tag:theconversation.com,2011:/us/topics/kolusi-67825/articleskolusi – The Conversation2022-09-20T09:58:13Ztag:theconversation.com,2011:article/1905762022-09-20T09:58:13Z2022-09-20T09:58:13ZReformasi seleksi masuk perguruan tinggi ala Menteri Nadiem: terobosan yang baik tapi masih banyak PR<p>Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan (Mendikbudristek) Nadiem Makarim <a href="https://www.youtube.com/watch?v=fEuQ3ASlfVk">mengumumkan perubahan besar</a> terkait mekanisme seleksi pada tiga jalur masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia.</p>
<p>Ini mencakup perubahan kriteria seleksi pada jalur prestasi (SNMPTN), penggunaan tes tertulis yang fokus pada penalaran ketimbang hafalan mata pelajaran pada SBMPTN, dan penguatan transparansi pada seleksi jalur mandiri.</p>
<p>Beragam perubahan ini mulai <a href="https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/11/101800671/perubahan-aturan-seleksi-masuk-ptn-2023-calon-mahasiswa-wajib-tahu?page=all">berlaku pada tahun 2023</a>.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/fEuQ3ASlfVk?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Mendikbudristek Nadiem Makarim mengumumkan serangkaian perubahan terkait proses seleksi mahasiswa baru di Indonesia melalui kanal Youtube kementeriannya.</span></figcaption>
</figure>
<p>Menteri Nadiem memaparkan bahwa kebijakan ini bertujuan meningkatkan inklusivitas, kualitas, dan transparansi proses seleksi mahasiswa baru di Indonesia.</p>
<p>Selama ini, misalnya, tes mata pelajaran pada SBMPTN membuat banyak orang tua <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220910180610-20-846062/alasan-nadiem-ubah-pola-masuk-ptn-termasuk-diskriminasi-bimbel">berlomba membayar jasa bimbingan belajar (bimbel)</a> demi meloloskan anaknya – ini dianggap merugikan pelajar dari keluarga kurang mampu. Kampus juga <a href="https://theconversation.com/kasus-suap-rektor-unila-korupsi-penerimaan-mahasiswa-baru-semakin-subur-di-tengah-kapitalisme-akademik-189226?utm_medium=email&utm_campaign=Nawala%20TCID%20-%20YouthEd&utm_content=Nawala%20TCID%20-%20YouthEd+CID_9c44a5bf1d6d273a001e30771221adf9&utm_source=campaign_monitor_id&utm_term=rentan%20terhadap%20komersialisasi%20dan%20kasus%20suap">rentan terhadap komersialisasi dan kolusi</a> dalam seleksi jalur mandiri yang selama ini minim standardisasi, seperti yang terjadi pada Universitas Negeri Lampung (UNILA) beberapa waktu lalu.</p>
<p>Tetapi, apakah beragam perubahan ini akan cukup efektif menangkal masalah-masalah tersebut?</p>
<p>Meski patut diapresiasi, saya berpendapat bahwa paket kebijakan ini masih menyisakan beragam celah yang harus segera diselesaikan Kemdikbudristek demi benar-benar mewujudkan seleksi masuk perguruan tinggi yang baik dan berkeadilan.</p>
<h2>1. SNMPTN lebih menghargai minat siswa, tapi perlu verifikasi prestasi</h2>
<p>Kemdikbudristek mengubah kriteria seleksi jalur prestasi atau SNMPTN dengan harapan mendorong siswa SMA belajar dengan lebih menyeluruh, sembari memberi ruang bagi mereka mengejar minat (<em>passion</em>).</p>
<p>Dalam <a href="https://www.youtube.com/watch?v=fEuQ3ASlfVk&feature=emb_imp_woyt">proses seleksi SNMPTN selama ini</a>, program studi yang bisa dipilih siswa biasanya terbatasi penjurusan mereka selama SMA – IPA (sains), IPS (ilmu sosial), atau bahasa. Prodi kampus juga biasanya hanya mempertimbangkan nilai dari sejumlah mata pelajaran tertentu yang dianggap paling relevan dengan keilmuan prodi tersebut.</p>
<p>Tradisi ini cenderung membuat siswa minim ruang untuk mengeksplorasi minat dan aspirasi karier mereka begitu sudah ‘terjebak’ pada penjurusan tertentu di SMA.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/banyak-pekerja-salah-jurusan-apa-yang-harus-diperbaiki-di-sistem-pendidikan-indonesia-173662">Banyak pekerja salah jurusan: apa yang harus diperbaiki di sistem pendidikan Indonesia?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dalam regulasi baru SNMPTN, tiap prodi kini wajib mempertimbangkan nilai <em>seluruh</em> mata pelajaran dalam rapor siswa (minimal 50%). Mereka juga bisa menyeleksi berdasarkan komponen minat dan bakat seperti melihat prestasi atau portfolio seni (maksimal 50%).</p>
<p>Hal ini menawarkan fleksibilitas; siswa tak hanya terdorong untuk belajar seluruh bidang pelajaran, tapi juga lebih tenang mendaftar prodi tertentu karena tak lagi ‘dihakimi’ berdasarkan beberapa mata pelajaran saja. Selain itu, mereka lebih terdorong mengejar <em>passion</em> – misalnya lewat lomba, karya, dan konferensi – karena secara langsung berkontribusi pada peluang mereka dalam seleksi SNMPTN.</p>
<p>Akan tetapi, isu yang masih harus menjadi perhatian Kemdikbudristek adalah bagaimana melakukan verifikasi terhadap prestasi-prestasi tersebut. </p>
<p>Di berbagai kampus Amerika Serikat (AS), jalur prestasi untuk penerimaan atlet rentan terhadap pemalsuan dan persekongkolan.</p>
<p>Dalam <a href="https://www.espn.com/college-football/story/_/id/26240641/college-admissions-scandal-fake-athletes-alleged-bribes-aunt-becky">skandal ‘Varsity Blues’ yang sempat heboh di AS pada tahun 2019</a>, sebuah perusahaan konseling pendidikan tinggi membantu berbagai klien kaya – dari pebisnis hingga selebritas – memalsukan dokumen untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi terbaik.</p>
<p>Ini termasuk memalsukan profil dan prestasi sang anak, hingga partisipasi mereka dalam tim olahraga melalui foto rekayasa.</p>
<p>Ke depannya, ini menjadi PR bagi Kemdikbudristek dan dunia perguruan tinggi untuk mencegah praktik-praktik serupa.</p>
<h2>2. Hilangnya tes mapel SBMPTN: benarkah menghapus kesenjangan dan budaya bimbel?</h2>
<p>Pada SBMPTN tahun 2023, Kemdikbudristek memutuskan hanya akan memakai tes skolastik berbasis penalaran – mirip dengan <a href="https://www.princetonreview.com/college/sat-information">Scholastic Assessment Test (SAT)</a> di Amerika Serikat (AS) – dan menghapus tes mata pelajaran.</p>
<p>Selama ini, misalnya, tes mata pelajaran SBMPTN cenderung berbasis hafalan dan pemahaman yang dangkal, serta mendorong munculnya <a href="https://theconversation.com/mengapa-adanya-jasa-bimbel-bisa-sulitkan-pemerintah-ketahui-kualitas-pembelajaran-yang-sebenarnya-di-sekolah-115012">budaya bimbel</a>. Ini tentu merugikan keluarga kurang mampu yang tak bisa membayarnya.</p>
<p>Tapi, <a href="https://www.cnbc.com/2019/10/03/rich-students-get-better-sat-scores-heres-why.html">beragam</a> <a href="https://www.washingtonpost.com/news/wonk/wp/2014/03/05/these-four-charts-show-how-the-sat-favors-the-rich-educated-families/">studi</a> menunjukkan bahwa meski tes skolastik semacam SAT di AS memang bisa <a href="https://theconversation.com/college-rankings-might-as-well-be-student-rankings-122108">memprediksi potensi akademik</a> di perguruan tinggi, akurasinya juga cukup bervariasi terhadap <a href="https://www.researchgate.net/publication/280232788_Race_Poverty_and_SAT_Scores_Modeling_the_Influences_of_Family_Income_on_Black_and_White_High_School_Students'_SAT_Performance">latar belakang ekonomi mahasiswa</a>.</p>
<p>Sebagai contoh, semakin tinggi pendapatan keluarga dan pendidikan orang tua mahasiswa, semakin tinggi pula skor verbal dan penalaran matematika mereka. Ini bisa terjadi karena <a href="https://www.cnbc.com/2019/10/03/rich-students-get-better-sat-scores-heres-why.html">berbagai faktor</a>, termasuk menghadiri sekolah unggul dengan pendanaan yang baik, akses ke tutor pribadi, hingga mengikuti kelas persiapan tes yang berbayar.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-adanya-jasa-bimbel-bisa-sulitkan-pemerintah-ketahui-kualitas-pembelajaran-yang-sebenarnya-di-sekolah-115012">Mengapa adanya jasa bimbel bisa sulitkan pemerintah ketahui kualitas pembelajaran yang sebenarnya di sekolah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Keinginan negara memberantas budaya bimbel dengan biaya mencekik juga belum tentu bisa tercapai.</p>
