tag:theconversation.com,2011:/us/topics/nasi-53379/articlesnasi – The Conversation2023-10-16T08:16:23Ztag:theconversation.com,2011:article/2157142023-10-16T08:16:23Z2023-10-16T08:16:23ZPentingnya merawat sistem pangan lokal untuk menghadapi El Nino dan cuaca ekstrem<p><em>Artikel ini terbit untuk memeringati Hari Pangan Sedunia pada 16 Oktober 2023.</em></p>
<p>El Nino yang berlangsung sejak Mei 2023 lalu terus menguat dan cukup berdampak bagi sektor pertanian Indonesia. Data Kementerian menyebutkan ada <a href="https://dataindonesia.id/agribisnis-kehutanan/detail/kementan-tak-ada-sawah-dengan-risiko-kekeringan-tinggi">258 ribu hektare (ha) sawah</a> yang berisiko mengalami kekeringan sedang.</p>
<p>Risiko kekeringan juga kian meluas karena El Nino diprediksi berlangsung sampai Maret tahun depan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/produksi-beras-juga-bisa-beradaptasi-dengan-perubahan-iklim-syaratnya-riset-iklim-harus-diperbanyak-175737">Produksi beras juga bisa beradaptasi dengan perubahan iklim, syaratnya riset iklim harus diperbanyak</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional, Budi Waryanto, mengungkapkan meski pasokan pangan Indonesia masih cukup, fenomena El Nino menyebabkan produksi beras nasional berkurang. “Namun sejauh ini masih cukup,” ujar Budi dalam diskusi daring bertajuk “Hari Pangan Sedunia: Refleksi Ketahanan Pangan Indonesia di Tengah Ancaman Kekeringan Dampak El Nino” pada Kamis lalu.</p>
<p>Untuk menstabilkan harga, pemerintah terpaksa menggelontorkan beras impor dari <a href="https://ekonomi.republika.co.id/berita/rzf62v490/impor-beras-hampir-rp-10-triliun-mayoritas-dari-thailand">Vietnam, Thailand,</a> hingga <a href="https://ekonomi.republika.co.id/berita/s0t5oz370/jokowi-impor-beras-kamboja-untuk-pastikan-stok-cadangan-strategis">Kamboja.</a> Ada juga wacana untuk <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230925093931-92-1003249/2-alasan-bulog-impor-1-juta-ton-beras-dari-china-tahun-depan">impor beras dari Cina.</a></p>
<p>Dosen dan peneliti pangan di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Angga Dwiartama, mengatakan cuaca ekstrem yang diakibatkan oleh El Nino akan selalu menjadi risiko bagi pasokan pangan Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki sistem penyediaan pangan yang terpusat dari pemerintah, badan usaha milik negara, lalu diturunkan ke daerah-daerah. </p>
<p>Walhasil, ketika ada gangguan pasokan pangan karena cuaca, kondisi pasar global, ataupun kondisi geopolitik, dampaknya bisa terjadi secara nasional.</p>
<p>Karena itulah, Angga menyarankan Indonesia seharusnya memperkuat sistem pangan lokal untuk menyangga sistem pangan yang terpusat. Dalam sistem ini, suatu daerah memiliki sistem produksi, distribusi, dan konsumsi tersendiri sehingga bisa bertahan dalam risiko gangguan pasokan, misalnya karena cuaca ekstrem.</p>
<h2>Dua sistem yang saling melengkapi</h2>
<p>Angga mengatakan, dalam sistem pangan lokal, suatu kawasan biasanya memiliki caranya sendiri dalam penyediaan pangan. Jenis pangannya pun tak melulu beras, tapi juga pangan-pangan lainnya seperti sagu, jagung, ataupun singkong.</p>
<p>Sistem ini pun jamak diberlakukan penduduk desa ataupun masyarakat adat di Indonesia.</p>
<p>Dia mencontohkan sistem pangan yang berlaku di Kasepuhan Ciptagelar, masyarakat adat sunda Jawa Barat. Masyarakat di Kasepuhan ini, kata Angga, jarang terdengar memiliki masalah pasokan pangan karena mereka memiliki sawah sendiri. Kasepuhan Ciptagelar juga memiliki cara menyimpan padi sehingga, meskipun hanya panen sekali setahun, mereka bisa bertahan tanpa banyak bergantung pada daerah lainnya.</p>
<p>“Jadi, walaupun ada El Nino, masyarakat Kasepuhan Cipta Gelar tidak ada masalah,” ujar Angga.</p>
