tag:theconversation.com,2011:/us/topics/legislatif-48695/articlesLegislatif – The Conversation2021-06-28T07:52:09Ztag:theconversation.com,2011:article/1619982021-06-28T07:52:09Z2021-06-28T07:52:09ZTiga masalah dalam revisi undang-undang terkait UU Cipta Kerja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/408126/original/file-20210624-13-990mf1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C377%2C3712%2C2281&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Rapat Paripurna DPR mendengarkan laporan Badan Legislasi DPR mengenai Penetapan Prolegnas RUU Prioritas tahun 2021.</span> <span class="attribution"><span class="source">Muhammad Adimaja/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Sejumlah undang-undang (UU) yang menjadi bagian dari Undang-Undang (UU) omnibus Cipta Kerja kembali masuk agenda revisi pada tahun ini. Ini bisa dilihat di daftar Rancangan Undang-Undang (RUU) yang ada dalam <a href="https://www.dpr.go.id/uu/prolegnas">Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021</a> Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).</p>
<p>Sebagai UU omnibus, UU Cipta Kerja menggabungkan beberapa aturan (UU) yang berbeda – bahkan dari sektor-sektor yang berbeda serta <a href="https://theconversation.com/selain-cipta-kerja-ada-tiga-omnibus-law-lain-yang-menunggu-disahkan-apa-layak-diteruskan-148009">tidak jelas keterkaitannya</a> satu sama lain – dalam satu peraturan. </p>
<p>Setidaknya ada enam UU dalam UU omnibus Cipta Kerja yang kembali masuk agenda revisi tahun ini, yaitu: UU tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; UU Penyiaran; UU Badan Usaha Milik Negara; RUU tentang Perubahan UU Narkotika; RUU tentang perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan UU Jalan.</p>
<p>Untuk UU yang disebut terakhir, pemerintah bahkan sudah menyerahkan <a href="https://www.antaranews.com/berita/2172862/pemerintah-dpr-sepakat-revisi-uu-38-2004-tentang-jalan">Daftar Inventarisasi Masalah</a> RUU tersebut ke Komisi V DPR yang menandakan bahwa pembahasannya akan segera dimulai.</p>
<p>Dari agenda revisi UU Jalan ini, setidaknya terlihat tiga masalah dalam proses pembentukan undang-undang setelah UU Cipta Kerja disahkan akhir tahun lalu. </p>
<p>Tampak bahwa DPR dan pemerintah tidak memiliki proses perencanaan pembentukan UU yang baik. Hingga kini belum ada acuan penyusunan RUU terkait omnis law. Selain itu DPR dan pemerintah juga terlihat tergesa-gesa dan penyusunan dan revisi UU. </p>
<h2>Tidak terencana dengan baik</h2>
<p>Sejumlah UU yang menjadi bagian dari <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/149750/uu-no-11-tahun-2020">UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja</a> tersebut belum lama direvisi, namun kini sudah kembali masuk agenda untuk revisi.</p>
<p>Ini merupakan bukti bahwa pemerintah bersama DPR tidak melakukan perencanaan pembentukan UU dengan baik, dengan pengkajian yang matang, dan responsif. </p>
<p>Akibatnya, subtansi dari UU tersebut kembali harus direvisi hanya sesaat setelah disahkan. </p>
<p>Padahal hasil dari revisi yang disahkan pada akhir tahun lalu tersebut belum memberikan dampak apa-apa pada negara dan masyarakat. </p>
<p>Bahkan sejumlah peraturan pelaksana dari UU tersebut baru <a href="https://setkab.go.id/daftar-tautan-49-aturan-pelaksana-uu-cipta-kerja/">disahkan pada awal Februari lalu</a>.</p>
<h2>Tergesa-gesa</h2>
<p>Agenda revisi terhadap sejumlah UU itu juga menjadi bukti bahwa DPR bersama pemerintah menjalankan proses legalisasi dengan tergesa-gesa: belum selesai suatu pembahasan subtansi dilakukan, tapi UU sudah disahkan. </p>
<p>Ini terjadi bukan sekali ini saja. Tahun lalu, pemerintah bersama DPR juga merevisi sejumlah UU yang baru saja disahkan. </p>
<p>Misalnya <a href="https://www.dpr.go.id/jdih/index/id/1751">UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan (UU SBDPB)</a> dan <a href="https://www.dpr.go.id/jdih/index/id/1757">UU No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (UU SDA)</a> yang disahkan pada 17 dan 18 Oktober 2019.</p>
<p>Dalam konteks UU SBDPB dan UU SDA, kedua UU tersebut terkesan dibuat hanya untuk kemudian direvisi melalui UU Cipta Kerja. Revisi kedua UU tersebut masuk dalam <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/01/22/15165761/rapat-paripurna-dpr-sahkan-50-ruu-dalam-prolegnas-prioritas-tahun-2020?page=all">Prolegnas 2020 pada 22 Januari 2020</a> dan draf revisinya melalui RUU Cipta Kerja diserahkan pada 12 Februari 2020.</p>
<p>Apakah ada cukup waktu untuk mengkaji kedua UU itu sejak disahkan pada Oktober 2019 sehingga DPR dan pemerintah dapat menarik kesimpulan pada Januari 2020 harus merevisi?</p>
<p>Kalau memang ada masalah dalam kedua UU itu, mengapa disahkan?
Mengapa tidak melakukan pembahasan secara mendalam terlebih dahulu sehingga tidak terburu-buru untuk merevisi kembali?</p>
<p>Kejadian serupa juga terjadi pada tahun lalu ketika UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) direvisi beberapa minggu setelah disahkan, dan bahkan dilakukan dalam masa sidang DPR pada tahun yang sama. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/potensi-konflik-regulasi-dalam-ruu-cipta-kerja-144877">Potensi konflik regulasi dalam RUU Cipta Kerja</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Persoalan cara penyusunan</h2>
<p>Persoalan berikutnya yang wajib menjadi perhatian adalah cara penyusunan RUU yang sebelumnya telah direvisi melalui UU Cipta Kerja. </p>
<p>Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP).</p>
<p>Namun revisi enam RUU ini belum menggunakan pendekatan omnibus law, baik dalam awal pembentukannya maupun penyusunannya sebagai UU yang menjadi bagian dari sebuah omnibus law.</p>
<p>Dalam konteks ini, perubahan suatu UU yang merupakan bagian dari UU omnibus Cipta Kerja tidaklah sederhana. </p>
<p>Revisi tersebut tidak hanya mengubah UU yang bersangkutan saja, melainkan juga mengubah UU Cipta Kerja yang menjadi “rumah” UU tersebut.</p>
<p>Pada tahun ini, ada enam UU bagian dari UU Cipta Kerja yang akan direvisi. Itu artinya juga terdapat enam agenda revisi terhadap UU Cipta Kerja dalam satu tahun masa sidang DPR. </p>
<p>Persoalan dari segi teknik penyusunan ini bahkan sudah muncul sejak tahap penulisan judul UU. </p>
<p>UU PPP mengatur bahwa nama peraturan perundang-undangan perubahan harus memiliki frasa “<a href="https://bphn.go.id/data/documents/11uu012.pdf">perubahan</a>” di depan judulnya. Misalnya, UU No. XX tahun XXXX tentang <strong>Perubahan</strong> UU No. YY tahun YYYY.</p>
<p>Dalam hal ini, perubahan beberapa UU tersebut akan menyebabkan UU Cipta Kerja memiliki penambahan frasa “perubahan” berkali-kali dalam satu tahun masa sidang DPR. </p>
<h2>Langkah perbaikan</h2>
<p>Ada dua rekomendasi yang ingin saya sampaikan.</p>
<p>Pertama, pemerintah bersama DPR hendaknya menyusun perencanaan pembentukan UU dengan pengkajian dan tidak terburu-buru dalam mengesahkan sebuah UU. </p>
<p>Pemerintah dan DPR perlu melakukan pembahasan subtansi secara mendalam sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari yang menyebabkan UU tersebut harus kembali di revisi dalam waktu yang relatif singkat.</p>
<p>Kedua, DPR bersama pemerintah seharusnya memprioritaskan perubahan UU PPP terlebih dahulu untuk memberikan legitimasi penggunaan pendekatan <em>omnibus law</em> dalam pembentukan UU dan memperjelas teknik penyusunan RUU Perubahan dari UU yang menjadi bagian dari sebuah UU omnibus. </p>
<p>Tanpa adanya perubahan UU PPP, niscaya setiap proses legislasi yang berhubungan dengan UU omnibus akan selalu memunculkan masalah karena DPR dan pemerintah tidak memiliki acuan yang baku dalam menyusun RUU menggunakan pendekatan <em>omnibus law</em>, maupun RUU revisi terhadap UU yang menjadi bagian dari UU omnibus.</p>
<p>Selain merevisi UU PPP, DPR bersama pemerintah seharusnya melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembentukan UU. </p>
<p>DPR bersama pemerintah seharusnya tidak hanya asal memasukkan UU ke dalam Prolegnas, melainkan harus berdasarkan penelitian yang mendalam. </p>
<p>Hal ini bertujuan agar UU yang dibentuk benar-benar menjawab persoalan dan tidak menghabiskan waktu dan energi untuk merevisi berulang-ulang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/161998/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Antoni Putra tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tampak bahwa DPR dan pemerintah tidak memiliki adanya proses perencanaan pembentukan UU yang baik.Antoni Putra, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1516812020-12-24T02:37:26Z2020-12-24T02:37:26ZRiset: reformasi pengelolaan keuangan daerah tidak lantas menurunkan korupsi<p>Pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah salah satu tuntutan Reformasi pada 1998. Namun, hingga kini korupsi tetap menjadi penyakit kronis Indonesia. </p>
<p>Selama 20 tahun terakhir, pemerintah melakukan berbagai langkah reformasi birokrasi, termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah, untuk meminimalkan ruang korupsi di lingkup pemerintah daerah (pemda). </p>
<p>Saya bersama promotor saya Dr. Blane Lewis melakukan <a href="https://doi.org/10.1002/pad.1896">riset</a> tentang kualitas pengelolaan keuangan daerah dan tingkat korupsi pada 2019-2020. Riset ini sudah terbit di jurnal “<a href="https://onlinelibrary.wiley.com/journal/1099162x">Public Administration and Development</a>”.</p>
<p>Riset kami menunjukkan bahwa bahwa reformasi pengelolaan keuangan daerah tidak serta-merta menurunkan korupsi di Indonesia.</p>
<h2>Tata kelola uang dan korupsi</h2>
<p>Melalui riset yang kami lakukan, kami mencari tahu dampak reformasi pengelolaan keuangan daerah terhadap tingkat korupsi di lingkup pemerintah kabupaten/kota. </p>
<p>Penelitian ini adalah yang pertama kali mengkaji hubungan sebab-akibat antara dampak pengelolaan keuangan daerah pada tingkat korupsi. </p>
<p>Kami secara khusus menyoroti korupsi pemda karena sejak era otonomi daerah pada 2001, kabupaten/kota bertanggung jawab untuk menyediakan layanan dasar bagi masyarakat. </p>
<p>Penelitian kami mencakup seluruh 508 kabupaten/kota selama tahun 2005 hingga 2016. </p>
<p>Tahun 2005 menjadi tahun awal karena tahun tersebut menandai dikeluarkannya standar akuntansi pemerintahan (SAP) dan dimulainya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. </p>
<p>Secara garis besar, kami mengukur dua variabel, yaitu tingkat korupsi dan kualitas pengelolaan keuangan. </p>
<p>Kami berusaha mencari tahu sejauh mana kualitas pengelolaan keuangan mempengaruhi tingkat korupsi di daerah.</p>
