tag:theconversation.com,2011:/us/topics/neurosains-49584/articlesNeurosains – The Conversation2024-01-30T04:11:35Ztag:theconversation.com,2011:article/2190202024-01-30T04:11:35Z2024-01-30T04:11:35ZKematian: bisakah manusia mati dengan perasaan bahagia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/562927/original/file-20200203-41507-1vquhxn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://flickr.com/photos/massimo_riserbo/44989543285/">Roberto Trombetta/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p><strong>PERTANYAAN PEMBACA:</strong> <em>Orang sering terlihat seperti sedang tidur sesaat setelah meninggal, dengan ekspresi wajah yang netral. Namun, salah satu kerabat saya, yang mengalami rasa sakit yang hebat beberapa jam menjelang kematiannya dan tidak memiliki akses ke perawatan medis, memiliki ekspresi wajah yang berseri-seri dan gembira. Selama beberapa dekade, saya bertanya-tanya, apakah menit-menit terakhir kehidupan bisa menjadi euforia. Mungkinkah sekarat dapat memicu banjir endorfin, khususnya jika tidak ada obat penghilang rasa sakit?“</em> Göran, 77 tahun, Helsingborg, Swedia.</p>
<p>Penyair Dylan Thomas memiliki beberapa hal menarik untuk dikatakan tentang kematian, tak terkecuali dalam <a href="https://poets.org/poem/do-not-go-gentle-good-night">salah satu puisinya yang paling terkenal</a>:</p>
<blockquote>
<p>Dan kau, ayahku, di sana di ketinggian yang menyedihkan,</p>
<p>Kutuklah, berkatilah, aku sekarang dengan air matamu yang deras, aku berdoa.</p>
<p>Jangan pergi lembut ke malam yang baik.</p>
<p>Marah, marah terhadap sekaratnya cahaya.</p>
</blockquote>
<p>Sering diasumsikan bahwa hidup adalah pertempuran terakhir melawan kematian. Namun, mungkinkah, seperti yang kamu nyatakan, untuk berdamai dengan kematian?</p>
<p>Sebagai seorang ahli dalam perawatan paliatif, saya pikir ada suatu proses kematian yang terjadi dua minggu sebelum kita meninggal. Selama waktu ini, orang cenderung menjadi kurang sehat. Mereka biasanya kesulitan berjalan dan menjadi lebih mudah mengantuk - mampu untuk tetap terjaga dalam waktu yang lebih pendek dan lebih singkat. Menjelang hari-hari terakhir kehidupan, <a href="https://healthywa.wa.gov.au/Articles/U_Z/Understanding-the-dying-process">kemampuan untuk menelan tablet (pil)</a> atau mengonsumsi makanan dan minuman tidak dapat mereka lakukan.</p>
<p>Pada saat inilah kita mengatakan bahwa seseorang sedang "sekarat secara aktif”, dan kita biasanya berpikir bahwa ini berarti mereka memiliki dua hingga tiga hari untuk hidup. Namun, sejumlah orang akan melalui seluruh fase ini dalam satu hari. Dan beberapa orang benar-benar dapat bertahan di puncak kematian selama hampir seminggu sebelum mereka meninggal, sesuatu yang biasanya sangat menyedihkan bagi keluarga. Jadi, ada berbagai hal yang terjadi pada setiap orang yang berbeda dan kita tidak dapat memprediksinya.</p>
<p>Momen kematian yang sebenarnya sulit untuk diuraikan. Namun sebuah penelitian yang belum dipublikasikan menunjukkan bahwa, ketika seseorang semakin dekat dengan kematian, terjadi peningkatan bahan kimia stres dalam tubuh. Bagi penderita kanker, dan mungkin juga orang lain, <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0175123">penanda inflamasi (peradangan) meningkat</a>. Ini adalah bahan kimia yang meningkat ketika tubuh melawan infeksi.</p>
<p>Kamu menyatakan bahwa mungkin juga ada lonjakan endorfin sesaat sebelum seseorang meninggal. Namun kita tidak tahu karena belum ada yang meneliti kemungkinan ini. Namun, sebuah penelitian dari 2011 menunjukkan bahwa kadar serotonin, zat kimia otak lain yang juga dianggap berkontribusi terhadap perasaan bahagia, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0304394011005234">meningkat tiga kali lipat pada otak enam tikus</a> saat mereka mati. Kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa hal serupa dapat terjadi pada manusia.</p>
<p>Teknologi untuk melihat kadar endorfin dan serotonin pada manusia memang sudah ada. Namun demikian, mengambil sampel berulang kali, terutama darah, pada jam-jam terakhir kehidupan seseorang merupakan tantangan secara logistik. Mendapatkan dana untuk melakukan penelitian ini juga sulit. Di Inggris, penelitian kanker pada 2015-2016 mendapatkan dana sebesar £580 juta (sekitar Rp11,6 triliun), sedangkan penelitian perawatan paliatif hanya mendapatkan dana <a href="https://cancerworld.net/cutting-edge/is-precision-medicine-ignoring-people-dying-of-cancer/?utm_source=Newsletter%20-%20Index&utm_medium=CW87&utm_campaign=22Nov19">kurang dari £2 juta (Rp40 miliar)</a>.</p>
<p>Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat penghilang rasa sakit seperti morfin akan mencegah produksi endorfin. Rasa sakit bahkan tidak selalu menjadi masalah ketika orang meninggal. Pengamatan dan diskusi saya sendiri dengan rekan-rekan saya menunjukkan bahwa jika rasa sakit tidak benar-benar menjadi masalah bagi seseorang sebelumnya, biasanya rasa sakit tidak menjadi masalah selama proses kematian. Secara umum, sepertinya rasa sakit orang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0885392497002637">menurun selama proses sekarat</a>. Kami tidak tahu mengapa hal itu terjadi - bisa jadi hal ini terkait dengan endorfin. Sekali lagi, belum ada penelitian yang dilakukan mengenai hal ini. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/310631/original/file-20200117-118337-1xi8a5g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Fraktal Newton.</span>
<span class="attribution"><span class="source">wikipedia</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada sejumlah proses dalam otak yang dapat membantu kita mengatasi rasa sakit yang parah. Inilah sebabnya mengapa para tentara di medan perang <a href="https://theconversation.com/emotions-affect-how-pain-feels-as-soldiers-know-only-too-well-25889">sering kali tidak merasakan sakit</a> ketika perhatian mereka dialihkan. Penelitian yang dilakukan oleh <a href="https://podcasts.ox.ac.uk/people/irene-tracey">Irene Tracy</a> di Universitas Oxford menunjukkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5501013/">kekuatan plasebo yang menakjubkan</a>, sugesti dan keyakinan agama dalam mengatasi rasa sakit. Meditasi juga dapat membantu.</p>
<h2>Pengalaman euforia</h2>
<p>Namun, apa yang dapat menyebabkan pengalaman euforia selama kematian, selain endorfin atau neurotransmiter alternatif? Saat tubuh mati, otak akan terpengaruh. Ada kemungkinan bahwa cara hal ini terjadi entah bagaimana memengaruhi pengalaman yang kita miliki pada saat kematian. Ahli neuroanatomi Amerika <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Jill_Bolte_Taylor">Jill Bolte-Taylor</a> telah menjelaskan dalam sebuah ceramah TED bagaimana ia mengalami euforia dan bahkan “nirwana” selama pengalaman hampir mati saat belahan otak kirinya, yang merupakan pusat dari berbagai kemampuan rasional seperti bahasa, mati setelah stroke. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/UyyjU8fzEYU?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Menariknya, meskipun cedera yang dialami Bolte-Taylor terjadi di sisi kiri otaknya, cedera di sisi kanan otak juga dapat meningkatkan <a href="https://www.sciencedaily.com/releases/2012/04/120419091223.htm">perasaan dekat dengan kekuatan yang lebih tinggi</a>. </p>
<p>Saya pikir ada kemungkinan bahwa kerabat kamu memiliki pengalaman atau kesadaran spiritual yang mendalam. Saya tahu bahwa ketika kakek saya meninggal, ia mengangkat tangan dan jarinya seolah-olah menunjuk seseorang. Ayah saya, seorang penganut Katolik yang taat, percaya bahwa kakek saya melihat ibu dan nenek saya. Dia meninggal dengan senyuman di wajahnya, yang memberikan ketenangan yang mendalam bagi ayah saya.</p>
<p>Proses kematian adalah hal yang <a href="https://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/tibet/understand/dying.html">sakral bagi umat Buddha</a>, yang percaya bahwa momen kematian memberikan potensi besar bagi pikiran. Mereka melihat transisi dari kehidupan ke kematian sebagai peristiwa terpenting dalam hidup kita - saat kita membawa karma dari kehidupan ini ke kehidupan lainnya.</p>
<p>Itu tidak berarti bahwa orang-orang religius pada umumnya memiliki pengalaman kematian yang lebih menyenangkan. Saya telah menyaksikan para pastor dan biarawati menjadi sangat cemas ketika mereka mendekati kematian, mungkin karena kekhawatiran akan catatan moral mereka dan ketakutan akan penghakiman. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="kematian" src="https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=970&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=970&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=970&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1219&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1219&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/309278/original/file-20200109-80126-1jm9x2c.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1219&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">‘Topeng kematian’ dari ratusan orang terkenal.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Parashkev Nachev</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada akhirnya, setiap kematian itu berbeda - dan kita tidak bisa memprediksi siapa yang akan mengalami kematian yang damai. Saya pikir beberapa orang yang saya lihat meninggal tidak mendapatkan manfaat dari aliran bahan kimia yang membuat perasaan senang. Saya dapat memikirkan sejumlah orang yang lebih muda dalam perawatan saya, misalnya, yang merasa sulit untuk menerima bahwa mereka akan meninggal. Mereka memiliki keluarga yang masih muda dan tidak pernah tenang selama proses sekarat.</p>
