_RGA_Indonesia_COVID-19_June2020.pdf">tinggal</a>di tempat dengan keterbatasan mengakses air bersih, kebersihan yang buruk, dan ruang yang sempit. </p>
<p>Hal ini mengakibatkan mereka sulit menjaga jarak dan membuat mereka lebih berisiko terinfeksi COVID-19. </p>
<h2>Penutupan sekolah dan ekonomi</h2>
<p>Krisis ekonomi dan penutupan sekolah juga berdampak terhadap perempuan.</p>
<p>Sektor informal mendominasi ekonomi Indonesia, dengan sekitar <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/08/jumlah-pekerja-informal-lebih-banyak-dari-pekerja-formal">70,5 juta orang melakukan pekerjaan informal pada 2019</a>. Jumlah ini melebihi setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia.</p>
<p>Pandemi mengakibatkan orang-orang yang bekerja di sektor informal mengalami kesulitan karena turunnya permintaan dan adanya <a href="http://lipi.go.id/siaranpress/hasil-survei-dampak-pandemi-covid-19-pada-pekerja/22011">restoran dan hotel</a> yang berhenti beroperasi karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). </p>
<p>Pada 2015, hampir setengah dari populasi miskin di Indonesia <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/08/37-persen-penduduk-miskin-tidak-memiliki-pekerjaan">bekerja di sektor informal</a> dan kemungkinan perempuan miskin bekerja di sektor informal lebih besar karena <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00213624.2002.11506473">tingkat edukasi mereka yang lebih rendah</a> membuat mereka sulit menemukan pekerjaan di sektor formal.</p>
<p>Perempuan miskin yang bekerja di sektor informal sebagian besar bekerja sendiri, atau dipekerjakan dengan kontrak jangka pendek. Sehingga, perempuan miskin yang bekerja sebagai pekerja informal berisiko kehilangan penghasilan selama pandemi. </p>
<p>Pandemi COVID-19 juga memaksa perempuan untuk berperan sebagai guru bagi anak-anak mereka di rumah.</p>
<p>Pemerintah Indonesia <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/15/regions-close-schools-cancel-public-events-because-of-covid-19.html">telah menutup sekolah</a> untuk menekan penyebaran infeksi yang lebih parah. Sekolah juga telah memperkenalkan sistem belajar daring sehingga pelajar belajar dari rumah.</p>
<p>Hampir 2,5 juta rumah tangga yang dikepalai perempuan mempunyai <a href="https://ldfebui.org/penelitian/ringkasan-penelitian/inequitable-impact-of-covid-19-in-indonesia-evidence-and-policy-response/">anak yang bersekolah di sekolah dasar (SD)</a>. Artinya, perempuan-perempuan ini harus mencari uang untuk keluarga mereka, mengurus rumah tangga, dan ditambah membantu belajar anak mereka pada waktu yang sama. </p>
<p><a href="https://ldfebui.org/penelitian/ringkasan-penelitian/inequitable-impact-of-covid-19-in-indonesia-evidence-and-policy-response/">Analisis kami</a> juga menemukan lebih dari 5 juta rumah tangga yang dikepalai perempuan memiliki orang tua yang membutuhkan perawatan khusus. </p>
<p>Lebih dari 16,5 % dari rumah tangga ini adalah <a href="https://ldfebui.org/penelitian/ringkasan-penelitian/inequitable-impact-of-covid-19-in-indonesia-evidence-and-policy-response/">“generasi <em>sandwich</em>”</a>. Generasi <em>sandwich</em> adalah mereka yang harus merawat tidak hanya anak-anak mereka tapi juga orang tua mereka. </p>
<p>Dan <a href="https://ldfebui.org/penelitian/ringkasan-penelitian/inequitable-impact-of-covid-19-in-indonesia-evidence-and-policy-response/">satu dari dua rumah tangga yang dikepalai perempuan miskin</a> juga harus merawat penyandang disabilitas di rumah mereka. </p>
<p>Beban di atas berkemungkinan besar berdampak pada semakin rendahnya partisipasi ekonomi perempuan Indonesia yang sudah rendah yaitu <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SL.TLF.CACT.FE.ZS?locations=ID">53% pada 2019</a>.</p>
<h2>Apa yang harus dilakukan?</h2>
<p>Pemerintah Indonesia mempersiapkan program pemulihan ekonomi nasional dengan total budget <a href="https://money.kompas.com/read/2020/06/03/151500026/sri-mulyani-tambah-anggaran-untuk-pemulihan-ekonomi-jadi-rp-677-2-triliun">Rp 677 triliun</a> yang juga meliputi anggaran bantuan dana sosial kepada mereka yang miskin. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/358966/original/file-20200921-20-1k7x37v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/358966/original/file-20200921-20-1k7x37v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/358966/original/file-20200921-20-1k7x37v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/358966/original/file-20200921-20-1k7x37v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/358966/original/file-20200921-20-1k7x37v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/358966/original/file-20200921-20-1k7x37v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/358966/original/file-20200921-20-1k7x37v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dua perempuan membuat tikar dari rumput di Sigi, Sulawasi Tengah Central Sulawesi, sebagai bagian dari upaya untuk memberdayakan perempuan lokal.</span>
<span class="attribution"><span class="source">ANTARAFOTO/Basri Marzuki/wsj</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun, hingga kini, kebijakan tersebut belum menjawab kebutuhan kelompok marginal secara spesifik, termasuk perempuan. Data terakhir <a href="https://drive.google.com/drive/u/0/folders/1HNtMsA2e6SpqTenq9NGAQ3HmsWv9h5bb">menunjukkan</a> jumlah laki-laki yang menerima bantuan sosial sejak awal pandemi lebih banyak dibandingkan perempuan.</p>
<p>Keterbatasan pemerintah dalam menjangkau kelompok marginal disebabkan oleh kebijakan pencairan dana yang rumit dan kurang peka terhadap kebutuhan kelompok marginal. Basis data untuk penyaluran bantuan masih merujuk pada data sebelum pandemi berlangsung. </p>
<p>Sementara itu, upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjangkau kelompok marginal juga belum dipaparkan secara jelas. Mengakui bahwa sebuah kelompok memiliki kebutuhan yang berbeda adalah langkah penting untuk memastikan pembagian bantuan berlangsung secara efektif dan tepat sasaran. </p>
<p>Kebijakan penyaluran bantuan saat ini masih cukup rumit, terutama bagi perempuan dengan mobilitas yang terbatas. Calon penerima bantuan perlu mendapatkan surat pengantar dari kantor pemerintahan setempat dan kemudian disetujui oleh pemerintah tingkat daerah. </p>
<p>Proses pendaftaran yang memerlukan banyak dokumen pendukung serta memakan waktu lama dapat mengakibatkan banyak orang menjadi enggan untuk mendaftar.</p>
<p>Pemerintah dapat menyederhanakan sistem pendaftaran bagi mereka yang memerlukan bantuan sosial, misalnya melalui pendaftaran <em>online</em>, atau menggunakan jejaring institusi yang memiliki jangkauan hingga daerah terpencil, seperti kantor Pos Indonesia. </p>
<p>Pemerintah juga bisa menggunakan pendekatan proaktif untuk menjangkau mereka membutuhkan bantuan dengan bantuan otoritas lokal tingkat RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga).</p>
<p><em>Ignatius Raditya Nugraha menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/146676/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Diahhadi Setyonaluri menerima dana dari UNESCO</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rachmat Reksa Samudra menerima dana dari UNESCO</span></em></p>Ketidaksetaraan gender membuat perempuan memiliki risiko lebih besar terkena coronavirus.Diahhadi Setyonaluri, Researcher at the Lembaga Demografi Faculty of Economics and Business, Universitas IndonesiaRachmat Reksa Samudra, Peneliti, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1457552020-09-18T07:24:23Z2020-09-18T07:24:23ZPandangan negatif pada kelompok miskin tidak hanya salah, namun juga berbahaya<p>Ajakan untuk berpikir positif terhadap sesama sering kita dengar; namun sepertinya ini tidak berlaku pada cara pandang kita ke kelompok yang secara ekonomi tidak mampu. </p>
<p>Baik di percakapan sehari-hari maupun di sosial media, pandangan negatif ke kelompok miskin sering ditemui. Misalnya, mereka dianggap <a href="https://mojok.co/prm/ulasan/pojokan/orang-miskin-dilarang-punya-anak/">punya terlalu banyak anak</a> dan tidak peduli dengan pendidikan.</p>
<p>Kelompok miskin juga kerap dianggap memiliki <a href="https://www.idntimes.com/life/inspiration/muhammad-ridal/kebiasaan-buruk-si-miskin-gak-dilakukan-orang-kaya-c1c2/6">kebiasaan yang lebih buruk</a> dibandingkan dengan kelompok kaya. </p>
<p>Pemberian stigma ini tidak saja dilakukan oleh sesama warga, melainkan juga oleh pemerintah. </p>
<p>Yang belum lama terjadi, terkait dengan pandemi COVID-19, pemerintah mengeluarkan pernyataan – yang kemudian mereka <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52082427">klarifikasi</a>– bahwa <a href="https://kumparan.com/kumparannews/kunci-ri-lawan-corona-yang-kaya-dan-miskin-harus-saling-melindungi-1t6gyjoAFnJ/full">orang miskin dianggap rentan menyebarkan virus</a>.</p>
<p>Mengapa pandangan semacam ini muncul dan apa bahayanya?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-anak-dari-keluarga-miskin-cenderung-akan-tetap-miskin-ketika-dewasa-penjelasan-temuan-riset-smeru-127625">Mengapa anak dari keluarga miskin cenderung akan tetap miskin ketika dewasa: penjelasan temuan riset SMERU</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Stigma ke kelompok miskin</h2>
<p>Pandangan negatif di masyarakat tentang kemiskinan telah ada sejak lama. Dua setengah abad lalu, penulis Inggris, <a href="http://oecdinsights.org/2013/09/20/poverty-then-and-now-part-1-rich-man-poor-man/">Arthur Young</a>, mengatakan bahwa: </p>
<blockquote>
<p>“semua orang, kecuali orang bodoh, tahu bahwa kelompok kelas bawah harus dibuat tetap miskin; jika tidak, mereka tidak akan bekerja keras”.</p>
</blockquote>
<p>Dalam pandangan ini, kemiskinan dianggap perlu sebagai konsekuensi untuk mereka yang dianggap malas.</p>
<p>Saat ini, meskipun mayoritas kita sepakat bahwa kemiskinan harus dihilangkan, pandangan negatif ke kelompok miskin belum sepenuhnya hilang. </p>
<p>Bahkan, sebagian orang menganggap ada sebagian kelompok miskin yang tidak berhak menerima bantuan pemerintah atau disebut <a href="https://theconversation.com/why-the-war-on-poverty-in-the-us-isnt-over-in-4-charts-99927"><em>undeserving poor</em></a>. </p>
<p>Kelompok yang masuk label ini umumnya terdiri dari orang-orang usia produktif yang masih terjebak dalam kemiskinan. Orang yang percaya bahwa ada kelompok <em>undeserving poor</em> menganggap kemiskinan yang dialami orang-orang usia produktif sebagai kegagalan individu dan bukan karena terbatasnya kesempatan.</p>
<p>Temuan terkini soal kemiskinan dari perspektif psikologi kognitif bertolak belakang dengan pandangan tersebut. </p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23990553/">Studi</a> yang dilakukan di India tahun 2013 menemukan bahwa petani tebu mengalami penurunan kemampuan kognitif yang signifikan ketika mereka miskin (sebelum masa panen) dibandingkan dengan ketika mereka punya uang (setelah masa panen).</p>
<p>Penurunan kemampuan kognitif di masa sulit mengganggu mereka dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kehidupan. </p>
<p>Hal yang mungkin sama terjadi pada kelompok menengah ketika sedang dalam kondisi terbatas misalnya lapar dan belum gajian. </p>
<p>Bedanya, berkurangnya kemampuan kognitif tersebut terjadi sementara pada kelompok menengah, tidak permanen seperti yang terjadi pada kelompok miskin.</p>
<iframe style="height:700px; width:100%; border: none;" src="https://databoks.katadata.co.id/datapublishembed/116232/10-provinsi-dengan-kemiskinan-tertinggi-di-indonesia-per-maret-2020" width="100%" height="400"></iframe>
<h2>Mengapa ada pandangan negatif?</h2>
<p>Ada beberapa potensi penjelasan di balik ini.</p>
<p><em>Pertama</em>, narasi tentang kemiskinan umum dibuat oleh kelompok dominan yang tidak banyak berinteraksi secara langsung dengan kemiskinan. </p>
<p>Keterbatasan ini berpotensi membuat mereka salah memahami kelompok miskin, dan menganggap kelompok miskin malas dan tidak memikirkan masa depan, meskipun riset berkata sebaliknya.</p>
<p>Di bidang pendidikan, <a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1219794.pdf">hasil studi</a> di Pulau Jawa pada 2019 menunjukkan bahwa meskipun memiliki pendidikan formal yang lebih rendah dibandingkan kelompok mampu, orang tua kelompok miskin tetap peduli dengan masa depan dan pendidikan anaknya. </p>
<p>Mereka juga ingin <a href="https://theconversation.com/sekolah-swasta-berbiaya-rendah-melayani-masyarakat-miskin-tapi-terpinggirkan-83895">anak belajar di sekolah berkualitas baik</a>.</p>
<p>Terkait dengan bantuan langsung tunai, evaluasi oleh SMERU Research Institute menunjukkan bahwa program itu efektif menurunkan kemiskinan dan <a href="https://www.smeru.or.id/sites/default/files/events/asep_suryahadi_-_dampak_program_bantuan_tunai.pdf">tidak membuat kelompok miskin menjadi lebih malas</a>.</p>
<p>Dalam hal reproduksi, studi yang dilakukan di Jakarta dan sekitarnya menunjukkan bahwa kelompok miskin <em>tidak ingin</em> memiliki <a href="https://www.researchgate.net/publication/342974280_Do_Individuals_with_Higher_Education_Prefer_Smaller_Families_Education_Fertility_Preference_and_the_Value_of_Children_in_Greater_Jakarta">lebih banyak anak</a> dibandingkan kelompok mampu.</p>
<p>Dalam kasus-kasus keluarga miskin memiliki anak banyak, analisis yang dilakukan oleh Esther Duflo dan Abhijit Banerjee - keduanya penerima hadiah Nobel ekonomi dan profesor ekonomi di Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat (AS) - menunjukkan bahwa <a href="https://economics.mit.edu/faculty/eduflo/pooreconomics">kemiskinan rentan menyebabkan kelompok miskin punya banyak anak</a>. </p>
<p>Minimnya jaminan sosial dan terbatasnya akses ke layanan dasar meningkatkan kemungkinan pernikahan dini dan angka kelahiran, bukan sebaliknya.</p>
<p><em>Kedua</em>, pandangan negatif ke kelompok ekonomi rentan bisa juga terjadi karena, secara psikologis, kita memiliki <a href="https://lsa.umich.edu/psych/news-events/all-news/faculty-news/why-do-we-think-poor-people-are-poor-because-of-their-own-bad-ch.html">kecenderungan</a> untuk menghubungkan kegagalan orang lain dengan sifat mereka. </p>
<p>Di sisi lain, kita cenderung menghubungkan kegagalan kita dengan faktor sistem atau faktor eksternal.</p>
<p>Misalnya, jika kita terlambat datang di suatu pertemuan penting, kita mudah menyalahkan macet atau supir ojek yang salah memilih jalan. Jika hal yang sama terjadi pada orang lain, kita punya kecenderungan untuk menganggap mereka kurang disiplin.</p>
<p><em>Terakhir</em>, di level institusi, pergeseran kewenangan negara ke individu atau rumah tangga rentan menguatkan pandangan negatif masyarakat ke kelompok miskin. </p>
<p>Di Inggris, program pelibatan orang tua pada sekolah anak (yang menggeser tanggung jawab sekolah ke orang tua) rentan <a href="https://policy.bristoluniversitypress.co.uk/miseducation">mengkambinghitamkan orang tua miskin</a> atas rendahnya kemampuan akademis anaknya. </p>
<p>Jika anak tidak kunjung bisa membaca, maka orang tua miskin yang dianggap tidak mengalokasikan cukup waktu untuk membimbing anak.</p>
<p>Di Indonesia, hal yang sama makin sering didengar, terutama di masa pandemi ketika pembelajaran digantungkan pada keterlibatan aktif orang tua. </p>