<p>Siswa memang bisa mempelajari tes skolastik secara mandiri. Tapi, sebagai satu-satunya ujian pada jalur SBMPTN, tes skolastik ini bisa kembali mendorong orang tua untuk membayar biaya tinggi bagi kursus anaknya – sehingga tetap menyediakan ruang munculnya berbagai jasa persiapan tes. </p>
<h2>3. Penguatan transparansi pada jalur mandiri harus lebih menyeluruh</h2>
<p>Kemdikbudristek juga berupaya memperkuat transparansi seleksi jalur mandiri PTN dengan mewajibkan kampus mengumumkan kuota penerimaan, metode penilaian, hingga besaran biaya jauh sebelum peserta menjalani seleksi. Selain itu, kementerian juga membuka sistem <em>whistleblowing</em> untuk masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran. </p>
<p>Hal in semakin jadi perhatian publik menyusul <a href="https://theconversation.com/kasus-suap-rektor-unila-korupsi-penerimaan-mahasiswa-baru-semakin-subur-di-tengah-kapitalisme-akademik-189226">kasus suap jalur mandiri akhir-akhir ini</a>, termasuk di UNILA.</p>
<p>Tapi, masalah seleksi jalur mandiri tak hanya pada minimnya transparansi kepada publik.</p>
<p>Di dalam internal kampus, ada praktik-praktik ‘transaksional’ lain yang sulit dideteksi. Ini termasuk rahasisa umum adanya ‘kuota dosen’ untuk jalur mandiri di beberapa kampus – meski belum ada riset yang bisa menggambarkannya dengan rinci.</p>
<p>Dalam <a href="https://theconversation.com/kasus-suap-rektor-unila-korupsi-penerimaan-mahasiswa-baru-semakin-subur-di-tengah-kapitalisme-akademik-189226">artikel yang saya tulis</a> untuk <em>The Conversation</em> bulan lalu, saya menyarankan reformasi sistemik untuk menutup ruang korupsi dan suap di perguruan tinggi.</p>
<p>Ini termasuk penguatan fungsi <a href="https://www.hukumonline.com/kamus/m/mwa/page/2/">Majelis Wali Amanat (UI)</a> untuk mengawasi jalur mandiri hingga penerapan kerangka kepatuhan anti-suap dan korupsi (<a href="https://www.ed.ac.uk/files/atoms/files/courtmembercode-app2antibriberyandcorruptionpolicy.pdf"><em>Anti-Bribery and Corruption Compliance</em></a>) bagi kampus.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kasus-suap-rektor-unila-korupsi-penerimaan-mahasiswa-baru-semakin-subur-di-tengah-kapitalisme-akademik-189226">Kasus suap Rektor Unila: korupsi penerimaan mahasiswa baru semakin subur di tengah kapitalisme akademik</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Membangun sistem seleksi yang akurat dan berkeadilan</h2>
<p>Selain beberapa masalah yang tersisa di atas, kampus juga perlu memahami bahwa esensi dari seleksi perguruan tinggi sebagai suatu sistem ‘penyaringan’, adalah menakar potensi akademik calon mahasiswa.</p>
<p><a href="https://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.223.227&rep=rep1&type=pdf">Riset dari College Board</a> (lembaga ujian masuk kampus) di AS menunjukkan bahwa tes skolastik dan nilai rapor sekolah, secara akumulatif berpengaruh sebesar 13%-19% terhadap Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa di kampus. Jika tes skolastik saja, maka pengaruhnya hanya sebesar 6%.</p>
<p>Artinya, jika kampus ingin memastikan akurasi prediksi akademik dari calon mahasiswa, hasil tes sekolastik tetap memerlukan pertimbangan nilai rapor hingga prestasi mereka. Perlu sinergi yang lebih baik antara SMA/SMK/MA dengan perguruan tinggi untuk mewujudkan hal ini.</p>
<p>Sementara itu, untuk mewujudkan inklusivitas dalam seleksi mahasiswa baru, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan pendamping.</p>
<p>Misalnya, untuk mencegah diskriminasi, pemerintah dapat memberikan persiapan tes skolastik yang berkualitas untuk siswa yang tidak mampu. Lebih baik lagi, pemerintah <a href="https://www.brookings.edu/research/act-sat-for-all-a-cheap-effective-way-to-narrow-income-gaps-in-college/">bisa mengintegrasikan materi berbasis penalaran ke dalam kurikulum</a> pendidikan menengah seperti di banyak negara, sehingga siswa tak perlu lagi mempersiapkannya di luar sekolah.</p>
<p>Reformasi seleksi kampus ala Menteri Nadiem adalah terobosan baik. Tapi, pemerintah bersama dunia perguruan tinggi perlu menyelesaikan berbagai masalah yang tersisa guna mewujudkan sistem seleksi perguruan tinggi yang akurat dan berkeadilan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/190576/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ayu Anastasya Rachman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meski reformasi seleksi masuk perguruan tinggi ala Menteri Nadiem adalah terobosan yan baik, paket kebijakan ini masih menyisakan beragam celah dan pekerjaan rumah.Ayu Anastasya Rachman, PhD Student in International Relations, Diplomacy and Education's Political Economy, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1892262022-08-27T14:10:40Z2022-08-27T14:10:40ZKasus suap Rektor Unila: korupsi penerimaan mahasiswa baru semakin subur di tengah kapitalisme akademik<p>Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila), Karomani, bersama sejumlah pejabat kampus tersebut sebagai <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-62575407">tersangka kasus suap</a> seleksi mahasiswa jalur mandiri tahun 2022.</p>
<p>Rektor Unila diduga mematok “harga” <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/08/22/05000091/rektor-unila-libatkan-wakil-rektor-hingga-ketua-senat-untuk-terima-suap?page=all">Rp 100-350 juta</a> untuk meloloskan mahasiswa masuk ke kampusnya. Ia mengantongi total dana suap <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/08/23/11051621/kasus-suap-rektor-unila-ini-3-faktor-pemicu-sikap-korup-di-kampus?page=all">hingga Rp 5 miliar</a>.</p>
<p>Korupsi di perguruan tinggi negeri (PTN) dengan kedok penerimaan jalur mandiri sudah lama <a href="https://www.tribunnews.com/nasional/2022/08/22/kpk-sebut-praktik-suap-mahasiswa-baru-di-indonesia-sudah-lama-terjadi#google_vignette">menjadi rahasia umum</a>. Proses seleksinya yang cenderung tertutup <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-62575407">membuka ruang</a> bagi kampus untuk menerapkan praktik “transaksional”.</p>
<p>Menurut <a href="https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/74647/icw-praktik-korupsi-kampus-rugikan-negara-rp218-miliar">laporan Indonesia Corruption Watch</a>, kasus suap penerimaan mahasiswa baru hanyalah 1 dari 12 pola korupsi perguruan tinggi di Indonesia.</p>
<p>Seleksi mahasiswa di berbagai belahan dunia memang rentan terhadap praktik korupsi dan suap.</p>
<p>Ini terlihat dari penyuapan masif di beberapa kampus top Amerika Serikat (AS) pada tahun 2019 yang dijuluki <a href="https://news.detik.com/internasional/d-4465282/menyuap-untuk-masuk-kampus-elite-as-50-orang-termasuk-aktris-ditahan">skandal “<em>Varsity Blues</em>”</a>, hingga <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-62575407">korupsi pimpinan Unila</a> di Indonesia. Keduanya bahkan memiliki kesamaan motif: aktor intelektual dengan pengaruh dan kekuasaan mengumpulkan biaya besar dari orang tua yang putus asa untuk memasukkan anak mereka ke universitas bergengsi.</p>
<p>Saya melihat bahwa praktik korupsi dalam rekrutmen mahasiswa baru, yang harusnya berbasis merit dan keadilan, kini semakin gencar di tengah meningkatnya iklim kapitalisme akademik. Demi menjaga marwah perguruan tinggi, kita perlu mendorong perubahan secara sistemik.</p>
<h2>Subjektivitas jalur mandiri</h2>
<p>Penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri berdasarkan pada <a href="https://lldikti8.ristekdikti.go.id/2019/02/05/undang-undang-republik-indonesia-nomor-12-tahun-2012-tentang-pendidikan-tinggi/">Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT)</a>. Tujuannya agar PTN memiliki jalur alternatif selain SNMPTN dan SBMPTN untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa tiap institusi.</p>
<p>Kriteria jalur ini memang diumumkan secara transparan. Namun, UU PT memberi ruang bagi PTN untuk mengatur seleksinya sesuai <a href="https://lldikti8.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2019/07/Permenristekdikti-90-2017-ttg-Penerimaan-Mahasiswa-Baru-Program-Sarjana-Pada-PTN.pdf">kepentingan pribadi institusi</a>, sehingga bisa memiliki subjektivitas tinggi dan kerap mengabaikan kriteria kompetensi.</p>