<p>Mereka yang saya lihat yang mungkin memiliki pengalaman gembira menjelang akhir hidup mereka umumnya adalah mereka yang entah bagaimana menerima kematian dan berdamai dengan keniscayaan itu. Perawatan mungkin penting di sini - sebuah studi tentang pasien kanker paru-paru yang menerima perawatan paliatif dini ditemukan lebih bahagia dan <a href="https://www.nytimes.com/2010/08/19/health/19care.html">hidup lebih lama</a>.</p>
<p>Saya ingat seorang perempuan yang mendapatkan nutrisi melalui pembuluh darahnya. Ia menderita kanker ovarium dan tidak bisa makan. Orang yang diberi makan seperti ini berisiko terkena infeksi serius. Setelah infeksi kedua atau ketiga yang mengancam nyawanya, dia berubah. Rasa damai yang terpancar dari dirinya sangat terasa. Dia berhasil pulang dari rumah sakit dalam waktu singkat dan saya masih ingat dia berbicara tentang keindahan matahari terbenam. Orang-orang ini selalu melekat di benak saya dan mereka selalu membuat saya merenungkan hidup saya sendiri.</p>
<p>Pada akhirnya, kita hanya mengetahui sedikit sekali tentang apa yang terjadi ketika seseorang sekarat. Setelah 5.000 tahun ilmu kedokteran, kami dapat memberi tahu bagaimana seseorang meninggal karena tenggelam atau serangan jantung, tetapi kami tidak tahu bagaimana seseorang meninggal karena kanker atau pneumonia. Hal terbaik yang dapat kami lakukan adalah menggambarkannya.</p>
<p>Penelitian saya difokuskan pada upaya mengungkap proses kematian, memahami biologi dasar, dan mengembangkan model yang memprediksi minggu-minggu dan hari-hari terakhir kehidupan. Pada saatnya nanti, kami mungkin juga akan meneliti peran endorfin pada jam-jam terakhir kehidupan dan benar-benar bisa menjawab pertanyaan kamu secara pasti.</p>
<p>Ada kemungkinan bahwa kita mengalami momen yang paling dalam di pedalaman yang suram antara hidup dan mati. Namun, bukan berarti kita harus berhenti mengamuk melawan sekaratnya cahaya. Seperti yang dikatakan oleh diplomat Swedia, Dag Hammarskjöld: </p>
<blockquote>
<p>Jangan mencari kematian. Kematian akan menemukanmu. Tetapi carilah jalan yang membuat kematian menjadi sebuah pemenuhan.</p>
</blockquote>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/219020/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Seamus Coyle telah menerima dana dari Wellcome Trust dan menerima dana dari North West Cancer Research.</span></em></p>Bagaimana kita mengalami saat-saat kematian dapat dipengaruhi oleh campuran bahan kimia otak dan cara otak kita mati.Seamus Coyle, Honorary Clinical Research Fellow, University of LiverpoolLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2190192024-01-24T07:07:29Z2024-01-24T07:07:29ZApakah rasional untuk mempercayai intuisi kita? Seorang ahli saraf menjelaskan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/562926/original/file-20231201-25-rzdprj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Intuisi terjadi sebagai hasil dari pemrosesan yang cepat dalam otak.</span> <span class="attribution"><span class="source">Valerie van Mulukom</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Bayangkan seorang direktur perusahaan besar mengumumkan sebuah keputusan penting dan menjustifikasinya dengan hanya berdasarkan intuisi. Hal ini akan disambut dengan ketidakpercayaan - bukankah keputusan penting harus dipikirkan dengan hati-hati, sengaja dan rasional? </p>
<p>Memang, mengandalkan intuisi pada umumnya memiliki reputasi yang buruk, terutama di bagian Barat dunia, tempat pemikiran analitik telah <a href="https://theconversation.com/how-knowledge-about-different-cultures-is-shaking-the-foundations-of-psychology-92696">terus dipromosikan selama beberapa dekade terakhir</a>. Secara bertahap, banyak orang berpikir bahwa manusia telah berkembang dari mengandalkan pemikiran primitif, magis, dan religius menjadi pemikiran analitis dan ilmiah. Akibatnya, mereka memandang emosi dan intuisi sebagai alat yang keliru, bahkan aneh. </p>
<p>Namun, sikap ini didasarkan pada mitos kemajuan kognitif. Emosi sebenarnya bukanlah respons bodoh yang selalu harus diabaikan atau bahkan dikoreksi oleh kemampuan rasional. Emosi adalah penilaian terhadap apa yang baru saja dialami atau dipikirkan - dalam hal ini, emosi juga merupakan bentuk <a href="https://books.google.co.uk/books?hl=en&lr=&id=1EpnDAAAQBAJ">pemrosesan informasi</a>. </p>
<p>Intuisi atau firasat juga merupakan hasil dari banyak proses yang terjadi di otak. Penelitian menunjukkan bahwa otak adalah mesin prediktif yang besar, yang secara konstan <em>membandingkan</em> informasi sensorik yang masuk dan pengalaman saat ini dengan pengetahuan yang tersimpan dan ingatan tentang pengalaman sebelumnya, dan <em>memprediksi</em> apa yang akan terjadi selanjutnya. Hal ini dijelaskan oleh para ilmuwan sebagai <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/behavioral-and-brain-sciences/article/whatever-next-predictive-brains-situated-agents-and-the-future-of-cognitive-science/33542C736E17E3D1D44E8D03BE5F4CD9">“kerangka kerja pemrosesan prediktif”</a>. </p>
<p>Hal ini memastikan bahwa otak selalu siap untuk menghadapi situasi saat ini seoptimal mungkin. Ketika terjadi ketidaksesuaian (sesuatu yang tidak diperkirakan), otak akan memperbarui model kognitifnya. </p>
<p>Pencocokan antara model sebelumnya (berdasarkan pengalaman masa lalu) dan pengalaman saat ini terjadi secara otomatis dan tanpa disadari. Intuisi terjadi ketika otak kita telah membuat kecocokan atau ketidakcocokan yang signifikan (antara model kognitif dan pengalaman saat ini), tetapi hal ini belum mencapai kesadaran sadar kita. </p>
<p>Sebagai contoh, mungkin kamu sedang mengemudi di jalan pedesaan dalam kegelapan sambil mendengarkan musik, ketika tiba-tiba kamu memiliki intuisi untuk mengemudi di satu sisi jalur. Ketika terus mengemudi, kamu menyadari bahwa kamu baru saja melewatkan sebuah lubang besar yang dapat merusak mobil kamu secara signifikan. Kamu senang karena telah mengandalkan intuisi meskipun kamu tidak tahu dari mana asalnya. Kenyataannya, mobil di kejauhan di depan kamu melakukan belokan kecil yang sama (karena mereka adalah penduduk setempat dan tahu jalan), dan kamu mengetahui hal ini tanpa sadar.</p>
<p>Apabila kamu memiliki banyak pengalaman dalam bidang tertentu, otak memiliki lebih banyak informasi untuk dicocokkan dengan pengalaman saat ini. Hal ini membuat intuisi kamu lebih dapat diandalkan. Ini berarti bahwa, seperti halnya <a href="https://theconversation.com/the-secret-to-creativity-according-to-science-89592">kreativitas</a>, intuisi kamu sebenarnya bisa meningkat seiring dengan pengalaman. </p>
<h2>Pemahaman yang bias</h2>
<p>Dalam literatur psikologi, intuisi sering kali dijelaskan sebagai salah satu dari dua cara berpikir secara umum, bersama dengan penalaran analitik. Pemikiran intuitif <a href="https://www.nytimes.com/2011/11/27/books/review/thinking-fast-and-slow-by-daniel-kahneman-book-review.html">digambarkan sebagai</a> otomatis, cepat, dan tidak disadari. Sebaliknya, pemikiran analitik bersifat lambat, logis, sadar, dan disengaja.</p>
<p>Banyak yang menganggap pembagian antara pemikiran analitis dan intuitif berarti bahwa kedua jenis pemrosesan (atau “gaya berpikir”) tersebut berlawanan, bekerja dengan cara yang saling bertolak belakang. Namun, sebuah <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/bdm.1903">meta-analisis terbaru</a> - sebuah investigasi atas dampak dari sekelompok penelitian diukur - telah menunjukkan bahwa pemikiran analitis dan intuitif biasanya tidak berkorelasi dan dapat terjadi pada waktu yang bersamaan.</p>
<p>Jadi, meskipun benar bahwa satu gaya berpikir cenderung terasa dominan di atas yang lain dalam situasi apa pun - khususnya pemikiran analitis - sifat bawah sadar dari pemikiran intuitif menyulitkan kita untuk menentukan dengan tepat kapan hal itu terjadi, karena banyak hal yang terjadi di bawah kesadaran kita.</p>