<p>Tentu belajar dari rumah masih harus dilakukan untuk mencegah transmisi wabah di sekolah. Namun, sekolah perlu juga mempertimbangkan bahwa tidak semua orang tua punya sumber daya yang sama untuk mendukung anak secara akademis.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-belajar-dari-masa-lalu-bisa-mencegah-angka-kemiskinan-naik-selama-pandemi-covid-19-138521">Bagaimana belajar dari masa lalu bisa mencegah angka kemiskinan naik selama pandemi COVID-19</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa berbahaya?</h2>
<p>Pandangan negatif ke kelompok miskin berpotensi menghambat terjadinya inklusi sosial. </p>
<p>Berkurangnya rasa menghargai diri pada kelompok miskin akibat stigma negatif juga cenderung membuat mereka <a href="https://www.newmandala.org/the-poor-know-theyre-poor/">membatasi diri</a> dari kesempatan hidup dan bersosialisasi. </p>
<p>Stigma juga rentan memunculkan <a href="https://www.amazon.com/Humankind-Hopeful-History-Rutger-Bregman/dp/0316418536"><em>Golem effect</em></a>, yaitu efek yang muncul ketika ekspektasi rendah disematkan pada suatu individu oleh orang lain maupun oleh diri mereka sendiri.</p>
<p>Pandangan dan ekspektasi yang rendah ke kelompok miskin mempengaruhi perlakuan anggota-anggota masyarakat terhadap kelompok tersebut. </p>
<p>Guru yang memandang anak-anak ekonomi kurang mampu tidak memiliki semangat belajar, bisa jadi memberikan tantangan belajar yang minimal yang kemudian mempengaruhi performa belajar siswa miskin.</p>
<p>Stigma juga bisa menyebabkan kegagalan kebijakan. </p>
<p>Dalam buku mereka, profesor ilmu perilaku Sendhil Mullainathan dan Eldar Shafir mengungkapkan bahwa <a href="https://us.macmillan.com/books/9781250056115">pelatihan kerap menjadi solusi umum</a> untuk masalah kelompok marginal, misalnya kemiskinan dan pengangguran. </p>
<p>Meskipun mungkin ada manfaatnya, solusi seperti ini tidak selalu efektif dan justru berpotensi menambah beban kognitif kelompok miskin.</p>
<p>Hal ini sama sekali tidak membantah bahwa pendidikan penting untuk semua kelompok, termasuk kelompok miskin. </p>
<p>Namun pelatihan saja untuk menyelesaikan problem kompleks cenderung mengabaikan akar masalah lain yang juga penting ditangani.</p>
<h2>Bagaimana selanjutnya?</h2>
<p>Pandangan yang kurang akurat ke kelompok miskin bisa jadi juga disebabkan karena kurangnya representasi kelompok miskin dalam panggung publik. </p>
<p>Pembicaraan tentang kemiskinan atau isu sosial relevan lainnya masih didominasi oleh kelompok menengah urban. </p>
<p>Hal ini tidak mengherankan karena <a href="https://theconversation.com/mengapa-anak-dari-keluarga-miskin-cenderung-akan-tetap-miskin-ketika-dewasa-penjelasan-temuan-riset-smeru-127625">proses mobilitas sosial di Indonesia yang sangat menantang untuk kelompok miskin</a>.</p>
<p>Semangat progresif untuk mendorong representasi kelompok marginal di isu-isu lain perlu dilakukan untuk isu kemiskinan.</p>
<p>Di isu <a href="https://www.fimela.com/fimelahood/read/3942435/panel-laki-gerakan-untuk-melawan-seksisme">gender</a>, gerakan panel perempuan memberikan lebih banyak kesempatan kepada perempuan untuk menyampaikan perspektifnya dalam forum publik.</p>
<p>Dalam isu <a href="https://theconversation.com/enhancing-the-involvement-of-people-with-disabilities-in-disability-research-128228">disabilitas</a>, telah ada dorongan untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam pelaksanaan riset. </p>
<p>Hal yang sama seharusnya juga dilakukan di isu kemiskinan atau isu-isu lain yang relevan dengan kelompok miskin.</p>
<p>Namun, upaya mendorong representasi ini harus bergerak lebih dari sekadar <a href="https://theconversation.com/diversity-quotas-will-only-lead-to-token-appointments-doing-more-harm-than-good-132244">tokenisme</a> yang menghadirkan representasi secara simbolis saja.</p>
<p>Selanjutnya, media dan pekerja yang bekerja di isu kemiskinan perlu <a href="https://www.opportunityagenda.org/explore/resources-publications/shifting-narrative-poverty">menggambarkan kelompok miskin</a> dengan lebih baik, tanpa harus meromantisasi kesulitan mereka. Ini bisa dilakukan dengan memahami konteks tempat kelompok miskin hidup. </p>
<p>Manusia, lepas dari latar belakang sosialnya, rentan membuat kesalahan. </p>
<p>Sayangnya, masyarakat kerap tidak menoleransi ketika kelompok miskin menampilkan perilaku yang tidak sesuai dengan standar dominan yang dianggap benar.</p>
<p>Mengutip sejarawan Belanda, Rutger Bregman, kemiskinan <a href="https://thecorrespondent.com/283/poverty-isnt-a-lack-of-character-its-a-lack-of-cash/37442933638-a4773584">bukan karena karakter yang buruk</a>, melainkan karena keterbatasan uang. </p>
<hr>
<p><em>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/145755/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Isi dalam artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi dimana penulis bekerja maupun afiliasinya.</span></em></p>Kita kerap menyalahkan ketika kelompok miskin berperilaku tidak sesuai dengan “standar” kelompok dominan.Senza Arsendy, Researcher, Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1444982020-08-21T08:51:51Z2020-08-21T08:51:51ZKB, vaksinasi, dan SD Inpres telah bantu Indonesia kurangi kemiskinan selama 75 tahun, tapi tantangan ke depan masih banyak<p>Mengentaskan kemiskinan merupakan salah satu prioritas negara untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan dasar negara Undang-Undang Dasar 1945.</p>
<p>Bank Dunia mengatakan Indonesia telah berusaha mengurangi kemiskinan dengan <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161018095014-78-166193/bank-dunia-kesehatan-dan-pendidikan-senjata-tebas-kemiskinan">layanan Pendidikan dan Kesehatan sejak dini</a>.</p>
<p>Selama 75 tahun merdeka, angka kemiskinan Indonesia telah mengalami penurunan yang signifikan berkat kemajuan di sektor pendidikan dan kesehatan. </p>
<p>Kemiskinan tertinggi terjadi pada 1970. Saat itu <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/31/101342926/membandingkan-angka-kemiskinan-dari-era-soeharto-hingga-jokowi">60% dari jumlah total penduduk masuk kategori miskin atau sekitar. 70 juta jiwa</a>. Angka kemiskinan turun pertama kali di bawah 10% dari total populasi pada bulan Maret 2018, pada waktu itu kemiskinan mencapai <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/31/101342926/membandingkan-angka-kemiskinan-dari-era-soeharto-hingga-jokowi">9,82% dengan 25,95 juta penduduk miskin</a>.</p>
<p>Dengan pendidikan, seseorang bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan keahlian sehingga memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. </p>
<p>Sementara dengan layanan kesehatan yang lebih baik, anak yang memiliki nutrisi cukup akan terhindar dari <a href="https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.efeknya.pada.pertumbuhan.anak?page=all">stunting</a> atau kekurangan gizi yang membuat anak tumbuh kerdil. Masyarakat yang sehat tentunya akan memiliki lebih banyak kemampuan untuk produktif dan memiliki penghasilan lebih tinggi.</p>
<h2>Keberhasilan program di sektor kesehatan</h2>
<p>Sudirman Nasir, peneliti senior dari fakultas Kesehatan Publik di Universitas Hassanudin di Sulawesi Selatan mengatakan dua program Kesehatan pemerintah yang paling sukses dan penting adalah Keluarga Berencana (KB) dan juga vaksinasi.</p>
<pre class="highlight plaintext"><code>1. Keluarga Berencana (KB)
</code></pre>
<p><a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/08/11/141500569/kb-salah-satu-usaha-pemerintah-untuk-menekan-tingkat-pertumbuhan-penduduk?page=all">Keluarga berencana</a> adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran, di Indonesia sendiri program ini sudah dirintis oleh <a href="https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2697855/program-kb-nasional-indonesia-dahulu-kini-amp-nanti">para ahli kandungan sejak tahun 1950an</a>.</p>
<p>“Cakupan KB yang meningkat telah membuat keluarga menjadi lebih sehat, kematian ibu dan anak berkurang, dan membuat banyak keluarga lebih sejahtera dan produktif,” ujar Sudirman.</p>
<p>Survei terbaru dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan jumlah anak dari perempuan di Indonesia telah mengalami penurunan 0,2 poin <a href="https://mediaindonesia.com/read/detail/231397-bkkbn-terus-berupaya-capai-target-renstra-2015-2019">menjadi 2,4 per wanita di tahun 2017 dibanding angka 2012</a>.</p>
<p>Keberhasilan program KB menurut mantan wakil presiden, Jusuf Kalla, telah membuat jumlah penduduk usia kerja menjadi lebih banyak daripada usia yang tidak bekerja, atau yang sering dinamakan <a href="https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/pnhhbh368/jk-sebut-bonus-demografi-karena-keberhasilan-program-kb">bonus demografi</a>.</p>
<p>Menurut Direktur Bill & Melinda Gates Institution, Jose Oying Rimon, jumlah anak yang lebih sedikit akan <a href="https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2697855/program-kb-nasional-indonesia-dahulu-kini-amp-nanti">meningkatkan jumlah usia produktif dan membuat pembangunan suatu negara lebih berkelanjutan</a>. </p>
<p>“Tantangannya di era desentralisasi ini adalah membuat komitmen pemerintah daerah tetap kuat mendukung program KB,” kata Sudirman.</p>
<pre class="highlight plaintext"><code>2. Vaksinasi
</code></pre>
<p>Vaksinasi atau imunisasi telah berperan besar mencegah banyak penyakit, kecacatan dan kematian prematur. Tentunya dengan kondisi sehat, seseorang akan mampu menjadi lebih produktif dan mampu mendapatkan pendapatan yang maksimal.</p>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/article/print/18011500006/inilah-upaya-negara-melindungi-generasi-bangsa-dari-ancaman-penyakit-berbahaya.html">Kementerian Kesehatan</a> mencatat bahwa sejarah imunisasi di Indonesia dimulai dengan imunisasi cacar pada tahun 1956. Imunisasi di Indonesia dikembangkan melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang secara resmi dimulai di 55 Puskesmas pada tahun 1977, meliputi pemberian vaksin kekebalan terhadap empat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu TBC, difteri, pertusis, dan tetanus. </p>
<p>Saat ini program nasional Imunisasi berkembang dengan menambah 5 lagi PD3I yang dapat dilindungi yaitu Campak, Polio, Hepatitis B.</p>
<p>Data terbaru pemerintah menunjukkan cakupan imunisasi dasar lengkap Indonesia pada tahun 2018 baru <a href="https://health.grid.id/read/351705362/hari-imunisasi-dunia-12-anak-indonesia-belum-imunisasi-lengkap?page=all#:%7E:text=Selama%20ini%2C%20di%20Indonesia%20imunisasi,akan%20ditambah%20menjadi%2013%20vaksin.">mencapai 87,8%</a>. Ini berartinya masih ada 12% atau sekitar 400 ribu anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap.</p>
<p>Menurut Sudirman, imbauan penggunaan vaksin saat ini harus terus diperkuat karena cakupan vaksinasi yang belum optimal akibat munculnya kelompok <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200627170720-192-518185/kelompok-anti-vaksin-makin-giat-di-medsos-saat-pandemi">anti vaksin</a> dan kondisi pandemi COVID-19 karena terbatasnya mobilitas. </p>
<p>“Vaksin adalah hasil pengembangan sains dan teknologi pencegahan yang sangat baik dan terbukti mengurangi kejadian penyakit, kecacatan dan kematian. Ini tentu juga berperan besar meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” kata Sudirman.</p>
<h2>Program Pendidikan</h2>
<p>Program pendidikan yang paling sukses di Indonesia adalah program Sekolah Dasar Instruksi Presiden (Inpres), terang Daniel Suryadarma, peneliti utama dari Lembaga riset SMERU.</p>
<p>Program SD Inpres dilaksanakan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 1973 dengan membangun fasilitas pendidikan untuk memperluas kesempatan belajar masyarakat</p>
<p>Sepanjang periode 1973-1979, pemerintah membangun sebanyak <a href="https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a4e5ecf275/sd-inpres%20mendunia-berkat-penerima-nobel">61,8 ribu sekolah</a>, termasuk penyediaan guru dan kepala sekolah, buku pelajaran, perpustakaan, dan air bersih. </p>
<p>“Program ini secara signifikan meningkatkan tingkat pendidikan. Dan hasil dari meningkatnya pendidikan ini adalah peningkatan pendapatan,” Kata Daniel.</p>
<p>Menurut Daniel, tantangan ke depan bagi pendidikan adalah memastikan bahwa penuntasan Sekolah Menengah Atas (SMA) bisa tercapai.</p>
<p>Berdasarkan data BPS per Februari 2019, dari <a href="https://www.cnbcindonesia.com/market/20190614153137-17-78468/sri-mulyani-sebut-59-pekerja-lulusan-smp-fakta-lebih-ngenes">129,3 juta orang yang bekerja di Indonesia, sebanyak 75,37 juta jiwa (setara 58,26%) merupakan lulusan SMP atau di bawahnya</a>.</p>
<p>Masalah lain dalam pendidikan Indonesia adalah kualitas pendidikan yang masih rendah dan tidak ada peningkatan. </p>
<p>Hal ini bisa ditunjukkan oleh hasil <em>Programme for International Student Assessment</em> (PISA) yang masih rendah. PISA bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan dengan mengukur kinerja siswa di pendidikan menengah, terutama pada tiga bidang utama, yaitu matematika, sains, dan literasi. </p>
<p>Menurut penilaian PISA pada tahun lalu, untuk kemampuan yang dasar saja seperti membaca <a href="https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/04/13002801/skor-pisa-terbaru-indonesia-ini-5-pr-besar-pendidikan-pada-era-nadiem-makarim?page=all">Indonesia hanya mempunyai skor 371</a>. Ini sangat jauh jika dibandingkan peringkat pertama yang diraih Cina dengan skor 555.</p>
<p>Untuk mencetak cukup banyak orang-orang yang berkemampuan tinggi, akses dan kualitas pendidikan tinggi dan pendidikan kejuruan harus ditingkatkan. </p>
<p>“Kalau mau mencetak orang-orang yang sehat dan pintar, investasi pemerintah harus ditingkatkan dan dimulai dari semasa di dalam kandungan,” Ujar Daniel.</p>
<h2>Tantangan ke depan</h2>
<p>Di samping keberhasilan program pendidikan dan kesehatan dalam membantu pengentasan kemiskinan, Indonesia masih mengalami banyak tantangan. Salah satu yang terjadi saat ini adalah pandemi COVID-19.</p>
<p>Pandemi telah mengganggu perekonomian sehingga jumlah orang miskin di Indonesia per Maret telah mengalami kenaikan ke <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200715121015-532-524894/penduduk-miskin-ri-membengkak-jadi-2642-juta-karena-corona">26,42 juta orang atau 9,78%</a> dari total populasi, dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 25,14 juta orang atau 9,41% dari populasi yang mencapai lebih dari 260 juta orang.</p>
<p>Pemerintah sendiri menargetkan dapat menurunkan tingkat kemiskinan menjadi <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4894228/wapres-hingga-sri-mulyani-kumpul-bahas-target-kemiskinan-65">6,5 - 7% pada tahun 2024</a>. </p>
<p>Menurut Ridho Al Izzati, peneliti lain dari Smeru, target pemerintah tersebut akan sulit untuk tercapai.</p>
<p>“Sulit untuk dicapai karena kondisi kemiskinan Indonesia di 2020 diperparah oleh krisis yang diakibatkan oleh pandemi,” tutur Ridho.</p>
<p>Selain itu masih banyak tantangan lain, seperti tingkat kemiskinan yang sudah rendah sehingga pengambil kebijakan sulit menemukan orang miskin dan tingginya tingkat kerentanan terhadap kemiskinan. </p>
<p>Ke depannya, kemajuan sektor pendidikan tetap adalah modal utama untuk keluar dari kemiskinan.