<p>Subjektifitas ini bisa kita lihat dalam kasus suap Unila tahun 2022. <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/21/163000265/sebegini-besaran-suap-rektor-unila-untuk-luluskan-calon-mahasiswa-baru?page=all">Karomani memerintahkan bawahannya</a> untuk menyeleksi calon mahasiswa baru secara personal, salah satunya dengan menimbang gaji dan kesanggupan orang tua mereka membayar sejumlah uang.</p>
<p>Ditambah dengan kuota yang terbatas (maksimal 30%) dan peminat yang membludak, penerimaan mahasiswa pada jalur ini seringkali berdasarkan favoritisme, kekerabatan, dan potensi pundi-pundi uang keluarga para mahasiswa.</p>
<p>Jalur mandiri di lingkup PTN terkadang juga mengandung berbagai skema khusus – seperti ‘Jalur Olimpiade/Olahraga’, ‘Jalur Afirmasi’, atau bahkan ‘Jalur Daerah 3T’.</p>
<p>Penelitian pakar sosiologi AS, <a href="https://www.researchgate.net/publication/281453332_The_Chosen_The_Hidden_History_of_Admission_and_Exclusion_at_Harvard_Yale_and_Princeton">Jerome Karabel </a>, mengungkap bahwa jalur penerimaan mahasiswa afirmasi dari berbagai latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi kerap menjadi sekadar kedok untuk meningkatkan prestise institusi – ketimbang benar-benar sebagai bentuk komitmen kampus terhadap inklusivitas dan keberagaman.</p>
<h2>Gencarnya kapitalisme akademik</h2>
<p>Maraknya aksi aktor intelektual di balik korupsi penerimaan mahasiswa baru PTN juga muncul salah satunya akibat perguruan tinggi di Indonesia yang kini makin <a href="https://media.neliti.com/media/publications/252362-none-d24f9ec3.pdf">neoliberal</a> atau didekte oleh pasar. </p>
<p>Misanya, tuntutan pasar untuk <a href="https://theconversation.com/pemeringkatan-kampus-praktik-imperialisme-budaya-yang-menjebak-perguruan-tinggi-dalam-perlombaan-kosong-178536">menjadi ‘kampus kelas dunia’</a>, adanya <a href="https://jurnalhukumperatun.mahkamahagung.go.id/index.php/peratun/article/download/186/51/">pelimpahan kewenangan dari negara kepada PTN terutama yang berbadan hukum (PTN-BH)</a> untuk mengelola keuangan sendiri, serta berkurangnya alokasi <a href="https://www.kompasiana.com/mchmdabdlazs/573dd7fb509773200a739b21/dampak-berkurangnya-dana-boptn">dana hibah</a>, membuat banyak PTN mencari sumber dana alternatif untuk senantiasa berinvestasi demi meningkatkan keunggulan institusi.</p>
<p>Kondisi seperti inilah yang menurut peneliti pendidikan tinggi Sheila Slaughter dan Larry Leslie bisa mendorong kapitalisme akademik. </p>
<p>Universitas juga tersandera oleh budaya pemeringkatan global yang mendorong mereka pada <a href="https://theconversation.com/pemeringkatan-kampus-praktik-imperialisme-budaya-yang-menjebak-perguruan-tinggi-dalam-perlombaan-kosong-178536">praktik perlombaan kosong</a> untuk seakan-akan menaikkan daya saing.</p>
<p>Salah satu indikator keunggulan kampus pada <a href="https://www.universityrankings.ch/methodology/times">Times Higher Education</a>, misalnya, adalah pertumbuhan jumlah mahasiswa baru.</p>
<p>Banyak kampus kemudian membuka pendaftaran berbayar melalui jalur mandiri, bahkan <a href="https://pmb.iainpare.ac.id/detail-pengumuman/91/penerimaan-mahasiswa-baru-jalur-mandiri-gelombang-3-tahun-2022">berkali-kali dalam setahun</a>. Riset pun menemukan bahwa banyak kampus ternama di berbagai negara sengaja membatasi kuota jalur ini sekitar 10-15% saja, sehingga <a href="https://digitalcommons.law.byu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=3336&context=lawreview">mendongkrak eksklusivitas dan prestise institusi</a>, sekaligus menciptakan <a href="https://money.kompas.com/read/2021/12/18/110441326/pahami-pengertian-kelangkaan-dalam-ilmu-ekonomi?page=all">kelangkaan</a>, membuat <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/07/21/113507365/biaya-kuliah-jalur-mandiri-uns-undip-unpad-ui-dan-ub?page=all">biaya jalur mandiri</a> menjadi mahal, dan menaikkan hasrat masyarakat.</p>
<p>Tidak heran jika orang tua begitu putus asa dan terlibat dalam beragam bentuk korupsi, baik praktik suap maupun berbagai kedok sumbangan.</p>
<p>Orang tua kelas menengah akan menyuap kampus untuk mempertahankan status sosialnya. Sementara, orang miskin menjadi penonton para orang kaya yang menyuap orang kaya lainnya.</p>
<h2>Perlu perubahan sistemik</h2>
<p>Modus korupsi rektor Unila dan beberapa jajaran fakultas merupakan fenomena gunung es di Indonesia. Hal ini tidak akan bisa berhenti hanya dengan menangkap satu atau dua individu, atau hanya kasus per kasus.</p>
<p>Korupsi tumbuh dalam kegelapan dan kerahasiaan. Saya melihat setidaknya ada tiga perubahan yang bisa diterapkan oleh kampus untuk menutup ruang korupsi dan suap.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, perlu pendekatan struktural di dalam kampus supaya lebih transparan dan demokratis. </p>
<p>Kampus bisa meninjau kembali peran badan tertinggi di lingkup universitas, yakni <a href="https://old.ui.ac.id/tentang-ui/struktur-ui/majelis-wali-amanat.html">Majelis Wali Amanat (MWA)</a>, agar lebih independen dalam mengawasi PTN – termasuk dalam penerimaan mahasiswa baru.</p>
<p>Keanggotaan MWA PTN, yang berdasarkan <a href="https://www.hukumonline.com/kamus/m/mwa/page/2/">PP Nomor 51 tahun 2015</a> kini didominasi oleh unsur pimpinan kampus termasuk rektor, membuat identifikasi tindak korupsi unsur pimpinan kampus menjadi sulit. </p>
<p>Kewenangan MWA perlu diperkuat agar bisa memastikan seluruh proses dan aktivitas pimpinan kampus patuh terhadap hukum.</p>
<p>Jika perlu, ada pemisahan fungsi legislatif (mengangkat dan memberhentikan rektor, mengesahkan statuta, hingga mengusulkan anggaran) dengan fungsi yudikatif (pengawasan dan pengawalan terkait aturan dan anggaran), untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, sistem di dalam kampus juga terbentuk oleh pengaruh luar seperti kekuasaan dan uang. </p>
<p>Negara bisa memitigasi praktik korupsi dalam kampus dengan merevisi UU PT, terutama terkait jalur mandiri PTN, agar tidak kebablasan.</p>
<p>Dalam regulasi jalur mandiri, misalnya, pemerintah bisa mengadaptasi kerangka Kepatuhan Anti-Suap dan Korupsi <a href="https://www.ed.ac.uk/files/atoms/files/courtmembercode-app2antibriberyandcorruptionpolicy.pdf">(<em>Anti-Bribery and Corruption Compliance</em>) dari The Wolfsberg Group</a>, yang juga diterapkan oleh banyak kampus di dunia dalam mengembangkan standar keuangan untuk tindakan anti-korupsi dan pencucian uang. </p>
<p><a href="https://www.birmingham.ac.uk/documents/university/legal/bribery-policy.pdf">Universitas Birmingham</a> di Inggris, misalnya, telah menggunakannya untuk medefinisikan kategori kejahatan suap, serta menerapkan pencegahan dan penanganan yang berbasis risiko.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, dalam meredam iklim kapitalisme akademik, kampus sebaiknya <a href="https://www.huronconsultinggroup.com/insights/building-higher-education-future-business-model">beralih ke model bisnis yang berkelanjutan</a> dan menjauhi praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai akademik.</p>
<p>Misalnya, kampus dapat menerapkan model pendanaan berbasis kemitraan penelitian dengan melibatkan investasi dari <a href="https://www.researchgate.net/publication/338374442_THE_ACADEMIC_CAPITALISM_AND_THE_NEW_BUSINESS_MODEL_OF_THE_UNIVERSITIES">‘<em>triple-helix</em>’ (universitas-industri-pemerintah)</a>, ketimbang menaikkan uang kuliah mahasiswa. Sebab, tingginya biaya kuliah bisa <a href="https://theconversation.com/pakar-menjawab-kenapa-biaya-kuliah-naik-terus-lemahnya-model-bisnis-kampus-ancam-akses-pendidikan-tinggi-di-indonesia-188790">memperburuk akses pendidikan tinggi</a>.</p>
<p>Tiga hal di atas merupakan reformasi struktural yang harapannya dapat mengatasi masalah pengawasan dan dinamika pasar yang berperan dalam penyuapan penerimaaan mahasiswa.</p>
<p>Selain itu, orang tua dan mahasiswa juga harus berhenti membatasi diri mereka hanya sebagai konsumen PTN dengan nama dan fasilitas mewah.</p>