<p>Direktur Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari–organisasi pegiat advokasi lingkungan di Papua, Emil Kleden, mengemukakan sistem serupa juga berlaku secara tradisional bagi banyak masyarakat adat di Papua. Mereka biasanya mengandalkan sagu dan ubi jalar yang tumbuh liar di hutan-hutan. Masyarakat Papua juga memiliki <a href="https://www.ptppma.or.id/ketahanan-pangan-wilayah-adat-boasom-masyarakat-menyimpan-sagu-di-dalam-tanah/">kebiasaan menyimpan</a> sagu di tanah basah, di dalam daun, hingga bisa bertahan sampai berbulan-bulan.</p>
<p>Sayangnya, kata Emil, tren sistem pangan lokal ini mulai tergerus karena maraknya alih fungsi hutan di Papua. Beberapa kelompok masyarakat di Papua juga terkena stigma bahwa beras adalah makanan orang kaya. Akibatnya mereka perlahan-lahan mulai meninggalkan pangan lokal yang sudah dikonsumsi sejak dulu.</p>
<p>“Selain itu, konversi hutan sagu untuk kebutuhan lain ini semakin mengancam keberlangsungan pangan lokal dari Orang Asli Papua (OAP) karena berkurangnya lahan produksi untuk sagu. Belum lagi tentang potensi hilangnya sumber protein hewani seperti rusa, babi, dan kasuari karena habitat asli mereka sudah dihancurkan,” kata Emil.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dilema-pangan-ramah-iklim-yang-bernutrisi-dan-terjangkau-di-indonesia-bagaimana-cara-mengatasinya-173655">Dilema pangan ramah iklim yang bernutrisi dan terjangkau di Indonesia. Bagaimana cara mengatasinya?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Angga turut membenarkan risiko sistem pangan lokal yang terancam. Menurut dia, pangan lokal dapat tergerus oleh proyek-proyek besar yang datangnya dari luar, misalnya perkebunan berskala besar.</p>
<p>Menurut Angga, pemerintah harus berupaya menjaga agar sistem pangan lokal di desa-desa tidak berkurang. Pelestarian sistem lokal ini, kata dia, justru membantu ketahanan pangan Indonesia di daerah-daerah rural. Jika sistem pangan lokal berlangsung dengan baik, pemerintah hanya perlu berkonsentrasi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat kota dengan sistem pangan tersentralisasi.</p>
<p>“Jadi dua sistem ini (yang tersentralisasi dan sistem pangan lokal) tidak saling meniadakan, justru saling melengkapi,” ujar dia.</p>
<h2>Merombak stigma, membenahi kebijakan</h2>
<p>Peneliti pertanian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Riska Ayu Purnamasari, mengemukakan sebenarnya pemerintah memiliki kebijakan yang mendorong <a href="https://theconversation.com/konsumsi-pangan-lokal-membantu-masyarakat-indonesia-hidup-sehat-dan-berkelanjutan-202841">konsumsi pangan lokal.</a> </p>
<p>Misalnya kebijakan Isi Piringku, panduan konsumsi makanan dari Kementerian Kesehatan yang mempromosikan sumber karbohidrat tidak hanya dari beras tapi juga ubi jalar, singkong, dan lain-lain. Selain itu, beberapa Dinas Pertanian juga memiliki program untuk menggalang konsumsi pangan lokal.</p>
<p>Sayangnya, menurut Riska, kebijakan ini tidak dilaksanakan secara memadai dan saling bertentangan. Misalnya, dalam program pangan bagi masyarakat miskin, cenderung membagi-bagikan beras sebagai makanan pokok. </p>
<p>“Dulu pas Orba (era Orde Baru) aparatur sipil negaranya dibagi-bagi beras,” kata Riska dalam diskusi “Belum Ketemu Nasi, belum Makan?” di akun Instagram @ConversationIDN, Jumat lalu.</p>
<p>Keinginan masyarakat <a href="https://theconversation.com/indonesia-perlu-perkuat-diversifikasi-pangan-lokal-untuk-hadapi-krisis-pangan-global-181760">mengonsumsi pangan lokal,</a> tutur Riska, juga dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap pangan selain nasi. Selama ini, dia mengatakan banyak masyarakat yang hanya menganggap singkong, jagung, ubi, sebagai makanan sampingan. </p>