Namun, sektor ini memerlukan perhatian lebih karena banyak sekolah yang ditutup karena pandemi COVID-19.</p>
<p>“Kuncinya adalah untuk memastikan tidak terjadi ketertinggalan yang permanen. Bisa dalam hal putus sekolah, tapi yang sama pentingnya adalah anak-anak yang kembali ke sekolah tidak kemudian terus ketinggalan dalam hal kemampuan,” ujar Daniel.</p>
<p>Sementara untuk kesehatan, tantangan terbesar dan terpenting adalah untuk mendapatkan vaksin untuk COVID-19 yang akan mengurangi penyebaran dan kematian akibat wabah ini.</p>
<p>“Vaksin untuk COVID-19 akan sekaligus mengurangi kerugian ekonomi dan sosial akibat pandemi itu,” kata Sudirman.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/144498/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Berbagai program pendidikan dan kesehatan dari pemerintah telah membuat masyarakat lebih produktif dan mengurangi angka kemiskinan.Yessar Rosendar, Business + Economy (Indonesian edition)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1417882020-07-30T03:34:55Z2020-07-30T03:34:55ZApa yang membuat orang menjadi preman?<p>Bulan lalu, kepolisian <a href="https://metro.tempo.co/read/1356409/rumah-john-kei-di-bekasi-dijaga-ketat-polisi-bersenjata/full&view=ok">menggerebek dan menangkap</a> John Refra Kei di rumahnya di Kota Bekasi, Jawa Barat, bersama dengan puluhan anak buahnya usai keributan di Tangerang, Banten, yang diwarnai penembakan, penganiayaan dan perusakan.</p>
<p>Publik sudah mengenal <a href="https://tirto.id/john-kei-tiga-dekade-sepak-terjang-di-dunia-preman-politik-fKL2">keterlibatan</a> John Kei dalam dunia preman. Insiden itu menambah panjang catatan sejarah Indonesia terkait premanisme.</p>
<p>Karakteristik preman (sering juga disebut ‘jago’ atau ‘jawara’) sudah diketahui sejak <a href="https://repub.eur.nl/pub/6327">masa penjajahan Belanda</a>.</p>
<p>Bentrok berdarah yang melibatkan kelompok preman kerap terjadi. Sejarah <a href="https://majalah.tempo.co/read/investigasi/135105/geng-reman-van-jakarta">mencatat</a> pertikaian besar melibatkan preman, misalnya, kelompok pimpinan Hercules, Ucu Kambing, dan Lulung. </p>
<p>Karena sifat premanisme yang tidak terlihat dan tersembunyi (laten), peristiwa serupa berpotensi berulang di waktu yang akan datang. </p>
<p>Apa itu premanisme, dan mengapa orang-orang terlibat di dalamnya? </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-polisi-cenderung-menggunakan-tindakan-represif-untuk-menyelesaikan-masalah-140769">Mengapa polisi cenderung menggunakan tindakan represif untuk menyelesaikan masalah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Preman dan uang</h2>
<p>Preman merupakan istilah untuk menyebut individu yang aktivitas kesehariannya melakukan perampokan atau pemerasan. </p>
<p>Terminologi ini pada awalnya cenderung <a href="https://regional.kompas.com/read/2013/04/10/14281610/siapakah.yang.pantas.disebut.preman">bias kelas</a> karena hanya digunakan dalam melabel perbuatan bramacorah (penjahat berulang) kelas bawah atau maling-maling kecil yang biasa melakukan <a href="https://poskota.co.id/2020/4/28/kejahatan-naik-10-persen-pmj-siapkan-tim-khusus-anti-begal-dan-preman">aksi kejahatannya di jalanan</a>.</p>
<p>Kekerasan preman secara berkelompok umumnya disebabkan karena benturan kepentingan usaha dengan <a href="https://books.google.co.id/books?id=ItMoxQEACAAJ&printsec=copyright&redir_esc=y#v=onepage&q=preman&f=false">nilai rupiah yang tidak sedikit</a>. </p>
<p>Dalam teks-teks akademis, istilah untuk preman yang sering digunakan antara lain adalah <a href="https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=PkwTBwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=gangster+crime&ots=1zkMcaarC_&sig=7djoF0e0pgc3dff_-vYmnuwrDb0&redir_esc=y#v=onepage&q=gangster%20crime&f=false">“gangster”</a> , <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0170840616655484">“bandit”</a>, <a href="https://eprints.keele.ac.uk/3806/">“mafia”</a>, dan <a href="https://products.abc-clio.com/abc-cliocorporate/product.aspx?pc=A2263C">“kelompok kriminal terorganisasi” (<em>organized crime</em>)</a>. </p>
<p>Perbedaan antara istilah-istilah tersebut memang cenderung longgar.</p>
<p>Konsep <em>organized crime</em> kemudian <a href="https://books.google.co.id/books?id=UQU_b2oRJjoC&printsec=frontcover&dq=Theft+on+Nations+Crissey&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjG_o6gvcHqAhXU7XMBHfPwDSkQ6AEwAHoECAUQAg#v=snippet&q=illegal%20business&f=false">dibatasi</a> pada sifat pelaku yang berkelompok, berorientasi profit, serta adanya unsur aktivitas utama sebagai penyedia barang atau jasa ilegal.</p>
<p>Menurut Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs zand Crime, UNODC) suatu kelompok kriminal layak disebut <a href="https://www.unodc.org/pdf/crime/publications/Pilot_survey.pdf"><em>organized crime</em></a> bila memenuhi lima kriteria.</p>
<p>Kriteria itu adalah berorientasi pada keuntungan usaha; telah terorganisasi dalam periode yang lama; kerap menggunakan kekerasan dan menyuap aparat; mendapatkan keuntungan yang besar dari penyediaan jasa atau barang ilegal; dan melakukan perluasan bisnis jahat ke sektor bisnis formal.</p>
<p><em>Organized crime</em> umumnya melakukan ekspansi ke sektor bisnis formal untuk <a href="https://www.int-comp.org/media/1997/ocp-full-report.pdf">memudahkan penyamaran</a> saat melakukan pengiriman dan penyelundupan barang/jasa ilegal. </p>
<p>Ekspansi ke sektor legal juga akan memudahkan <em>organized crime</em> dalam mendapatkan bahan baku produk yang akan dijual kembali. Misalnya, bagi kelompok yang memproduksi narkoba, identitas palsu sebagai perusahaan bidang farmasi atau kesehatan akan memudahkan kelompok itu dalam memperoleh bahan baku narkoba.</p>
<p>Ekspansi ke sektor bisnis sah juga dilakukan sebagai bentuk diversifikasi usaha. <a href="https://allthatsinteresting.com/yakuza-history">Yakuza</a> - kelompok <em>organized crime</em> tertua di Jepang - misalnya, melakukan berbagai aktivitas <a href="https://www.fticonsulting-asia.com/insights/journals/the-yakuza-from-tattoos-to-business-cards">bisnis legal</a> mulai dari properti, konstruksi, hiburan, hingga bisnis asuransi. </p>
<p>Preman dan <em>organized crime</em> bisa juga dilihat secara bukan sebagai dua fenomena yang berbeda, namun sebagai bagian dari <a href="https://books.google.co.id/books?id=F2DXWFgDDC4C">fase pertumbuhan</a> kelompok.</p>
<p>Suatu kelompok <em>organized crime</em> yang solid dan berpengaruh lazimnya berawal dari kelompok geng dengan jumlah anggota terbatas dan awalnya hanya melakukan kejahatan-kejahatan ringan. </p>
<p>Pada awalnya, bisnis utama yang dilakukan oleh kelompok-kelompok preman di kota besar Indonesia adalah penjagaan keamanan suatu kawasan tertentu seperti lahan parkir, tempat hiburan, dan pasar. </p>
<p>Dalam perkembangannya, sebagian individu yang bergabung dalam kelompok preman direkrut ke dalam bisnis jasa penagihan utang. </p>
<p>Individu-individu tersebut dianggap mampu untuk membantu industri perbankan atau perusahaan kredit dalam menagih para debitur yang telat atau tidak membayar tagihan utang. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/lAeAO51aVKA?wmode=transparent&start=623" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Inside Indonesia’s Notorious Debt Collecting Industry: The Debtfathers.</span></figcaption>
</figure>
<p>Meskipun aktivitas penagihan utang itu legal, beberapa laporan menyebutkan adanya <a href="https://www.youtube.com/watch?v=lAeAO51aVKA&t=623s">penyimpangan</a> karena mereka kerap menggunakan <a href="https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e2922945a5b2/menagih-utang-dengan-cara-intimidasi-pelajaran-penting-dari-dua-putusan-pengadilan/">cara-cara intimidatif</a>. </p>
<p>Aktivitas penagihan utang dengan cara-cara preman bukan hanya fenomena di Jakarta. </p>
<p>Praktik kekerasan dalam penagihan utang, misalnya terjadi di <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/3229890/menunggak-tagihan-motor-debt-collector-cabuli-konsumen">Surabaya</a>, Jawa Timur, bulan lalu dengan korban pengemudi ojek <em>online</em>. </p>
<p>Peristiwa serupa juga pernah terjadi di Palembang, Sumatra Selatan, ketika penagih utang <a href="https://www.motorplus-online.com/read/252038658/debt-collector-todongkan-pistol-ke-penunggak-kreditan-bikin-warga-ketakutan-motor-korban-nyaris-dirampas">menodongkan pistol</a> kepada seorang warga yang menunggak pembayaran angsuran kredit sepeda motor selama dua bulan. </p>
<p>Bisnis-bisnis para preman memiliki konsumen sendiri meskipun sebagian risikonya adalah hilangnya rasa aman publik. </p>
<h2>Karir kriminal</h2>
<p>Motivasi seseorang untuk bergabung dalam kelompok preman umumnya didasari dengan pertimbangan rasional. </p>
<p>Tujuan utamanya adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi. </p>
<p>Keterlibatan seseorang dalam bisnis kriminal adalah pemenuhan materi dan tidak pernah benar-benar dilatari oleh <a href="https://books.google.co.id/books?id=kXrr5s4XT3IC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false">faktor ideologi atau keyakinan tertentu</a>.</p>
<p>Sama halnya dengan proses meningkatkan karir di dunia legal, para preman perlu melakukan sejumlah pencapaian tertentu untuk meraih posisi puncak dalam karir kriminalnya. </p>
<p>Mereka menganut dua prinsip kunci: menyelesaikan tugas dan menunjukan <a href="https://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S0047235202001344?token=29CA74BD04E3C6F138E8BC316B515AF2A058BB99CD38DBDA9EB3526B65503DD9677563EEDF726DEC34027D395B1EA41F">loyalitas</a>.</p>
<p>Penggunaan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kelompok kriminal merupakan salah satu cara “naik pangkat”. </p>
<p>Aktor-aktor dalam bisnis kriminal menjadikan momen-momen bentrok kekerasan sebagai ujian kenaikan kelas. </p>
<p>Di mata negara, apabila seorang preman terlibat dalam tindak kekerasan, maka ia akan didakwa melanggar hukum dan diberikan sanksi. </p>
<p>Namun bagi atasan dan kelompoknya, melakukan kekerasan adalah simbol keberanian dan loyalitas. </p>
<p>Dalam bisnis kriminal, seorang justru akan lebih dihormati ketika ia pernah menjalani hukuman atas cara-cara kekerasan yang pernah ia lakukan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/indonesia-harus-kurangi-pengiriman-orang-ke-penjara-dan-terapkan-keadilan-restoratif-106801">Indonesia harus kurangi pengiriman orang ke penjara dan terapkan keadilan restoratif</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Atribut kultural</h2>
<p>Latar belakang etnis dan budaya juga memiliki peran tersendiri dalam premanisme. </p>
<p>Atribut kultural seperti etnis, bahasa, dan kebiasaan seringkali menjadi prasyarat keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok kriminal, sekaligus mempengaruhi keberhasilan karirnya dalam dunia kejahatan.</p>
<p>Secara teknis, kesamaan atribut-atribut kultur akan memudahkan dan mempercepat proses sosialisasi nilai-nilai di dalam kelompok kriminal. </p>
<p>Sebab itulah, klaster kelompok kriminal di kota-kota besar Indonesia secara alamiah terbentuk <a href="https://majalah.tempo.co/read/nasional/77643/bom-preman-meledakkan-sara">berdasarkan etnis</a>. </p>
<p>Dimensi kultural ini juga lekat dalam konteks bisnis kriminal di Amerika Serikat (AS). </p>
<p>Cosa Nostra misalnya, salah satu kelompok kriminal terbesar di AS, mensyaratkan keanggotaan intinya harus seorang yang berasal dari <a href="https://products.abc-clio.com/abc-cliocorporate/product.aspx?pc=A2263C">keturunan</a> <a href="https://www.history.com/topics/crime/origins-of-the-mafia">Sicilia</a>.</p>
<p>Di Indonesia, hubungan kultural antar-individu dalam kelompok kriminal membuat persoalan premanisme menjadi kian kompleks. </p>
<p>Benturan antar-kelompok kriminal karena alasan-alasan material dapat disulut menjadi konflik antar-etnis. </p>
<h2>Masalah kesejahteraan</h2>
<p>Motivasi kuat para individu untuk meraih keuntungan material ditambah faktor kultural dalam kelompok kriminal membuat bisnis preman mengakar di tengah keseharian masyarakat. </p>
<p>Kita tidak bisa melihat masalah premanisme ini secara sebagian-sebagian.</p>
<p>Kekeliruan dalam melihat akar persoalan premanisme akan menimbulkan bencana yang lebih besar dibanding premanisme itu sendiri. </p>
<p>Pemerintah Indonesia di masa lalu diduga pernah menerapkan kebijakan yang keliru dalam mengatasi premanisme. </p>
<p>Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) pada 2012 merilis <a href="https://lama.elsam.or.id/downloads/553556_Ringkasan_eksekutif_Petrus_(New).pdf">laporan</a> atas insiden penembakan misterius (disingkat menjadi petrus) yang dilakukan institusi keamanan terhadap orang-orang dengan ciri-ciri preman.</p>
<p>Jumlah korban meninggal akibat penembakan yang berlangsung pada rentang waktu 1982-1985 adalah 167 orang. </p>
<p>Negara tidak boleh kalah dengan preman. Namun negara tidak boleh pula merespons premanisme dengan cara-cara preman. </p>
<p>Penegakan hukum terhadap tindakan premanisme yang telah berjalan perlu terus dilakukan, namun tidak cukup sampai di sana. </p>
<p>Dalam penangkapan bulan lalu, John Kei diduga kembali terlibat dalam aktivitas kriminal setelah <a href="https://kumparan.com/kumparannews/rekam-jejak-john-kei-dunia-kekerasan-masuk-penjara-tobat-kini-ditangkap-lagi-1tf0a8pg7Yn">berulang kali masuk penjara</a>. </p>
<p>Ini adalah salah satu indikator tidak efektifnya penanganan premanisme yang tidak menyeluruh. </p>
<p>Pemerintah perlu menanggulangi premanisme secara komprehensif dengan melihat masalah ini sebagai masalah kesejahteraan. </p>
<p><em>Pertama</em>, pemerintah harus memulai dari penyelenggaraan pendidikan yang merata dengan kualitas maksimal dan akses seluas-luasnya. </p>
<p>Dengan demikian, anak-anak muda di seluruh Indonesia dapat menjangkau dan terlibat dalam proses pendidikan yang mengembangkan diri dan potensinya secara optimal. </p>
<p><em>Kedua</em>, pemerintah perlu serius dalam menciptakan lapangan kerja yang terdistribusi secara merata. </p>
<p>Apabila anak-anak muda dapat berkarya secara sah dan produktif, mereka tidak perlu pindah ke kota untuk mengajukan diri menjadi bagian dari kelompok John atau kelompok-kelompok preman lainnya.</p>
<p>Mengabaikan persoalan laten ini artinya menciptakan iklim yang kondusif bagi kelompok-kelompok preman untuk tumbuh menjadi kelompok <em>organized crime</em> yang mapan. </p>
<hr>
<p><em>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/141788/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Bhakti Eko Nugroho tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bentrok yang melibatkan kelompok John Kei bukanlah kasus yang pertama kali. Peristiwa itu adalah fenomena gunung es dari permasalahan preman yang bersifat laten.Bhakti Eko Nugroho, Staf Pengajar Departemen Kriminologi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1403552020-06-23T06:56:58Z2020-06-23T06:56:58ZMengapa orang Indonesia merasa kunci sukses seseorang ada pada ikhtiar dan bukan latar kelas sosialnya?<p>Masyarakat Indonesia cenderung menganggap bahwa <a href="https://www.jonathanmijs.com/s/Mijs-Hoy-2020-How-information-impacts-belief-in-meritocracy-preprint.pdf">kerja keras lebih penting</a> dibandingkan latar belakang ekonomi keluarga dalam menentukan kesuksesan seseorang. </p>
<p>Keberhasilan <a href="https://www.suara.com/news/2020/06/04/105102/anak-tukang-becak-suskes-s3-di-inggris-ini-kabar-terbaru-raeni">sebagian kecil kelompok miskin</a> untuk keluar dari keterbatasan kerap menjadi dasar pandangan ini. </p>
<p>Keyakinan ini biasa disebut sebagai kepercayaan meritokrasi; kesuksesan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11211-014-0228-0">didefinisikan</a> sebagai buah dari kerja keras dan bakat, bukan karena modal kelas sosial yang lebih tinggi.</p>
<p>Keyakinan masyarakat Indonesia bahwa kesuksesan terutama adalah hasil kerja keras tetap terlihat dominan meskipun bukti-bukti ilmiah menyatakan sebaliknya.</p>
<p><a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/is-education-reform-finally-paying-off-for-indonesian-kids/">Penelitian</a> saya pada 2017 menunjukkan bahwa faktor keluarga memainkan peranan sangat penting pada masa depan anak.</p>
<p>Lebih lanjut, <a href="https://theconversation.com/mengapa-anak-dari-keluarga-miskin-cenderung-akan-tetap-miskin-ketika-dewasa-penjelasan-temuan-riset-smeru-127625">penelitian</a> terbaru lembaga riset SMERU Institute menunjukkan bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin cenderung tetap berpenghasilan rendah ketika mereka dewasa.</p>
<p>Keyakinan masyarakat pada pentingnya kerja keras disebabkan oleh kesalahan persepsi pada ketimpangan ekonomi, jarak antara kelas sosial, dan minat pada topik terkait motivasi. Menurut saya ini berbahaya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-anak-dari-keluarga-miskin-cenderung-akan-tetap-miskin-ketika-dewasa-penjelasan-temuan-riset-smeru-127625">Mengapa anak dari keluarga miskin cenderung akan tetap miskin ketika dewasa: penjelasan temuan riset SMERU</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa anggapan ini bertahan?</h2>