<p>Sesungguhnya, kedua gaya berpikir ini saling melengkapi dan dapat bekerja secara bersamaan - kami sering menggunakan keduanya secara bersamaan. Bahkan penelitian ilmiah yang inovatif dapat dimulai dengan pengetahuan intuitif yang memungkinkan para ilmuwan untuk merumuskan ide dan hipotesis inovatif, yang kemudian dapat divalidasi melalui pengujian dan analisis yang ketat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/219098/original/file-20180515-195336-8r42qb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Einstein menghargai intuisi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">wikipedia</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Terlebih lagi, meskipun intuisi dianggap ceroboh dan tidak akurat, pemikiran analitis juga dapat merugikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa terlalu banyak berpikir <a href="http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0146167293193010">dapat secara serius menghambat proses pengambilan keputusan</a>. </p>
<p>Dalam kasus lain, pemikiran analitis mungkin hanya terdiri dari pembenaran <em>post-hoc</em> atau rasionalisasi keputusan berdasarkan pemikiran intuitif. Hal ini terjadi misalnya ketika kita harus menjelaskan keputusan kita dalam dilema moral. Efek ini <a href="https://www.theguardian.com/books/2012/apr/22/righteous-mind-jonathan-haidt-review">membuat beberapa orang</a> menyebut pemikiran analitis sebagai “sekretaris pers” atau “pengacara batin” dari intuisi. Seringkali kita tidak tahu mengapa kita mengambil keputusan, tetapi kita tetap ingin memiliki alasan untuk keputusan kita.</p>
<h2>Percaya pada naluri</h2>
<p>Jadi, haruskah kita hanya mengandalkan intuisi kita, mengingat intuisi itu membantu kita dalam mengambil keputusan? Ini rumit. Karena intuisi bergantung pada evolusi yang lebih tua, pemrosesan otomatis dan cepat, intuisi juga menjadi mangsa kesalahan, seperti bias kognitif. Ini adalah kesalahan sistematis dalam berpikir, yang dapat terjadi secara otomatis. Meskipun demikian, membiasakan diri dengan bias kognitif yang umum dapat membantu kita menemukannya di masa depan: ada tips yang bagus tentang cara melakukannya <a href="http://uk.businessinsider.com/cognitive-biases-that-affect-decisions-2015-8">di sini</a> dan <a href="https://betterhumans.coach.me/cognitive-bias-cheat-sheet-55a472476b18">di sini</a>.</p>
<p>Demikian pula, karena pemrosesan cepat adalah hal yang kuno, terkadang bisa sedikit ketinggalan zaman. Sebagai contoh, pertimbangkan sepiring donat. Meskipun kamu mungkin tertarik untuk memakan semuanya, tapi tidak mungkin kamu membutuhkan gula dan lemak dalam jumlah yang banyak. Namun, pada masa pemburu-pengumpul, menyimpan energi merupakan naluri yang bijaksana. </p>
<p>Jadi, untuk setiap situasi yang melibatkan keputusan berdasarkan penilaian kita, pertimbangkan apakah intuisi kita telah menilai situasi tersebut dengan benar. Apakah ini merupakan situasi lama atau baru yang berevolusi? Apakah situasi tersebut melibatkan bias kognitif? Apakah kamu memiliki pengalaman atau keahlian dalam situasi seperti ini? Jika situasi ini bersifat evolusioner, melibatkan bias kognitif, dan kita tidak memiliki keahlian dalam hal ini, maka andalkanlah pemikiran analitis. Jika tidak, jangan ragu untuk mempercayai pemikiran intuitif kita. </p>
<p>Sudah saatnya kita menghentikan perburuan intuisi, dan melihatnya apa adanya: gaya pemrosesan bawah sadar yang cepat, otomatis, dan dapat memberikan kita informasi yang sangat berguna yang tidak dapat diberikan oleh analisis yang disengaja. Kita harus menerima bahwa pemikiran intuitif dan analitik harus muncul bersamaan, dan ditimbang satu sama lain dalam situasi pengambilan keputusan yang sulit.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/219019/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Valerie van Mulukom telah bekerja pada penelitian pemikiran analitis dan intuitif untuk proyek-proyek yang didanai oleh hibah BIAL Foundation (62/06 dan 380/14) yang diberikan kepada Dr Miguel Farias (Universitas Coventry).</span></em></p>Saatnya berhenti menyalahkan intuisi.Valerie van Mulukom, Senior Lecturer in Psychology, Oxford Brookes UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2058322023-05-23T03:00:57Z2023-05-23T03:00:57ZBenarkah kemampuan tarimu ada hubungannya dengan bakat dari lahir: neurosains berusaha menjawabnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/526701/original/file-20230517-21-4kdxgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://images.theconversation.com/files/430015/original/file-20211103-27-1gojlp9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=668">David Hofman / Unsplash</a></span></figcaption></figure><p>Berapapun usia kita, menari dapat memberikan efek yang sangat bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Menari dapat membantu kita mempertahankan atau membangun kekencangan otot, fleksibilitas, stamina, serta melepaskan hormon endorfin yang dapat meringankan gejala stres, dan kecemasan.</p>
<p>Namun, beberapa orang tampaknya memiliki bakat alami yang memungkinkan mereka untuk mempelajari langkah-langkah tarian dengan mudah, sementara yang lain merasa sulit untuk bergerak dengan anggun. </p>
<p>Sering kali dianggap bahwa beberapa orang “terlahir untuk menari”, sementara yang lain tidak memiliki bakat itu - tetapi pada kenyataannya, kombinasi dari pengalaman nyata dan ilmu pengetahuan menunjukkan kepada kita bahwa hampir semua orang dapat belajar menari dengan baik dengan pelatihan yang tepat. </p>
<p>Hal ini dimulai sejak bayi berusia beberapa bulan, ketika bayi dapat mengenali irama musik dan dapat bergerak mengikuti irama tersebut. Faktanya, <a href="https://www.pnas.org/content/107/13/5768">kita bukan satu-satunya spesies</a> yang dapat merespons secara ritmis terhadap musik - burung beo dan satu spesies gajah juga bisa. </p>
<p>Mempelajari teman-teman kita yang berkaki berbulu ini dapat membantu mengungkap lebih banyak tentang <a href="https://www.newscientist.com/article/dn17065-dancing-parrots-could-help-explain-evolution-of-rhythm/">bagaimana tarian telah berevolusi</a>, dan mengapa tarian mungkin hanya bergantung pada ikatan sosial dan cara untuk menilai calon pasangan. </p>
<p>Namun, terlahir dengan kemampuan untuk merespons musik bukanlah keseluruhan cerita, dan banyak faktor lain yang menentukan apa yang membuat beberapa orang berkembang menjadi penari profesional sementara yang lain hanya bisa bergoyang dengan canggung di diskotik.</p>
<p>Faktor penting pertama adalah ciri-ciri fisik seorang penari. Mereka cenderung memiliki <a href="https://www.thewonderfulworldofdance.com/dancers-are-born-not-made-according-to-new-study">kaki yang kecil</a> - dua ukuran sepatu yang lebih kecil dari rata-rata - dan sedikit lebih tinggi dari rata-rata, sekitar satu atau dua sentimeter. </p>
<p>Faktor genetik yang mendorong komunikasi sosial dengan mengubah tingkat bahan kimia di otak kita lebih sering terjadi pada <a href="https://www.abc.net.au/science/articles/2006/02/22/1576009.htm">penari profesional</a> yang memberikan mereka kemampuan yang lebih baik untuk mengekspresikan emosi melalui tarian. </p>
<h2>Bagaimana berlatih tari mempengaruhi otak</h2>
<p>Namun, meskipun kita tidak memiliki ciri-ciri genetik dan fisik seperti para penari profesional, kita masih bisa menari dengan berlatih keras. Menari membutuhkan integrasi musik, gerakan, dan kesadaran spasial, yang semuanya dikendalikan oleh otak. Di sinilah kita melihat efek luar biasa dari pelatihan yang dikodekan selama bertahun-tahun.</p>
<p>Pelatihan tari menginduksi perubahan halus dalam otak. Hal ini terjadi melalui proses yang dikenal sebagai <em>plasticity</em>, yang terjadi ketika otak beradaptasi dalam menanggapi pengalaman. Menari dapat meningkatkan <em>plasticity</em> di seluruh otak bahkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6040685/">pada orang tua</a>.</p>
<p>Ketika kita menari, korteks premotor dan area motorik tambahan yang berada di dekat bagian depan otak kita menghubungkan ingatan kita akan tindakan sebelumnya melalui latihan dengan kesadaran spasial kita. Sinyal berjalan ke korteks motorik primer yang menyampaikan instruksi ini ke otot-otot melalui sumsum tulang belakang dan tarian pun dimulai. </p>
<p>Semakin sering kita menyelesaikan tugas ini, semakin mudah bagi tubuh kita untuk melakukannya tanpa usaha sadar. Ini adalah dasar saraf dari <a href="https://www.scienceabc.com/humans/what-is-muscle-memory-new.html">memori otot</a> yang sering kita dengar dari para penari profesional.</p>
<p>Sementara itu, di bagian belakang otak kita, otak kecil kita menerima informasi penting, termasuk pesan dari sistem pendengaran dan visual. Dan sebuah area yang disebut vermis anterior membantu menyelaraskan langkah tarian kita dengan musik.</p>
<p>Otak kecil juga mengatur keseimbangan dan koordinasi serta menerima informasi dari organ vestibular yang memberi tahu kita bahwa kita merasa pusing. Menariknya, area yang menerima informasi dari organ vestibular jauh <a href="https://www.imperial.ac.uk/news/130786/ballet-dancers-brains-adapt-stop-them/%20(original%20article:%20https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16221923/)">lebih kecil pada penari balet klasik</a>. Melalui <em>plasticity</em>, latihan mereka menghilangkan input yang dapat menyebabkan rasa pusing sehingga menghasilkan putaran yang indah dan belokan yang fantastis.