<p>Karena itulah, dia mengatakan pemerintah perlu mempromosikan pangan lokal sesering mungkin. “Selama ini tidak ada imbauan yang benar-benar masif, kita tidak pernah lihat di TV, ayo konsumsi ubi atau sudahkah konsumsi ubi bulan ini?” kata dia. </p>
<p>Riska juga menggarisbawahi pentingnya mempromosikan pangan-pangan lokal yang endemik di suatu tempat. Misalnya, umbi jalawure yang tumbuh liar di pinggir pantai di pesisir Garut, Jawa Barat. Tidak banyak orang yang mengenal umbi ini, padahal potensinya untuk menggantikan beras ataupun terigu—-yang banyak dikonsumsi orang Jawa Barat—-cukup tinggi.</p>
<p>“Pangan lokal itu keutamaannya adalah beragam. Jadi kalau bahas pangan lokal berarti tak hanya satu, tapi semua yang ada merupakan satu kesatuan,” ujar Riska.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215714/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Sistem pangan lokal bisa menopang sistem pangan nasional Indonesia yang selama ini masih terpusat.Robby Irfany Maqoma, Environment EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1079652018-12-03T00:44:30Z2018-12-03T00:44:30ZKenali beberapa tanda keracunan makanan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/248102/original/file-20181130-194932-uwu8p6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi tiga dimens bakteri Salmonella, yang kerap menginfeksi makanan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU0MzU5MDA3MCwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTAzMzc0MzM4NSIsImsiOiJwaG90by8xMDMzNzQzMzg1L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIlJsMTV2RTZBSXpRZ3hVbHRrWGU4MDd1cnI5YyJd%2Fshutterstock_1033743385.jpg&pi=41133566&m=1033743385">Kateryna Kon/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/5pkGUYrn22RAvp3agiLqPa" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Makan banyak harusnya bikin tenaga Anda berlipat. Tapi kalau setelah makan Anda justru demam, perut melilit, dan mual-muntah, awas! Jangan-jangan Anda keracunan makanan!</p>
<p>Menurut Puspita Listiyanti, peneliti bakteri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), makanan yang terkontaminasi bakteri itu akan terlihat berlendir dan bau, serta teksturnya hilang jadi lembek.</p>
<p>Apa yang sebenarnya terjadi ketika kita keracunan makanan? Keracunan makanan terjadi karena mengonsumsi makanan basi, makanan yang tidak dimasak dengan baik, atau makanan yang terlalu lama di udara luar. Udara banyak bakterinya, seperti salmonela, yang menyebar melalui kotoran. Ini bakteri yang bisa menyebar melalui makanan terkontaminasi dan juga udara yang menjadi penyebab diare. </p>
<p>Daging dan susu sangat disukai oleh mikroba. Walau hanya satu sel menempel di situ, dengan cepat dia akan berkembang biak. Bakteri-bakteri itu dalam waktu 1 x 24 jam bisa berkembang biak dari satu sel jadi miliaran sel yang bisa menyebabkan manusia sakit. </p>
<p>Kontaminasi bakteri mematikan pernah terjadi di beberapa negara. Awal 2017, produk daging asal Afrika Selatan tercemar bakteri jenis Listeria. Sekitar 1000 orang terinfeksi dan 216 orang tewas karena bakteri ini. Gara-gara itu lembaga kesehatan dunia WHO mencatat kasus tersebut sebagai wabah Listeria terparah sepanjang sejarah.</p>
<p>Bakteri hidup dan berkembangbiak di mana-mana termasuk di air, panci, piring, sendok, gelas, dan semua peranti dapur. Pemanasan adalah salah satu sterilisasi untuk membunuh bakteri. Atau juga bisa memasukkan ke dalam kulkas, supaya bakteri tidak bisa berkembang biak. Bakteri hidup pada suhu 30 derajat.</p>
<p>Yang mesti digarisbawahi, bakteri bukan pelaku tunggal keracunan makanan. Singkong, bayam, tomat juga bisa bikin kita keracunan karena di dalamnya ada racun alami untuk menghalau predator, jamur, dan serangga. Puspita Listiyanti menjelaskan bakteri yang kerap menyerang manusia. </p>