<p>Ada beberapa kemungkinan penjelasan di balik keyakinan ini. </p>
<p>Pertama, masyarakat Indonesia memiliki persepsi yang tidak tepat terhadap ketimpangan yang terjadi di Indonesia. </p>
<p><a href="http://documents.worldbank.org/curated/en/310491467987873894/A-perceived-divide-how-Indonesians-perceive-inequality-and-what-they-want-done-about-it">Analisis yang dilakukan oleh World Bank</a> menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menganggap ketimpangan yang ada tidaklah selebar ketimpangan yang sebenarnya. </p>
<p>Mispersepsi ini mendorong masyarakat untuk menganggap bahwa kesempatan untuk sukses terdistribusi lebih merata dibandingkan dengan kenyataan yang ada. </p>
<p>Ketika setiap orang dianggap memiliki kesempatan yang sama, maka wajar bila kerja keras dianggap menjadi faktor penentu kesuksesan.</p>
<p>Kedua, ketimpangan yang relatif tinggi antar kelompok sosial menciptakan sekat-sekat. </p>
<p>Di Indonesia, kelompok menengah-atas tinggal dan <a href="http://pspk.web.id/kilas-pendidikan/kilas-pendidikan-edisi-17-ketimpangan-mutu-dan-akses-pendidikan-di-indonesia-potret-berdasarkan-survei-pisa-2015/">bersekolah di tempat yang berbeda</a> dari kelompok pra-sejahtera. Perbedaan ini berpotensi membuat masyarakat lebih banyak berinteraksi dengan kelompoknya saja. </p>
<p>Hidup di wilayah yang relatif homogen di tengah ketimpangan cenderung membuat masyarakat menganggap bahwa kesuksesan terjadi karena faktor merit yaitu <a href="https://theconversation.com/inequality-is-getting-worse-but-fewer-people-than-ever-are-aware-of-it-76642">kerja keras dan bakat</a>. </p>
<p>Ketiga, masyarakat cenderung memiliki minat <a href="https://www.jawapos.com/minggu/buku/29/12/2019/menelusuri-arus-utama-sastra-indonesia/">tinggi pada hal-hal terkait motivasi</a>, termasuk teori psikologi popular, misalnya <a href="https://www.ted.com/talks/angela_lee_duckworth_grit_the_power_of_passion_and_perseverance?language=en"><em>grit</em></a> dan <a href="https://www.youtube.com/watch?v=-71zdXCMU6A"><em>growth mindset</em></a>. </p>
<p>Kedua teori ini menekankan pentingnya peran individu untuk mencapai kesuksesan. <a href="https://www.researchgate.net/publication/6290064_Grit_Perseverance_and_Passion_for_Long-Term_Goals"><em>Grit</em></a> adalah kombinasi antara bakat dan usaha terus-menerus yang individu lakukan dalam jangka waktu yang panjang untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara individu dengan <em><a href="https://hbr.org/2016/01/what-having-a-growth-mindset-actually-means">growth mindset</a></em> adalah mereka yang beranggapan bahwa bakat dapat dikembangkan, termasuk salah satunya melalui usaha yang terus-menerus.</p>
<p>Kedua teori ini terkesan mengabaikan faktor-faktor struktural yang menghambat perkembangan anak.</p>
<p>Ethan Ris, peneliti pendidikan dari Stanford University, Amerika Serikat (AS), mengatakan bahwa <em>grit</em> cenderung <a href="https://cedar.wwu.edu/jec/vol10/iss1/3/">meromantisasi</a> usaha keras anak-anak dari kelompok miskin dan seolah menganggap bahwa kemiskinan bukanlah masalah selama anak mau berusaha. </p>
<p>Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intervensi <em>growth mindset</em> di sekolah tidak selalu menghasilkan <a href="https://aeon.co/essays/schools-love-the-idea-of-a-growth-mindset-but-does-it-work">capaian akademis yang lebih baik</a>. Implementasi intervensi <em>growth mindset</em> di negara berkembang, misalnya di Argentina, juga cenderung lebih <a href="https://www.alejandroganimian.com/journal-articles">menantang</a> dan tidak selalu berhasil memotivasi siswa untuk berusaha lebih keras.</p>
<p>Lebih lanjut, berdasarkan konsep psikologi <a href="https://www.psychologytoday.com/us/blog/in-practice/201301/the-self-serving-bias-definition-research-and-antidotes"><em>self-serving bias</em></a>, manusia cenderung mengaitkan kesuksesan dengan faktor internal diri, sedangkan kegagalan terjadi karena faktor eksternal. </p>
<p>Penelitian di negara-negara Eropa pada 2016 menemukan bahwa <em>socially mobile people</em>- mereka yang mengalami perbaikan status ekonomi - cenderung memiliki pandangan ini untuk <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11211-016-0275-9">memaknai kesuksesannya</a>. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534">Riset dampak COVID-19: potret gap akses online 'Belajar dari Rumah' dari 4 provinsi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa ini berbahaya?</h2>
<p>Meskipun mungkin dapat memotivasi individu, anggapan bahwa sukses hanya butuh kerja keras berbahaya dalam mendorong mobilitas sosial. </p>
<p>Daniel Markovits, profesor hukum di Yale University, AS, mengatakan bahwa pandangan ini berperan dalam <a href="https://insights.som.yale.edu/insights/how-meritocracy-worsens-inequality-and-makes-even-the-rich-miserable">menimbulkan ketimpangan</a>. </p>
<p>Dalam pandangan ini, masyarakat mengasumsikan ketimpangan sebagai buah dari <a href="http://eprints.lse.ac.uk/100794/">perbedaan kerja keras yang dilakukan tiap-tiap individu</a>; dan yang dibutuhkan untuk keluar dari kemiskinan adalah bekerja lebih keras lagi.</p>
<p>Kesediaan untuk “membolehkan” adanya ketimpangan membuat penyediaan kesempatan secara lebih merata menjadi lebih sulit dilakukan. </p>
<p>Ini terjadi karena minimnya tuntutan masyarakat pada pemerintah terhadap kebijakan yang lebih adil. </p>
<p>Bahkan, kelompok pro meritokrasi cenderung <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12219850/">menentang kebijakan pemberdayaan untuk kelompok rentan</a>, seperti penerapan kuota khusus untuk kelompok rentan ekonomi dan ras minoritas dalam perusahaan atau di universitas. Ini terjadi khususnya jika kelompok pro meritrokrasi itu beranggapan bahwa tidak ada diskriminasi yang terjadi.</p>
<p>Kepercayaan meritokrasi juga cenderung membebani individu miskin untuk hanya terus berusaha dan berkompetisi. Keyakinan ini menganggap bahwa mereka yang tetap miskin sebagai <a href="https://www.ethosbooks.com.sg/products/this-is-what-inequality-looks-like">kelompok gagal yang kurang berusaha</a>, alih-alih berpikir kemiskinan terjadi karena faktor struktural.</p>
<p>Ini membuat proses mobilitas sosial rentan <a href="https://blogs.lse.ac.uk/lsereviewofbooks/2019/09/25/book-review-social-mobility-and-its-enemies-by-lee-elliot-major-and-stephen-machin/">menganggu kesehatan mental anak-anak miskin.</a>. </p>
<p>Selain kesehatan mental, membebankan mobilitas sosial semata pada individu rentan membuat anak-anak merasa <a href="https://press.princeton.edu/books/hardcover/9780691179230/moving-up-without-losing-your-way">terasingkan di lingkungannya</a> karena sukses hanya tanggung jawab individu, bukan komunitas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-kesuksesan-besar-dalam-berbisnis-sebagian-besar-didasarkan-pada-keberuntungan-131485">Riset: kesuksesan besar dalam berbisnis sebagian besar didasarkan pada keberuntungan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang bisa dilakukan?</h2>
<p>Intervensi sederhana dengan menunjukkan <a href="https://www.jonathanmijs.com/papers">level ketimpangan sesungguhnya di suatu daerah dan posisi ekonomi individu dalam skala nasional</a> berpotensi mengurangi pandangan bahwa sukses terjadi hanya karena kerja keras. </p>
<p>Sebuah eksperimen yang dilakukan pada <a href="https://www.jonathanmijs.com/s/Mijs-Hoy-2020-How-information-impacts-belief-in-meritocracy-preprint.pdf">2017</a> menunjukkan bahwa keyakinan masyarakat Indonesia pada meritrokrasi cenderung berkurang saat mereka diberi informasi tentang tingkat ketimpangan yang sesungguhnya terjadi.</p>
<p>Pemerintah perlu terus mendorong pengurangan ketimpangan dan sekat-sekat antar kelompok. </p>
<p>Pendidikan, yang selama ini justru memisahkan siswa berdasarkan capaian akademis yang cenderung bias kelas, harus menjadi tempat yang inklusif yang memungkinkan anak dari berbagai latar belakang untuk dapat berinteraksi. </p>
<p>Interaksi ini diharapkan mampu membuat antarkelompok saling berempati dan menyadarkan, khususnya kelompok menengah-atas, tentang privilese yang dimiliknya.</p>
<p>Di level perorangan, memotivasi individu untuk terus berusaha tentu sangat penting. </p>
<p>Namun, apa yang terjadi pada banyak masyarakat prasejahtera menunjukkan bahwa ambisi dan kerja keras tidak akan pernah cukup bagi anak-anak miskin untuk bisa memperbaiki keadaannya.</p>
<p>Seperti kata peribahasa dari Afrika, <em>it takes a village to raise a child</em> (mengasuh anak butuh peran semua orang).</p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140355/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span> Pendapat dalam artikel ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pandangan dimana penulis bekerja.</span></em></p>Keyakinan masyarakat pada pentingnya kerja keras disebabkan oleh kesalahan persepsi ketimpangan ekonomi, jarak antara kelas sosial, dan minat pada topik terkait motivasi. Ini berbahaya.Senza Arsendy, Researcher, Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1385512020-05-15T11:50:01Z2020-05-15T11:50:01ZRiset: tanpa intervensi, COVID-19 akan membuat setidaknya 3,6 juta orang Indonesia jatuh miskin<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/334636/original/file-20200513-156645-ra7crp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Potret seorang anak di suatu desa yang miskin dan terisolasi di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shtterstock/Reezky Pradata)</span></span></figcaption></figure><p>Pembatasan sosial akibat pandemi COVID-19 diproyeksi dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi akibat terhambatnya aktivitas kerja dan produksi ekonomi.</p>
<p>Untuk Indonesia - sebuah negara berkembang dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Asia Timur dan Pasifik - harga yang harus ditanggung masyarakat bisa jadi sangat besar.</p>
<p>Pandemi ini berpotensi untuk meningkatkan angka kemiskinan yang <a href="https://theconversation.com/bagaimana-belajar-dari-masa-lalu-bisa-mencegah-angka-kemiskinan-naik-selama-pandemi-covid-19-138521">beberapa dekade telah mengalami penurunan</a>. Pada tahun 2018 kemarin, untuk pertama kalinya angka kemiskinan menyentuh satu digit (9,82%) dalam sejarah Indonesia.</p>
<p>Tim kami di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) melakukan simulasi menggunakan data survei rumah tangga untuk memahami bagaimana pandemi ini - beserta <a href="https://home.kpmg/xx/en/home/insights/2020/04/indonesia-government-and-institution-measures-in-response-to-covid.html">berbagai program bantuan sosial</a> yang disiapkan pemerintah - berdampak pada kemiskinan di Indonesia.</p>
<p>Model kami menunjukkan bahwa apabila pertumbuhan ekonomi turun menjadi nol persen, angka kemiskinan akan meningkat jadi 10.54% atau menyeret setidaknya 3,63 juta penduduk ke dalam kemiskinan. Angka tersebut akan menambah <a href="https://jakartaglobe.id/news/poverty-rate-lower-in-indonesia-report">24,79 juta orang miskin</a> yang tercatat pada September 2019.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-belajar-dari-masa-lalu-bisa-mencegah-angka-kemiskinan-naik-selama-pandemi-covid-19-138521">Bagaimana belajar dari masa lalu bisa mencegah angka kemiskinan naik selama pandemi COVID-19</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Hasil simulasi kami</h2>
<p>Perhitungan di atas berdasarkan skenario terburuk, yakni apabila pertumbuhan GDP Indonesia turun menjadi 0%.</p>
<p>Simulasi kami menghasilkan total 10 skenario yang di dasarkan dari dua pertanyaan.</p>
<p><em>Pertama</em>, apakah Indonesia mampu mempertahankan target pertumbuhan ekonominya (PDB)?. Perhitungan kami berdasarkan dua asumsi yaitu ketika <a href="https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-04-01/indonesia-slashes-growth-forecast-as-virus-pandemic-takes-toll">target pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 2.3%</a>, dan jika pertumbuhan hanya 0%.</p>
<p><em>Kedua</em>, seberapa akurat pemerintah mampu mengeksekusi ketiga program bantuan sosialnya <a href="https://home.kpmg/xx/en/home/insights/2020/04/indonesia-government-and-institution-measures-in-response-to-covid.html">yang baru saja diperluas</a> akibat COVID-19. Program sosial tersebut berupa bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan, program Kartu Sembako, dan juga Bantuan Sosial Tunai.</p>
<p>Dalam skenario yang optimis, di mana pemerintah dapat mempertahankan <a href="https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-04-01/indonesia-slashes-growth-forecast-as-virus-pandemic-takes-toll">target pertumbuhan 2,3%</a> dan didukung oleh kebijakan yang “tepat”, kenaikan angka kemiskinan dapat ditekan menjadi 9,24% saja.</p>
<p><iframe id="jESN9" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/jESN9/1/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<p>Angka tersebut hanya sedikit meningkat dibanding <a href="https://jakartaglobe.id/news/poverty-rate-lower-in-indonesia-report">angka pada bulan September 2019 yang mencapai 9,22%</a>.</p>
<p>Meskipun demikian, angka 9,24% tersebut dapat tercapai jika program <em>Bantuan Sosial Tunai</em> (BST) bisa mencapai sasarannya dengan tepat. </p>
<p>Ini artinya, BST harus menutup “<em>inclusion error</em>”, yaitu harus mencapai semua orang yang berhak yang sebelumnya tidak mendapatkan bantuan dari Program Keluarga Harapan atau Kartu Sembako.</p>
<p>Saat ini, baru masing-masing 42,6% dan 44% peserta Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako yang tepat sasaran.</p>
<p>Untuk perhitungannya sendiri, garis kemiskinan yang digunakan bervariasi menurut provinsi, desa dan kota - bukan garis kemiskinan nasional yang ditetapkan sebesar <a href="https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html#subjekViewTab1">Rp 425.250 per bulan per orang</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-kebijakan-mengisolasi-diri-akibat-pandemi-covid-19-menghukum-penduduk-miskin-di-indonesia-134236">Bagaimana kebijakan mengisolasi diri akibat pandemi COVID-19 ‘menghukum’ penduduk miskin di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kami menggunakan setidaknya empat variabel yang diduga mempengaruhi level konsumsi akibat adanya COVID-19:</p>
<ul>
<li><a href="https://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/SUSENAS">tingkat konsumsi saat ini</a>, sebagai representasi untuk pendapatan</li>
<li>laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan sektor (pertanian, jasa, atau manufaktur), berdasarkan data internal BAPPENAS</li>
<li>status pekerjaan berdasarkan proyeksi potensi pemecatan, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan</li>
<li>akurasi penerimaan bantuan sosial dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako dan Bantuan Sosial Tunai.</li>
</ul>
<p>Keempat variabel ini akan menentukan level konsumsi seorang individu di akhir 2020. Apabila level konsumsi seseorang berada di bawah garis yang ditetapkan, maka orang tersebut masuk ke dalam kategori miskin. </p>
<h2>Tingkat akurasi dari simulasi ini</h2>
<p>Seluruh proyeksi ekonomi yang ada saat ini terkait pandemi COVID19 memiliki <em>margin of error</em> (batas kesalahan) yang cukup luas; sulit untuk bisa yakin terkait besarnya dampak dari pandemi yang sedang berlangsung.</p>
<p>Apabila pertumbuhan GDP mendekati angka dua digit yang negatif sebagaimana yang terjadi <a href="https://www.nber.org/papers/w8330">pada krisis keuangan 1998</a>, misalnya, pengaruhnya terhadap kemiskinan bisa jadi jauh lebih besar dari yang dihasilkan oleh model ini.</p>
<p>Yang jelas, terlepas dari realita intervensi pemerintah maupun pertumbuhan ekonomi yang nanti akan terjadi, kemiskinan akan tetap meningkat untuk pertama kalinya secara bersamaan di dunia negara berkembang.</p>
<p>Hal ini termasuk Indonesia, setidaknya untuk jangka pendek.</p>
<h2>Dampaknya terhadap upaya penurunan kemiskinan</h2>
<p>Pemerintah telah membuka secara luas diskusi mengenai dampak pandemi terhadap kemiskinan dan bahkan juga telah <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/20/government-prepares-for-worst-including-zero-percent-growth-as-covid-19-hits.html">menyiapkan skenario pertumbuhan ekonomi nol persen</a>.</p>
<p><a href="https://theconversation.com/bagaimana-belajar-dari-masa-lalu-bisa-mencegah-angka-kemiskinan-naik-selama-pandemi-covid-19-138521">Berbagai pelajaran dari kebijakan di masa lalu</a> juga telah membuat kita lebih siap dalam perencanaan program penuntasan kemiskinan.</p>
<p>Namun, sukses atau tidaknya penekanan kenaikan kemiskinan akan tergantung pada kapasitas pemerintah daerah untuk secara efisien mengelola bantuan finansial dan program sosial, serta senantiasa memperbarui data orang miskin.</p>