Di sini, pelatihan lebih penting daripada genetika.</p>
<p>Dedikasi dan pelatihan dapat membantu para penari untuk menyempurnakan dan mengembangkan seni mereka, menunjukkan bahwa kita semua dapat menjadi penari yang lebih baik. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Kemampuan tari" src="https://images.theconversation.com/files/430008/original/file-20211103-27-z78luv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/430008/original/file-20211103-27-z78luv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/430008/original/file-20211103-27-z78luv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/430008/original/file-20211103-27-z78luv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/430008/original/file-20211103-27-z78luv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/430008/original/file-20211103-27-z78luv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/430008/original/file-20211103-27-z78luv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa atribut tarian diwariskan, namun kita semua dapat belajar untuk menjadi penari yang lebih baik.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/dHpp26q9QnY">Daniel / Unsplash</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ini adalah kegiatan yang bermanfaat karena tarian memiliki banyak manfaat. Latihan tango di Argentina <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/ccr3.2771">dapat memperbaiki gaya berjalan</a> dan postur tubuh pada pasien penyakit Parkinson, sementara menari seumur hidup dapat mengurangi risiko terkena demensia. </p>
<p>Berkat kelenturan otak bahkan penari yang tidak memiliki gangguan pendengaran pun dapat belajar menari hingga tingkat yang luar biasa yang menggambarkan manfaat inklusif tarian dan kemampuannya untuk menyatukan orang-orang.</p>
<p>Dengan menggunakan cermin dan mengikuti isyarat visual seperti meniru gerakan guru, penari tuna rungu dapat <a href="https://www.dancemagazine.com/deaf-dancers-2641619050.html?rebelltitem=7#rebelltitem7">memperoleh gerakan fisik</a> tarian.</p>
<p>Untuk mencapai ketepatan waktu yang sangat mengesankan terhadap musik, para penari yang tidak dapat mendengar melaporkan bahwa mereka menggunakan getaran untuk mengikuti irama musik. Otak mereka memiliki adaptasi di area yang disebut korteks pendengaran yang diaktifkan sebagai respons terhadap <a href="https://www.nature.com/articles/news011129-10">getaran</a>, bukan suara- contoh lain dari <em>plasticity</em>. Dengan hadirnya kelompok tari tuna rungu seperti <a href="https://static1.squarespace.com/static/5975f9dabebafb04b9657415/t/5d134bc2ad72940001e78eae/1561545667857/DMD%27s+Full+Biography+%282019%29.pdf">DMD</a> yang mengintegrasikan elemen bahasa isyarat ke dalam pertunjukan mereka, aksesibilitas tarian dapat terus berkembang. </p>
<p>Meskipun beberapa otak sudah terprogram untuk menari berkat perbedaan gen yang berkontribusi pada emosi dan komunikasi kita semua dapat mengubah otak kita untuk menjadi penari yang lebih baik sambil menikmati banyak manfaat kesehatan dan sosial yang dapat diberikan oleh tarian.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/205832/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gayle Doherty terafiliasi dengan Dance St Andrews Community Interest Company yang merupakan organisasi nirlaba yang mempromosikan kesejahteraan melalui tarian di sepanjang usia.</span></em></p>Beberapa orang memang mewarisi bakat yang mendorong kemampuan untuk menari - tetapi dengan kerja keras, hampir semua orang bisa belajar menari dengan baik karena plastisitas otak.Gayle Doherty, Senior Lecturer in Neuroscience, University of St AndrewsLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1957852022-12-04T11:16:12Z2022-12-04T11:16:12ZMengungkap misteri regenerasi otak melalui riset pada spesies salamander axolotl<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/498562/original/file-20221201-26-c5uz5x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Axolotl adalah organisme yang dijadikan model oleh peneliti untuk mempelajari berbagai topik dalam biologi.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://flic.kr/p/aE4bnU">Ruben Undheim/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.nationalgeographic.com/animals/amphibians/facts/axolotl">Axolotl</a> (<em>Ambystoma mexicanum</em>) adalah salamander air yang terkenal karena kemampuannya untuk <a href="https://doi.org/10.1159%2F000504294">meregenerasi sumsum tulang belakang, jantung, dan anggota tubuhnya</a>. Amfibi ini juga <a href="https://doi.org/10.1186/1749-8104-8-1">dapat membuat neuron baru</a> sepanjang hidup mereka. Pada tahun 1964, para peneliti mengamati bahwa axolotl dewasa dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/14248567/">meregenerasi bagian otak mereka</a>, bahkan jika sebagian besar telah hilang secara menyeluruh. Namun, suatu penelitian menemukan bahwa <a href="https://doi.org/10.7554/eLife.13998">regenerasi otak</a> axolotl memiliki kemampuan terbatas untuk membangun kembali struktur jaringan aslinya.</p>
<p>Jadi seberapa sempurna axolotl dapat meregenerasi otak mereka setelah terluka?</p>
<p>Sebagai <a href="https://scholar.google.com/citations?user=OdA08uIAAAAJ&hl=en">peneliti yang mempelajari regenerasi di tingkat sel</a>, saya dan beberapa kolega di <a href="https://bsse.ethz.ch/qdb">Laboratorium Treutlein</a> di ETH Zurich, Swiss dan <a href="http://tanakalab.org">Laboratorium Tanaka</a> di Institute of Molecular Pathology di Wina, Austria memiliki sebuah pertanyaan terkait kemampuan axolotl dalam meregenerasi semua jenis sel yang berbeda di otak mereka, termasuk penghubung koneksi satu wilayah otak ke wilayah lainnya. Dalam <a href="https://science.org/doi/10.1126/science.abp9262">penelitian yang baru-baru ini diterbitkan</a>, kami membuat atlas sel yang membentuk bagian dari otak axolotl untuk menjelaskan cara regenerasinya dan evolusi otak lintas spesies.</p>
<h2>Mengapa melihat sel?</h2>
<p><a href="https://doi.org/10.1038/nrg2416">Jenis sel</a> yang berbeda memiliki fungsi yang juga berbeda. Mereka memiliki spesialisasi dalam peran tertentu karena masing-masing jenis sel mengekspresikan gen yang berbeda. Memahami jenis sel yang ada di otak dan fungsinya membantu memperjelas gambaran keseluruhan tentang cara kerja otak. Ini juga memungkinkan para peneliti untuk membuat perbandingan lintas evolusi dan mencoba menemukan tren biologis lintas spesies.</p>
<p>Salah satu cara untuk mengidentifikasi sel yang mengekspresikan gen tertentu adalah dengan menggunakan teknik yang disebut <a href="https://doi.org/10.3389/fgene.2019.00317">pengurutan RNA sel tunggal (scRNA-seq)</a>. Alat ini membantu para peneliti dalam menghitung jumlah gen aktif di dalam setiap sel dari sampel tertentu. Ini memberikan potret aktivitas yang dilakukan setiap sel saat dikumpulkan.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/k9VFNLLQP8c?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Pengurutan RNA sel tunggal dapat memberikan informasi tentang fungsi spesifik setiap sel dalam sampel.</span></figcaption>
</figure>
<p>Alat ini memiliki peran yang vital untuk membantu memahami jenis sel yang ada pada otak hewan. Ilmuwan telah menggunakan scRNA-seq pada <a href="https://doi.org/10.1038%2Fnbt.4103">ikan</a>, <a href="https://doi.org/10.1126/science.aar4237">reptil</a>, <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2018.06.021">tikus</a> dan bahkan <a href="https://doi.org/10.1126/science.aap8809">manusia</a>. Namun, satu bagian utama dari teka-teki evolusi otak ini telah hilang: amfibi.</p>
<h2>Memetakan otak axolotl</h2>
<p>Tim kami memutuskan untuk fokus pada <a href="https://doi.org/10.1016/B978-0-323-39632-5.00016-5">telensefalon</a> axolotl. Pada manusia, telensefalon adalah divisi otak terbesar dan berisi wilayah yang disebut <a href="https://doi.org/10.1038/nrn2719">neokorteks</a> yang memainkan peran kunci dalam perilaku dan kognisi hewan. Sepanjang evolusi baru-baru ini, neokorteks telah <a href="https://doi.org/10.3389/fnana.2014.00015">bertumbuh secara hebat</a> dibandingkan dengan bagian otak lainnya. Jenis sel yang membentuk telensefalon secara keseluruhan juga telah <a href="https://doi.org/10.1016/j.pneurobio.2020.101865">menjadi sangat beragam</a> dan tumbuh dalam kompleksitas dari waktu ke waktu, menjadikannya wilayah yang menarik untuk dipelajari.</p>
<p>Kami menggunakan scRNA-seq untuk mengidentifikasi berbagai jenis sel yang membentuk telensefalon axolotl, termasuk berbagai jenis <a href="https://www.ninds.nih.gov/health-information/patient-caregiver-education/brain-basics-life-and-death-neuron">neuron</a> dan <a href="https://doi.org/10.3389/fnana.2018.00104">sel induk</a>, atau sel yang dapat membelah dirinya sendiri atau berubah menjadi jenis sel lain. Kami mengidentifikasi gen yang aktif ketika <a href="https://doi.org/10.3389/fcell.2020.00533">sel induk menjadi neuron</a> dan menemukan bahwa banyak gen melewati jenis sel perantara yang disebut neuroblas – yang sebelumnya tidak diketahui keberadaannya pada axolotl –sebelum menjadi neuron dewasa.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/uooR4293p_4?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Kemampuan regeneratif Axolotl telah menjadi daya tarik bagi para ilmuwan.</span></figcaption>