<p>Edisi ke-37 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/107965/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Bakteri hidup dan berkembangbiak di mana-mana termasuk di air, panci, piring, sendok, gelas, dan semua peranti dapur. Pemanasan adalah salah satu sterilisasi.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/991582018-07-01T13:51:55Z2018-07-01T13:51:55ZPerubahan iklim akan membuat kandungan gizi nasi berkurang<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/225495/original/file-20180629-117367-j6f5ev.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C1000%2C663&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kandungan gizi nasi dapat berkurang dengan meningkatnya level CO2 di udara. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Nasi adalah makanan utama bagi lebih dari tiga miliar manusia di dunia. Banyak dari mereka tidak mampu menyediakan diet yang beragam dengan protein lengkap, biji-bijian, buah, dan sayur-sayuran. Untuk memenuhi sebagian besar asupan kalori, mereka bergantung pada pangan sereal yang terjangkau, termasuk di antaranya nasi. </p>
<p>Penelitian saya fokus pada risiko kesehatan terkait dengan ragam dan perubahan iklim. Dalam sebuah <a href="http://dx.doi.org/10.1126/sciadv.aaq1012">makalah yang baru saya terbitkan</a>, bekerja sama dengan ilmuwan dari Cina, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat saya meneliti bagaimana peningkatan konsentrasi karbon dioksida yang mendorong perubahan iklim dapat mengubah nilai nutrisi nasi. Kami melakukan penelitian lapangan di Asia untuk melihat berbagai galur beras yang berbeda secara genetik. Kami menganalisis bagaimana peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer mengubah tingkat protein, mikronutrien, dan vitamin B. </p>
<p>Data kami menunjukkan bahwa untuk padi yang ditanam pada konsentrasi karbon dioksida yang ilmuwan perkirakan akan terjadi pada 2100, level empat jenis vitamin B menurun. Penemuan ini mendukung penelitian dari bidang ilmu lain yang menunjukkan bahwa padi yang ditanam dalam kondisi demikian <a href="http://www.environment.harvard.edu/sites/default/files/myers_2014_increasing_co2_threatens_human_nutrition_aop_version.pdf">mengandung lebih sedikit protein, zat besi, dan zink</a>, yang penting bagi perkembangan janin dan bayi. Perubahan ini dapat berdampak pada kesehatan ibu <a href="https://doi.org/10.1159/000371618">dan anak</a> di negara-negara paling miskin yang bergantung pada nasi sebagai makanan utama, termasuk Bangladesh dan Kamboja. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=402&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/222621/original/file-20180611-191962-177718c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=506&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Banyak wilayah di Asia yang miskin bergantung pada nasi sebagai makanan utama.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://irri.org/global-effort/poverty-is-where-rice-is-grown">IRRI</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/">CC BY-NC-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Karbon dioksida dan pertumbuhan tanaman</h2>
<p>Tumbuh-tumbuhan mendapatkan karbon yang mereka butuhkan untuk tumbuh utamanya dari karbon dioksida di udara, dan mengambil nutrisi lain dari tanah. Aktivitas manusia–terutama pembakaran bahan bakar dan penebangan hutan–meningkatkan konsentrasi CO2 atmosfer dari sekitar 280 bagian per juta selama periode pra-industri menjadi <a href="https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/climate-change-atmospheric-carbon-dioxide">410 bagian perjuta hari ini</a>. Jika emisi global terus bergerak dalam kecepatan saat ini, konsentrasi CO2 atmosfer dapat mencapai lebih dari 1.200 bagian ber juta pada 2100 (termasuk metana dan emisi gas rumah kaca lainnya). </p>