<p>Hadirnya berbagai perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia dengan prodi yang lebih beragam, serta institusi yang telah banyak terakreditasi, bisa dilihat sebagai pilihan alternatif yang baik untuk menempuh pendidikan tinggi.</p>
<p>Masyarakat tidak boleh lagi terjebak pada pola korupsi akibat kapitalisme akademik yang digencarkan oleh beberapa kampus yang tidak bertanggung jawab.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/189226/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ayu Anastasya Rachman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Korupsi rekrutmen mahasiswa baru, yang harusnya berbasis merit dan keadilan, kini makin gencar di tengah kapitalisme akademik. Perlu perubahan sistemik demi menjaga marwah perguruan tinggi.Ayu Anastasya Rachman, PhD Student in International Relations, Diplomacy and Education's Political Economy, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1870962022-07-16T09:09:14Z2022-07-16T09:09:14ZApakah Anda berencana memberi hadiah kepada guru sebagai rasa terima kasih? Pahami beberapa hal ini supaya tetap etis<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/474294/original/file-20220715-24-jz52nt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Banyak dari kita kini memberi apresiasi tinggi terhadap kerja keras para guru dan tenaga pengajar di tengah berbagai tantangan dan kesulitan yang mereka hadapi. Seringkali, kita ingin memberi mereka hadiah untuk menunjukkan apresiasi tersebut, atau sebagai rasa terima kasih sudah mengajar anak kita dengan baik.</p>
<p>Tapi, kado seperti apa yang bisa menunjukkan perasaan ini, namun tidak melanggar batasan etika antara orang tua murid dengan guru?</p>
<h2>Gratifikasi: bagaimana sih aturan pemberian hadiah?</h2>
<p>Beberapa konsep etika penting yang harus Anda pahami saat memberi kado kepada seorang guru adalah apakah hal ini bisa memengaruhi kinerja mereka atau menimbulkan konflik kepentingan – entah itu <a href="https://www.vit.vic.edu.au/__data/assets/pdf_file/0008/104948/Gifts-benefits-and-hospitality-policy.pdf">hanya perasaan saja, benar-benar berpotensi, ataupun memang telah terjadi</a>.</p>
<p>Persepsi publik mengenai pemberian kado tersebut juga penting. Dalam berbagai <a href="https://www.qcaa.qld.edu.au/downloads/about/qcaa_policy_gifts_benefits.pdf">kebijakan etika dan aturan</a>, hal ini bisa dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya, apakah kado ini diberikan secara diam-diam, seperti apa hubungan antara sang pemberi dan penerima kado, serta seberapa besar/mahal atau seberapa sering pemberian ini dilakukan.</p>
<p>Guru memang profesi yang tidak bisa lepas dari <a href="https://cdn.qct.edu.au/pdf/Promotion_TPQ.pdf">persepsi dan opini publik</a> – hampir semua orang pernah merasakan bangku pendidikan, dan oleh karenanya mereka punya opini tentang guru. Namun, kerap kali terjadi paradoks: seseorang bisa sangat apresiatif dalam memandang guru yang mengajar anak-anak mereka, tapi di sisi lain mereka punya pandangan yang berbeda, dan terkadang lebih kritis, tentang profesi pengajar.</p>
<p>Ini berarti bahwa kita sebaiknya mencari hadiah, cendera mata, atau bentuk rasa terima kasih apapun yang tidak mudah disalahartikan sebagai bentuk <a href="https://www.vit.vic.edu.au/professional-responsibilities/conduct-and-ethics">‘sogokan’ untuk mendapat perlakuan tertentu</a>, misalnya agar guru tersebut memberikan nilai bagus untuk anak Anda.</p>
<p>Setiap hadiah dan pemberian dapat berisiko terhadap reputasi seorang guru. Itulah kenapa uang atau benda yang mudah ditukar dengan uang (seperti saham) umumnya dilarang. Orang tua sebaiknya berhati-hati untuk tidak menghadiahi uang pada guru, seperti untuk makan-makan, atau memberikan kado perhiasan yang mahal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/guru-makin-sejahtera-di-era-desentralisasi-tapi-tidak-berdampak-pada-kualitas-pendidikan-86000">Guru makin sejahtera di era desentralisasi, tapi tidak berdampak pada kualitas pendidikan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Di Australia, negara tempat saya saat ini mengajarkan etika, setiap negara bagian dan wilayah punya kebijakannya masing-masing terkait etika pemberian hadiah dan hibah.</p>
<p>Di negara bagian Tasmania, sebuah kado harus bernilai <a href="https://publicdocumentcentre.education.tas.gov.au/library/Document%20Centre/Gifts-Benefits-and-Hospitality-Policy.pdf">kurang dari A$100</a> (sekitar Rp 1 juta). Para guru pun harus melapor pada kepala departemen mereka dan Kepolisian Tasmania jika ditawari hadiah uang. Di <a href="https://policies.education.nsw.gov.au/policy-library/policies/code-of-conduct-policy/DoE-Gifts-Benefits-Hospitality-procedures-2020.pdf">New South Wales (NSW)</a>, guru harus secara sopan menolak hadiah yang nilainya lebih dari A$50 (sekitar Rp 500 ribu). Jika ingin menerimanya, mereka harus mengajukan izin khusus.</p>
<p>Di Queensland, guru harus mengungkapkan sebagian besar hadiah yang mereka terima melalui sebuah formulir. Hadiah-hadiah tersebut harus disetujui sekolah dan tercatat dalam daftar hibah publik. Hadiah yang melebihi A$150 (sekitar 1,5 juta) juga harus melalui uji evaluasi kepatutan – dan biasanya yang nilainya <a href="https://www.qcaa.qld.edu.au/downloads/about/qcaa_policy_gifts_benefits.pdf">melebihi A$350 (sekitar 3,5 juta)</a> hampir pasti tidak lolos.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Many books." src="https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"><em>Voucher</em> buku yang tidak bisa diubah jadi uang adalah ide yang bagus untuk hadiah guru.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/many-old-books-book-shop-library-269516258">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kemudian, di <a href="http://det.wa.edu.au/policies/detcms/policy-planning-and-accountability/policies-framework/policies/acceptance-and-provision-of-gifts-policy-and-procedures.en?cat-id=3457081">Australia Barat</a>, seorang guru bisa menerima hadiah kecil yang nilainya kurang dari A$100 (sekitar 1 juta) – seperti coklat, bunga, <em>wine</em> (minuman anggur beralkohol), atau perhiasan sederhana – tanpa perlu mengungkapkannya kepada aparat atau departemen. Hadiah lain seperti barang habis pakai (konser tiker) atau properti (<em>smartphone</em>, komputer) harus mereka ungkapkan, daftarkan, dan kemudian disetujui oleh kepala sekolah atau direktur institusi pendidikan. Hadiah di atas A$1.000 (lebih dari 10 juta) tidak boleh mereka ambil untuk kepentingan pribadi.</p>
<p>Sementara itu, di Victoria, “kado apresiasi” untuk guru yang nilainya kurang dari A$100 (sekitar 1 juta) dari orang tua atau wali murid bisa mereka terima dan <a href="https://www.education.vic.gov.au/Documents/about/department/DET-gifts-benefits-hospitality-policy.pdf">tidak harus dilaporkan</a>.</p>
<h2>Jadi, apa yang bisa saya beri untuk guru?</h2>
<p>Beberapa pertanyaan yang harus Anda tanya kepada diri sendiri sebelum memberikan hadiah adalah:</p>
<ul>
<li><p>Apakah saya yakin bahwa hadiah ini murni bentuk rasa terima kasih dan apresiasi saya terhadap kinerja apik seorang guru yang sudah selesai mengajar (misalnya di akhir semester), dan saya benar-benar tidak punya ekspektasi apapun, seperti pengakuan publik atau balas jasa?</p></li>
<li><p>Apakah hadiah saya berlebihan atau bisa dianggap tidak pantas?</p></li>
<li><p>Apakah hadiah saya bisa ditukar dengan uang?</p></li>
<li><p>Apakah saya punya kebiasaan memberikan hadiah kepada guru tersebut? Jika iya, hitunglah total nilai dari hadiah-hadiah yang telah Anda berikan. Pastikan nilainya tidak berlebihan atau berpotensi memberi tekanan pada guru untuk memberikan perlakuan khusus kepada Anda atau anak Anda.</p></li>
</ul>
<p>Beberapa ide hadiah yang cukup etis adalah:</p>
<ul>
<li><p>Buku favorit Anda, atau suatu <em>voucher</em> buku yang <a href="https://www.fairtrading.nsw.gov.au/buying-products-and-services/ways-to-shop-and-pay/gift-cards-and-vouchers">tidak bisa ditukar dengan uang</a></p></li>
<li><p>Sebuah dasi, syal, atau aksesoris pakaian yang tidak mahal dan sederhana</p></li>