<p>Untuk mengukur tingkat korupsi daerah, kami menggunakan jumlah kasus korupsi yang sudah divonis bersalah (dan berkekuatan hukum tetap) yang melibatkan anggota eksekutif atau legislatif daerah. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=223&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=223&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=223&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=280&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=280&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/376513/original/file-20201223-17-fjsuee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=280&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Jumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat eksekutif dan legislatif di seluruh kabupaten dan kota selama 2005-2016. Daerah dengan kasus korupsi terbanyak adalah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Banggai, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Medan, Kabupaten Gorontalo, dan Kabupaten Toba Samosir.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kami mengukur kualitas pengelolaan daerah menggunakan opini audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). </p>
<p>Setiap tahun, BPK memeriksa laporan keuangan daerah, lalu mengeluarkan penilaian dalam empat peringkat.</p>
<p>Selain kedua variabel utama ini, kami juga melibatkan sejumlah karakteristik daerah sebagai variabel, seperti jumlah penduduk, luas wilayah, dan angka kemiskinan.</p>
<p>Salah satu tantangan utama dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara tingkat korupsi dan kualitas pengelolaan keuangan daerah - apakah kualitas pengelolaan yang buruk menyebabkan angka korupsi meningkat.</p>
<p>Hubungan sebab-akibat ini sangat mungkin terjadi sebaliknya: tingkat korupsi yang tinggi bisa saja mendorong sebuah daerah untuk tidak mengupayakan perbaikan pengelolaan keuangan daerah. </p>
<p>Untuk memastikan ada-tidaknya hubungan ini, kami menggunakan satu variabel lagi, yaitu jarak dari ibu kota kabupaten/kota tersebut ke Jakarta.</p>
<p>Daerah yang lebih jauh dari Jakarta diperkirakan lebih rentan terhadap korupsi karena keterbatasan kapasitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawasi seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Walaupun mempunyai kewenangan di seluruh wilayah, KPK hanya berkantor di Jakarta, dan tidak mempunyai perwakilan di daerah. </p>
<p>Dengan menggunakan jarak ke Jakarta sebagai variabel, analisis yang kami lakukan menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik ternyata tidak berdampak pada tingkat korupsi. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/peneliti-berikan-strategi-untuk-hindari-terjadinya-korupsi-bansos-yang-berdampak-negatif-pada-ekonomi-151677">Peneliti berikan strategi untuk hindari terjadinya korupsi Bansos yang berdampak negatif pada ekonomi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa demikian?</h2>
<p>Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah selama dari tahun 2005 hingga 2016 belum berhasil mengurangi korupsi di daerah. </p>
<p>Untuk menjelaskan tentang kegagalan reformasi keuangan daerah ini, diperlukan studi yang lebih spesifik. </p>
<p>Untuk sementara, ada dua hal menurut kami yang mungkin menjadi penyebab. </p>
<p><em>Pertama</em>, warga tidak mau atau tidak mampu menggunakan informasi keuangan yang lebih baik untuk menuntut pertanggungjawaban dari pejabat publik. </p>
<p>Sampai saat ini, akses publik ke informasi keuangan daerah yang spesifik masih sangat terbatas. </p>
<p>Bahkan kalaupun ada akses, tidak mudah bagi publik untuk memahami informasi keuangan tersebut dan mengidentifikasi praktik-praktik korupsi. </p>
<p><em>Kedua</em>, audit tahunan yang dilakukan BPK pada laporan keuangan pemerintah daerah bisa jadi belum mengukur kualitas reformasi yang dilakukan. </p>
<p>Berbagai kasus korupsi yang terjadi di daerah dengan nilai baik dari BPK juga menunjukkan kecenderungan ini: daerah dengan hasil audit BPK yang baik belum tentu bebas dari korupsi. </p>
<p>Contoh yang paling sering terjadi adalah tindak pidana korupsi karena kasus suap atau gratifikasi, seperti yang baru-baru ini melibatkan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1412062/mensos-juliari-batubara-jadi-tersangka-kasus-bansos-covid-19-simak-kekayaannya">Menteri Sosial Juliari Batubara</a>, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191210020221-12-455527/kasus-suap-eks-bupati-talaud-divonis-penjara-45-tahun">Bupati Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip</a>, <a href="https://nasional.tempo.co/read/1244130/dinyatakan-korupsi-bupati-mesuji-divonis-8-tahun-penjara">Bupati Mesuji Khamami</a>, <a href="https://regional.kompas.com/read/2017/08/28/17164981/rincian-suap-rp-128-miliar-yang-diterima-bupati-klaten">Bupati Klaten Sri Hartini</a>, dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201128130514-12-575628/kpk-tetapkan-wali-kota-cimahi-tersangka-korupsi-rs">Walikota Cimahi Ajay Muhammad Priatna</a>. </p>
<p>Kasus-kasus suap ini hampir mustahil terdeteksi dalam audit BPK karena seluruh transaksi bukan menjadi bagian dari laporan keuangan pemda yang menjadi obyek audit BPK. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dua-kejanggalan-aturan-ekspor-benur-dan-indikasi-oligarki-dalam-kasus-dugaan-korupsi-edhy-prabowo-151122">Dua kejanggalan aturan ekspor benur dan indikasi oligarki dalam kasus dugaan korupsi Edhy Prabowo</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Yang dapat dilakukan</h2>
<p>Ada beberapa langkah cepat untuk menindaklanjuti temuan penelitian ini. </p>
<p><em>Pertama</em>, transparansi keuangan daerah perlu ditingkatkan dan disajikan dengan lebih sederhana. </p>
<p>Selama ini, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan sudah mewajibkan pemerintah daerah untuk mempublikasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), realisasi APBD, LKPD, dan beberapa dokumen pendukung pada situs resmi. </p>
<p>Akan tetapi, seluruh dokumen ini pada umumnya disajikan sebagai satu dokumen utuh sehingga tidak mudah dipahami oleh masyarakat umum. </p>
<p>Dokumen ini perlu disajikan dengan lebih sederhana dan interaktif, agar masyarakat bisa turut mencermati dan mengawal proses perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBD. </p>
<p>Kedua, masih terkait transparansi, mempublikasikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPD. </p>
<p>LHP ini berisi informasi tentang temuan potensi kerugian negara dan ketidakwajaran pengelolaan keuangan daerah, jika ada. </p>
<p>Akses publik ke LHP ini akan membantu proses penegakan hukum karena masyarakat bisa membantu mengawasi tindak lanjut atas temuan tersebut. </p>
<p>Dalam jangka panjang, pemerintah pusat perlu memfokuskan reformasi pengelolaan keuangan daerah pada aspek-aspek yang rawan korupsi, seperti penanganan kegiatan swakelola, perjalanan dinas, dan pengadaan langsung. </p>
<p>Selain itu, BPK perlu semakin memperkuat kapasitas auditor yang menangani pemeriksaan atas LKPD. </p>
<p>Melakukan audit atas ribuan kegiatan dan jutaan transaksi sangat tidak mudah, sehingga diperlukan kemampuan auditor dan prosedur audit yang efektif untuk dapat mengidentifikasi potensi praktik korupsi di daerah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/151681/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adrianus Hendrawan menerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) untuk studi doktoral dari Pemerintah Australia melalui Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) selama tahun 2015-2019.</span></em></p>Dua hal yang mungkin menjadi penyebab: warga tidak mau atau tidak mampu menggunakan informasi keuangan untuk menuntut pejabat, dan audit tahunan BPK belum mengukur kualitas reformasi.Adrianus Hendrawan, Peneliti, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1380022020-06-15T09:25:25Z2020-06-15T09:25:25ZRamai-ramai korupsi: persekongkolan legislatif dan eksekutif<p>Dua dekade telah berlalu sejak Reformasi 1998 berhasil menggulingkan rezim militer Presiden Soeharto yang korup. Namun hingga kini nyaris tidak terjadi perubahan yang mendasar – jika tidak ingin mengatakan kemunduran – dalam agenda pemberantasan korupsi. </p>
<p>Walaupun secara umum ada peningkatan capaian pemberantasan korupsi seperti tergambar lewat <a href="https://riset.ti.or.id/corruption-perceptions-index-2016/"><em>Corruption Perception Index</em></a> maupun <a href="https://www.theglobaleconomy.com/Indonesia/wb_corruption/"><em>Control of Corruption</em></a>, di berbagai level pemerintahan korupsi beramai-ramai tetap terjadi. </p>
<p>Satu contoh menonjol adalah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/03/01/12394131/bertambah-dua-tersangka-ini-daftar-mereka-yang-terjerat-kasus-e-ktp?page=all">korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk eletronik (E-KTP)</a> yang melibatkan pengusaha, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pejabat tinggi pemerintahan.</p>
<p>Skandal-skandal itu menunjukkan bagaimana institusi demokrasi seperti DPR, DPRD, dan partai politik yang didirikan untuk membantu memberantas korupsi sebagai salah satu pilar reformasi tahun 1999 telah menjelma menjadi episenter korupsi itu sendiri dengan modus dan besaran yang semakin mengkhawatirkan. </p>
<p>Baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan titik-titik <a href="https://nasional.tempo.co/read/1344286/kpk-temukan-empat-titik-rawan-korupsi-bansos-covid-19">rawan korupsi</a> dalam penyaluran bantuan sosial terkait wabah COVID-19. Salah satu titik rawan adalah perubahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).</p>
<p>Penyusunan atau perubahan anggaran - baik lewat undang-undang (UU) di tingkat nasional (APBN) maupun lewat peraturan daerah di tingkat daerah (APBD) - mensyaratkan adanya persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif.</p>
<p>Dalam <a href="https://doi.org/10.1080/13572334.2020.1738688">penelitian</a> saya mengenai dampak institusi politik pada korupsi, saya mengamati kasus-kasus korupsi dalam penyusunan atau perubahan APBN/APBD. Saya melacak kasus korupsi politik yang menonjol antara 1999 dan 2019. </p>
<p>Kasus-kasus ini antara lain kasus <a href="https://nasional.tempo.co/read/848109/korupsi-hambalang-siapa-saja-penerima-dana-haram-hambalang">korupsi Wisma Altet</a>, dan kasus korupsi pengadaan <a href="https://www.tempo.co/tag/kasus-e-ktp">E-KTP</a> di tingkat nasional dan di level daerah (Sumatra Barat, Sumatra Utara, Jambi, dan Kota Malang).</p>
<p>Riset saya menunjukkan bahwa korupsi beramai-ramai pada masa Reformasi disebabkan oleh akibat adanya celah dalam kelembagaan demokrasi yang memberikan aktor ruang “demokratis” untuk melakukan korupsi. </p>
<p>Penyederhanaan konfigurasi politik adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/korupsi-sebabkan-2-krisis-ekonomi-di-indonesia-kapan-bangsa-ini-mau-belajar-103523">Korupsi sebabkan 2 krisis ekonomi di Indonesia: kapan bangsa ini mau belajar?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Veto sebagai alat transaksi</h2>
<p>Saya melakukan riset dengan mengacu pada teori <a href="https://doi.org/10.1017/S0007123400007225"><em>veto player</em></a>. <em>Veto player</em> adalah aktor yang memiliki kekuasaan atau otoritas untuk menyetujui atau menolak sebuah agenda kebijakan. </p>