<p>Konsentrasi CO2 yang tinggi secara umum diakui dapat merangsang fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Ini dapat membuat tanaman pangan sereal yang merupakan sumber makanan paling penting di dunia, seperti beras, gandum, dan jagung lebih produktif, meski riset terbaru mengisyaratkan bahwa memprediksi dampak pada pertumbuhan tanaman itu <a href="https://theconversation.com/will-rising-carbon-dioxide-levels-really-boost-plant-growth-95265">kompleks</a>. </p>
<p>Konsentrasi mineral yang penting bagi kesehatan manusia, terutama zat besi dan zink, tidak berubah bersamaan dengan konsentrasi CO2. Pemahaman saat ini mengenai fisiologi tanaman mengisyaratkan bahwa tanaman pangan utama–terutama beras dan gandum–merespons konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dengan mensintesis karbohidrat (gula dan zat tepung) secara lebih banyak dan protein lebih sedikit, dan dengan mengurangi jumlah <a href="https://elifesciences.org/articles/02245">mineral dalam biji-biji mereka</a>. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/222665/original/file-20180611-191943-g7d1tz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Setelah menurun selama lebih dari satu dekade, kelaparan global tampak meningkat, berdampak pada 11% dari populasi global.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.fao.org/state-of-food-security-nutrition">FAO</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Pentingnya mikronutrisi</h2>
<p>Di seluruh dunia, sekitar 815 juta orang <a href="http://www.fao.org/3/a-I7695e.pdf">mengalami kerentanan pangan</a>, artinya mereka tidak memiliki akses yang baik untuk kecukupan makanan yang aman, bergizi, dan terjangkau. Bahkan, sekitar 2 miliar orang mengalami kekurangan <a href="https://doi.org/10.1159/000371618">mikronutrisi penting</a> seperti zat besi, yodium, dan zink.</p>
<p>Kekurangan zat besi dari pangan dapat berakibat pada anemia, keadaan yang digambarkan terlalu sedikit sel darah merah dalam tubuh untuk membawa oksigen. Ini adalah tipe anemia yang paling umum. Anemia jenis ini dapat menyebabkan kelelahan, nafas pendek atau sakit pada dada, dan dapat mengakibatkan komplikasi serius, seperti gagal jantung dan keterlambatan perkembangan anak. </p>
<p>Tanda-tanda kekurangan zink adalah tidak ada selera makan dan kemampuan penciuman yang berkurang, luka sulit sembuh, dan sistem imunitas yang melemah. Zink juga mendukung pertumbuhan dan perkembangan, maka asupan zink dalam diet penting bagi perempuan hamil dan anak yang sedang tumbuh. </p>
<p>Konsentrasi karbon dalam tumbuh-tumbuhan mengurangi <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/j.1744-7909.2008.00754.x">jumlah nitrogen dalam jaringan tumbuhan</a>, yang penting bagi pembentukan vitamin B. Vitamin B dalam beberapa jenis dibutuhkan untuk fungsi-fungsi kunci dalam tubuh, seperti mengatur sistem saraf, mengubah makanan menjadi energi dan melawan infeksi. Folat, sejenis vitamin B, jika dikonsumsi perempuan hamil mengurangi risiko bayi lahir cacat. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/222667/original/file-20180611-191962-3tghlb.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Anemia mempengaruhi satu per tiga perempuan usia subur di dunia–atau sekitar 613 juta perempuan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.fao.org/state-of-food-security-nutrition">FAO</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Hilangnya nutrisi</h2>
<p>Kami melakukan studi lapangan di Cina dan Jepang. Di sana kami menanam beberapa galur padi. Untuk merangsang konsentrasi CO2 atmosfer yang lebih tinggi, kami menggunakan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Free-air_concentration_enrichment">Pengayaan CO2 Free-Air</a>, yang meniup CO2 di atas sawah untuk mempertahankan konsentrasi seperti diperkirakan akan terjadi pada akhir abad ini. Sawah untuk kelompok pengendali mengalami kondisi yang sama dengan sawah percobaan kecuali pada peningkatan konsentrasi CO2. </p>