</figure>
<p>Kami kemudian menguji regenerasi axolotl dengan membuang satu bagian telensefalon mereka. Dengan menggunakan <a href="https://doi.org/10.1126/science.aad7038">metode khusus scRNA-seq</a>, kami dapat menangkap dan mengurutkan semua sel baru pada berbagai tahap regenerasi, dari satu hingga 12 minggu setelah terjadinya luka atau cedera. Pada akhirnya, kami menemukan bahwa semua jenis sel yang dihilangkan telah pulih sepenuhnya.</p>
<p>Kami mengamati bahwa regenerasi otak terjadi dalam tiga fase utama. Fase pertama dimulai dengan peningkatan cepat jumlah sel induk, dan sebagian kecil dari sel ini mengaktifkan proses penyembuhan luka. Pada fase kedua, sel induk mulai berdiferensiasi menjadi neuroblas. Akhirnya, pada fase ketiga, neuroblas berdiferensiasi menjadi jenis neuron yang sama dengan yang semula telah hilang.</p>
<p>Yang menakjubkan, kami juga mengamati bahwa <a href="https://www.brainfacts.org/thinking-sensing-and-behave/brain-development/2012/making-connections">koneksi saraf</a> yang terputus antara area yang dihilangkan dan area lain di otak telah terhubung kembali. Penghubungan ulang ini menunjukkan bahwa area regenerasi juga telah mendapatkan kembali fungsi aslinya.</p>
<h2>Amfibi dan otak manusia</h2>
<p>Menambahkan amfibi ke dalam teka-teki evolusi memungkinkan para peneliti untuk menyimpulkan perubahan otak dan jenis-jenis selnya berubah seiring waktu dan mekanisme di balik regenerasi.</p>
<p>Ketika membandingkan data axolotl kami dengan spesies lain, kami menemukan bahwa sel-sel di telensefalon mereka menunjukkan kemiripan yang kuat dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482171/">hippocampus</a> – wilayah otak yang terlibat dalam pembentukan memori – dan <a href="https://doi.org/10.1016/B978-0-12-801238-3.04706-1">korteks penciuman</a> – wilayah otak yang terlibat dalam indera penciuman – mamalia. Kami bahkan menemukan beberapa kesamaan dalam satu jenis sel axolotl dengan neokorteks, yaitu area otak khusus untuk persepsi, pemikiran, dan penalaran spasial pada manusia. Kesamaan-kesamaan ini menunjukkan bahwa area otak ini dapat dilindungi dari kerusakan secara evolusioner, atau tetap sebanding selama evolusi, dan bahwa neokorteks mamalia mungkin memiliki tipe sel leluhur di telensefalon amfibi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Axolotl dalam tangki" src="https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/482165/original/file-20220831-4904-pdq0jw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Memecahkan misteri regenerasi axolotl dapat meningkatkan perawatan medis untuk cedera serius.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Axolotl_ambystoma_mexicanum_anfibio_ASAG.jpg">Amandasofiarana/Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Walaupun penelitian kami menyoroti proses regenerasi otak, termasuk gen yang terlibat dan proses transformasi sel menjadi neuron, kami masih belum berhasil mengidentifikasi <a href="https://www.nature.com/scitable/topicpage/cell-signaling-14047077/">sinyal eksternal</a> yang memulai proses ini. Selain itu, kami belum mengetahui jika proses yang kami identifikasi masih dapat diakses oleh hewan yang berevolusi di kemudian hari, seperti tikus atau manusia.</p>
<p>Namun, kami tidak sendirian dalam memecahkan teka-teki evolusi otak ini. <a href="https://www.tosches-lab.com/">Laboratorium Tosches</a> di Columbia University, Amerika Serikat mengeksplorasi keragaman jenis sel pada <a href="https://science.org/doi/10.1126/science.abp9186">spesies salamander lain – <em>Pleurodeles waltl</em></a>, sedangkan lab Fei di Guangdong Academy of Medical Sciences di Cina dan kolaborator di perusahaan ilmu hayati <a href="https://en.genomics.cn/">BGI</a> di Cina mengeksplorasi bagaimana tipe sel <a href="https://science.org/doi/10.1126/science.abp9444">diatur secara spasial dalam otak bagian depan axolotl</a>.</p>
<p>Mengidentifikasi semua jenis sel di otak axolotl juga membantu merintis penelitian inovatif dalam pengobatan regeneratif. Otak tikus dan manusia <a href="https://doi.org/10.1100/tsw.2011.113">sebagian besar kehilangan kapasitasnya</a> untuk memperbaiki atau meregenerasi dirinya sendiri. <a href="https://doi.org/10.4103%2F1673-5374.270294">Intervensi medis</a> untuk cedera otak parah saat ini berfokus pada terapi obat dan sel punca untuk meningkatkan atau mendorong perbaikan. Memeriksa gen dan tipe sel yang memungkinkan axolotl mencapai regenerasi yang hampir sempurna dapat menjadi kunci untuk meningkatkan perawatan luka parah dan membuka potensi regenerasi pada manusia.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195785/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ashley Maynard bekerja di ETH Zurich dan tidak mengungkapkan afiliasi yang relevan di luar penunjukan akademiknya.</span></em></p>Axolotl adalah amfibi yang dikenal karena kemampuannya untuk menumbuhkan kembali organnya, termasuk otak. Penelitian baru mengklarifikasi proses regenerasi mereka.Ashley Maynard, PhD Candidate in Quantitative Developmental Biology, Swiss Federal Institute of Technology ZurichLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1920722022-10-07T06:03:09Z2022-10-07T06:03:09ZTes IQ tidak bisa mengukur ‘fleksibilitas kognitif’ – kunci sesungguhnya dari kemampuan belajar dan kreativitas<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/488627/original/file-20221006-19-nvtne3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Einstein beranggapan bahwa atribut seperti kemampuan berimajinasi sangatlah penting.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Robert and Talbot Trudeau/Flickr)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/">CC BY-NC</a></span></figcaption></figure><p><em>Intelligence quotient</em> atau IQ seringkali digadang-gadang sebagai kunci kesuksesan, terutama dalam bidang seperti sains, inovasi, dan teknologi. Banyak orang bahkan <a href="https://www.businessinsider.com/the-40-smartest-people-of-all-time-2015-2?r=US&IR=T">tak henti-hentinya terkagum-kagum dan sering penasaran</a> dengan skor IQ dari figur terkenal atau orang-orang pintar. </p>
<p>Kenyataannya, beragam prestasi terbaik umat manusia utamanya lebih dipengaruhi oleh <a href="https://www.forbes.com/sites/matthewfrancis/2018/05/08/no-scientists-are-not-smarter-than-non-scientists/?sh=6e16a5d128d9">atribut</a> seperti kreativitas, imajinasi, rasa ingin tahu, dan empati.</p>
<p>Banyak sifat-sifat ini muncul dari apa yang peneliti sebut sebagai “fleksibilitas kognitif” – kemampuan untuk bisa menggunakan berbagai konsep yang berbeda, atau beradaptasi untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu lingkungan yang baru atau senantiasa berkembang. Intinya, bagaimana kita bisa belajar untuk terus belajar, dan tetap fleksibel terhadap cara-cara baru untuk belajar. Ini termasuk senantiasa menyesuaikan strategi untuk membuat keputusan terbaik.</p>
<p>Dalam riset, kami mencoba memahami bagaimana manusia bisa mengasah fleksibilitas kognitif mereka.</p>
<p>Fleksibilitas kognitif membekali kita dengan kemampuan untuk melihat apakah langkah dan strategi kita akan berujung sukses atau tidak, dan bisa menerapkan berbagai perubahan yang sesuai untuk mencapainya.</p>
<p>Misalnya, jika kita melewati rute seperti biasa ke tempat kerja, tapi kini ada proyek pembangunan jalan, apa yang sebaiknya kita lakukan? Beberapa orang tetap bersikeras melewati rute yang sama, meski jalanan menjadi macet. Orang yang lebih fleksibel akan beradaptasi terhadap kejadian yang tak terduga ini dan mengasah otak untuk mencari solusi alternatif.</p>
<p>Fleksibilitas kognitif bisa jadi juga mempengaruhi bagaimana orang menghadapi <em>lockdown</em> selama pandemi, yang tentu menghadirkan tantangan-tantangan baru di sekolah atau tempat kerja. Beberapa dari kita merasa lebih mudah untuk beradaptasi dan menyesuaikan rutinitas kita untuk bisa melakukan berbagai aktivitas dari rumah. </p>
<p>Orang-orang yang fleksibel tersebut juga bisa jadi memang sering mengubah-ubah rutinitas dari waktu ke waktu untuk mencari beragam cara yang lebih baik dalam menjalani hari. Orang lain, sebaliknya, kewalahan dan pada akhirnya menjadi lebih kaku dalam berpikir. Mereka bertahan dalam rutinitas yang sama, dengan minim fleksibilitas atau perubahan.</p>
<h2>Berbagai manfaat besar</h2>
<p>Berpikir fleksibel adalah kunci kreativitas – dengan kata lain, kemampuan untuk memikirkan ide-ide baru, mencari hubungan-hubungan baru di antara ide-ide tersebut, dan membuat karya baru. Gaya berpikir ini juga mendukung kompetensi terkait kerja dan akademik, seperti pemecahan masalah. </p>