<li><p>Pena terukir (<em>engraved pen</em>), lilin beraroma atau pewangi ruangan, buku agenda, atau barang antik kecil, tentu selama harganya tidak berlebihan</p></li>
<li><p>Memberikan <a href="https://theconversation.com/feeling-pressured-to-buy-christmas-presents-read-this-and-think-twice-before-buying-candles-150174">kado yang Anda dapat dari orang lain (<em>regifting</em>)</a> yang kualitasnya masih baik, membuat kartu ucapan terima kasih bersama anak Anda, atau memberi satu pot kecil tanaman</p></li>
<li><p>Patungan dengan keluarga murid yang lain untuk hadiah yang lebih besar. Di Victoria, misalnya, suatu kado yang bernilai lebih dari A$500 (sekitar Rp 5 juta) bisa disetujui <a href="https://www.education.vic.gov.au/Documents/about/department/DET-gifts-benefits-hospitality-policy.pdf">jika diberikan oleh beberapa murid atau wali mereka secara bersama-sama</a>. Di Australia Barat, guru bisa menerima <a href="http://det.wa.edu.au/policies/detcms/policy-planning-and-accountability/policies-framework/policies/acceptance-and-provision-of-gifts-policy-and-procedures.en?cat-id=3457081">hadiah wisata atau liburan</a> sebagai kado perpisahan dari sekumpulan murid yang akan lulus. Selama guru tersebut memenuhi persyaratan pengungkapan dan disetujui secara internal, mereka bahkan bisa memanfaatkan hadiah tersebut sebagai suatu liburan personal tanpa harus meminta kembali izin cuti perjalanan</p></li>
<li><p>Membuat donasi atas nama guru tersebut. Di NSW, <a href="https://policies.education.nsw.gov.au/policy-library/policies/sponsorship-policy/PD-2005-0295-02-SponsProc.pdf">donasi uang dengan jumlah yang besar</a>, seperti A$1.000 (Rp 10 juta) untuk sumber daya perpustakaan atau perlengkapan taman bermain, adalah praktik yang diterima. Tapi, tentu konsultasikan dulu dengan sekolah Anda tentang proses donasi tersebut</p></li>
<li><p>Jika Anda tahu bahwa guru tersebut punya minat khusus terhadap, misalnya, konservasi lingkungan, kesetaraan akses pendidikan untuk perempuan, atau nasib anak-anak di wilayah konflik, Anda bisa memberi donasi pada lembaga amal atau filantropi yang terpercaya, atas nama mereka</p></li>
</ul>
<p>Beberapa departemen pendidikan di Australia juga <a href="https://www.education.sa.gov.au/webforms/thanked">mengajak murid dan orang tua</a> untuk mengungkapkan terima kasih secara publik pada guru mereka melalui suatu formulir daring.</p>
<p>Perimbangan etika terakhir adalah dari mana asal dari kado tersebut. Maksudnya, apakah hadiah tersebut diproduksi secara etis, dengan upah pekerja yang layak? Apakah bisa didaur ulang atau telagh dibuat secara berkelanjutan? Apakah produsen barang tersebut mendukung industri atau seniman lokal?</p>
<p>Jika Anda berkeinginan untuk menunjukkan apresiasi pada guru anak Anda, langkah terbaik bisa jadi menanyakan saja apa yang mereka perlukan, atau apa yang dibutuhkan sekolah mereka, untuk memastikan bahwa mereka bisa benar-benar menikmatinya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187096/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Daniella J. Forster tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ada berbagai aturan yang mengatur etika pemberian hadiah pada guru yang mengajar anak Anda. Tapi, ada beberapa prinsip utama yang harus tetap Anda perhatikan.Daniella J. Forster, Senior Lecturer, Educational ethics and philosophies, University of NewcastleLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1434482020-09-18T07:14:34Z2020-09-18T07:14:34ZPemberian gelar doktor kehormatan atau ‘Honoris Causa’ yang rawan kepentingan politik sakiti integritas akademik<p>Praktik pemberian pemberian gelar doktor kehormatan atau <em>honoris causa</em> (Dr. HC) sudah berlangsung sejak lama di Indonesia.</p>
<p>Dalam pendidikan tinggi Indonesia, gelar ini banyak diberikan kepada pejabat publik atau politikus sebagai instrumen balas budi, ajang membangun jaringan, serta perjanjian politik. </p>
<p>Beberapa hari lalu, misalnya, Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri – yang <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/06/16/21343481/cerita-bakal-dapat-gelar-doktor-lagi-di-hadapan-kader-pdi-p-megawati-saya?page=all">sudah mengoleksi</a> dua gelar profesor kehormatan dan sembilan gelar Dr HC – membeberkan kepada kader partainya bahwa ia akan mendapatkan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220616191315-32-809938/mega-mengaku-akan-dapat-5-gelar-doktor-lagi-tak-perlu-tepuk-tangan">lima gelar honoris causa</a> lagi dari sejumlah institusi.</p>
<p>Pada tahun 2020, ada juga <a href="https://jogja.suara.com/read/2020/07/11/121000/ini-alasan-uny-beri-gelar-honoris-causa-menteri-desa-abdul-halim-iskandar">pemberian gelar Dr HC pada Menteri Desa Tertinggal Abdul Halim</a> oleh rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Waktu itu, rektor UNY tersebut mencalonkan diri sebagai sebagai <a href="https://www.infogunungkidul.com/rektor-uny-mengaku-dilirik-nasdem-pan-pkb-dan-gerindra/">salah satu calon bupati dalam pilkada</a> di Kabupaten Gunung Kidul.</p>
<p>Contoh di atas menunjukkan praktik ini rawan dibajak kepentingan politik yang akhirnya mengkhianati perjuangan mahasiswa doktoral yang menghabiskan waktu meneliti bertahun-tahun untuk mendapatkan gelar tersebut. </p>
<h2>Bagaimana kampus mengobral gelar kehormatan</h2>
<p>Di Amerika Serikat - di mana praktik kontroversial ini sudah berlangsung lama - prioritas penerima gelar adalah <a href="https://www.theatlantic.com/education/archive/2015/09/bill-cosby-is-being-stripped-of-his-honorary-doctorates/408235/">penyumbang uang dalam jumlah besar</a> dan tokoh publik yang dapat memeriahkan acara wisuda.</p>
<p>Data terkait kampus top di Amerika Serikat yang tergabung dalam <em>Ivy League</em> menunjukkan gelar kehormatan diberikan <a href="https://priceonomics.com/why-do-colleges-give-out-honorary-degrees/">secara tidak proporsional</a> bukan kepada orang-orang berpengaruh pada bidang keilmuan, tetapi pada ikon budaya pop, tokoh politik terkenal, dan pengusaha kaya.</p>
<p>Arthur E. Levine, presiden Teachers College di Universitas Columbia, bahkan memperingatkan bagaimana pemberian gelar tersebut sering dijadikan <a href="https://www.nytimes.com/1999/05/31/nyregion/recognizing-achievement-adding-glitz.html">ajang pemburuan uang dan publisitas</a>. Seringkali pemberi dan penerima gelar saling memberikan bantuan berupa pendanaan dan dukungan politik.</p>
<p>Praktik seperti ini tidak berbeda jauh dengan yang terjadi di Indonesia. </p>
<p>Secara administratif kampus, pemberian gelar Dr HC memang harus melalui <a href="http://arsip.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/401/2016/12/sekilas-tentang-gelar-honoris-causa.pdf">beberapa mekanisme</a>.</p>
<p>Secara prosedur legal formal, jalan menuju pemberian gelar kehormatan sangat berat karena harus mendapatkan persetujuan dari beberapa pihak. </p>
<p>Tapi pada praktiknya, mekanisme ini sering dilanggar demi mengobral gelar ini untuk kepentingan politik. </p>
<p>Misalnya, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Jawa Barat pada tahun 2018 memberikan gelar Dr HC kepada Megawati karena perannya sebagai presiden kelima dan <a href="https://tirto.id/megawati-soekarnoputri-terima-gelar-doktor-honoris-causa-ipdn-cFRQ">berjasa membangun “kebijakan strategis politik pemerintahan”</a>.</p>
<p>Pemberian gelar tersebut melanggar beberapa aturan administrasi, salah satunya adalah penerima gelar kehormatan harus berlatar pendidikan minimal S1.</p>
<p>Megawati <a href="https://tirto.id/tak-punya-ijazah-s1-bisakah-megawati-terima-gelar-honoris-causa-cFTV">tidak pernah menyelesaikan program sarjana</a> yang sempat ia tempuh di Universitas Padjadjaran, Bandung pada tahun 1965 dan juga Universitas Indonesia, Jakarta pada tahun 1970.</p>
<p>Komisi Komponen Ahli yang berperan sebagai dewan pertimbangan pemberian gelar dari IPDN ini juga terdiri dari figur seperti <a href="https://nasional.tempo.co/read/1067867/megawati-dapat-gelar-doktor-honoris-causa-pertama-dari-ipdn">AM Hendropriyono dan Da'i Bachtiar</a>, masing-masing Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kepala Polisi Republik Indonesia (POLRI) ketika Megawati menjabat.</p>