<p>Konfigurasi pemegang veto mempengaruhi lamanya proses pembuatan kebijakan maupun komitmen sebuah rezim untuk mempertahankan kebijakan yang sudah diambil.</p>
<p>Dalam pengaturan kelembagaan yang terpusat (pemegang veto sedikit) seperti pada masa Orde Baru, pemerintah dapat mengambil kebijakan secara cepat. </p>
<p>Pada masa reformasi, dengan sistem multipartai yang ekstrem (9-10 partai efektif di parlemen tingkat nasional, sedikit lebih rendah di tingkat daerah), kekuasaan menjadi terfragmentasi karena pemegang veto menjadi banyak. Situasi seperti ini menyumbang pada kemampuan rezim untuk mempertahankan sebuah kebijakan dalam jangka panjang. </p>
<p>Dalam kasus penyusunan atau perubahan APBN/APBD, kehadiran banyak pemegang veto berimplikasi pada lamanya proses penyusunan dan keharusan bernegosiasi sebelum sebuah keputusan bisa diambil. </p>
<p>Pengaturan kelembagaan yang berangkat dari <em>checks and balances</em> justru menimbulkan kerumitan dalam proses kebijakan karena sebagian besar atau semua pemegang veto harus sepakat agar APBN/APBD bisa disetujui. </p>
<p>Keharusan adanya kesepakatan bersama menjadi perangkap (<em>joint-decision trap</em>) dengan kemungkinan jalan buntu (<em>deadlock</em>).</p>
<p>Untuk menghindari kebuntuan sekaligus agar untuk mengesahkan dokumen anggaran tepat waktu, pihak eksekutif tidak punya pilihan kecuali meminta dukungan parlemen. </p>
<p>Ini kemudian di(salah)gunakan oleh parlemen untuk meminta “uang ketok palu”. Inilah yang terjadi dalam kasus Wisma Atlet, E-KTP dan berbagai kasus korupsi besar di daerah. Dalam kasus-kasus tersebut, miliaran rupiah mengalir ke sejumlah pejabat tinggi dan anggota parlemen.</p>
<p>Tegasnya, kasus korupsi berjemaah dalam penyusunan dan perubahan APBN/APBD dapat “dipahami” sebagai upaya lembaga eksekutif untuk menghindari proses yang panjang atau mencegah kebuntuan (<em>deadlock</em>).</p>
<p>Kehadiran banyak pemegang veto menjadikan APBN/APBD sebagai kumpulan berbagai kepentingan atau keinginan dalam bentuk “pembagian jatah proyek”. </p>
<p>Pada titik yang paling ekstrem, ruang kolusi antara aktor eksekutif dan legislatif tercipta untuk menggerogoti keuangan negara sebagaimana nampak dalam kasus Wisma Altet dan E-KTP. </p>
<p>Kasus-kasus yang saya teliti menunjukkan beberapa gejala yang sama. </p>
<p><strong>Pertama</strong>, korupsi tidak pernah berdiri sendiri tetapi dilakukan melalui atau dengan menggunakan kerangka kelembagaan demokrasi yang ada. </p>
<p>Secara spesifik, lembaga eksekutif (melalui kementerian atau dinas) dan legislatif (melalui fraksi dan komisi) telah menjelma menjadi pusat korupsi. </p>
<p>Indonesia kini sedang menghadapi varian korupsi yang jauh lebih berbahaya: “korupsi demokratis”, yaitu korupsi yang lahir justru lewat proses dan institusi demokratis.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, korupsi lahir sebagai bentuk transaksi untuk mengatasi tuntutan untuk mengambil kebijakan secara cepat serta berhadapan dengan kepentingan yang berbeda. </p>
<p>Kekuasaan veto yang dimiliki oleh parlemen telah diubah menjadi instrumen efektif untuk memojokkan dan memaksa eksekutif untuk bertransaksi. </p>
<p>Dalam sistem politik yang ditandai oleh biaya politik mahal, maka transaksi menjadi rumus utama agar sebuah sistem politik bisa bekerja; persis pada titik itulah korupsi terjadi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tidak-mengatur-pengawasan-dan-pelaporan-penggunaan-anggaran-perppu-keuangan-covid-19-buka-celah-korupsi-137614">Tidak mengatur pengawasan dan pelaporan penggunaan anggaran, Perppu keuangan COVID-19 buka celah korupsi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang harus dilakukan?</h2>
<p>Salah satu agenda pemberantasan korupsi pada level makro adalah mengembalikan keseimbangan yang ideal antara konsentrasi dan fragmentasi kekuasaan. </p>
<p>Upaya ini bisa dilakukan dengan memperjelas hak veto masing-masing lembaga, yaitu memperjelas apa yang dimaksud sebagai “persetujuan bersama” dalam UUD 1945. </p>
<p>Perlu diperjelas apakah “persetujuan bersama” berarti hak veto dibagi sama rata (50/50) antara eksekutif dan legislatif - dalam kasus ini berarti presiden hanya perlu mendapatkan satu suara parlemen untuk meloloskan UU.</p>
<p>Selama ini, sebuah UU hanya bisa disahkan jika disetujui oleh presiden, ditambah mayoritas suara parlemen. </p>
<p>Atau upaya lain lewat penyederhanaan susunan politik parlemen ke sistem multi-partai efektif, misalnya membatasi hanya 3-5 partai di parlemen. </p>
<p>Jika hal-hal itu tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek, maka pilihannya jatuh pada kontrol publik melalui berbagai media. </p>
<p>Bila perlu, kontrol publik ditetapkan secara formal, sebagai bagian integral dari mekanisme demokrasi. Sebuah UU misalnya hanya bisa disahkan jika sudah lolos uji publik. </p>
<p>Selama ini, masyarakat hanya berhak <a href="http://bphn.go.id/data/documents/11uu012.pdf">memberikan masukan</a> secara lisan dan/atau tertulis dalam suatu penyusunan UU secara lisan dan tertulis melalui rapat dengar pendapat umum; kunjungan kerja; sosialisasi; dan seminar, lokakarya, atau diskusi. </p>
<p>Kehadiran kontrol publik akan memberikan tekanan agar para pemegang veto lebih bertanggung jawab dalam membuat berbagai kebijakan.</p>
<hr>
<p><em>Agradhira Nandi Wardhana berkontribusi dalam penerbitan artikel ini.</em></p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/138002/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gabriel Lele menerima dana dari Universitas Gadjah Mada</span></em></p>Sistem politik pasca Reformasi membuka celah lebih lebar untuk korupsi, melalui kesepakatan antara pemerintah dan parlemen.Gabriel Lele, Dosen di Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1377822020-05-13T06:33:30Z2020-05-13T06:33:30ZNegara rentan salah gunakan kewenangan selama pandemi: pentingnya MK adopsi sistem pengaduan konstitusional<p>Peran lembaga peradilan, khususnya peradilan konstitusi, menjadi makin krusial dalam pandemi.</p>
<p>Ini karena pemerintah bisa saja secara <a href="https://theconversation.com/penegak-hukum-indonesia-bertindak-sewenang-wenang-selama-pandemi-perlunya-sistem-pemidanaan-rasional-137604">sewenang-wenang</a> membuat aturan dan kebijakan yang merugikan masyarakat atau <a href="https://theconversation.com/yang-luput-dari-psbb-kewajiban-pemerintah-untuk-penuhi-hak-kesehatan-warga-136747">mengelak kewajiban</a> yang harus dilakukannya dengan dalih suasana darurat pandemi.</p>
<p>Peran peradilan konstitusi penting untuk mengevaluasi kebijakan negara dan permasalahan tata kelola pemerintahan agar memastikan hak dan kewajiban warga negara terpenuhi dengan adil bahkan selama pandemi. </p>
<p>Selama ini lembaga peradilan hanya memiliki dua jalur upaya hukum warga masyarakat dalam menuntut keadilan karena kelalaian pemerintah: gugatan perwakilan kelompok (<em>class action</em>) dan uji materi (<em>judicial review</em>).</p>
<p>Pada awal masa pandemi, beberapa pihak yang mewakili pengusaha usaha kecil dan menengah memang telah menempuh jalur hukum dengan mengajukan <a href="https://theconversation.com/explainer-seperti-apa-gugatan-class-action-di-indonesia-136051">gugatan <em>class action</em></a> terhadap kegagalan pemerintah dalam merespons pandemi. </p>
<p>Namun dampak hukumnya terbatas karena hanya memberikan penyelesaian pada para penggugat terkait dalam bentuk ganti rugi finansial. <em>Class action</em> bukanlah jalur yang tepat untuk menuntut ‘kompensasi politik’ atau perubahan dengan dampak yang lebih universal atas suatu keputusan politik.</p>
<p>Demikian juga <em>judicial review</em>. </p>
<p>Walau warga negara dapat melakukan <em>judicial review</em> ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melindungi hak konstitusionalnya, upaya tersebut hanya terbatas pada <a href="https://www.ifes.org/sites/default/files/law_no24_constitutional_court.pdf">pengujian atas konstitusionalitas undang-undang</a>. </p>
<p>Jalur ini tidak dapat digunakan untuk menguji segala keputusan atau tindakan aparatur negara yang berpotensi mencederai hak asasi manusia, yang mungkin saja berlandaskan pada produk hukum yang lebih rendah daripada undang-undang. </p>
<p>Dalam konteks inilah, pengaduan konstitusional (<em>constitutional complaint</em>) sebagai suatu mekanisme hukum perlu diadopsi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/penegak-hukum-indonesia-bertindak-sewenang-wenang-selama-pandemi-perlunya-sistem-pemidanaan-rasional-137604">Penegak hukum Indonesia bertindak sewenang-wenang selama pandemi: perlunya sistem pemidanaan rasional</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Konsep <em>constitutional complaint</em></h2>
<p>Pada dasarnya, <em>constitutional complaint</em> dapat diartikan sebagai mekanisme langsung bagi warga negara untuk membuat pengaduan ke peradilan konstitusi manakala mereka merasa bahwa hak-hak konstitusionalnya telah tercederai atau terabaikan oleh kebijakan, keputusan, ataupun tindakan aparatur negara.</p>
<p>Peran lembaga peradilan yang memungkinkan warga untuk melakukan gugatan langsung pada negara muncul seiring gelombang demokratisasi di berbagai belahan dunia yang <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/e/9780203115596/chapters/10.4324/9780203115596-6">meningkatkan peran lembaga peradilan dalam merespons kebijakan publik, tata kelola pemerintahan, dan permasalahan politik yang pelik</a>.</p>
<p>Pengaduan ini merupakan perwujudan perlindungan tertinggi atas hak asasi manusia dalam negara demokratis dimana segala keputusan, kebijakan, dan tindakan otoritas publik wajib didasarkan - pertama-tama dan terutama - pada konstitusi yang menggariskan antara kewenangan negara dengan hak dan kewajiban rakyatnya.</p>
<p>Dalam penanganan pandemi, ada kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia yang berpotensi mencederai hak konstitusional warga negara.</p>
<p>Misalnya, negara gagal dalam menyediakan <a href="https://www.channelnewsasia.com/news/asia/indonesia-covid19-doctors-nurses-at-risk-12573980">alat pelindung diri untuk tenaga medis</a> yang memadai dengan segera, sehingga turut meningkatkan jumlah dokter dan perawat yang berguguran dalam penanganan pasien.</p>
<p>Hal ini bertentangan dengan <a href="http://www.unesco.org/education/edurights/media/docs/b1ba8608010ce0c48966911957392ea8cda405d8.pdf">konstitusi Indonesia (Undang-Undang Dasar 1945)</a>, yang menjamin hak tiap warga negara untuk hidup dan melindungi kehidupannya, serta yang mewajibkan negara untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai.</p>