<p>Bahkan untuk proyeksi BAPPENAS pada skenario pertumbuhan non-negatif untuk bisa terwujud, pemerintah daerah harus lebih proaktif dalam tiga hal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengarungi-badai-covid-19-dengan-penghasilan-dasar-tanpa-syarat-bagi-rakyat-indonesia-di-pedesaan-137401">Mengarungi badai COVID-19 dengan penghasilan dasar tanpa syarat bagi rakyat Indonesia di pedesaan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pertama, rantai pasok lokal harus dijaga untuk mencegah kelangkaan pangan dan inflasi harga pangan.</p>
<p>Kedua, mengidentifikasi dan menyasar orang miskin baru yang muncul akibat pandemi, serta membantu mereka yang terdampak di sektor informal.</p>
<p>Ketiga, setelah berbulan-bulan menghadapi pembatasan aktivitas ekonomi dan terpaksa hidup dari bantuan sosial, <a href="https://www.researchgate.net/publication/340986096_Humanitarian_and_disaster_management_ecosystem_for_cash_transfer_programming_Understanding_institutional_and_operational_constraints_in_post-disaster_governance_in_Indonesia">program-program pemberdayaan ekonomi</a> bagi mereka di sektor informal menjadi penting untuk membantu mereka kembali bekerja ketika ekonomi kembali bergerak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/138551/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fisca Miswari Aulia bekerja untuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Maliki bekerja untuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>M Niaz Asadullah terafiliasi dengan Global Labor Organization (GLO), IZA Institute of Labor Economics dan Initiative on Education, Gender and Growth in Asia (Integgra).</span></em></p>BAPPENAS melakukan simulasi untuk memproyeksikan dampak COVID19 terhadap kemiskinan di Indonesia. Tanpa intervensi, pandemi ini akan membuat setidaknya 3.6 juta penduduk jatuh miskin.Fisca Miswari Aulia, Planner at Directorate of Poverty Reduction and Social Welfare , National Development Planning Agency (BAPPENAS)Maliki, Director for Poverty Alleviation and Development of Social Welfare, National Development Planning Agency (BAPPENAS)M Niaz Asadullah, Professor of Development Economics, University of MalayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1370212020-04-30T03:36:03Z2020-04-30T03:36:03ZKartu Prakerja: ketika kelompok kepentingan terlibat dalam ‘solusi’ krisis COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/329882/original/file-20200422-47820-19almye.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.publicdomainpictures.net/en/view-image.php?image=302215&picture=online-meeting">PublicDomainPictures</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian tulisan untuk memperingati Hari Buruh pada 1 Mei.</em></p>
<p>Peluncuran program Kartu Prakerja sebagai solusi untuk mengatasi dampak ekonomi COVID-19 adalah contoh bagaimana pemerintah mengakomodasi keinginan kelompok kepentingan – dalam hal ini kelompok perusahaan teknologi – di masa krisis. </p>
<p>Program Kartu Pekerja adalah salah satu janji kampanye Presiden Joko"Jokowi" Widodo pada pemilihan presiden tahun lalu untuk mengurangi angka pengangguran dengan meningkatkan kompetensi tenaga lewat pelatihan gratis. </p>
<p>Program ini kemudian dirancang kembali oleh pemerintah dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/131386/perpres-no-18-tahun-2020">dokumen perencanaan tahun 2020-2024</a> untuk meningkatkan kompetensi kerja, bukan untuk membantu masyarakat mengatasi dampak guncangan ekonomi <a href="https://www.unicef.org/socialpolicy/files/How_economic_shocks_affect_final.pdf">(<em>economic shock</em>)</a> akibat pandemi. </p>
<p>Sekilas program ini mirip bantuan sosial bersyarat.</p>
<p>Namun, jika <a href="https://tirto.id/cara-mendapatkan-bansos-sembako-pkh-padat-karya-tunai-prakerja-eNrV">bantuan sosial lain</a> diberikan berdasarkan indikator kesejahteraan (misalnya konsumsi listrik tiga bulan terakhir atau jumlah penghasilan), Kartu Prakerja menjadikan pelatihan <em>online</em> yang disediakan oleh perusahaan teknologi seperti Sekolahmu, Ruang Guru, dan Pintaria sebagai <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/ini-penjelasan-pemerintah-soal-keikutsertaan-8-platform-digital-di-kartu-prakerja?page=all">prasyarat bantuan</a>. </p>
<p>Berdasarkan situs resmi <a href="https://www.prakerja.go.id/">Kartu Prakerja</a>, penerima berhak atas paket pelatihan <em>online</em> (daring) dari mitra resmi senilai Rp 1 juta. </p>
<p>Namun untuk mendapatkannya, peserta harus mengikuti pelatihan selama empat bulan serta mengisi kuesioner evaluasi untuk mendapatkan ‘uang bantuan’ sebesar Rp 600,000 per bulan selama pelatihan, yang disalurkan melalui platform digital privat yang ditunjuk.</p>
<p>Jika dalam bantuan sosial lain ada pilihan PT Pos yang bisa menjangkau seluruh Indonesia sebagai media pembayaran bantuan, dalam Kartu Prakerja ditunjuk beberapa perusahaan pembayaran digital antara lain GoPay, LinkAja dan OVO. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jokowi-tunjuk-nadiem-makarim-jadi-mendikbud-pentingnya-libatkan-pendiri-gojek-untuk-urai-birokrasi-pendidikan-125729">Jokowi tunjuk Nadiem Makarim jadi Mendikbud: pentingnya libatkan pendiri Gojek untuk urai birokrasi pendidikan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kartu Prakerja dalam kerangka kebijakan</h2>
<p>Mengapa kelompok kepentingan bisa mempengaruhi arah kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi? </p>
<p>Konsep proses pembuatan kebijakan oleh profesor ilmu politik John Kingdon bisa menjelaskan mengapa Kartu Prakerja didorong sebagai kebijakan menghadapi pandemi. </p>
<p>Ia <a href="https://books.google.com/books/about/Agendas_Alternatives_and_Public_Policies.html?id=OXsdSgAACAAJ">menggambarkan</a> proses pembentukan kebijakan sebagai <em>pertemuan</em> antara masalah, solusi, <em>dan</em> keinginan politik. </p>
<p>Di atas kertas, <a href="http://jdih.bappenas.go.id/artikel/detailartikel/647">siklus kebijakan</a> di Indonesia dimulai dengan proses evaluasi, kemudian legitimasi, dan diakhiri dengan implementasi. </p>
<p>Namun, di dunia nyata proses pembuatan kebijakan tidak sesederhana dan serasional itu. </p>
<p>Menurut Kingdon, dalam menentukan suatu kebijakan, kesediaan dan kemampuan para pembuat kebijakan dipengaruhi keyakinan mereka, persepsi tentang keadaan nasional, dan masukan yang mereka terima dari <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/9781315663937">kelompok kepentingan</a>. Kelompok kepentingan adalah individu-individu yang terorganisir untuk mempengaruhi pemerintah-misalnya asosiasi pengusaha, asosiasi buruh, dan partai politik. </p>
<p>Dalam kasus Kartu Prakerja, pemerintah berpacu dengan waktu untuk mengintervensi dampak pandemi terhadap kesejahteraan masyarakat. </p>
<p>Dalam proses pembuatan kebijakan, pejabat pembuat kebijakan di tingkat atas mendelegasikan proses pencarian solusi kepada beberapa birokrat yang kemudian berkonsultasi dengan kelompok-kelompok kepentingan. </p>
<p>Konsultasi biasanya dilakukan pemerintah untuk mempertimbangkan gagasan dan menghasilkan solusi. Di Indonesia, pelaksanaan forum konsultasi ini diatur dalam <a href="https://www.bappenas.go.id/id/data-dan-informasi-utama/produk-hukum-peraturan-perundangan/undang-undang/uu-no25-tahun-2004-tentang-sistem-perencanaan-pembangunan-nasional-sppn/">UU</a> tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU ini menyatakan bahwa sebuah kebijakan harus melewati proses forum musyawarah yang melibatkan perwakilan masyarakat. </p>
<p>Dalam kebijakan Kartu Prakerja tidak ada informasi kepada publik apakah proses konsultasi dengan masyarakat dilakukan, bagaimana prosesnya, dan siapa yang diundang.</p>
<p>Menurut Kingdon, dalam masa krisis, kelompok-kelompok kepentingan bisa sangat efektif mengangkat kepentingan mereka dalam agenda pemerintah. </p>
<p>Kelompok-kelompok ini mungkin telah lama memperjuangkan ‘solusi’ mereka untuk mendapatkan perhatian atau dukungan dari pemerintah. Pada kesempatan ini mereka akan berupaya mendapatkan dukungan dari para pejabat pembuat kebijakan.</p>
<p>Kelompok kepentingan mendorong kepentingan mereka melalui lobi dengan <a href="https://theconversation.com/lobbying-101-how-interest-groups-influence-politicians-and-the-public-to-get-what-they-want-60569">berbagai cara</a>. Mulai dari memberikan donasi, mengatur imbalan tidak langsung <a href="https://www.integrity-indonesia.com/id/blog/2019/12/04/kapan-quid-pro-quo-menjadi-fraud/">(<em>quid pro quo</em>)</a> misalnya memberikan jabatan bagi pejabat yang ‘ramah’, hingga <a href="https://www.adamsmith.org/blog/thinkpieces/the-impact-of-interest-groups-on-public-policy-2">membantu penyusunan regulasi </a> untuk kebijakan terkait.</p>
<p>Karena sifatnya yang cenderung bertentangan dengan prinsip <a href="https://www.oecd.org/corruption/ethics/Lobbying-Brochure.pdf">tata kelola pemerintahan</a> yang baik, lobi tidak dilakukan secara terang-terangan. </p>
<p>Lobi selalu dilakukan dibalik kegiatan investasi yang taktis. Misalnya beberapa perusahaan pembayaran berbasis teknologi seperti GoPay, Link Aja, dan OVO, gencar memberikan <a href="https://katadata.co.id/berita/2019/09/24/transaksinya-murah-gopay-hingga-linkaja-berpeluang-tingkatkan-bansos">pernyataan melalui media</a> bahwa bisnis mereka akan dapat meningkatkan efektifitas bantuan sosial, jauh sebelum Kartu Prakerja muncul. </p>
<p>Atau ketika Ruang Guru ‘membeli’ kredibilitas dengan menggelar konferensi pendidikan <a href="https://blog.ruangguru.com/hadir-di-learning-innovation-summit-2018-menteri-keuangan-sri-mulyani-dukung-siswa-memperoleh-alternatif-belajar-di-luar-sekolah">Learning Innovation Summit</a> pada Maret 2018 dengan mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani dan para pejabat kementerian dan dinas pendidikan dari seluruh Indonesia.</p>
<p>Kartu Prakerja menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan dibuat di tengah krisis di Indonesia.</p>
<p>Program Kartu Prakerja adalah kebijakan yang muncul dari pertemuan antara masalah, solusi, dan keinginan politik - dan masing-masing datang dari waktu dan tempat yang berbeda.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/yang-bisa-dipelajari-dari-kasus-belva-ruangguru-dan-andi-taufan-amartha-136393">Yang bisa dipelajari dari kasus Belva Ruangguru dan Andi Taufan Amartha</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Modifikasi Kartu Prakerja di tengah pandemi</h2>
<p>Sebagai sebuah kebijakan, Kartu Prakerja bukanlah solusi yang mengakar pada masalah publik. Kartu Prakerja adalah solusi yang dimodifikasi untuk mengakomodir kepentingan kelompok.</p>
<p>Dari sisi manajemen hingga pelaksanaan, Kartu Prakerja tidak memperlihatkan kesesuaian dengan rencana pemerintah. </p>
<p>Dalam dokumen <a href="https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/rencana-kerja-pemerintah-rkp-tahun-2020/">Rencana Kerja Pemerintah 2020</a>, pemerintah menargetkan pembentukan sebuah lembaga pengelola Kartu Prakerja yang profesional. Lembaga ini perlu dijalankan oleh orang-orang yang punya keahlian di bidang pelatihan dan ketenagakerjaan. </p>
<p>Saat ini, manajemen pelaksana program Kartu Prakerja diisi oleh pejabat dari di Kantor Staf Presiden (KSP), sebuah <a href="http://ksp.go.id/">pusat kendali pemerintahan dan pengendalian prioritas nasional</a>, yang tidak memiliki latar belakang yang selaras dengan kebutuhan lembaga. Misalnya, posisi <a href="https://feb.ugm.ac.id/en/profile/lecturers/2317-denni-puspa-purbasari">direktur eksekutif</a> diisi seorang ekonom; sedangkan posisi <a href="https://lkyspp.nus.edu.sg/news-events/news/details/from-private-sector-to-public-service">direktur komunikasi</a> diisi orang yang sebelumnya memegang jabatan Government Relation di Gojek dan Treasury Director di Visa.</p>
<p>Kartu Prakerja tidak mendorong pelatihan yang terkait industri 4.0 seperti yang dicanangkan dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/131386/perpres-no-18-tahun-2020">(RPJMN) 2020-2024</a> maupun oleh Kementerian Perindustrian. Berdasarkan peta jalan <a href="https://www.kemenperin.go.id/download/18384">“Making Indonesia 4.0”</a>, Kementerian Perindustrian menetapkan lima sektor manufaktur prioritas: industri makanan dan minuman; tekstil dan pakaian; otomotif; elektronik; dan kimia.</p>
<p>Dalam laman resmi Kartu Prakerja, tidak ada pelatihan terkait kelima industri diatas. Beberapa contoh pelatihan yang ditawarkan lewat program ini adalah tentang <a href="https://skillacademy.com/bundle-course/BUNDLE-YEYOKRBE">berjualan <em>online</em></a>, <a href="https://www.luarsekolah.com/kelas/online/belajar-menjadi-perias-profesional2">tata rias</a>, dan <a href="https://www.tokopedia.com/kartu-prakerja/partner/sekolah-desain/1969/">fotografi</a>. </p>
<p>Pelatihan yang diberikan juga bertentangan dengan prinsip-prinsip vokasi. Berdasarkan <a href="http://simkeu.kemdikbud.go.id/index.php/peraturan1/8-uu-undang-undang/12-uu-no-20-tahun-2003-tentang-sistem-pendidikan-nasional">UU tentang Sistem Pendidikan Nasional</a>, pendidikan vokasi bertujuan meningkatkan penguasaan keahlian terapan tertentu. Maka, pendidikan vokasi perlu mendorong lebih banyak praktek daripada teori. </p>
<p>Pelatihan yang ditawarkan Kartu Prakerja seluruhnya adalah teori; praktek diserahkan sepenuhnya pada peserta. </p>
<p>Jelas bahwa Kartu Prakerja yang saat ini ditawarkan bukanlah solusi untuk masalah publik, seperti kemiskinan dan pengangguran. Kartu Prakerja merupakan solusi untuk kelompok kepentingan yang dibungkus sebagai solusi untuk masalah publik. </p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/137021/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Resya Kania tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kartu Prakerja yang saat ini ditawarkan bukanlah solusi untuk masalah publik, seperti kemiskinan dan pengangguran. Kartu Prakerja adalah kepentingan yang dibungkus sebagai solusi publik.Resya Kania, PhD Candidate in Social Policy, University of BirminghamLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1341422020-03-19T10:31:11Z2020-03-19T10:31:11ZMemperbaiki akses bersepeda bisa memberdayakan perempuan di daerah miskin<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/321511/original/file-20200319-60960-vgm9mv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebuah sepeda tua di antara persawahan di Jawa Tengah.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Paddy_fields_in_Sukoharjo_Regency,_Central_Java,_Indonesia.jpg">Wikimedia Commons/Azisrif</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Penelitian telah menunjukkan bahwa bersepeda bermanfaat bagi kesehatan, lingkungan, juga sektor sosial dan ekonomi.</p>
<p>Bersepeda menjadi alternatif yang ideal bagi perempuan yang memiliki mobilitas terbatas akibat diskriminasi status sosial-ekonomi dan gender di berbagai <a href="https://www.cogitatiopress.com/socialinclusion/article/view/479">kota berkembang di Asia</a>. Bersepeda dapat membantu mereka bepergian sekaligus ke beberapa tujuan untuk memenuhi tanggung jawab mereka pekerjaan dan rumah tangga.</p>
<p>Di kota Surakarta, Jawa Tengah, kegiatan bersepeda sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. </p>
<p>Sejak dulu, jumlah perempuan yang bersepeda di kota yang juga dikenal sebagai Solo ini <a href="https://www.kotakita.org/publications-docs/Women%20on%20Wheels%20Report_150528.pdf">relatif sama</a> dengan laki-laki. Bersepeda membantu perempuan Solo mengakses pendidikan dan pekerjaan melalui mobilitas yang lebih baik.</p>
<p>Zaman dahulu, pemerintah kota dan pelaku industri juga menerapkan kebijakan pro-sepeda seperti insentif finansial untuk penggunaan sepeda dan adanya fasilitas parkir.</p>
<p>Namun, layaknya berbagai daerah yang mengalami urbanisasi di belahan dunia selatan, berkembangnya industri motor membuat kepemilikan sepeda motor di Solo meningkat pesat - dua kali lipat antara 2009 dan 2013 <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1361920916309610">menjadi hampir 424,000</a>. Hal ini membuat kualitas kebijakan yang mendukung penggunaan sepeda mengalami penurunan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jokowi-banyak-bangun-jalan-desa-riset-buktikan-ini-dapat-dukung-pemberdayaan-perempuan-113188">Jokowi banyak bangun jalan desa. Riset buktikan ini dapat dukung pemberdayaan perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/sjtg.12257">Penelitian kami</a> di Solo menemukan cara bagaimana meningkatkan kegiatan bersepeda, khususnya bagi perempuan yang tinggal di daerah yang memiliki minim transportasi umum.</p>
<p>Kami mengadakan diskusi kelompok (<em>focus group discussion</em>), wawancara, dan juga pengamatan lapangan yang melibatkan berbagai perempuan miskin dari 10 kelurahan di Solo yang memiliki akses terbatas pada jaringan transportasi publik.</p>
<h2>Bukan lagi kota ramah sepeda</h2>
<p>Jumlah sepeda motor di Solo hampir menyamai jumlah populasinya. Solo dengan pesat bergeser menjadi kota yang fokus pada perencanaan transportasi untuk memperbaiki akses dan infrastruktur kendaraan bermotor.</p>