<p>Terjadinya berbagai pelanggaran tentang pemberian gelar kehormatan ini mengindikasikan bahwa gelar Dr HC rawan menjadi instrumen balas budi, serta ajang membangun jaringan dan perjanjian politik. </p>
<p>Pemberian gelar Dr HC ini berbahaya jika dipolitisasi untuk kepentingan alat politik seseorang, seperti yang ditunjukkan pada kasus rektor UNY. Hal ini bisa berdampak lebih parah lagi untuk universitas yang kredibilitas dan integritasnya di mata publik bisa tergerus.</p>
<h2>Mengkhianati proses akademik</h2>
<p>Pemberian gelar Dr. HC yang diberikan begitu saja atas dasar kesepakatan politik juga mengkhianati proses akademik yang harus ditempuh seseorang untuk mendapatkan gelar doktor. </p>
<p>Seseorang membutuhkan waktu tiga sampai empat tahun untuk menyelesaikan studi di Inggris dan <a href="https://www.phdstudies.com/article/how-many-years-does-it-take-to-complete-a-phd/">5.8 tahun di Amerika Serikat</a>. Selama kurun waktu tersebut, mereka mengorbankan kedudukan, penghasilan, keluarga dan kehidupan sosial mereka.</p>
<p>Dari segi proses, mahasiswa doktoral di luar negeri juga melewati berbagai fase perjuangan dari awal menyiapkan keberangkatan hingga kembali pulang saat pulang ke negara asal.</p>
<p>Suatu <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-019-03459-7">analisis tahun 2019 di majalah Nature</a> tentang kehidupan mahasiswa doktoral menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga responden (36%) menderita depresi yang disebabkan oleh studi PhD mereka.</p>
<p>Mayoritas (76%) responden menghabiskan waktu mereka lebih dari 41 jam/minggu untuk studi doktoral, dan sekitar 10% responden bertanggung jawab untuk merawat anak di bawah usia 12 tahun.</p>
<p>Sulit bagi mereka untuk menjadi mahasiswa PhD sekaligus menjadi orang tua yang baik secara bersamaan. </p>
<p>Sementara itu, penerima gelar Dr HC tidak perlu mengalami itu semua. Mereka cenderung pasif karena proses lebih banyak dilakukan pihak perguruan tinggi dan pemerintah. </p>
<h2>Apa yang harus diperbaiki?</h2>
<p>Karena sifatnya yang rawan kepentingan politis, pemberian gelar Dr HC di Indonesia bisa dihilangkan. Universitas terkemuka di Amerika seperti Cornell, Stanford dan UCLA yang memilih untuk tidak memberikan gelar kehormatan tersebut.</p>
<p>Jika ingin tetap memberikan gelar tersebut, saya merekomendasikan tiga prinsip utama yang seharusnya dijalankan dalam pemberian gelar Dr HC untuk menghindari konflik kepentingan.</p>
<p><em>Pertama</em>, pemberi dan penerima gelar kehormatan harus memiliki komitmen untuk tidak saling “menggoda”.</p>
<p>Artinya, anggota senat universitas dan rektor tidak memberi rekomendasi untuk memberi gelar kepada pejabat publik. Sebaliknya, pejabat publik juga harus berkomitmen untuk untuk tidak menerima tawaran tersebut saat dia sedang menjabat.</p>
<p>Selama ini, tidak ada etika atau aturan tertulis yang melarang promotor untuk mengusulkan seseorang dengan jabatan publik. Dengan banyaknya kasus yang terjadi maka sudah waktunya etika ini dijadikan pedoman entah tertulis atau tidak untuk menghindari obral gelar tersebut. </p>
<p><em>Kedua</em>, perguruan tinggi harus berkomitmen untuk tidak memberikan gelar Dr HC saat momen politik seperti pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden untuk menghindari konflik kepentingan. </p>
<p>Idealnya, setahun sebelum dan sesudah tanggal pemilihan umum merupakan jangka waktu ideal untuk tidak memberikan gelar doktor kehormatan ini.</p>
<p><em>Ketiga</em>, pemberian gelar Dr HC harus fokus kepada kontribusi akademik yang diberikan secara selektif.</p>
<p>Saat ini, pemberian gelar Dr HC tidak berdampak secara nyata kepada peningkatan atmosfer akademik di perguruan tinggi. Karena bersifat simbolik, hampir tidak ada sumbangsih keilmuan dari penerima gelar kehormatan setelah mereka mendapatkan gelar Dr HC tersebut.</p>
<p>Harusnya, pemberian gelar ini bergantung pada seberapa besar ide-ide pemikiran mereka dikutip atau dijadikan landasan keilmuan oleh masyarakat umum dan masyarakat akademik. </p>
<p>University of Virginia, Amerika Serikat sudah memberikan contoh. Mereka memang memiliki <a href="https://www2.virginia.edu/registrar/records/98gradrec/chapter4/gchap4-1.13.html">kebijakan tegas untuk tidak memberikan gelar kehormatan</a>. Sebagai gantinya, mereka mempersembahkan “<a href="http://www.monticello.org/Day/foundation.html">Thomas Jefferson Foundation Medal</a>” bagi tokoh berprestasi di luar universitas, dalam bidang arsitektur dan hukum.</p>
<p>Penghargaan ini lebih elegan karena sesuai dengan prinsip akademik dan tidak menimbulkan keresahan politik.</p>
<hr>
<p><em>CATATAN EDITOR: berita ini diperbarui pada bulan Juni 2022 untuk menambahkan kabar terbaru terkait Megawati Soekarnoputri yang akan kembali mendapatkan lima gelar Dr HC.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/143448/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nizamuddin Sadiq tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemberian gelar kehormatan kepada pejabat publik rawan dibajak kepentingan politik dan bajak kepentingan politik dan menyakiti perjuangan mahasiswa doktoral dalam meraih gelar akademiknya.Nizamuddin Sadiq, Lecturer in English Language Education, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1301882020-01-30T01:44:29Z2020-01-30T01:44:29ZRiset temukan tiga penyebab praktik kecurangan pada pemilu 2014 dan 2019<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/312187/original/file-20200128-81395-141muhy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=147%2C278%2C4734%2C2940&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Made Nagi/EPA</span></span></figcaption></figure><p>Wahyu Setiawan, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awal bulan ini karena diduga menerima <a href="https://nasional.tempo.co/read/1296306/kpk-panggil-harun-masiku-sebagai-tersangka-suap-komisioner-kpu">suap</a> dari politikus.</p>
<p>Wahyu diduga menerima suap untuk <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/01/11/07520671/akhir-kiprah-wahyu-setiawan-di-kpu-ditahan-kpk-dan-mengundurkan-diri?page=all">menjamin</a> agar politikus PDI Perjuangan (PDI-P) Harun Masiku bisa ditetapkan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024. Wahyu diduga meminta uang hingga Rp 900 juta ke Harun.</p>
<p>Kasus tersebut merupakan salah satu bentuk kasus malapraktik dalam pemilihan umum (pemilu) di Indonesia. </p>
<p><a href="https://www.kcl.ac.uk/people/sarah-birch">Sarah Birch</a>, profesor ilmu politik di King’s College London, Inggris, <a href="https://www.researchgate.net/publication/288050847_Electoral_Malpractice">menjelaskan</a> malapraktik pemilu merupakan tindakan manipulasi untuk mengganggu proses dan hasil pemilu sehingga kepentingan publik digantikan oleh kepentingan pribadi atau kelompok yang mendapatkan keuntungan dari tindakan tersebut. </p>
<p>Saya bersama rekan-rekan saya telah melakukan penelitian tentang malapraktik yang terjadi pada pemilu 2014 dan 2019, dan menemukan tiga penyebab mengapa praktik kecurangan terus terjadi pada penyelenggaraan pemilu di Indonesia. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memahami-cara-kerja-buzzer-politik-indonesia-125243">Memahami cara kerja _buzzer_ politik Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Penyebab kecurangan</h2>
<p>Ada tiga penyebab malapraktik pemilu masih kerap terjadi di Indonesia. </p>
<p><strong>Pertama</strong>, relasi patronase yang kuat di antara para penyelenggara pemilu, calon legislatif (caleg) dan pemilih. Patronase politik adalah penggunaan sumber daya untuk memberikan imbalan kepada individu yang telah memberikan dukungan elektoral.</p>
<p>Setiap caleg atau pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) merasa perlu untuk mengeksploitasi relasi personal, patronase, ataupun kekerabatan demi kemenangan yang ingin diperoleh. </p>