<p>Contoh yang lain adalah polisi yang melakukan penangkapan orang-orang yang diduga telah menghina presiden dan otoritas publik dalam mengekpresikan kekecewaannya terkait penanganan wabah oleh pemerintah, sebagaimana dialami oleh <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/24/activist-arrested-as-he-was-about-to-get-into-dutch-embassy-car-police.html">aktivis Ravio Patra</a> bulan lalu.</p>
<p>Aktivis hukum mengecam kepolisian karena <a href="http://icjr.or.id/enforcing-article-on-the-defamation-of-the-president-police-sets-their-face-against-constitutional-courts-decision/">secara terbuka melawan putusan MK tahun</a> <a href="http://hukum.unsrat.ac.id/etc/mk_013-022_2006.pdf">2006</a>) terkait penghinaan presiden dan kekuasaan umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penangkapan ini tentunya bertentangan dengan UUD 1945 tentang hak tiap warga negara untuk bebas berpendapat.</p>
<p>Pengadopsian <em>constitutional complaint</em> sebagai suatu mekanisme hukum akan mengukuhkan perlindungan hak tiap warga negara Indonesia, sebagaimana diatur dalam konstitusi dan perundang-undangan. </p>
<p>Dengan mekanisme ini, warga negara yang merasa hak konstitusionalnya tercederai atau dilanggar oleh kebijakan pemerintah dalam penanganan krisis pandemi sebagaimana diilustrasikan diatas, dapat secara langsung mengajukan permohonan ke MK. </p>
<p>Teknis pengajuan permohonan tentunya perlu diatur lebih lanjut dalam hukum acara persidangan yang berlaku di MK. </p>
<p>Di Jerman, pemohon mengajukan <em>constitutional complaint</em> kepada mahkamah konstitusi setempat <a href="https://www.bundesverfassungsgericht.de/EN/Homepage/_zielgruppeneinstieg/Merkblatt/Merkblatt_node.html"><em>Bundesverfassungsgericht</em></a> secara tertulis dengan menerangkan sejelas-jelasnya tindakan atau kebijakan otoritas publik yang berdampak negatif pada dirinya serta hak konstitusional yang dilanggar oleh kebijakan tersebut.</p>
<p>Di sana, mahkamah berwenang, antara lain, untuk menyatakan suatu tindakan otoritas publik sebagai tidak konstitusional atau membatalkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.</p>
<p>Satu kasus yang cukup populer di sana adalah pengajuan <em>constitutional complaint</em> atas <a href="https://www.ft.com/content/bba9ff90-c96e-11e4-b2ef-00144feab7de">larangan pemakaian hijab</a> terhadap guru sekolah di negara bagian North Rhine-Westphalia. Beberapa guru perempuan beragama Islam yang keberatan dan merasa dirugikan atas larangan tersebut mengajukan pengaduan.</p>
<p>Mahkamah konstitusi mengabulkan permohonan tersebut dan kemudian mengeluarkan <a href="https://www.bundesverfassungsgericht.de/SharedDocs/Downloads/EN/2015/01/rs20150127_1bvr047110en.pdf?__blob=publicationFile&v=4">putusan</a> yang menyatakan bahwa larangan tersebut inkonstitusional karena melanggar hak kebebasan beragama sebagaimana diatur dalam konstitusi Jerman. Putusan ini berdampak luas berupa <a href="https://www.bbc.com/news/world-europe-31867732">dicabutnya aturan larangan serupa</a> yang berlaku di beberapa negara bagian lain di sana.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/explainer-seperti-apa-gugatan-class-action-di-indonesia-136051">Explainer: Seperti apa gugatan _class action_ di Indonesia?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengadopsi <em>constitutional complaint</em></h2>
<p>Penanganan <em>constitutional complaint</em> oleh MK sebenarnya bukanlah konsep yang baru di Indonesia. Gagasan ini pernah mengemuka di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada masa amandemen konstitusi Indonesia zaman Reformasi. </p>
<p>Namun <a href="https://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/view/1984">gagasan ini tidak berlanjut</a> karena adanya kekhawatiran tumpang tindih fungsi kehakiman dan perluasan kewenangan MK. </p>
<p>Pada kenyataannya, <a href="https://consrev.mkri.id/index.php/const-rev/article/view/514">di berbagai negara lain</a> sangat jarang peradilan konstitusi yang tidak memiliki kewenangan <em>constitutional complaint</em> mengingat fungsinya yang sangat penting dalam menjamin hak konstitusional warga negara.</p>
<p>Mantan hakim ketua MKRI, <a href="https://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/view/1984">Hamdan Zoelva</a>, bahkan menyatakan bahwa semenjak didirikan, MK banyak menerima pengajuan kasus yang pada hakekatnya adalah <em>constitutional complaint</em> namun tidak dapat diterima karena tidak adanya kewenangan.</p>
<p>Idealnya, diperlukan amandemen konstitusi atau setidaknya revisi undang-undang yang mengatur <em>constitutional complaint</em> sebagai kewenangan kehakiman MK. </p>
<p>MK sendiri juga secara hukum berwenang untuk melakukan <a href="https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2847496">penafsiran konstitusi</a> guna memasukkan <em>constitutional complaint</em> sebagai bagian dari mekanisme <em>judicial review</em> yang telah dimilikinya. </p>
<p>Kesempatan untuk melakukan hal tersebut sejatinya muncul saat beberapa elemen masyarakat sipil tahun lalu mengajukan <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/resume/resume_perkara_1970_Perkara%20No.%2028%20-%20upload.pdf">permohonan pada MK</a> untuk menginterpretasikan kewenangannya sebagaimana termaktub dalam peraturan perundang-undangan terkait sehingga meliputi kewenangan untuk mengadili <em>constitutional complaint</em>. </p>
<p>Sayangnya, meskipun MK mengakui berwenang mengadili kasus tersebut namun permohonan tersebut tidak diterima karena pemohon dianggap tidak memiliki kedudukan hukum.</p>
<p>Dorongan dan dukungan bagi MK untuk mengambil inisiatif progresif sehingga <em>constitutional complaint</em> dapat diadopsi di Indonesia perlu terus dilakukan demi kemaslahatan warga negara. </p>
<p>Hanya waktu yang akan menjawab apakah MK akan terus berlaku sebagai ‘<em>judicial activist</em>’, memainkan peran aktif dalam membumikan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia seperti dicatat oleh ahli politik <a href="https://www.routledge.com/Routledge-Handbook-of-Southeast-Asian-Democratization-1st-Edition/Case/p/book/9781138939042">Bjoern Dressel</a>, ataukah dia akan secara bertahap menanggalkan jubah ‘kepahlawanannya’ sebagaimana ditulis oleh ahli hukum <a href="https://www.routledge.com/Law-and-Politics-of-Constitutional-Courts-Indonesia-and-the-Search-for/Hendrianto/p/book/9781138296428">Stefanus Hendrianto</a>.</p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/137782/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Constitutional complaint perlu diadopsi sebagai mekanisme hukum untuk melindungi hak asasi warga negara yang terdampak kebijakan pemerintah.Kris Wijoyo Soepandji, Assistant Professor of Law. Theory of State Lecturer, Universitas IndonesiaFakhridho Susilo, PhD Candidate in Policy and Governance at the Crawford School of Public Policy, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1253102019-10-18T05:11:32Z2019-10-18T05:11:32ZDua tantangan legislasi DPR yang baru<p>Bulan ini, 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 yang terpilih dilantik. Dari jumlah itu, terdapat <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4076289/wajah-lama-dan-baru-anggota-dpr-2019-2024">terdapat 286 (49,74%) wajah baru dan selebihnya 289 (50,26%) adalah petahana.</a> </p>
<p>Mereka adalah perwakilan sembilan partai politik. <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/pdip-128-kursi-ini-hasil-lengkap-perolehan-kursi-dpr-2019-2024">PDIP memiliki 128 kursi, Golkar 85 kursi, Gerindra 78, Nasdem 59 kursi, PKS 50 kursi, Demokrat 54 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa 48 kursi, PAN 44 kursi, dan PPP 19 kursi.</a></p>
<p>Anggota dewan yang baru dilantik tersebut mewarisi segudang masalah yang diwarisi kepada anggota yang baru.</p>
<p>Setidaknya ada dua tantangan yang dihadapi oleh anggota DPR masa bakti 2019-2024.</p>
<p>Tantangan pertama adalah mengejar target jumlah Undang-Undang (UU) yang disahkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Saat ini jumlahnya semakin sedikit dan tidak memenuhi target. </p>
<p>Yang kedua adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap anggota dewan yang hilang akibat mengabaikan aspirasi publik, terutama dalam membentuk undang-undang.</p>
<h2>Penuhi target Prolegnas</h2>
<p>DPR Periode 2014-2019 hanya mengesahkan 84 Rancangan Undang-Undang (RUU) – 35 RUU berasal dari 189 RUU di dalam Prolegnas lima tahunan atau sekitar 18,5%; dan 49 lainnya RUU dari luar Prolegnas.</p>
<p>Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu mengesahkan <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/01/kinerja-legislasi-dpr-2014-2019-lebih-buruk-daripada-periode-sebelumnya">125 RUU</a>, yaitu 69 RUU dari 247 RUU yang tercantum di Prolegnas (sekitar 28%) dan 56 RUU dari luar Prolegnas.</p>
<p>Jumlah yang sedikit tersebut pun bermasalah. </p>
<p>Setidaknya 10 RUU yang diketok DPR menjelang akhir masa jabatan dianggap kontroversial, baik dari segi prosedur pembentukan maupun subtansi. Hanya dalam 15 hari, DPR mengesahkan 10 RUU tersebut. </p>
<p>Undang-Undang (UU) itu adalah tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (yang biasa disebut dengan MD3), Komisi Pemberantasan Korupsi, Sumber Daya Air, Budi Daya Pertanian, dan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara, Pesantren, Perkoperasian, Ekonomi Kreatif, dan Perkawinan.</p>
<p>Dari sepuluh UU tersebut, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190927083517-32-434516/formappi-kritik-kegagalan-dpr-2014-2019-hasilkan-produk-uu">tiga RUU tidak terencana</a>, yaitu RUU MD3, RUU KPK dan RUU Perkawinan. Ketiga RUU tersebut masuk melalui RUU kumulatif terbuka. </p>
<p><a href="http://www.satuharapan.com/read-detail/read/setahun-berjalan-dpr-sahkan-12-ruu-kumulatif-terbuka">RUU kumulatif terbuka adalah RUU di luar Prolegnas, yang dapat diajukan oleh DPR atau presiden dalam keadaan tertentu.</a>.</p>
<p>Ada 49 RUU kumulatif pada periode 2014-2019, lebih dari setengah RUU yang disahkan. Padahal, periode sebelumnya hanya 45% dari RUU yang disahkan. </p>
<p>RUU kumulatif yang disahkan kemarin juga melanggar <a href="https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU-12-Tahun-2011.pdf">UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan</a>. </p>
<p>UU yang dapat dibahas melalui jalur kumulatif terbuka hanya mencakup RUU tentang pengesahan perjanjian internasional, akibat putusan Mahkamah Konstitusi, tentang anggaran pendapatan dan belanja negara, tentang pembentukan daerah provinsi dan kabupaten/kota, dan tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.</p>
<h2>Hilangnya kepercayaan publik</h2>
<p>Saat ini kepercayaan rakyat terhadap DPR sangat rendah. Menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada Oktober 2019, DPR adalah lembaga negara yang memperoleh kepercayaan dari masyarakat paling rendah. </p>
<p><a href="https://nasional.tempo.co/read/1256471/lsi-rakyat-lebih-percaya-kpk-dan-presiden-ketimbang-dpr">Menurut survei tersebut, responden lebih percaya kepada KPK dan Presiden Jokowi, ketimbang DPR.