<p>Sepeda kini hanya berjumlah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S136192091630961">1% dari sebaran penggunaan kendaraan</a> di kota tersebut, sedangkan sepeda motor 67%. Namun, peningkatan pesat kepemilikan motor ini bukan sesuatu yang bisa dinikmati oleh rumah tangga miskin. </p>
<p>Hal ini juga lebih berdampak pada perempuan karena kepemilikan motor biasanya diberikan pada laki-laki, alasannya karena <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/01494929.2015.1113224">peran gender mereka dalam rumah tangga</a>. Pada akhirnya, perempuan miskin di daerah miskin dengan akses minim terhadap transportasi umum seringkali hanya memiliki pilihan untuk menggunakan sepeda atau berjalan kaki untuk bepergian.</p>
<p>Kebijakan pemerintah daerah juga tidak mendukung penggunaan sepeda, meskipun terdapat beberapa inisiatif.</p>
<p>Dalam upaya untuk merevitalisasi kegiatan bersepeda di antara warganya, pemerintah Solo menyulap jalan arterinya, Jalan Slamet Riyadi, menjadi ruang publik untuk berjalan, bersepeda, dan kegiatan komunal lainnya untuk ‘<a href="https://www.uncrd.or.jp/content/documents/20238EST-City-Report_Indonesia-Surakarta.pdf">Solo Car Free Day</a>’ sejak 2010.</p>
<p>Jalur lambat sepanjang 28 kilometer (km) di Solo - yang memisahkan sepeda dengan kendaraan bermotor di beberapa jalur utama - juga merupakan yang <a href="https://www.uncrd.or.jp/content/documents/20238EST-City-Report_Indonesia-Surakarta.pdf">terpanjang di Indonesia</a>.</p>
<p>Namun, inisiatif-inisiatif baik ini terkonsentrasi di pusat kota, yang berjarak lebih dari 9 km dari daerah tempat tinggal sebagian besar narasumber kami.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=378&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=378&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=378&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/319551/original/file-20200310-61076-1mfdm9w.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=474&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Daerah yang menjadi fokus penelitian kami, berdasarkan indeks marjinalisasi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/sjtg.12257">(Lily Song)</a>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pengguna sepeda motor juga sudah mendominasi penggunaan jalur lambat dan jalan kecil lainnya; ini seringkali membahayakan pengguna sepeda lain yang turut menggunakan jalan tersebut.</p>
<p>Kombinasi dari masalah akses dan juga dominasi sepeda motor, membuat jalanan perkotaan menjadi sangat susah diakses oleh mayoritas pengguna sepeda perempuan yang bertempat tinggal di daerah yang jauh dari jalur transportasi umum.</p>
<p>Di tengah berbagai hambatan, banyak perempuan yang memilih untuk tetap bersepeda di Solo, meskipun sebagian besar hanya bersepeda di sekitar kelurahan mereka. Hal ini karena jalan lokal membuat pengalaman bersepeda mereka menjadi sedikit lebih baik.</p>
<p>Lebih dari sepertiga responden kami menggunakan sepeda untuk belanja di pasar dan juga toko kelontong.</p>
<p>Bersepeda juga cukup populer di kalangan siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, yang memiliki persentase penggunaan sepeda tertinggi di antara perempuan.</p>
<p>Ketika berangkat sekolah, misal, 52% siswi menggunakan sepeda. Bandingkan dengan 20% yang berjalan dan hanya 5% yang menggunakan transportasi umum.</p>
<p>Tapi, angka ini turun secara signifikan untuk siswi di level Sekolah Menengah Atas, kemungkinan besar karena sekolah mereka terletak di pusat kota atau jauh dari tempat tinggal.</p>
<p>Berubahnya peran gender seiring usia juga bisa menjelaskan penurunan ini. Perempuan muda dengan usia 16-25 tahun memiliki angka penggunaan sepeda terendah, disusul dengan perempuan berusia 25-34. </p>
<p>Temuan-temuan ini mengindikasikan bahwa bersepeda masih memiliki peran penting di kehidupan banyak perempuan di Solo.</p>
<p>Tanpa dukungan yang cukup dari pemerintah, perempuan miskin di daerah yang minim akses transportasi umum adalah yang paling banyak dirugikan.</p>
<h2>Apa yang harus dilakukan?</h2>
<p>Dalam wawancara yang kami lakukan, banyak responden mengusulkan perluasan jalur lambat untuk juga diterapkan di jalan-jalan lain di luar jalan utama.</p>
<p>Artinya, pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan daerah-daerah penduduk di Solo yang tersebar untuk memperbaiki akses sepeda supaya mereka bisa melakukan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, bersekolah, dan kegiatan ekonomi penting lainnya - bukan hanya untuk rekreasi warga yang ada di tengah kota.</p>
<p>Setelah menyambung jalan utama di tengah kota dengan daerah-daerah di pinggiran pun, tantangan lain muncul: sepeda motor makin mendominasi jalanan dan juga ruang publik secara umum.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/321529/original/file-20200319-22590-1no3m55.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Banyak responden merasa tidak berdaya dan kesulitan menempatkan diri di antara pengguna sepeda motor.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Yayasan Kota Kita)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Banyak responden kami merasa tidak berdaya dan kesulitan menempatkan diri di antara pengguna sepeda motor - mereka selalu dibayangi rasa takut akan ditabrak dari berbagai arah.</p>
<p>Untuk perempuan yang bersepeda jarak jauh di luar tempat tinggal mereka, strategi yang umum digunakan adalah bepergian melalui jalan alternatif.</p>
<p>Mereka yakin bahwa dengan bersepeda di jalanan yang yang lebih lokal dan kecil, mereka dapat berkendara dengan lebih cepat, nyaman, dan menjangkau lebih banyak tempat.</p>
<p>Untuk mendukung praktik-praktik tersebut, pemerintah perlu menerapkan intervensi aktif di berbagai jalanan untuk mengurangi, membatasi, dan di kasus tertentu, melarang kendaraan bermotor sepenuhnya.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/321541/original/file-20200319-22636-jqm5k1.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Strategi yang umum digunakan adalah bepergian melalui jalanan yang lebih lokal dan kecil.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Yayasan Kota Kita)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Responden kami menekankan bagaimana pengguna sepeda merasa tidak dihargai karena tidak ada fasilitas parkir yang disediakan - bahkan ketika mereka bersedia membayar harga yang sama dengan pengguna motor.</p>
<p>Mereka menekankan pentingnya memperbaiki infrastruktur sepeda - seperti menyediakan jalur atau kantong parkir khusus - seperti yang sudah ada untuk sepeda motor. Hal ini sangat penting untuk perempuan yang memiliki <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0956247810363526">banyak keperluan dalam sekali jalan</a>.</p>
<p>Kerentanan terhadap <a href="https://www.nap.edu/read/22901/chapter/24">pelecehan dan tindak kejahatan</a>, ditambah lagi dengan norma budaya, juga menjadi hambatan bagi perempuan untuk bersepeda.</p>
<p>Beberapa menyarankan perempuan untuk bersepeda secara berkelompok untuk mencegah pelecehan, serangan fisik, atau perampokan - khususnya di pagi hari ketika mereka harus pergi ke pasar atau masjid.</p>
<p>Beberapa responden lain mendiskusikan upaya pendidikan masyarakat yang menyasar berbagai kelompok usia perempuan, dengan fokus memberikan penjelasan tentang manfaat bersepeda bagi kesehatan, lalu kemudahan dan lingkungan ramah sepeda.</p>
<hr>
<p><em>Penelitian “Women on Wheels” (Perempuan Bersepeda) di Solo didukung oleh <a href="https://www.kotakita.org/index.html">Yayasan Kota Kita</a> dan dilakukan bersama dengan John Taylor (FAO Bangladesh) dan Mariel Kirschen (Nelson/Nygaard Consulting).</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/134142/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini didukung oleh Yayasan Kota Kita dengan pendanaan dari Vinnova.</span></em></p>Motorisasi pesat membuat Kota Solo memprioritaskan kebijakan yang mendukung akses sepeda motor, dengan perhatian yang minim untuk pengendara sepeda sehingga membuat perempuan miskin termarjinalisasi.Lily Song, Lecturer in Urban Planning and Design, Harvard UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1306072020-01-31T14:42:44Z2020-01-31T14:42:44ZRiset: Perhutanan Sosial di Indonesia mampu lindungi lingkungan dan turunkan tingkat kemiskinan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/311966/original/file-20200127-81341-13zlk1v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3982%2C2250&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Hutan Desa bisa menurunkan kemiskinan dan deforestasi jika dilakukan dengan baik. </span> <span class="attribution"><span class="source">Fehmiu Roffytavare/shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Presiden Joko “Jokowi” Widodo kembali melanjutkan program pemberian izin ke masyarakat adat dan masyarakat sekitar hutan untuk mengelola hutan di bawah Skema Perhutanan Sosial pada periode kedua pemerintahannya. </p>
<p>Meski saat ini belum ada angka target pasti, namun pada periode pertama, Presiden Jokowi sudah mengeluarkan izin bagi masyarakat adat dan lokal untuk mengelola <a href="https://data.tempo.co/read/540/sebaran-realisasi-hutan-sosial">3,5 juta hektar (27%) dari 12,7 hektare lahan di seluruh Indonesia</a>. </p>
<p><a href="http://pkps.menlhk.go.id/">Skema Perhutanan Sosial</a> memiliki 5 bentuk, yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan (kemitraan antara perusahaan, baik swasta atau negara, dengan masyarakat lokal untuk mengelola kawasan hutan). </p>
<p>Skema ini bertujuan menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat sekitar hutan dengan pemberian akses untuk mengelola kawasan hutan agar mereka mendapatkan manfaat ekonomi. Selain itu, skema ini juga diharapkan mampu menekan laju deforestasi. </p>
<p>Kami melakukan penelitian dalam pengelolaan beberapa Hutan Desa di pulau Kalimantan antara tahun 2008 hingga 2014. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kami menemukan skema Perhutanan Sosial terbukti mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan juga menekan laju deforestasi, terutama di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang dilindungi atau sekitar area produksi terbatas, di mana jumlah penebangan pohon dibatasi.</p>
<h2>Penelitian kami</h2>
<p>Kami meneliti 41 kawasan hutan yang sudah memiliki izin Hutan Desa di berbagai lokasi di Kalimantan. Kawasan hutan ini adalah bagian dari <a href="https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/2137">1,4 juta hektare hutan</a> serta lahan kritis yang mendapatkan status sebagai Hutan Desa hingga saat ini.</p>
<p>Kawasan hutan ini dipilih karena sudah memegang izin pengembangan Hutan Desa sejak tahun 2009. Ada sekitar 2.000 jiwa hidup di sekitar Hutan Desa. </p>
<p>Kami membandingkan laju deforestasi dan tingkat kemiskinan di hutan-hutan desa ini dengan laju deforestasi dan tingkat kemiskinan di desa tanpa skema Hutan Desa, antara tahun 2008 hingga 2014.</p>
<p>Kami menggunakan 18 indikator kemiskinan yang menggambarkan 5 dimensi kesejahteraan yaitu dasar (kondisi hidup), fisik (infrastruktur), finansial (sumber pendapatan); sosial (jaminan sosial dan frekuensi konflik), serta keamanan lingkungan (pencegahan bencana alam).</p>
<p>Hasilnya, lebih dari setengah, atau 51%, dari 41 Hutan Desa tersebut mengalami penurunan tingkat kemiskinan dan laju deforestasi.</p>
<p>Namun, hanya 18% Hutan Desa yang mengalami penurunan, baik laju deforestasi dan tingkat kemiskinan, dan 13% Hutan Desa hanya mampu menurunkan laju deforestasi.</p>
<p>Kesimpulannya, skema Hutan Desa dari program Perhutanan Sosial mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan laju deforestasi, walau tidak di semua lokasi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/308595/original/file-20200106-123389-1d1zlxr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/308595/original/file-20200106-123389-1d1zlxr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=330&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/308595/original/file-20200106-123389-1d1zlxr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=330&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/308595/original/file-20200106-123389-1d1zlxr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=330&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/308595/original/file-20200106-123389-1d1zlxr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=415&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/308595/original/file-20200106-123389-1d1zlxr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=415&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/308595/original/file-20200106-123389-1d1zlxr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=415&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kami menemukan bahwa 51% Hutan Desa mengalami penurunan deforestasi dan kemiskinan. Sementara, 18% mengalami penurunan laju deforestasi dan kemiskinan, sementara 13% hanya deforestasi yang menurun. Hasil lengkap bisa dibaca di jurnal <em>People and Nature</em>.</span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Lokasi Hutan Desa bekerja efektif</h2>
<p><a href="https://besjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/pan3.25">Skema Hutan Desa berdampak signifikan</a> bagi kawasan lindung sekitar DAS dan area produksi terbatas di Hutan Produksi. </p>
<p>Hal ini karena akses terbatas bagi manusia untuk masuk atau menebang pohon di area khusus ini. Hutan Desa dalam zona ini umumnya berlokasi di kawasan terpencil, yang juga jauh dari kota besar.</p>
<p>Rendahnya laju deforestasi juga disebabkan jarangnya aktivitas penebangan pohon. Dan, walau tingkat kemiskinan masih tinggi, warga desa, dengan bantuan LSM lokal, memperoleh pendapatan dari aktivitas melindungi hutan, seperti penanaman kembali pohon dan pengawasan.</p>
<p>Hingga saat ini, masyarakat desa pun masih merasakan dampak ekonomi dari skema tersebut dan tetap berusaha untuk meningkatkan taraf hidup mereka untuk menjadi mandiri. </p>
<p>Meski demikian, tidak semua Hutan Desa lain mendapatkan keuntungan yang sama akibat masih menghadapi ancaman perambahan hutan dan kebakaran gambut. </p>
<p>Penelitian kami juga menemukan bahwa <a href="https://www.forclime.org/documents/Books/Forestry%20English.pdf">desa-desa yang terletak di sekitar hutan tanaman industri dan perkebunan sawit</a> terbukti sedikit efektif untuk menjalankan skema Hutan Desa. </p>
<p>Hal ini karena perusahaan sawit maupun kayu di sana menjalankan operasi mereka dalam skala besar dan mendorong laju deforestasi. </p>
<p>Meskipun komunitas desa sudah semaksimal mungkin menjalankan Hutan Desa, studi kami menunjukkan bahwa skema Hutan Desa di dua kawasan tersebut belum mampu memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan.</p>
<h2>Bagaimana mengoptimalkan manfaat Hutan Desa</h2>
<p>Berdasarkan penelitian kami, terdapat empat rekomendasi bagi pemerintah untuk mengoptimalkan peran Hutan Desa dalam mengentaskan kemiskinan dan menekan laju deforestasi:</p>
<p>1) Fokus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membantu mereka mendapatkan sumber penghasilan dari hasil hutan nonkayu (contohnya karet), dan mengakui adanya pengetahuan tradisional atau adat yang bisa digunakan dalam mengelola hutan.</p>
<p>2) Tingkatkan sumber daya manusia dan finansial untuk menunjang program dan memastikan keberlangsungan restorasi lahan gambut kritis, terutama di Hutan Desa sekitar hutan tanaman industri dan perkebunan sawit. </p>
<p>Sekitar 40% area di bawah skema Perhutanan Sosial berlokasi dekat dengan hutan tanaman industri dan perkebunan sawit dan tersebar di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan bagian selatan Provinsi Papua Barat.</p>
<p>3) Integrasi skema Perhutanan Sosial di sekitar area hutan tanaman industri atau perkebunan sawit dengan mekanisme sertifikasi, seperti <em><a href="http://www.ispo-org.or.id/index.php?lang=en">Indonesian Sustainable Palm Oil</a></em> (ISPO) atau _<a href="https://rspo.org/">Roundtable on Sustainable Palm Oil</a> _(RSPO).</p>
<p>Harapannya, integrasi ini mampu memberikan posisi tawar bagi penduduk desa di hadapan pengusaha kebun atau hutan, terutama ketika mereka ingin memperoleh bantuan finansial.</p>
<p>4) Sebar <a href="https://news.mongabay.com/2018/03/public-access-to-indonesian-plantation-data-still-mired-in-bureaucracy/;%20https://www.mongabay.co.id/2019/03/25/tak-buka-data-hgu-koalisi-akan-pidanakan-kementerian-atr/">data Kementerian Agraria dan Tata Ruang</a> ke publik. </p>
<p>Hal ini penting untuk meningkatkan transparansi, serta menurunkan risiko saling menyalahkan dan membuat kita kembali kepada posisi awal. </p>
<p><em>Stefanus Agustino Sitor menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p>
<hr>
<p>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/130607/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Truly Santika menerima dana dari UK Darwin Initiative antara tahun 2016 dan 2019.