<p>Meski demikian, beda dengan memori kerja (<em>working memory</em>) – seberapa banyak kita bisa mengingat sesuatu pada suatu waktu – fleksibilitas kognitif tidak terkait dengan IQ, atau yang sering disebut “<a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1111/j.1467-9280.2006.01681.x?casa_token=Yq62iS_OEOcAAAAA:9sUHau1I_ByZ3GJ8s7blJYVmFRAcdsqMTtPjLKrzh5Vo3Gdbz3ZgxpM_LHUbnVqEdhkFwIL5MdNygg"><em>crystallised intelligence</em></a>” (pengetahuan, fakta, dan kompetensi yang dihafal atau didapat seiring perjalanan hidup).</p>
<p>Sebagai gambaran, banyak seniman visual bisa jadi punya kecerdasan (<em>intelligence</em>) yang rendah, tapi sangat kreatif dan menghasilkan mahakarya.</p>
<p>Berlawanan dengan kepercayaan umum, kreativitas juga penting dalam sains dan inovasi. Misalnya, kami menemukan bahwa wirausahawan yang telah membangun banyak perusahaan <a href="https://www.nature.com/articles/456168a">punya daya kognitif yang lebih fleksibel</a> ketimbang manajer dengan usia dan IQ yang sama.</p>
<p>Jadi, apakah fleksibilitas kognitif membuat orang lebih pintar dengan cara yang tak selalu terdeteksi oleh tes IQ?</p>
<p>Kita tahu kemampuan ini membuat kita punya “<a href="https://dictionary.apa.org/cold-cognition"><em>cold cognition</em></a>” – yakni cara berpikir non-emosional atau “rasional” – yang lebih baik sepanjang hayat. Misalnya, pada anak-anak, ini membuat mereka punya <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24959155">kemampuan membaca yang lebih baik</a> dan bisa meraih <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00220671.1971.10884185">capaian belajar yang tinggi</a>.</p>
<p>Gaya berpikir ini juga bisa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0191886919300285">melindungi kita dari sejumlah bias</a>, seperti bias konfirmasi. Ini karena orang yang lebih fleksibel secara kignitif lebih jago dalam mendeteksi dan mengakui potensi kesalahan dalam diri mereka dan kemudian mencari strategi untuk mengatasi kekurangan ini.</p>
<p>Selain itu, fleksibilitas kognitif terkait dengan tingkat ketahanan atau ketangguhan yang lebih baik dalam <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21432680/">menghadapi peristiwa negatif dalam hidup</a>, dan juga terkait dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20359355/">kualitas hidup yang lebih baik</a> pada individu yang lebih tua.</p>
<p>Bahkan, manfaatnya bisa merembet ke daya berpikir sosial dan emosional: beragam studi menemukan bahwa fleksibilitas kognitif berhubungan erat dengan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/15248372.2014.888350?casa_token=NkwyJ_idHqMAAAAA:cZPvD81u_5EGnecSvpHjfCVvg139zdLN06-qDIEa15N7XyjO2V8fEfnrmHM7TPguONR3xj04H-ZI">kemampuan untuk memahami emosi</a>, pikiran, dan niatan orang lain.</p>
<p>Kebalikan dari fleksibilitas kognitif adalah kekakuan kognitif, yang juga muncul dalam beberapa gangguan mental termasuk <a href="https://www.biologicalpsychiatryjournal.com/article/S0006-3223(16)32670-1/fulltext">gangguan obsesif kompulsif (OCD)</a>, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17825802/">gangguan depresi berat (MDD)</a>, dan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0004867417708610?journalCode=anpa">gangguan spektrum autisme (ASD)</a>.</p>
<p>Berbagai riset tentang pencitraan saraf (<em>neuroimaging</em>) menunjukkan bahwa fleksibilitas kognitif <a href="https://jnnp.bmj.com/content/jnnp/early/2020/10/30/jnnp-2020-324104.full.pdf">bergantung pada</a> jaringan antara wilayah otak depan (frontal) dan “<em>striatal</em>”. Wilayah frontal berkaitan dengan daya kognisi tingkat tinggi seperti pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Sementara wilayah <em>striatal</em> berkaitan dengan penghargaan dan motivasi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Image of brain scans." src="https://images.theconversation.com/files/407909/original/file-20210623-15-l9bnm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=53%2C0%2C6000%2C3970&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/407909/original/file-20210623-15-l9bnm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/407909/original/file-20210623-15-l9bnm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/407909/original/file-20210623-15-l9bnm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/407909/original/file-20210623-15-l9bnm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/407909/original/file-20210623-15-l9bnm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/407909/original/file-20210623-15-l9bnm4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa orang punya otak yang lebih fleksibel.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/pet-ct-scan-human-brain-axial-1410637847">Utthapon wiratepsupon/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada beberapa cara untuk secara objektif mengevaluasi fleksibilitas kognitif seseorang, termasuk dengan uji <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00221309.1948.9918159"><em>Wisconsin Card Sorting Test</em></a> dan <a href="https://www.cambridgecognition.com/cantab/cognitive-tests/executive-function/intra-extra-dimensional-set-shift-ied/"><em>CANTAB Intra-Extra Dimensional Set Shift Task</em></a>.</p>
<h2>Meningkatkan fleksibilitas kognitif</h2>
<p>Kabar baiknya, nampaknya kita bisa melatih fleksibilitas kognitif kita.</p>
<p>Terapi perilaku kognitif (CBT), misalnya, adalah terapi psikologis berbasis bukti yang <a href="https://www.nature.com/articles/npp2011183">membantu orang merombak pola pemikiran dan perilaku mereka</a>. Sebagai contoh, orang dengan depresi yang tidak dihubungi oleh seorang teman selama seminggu bisa jadi menganggap teman tersebut tak lagi menyukai mereka.</p>
<p>Dalam CBT, tujuannya adalah merekonstruksi ulang cara pikir mereka untuk bisa membuka diri dan fleksibel terhadap opsi kesimpulan lain, seperti berpikir bahwa bisa jadi teman mereka hanya sibuk saja atau kehilangan cara untuk mengontak mereka.</p>
<p><a href="https://www.jneurosci.org/content/jneuro/37/35/8412.full.pdf"><em>Structure learning</em></a> – yakni kemampuan untuk mengekstrak informasi tentang struktur dari lingkungan yang kompleks, dan menafsirkan arus informasi sensorik yang awalnya tidak kelihatan – juga bisa menjadi opsi. Kita tahu bahwa cara belajar seperti ini juga melibatkan wilayah otak frontal dan <em>striatal</em> yang serupa dengan fleksibilitas kognitif.</p>
<p>Dalam suatu kolaborasi antara University of Cambridge di Inggris dan Nanyang Technological University (NTU) di Singapura, kami saat ini sedang menjalankan eksperimen “dunia nyata” untuk menentukan apakah <em>structural learning</em> benar-benar bisa meningkatkan fleksibilitas kognitif.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/r4ez0LktV20?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Studi-studi telah menunjukkan <a href="https://prc.springeropen.com/articles/10.1186/s41155-017-0069-5">manfaat dari melatih fleksibilitas kognitif</a>, misalnya pada anak dengan autisme. Setelah melatih fleksibilitas kognitif, anak-anak tersebut tak hanya mengalami peningkatan performa pada tugas-tugas kognitif, tapi juga peningkatan pada komunikasi dan interaksi sosial. Ditambah lagi, fleksibilitas kognitif juga diketahui dapat <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2017.01040/full#h5">bermanfaat bagi anak tanpa autisme</a> dan juga pada <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fnhum.2017.00529/full">individu yang lebih tua</a>.</p>
<p>Seiring kita keluar dari pandemi, kita perlu memastikan bahwa dalam mengajarkan melatih kompetensi-kompetensi baru, orang-orang juga perlu belajar untuk lebih fleksibel secara kognitif saat mereka berpikir. Ini akan membekali mereka dengan ketahanan dan kesejahteraan yang lebh baik <a href="https://twitter.com/britishacademy_/status/1395752200631169028">di masa depan</a>.</p>
<p>Fleksibilitas kogntif juga <a href="https://www.nature.com/articles/4551057a">penting bagi masyarakat untuk berkembang</a>. Ini bisa memaksimalkan potensi individu untuk menghasilkan ide yang inovatif dan ciptaan yang kreatif. Pada akhirnya, atribut semacam ini yang kita perlukan untuk menyelesaikan tantangan besar zaman sekarang, termasuk krisis iklim, pelestarian lingkungan, energi bersih dan berkelanjutan, serta ketahanan pangan.</p>
<hr>