</a>.</p>
<p>Rendahnya tingkat kepercayaan publik tersebut tidak lepas dari kinerja DPR dalam membentuk undang-undang yang <a href="https://tirto.id/penyebab-demo-mahasiswa-hari-ini-dan-respons-jokowi-soal-ruu-kuhp-eiAV">mengesampingkan aspirasi rakyat.</a> Itu sebabnya, undang-undang yang dihasilkan DPR dan pemerintah tersebut memicu terjadinya polemik.</p>
<p>Pembahasan RUU juga dilakukan di penghujung masa jabatan dengan tidak membuka ruang partisipasi rakyat dan tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait.</p>
<p>Misalnya, pada pembahasan RUU KPK; jangankan adanya partisipasi publik, KPK sebagai lembaga yang paling terdampak saja tidak dilibatkan. <a href="https://news.detik.com/berita/d-4694763/laode-syarif-revisi-uu-kpk-diam-diam-untuk-bohongi-rakyat">Pembahasannya dilakukan secara diam-diam.
</a> </p>
<p>Di beberapa UU, bahkan kapan RUU tersebut dibahas saja publik tidak tahu. <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/09/17/11471271/ketika-pemerintah-dan-dpr-diam-diam-rampungkan-rkuhp?page=all">Pembahasannya juga dilakukan ditempat yang tidak normal, seperti di hotel.</a>. Publik tahu hanya sesaat sebelum disahkan dalam paripurna. </p>
<p>Selain tidak melibatkan partisipasi publik, beberapa RUU bahkan mengakomodir kepentingan elit politik dan kelompok-kelompok yang dekat dengan kejahatan seperti korupsi. </p>
<p>Misalnya dalam <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/09/09/06290131/hanya-tambah-jumlah-pimpinan-mpr-revisi-uu-md3-dinilai-tak-penting">revisi UU MD3 dilakukan hanya untuk membagi rata kursi pimpinan MPR, yang awalnya hanya lima orang manjadi 10 orang. </a></p>
<p>DPR dan pemerintah juga telah menyetujui revisi UU Pemasyarakatan. <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/09/18/05010091/pemerintah-dan-dpr-sepakat-permudah-pembebasan-bersyarat-koruptor?page=all">Salah satu poin revisinya, mempermudah pembebasan bersyarat bagi koruptor. </a>.</p>
<p>Padahal, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang seharusnya juga diberantas dengan upaya luar biasa. Bukan sebaliknya.</p>
<p>Itulah yang menyebabkan publik hilang kepercayaan. Tidak heran kemudian terjadi gelombang besar demonstrasi mahasiswa pada <a href="https://tirto.id/q/demo-mahasiswa-guo?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowkeyword">23-30 September 2019</a>. </p>
<p>Publik menganggap DPR telah melakukan kejahatan legislasi dengan cara mengesahkan banyak undang-undang bermasalah dalam waktu singkat.</p>
<h2>Tugas DPR yang baru</h2>
<p>Publik berharap DPR yang baru akan lebih banyak mendengarkan aspirasi rakyat daripada berbicara.</p>
<p>Selain itu, DPR baru harus lebih produktif, setidaknya dalam menyelesaikan sisa pembahasan Prolegnas periode sebelumnya. DPR periode lalu menyisakan 154 RUU yang belum selesai.</p>
<p>DPR baru juga harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap undang-undang kontroversial yang disahkan dipenghujung masa jabatan DPR sebelumnya. </p>
<p>Tidak hanya terhadap UU yang mendapat respon penolakan publik, tapi terhadap seluruh UU yang dibahas dan disahkan DPR disahkan buru-buru itu karena patut diduga banyak terselip kejahatan legislasi.</p>
<p>DPR kini diuji, terutama dalam memperjuangkan kepentingan rakyat yang sering bertolak belakang dengan kepentingan elit politik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/125310/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Antoni Putra tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>DPR harus mengejar target jumlah Undang-Undang untuk disahkan dan mengembalikan kepercayaan rakyat yang rendah karena telah mengabaikan aspirasi mereka.Antoni Putra, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1250132019-10-16T08:48:23Z2019-10-16T08:48:23ZSemakin banyak perempuan di DPR, tapi riset ungkap kehadiran mereka mungkin tidak signifikan<p>Sebanyak 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 yang terpilih sudah dilantik. Dari jumlah itu, terdapat <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/08/30/22105001/perludem-keterwakilan-perempuan-dalam-pileg-2019-terbanyak-sepanjang-sejarah">118</a> perempuan atau 20,52% dari total jumlah. </p>
<p>Perolehan kursi perempuan ini mengalami peningkatan dari hanya 97 (atau 17,3% dari total kursi) pada periode sebelumnya. Meskipun naik, dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/43012">Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2003</a> tentang Pemilihan Umum, <a href="http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_2.pdf">UU No. 2 Tahun 2008</a> tentang Partai Politik, dan <a href="http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_10.pdf">UU No 10 Tahun 2008</a> tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat telah telah mengamanatkan kuota 30%, jumlah perolehan kursi yang sekarang tetap masih belum mencapai 30%.</p>
<p>Penelitian saya yang terbaru menemukan bahwa <a href="http://www.iowastatedaily.com/news/gender-equality-in-relation-to-maternal-mortality-rate-and-issues/article_4392c508-5968-11e9-a5ef-4f8ef9149d21.html">selama kuota 30% tidak terpenuhi, maka tidak ada efek signifikan dari keterwakilan perempuan pada kesejahteraan perempuan</a>. </p>
<p>Selain memenuhi minimal 30% keterwakilan, peningkatan kualitas anggota legislatif perempuan juga harus didorong agar keterwakilan perempuan di parlemen memberi dampak yang signifikan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-mendongkrak-keterwakilan-perempuan-di-dpr-89541">Bagaimana mendongkrak keterwakilan perempuan di DPR?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Hasil riset</h2>
<p>Saya menggunakan data dari tahun 2014-2016 dari berbagai sumber seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), dan Badan Pusat Statistik untuk penelitian saya. </p>
<p>Saya menggunakan data di tingkat kabupaten dan kota, dan menggunakan analisis statistik <em>Structural Equation Model</em> (<a href="https://www.sciencedirect.com/topics/neuroscience/structural-equation-modeling">SEM</a>) untuk melihat dampak langsung dan tidak langsung dari keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di kabupaten dan kota. Saya menggunakan SEM karena model tersebut mampu menganalisis beberapa variabel terikat secara bersamaan dan bisa melihat efek langsung dan tidak langsung dari sebuah variabel. </p>
<p>Dengan menggunakan indikator angka kematian ibu dan anggaran pemberdayaan perempuan dan anak, analisis yang saya lakukan menujukan koefisien yang rendah dan tidak signifikan.</p>
<p>Analisis yang saya lakukan juga menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga alasan mengapa tidak ada efek signifikan dari keterwakilan perempuan terhadap kebijakan yang mendukung perempuan.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, angka keterwakilan perempuan di parlemen tingkat kabupaten dan kota di Indonesia, masih rendah dan terdapat ketimpangan antar daerah. </p>
<p>Peta di bawah menunjukkan bahwa sebagian besar (59,8%) dari total 514 kabupaten dan kota memiliki keterwakilan perempuan kurang dari 15% di DPRD mereka.</p>
<p>Hanya 26 (5,14%) DPRD yang mencapai keterwakilan perempuan 30% dan sisanya, 177, memiliki keterwakilan antara 15% dan 30%. </p>
<p>Peta Persentase Anggota DPRD Perempuan per Kabupaten/Kota, Pemilu 2014 </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/296201/original/file-20191009-3860-15n7ob4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/296201/original/file-20191009-3860-15n7ob4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=223&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/296201/original/file-20191009-3860-15n7ob4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=223&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/296201/original/file-20191009-3860-15n7ob4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=223&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/296201/original/file-20191009-3860-15n7ob4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=280&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/296201/original/file-20191009-3860-15n7ob4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=280&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/296201/original/file-20191009-3860-15n7ob4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=280&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Data berasal dari PUSKAPOL UI, dihitung dan dipetakan oleh penulis.</span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.legco.gov.hk/yr02-03/english/panels/ha/papers/ha0314cb2-1636-1e.pdf">Komisi Persamaan Peluang PBB (United Nations Equal Opportunities Commission) pada 2003</a> menyebutkan bahwa persentase 30% perempuan di parlemen merupakan jumlah minimal agar mampu mempengaruhi kebijakan sosial terutama terkait dengan kesejahteraan perempuan.</p>
<p>Jauh sebelumnya, Rosabeth Kanter, seorang profesor bidang bisnis dan kepemimpinan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, juga menyebutkan <a href="https://www.journals.uchicago.edu/doi/abs/10.1086/226425">pentingnya keterwakilan perempuan dalam sebuah organisasi</a>.</p>
<p>Menurut Kanter, ketika jumlah perempuan dalam sebuah organisasi kurang dari 15%, ada kecenderungan mereka akan menghindari penanganan isu gender. </p>
<p>Akan tetapi, ketika keterwakilan perempuan lebih dari 15%, besar kemungkinannya bagi mereka untuk membentuk aliansi dan memprioritaskan isu gender dalam agenda kerja. </p>
<p>Di negara-negara maju seperti Jerman, keterwakilan perempuan di parlemen yang lebih dari 30% <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/1541-1338.00028">berpengaruh positif terhadap proses pembuatan kebijakan</a>. </p>
<p><strong>Kedua</strong>, perempuan di parlemen seringkali tidak berada di posisi strategis sebagai penentu kebijakan. Misalnya, studi yang dilakukan Puskapol UI menunjukkan bahwa sekitar <a href="https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/02/27/mivfu5-caleg-perempuan-hanya-beban-dan-pemanis-ketimbang-aset">40%</a> anggota parlemen perempuan tidak pernah terlibat dalam penyusunan anggaran. Wajar bila sangat sulit bagi perempuan dapat terlibat dalam penentuan anggaran yang pro-perempuan dan anak. </p>
<p>Ketidakterlibatan ini tidak selalu terkait dengan kualitas anggota perempuan, tapi karena kuatnya budaya patriarki.</p>
<p>Perempuan juga sangat jarang ditemukan di Badan Legislasi hingga tidak banyak berkiprah dalam proses pembuatan kebijakan terkait kesejahteraan perempuan dan anak. </p>
<p><strong>Ketiga</strong>, secara personal, kualitas caleg yang terpilih juga berpengaruh terhadap kinerja mereka. Banyak caleg perempuan yang terpilih adalah mereka yang memiliki hubungan kekerabatan atau kekuasaan rujukan (<em>reference power</em>) dengan elit politik, atau mereka yang sukses karena modal finansial dan popularitas semata. </p>
<p>Rendahnya kualitas anggota legislatif perempuan tentu saja sangat berpengaruh terhadap rendahnya dampak keterwakilan perempuan bagi perbaikan kebijakan sosial terutama yang terkait dengan kesejahteraan perempuan dan anak. </p>