</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Matthew Struebig menerima dana dari UK Darwin Initiative antara tahun 2016 dan 2019 untuk penelitian Hutan Desa di Indonesia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sugeng Budiharta menerima dana dari UK Darwin Initiative Project untuk Monitoring dan Evaluasi Perhutanan Sosial di Indonesia antara tahun 2016 dan 2019 sebagai periset dan ahli kebijakan.
</span></em></p>Penelitian membuktikan skema perhutanan sosial, yaitu Hutan Desa, bisa menurunkan tingkat kemiskinan, namun juga untuk menekan laju deforestasi.Truly Santika, Adjunct Research Fellow, The University of QueenslandMatthew Struebig, Reader in Conservation Science, University of KentSugeng Budiharta, Researcher in Conservation Biology and Restoration Ecology, Purwodadi Botanic Garden, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1297202020-01-13T22:55:03Z2020-01-13T22:55:03ZDapatkah pariwisata mengurangi kemiskinan global?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/309548/original/file-20200112-103990-1x3h8ys.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Berapa banyak yang ia bisa nikmati?</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/pelledipesca/13773491175/in/photolist-mZ7K4M-gNUVEm-9sCH9W-fnxuqb-qPBa23-9DacXo-6mdkz7-6m9e9p-6mdjLG-6m98fx-6mdfNb-6m9fHi-6QvUtq-bvyvt7-7c9HwE-9bp7wB-9bsepC-7c5Pi8-6md5BY-o8ikCg-6m9aoc-6mdmSo-8s6BXE-6mdhXy-6m94MV-dGeGug-6mdor9-6m9bRB-6mdnK9-6m95VK-6mdfrq-6m9fck-6mdqYb-6m8RKH-6md2mL-6m8UZ4-6m9gHv-6m93AK-5VTfdd-6md7VY-4qXrTZ-6md6U3-6m8SNg-6md4Gu-6md1mf-6m954i-4Za8P5-fsmXkR-6m9cux-6m97Up">Rachele Caretti/flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Bukankah hebat jika sesuatu yang sederhana dan menyenangkan seperti berwisata ke luar negeri dapat membantu mengakhiri suatu hal yang menindas dan sudah ada sejak lama seperti kemiskinan global? Apalagi mengingat industri pariwisata terus berkembang, dengan tingkat pertumbuhan setidaknya 4% setiap tahunnya sejak dasawarsa 1960-an (tapi sempat ada perlambatan sejenak pada 2009, <a href="http://mkt.unwto.org/barometer">menurut Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO)</a>. </p>
<p>Pada 2016, lebih dari 1,3 miliar wisatawan internasional menghabiskan sekitar US$1,4 triliun. Itu setara dengan <a href="https://www.google.co.nz/publicdata/explore?ds=d5bncppjof8f9_&met_y=ny_gdp_mktp_cd&idim=country:AUS:CAN:IND&hl=en&dl=en">produk domestik bruto</a> Australia disebarkan di penjuru dunia.</p>
<p>PBB sendiri telah mendeklarasikan tahun 2017 sebagai <a href="http://www.tourism4development2017.org/">Tahun Pariwisata Berkesinambungan untuk Pembangunan Internasional</a>, mempromosikan peran berwisata ke luar negeri dalam mengurangi kemiskinan. Tapi seberapa besar perputaran uang lewat pariwisata global menjangkau negara-negara miskin?</p>
<h2>Banyaknya uang di sektor pariwisata</h2>
<p>Peneliti dari Griffith University dan University of Surrey menciptakan sebuah alat untuk mencari tahu hal tersebut bernama – <a href="http://www.tourismdashboard.org">Global Sustainable Tourism Dashboard</a>. Sedikit bocoran, hasilnya tidak terlalu bagus.</p>
<p>Dasbor tersebut diluncurkan pada Januari 2017 untuk mengukur dampak dan kontribusi pariwisata terhadap <a href="https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs">Tujuan Pembangunan Berkelanjutan</a> 2015-2030 PBB. Beberapa di antara indikator terkait kesinambungan dalam dasbor ini turut menunjukkan apakah pariwisata benar-benar membagikan kekayaan dengan melacak berapa banyak devisa yang didapat oleh <a href="https://theconversation.com/bhutan-and-nepal-two-least-developed-countries-that-could-change-the-face-of-asia-70616">negara tertinggal</a> dan <a href="https://sustainabledevelopment.un.org/topics/sids">negara-negara kepulauan berkembang</a>. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/-lFCjpX9CJ0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Sekitar 14% penduduk dunia <a href="http://unohrlls.org/about-ldcs/facts-and-figures-2/">tinggal di negara-negara terbelakang (yang di antaranya terdiri atas Kamboja dan Senegal)</a>, dan negara-negara berkembang pulau kecil, seperti Vanuatu dan Republik Dominika.</p>
<p>Pada 2016 negara-negara tersebut hanya mendapat 5,6% dari perputaran uang pariwisata internasional. Jika kita mengeluarkan Singapura dari daftar, jatah yang didapat negara-negara tersebut menyusut menjadi 4,4% - hanya US$62 miliar dari US$1,4 triliun yang dibelanjakan di seluruh dunia lewat pariwisata pada 2016.</p>
<p>Secara umum, dasbor tersebut menunjukkan bahwa pariwisata global adalah pertukaran ekonomi di antara <a href="http://tourismdashboard.org/explore-the-data/equality-of-travel/">negara-negara kaya</a>. Warga negara dari sepuluh negara, yang mayoritas berada di Eropa dan Amerika Utara, melakukan sekitar separuh perjalanan internasional. Negara Cina, yang pada tahun 1995 bukan anggota dari klub ini, baru bergabung ke dalamnya pada 2000.</p>
<h2>Uang tidak bisa membeli segalanya</h2>
<p>Meski proporsinya tidak besar, jumlah uang yang dikeluarkan para wisatawan di negara-negara berkembang tersebut masih cukup fantastis - US$79 miliar pada 2016. Itu setara dengan gabungan anggaran bantuan asing Amerika Serikat, Jerman, Inggris Raya, dan Prancis, <a href="https://www.weforum.org/agenda/2016/08/foreign-aid-these-countries-are-the-most-generous/">menurut data World Economic Forum</a>. </p>
<p>Namun uang bukanlah satu-satunya alat dalam mengentas kan kemiskinan. Jika demikian, Thailand, tujuan wisata terpopuler keempat di dunia, seharusnya jadi kaya (Thailand meraup <a href="http://tourismdashboard.org/explore-the-data/equality-of-travel/">US$54 miliar</a> dari pariwisata internasional pada 2016).</p>
<p>Apakah suntikan dana bisa menjadi pembangunan bergantung pada <a href="https://books.google.co.nz/books/about/Tourism_and_Poverty.html?id=zt8kPMRB-QMC&redir_esc=y">faktor-faktor yang sudah diteliti secara seksama</a>. Contohnya negara-negara terbelakang kekurangan barang dan jasa penting yang dibutuhkan wisatawan, seperti bandara, akomodasi, tempat wisata, pemandu wisata, dan jaringan telekomunikasi.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"773265232483332097"}"></div></p>
<p>Para ekonom menyebutnya sebagai “<a href="http://www.investopedia.com/terms/l/leakage.asp?lgl=rira-baseline-vertical">kebocoran</a>”. Ketika suatu negara harus mengimpor segalanya, mulai dari generator dan panel surya hingga jenis makanan tertentu, ia gagal menggerakkan perekonomian lokal karena cukup banyak uang yang diterimanya dari pariwisata harus dikeluarkan untuk membeli barang-barang tadi.</p>
<p>Di negara-negara berkembang, tingkat kebocoran bervariasi dari 40% di India hingga 80% di Mauritius, menurut Lea Lange yang menulis <a href="https://www.giz.de/expertise/downloads/giz2013-en-tourism-exploring-the-leakage-effect.pdf">sebuah makalah pada 2011 untuk lembaga bantuan pembangunan Jerman GIZ</a>, bergantung pada faktor-faktor yang digunakan dalam analisis.</p>
<p>Salah satu penyebab kebocoran ialah investor di bidang pariwisata di negara-negara tersebut biasanya adalah orang asing, sehingga keuntungan yang didapat dibawa keluar dari negara yang bersangkutan. Kapal pesiar adalah satu pelaku terberatnya. Kapal-kapal tersebut bisa saja berlabuh di belasan negara-negara berkembang pulau kecil, tapi laba yang didapatnya diberikan kepada kantor pusat, yang biasanya berada di negara-negara Barat. </p>
<h2>Jangan sampai uangnya dibawa keluar</h2>
<p>Pemerintah negara-negara tersebut dapat mengurangi kebocoran dengan berpikir secara strategis terkait proses pembelian, menekankan pada pengembangan bisnis lokal, memadukan rantai pasok, dan meningkatkan anggaran pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan pekerja di sektor pariwisata.</p>
<p>Penyesuaian-penyesuaian tersebut berhasil membantu Samoa, yang salah satu pilar utama ekonominya adalah pariwisata, membangun portofolio yang lebih beragam dan menjanjikan. Pendapatan dari pariwisata naik dari US$73 juta pada 2005 menjadi <a href="http://mkt.unwto.org/barometer">US$141 juta pada 2015</a> (pada harga saat ini), dan menyumbang <a href="https://pafpnet.spc.int/attachments/article/684/Samoa-Tourism-Sector-Plan-2014-2019.pdf">20% dari produk domestik bruto negara tersebut</a>. Samoa dikunjungi sekitar 134.000 wisatawan mancanegara setiap tahunnya. </p>
<p>Salah satu inovasi yang dibuat secara bersama-sama oleh donatur, pemerintah, dan kelompok masyarakat adalah memperbarui konsep <em>fales</em> - gubuk pantai sederhana, seringkali berudara terbuka yang biasanya digunakan wisatawan <em>backpacker</em> - untuk memikat wisatawan kelas atas. Inovasi ini berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dari pariwisata.</p>
<p>Dari 2.000 kamar hotel di Samoa, kini sekitar 340 di antaranya berupa <em>fales</em>, yang biasanya dimiliki dan dijalankan oleh keluarga-keluarga setempat. Otoritas Pariwisata Samoa membantu mereka pada aspek perencanaan bisnis, pemasaran, dan pengiriman layanan. </p>
<p>Pariwisata Samoa juga mendapat insentif melalui kontrak dengan <a href="http://www.thebodyshop.com.au/community-fair-trade/coconut-oil#.WWg5NoSGOHs">Body Shop</a> pada 2009 untuk membuat dan menjual produk kecantikan berbahan kelapa. Dengan terjaminnya kesinambungan dan skala usaha oleh Inisiatif Perempuan Samoa dalam Pengembangan Bisnis, kontrak ini sangat mungkin menciptakan sempalan pariwisata dalam negeri yang positif seperti ketangguhan perempuan Samoa dalam berwirausaha, kepercayaan bisnis, dan peningkatan citra Samoa dengan konotasi mewah.</p>
<p>Pada 2014, Samoa tidak lagi termasuk dalam daftar negara terbelakang.</p>
<p>Bagaimana devisa dari pariwisata berdampak bagi masyarakat setempat juga memerlukan komitmen perusahaan penanaman modal asing, terutama grup-grup hotel, untuk bermitra dengan dan berinvestasi pada warga di sekitarnya.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=269&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=269&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=269&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=338&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=338&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/178524/original/file-20170717-6069-qalen7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=338&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Global Sustainable Tourism Dashboard memberikan wawasan tentang bagaimana sektor ini berkontribusi terhadap tujuan keberlanjutan utama.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://tourismdashboard.org/explore-the-data/poverty-alleviation/">The Tourism Dashboard</a>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hotel The Marriott di Port au Prince adalah contoh bagus karena tidak hanya ia mendirikan toko pada 2015 di Haiti (salah satu <a href="https://www.un.org/development/desa/dpad/least-developed-country-category-haiti.html">negara paling terbelakang di dunia</a>) yang masih hancur pasca-gempa tapi juga atas inisiatif mereka untuk mempekerjakan warga setempat, memberi mereka upah yang baik, dan berfokus pada <a href="http://fortune.com/2015/03/05/employees-loyalty-marriott/">pengembangan profesional</a> karyawannya. Hal ini terbukti strategi bisnis yang baik. Karyawan yang bahagia membuat hotel tersebut memiliki tingkat pergantian karyawan yang sangat rendah.</p>
<h2>Agar pariwisata berhasil</h2>
<p>Ekuador, Fiji, dan Afrika Selatan adalah beberapa negara yang berhasil membuktikan bahwa pariwisata bisa berdampak pada pembangunan dan pengurangan kemiskinan. Agen perjalanan asal Inggris <a href="https://www.responsibletravel.com/holidays/responsible-tourism/travel-guide/economic-awards-category">Responsible Travel</a>, yang mengadakan Penghargaan Pariwisata Bertanggung Jawab Dunia setiap tahunnya, menampilkan lebih banyak contoh bagus lagi.</p>
<p>Organisasi internasional seperti PBB dapat membantu negara-negara dalam mencapai keseimbangan ini, misalnya dengan mendanai konektivitas pengangkutan dan memfasilitasi investasi infrastruktur yang paham akan potensi pemanfaatannya untuk pariwisata. </p>
<p>Pengembangan kapasitas di kalangan pemangku kepentingan dalam negeri juga penting. Keuntungan dari pariwisata baru dapat dibagi secara adil, biayanya dikelola secara efektif, dan pertumbuhannya berkesinambungan jika kantor-kantor pariwisata, hotel-hotel mewah, dan taman-taman wisata ekologis mempekerjakan dan dijalankan oleh warga setempat yang sudah terlatih dengan baik.</p>
<p>Individu juga memiliki peran dengan mengedepankan pilihan <a href="http://www.amadeus.com/web/amadeus/en_1A-corporate/Amadeus-Home/Travel-trends/Travel-community-trends/Future-Traveller-Tribes-2030/Ethical-Travellers/1319623906608-Page-AMAD_DetailPpal?assetid=1319624024905&assettype=StandardContent_C">perjalanan yang etis</a>. Wisatawan yang mengunjungi negara berkembang dapat memaksimalkan manfaat yang diberikannya kepada masyarakat yang dikunjunginya dengan “going local” dalam berbagai aspek mulai dari makanan, jasa wisata hingga pembelian kerajinan untuk cendera mata.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"685365678900117504"}"></div></p>
<p>Memilih perusahaan yang tersertifikasi “bertanggung jawab” dan cukup dengan menanyakan hal-hal yang tepat juga dapat mengirim pesan bahwa wisatawan peduli terhadap dampak dari perjalanan mereka.</p>
<p>Pariwisata tidak akan mengakhiri kemiskinan. Namun jika pemerintah, industri, dan konsumen mulai peduli, mereka bisa membuat perubahan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129720/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Susanne Becken tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pariwisata dunia adalah bisnis yang sedang booming, dengan wisatawan mengeluarkan US$1.4 trilyun tiap tahun. Siapakah yang mendapatkan keuntungan dari aliran uang ini?Susanne Becken, Professor of Sustainable Tourism and Director, Griffith Institute for Tourism, Griffith UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1284642019-12-16T05:39:50Z2019-12-16T05:39:50ZDana Desa bisa digunakan untuk proyek perubahan iklim. Ini caranya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/306814/original/file-20191213-85391-pg9t98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=12%2C19%2C4179%2C2746&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemerintah Indonesia sudah memasukkan program perubahan iklim ke dalam Dana Desa. Harapannya, bisa menurunkan emisi dan angka kemiskinan. </span> <span class="attribution"><span class="source">j.wootthisak/shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Tahun 2015, Indonesia <a href="https://www.theguardian.com/environment/2015/sep/21/indonesia-promises-to-cut-carbon-emissions-by-29-by-2030">berkomitmen</a> untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29%, atau setara dengan <a href="http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/dokumen/Indonesia-2nd_BUR_web.pdf">832.01 juta ton CO2</a>) hingga tahun 2030, dibandingkan jika negara tidak melakukan tindakan apa-apa. </p>
<p>Lebih lanjut, Indonesia siap menargetkan penurunan hingga 41% apabila ada bantuan internasional. Berdasarkan <a href="http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/dokumen/Indonesia-2nd_BUR_web.pdf">laporan</a> terbaru dari pemerintah, mereka membutuhkan 247 miliar dollar AS atau Rp3,5 triliun untuk mencapai target tersebut.</p>
<p>Untuk mencapai target penurununan emisi tersebut, selain soal uang, pemerintah RI juga membutuhkan dukungan dan partisipasi publik.</p>
<p>Salah satunya adalah pemberian insentif kepada pemerintahan desa dalam bentuk Dana Desa untuk mencapai keterlibatan aktif desa dalam program penurunan emisi.</p>
<p>Sejak tahun 2015, Dana Desa ini sudah disalurkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. </p>
<p>Dalam perkembangannya, <a href="http://www.djpbn.kemenkeu.go.id/kppn/metro/id/data-publikasi/informasi-umum/dana-desa.html">Dana Desa</a> mengalami peningkatan, dari Rp122 juta (8,896 dollar AS) di tahun 2015 menjadi Rp1,5 miliar (107,492.3 dollar AS) di tahun 2019, untuk setiap desa. </p>