<p>Relasi yang terbangun ini melibatkan hal-hal material dan non-material sebagai bahan transaksi di antara para aktor tersebut. Aspek material adalah biaya politik; sementara non-material berupa hubungan yang bersifat sosial dan kultural yang disebabkan karena kekerabatan ataupun hubungan kedekatan secara personal. </p>
<p>Ini yang terjadi pada kasus Wahyu di atas.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, sistem pemilu yang ada mendorong caleg menghalalkan segala cara untuk menang. Sistem pemilu legislatif Indonesia adalah <em>open list proporsional representation</em>, yaitu seorang caleg dapat terpilih karena mendapatkan suara terbanyak dalam daftar terbuka di partainya. Dalam sistem tertutup – yang pernah digunakan di pemilu sebelum 2004, terpilihnya seorang caleg ditentukan sepenuhnya oleh partai politik. </p>
<p>Sistem ini mendorong para caleg berlomba-lomba mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya. Salah satu akibatnya, kompetisi para caleg di internal partai sangat ketat dan keras. </p>
<p>Caleg yang merasa punya potensi kemenangan besar akan melakukan manipulasi suara dengan penggelembungan ataupun pengurangan suara dari lawannya sesama partai, ketimbang lawan dari partai lain. </p>
<p>Tahun lalu misalnya, Amran, seorang caleg DPRD Kabupaten Bintan, Riau, dari Golkar mengajukan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/08/07/07105071/67-gugatan-pileg-2019-diputuskan-mk-hanya-3-yang-dikabulkan-sebagaian?page=all">gugatan</a> ke Mahkamah Konstitusi di pemilu 2019 terhadap rekan separtainya, Aisyah. Amran mengklaim kehilangan sejumlah suara di sebuah tempat pemungutan suara (TPS) di Bintan Timur dan, di saat yang bersamaan, Aisyah mendapat tambahan suara.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, masih lemahnya sistem pendukung dalam pemilu kita yang dapat membuka celah terciptanya manipulasi suara. Manipulasi terjadi paling tidak pada dua hal, yakni data pemilih dan rekapitulasi penghitungan suara berjenjang. </p>
<p>Data pemilih dalam setiap pemilu kita selalu menjadi masalah serius karena data tidak pernah akurat. Sementara itu, rekapitulasi penghitungan berjenjang masih membuka peluang adanya kesalahan penghitungan dan berujung manipulasi hasil perolehan suara. </p>
<p>Masih ada celah, misalnya, untuk mengubah angka penghitungan suara di tingkat TPS hingga kecamatan. </p>
<p>Secara blak-blakan seorang calon anggota legislatif Partai Perindo mengatakan telah membayar Rp 600 juta kepada 10 dari 12 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di <a href="https://regional.kompas.com/read/2019/06/17/17435481/10-anggota-ppk-di-karawang-mengaku-terlibat-jual-beli-suara-dengan-caleg">Karawang</a>, Jawa Barat, pada 2019.</p>
<p>Sistem penyelenggaraan pemilu kita sebenarnya telah berupaya agar proses pelaksanaan pemilu dapat bekerja transparan dan akuntabel. KPU dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) memiliki sistem pengendalian dan pengawasan kepada seluruh aparat di bawahnya.</p>
<p>Namun, malapraktik terjadi karena memang para caleg yang merasa perlu untuk “mengotak-atik” proses demi keuntungan pribadi dan kelompoknya harus melibatkan para penyelenggara pemilu.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/semakin-banyak-perempuan-di-dpr-tapi-riset-ungkap-kehadiran-mereka-mungkin-tidak-signifikan-125013">Semakin banyak perempuan di DPR, tapi riset ungkap kehadiran mereka mungkin tidak signifikan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kaitan dengan riset lain</h2>
<p>Studi kami memperkaya berbagai kajian terkait dengan malapraktik pemilu yang sedang berkembang di dunia seperti yang telah dilakukan oleh Sarah Birch. </p>
<p>Berbagai studi telah mengidentifikasi adanya manipulasi terhadap hasil pemilu di Indonesia dengan titik tekan yang berbeda.</p>
<p>Edward Aspinall, profesor politik di Australian National University, Australia, dan Mada Sukmajati dosen ilmu politik dan pemerintahan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, <a href="https://nuspress.nus.edu.sg/products/electoral-dynamics-in-indonesia-money-politics-patronage-and-clientelism-at-the-grassroots">menjelaskan</a> bahwa jual beli suara (<em>vote buying</em>) yang terjadi di banyak lokasi di Indonesia disebabkan oleh ikatan-ikatan yang terjalin antara caleg dan kelompok pemilih. Hal yang sama juga terjadi melalui relasi dan kedekatan antara caleg dengan para penyelenggara pemilu.</p>
<p>Selain itu, <a href="https://www.bawaslu.go.id/id/publikasi/buku-pembiayaan-pemilu">sebuah kumpulan riset</a> yang diterbitkan Bawaslu menyebut bahwa salah satu aspek penting dalam manipulasi adalah arus uang dalam pemilu, seperti yang dilakukan oleh caleg Perindo di Karawang ataupun kasus Golkar di Bintan. </p>
<p>Seorang caleg, misalnya, mempersiapkan sejumlah uang untuk menyuap petugas dalam memanipulasi hasil pemilu, baik di level TPS hingga kabupaten/kota tempat proses rekapitulasi penghitungan suara masih dapat diganggu. Untuk melakukan tindakan manipulasi, para aktor ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.</p>
<p>Dalam penelitian lain saya bersama kolega di Universitas Indonesia sebelumnya tentang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), kami menemukan bahwa walau para penyelenggara pemilu di semua tingkatan telah dan selalu diingatkan dalam aspek integritas, kasus-kasus yang menyangkut kemandirian dan profesionalitas para penyelenggara pemilu tidak berkurang sama sekali. </p>
<p>Antara tahun 2018 dan 2019, ada <a href="https://www.wartaekonomi.co.id/read261724/soal-dugaan-pelanggaran-kode-etik-pemilu-2019-dkpp-ambil-langkah-tegas.html">1.030 kasus pengaduan</a> yang diterima oleh DKPP. Sebanyak 650 kasus disidangkan dan 144 orang penyelenggara pemilu diberhentikan tetap.</p>
<p>Tahun ini <a href="https://otda.kemendagri.go.id/berita-dan-informasi/pilkada-serentak-digelar-23-september-2020-ini-tahapannya/">pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak</a> akan dilakukan pada September. Malapraktik ini sulit dihentikan kecuali para penyelenggara pemilu memiliki tekad kuat untuk tidak melakukan tindakan curang sekecil apapun. </p>
<p>Publik, lewat lembaga masyarakat sipil ataupun media massa, bisa dan harus terus memperkuat pemantauan penyelenggaraan pemilu di semua daerah sehingga para kandidat dan para penyelenggara pemilu kesulitan untuk berkongsi untuk melakukan kecurangan. </p>
<p><em>Aisha Amelia Yasmin berkontribusi pada penerbitan artikel ini.</em></p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/130188/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Aditya Perdana menerima dana dari Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi dalam penelitian ini di kurun waktu 2017-2020. </span></em></p>Kecurangan terjadi karena kuatnya hubungan antara penyelengggara pemilu dan caleg, sistem pemilihan yang mendorong kompetisi keras, dan lemahnya sistem pendukung pemilihan.Aditya Perdana, Assistant Professor, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1132902019-03-18T09:28:09Z2019-03-18T09:28:09ZAlgoritme bantu pelaku bisnis online untuk tetapkan harga yang tinggi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/263810/original/file-20190314-28499-1qfppaj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C34%2C5760%2C3794&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/portrait-angry-beautiful-young-woman-wearing-1279989073?src=L5O2zW8U5jBNTZG1MHcCcQ-1-27">Dean Drobot/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Pernahkah Anda mencari sebuah produk di situs online pada pagi hari dan ketika mencarinya lagi pada malam hari harganya telah berubah? Anda mungkin telah menjadi korban sistem algoritme penjual online.</p>
<p>Secara tradisional ketika menentukan harga suatu produk, penjual mempertimbangkan nilai produk tersebut bagi pembeli dan berapa harga produk lain yang serupa, dan menetapkan apakah pembeli potensial sensitif terhadap perubahan harga. Tetapi di era digital ini, banyak hal telah berubah. Sistem algoritmelah yang menetapkan harga. Parahnya, sistem algoritme ini berkolusi dengan penjual untuk merugikan konsumen.</p>