<p>Situasi ini telah terjadi hingga sekarang.</p>
<p><a href="https://www.puskapol.ui.ac.id/infografis-pemilu-2019-latar-belakang">Studi</a> Puskapol UI menunjukkan bahwa dari 118 anggota DPR yang baru saja dilantik, 41% berasal dari dinasti politik yang memiliki hubungan kekerabatan dengan elit politik. </p>
<p>Oleh karena itu, meski persentase perempuan di DPR periode ini mengalami peningkatan, kualitas kebijakan yang pro-rakyat, perempuan dan anak, masih menjadi tugas besar. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-tunjukkan-pria-mendominasi-sistem-politik-di-indonesia-dan-ini-merugikan-politisi-perempuan-114432">Riset tunjukkan pria mendominasi sistem politik di Indonesia dan ini merugikan politisi perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Meningkatkan keterwakilan</h2>
<p>Menurut saya, pemenuhan keterwakilan minimal 30% harus terus didorong dan dibarengi dengan perbaikan kualitas caleg perempuan agar keterwakilan perempuan di parlemen memberi dampak yang signifikan.</p>
<p>Meski sistem pemilu terbuka kini memberikan peluang lebih besar bagi perempuan untuk terpilih bukan berdasarkan nomor urut, sistem ini juga memungkinkan terpilihnya wakil yang tidak berkualitas. </p>
<p>Perbaikan konstitusi merupakan keharusan. Ini bisa dilakukan dengan perbaikan undang-undang pemilu yang mewajibkan partai politik untuk memposisikan perempuan di nomor urut pertama.</p>
<p>Studi yang dilakukan oleh Ella S. Prihatini, peneliti ilmu politik dan hubungan internasional dari University of Western Australia, <a href="https://theconversation.com/bagaimana-mendongkrak-keterwakilan-perempuan-di-dpr-89541">menemukan</a> bahwa partai politik cenderung menempatkan calon anggota legislatif (caleg) perempuan pada nomor urut akhir dalam pemilihan legislatif, sehingga kecil kemungkinan mereka untuk terpilih. Sebagian besar caleg yang melenggang ke Senayan adalah mereka yang memiliki nomor urut pertama. </p>
<p>Terkait kualitas, partai politik wajib mewajibkan adanya keterlibatan perempuan dalam partai politik untuk mengukur kualitas dan kompetensi mereka sebagai calon legislatif.</p>
<p>Ini akan meminimalkan kecenderungan partai politik untuk menggunakan calon yang bermodal uang dan popularitas namun tidak memiliki kompetensi dan kualitas yang cukup untuk membawa perubahan bagi lahirnya kebijakan-kebijakan yang menyejahterakan rakyat. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/indonesia-perlu-belajar-dari-kemenangan-telak-perempuan-dalam-politik-amerika-109504">Indonesia perlu belajar dari kemenangan telak perempuan dalam politik Amerika</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<hr>
<p><em>Artikel ini telah dikoreksi pada 17 Oktober 2019. Terdapat kesalahan tentang afiliasi akademik Ella S. Prihatini dalam versi sebelumnya.</em></p>
<p><em>Artikel ini telah dikoreksi kembali pada 21 Oktober 2019 oleh penulis.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/125013/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Iim Halimatusa'diyah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemenuhan kuota 30% harus terus didorong dan kualitas anggota legislatif perempuan diperbaiki.Iim Halimatusa'diyah, Dosen, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1234592019-09-27T08:47:25Z2019-09-27T08:47:25ZRevisi UU KPK saat ini salah arah. Ini 3 hal yang harusnya direvisi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/294488/original/file-20190927-51434-pylk1k.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Revisi undang-undang KPK keliru.</span> <span class="attribution"><span class="source">Luthfi Dzulfikar/The Conversation Indonesia</span></span></figcaption></figure><p>Seperti kejar setoran, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190917121442-32-431182/dpr-resmi-sahkan-revisi-uu-kpk">mengesahkan</a> <a href="https://tirto.id/isi-perubahan-pasal-pasal-revisi-uu-kpk-yang-akan-disahkan-dpr-eidr">revisi Undang-Undang (UU) No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)</a>.</p>
<p>Alih-alih memperkuat lembaga antirasuah tersebut, revisi ini justru mempersempit ruang gerak KPK dalam memberantas korupsi. Anehnya, pemerintah juga <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/revisi-uu-kpk-sah-pemerintah-bilang-bidang-pencegahan-diperkuat">setuju</a> dengan perubahan tersebut meski terdapat <a href="https://tirto.id/26-masalah-revisi-uu-kpk-jadi-tuntutan-demo-mahasiswa-jakarta-eiGl">penolakan</a> dari publik.</p>
<p>Banyak pihak memprotes revisi UU KPK yang baru karena dianggap sebagai upaya untuk melemahkan KPK. Beberapa hal krusial dalam revisi UU yang dianggap mengancam keberadaan KPK di antaranya adalah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/09/16/10035911/independensi-dan-kewenangan-kpk-terancam-dipangkas?page=all">independensi KPK</a>, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190920204301-32-432456/dewan-pengawas-dan-segudang-curiga-intervensi-pada-kpk">pembentukan Dewan Pengawas</a>, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/09/16/19530931/soal-penyadapan-pakar-jangan-hanya-kpk-yang-diobok-obok-kewenangannya">izin penyadapan</a>, dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/09/05/13132151/jika-revisi-uu-disahkan-kpk-punya-wewenang-sp3-kasus-yang-tak-selesai-dalam">kewenangan penghentian perkara</a>.</p>
<p>UU KPK memang perlu direvisi demi pemberantasan korupsi yang lebih baik, tapi perubahan yang dilakukan saat ini tidak tepat. </p>
<h2>Tiga masukan</h2>
<p>Setidaknya ada tiga hal penting yang seharusnya ditambahkan dalam UU KPK untuk meningkatkan peran dan kinerja KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi:</p>
<p><strong>Pertama,</strong> UU yang baru harus mendukung terciptanya sistem pencegahan korupsi yang menyeluruh agar kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi dapat terbangun dengan baik. </p>
<p>Saat ini, pencegahan yang dilakukan KPK belum menunjukkan hasil yang signifikan. </p>
<p>Hal ini terlihat dengan rendahnya persepsi korupsi yang menandakan bahwa praktik korupsi masih dirasakan oleh para pelaku usaha di Indonesia. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/294302/original/file-20190926-51434-14qh9mf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/294302/original/file-20190926-51434-14qh9mf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=329&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/294302/original/file-20190926-51434-14qh9mf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=329&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/294302/original/file-20190926-51434-14qh9mf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=329&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/294302/original/file-20190926-51434-14qh9mf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=413&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/294302/original/file-20190926-51434-14qh9mf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=413&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/294302/original/file-20190926-51434-14qh9mf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=413&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Indeks Persepsi Korupsi (IPK)/Corruption Perception Index (CPI) Indonesia (sejak tahun 1995 sampai 2011 nilai IPK menggunakan skala 0-10. Pada gambar diatas, skalanya diasumsikan sama dengan 0-100) <em>www.transparency.org</em>. Jumlah narapidana korupsi diperoleh dari putusan Mahkamah Agung tentang tindak pidana korupsi.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan adanya sistem yang menyeluruh tersebut, KPK dapat secara maksimal melakukan supervisi ke berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta. </p>
<p>Nantinya perubahan UU yang dilakukan dapat menaungi kerja-kerja pencegahan yang dilakukan KPK tanpa mengurangi porsi penindakan yang dilakukan saat ini. </p>
<p><strong>Kedua,</strong> revisi UU KPK harus difokuskan pada penambahan sumber daya manusia. </p>
<p>Jumlah yang ada saat ini masih belum seimbang dengan beban kerja KPK. Untuk penyidikan saja, dalam lima tahun terakhir rata-rata terdapat 106 kasus per tahun yang perlu disidik, sementara sampai saat ini <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/04/23/13463331/21-penyidik-baru-dilantik-kini-kpk-punya-total-117-penyidik">KPK hanya memiliki 117 penyidik</a>. Jadinya satu kasus rata-rata ditangani tidak lebih dari dua orang.</p>
<p>Jika melihat rasio <a href="https://news.detik.com/berita/d-3787161/punya-1557-pegawai-kpk-serap-91-persen-anggaran-di-tahun-2017">jumlah pegawai KPK</a> dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, maka rasionya adalah 1:162.000. </p>
<p>Bandingkan dengan negara asia lainnya seperti Hong Kong dengan lembaga anti-korupsinya <a href="https://www.icac.org.hk/en/about/struct/index.html"><em>Independent Commission Against Corruption</em></a> (ICAC) dengan rasio 1:5.000 dan Singapura dengan <a href="https://www.unafei.or.jp/publications/pdf/RS_No104/No104_18_VE_Lim_1.pdf"><em>Corrupt Practices Investigation Bureau</em></a> (CPIB) dengan rasio 1:25.000 dibanding jumlah penduduk mereka. </p>
<p>Selain tugas penindakan, tugas pencegahan juga memerlukan tenaga. </p>
<p>Oleh karena itu, rekrutmen pegawai KPK perlu diatur regulasinya bukan hanya dikhususkan dari kepolisian, kejaksaan dan penyidik pegawai negeri sipil saja, sebagaimana yang tertuang dalam revisi UU KPK saat ini. </p>
<p>KPK bisa merekrut pegawainya dari masyarakat luas. Tentu dengan memperhatikan latar belakang dan kompetensi yang sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh KPK. Kehadiran mereka akan jauh lebih independen. </p>
<p><strong>Ketiga,</strong> revisi sebaiknya juga menjamin dukungan pembiayaan harus proporsional dengan target yang ingin dicapai. </p>
<p>Saat ini dana operasional KPK masih kurang. Jika dibandingkan dengan Hong Kong dan Singapura. Anggaran yang dimiliki <a href="https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/19/01/28/pm1a6g409-jumlah-anggaran-turun-ketua-kpk-padahal-harapannya-naik">KPK</a> saat ini sebesar US$0.22 (sekitar Rp 3 ribu) per kapita, sedangkan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Independent_Commission_Against_Corruption_(Hong_Kong)"><em>ICAC</em></a> dan <a href="https://www.singaporebudget.gov.sg/data/budget_2018/download/47%20PMO%202018.pdf"><em>CPIB</em></a> masing-masing sebesar $18.7 per kapita dan $7.8 per kapita. </p>
<p>Korupsi merupakan penyakit utama yang menghambat pembangunan ekonomi negeri ini. Rata-rata kerugian negara per tahun sebesar <a href="http://theconversation.com/korupsi-sebabkan-2-krisis-ekonomi-di-indonesia-kapan-bangsa-ini-mau-belajar-103523">Rp 13.6 triliun</a> pada kurun waktu 2001-2015. Maka sudah selayaknya dukungan pembiayaan harus proporsional. </p>
<p>Hal ini karena biaya yang dikeluarkan untuk pemberantasan dan pencegahan korupsi nantinya akan membawa manfaat bagi pembangunan ekonomi.</p>