<p>Sayangnya, sebagian besar desa di Indonesia masih menggunakan dana tersebut untuk membangun infrastruktur, sarana kesehatan, serta fasilitas penunjang pendidikan.</p>
<p>Kami melakukan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1389934118302909?via%3Dihub">penelitian</a> terhadap 38 desa di Provinsi Sulawesi Tenggara dan menemukan bahwa 30 desa di tahun 2017 lebih memilih proyek infrastruktur.</p>
<p>Semua desa memilih untuk menggunakan dana tersebut untuk proyek infrastruktur di tahun 2015. </p>
<p>Alasan utamanya adalah ketidakpahaman mereka tentang perubahan iklim. Para penduduk desa lebih meyakini bahwa membangun jembatan akan lebih memberikan keuntungan
ekonomi daripada menyelamatkan lingkungan. </p>
<p>Tetapi, mereka juga harus tahu bahwa desa pun bisa mendapatkan keuntungan dari proyek-proyek pro lingkungan.</p>
<h2>Tantangan utama</h2>
<p>Bagi masyarakat desa, isu lingkungan bukanlah prioritas jika dibandingkan dengan masalah pendidikan dan kesehatan. Komunitas lokal juga belum paham tentang cara menggunakan Dana Desa, sehingga infrastruktur menjadi pilihan utama. </p>
<p>Hal ini semakin diperparah dengan absennya bantuan teknis bagi desa-desa. </p>
<p>Dari 38 desa yang kami pelajari, hanya 42% yang mendapatkan bantuan teknis dalam menyiapkan dan menjalankan kegiatan yang disponsori oleh Dana Desa, sementara desa lain, 58%, tidak mendapatkan bantuan serupa. </p>
<p>Kami merekomendasikan agar pemerintah bisa mendukung penyediaan bantuan teknis, yaitu penyuluh, bagi setiap desa untuk peningkatan kesadaran akan dampak krisis iklim, serta cara melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. </p>
<p>Para penyuluh tersebut merupakan orang-orang yang bisa memberikan informasi kepada penduduk desa, terutama pilihan kegiatan apa saja yang mereka bisa pilih dan bisa ditujukan sebagai bentuk adaptasi atau mitigasi dari dampak krisis iklim. </p>
<p>Mereka harus bisa menjelaskan apa saja dampak iklim yang berubah terhadap kehidupan mereka dan bagaimana mereka bisa bertahan.</p>
<p>Misalnya, mereka dapat menginformasikan kepada petani tentang risiko gagal panen dan menyiapkan petani tentang diversifikasi tanaman. </p>
<h2>Peraturan baru</h2>
<p>Sebagai upaya untuk lebih melibatkan masyarakat dalam perlindungan lingkungan hidup, maka pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan peraturan menteri yang membuka kesempatan agar dana desa bisa digunakan untuk program <a href="http://jdih.kemendesa.go.id/assets/documents/1540785265_peraturan_menteri_desa_pembangunan_daerah_tertinggal_dan_transmigrasi_nomor_16_tahun_2018.pdf">mitigasi iklim dan perlindungan lingkungan</a> tahun 2018. </p>
<p>Dengan peraturan tersebut, pemerintah desa dapat mengalokasikan penggunaan Dana Desa dalam variasi kegiatan seperti: pemberantasan pembalakan liar, inovasi sumber energi terbarukan, pembangunan sarana irigasi dan sistem drainase, pengembangan bibit tanaman adaptif, akses informasi mengenai iklim, hingga konservasi sumber air.</p>
<p>Program-program tersebut, selain akan membantu target pemerintah RI untuk mengurangi emisi, juga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa. </p>
<p>Sayangnya, kurangnya penyebaran informasi dan promosi yang sesuai di desa-desa
membuat visi dari peraturan tersebut masih belum maksimal. </p>
<h2>Potensi di masa depan</h2>
<p>Peraturan menteri yang bisa menyediakan porsi dana dari Dana Desa khusus untuk aksi iklim, yang ddiharapkan bisa membantu percepatan program untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. </p>
<p>Sebelumnya, dari tahun 2008 hingga 2012, pemerintah sudah mengeluarkan skema untuk <a href="http://www.pnpm-mandiri.org/PNPMLMP.html">mendanai program-program pro lingkungan</a> melalui platform PNPM (Program Nasional Pendanaan Mandiri). PNPM ini dapat kita sebut pula sebagai cikal bakal program Dana Desa. </p>
<p>Dana dari PNPM disalurkan bersama-sama dengan bantuan teknis menyeluruh di <a href="http://documents.worldbank.org/curated/en/874891467995435494/pdf/101951-INDONESIAN-WP-PUBLIC-Box394819B.pdf">delapan provinsi percontohan</a>, termasuk Provinsi Sulawesi Tenggara.</p>
<p>Kita bisa mengambil contoh dari <a href="https://www.pasuruankab.go.id/berita-4373-melihat-dari-dekat-geliat-warga-desa-balunganyar-lekok-setelah-ditetapkan-menjadi-desa-mandiri-energi.html">Desa Bulunganyar, Pasuruan</a>, Jawa Timur, yang berhasil mengurangi pengeluaran rumah tangga melalui program perlindungan lingkungan. </p>
<p>Pemerintah Desa Bulunganyar menggunakan Dana Desa untuk membangun sarana instalasi biogas yang akan menghasilkan gas yang digunakan untuk memasak. Satu instalasi biogas, yang berharga sekitar Rp22 juta, dapat menyalurkan gas ke lima rumah.</p>
<p>Masyarakat desa pun tidak lagi perlu membeli tabung gas untuk memasak dan hanya perlu membayar Rp7,500 sebagai biaya perawatan. Polusi sungai pun menurun karena kotoran hewan yang biasa dibuang ke sana sekarang menjadi sumber biogas.</p>
<p>Pemerintah sepantasnya menyiapkan anggaran untuk menyediakan bantuan teknis lapangan ke tiap desa. Tujuannya? Tentu agar cerita sukses Desa Bulunganyar bisa terulang di desa-desa lain di penjuru Indonesia. </p>
<p>Sebagai masyarakat biasa, kita pun bisa mulai berharap akan lahirnya berbagai inovasi lain yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat desa serta menjadi solusi bagi masalah perubahan iklim. </p>
<p><em>Stefanus Agustino Sitor menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a></em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/128464/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini dilakukan oleh Yayasan Inobu sebagai bagian dari proyek Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang didanai oleh Australian Center for International Agricultural Research.
</span></em></p>Pemerintah Indonesia telah mendistribusikan dana bagi pengembangan desa. Tahun 2019, uang tersebut bisa digunakan untuk program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.Silvia Irawan, Executive Director, Yayasan InobuLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1278042019-11-27T01:32:01Z2019-11-27T01:32:01ZRasa sepi adalah kanker sosial, sama berbahayanya dengan kanker fisik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/303647/original/file-20191126-112499-xsigsh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/ptsd-mental-health-concept-young-depressed-1157218930?src=4a53bdd8-daa3-4645-a20d-c6a8a4873940-1-8&studio=1">Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Proyek ABC <a href="https://www.abc.net.au/news/2019-10-06/australia-talks-explained/11570332">Australia Talks</a> bertujuan mendorong perbincangan terkait topik-topik yang luas - dari jaminan kerja dan kebiasaan seksual hingga kebanggaan nasional dan keuangan pribadi.</p>
<p>Proyek ini berdasarkan hasil survei representatif terhadap lebih dari 50.000 orang Australia.</p>
<p>Satu pertanyaan yang difokuskan adalah “Apakah Anda kesepian? Dan saat Kepala ABC Itra Buttrose <a href="https://www.abc.net.au/news/2019-10-08/annabel-crabb-australia-talks-what-australians-worry-about/11579644">ditanya</a> apa yang paling mengejutkan dan mengkhawatirkan dari survei ini, dia menggarisbawahi data terkait rasa sepi.</p>
<p>Jadi, seberapa penting rasa kesepian? Apakah sama pentingnya dengan perubahan iklim, ekonomi atau pendidikan? Menurut kami iya, dan hasil-hasil survei ini akan menjelaskan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/1-in-3-young-adults-is-lonely-and-it-affects-their-mental-health-124267">1 in 3 young adults is lonely – and it affects their mental health</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kesepian membunuhmu</h2>
<p>Pertama, rasa sepi itu pembunuh. Sebuah meta-analisis berpengaruh, yang mengumpulkan dan menganalisis hasil dari hampir 150 penelitian, menggarisbawahi dampak kesehatan dari rasa sepi - lebih tepatnya, kurangnya integrasi sosial dan dukungan sosial.</p>
<p>Analisis ini menemukan bahwa rasa kesepian meningkatkan risiko kematian lebih besar dibanding pola makan buruk, obesitas, konsumsi alkohol dan kurangnya olahraga, dan sama berbahayanya dengan merokok berat.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dogs-really-can-chase-away-loneliness-125495">Dogs really can chase away loneliness</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Orang tidak tahu kesepian itu membunuh</h2>
<p>Kedua, sebagian besar orang tidak tahu bahwa kesepian itu berbahaya. Menurut <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277953617307505?via%3Dihub">riset kami</a>, orang di Inggris dan di Amerika Serikat ketika diminta membuat peringkat seberapa penting beragam faktor dalam kesehatan, integrasi sosial dan dukungan sosial ada di peringkat terbawah.</p>
<p>Namun, dalam penelitian yang akan terbit, kami menemukan kualitas hubungan sosial itu empat kali lebih penting dalam memprediksi kesehatan fisik dan mental pensiunan dibanding kondisi keuangan mereka.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/301688/original/file-20191114-77291-1fuupxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Saat orang pensiun, kualitas hubungan sosial mereka jauh lebih penting sebagai indikator kesehatan fisik dan mental ketimbang seberapa kaya mereka.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/group-active-senior-women-doing-aqua-487107589">from www.shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tapi kapan terakhir kali kita melihat iklan di TV yang menyerukan agar kita menata kehidupan sosial kita (alih-alih dana pensiun) sebelum berhenti bekerja? Kapan terakhir kali kita mendengar peringatan tentang bahaya kesepian dari tenaga ahli medis?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/i-really-have-thought-this-cant-go-on-loneliness-looms-for-rising-numbers-of-older-private-renters-118046">'I really have thought this can’t go on': loneliness looms for rising numbers of older private renters</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ketidaktahuan kita terhadap dampak kesehatan dari kesepian adalah cerminan kenyataan bahwa kesepian bukan bagian dari percakapan sehari-hari kita terkait kesehatan.</p>
<h2>Siapa yang merasa kesepian?</h2>
<p>Temuan paling mengejutkan dari survei nasional Australia Talks adalah demikian meluasnya rasa kesepian di Australia saat ini. Hanya setengah (54%) responden melaporkan "jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian.</p>
<p>Survei ini juga menemukan bahwa rasa kesepian menjadi tantangan khusus di beberapa kelompok orang. Tiga di antaranya menonjol.</p>
<p><strong>1. Orang muda</strong></p>
<p>Di antara orang berusia 18-34 tahun, hanya sepertiga (32%) yang “jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian. Lebih dari seperempat (30%) mengatakan merasa “sering” atau “selalu” merasa kesepian.</p>
<p>Sangat kontras dengan orang-orang yang lebih; lebih dari dua pertiga orang yang lebih tua (71%) “jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian. Citra yang sering kita gunakan bahwa orang yang kesepian biasanya orang yang berusia lanjut menunjukkan kita perlu memperbarui data (dan pola pikir kita).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/social-media-is-it-really-to-blame-for-young-people-being-lonelier-than-any-other-age-group-104292">Social media: is it really to blame for young people being lonelier than any other age group?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><strong>2. Penduduk di pusat kota</strong></p>
<p>Kelompok kedua yang mengalami kesepian sebagai masalah serius adalah orang-orang yang tinggal di tengah kota.</p>
<p>Dibanding mereka yang tinggal di pinggiran, orang yang tinggal di tengah area metropolitan lebih jarang mengatakan “jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian, tapi lebih sering mengaku “kadang”, “sering” atau “selalu” merasa sepi (50% vs 42%).</p>
<p>Lagi-lagi, ini berkebalikan dengan anggapan bahwa kesepian seringkali dirasakan oleh mereka yang tinggal berjauhan satu sama lain.</p>
<p>Tapi ini juga menunjukkan realitas psikologis dari rasa sepi. Kami mencatat di buku kami <a href="https://www.routledge.com/The-New-Psychology-of-Health-Unlocking-the-Social-Cure/Haslam-Jetten-Cruwys-Dingle-Haslam/p/book/9781138123885">The New Psychology of Health</a>, kesehatan dan kesejahteraan orang sangat berhubungan dengan kekuatan hubungan dan identifikasi dengan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1088868314523839">kelompok dan komunitas</a> dalam berbagai bentuk.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/many-people-feel-lonely-in-the-city-but-perhaps-third-places-can-help-with-that-92847">Many people feel lonely in the city, but perhaps 'third places' can help with that</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><strong>3. Orang dengan penghasilan rendah</strong></p>
<p>Sekitar 21% orang yang mempunyai penghasilan di bawah 600 dolar Australia (Rp5,7 juta) per minggu “sering” atau “selalu” merasa sepi. Sebagai perbandingan, orang berpenghasilan lebih dari 3000 dolar Australia yang “sering” atau “selalu” merasa sepi hanya setengahnya (10%).</p>
<p>Ini menunjukkan kenyataan umum (namun sering diabaikan) <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2920957/">di seluruh dunia</a> bahwa kemiskinan adalah faktor prediksi terbesar dari <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(15)00150-6/fulltext">kesehatan yang buruk</a>, terutama depresi dan penyakit mental lainnya.</p>
<p>Ini juga mendukung hasil pengamatan kami bahwa kalau kita cukup beruntung untuk memiliki banyak uang <a href="https://spssi.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/sipr.12049">saat pensiun</a>, maka ini akan memungkinkan kita untuk mempertahankan dan membangun hubungan sosial.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-we-could-make-the-retirement-system-more-sustainable-78185">How we could make the retirement system more sustainable</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang kita bisa lakukan terhadap rasa sepi?</h2>
<p>Jadi, ada banyak yang perlu kita diskusikan terkait rasa sepi. Diskusi perlu mempertanyakan apa yang akan kita lakukan untuk mengatasi kanker sosial yang sama berbahayanya dengan kanker fisik ini?</p>
<p>Bagi kita, sebagian besar jawabannya ada pada usaha untuk membangun kembali hubungan sosial berbasis kelompok yang terkikis oleh kehidupan modern.</p>
<p>Dalam kehidupan modern, banyak jenis komunitas - keluarga, bertetangga, jemaah, partai politik, serikat kerja, dan bahkan lingkungan kerja - yang terus-menerus di bawah ancaman. Mari kita mulai saling berbicara.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/designing-cities-to-counter-loneliness-lets-explore-the-possibilities-104853">Designing cities to counter loneliness? Let's explore the possibilities</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/127804/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alex Haslam receives funding from the Australian Research Council. He was a member of the Scientific Advisory Board for the ABC's Australia Talks project.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Catherine Haslam receives funding from the Australian Research Council and the Department of Veterans Affairs.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Tegan Cruwys receives funding from the National Health and Medical Research Council and the Australian Research Council.</span></em></p>Rasa kesepian meningkat risiko kematian lebih besar dibanding pola makan buruk, obesitas, konsumsi alkokhol dan kurangnya olahraga, dan sama berbahayanya dengan merokok berat. Mari kita saling bicara.Alex Haslam, Professor of Psychology and ARC Laureate Fellow, The University of QueenslandCatherine Haslam, Professor, School of Psychology, Faculty of Health and Behavioural Sciences, The University of QueenslandTegan Cruwys, Senior research fellow and clinical psychologist, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.