<p>Secara rata-rata, padi yang kami tanam dengan udara dengan tingkat CO2 yang ditingkatkan mengandung 17% lebih sedikit vitamin B1 (<em>thiamine</em>) dibandingkan padi yang ditanam dalam konsentrasi CO2 saat ini; 17% lebih sedikit vitamin B2 (<em>riboflavin</em>); 13% lebih sedikit vitamin B5 (<em>pantothenic acid</em>); dan 30% lebih sedikit vitamin B9 (<em>folate</em>). Penelitian kami adalah yang pertama mengidentifikasi konsentrasi vitamin B dalam beras berkurang dengan meningkatnya CO2. </p>
<p>Kami juga menemukan rata-rata pengurangan 10% protein, 8% zat besi, dan 5% zink. Kami tidak menemukan perubahan level vitamin B6 atau Kalsium. Satu-satunya peningkatan yang kami temukan ada pada level vitamin E pada sebagian besar galur. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=555&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=555&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/222789/original/file-20180612-112631-y1ply.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=555&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Padi di dalam lapangan oktagon bagian dari percobaan yang dirancang untuk menanam padi dalam kondisi atmosfer yang berbeda-beda. Nasi yang ditanam dengan kondisi konsentrasi karbon dioksida 568 hinga 590 bagian per juta lebih tidak bergizi, dengan kandungan protein, vitamin, dan mineral yang lebih rendah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Dr. Toshihiro HASEGAWA, National Agriculture and Food Research Organization of Japan</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Memburuknya kekurangan mikronutrisi</h2>
<p>Saat ini, sekitar 600 juta orang–kebanyakan di Asia Tenggara–mendapatkan lebih dari setengah kalori harian dan protein mereka dari nasi. Jika tidak ada intervensi, penurunan yang kami temukan akan memperburuk beban gizi buruk. Penurunan yang kami temukan juga dapat mempengaruhi perkembangan anak termasuk dengan memburuknya dampak penyakit diare dan malaria. </p>
<p>Potensi risiko kesehatan yang terkait dengan defisit gizi yang disebabkan CO2 secara langsung berhubungan dengan produk domestik bruto per kapita paling rendah secara keseluruhan. Artinya, perubahan-perubahan ini berpotensi berakibat serius untuk negara-negara yang saat ini sudah mengalami masalah kemiskinan dan gizi buruk. Tidak banyak orang akan menghubungkan pembakaran bahan bakar dan penebangan hutan dengan kandungan gizi beras, tapi penelitian kami secara jelas menunjukkan bahwa emisi bahan bakar dapat memperburuk masalah kelaparan dunia. </p>
<h2>Bagaimana perubahan iklim mempengaruhi tanaman lain?</h2>
<p>Sayangnya, saat ini tidak ada lembaga di tingkat pemerintahan nasional atau korporasi yang menyediakan pendanaan jangka panjang untuk mengevaluasi bagaimana peningkatan CO2 di udara dapat berdampak pada proses kimiawi dan kualitas nutrisi. Namun perubahan-perubahan yang disebabkan CO2 akan memiliki implikasi yang signifikan terhadap tanaman obat ke masalah gizi, keamanan pangan, dan alergi makanan. Mengingat kemungkinan buruk tersebut, yang bisa jadi sudah mulai terjadi, terdapat kebutuhan yang mendesak dan jelas untuk penelitian. </p>