<h2>Kritikan terhadap revisi UU KPK</h2>
<p>Revisi yang dilakukan DPR sangatlah tidak relevan dengan kebutuhan institusi KPK itu sendiri.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, peletakan KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif justru dapat memperlemah independensi lembaga antirasuah ini. </p>
<p>Bagaimana tidak, KPK yang ingin menindak tindak pidana korupsi yang terjadi di eksekutif justru dijadikan bagian dari eksekutif itu sendiri.</p>
<p><strong>Kedua,</strong> pembentukan Dewan Pengawas yang tugasnya justru melebihi tugas Pimpinan KPK. </p>
<p>Dalam revisi tersebut, Dewan Pengawas diberikan kewenangan untuk memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, serta penyitaan dalam penindakan kasus korupsi. </p>
<p>Kewenangan Dewan Pengawas ini sangat berpotensi untuk menghambat proses penindakan yang dilakukan KPK.</p>
<p><strong>Ketiga,</strong> pemberian kewenangan pada KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara. Padahal kita tahu bahwa untuk kasus korupsi yang kompleks, <a href="https://www.voaindonesia.com/a/kpk-belum-tuntaskan-18-kasus-besar/4914747.html">diperlukan waktu beberapa tahun</a>. </p>
<p>Dengan adanya kewenangan ini, maka dengan mudahnya kasus korupsi berhenti ditangani.</p>
<h2>Keberadaan KPK</h2>
<p>Sejak KPK berkiprah, penindakan terhadap pelaku korupsi meningkat secara signifikan. Itu artinya KPK mempunyai peran yang sangat strategis dalam menindak pelaku korupsi. </p>
<p>Hingga 2017, setidaknya ada lebih dari <a href="https://news.detik.com/berita/d-3686129/jumlah-napi-tipikor-di-indonesia-3801-orang-paling-banyak-di-jatim">3.000</a> pelaku tindak pidana korupsi telah dijatuhi hukuman. </p>
<p>Namun, tidak dipungkiri juga bahwa dua Lembaga lainnya yaitu kepolisian dan kejaksaan juga memberikan banyak berkontribusi terhadap hasil tersebut.</p>
<p>Untuk itu, sinergi ketiga lembaga tersebut harus terus ditingkatkan dengan KPK menjadi penggerak utama dan terdepan dalam agenda pemberantasan korupsi.</p>
<p>Guru kepemimpinan dunia dari Amerika Serikat, John C. Maxwell, menekankan bahwa segala sesuatu dipengaruhi oleh kepemimpinan. </p>
<p>Sudah saatnya cetak biru agenda pemberantasan korupsi yang jelas dan terukur harus didukung oleh pemimpin negeri ini. </p>
<p>Jika tidak, negeri ini akan terus menjadi surganya para koruptor.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/123459/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Zuhairan menerima beasiswa untuk studi PhD-nya dari Kementrian Agama Republik Indonesia, melalui program 5.000 Doktor di University of Canberra, Australia.</span></em></p>UU KPK memang perlu mendapat perhatian serius demi pemberantasan korupsi yang lebih baik, tapi perubahan yang dilakukan saat ini tidak tepat.Zuhairan Yunmi Yunan, Lecturer at the Department of Economics, Faculty of Economic and Business, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1155642019-04-16T09:44:48Z2019-04-16T09:44:48ZPemilu legislatif dan pilpres: Apa yang penting dan apa yang dipertaruhkan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/269511/original/file-20190416-147518-1g3vd27.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang pegawai kecamatan membawa kotak surat suara sehari sebelum disebarkan ke seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Bogor, Jawa Barat. Indonesia akan menyelenggarakan pemilu presiden dan legislatif yang berlangsung esok hari. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.epa.eu/politics-photos/elections-photos/ballot-boxes-preparation-ahead-of-the-general-elections-in-indonesia-photos-55127259">EPA/ADI WEDA</a></span></figcaption></figure><p>Besok, Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, akan menggelar pemilihan umum (pemilu) kelima sejak jatuhnya rezim otoriter Soeharto pada 1998.</p>
<p>India mungkin menyelenggarakan <a href="https://theconversation.com/indias-elections-will-be-the-largest-in-world-history-114968">pemilu terbesar dan termahal di dunia</a> tapi tidak serumit di Indonesia.</p>
<p>Sebagai negara yang memiliki populasi keempat terbesar di dunia dan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia punya banyak hal yang dipertaruhkan dalam pemilu ini. Hasil pemilu besok akan menentukan stabilitas Indonesia sebagai negara yang demokratis dari sudut pandang ekonomi dan keamanan.</p>
<p>Inilah yang perlu kita ketahui tentang pemilu kali ini dan apa yang dipertaruhkan.</p>
<h2>Lima pencoblosan sekaligus</h2>
<p>Untuk pertama kalinya, Indonesia akan mengadakan pemilihan presiden (pilpres) dan legislatif secara bersamaan. Pemerintah mengklaim bahwa sistem simultan ini akan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1954013/KPU.Pemilu.Serentak.Hemat.Anggaran">menghemat biaya</a>.</p>
<p>Jadi, begitu memasuki bilik suara, seorang pemilih harus berurusan dengan lima surat suara sekaligus, menjadikannya pemilu paling kompleks di dunia. </p>
<h2>Tentang angka-angka</h2>
<p>Jumlah pemilih terdaftar mencapai <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/04/08/21501411/jumlah-pemilih-pemilu-2019-bertambah-jadi-192866254">192,8 juta orang</a> dengan hampir <a href="https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/berebut-suara-pemilih-muda">50%</a> berusia di bawah 40 tahun.</p>
<p>Pada Rabu pagi, para pemilih yang berhak akan pergi ke <a href="https://beritagar.id/artikel/berita/pemilu-2019-digelar-di-810329-tps">810.329</a> bilik suara di seluruh negeri untuk memilih presiden dan wakil presiden dan <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/explainer-will-the-2019-elections-be-fair/">hampir 20.500 anggota Dewan Perwakilan Rakyat</a> (DPR) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, serta 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Setidaknya <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/explainer-will-the-2019-election-be-fair/">300.000</a> calon maju untuk kursi legislatif.</p>
<p>Untuk kursi presiden, seorang pemilih harus memilih antara Jokowi “Jokowi” Widodo dan saingannya, Prabowo Subianto.</p>
<p>Ada beberapa kekhawatiran terkait pemilu besok.</p>
<p>Para pakar mempertanyakan <a href="https://thediplomat.com/2018/10/free-speech-and-democracy-under-threat-in-indonesia/">kualitas demokrasi Indonesia</a>, di tengah-tengah <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00074918.2018.1549918">penindasan yang meningkat</a>, <a href="https://www.eastasiaforum.org/2019/01/07/is-indonesian-democracy-up-to-the-%20-challenge%20/">meningkatnya konservatisme</a> yang ditambah dengan maraknya <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/15/world/asia/indonesia-election-islam.html">Islamisme</a> dan tren <a href="https://www.newmandala.org/an-anti-feminist-wave-in-indonesias-election/">anti-feminisme</a></p>
<p>Beberapa pihak juga khawatir <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/11/opinion/joko-widodo-indonesia-military.html">pengaruh militer juga semakin meningkat</a>. Beberapa mungkin berpikir Indonesia mungkin berada <a href="http://www.newmandala.org/how-polarised-is-indonesia/">di ambang perang saudara</a>.</p>
<p>Tidak mengherankan, banyak orang yang percaya bahwa banyak yang dipertaruhkan dalam pemilu besok. Pada dasarnya, ini adalah pertempuran antara <a href="https://www.economist.com/asia/2018/05/10/indonesias-president-is-neither-a-grubby-politician-nor-a-%20diehard-reformer">pihak yang mewakili Indonesia moderat, inklusif</a> versus <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2019/03/20/indonesias-upcoming-elections-explained">populis nasionalis</a> yang <a href="https://www.theguardian.com/world/2019/apr/13/dont-teach-me-democracy-an-uneasy-audience-with-indonesias-prabowo">merangkul kelompok Islam garis keras dengan agenda non-liberal mereka</a>.</p>
<h2>Pertarungan lama Jokowi dan Prabowo</h2>
<p>Pemilihan presiden 2019 merupakan pertandingan ulang antara Jokowi, seorang warga sipil dan mantan penjual furnitur yang menjadi politikus, dan Prabowo, mantan jenderal dan mantan menantu mantan diktator Soeharto. Dalam pemilu presiden 2014 <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-28415536">Jokowi memenangkan pemilu dengan selisih kecil</a>.</p>
<p>Untuk dapat dipilih kedua kalinya, Jokowi menonjolkan pencapaian ekonomi di bawah pemerintahannya. Salah satunya adalah pencapaian Jokowi dalam pembangunan infrastruktur, sesuatu diabaikan oleh para pendahulunya.</p>
<p>Strategi lain Jokowi adalah membangun sekutu dengan Nadlatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar di Indonesia dengan memilih Ma'ruf Amin, seorang tokoh senior di NU, sebagai pasangannya. Dengan menerapkan strategi ini, Jokowi membuang pendekatan yang digunakan pada 2014 ketika dia memperjuangkan nilai-nilai pluralisme.</p>
<p>Dengan memilih Ma'ruf, Jokowi berharap untuk tidak diserang dengan dalih agama seperti rekannya, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Ahok adalah mantan wakil Jokowi ketika ia menjadi gubernur Jakarta.</p>
<p>Ahok, yang beretnis Cina dan beragama Kristen, adalah korban dari <a href="https://www.reuters.com/article/us-indonesia-election-idUSKBN17K15Z">kampanye hitam</a> yang dijalankan oleh kaum konservatif untuk mencegahnya memenangkan pemilihan gubernur Jakarta 2017. Ahok tidak hanya gagal memenangkan pemilihan, tetapi ia juga kemudian dinyatakan bersalah atas tuduhan penistaan agama. Baru-baru ini, dia dibebaskan dari penjara.</p>
<p>Di sisi lain adalah Prabowo. Dia berpasangan dengan Sandiaga Uno, salah satu orang terkaya di Indonesia.</p>
<p>Pendukung Prabowo adalah mereka yang merindukan stabilitas di bawah pemerintahan Soeharto yang otoriter. Dibandingkan dengan Jokowi, Prabowo dipandang sebagai pemimpin yang lebih kuat karena pengalamannya di militer.</p>
<p>Pendukung Prabowo termasuk <a href="http://file.understandingconflict.org/file/2019/03/Report_55.pdf">kaum konservatif yang bergabung dengannya karena mereka membenci Jokowi</a>.</p>
<p>Selain <a href="https://www.newmandala.org/qa-sandiaga-uno-on-economic-policy/">menyerang kebijakan ekonomi Jokowi</a>, strategi lain dari para pendukung Prabowo adalah menciptakan citra bahwa Jokowi <a href="https://coconuts.co/jakarta/news/halal-grilled-pork-legal-lgbt-president-jokowi-urges-public-stop-sharing-fake-news-online/">anti dengan segala yang berhubungan dengan umat Islam</a>.</p>
<p>Sebagai balasannya, para pendukung Jokowi menyerang balik Prabowo dengan mengatakan bahwa ia bukan seorang Muslim yang baik. <a href="http://file.understandingconflict.org/file/2019/03/Report_55.pdf">Mereka mempertanyakan kesalehan Prabowo dengan menanyakan di mana dia melakukan salat Jum'at yang merupakan kewajiban bagi setiap laki-laki Muslim</a>. Mereka juga menuduh Prabowo
<a href="https://tirto.id/prabowo-isu-khilafah-dan-sejarah-gerakan-islam-politik-indonesia-dkT6">mendukung pembentukan negara Islam</a>. Prabowo menyangkal keras tuduhan itu selama debat presiden kemarin.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/jzLCMp30GEU?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<h2>Memprediksi hasilnya, siapa pun yang menang</h2>