<p>Awalnya, belanja online disebut-sebut memberikan manfaat bagi konsumen dengan memberikan mereka kesempatan untuk dapat dengan mudah membandingkan harga. Peningkatan persaingan ini akan memaksa penurunan harga seiring dengan meningkatnya jumlah pengecer. Tetapi <a href="https://www.researchgate.net/publication/318596610_Pricing_and_Revenue_Management">sistem penetapan harga manajemen pendapatan</a> memungkinkan pengecer online untuk menggunakan data pasar untuk memprediksi permintaan dan menetapkan harga yang sesuai untuk memaksimalkan keuntungan.</p>
<p>Sistem ini sangat populer di industri perhotelan dan pariwisata, terutama karena hotel memiliki biaya tetap, persediaan yang cepat rusak (makanan yang perlu dimakan sebelum menjadi busuk) dan tingkat permintaan yang berfluktuasi. Dalam kebanyakan kasus, sistem manajemen pendapatan memungkinkan hotel untuk menghitung tarif kamar ideal dengan cepat dan akurat menggunakan algoritme canggih, data kinerja masa lalu, dan data pasar saat ini. Tarif kamar kemudian dapat dengan mudah disesuaikan di mana pun mereka <a href="https://www.revfine.com/important-online-distribution-channels-hotels/">diiklankan</a>.</p>
<p>Sistem manajemen pendapatan ini telah menghasilkan sesuatu yang disebut dengan istilah “<a href="https://link.springer.com/article/10.1057/s41272-018-0147-z">penetapan harga dinamis</a>”. Istilah ini mengacu pada kemampuan penyedia online untuk secara instan mengubah harga barang atau jasa sebagai respons terhadap perubahan dalam penawaran dan permintaan, apakah itu produk yang tidak populer yang memenuhi gudang atau perjalanan dengan taksi online Uber yang tarifnya melonjak ketika larut malam. Oleh karenanya, konsumen saat ini menjadi lebih nyaman dengan gagasan bahwa harga online dapat dan memang seharusnya berfluktuasi, tidak hanya pada waktu penjualan, tetapi beberapa kali dalam satu hari.</p>
<p>Namun, <a href="https://mislove.org/publications/Amazon-WWW.pdf">program penetapan harga algoritmik</a> yang baru menjadi jauh lebih canggih daripada sistem yang lama karena perkembangan kecerdasan buatan. Manusia masih memainkan peran penting dalam sistem yang lama dengan menganalisis data yang dikumpulkan dan membuat keputusan akhir tentang harga. Tetapi sistem penetapan harga algoritmik sebagian besar bekerja sendiri.</p>
<p>Dengan cara yang sama perangkat pintar di rumah seperti misalnya <em>Amazon Echo</em> <a href="https://www.sas.com/en_gb/insights/analytics/machine-learning.html">mempelajari perilaku pengguna mereka</a> dari waktu ke waktu dan mengubah cara mereka beroperasi sesuai dengan penggunanya tersebut, program penetapan harga berdasarkan algoritme belajar melalui pengalaman pasar.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/260418/original/file-20190222-195879-1fgxine.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/260418/original/file-20190222-195879-1fgxine.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/260418/original/file-20190222-195879-1fgxine.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/260418/original/file-20190222-195879-1fgxine.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=431&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/260418/original/file-20190222-195879-1fgxine.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/260418/original/file-20190222-195879-1fgxine.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/260418/original/file-20190222-195879-1fgxine.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Algoritma penetapan harga secara konstan memperhatikan toko online lainnya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-shopping-clothes-online-731340991?src=R8prMHWFwoVBkoL_WEzAJw-1-19">Kaspar Grinvalds/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Algoritme tersebut mempelajari aktivitas toko online untuk mempelajari dinamika ekonomi pasar (bagaimana harga produk ditetapkan, pola konsumsi normal, tingkat penawaran dan permintaan). Tetapi mereka juga dapat secara tidak sengaja “berbicara” dengan program lainnya terus menerus untuk mengawasi penetapan harga dari penjual lain dan mempelajari harga yang pas di <a href="https://cepr.org/active/publications/discussion_papers/dp.php?dpno=13405">pasar</a>.</p>
<p>Algoritme ini tidak diprogram untuk memonitor algoritme lain. Tetapi mereka belajar bahwa cara tersebut adalah hal terbaik yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan mereka dalam memaksimalkan keuntungan. Hal ini menghasilkan <a href="https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2591874.36">kolusi harga yang tidak diinginkan</a>, yaitu harga ditetapkan dalam batas yang sangat dekat satu sama lain. Jika satu perusahaan menaikkan harga, sistem pesaing akan segera merespons dengan menaikkan harga mereka, menciptakan pasar yang berkolusi.</p>
<p>Memantau harga pesaing dan bereaksi terhadap perubahan harga adalah aktivitas normal dan legal untuk bisnis. Tetapi sistem penetapan harga algoritmik dapat melakukan hal ini secara berlebihan, menetapkan harga yang lebih tinggi daripada jika mereka berada dalam <a href="https://arxiv.org/pdf/1802.08061.pdf">pasar yang kompetitif</a> karena semuanya beroperasi dengan cara yang sama untuk memaksimalkan keuntungan.</p>
<p>Bagi perusahaan ini mungkin bagus, tetapi bagi konsumen yang harus membayar sama di mana pun mereka pergi, ini menjadi masalah, bahkan jika harga bisa lebih rendah. Pasar yang tidak kompetitif juga menghasilkan lebih sedikit inovasi, <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/443448/Productivity_and_competition_report.pdf">produktivitas yang lebih rendah</a>, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi yang lebih sedikit.</p>
<h2>Apa yang dapat kita lakukan?</h2>
<p>Ini menimbulkan pertanyaan yang menarik. Jika para programmer telah (secara tidak sengaja) gagal mencegah kolusi ini terjadi, apa yang harus terjadi? Di sebagian besar negara, kolusi diam-diam (di mana perusahaan tidak berkomunikasi secara langsung satu sama lain) tidak dipandang sebagai kegiatan ilegal.</p>
<p>Namun, perusahaan dan pengembangnya masih dapat dianggap bertanggung jawab terhadap sistem algoritme ini karena sistem ini diprogram oleh manusia. <a href="http://europa.eu/rapid/press-release_IP-17-201_en.htm">Komisi Eropa ( European Comission)</a> telah memperingatkan bahwa meluasnya penggunaan sistem algoritme dalam menetapkan harga di e-commerce dapat menghasilkan harga yang sangat tinggi di seluruh pasar, dan perangkat lunak harus dibangun <a href="https://www.freshfields.com/globalassets/our-thinking/campaigns/digital/mediainternet/pdf/freshfields-digital---pricing-algorithms---the-digital-collusion-scenarios.pdf">untuk mencegah terjadinya kolusi</a>.</p>
<p>Tetapi selama algoritme diprogram untuk memberikan keuntungan sebesar mungkin, dan dapat belajar bagaimana melakukan ini secara mandiri, <em>programmer</em> mungkin tidak dapat mengatasi kolusi ini. Bahkan dengan beberapa pembatasan yang dilakukan, algoritme dapat belajar cara untuk mengatasinya ketika mereka mencari cara baru untuk memenuhi tujuan mereka.</p>
<p>Berusaha mengendalikan lingkungan pasar untuk mencegah pengawasan harga yang dilakukan secara sadar atau transparansi pasar juga akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan dan menciptakan masalah baru. Maka, kita perlu lebih memahami bagaimana mesin bekerja dan kemampuannya sebelum kita membuat peraturan baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/113290/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Graeme McLean tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kecerdasan buatan di balik situs web ritel telah mempelajari strategi terbaik untuk saling menyalin harga satu sama lain–dan mereka ‘berkolusi’ agar harganya tetap tinggi.Graeme McLean, Lecturer in Marketing, University of Strathclyde Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.