<p>Selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan yang ada untuk mengurasi risiko-risiko ini, mulai dari pembenihan tanaman secara tradisional sampai ke modifikasi genetik hingga suplemen. Peningkatan konsentrasi CO2 mendorong perubahan iklim. Peran yang dipegang oleh emisi-emisi ini dalam mengubah aspek biologis tumbuhan, termasuk kualitas gizi dari tanaman yang kita gunakan makanan, pakan, serat dan bahan bakar, perlu dipelajari.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/99158/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kristie Ebi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meningkatnya level karbon dioksida menyebabkan kandungan vitamin dan nutrien dalam padi menurun. Ini bisa memperparah masalah kelaparan dan gizi buruk.Kristie Ebi, Professor of Global Health and Environmental and Occupational Health Sciences, University of WashingtonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/961982018-05-07T01:13:19Z2018-05-07T01:13:19ZMengapa keragaman pangan di meja makan begitu penting?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/217850/original/file-20180506-166903-pt09hg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Keberagaman pangan bisa mengakhiri ketergantungan pada beras.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTUyNTY0NTc2OSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfNjQ2NjM4NDk2IiwiayI6InBob3RvLzY0NjYzODQ5Ni9odWdlLmpwZyIsIm0iOjEsImQiOiJzaHV0dGVyc3RvY2stbWVkaWEifSwiSDY2MWV3SUNMQy9QUXB2bTVjb3RXVlVic0lFIl0%2Fshutterstock_646638496.jpg&pi=26377567&m=646638496&src=MVoz-BRdRAmsF5xQuW6g_g-1-1">Nizwa Design/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/2mKpGhjGo8WbksCQxRUPWL" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Mayoritas masyarakat Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Penyeragaman makanan nasi selama pemerintah Orde Baru, baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa, telah “mematikan” keragaman sumber pangan lokal. Karena bahan makanan non-nasi seperti ubi dan uwi-uwian tidak laku di meja makan, dengan sendirinya bahan-bahan makan lainnya kurang diperhatikan dan akhirnya tidak lagi dibudidayakan oleh para petani.</p>
<p>Padahal, di tengah ancaman perubahan iklim, keamanan pangan menjadi isu kunci. Akibat perubahan iklim, lahan-lahan pertanian <a href="https://theconversation.com/dunia-makin-dilanda-kelaparan-akibat-perubahan-iklim-92049">tidak selamanya akan stabil memproduksi padi</a>. Bukan tidak mungkin ketergantungan pada satu bahan makanan akan menyebabkan krisis pangan bila suatu waktu bahan tersebut merosot produksinya. Dalam konteks Indonesia, tingginya permintaan nasi tidak mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga harus impor beras dari Thailand dan Vietnam.</p>
<p>Menurut Ahmad Sulaeman, guru besar ilmu gizi dan keamanan pangan dari Institut Pertanian Bogor, kebijakan pangan di masa lalu, dengan nada paksaan terhadap petani untuk menanam jenis padi tertentu dengan menggunakan pupuk tertentu, pernah menghasilkan swasembada beras pada 1984. Tapi setelah itu, dan sampai kini, Indonesia mengimpor beras. Dampak kebijakan itu bagi pertanian sungguh buruk: lahan rusak, petani kecanduan benih, pupuk, dan pestisida. Beberapa varietas padi juga menghilang. </p>
<p>Bagi Sulaeman, sudah saatnya Indonesia membuat kebijakan untuk menghidupkan kembali keragaman pangan. Sumber makanan tradisional seperti jagung, umbi, uwi-uwian, dan lainnya, yang juga sumber karbohidrat, perlu dijadikan bahan makanan selain nasi. Keragaman makanan ini penting agar bila terjadi perubahan iklim yang memburuk, penduduk tidak kesulitan memperoleh bahan makanan. </p>
<p>Edisi kesembilan Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Prodita Sabarini. Selamat mendengarkan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96198/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Sudah saatnya Indonesia membuat kebijakan untuk menghidupkan kembali keragaman pangan di negeri ini. Sumber makanan tradisional seperti jagung, umbi, uwi-uwian, dan lainnya, perlu dilirik kembali.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.