<p>Pada dasarnya, jika Jokowi menang ini akan membuktikan bahwa kebijakan ekonominya disukai pemilih dan memberi isyarat kepada oposisi - atau lebih tepatnya, kandidat untuk pemilihan presiden 2024, bahwa merangkul pihak garis keras bukan strategi jitu untuk meraih suara mayoritas pemilih.</p>
<p>Tentu saja, ini tidak berarti bahwa para kandidat dapat mengabaikan peran Islam dalam politik - seperti yang dialami Ahok pada pemilihan gubernur Jakarta 2017. Tapi tentu saja, lebih menguntungkan untuk mengambil sikap yang lebih moderat untuk mendapatkan dukungan.</p>
<p>Jika Prabowo menang, ini akan menunjukkan bahwa politik identitas tetap kuat dan berada di sisi ekstrimis memang membuahkan hasil. Memang, ini tidak berarti bahwa Prabowo menyetujui taktik semacam itu. Namun, fakta bahwa mereka sering menggunakan serangan berbasis agama di sebagian besar kampanyenya, menyiratkan bahwa sayangnya, kemenangannya, dapat dipandang sebagai kemenangan politik identitas yang nantinya dapat digunakan lagi di pilpres mendatang. </p>
<p><em>Jamiah Solehati menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115564/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yohanes Sulaiman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Inilah yang harus Anda ketahui tentang pemilu dan pilpres di Indonesia dan apa yang dipertaruhkan.Yohanes Sulaiman, Associate lecturer, Universitas Jendral Achmad YaniLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/895412018-01-18T10:30:16Z2018-01-18T10:30:16ZBagaimana mendongkrak keterwakilan perempuan di DPR?<p>Memasuki awal 2018, diskusi mengenai pemilihan umum (pemilu) Indonesia yang digelar tahun depan mulai mengemuka. Selain isu calon presiden, tak kalah penting adalah calon-calon legislator yang akan menjadi representasi rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat, dan keterwakilan perempuan dalam lembaga tersebut. </p>
<p>Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif tidak hanya penting dari aspek perimbangan antara laki-laki dan perempuan. Populasi Indonesia separuhnya berjenis kelamin perempuan. Namun lebih dari itu, kehadiran anggota parlemen perempuan diharapkan bisa menjamin kepentingan kaum perempuan menjadi salah satu prioritas kebijakan, di antaranya terkait dengan isu pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan, dan layanan kesehatan.</p>
<p>Angka keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Saat pemilu pertama kali digelar pada 1955, jumlah kursi perempuan hanya 5,06%, dan angka ini terus bertambah secara bertahap hingga mencapai 11,4% pada 1997 (KPU 2014). </p>
<p>Selepas rezim Orde Baru, berbagai reformasi hukum terkait dengan pemilu legislatif mengenalkan <a href="http://paperroom.ipsa.org/papers/paper_5065.pdf">sistem kuota gender</a> yang bertujuan membuka peluang lebih besar bagi perempuan untuk terpilih. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/rih96/2/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="400"></iframe>
<h1>Kuota gender belum efektif</h1>
<p>Namun, melihat pengalaman tiga siklus pemilu yakni 2004, 2009, dan 2014, kuota gender yang mewajibkan partai untuk menempatkan perempuan sedikitnya 30 persen di daftar calon tetap (DCT) belum mendongkrak keterpilihan perempuan secara signifikan. </p>
<p>Pada 2004, perempuan hanya berhasil menguasai 11,24% kursi di DPR. Pada pemilu lima tahun kemudian jumlahnya naik menjadi 18,21%. Sementara pada 2014 <a href="https://www.antaranews.com/berita/561232/buntunya-advokasi-perempuan-berpolitik">keterwakilan perempuan justru menipis menjadi 17%</a>. </p>
<p>Secara umum, jumlah calon legislatif (caleg) perempuan dari tujuh partai yang bersaing di tiga pemilu legislatif terus meningkat. Namun mengapa jumlah perempuan yang terpilih tidak bisa meningkat secara maksimal? </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/kyq71/2/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="400"></iframe>
<h1>Caleg perempuan nomor urut 1</h1>
<p>Dalam <a href="https://books.google.co.id/books/about/Political_Recruitment.html?id=GlAbudeTSwQC&redir_esc=y">bukunya yang mengulas rekruitmen politik</a> Pippa Norris dan Ronald Inglehart menawarkan tiga tingkat analisis: faktor sistematik, faktor partai, dan individu calon legislatif. </p>
<p>Undang-Undang Pemilu, sistem partai, dan sistem hukum di sebuah negara termasuk dalam kategori faktor sistematik. Sementara faktor partai politik meliputi ideologi dan aturan internal partai dalam mencalonkan perempuan sebagai anggota legislatif. </p>
<p>Faktor terakhir terkait dengan aspek motivasi dan sumber daya individu orang yang akan menjadi caleg. </p>
<p>Dalam tulisan ini, analisis saya akan fokus pada faktor partai politik dalam menominasikan caleg perempuan. Hal yang bisa diukur adalah tren penempatan caleg perempuan di nomor urut 1 dan tingkat keterpilihan caleg perempuan yang berada di nomor urut teratas. </p>
<p>Analisis statistik dari <a href="http://www.kpu.go.id/index.php/pages/index/NzE0">data hasil pemilu</a> menunjukkan, mayoritas caleg yang berhasil melenggang ke Senayan adalah mereka yang dinominasikan pada nomor urut satu. </p>
<p>Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa nomor urut sangat menentukan keterpilihan seorang caleg. Meski demikian, patut pula dicermati bahwa peluang untuk terpilih nomor urut 4 dan seterusnya ternyata meningkat 10 kali lipat dari 1,6% pada 2004 menjadi 16,4% pada pemilu 2014. </p>
<p>Sementara itu, keterpilihan caleg nomor 1 terus menurun dari 73,6% pada 2004 menjadi 62,1% pada 2014. Sebagian faktor penjelas dari tren ini adalah mulai diberlakukannya sistem pemilu yang terbuka (<em>open-list</em>) pada pemilu 2014. Dalam sistem ini, kalah-menangnya caleg semata ditentukan oleh perolehan suara terbanyak. Sistem pemilihan yang semacam ini memberikan peluang untuk caleg di nomor urut besar bisa terpilih, dan trennya terus naik. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/uTi3x/2/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="400"></iframe>
<h2>Cara partai menominasikan caleg perempuan</h2>
<p>Analisa terhadap tujuh partai politik yang mengikuti tiga pemilu legislatif menunjukkan bahwa tiap-tiap partai memiliki pola yang berbeda saat menominasikan caleg perempuan. </p>
<p>Grafik di bawah ini menunjukkan dua partai berbasis Islam; Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menempatkan caleg perempuan di nomor urut satu dengan tren yang berlawan arah. </p>
<p>PPP secara stabil dan signifikan terus menambah porsi caleg perempuan nomor urut satu, bahkan rasionya merupakan yang tertinggi di antara semua partai. Sedangkan PKS menempatkan semakin sedikit perempuan di nomor urut 1. </p>
<p>Pada pemilu 2014, PPP menempatkan perempuan sebagai caleg nomor satu di 22 daerah pemilihan (dapil), sementara PKS hanya mengisi satu daerah pemilihan dengan perempuan sebagai caleg teratas. </p>
<p>Partai-partai lain, kecuali Golkar, menunjukkan peningkatan alokasi caleg perempuan di nomor urut 1. Peningkatan paling tajam terjadi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), kenaikannya mencapai nyaris 600 % dibandingkan pemilu 2009. </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/qSC1o/2/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Dalam pemilu 2014, terlihat jelas bahwa 90 persen caleg perempuan yang terpilih dari PPP adalah mereka yang menempati nomor urut 1. Dengan kata lain, banyak pemilih PPP mendukung caleg perempuan yang ditempatkan di posisi teratas. Sementara di partai lain, seperti Golkar dan Demokrat, mayoritas perempuan yang terpilih justru bukan duduk di nomor urut 1, sebagian bahkan ada yang melaju dengan nomor urut 7, 8, dan 9. </p>
<p>Grafik berikut memetakan tingkat kesuksesan caleg perempuan dengan nomor satu dalam pemilu 2009 dan 2014. Terlihat bahwa pada pemilu 2009, Partai Demokrat, PDI-P, dan PKS berhasil mengirimkan 100 persen caleg perempuan nomor urut 1 ke DPR. </p>
<p>Sementara di pemilu berikutnya, “success rate” ini anjlok untuk semua partai kecuali Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Salah satu faktor penjelasnya terletak pada aspek sistem pemilu terbuka, yang memungkinkan semua caleg bisa terpilih tanpa peduli posisi nomor urut. Aspek lain ditentukan oleh berkurangnya perempuan ditempatkan di posisi teratas, terjadi di PKS yang hanya punya satu dapil dengan caleg perempuan sebagai pemimpin daftar calon tetap (DCT). </p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/GzEjE/2/" scrolling="no" frameborder="0" allowtransparency="true" allowfullscreen="allowfullscreen" webkitallowfullscreen="webkitallowfullscreen" mozallowfullscreen="mozallowfullscreen" oallowfullscreen="oallowfullscreen" msallowfullscreen="msallowfullscreen" width="100%" height="600"></iframe>
<h2>Selanjutnya apa?</h2>
<p>Berkaca dari pengalaman tiga kali pemilu legislatif, apakah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan jumlah anggota perempuan DPR? Satu hal yang tetap relevan adalah mengupayakan agar caleg perempuan semakin banyak ditempatkan di nomor urut teratas, meskipun memang dengan sistem terbuka siapa saja dan di nomor mana saja bisa terpilih.</p>
<p>Di sisi lain, beberapa politikus dan aktivis perempuan mulai mendesak agar partai politik memainkan peranan yang lebih gencar dalam kaderisasi agar perempuan yang maju dalam pemilihan legislatif adalah mereka yang benar-benar memiliki sumber daya serta kemampuan politik yang serius.</p>
<p>Sebuah <a href="http://www.ifes.org/sites/default/files/20110119_indonesia_electoral_survey_2.pdf">survei oleh International Foundation for Electoral Systems (IFES) pada 2010</a>
mengindikasikan bahwa pemilih meminati caleg perempuan yang memiliki beberapa kualitas unggulan. Kualitas yang paling dicari oleh pemilih adalah kecerdasan (35%), bersih dari korupsi (26%), dan pengalaman di dunia politik (20%). Hal ini menunjukkan bahwa untuk berhasil mendulang suara, caleg perempuan perlu mengasah nilai tambahnya mulai dari kemampuan intelektual, praktik politik yang bersih, dan mengumpulkan “jam terbang” sebagai politikus. </p>
<p>Pada akhirnya, memperbanyak jumlah caleg perempuan memang penting untuk menjamin peluang keterpilihan di pemilu. Lebih ideal lagi bila partai serius menempatkan perempuan sebagai kandidat teratas di banyak dapil. Namun jauh lebih penting sekarang adalah meningkatkan kualitas caleg agar jumlah perempuan menjadi wakil rakyat di DPR menjadi lebih banyak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/89541/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ella S Prihatini menerima beasiswa Endeavour dari Department of Education and Training Australia. </span></em></p>Kuota gender yang mewajibkan partai untuk menempatkan perempuan sedikitnya 30 persen di daftar calon tetap (DCT) belum mendongkrak keterpilihan perempuan secara signifikan.Ella S. Prihatini, PhD student, The University of Western AustraliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.