<p><em>Profesor <a href="https://www.neuroscience.cam.ac.uk/directory/profile.php?Trevor">Trevor Robbins</a>, <a href="https://www.ntu.edu.sg/cradle/our-people/annabel-chen-shen-hsing">Annabel Chen</a>, dan <a href="https://www.neuroscience.cam.ac.uk/directory/profile.php?zkourtzi">Zoe Kourtzi</a> turut berkontribusi pada penulisan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/192072/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Barbara Jacquelyn Sahakian menerima dana dari Wellcome Trust, Leverhulme Foundation, dan Lundbeck Foundation. Riset yang ia lakukan termasuk dalam NIHR MedTech and In vitro diagnostic Co-operative (MIC) dan NIHR Cambridge Biomedical Research Centre (BRC) Mental Health and Neurodegeneration Themes. Ia juga menjadi konsultan untuk Cambridge Cognition. Proyek riset Centre for Lifelong Learning and Individualised Cognition (CLIC), kolaborasi antara University of Cambridge di Inggris dan Nanyang Technological University (NTU) di Singapura didanai oleh National Research Foundation, Kantor Perdana Menteri Singapura, melalui program Campus for Research Excellence and Technological Enterprise (CREATE).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Christelle Langley menerima dana dari Wellcome Trust.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Victoria Leong menerima dana dari Kementerian Pendidikan Singapura dan Centre for Lifelong Learning and Individualised Cognition (CLIC). CLIC didukung oleh National Research Foundation, Kantor Perdana Menteri Singapura, melalui program Campus for Research Excellence and Technological Enterprise (CREATE).</span></em></p>IQ sering digadang-gadang sebagai kunci kesuksesan. Nyatanya, banyak prestasi terbaik umat manusia muncul dari atribut-atribut yang terkait dengan “fleksibilitas kognitif”.Barbara Jacquelyn Sahakian, Professor of Clinical Neuropsychology, University of CambridgeChristelle Langley, Postdoctoral Research Associate, Cognitive Neuroscience, University of CambridgeVictoria Leong, Assistant Professor of Psychology, Nanyang Technological UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1621162021-06-04T04:47:45Z2021-06-04T04:47:45ZCurious Kids: bagaimana caranya otak ‘bangun’ dari tidur?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/404445/original/file-20210604-19-1lgfbug.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Selamat bangun dan beraktivitas!</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/african-american-girl-waking-up-in-bed-royalty-free-image/136801937">(JGI/Jamie Grill via Getty Images)</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://theconversation.com/id/topics/curious-kids-83797"><img src="https://images.theconversation.com/files/386375/original/file-20210225-21-1xfs1le.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=90&fit=crop&dpr=2" width="100%"></a></p>
<hr>
<blockquote>
<p><strong>Apa yang terjadi di dalam otak ketika kita bangun dari tidur? – Ainsley V., 11 tahun, dari South Carolina, Amerika Serikat</strong></p>
</blockquote>
<hr>
<p>Saat kita tidur, kita terlihat seperti orang yang mati. Tapi ketika kita bangun, dengan sekejap kita bisa langsung bangun dan beraktivitas. Bagaimana caranya otak ‘menyalakan’ kesadaran kita? Pertanyaan ini sudah lama membuat para ilmuwan bingung <a href="https://plato.stanford.edu/entries/consciousness/">selama ratusan tahun</a> – bahkan hingga kini.</p>
<p>Meskipun ilmuwan belum menemukan jawaban sepenuhnya untuk pertanyaan ini, mereka pelan-pelan mulai mengerti dengan cara meneliti otak manusia saat mereka silih berganti antara kondisi tertidur dan terjaga. </p>
<h2>Melihat otak dengan lebih dalam</h2>
<p>Salah satu cara ilmuwan meneliti aktivitas otak adalah dengan menggunakan suatu alat bernama elektroensefalografi, atau EEG. EEG mengukur sinyal listrik yang datang dari ribuan sel otak bernama neuron.</p>
<p>Orang yang sedang diteliti akan menggunakan suatu topi berbentuk aneh yang tersambung dengan komputer – rasanya tidak sakit sama sekali. Aktivitas listrik di dalam otak akan muncul di komputer sebagai garis-garis yang bergelombang.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Seorang perempuan memakai topi dengan banyak elektroda yang terambung dengan komputer." src="https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/375197/original/file-20201215-15-1b3n4pv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gelombang otak bisa memberi tahu kita banyak hal.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/doctor-and-patient-with-electrodes-on-head-royalty-free-image/529740188">William Taufic/The Image Bank via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kita bisa saja berpikir bahwa otak kita seakan dimatikan – atau beristirahat – saat kita tidur, tapi sebenarnya otak sedang beraktivitas dengan sangat lincah, meskipun kita tidak menyadarinya. Kita melalui siklus yang terdiri dari empat fase, masing-masing menunjukkan pola yang berbeda-beda dalam EEG.</p>
<p>Salah satu fase tidur, yang disebut “gerakan mata sangat cepat”, atau <em>rapid eye movement</em> (tidur REM), adalah periode di mana mimpi biasanya muncul. Bermimpi adalah suatu hal yang menarik karena rasanya seperti kita sedang sadar, tapi dengan kesadaran yang berbeda dengan saat kita terjaga.</p>
<p>Ternyata setiap fase tidur juga berkaitan dengan berbagai pola kimiawi yang berbeda di dalam otak, yang disebut dengan reaksi kimia saraf (<em>neurochemicals</em>) – inilah yang memungkinkan sel otak berkomunikasi dengan satu sama lain.</p>
<h2>Yang diketahui ilmuwan sejauh ini</h2>
<p>Salah satu sistem terpenting dalam otak yang bertugas membangunkan kita adalah yang disebut sistem aktivasi rektikular (<em>reticular activating system</em>, atau RAS).</p>
<p>RAS adalah bagian dari otak yang terletak tepat di atas tulang belakang, dan panjangnya sekitar 5 centimeter dengan ketebalan seperti pensil. RAS bertindak sebagai <a href="https://study.com/academy/lesson/reticular-activating-system-definition-function.html">semacam pengatur lalu lintas atau penyaring</a> untuk otak kita, untuk memastikan bahwa otak kita tidak kemasukan lebih banyak informasi dari yang bisa diterima.</p>
<p>Sistem ini bisa mengenali informasi penting dan menciptakan reaksi kimia saraf yang membangunkan bagian-bagian lain dari otak, serta membantu kita terjaga sepanjang hari.</p>
<p>Apabila kita harus pergi ke kamar mandi di tengah malam, RAS mendeteksi sinyal tersebut dari tubuh kita dan <a href="https://doi.org/10.1016/j.neuron.2010.11.032">seakan menekan saklar untuk membangunkan otak kita</a> – layaknya saklar lampu. Berbagai sinyal yang datang dari luar tubuh kita, seperti suara alarm atau orang tua yang membangunkan kita, bisa juga memicu RAS untuk beraksi.</p>
<p>Seketika saklar RAS menyala, bisa butuh waktu beberapa saat bagi seluruh otak dan tubuh kita untuk bangun. Ini dikarenakan butuh beberapa menit untuk membersihkan seluruh reaksi kimia saraf yang membuat rasa kantuk – inilah mengapa kita sering merasa linglung saat kita dibangunkan suara jam alarm.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Sleepy young girl at the breakfast table, face in hand." src="https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/375198/original/file-20201215-21-pqymwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Terkadang otak kita butuh waktu untuk bangun.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/its-hard-to-wake-up-royalty-free-image/1253030629">Mypurgatoryyears/E+ via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Lalu, kenapa ada hari-hari kita merasa lebih linglung, dan tidak di hari-hari lain?</p>
<p>Saat otak kita tidur, ia silih berganti antara fase tidur ringan dan tidur mendalam. Apabila alarm kita menyala saat otak sedang berada pada fase tidur yang lebih dalam, butuh waktu lebih lama bagi seluruh bagian otak untuk bangun.</p>
<p>Kita bisa memakai <a href="https://www.sleepcycle.com">teknologi untuk melacak perubahan fase tidur</a> kita dan meminta dibangunkan saat fase tidur yang ringan, sehingga kita bangun dalam keadaan lebih segar.</p>
<h2>Sisa-sisa misteri yang masih harus dipecahkan</h2>
<p>Masih ada banyak hal yang perlu kita pelajari tentang aktivitas bangun tidur. Meskipun kita menghabiskan sekitar sepertiga waktu kita untuk memejamkan mata, para ilmuwan masih belum sepenuhnya paham apa sebenarnya tujuan dari tidur.</p>
<p>Mereka memahami bahwa tidur sangatlah penting untuk kesehatan, terutama untuk anak-anak yang otak dan tubuhnya masih dalam tahap tumbuh-kembang. Tidur menyegarkan kembali <a href="https://www.sleepfoundation.org/physical-health/how-sleep-affects-immunity">sistem imun</a>, memperbaiki <a href="http://doi.org/10.1016/j.smrv.2009.10.006">ingatan</a>, dan mendukung <a href="https://www.sleepfoundation.org/mental-health">kesehatan mental</a>. </p>
<p>Kita bisa jadi akan kaget kalau tahu seberapa <a href="https://www.sleepfoundation.org/press-release/national-sleep-foundation-recommends-new-sleep-times">jam tidur yang direkomendasikan oleh dokter</a> untuk bayi, anak-anak, dan orang dewasa.</p>
<p>Meskipun para ilmuwan mulai perlahan mengungkapnya, misteri tentang bagaimana dan mengapa otak menghasilkan kesadaran juga belum terpecahkan. Inilah kenapa kita membutuhkan ilmuwan-ilmuwan dengan rasa ingin tahu yang tinggi – mungkin saja kamu salah satunya.</p>
<hr>
<p><em>Apakah kamu punya pertanyaan yang ingin ditanyakan ke ahli? Minta bantuan ke orang tua atau orang yang lebih dewasa untuk mengirim pertanyaanmu pada kami</em>.</p>
<p><em>Ketika mengirimkan pertanyaan, pastikan kamu sudah memasukkan nama pendek, umur, dan kota tempat tinggal. Kamu bisa:</em></p>
<ul>
<li><em>mengirimkan email ke <a href="mailto:curiouskids@theconversation.com">redaksi@theconversation.com</a></em></li>
<li><em>tweet ke kami <a href="https://twitter.com/ConversationIDN">@conversationIDN</a> dengan tagar #curiouskids</em></li>
<li><em>DM melalui Instagram <a href="https://www.instagram.com/conversationIDN/">@conversationIDN</a></em></li>
</ul><img src="https://counter.theconversation.com/content/162116/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hilary A. Marusak menerima dana dari National Institute of Mental Health, Amerika Serikat.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Aneesh Hehr tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Misteri tentang bagaimana otak membuat kita terjaga masih menyisakan banyak misteri bagi ilmuwan, namun pelan-pelan mereka mulai mempelajari cara kerja otak saat kita bangun.Hilary A. Marusak, Assistant Professor of Psychiatry and Behavioral Neurosciences, Wayne State UniversityAneesh Hehr, Medical Student, Wayne State UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1493652020-11-04T12:45:33Z2020-11-04T12:45:33ZApa beda gaya korupsi di Amerika dan Indonesia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/374004/original/file-20201209-16-1sapyxf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/59uEVtFPZwq6iTcyBfnNCU" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13572334.2020.1738688">Berbagai studi</a> telah menemukan bahwa rumitnya sistem multipartai dan mekanisme pengawasan <em>checks and balances</em> yang tidak efisien antara eksekutif dan legislatif membuat banyak politikus Indonesia <a href="https://theconversation.com/ramai-ramai-korupsi-persekongkolan-legislatif-dan-eksekutif-138002">bekerja sama mencari jalan pintas</a> untuk mewujudkan kepentingannya.</p>
<p>Masalah sistemik tersebut kemudian melahirkan berbagai skandal korupsi massal seperti <a href="https://nasional.tempo.co/read/848109/korupsi-hambalang-siapa-saja-penerima-dana-haram-hambalang/full&view=ok">kasus Wisma Atlet</a> dan <a href="https://www.tempo.co/tag/kasus-e-ktp">E-KTP</a>.</p>
<p>Namun, ternyata ada faktor lain yang juga berkontribusi besar dalam mendorong terjadinya praktik korupsi berjamaah ini, yakni karakter sosial budaya masyarakat di suatu negara.</p>
<p>Dalam episode ke-dua dari Sains Sekitar Kita Season 2 ini, kami berbincang dengan Galang Lutfiyanto, peneliti psikologi dan neurosains dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta yang meneliti tentang perbedaan pola korupsi di Indonesia dan Amerika Serikat (AS) - dua negara dengan budaya masyarakat yang bertolak belakang.</p>
<p>Riset tersebut merupakan hasil kolaborasi dengan New York University dan Harvard University di AS melalui <a href="https://www.aminef.or.id/galang-lu%EF%AC%81tyanto/">program pendanaan riset <em>Fulbright</em></a>.</p>
<p>Bagaimana temuannya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/149365/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Kami berbicara dengan Galang Lutfiyanto dari Universitas Gadjah Mada yang meneliti bagaimana budaya masyarakat mempengaruhi pola korupsi secara sangat berbeda di dua negara - Indonesia dan Australia.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1423792020-07-14T11:48:46Z2020-07-14T11:48:46ZBisakah manusia hibernasi?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/347280/original/file-20200714-18-g3p2n6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C1024%2C683&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Saat musim dingin tiba - ketika hari menggelap dan suhu mendingin, mereka yang tinggal di negeri empat musim rasanya ingin mengurung diri saja hingga cuaca hangat tiba. </p>
<p>Pada hewan, kondisi ini dinamakan sebagai torpor, yaitu mereka mengalami penurunan fungsi tubuh mereka dan menggunakan cadangan lemak dalam tubuh sebagai energi.</p>
<p>Dapatkah manusia hibernasi dengan cara yang sama?</p>
<p>Terlepas dari urusan menghindari musim dingin dengan nyaman, pertanyaan ini penting terkait perjalanan jarak jauh di luar angkasa. </p>
<p>Perjalanan ke Mars, planet terdekat dengan Bumi, butuh waktu <a href="http://www.nasa.gov/offices/marsplanning/faqs/">sekitar 8 bulan</a> dengan menggunakan teknologi saat ini. </p>
<p>Bila ingin mengunjungi bintang lain, perjalanan memakan waktu bertahun-tahun meski dengan kecepatan cahaya. </p>
<p>Berada dalam kondisi torpor jangka panjang membuat jarak tersebut tidak terlalu melelahkan bagi para astronot. Selain itu, bisa menghemat sumber daya yang penting. </p>
<p>Saat ini, saya merupakan ahli neurosains, bagian dari <a href="http://www.esa.int/gsp/ACT/bio/projects/Hibernation.html">tim</a> <em>European Space Agency</em>, yang sedang melakukan studi untuk mencari tahu apakah dan bagaimana menempatkan manusia dalam keadaan stasis (terhentinya aliran darah atau cairan tubuh lain di suatu bagian tubuh).</p>
<p>Ini masih menjadi pertanyaan terbuka, tapi secara teori, kita tidak menepis ini mungkin dilakukan. </p>
<h2>Suhu dan metabolisme tubuh</h2>
<p>Torpor terjadi untuk mengisi kekosongan selama masa-masa tertentu. Misalnya, hewan-hewan tertentu tidak keluar saat makanan sedang langka. </p>
<p>Secara teknis, ini mengacu kepada <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25123049">kondisi tertentu dalam penurunan metabolisme</a>. </p>
<p>Artinya, ada pelambatan reaksi kimia dalam tubuh untuk membuat mereka tetap hidup. </p>
<p>Detak jantung, pernapasan, dan konsumsi energi menurun dengan cepat, begitupun dengan suhu tubuh.</p>
<p>Kapan dan berapa lama mereka bisa berada dalam kondisi torpor berbeda-beda bagi setiap hewan, bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun, hingga beberapa jam per hari selama beberapa bulan. </p>
<p>Contohnya, <a href="http://rsbl.royalsocietypublishing.org/content/6/1/132">tikus</a> dan <a href="http://scienceblogs.com/grrlscientist/2006/04/09/hummingbirds-and-torpor/">burung kolibri</a> memasuki torpor dalam keseharian mereka apabila ingin menyimpan energi. </p>
<p>Hewan lain, <a href="http://www.independent.co.uk/environment/nature/hedgehog-hibernation-habits-studied-6291152.html">seperti landak</a> dan <a href="http://www.bear.org/website/bear-pages/black-bear/hibernation/191-5-stages-of-activity-and-hibernation.html">beruang</a>, bisa berada dalam kondisi torpor yang lebih lama, biasanya selama musim dingin. </p>
<p>Ini yang kita sebut sebagai hibernasi. </p>
<p>Bagi spesies yang memasuki torpor setiap tahun, meskipun kondisi dunia luar stabil, fenomena ini dinamakan hibernator wajib.</p>
<p>Karena mamalia besar seperti beruang dan bahkan primata, seperti <a href="http://www.nature.com/nature/journal/v429/n6994/full/429825a.html">lemur kerdil berekor besar dari Madagaskar</a> bisa berhibernasi menunjukkan bahwa secara teoretis, manusia tidak terlalu besar atau terlalu haus energi untuk dapat melakukan torpor. </p>
<p>Evolusi manusia juga tidak mencegah melakukan ini; kemampuan hibernasi bisa ditemukan pada <a href="http://www.cell.com/current-biology/fulltext/S0960-9822%2813%2900131-0">berbagai jenis mamalia</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/115114/original/image-20160315-9250-1sxwng1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/115114/original/image-20160315-9250-1sxwng1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=410&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/115114/original/image-20160315-9250-1sxwng1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=410&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/115114/original/image-20160315-9250-1sxwng1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=410&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/115114/original/image-20160315-9250-1sxwng1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=515&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/115114/original/image-20160315-9250-1sxwng1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=515&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/115114/original/image-20160315-9250-1sxwng1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=515&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Waktunya tidur.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hipotermia dan metabolisme yang terkontrol sering digunakan dalam praktik klinis, seperti <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20609741">saat operasi jantung</a> dan setelah mengalami stroke untuk melindungi jaringan dari kerusakan ketika aliran darah berkurang.</p>
<p>Menurunkan suhu tubuh dan metabolisme berarti sel membutuhkan lebih sedikit oksigen, memungkinkan orang bisa bertahan hidup dalam kondisi tidak ada pengantaran oksigen. </p>
<p>Proses pendinginan artifisial pada manusia ini terlihat mirip dengan torpor pada hewan, termasuk penurunan aktivitas pernapasan, detak jantung dan metabolisme.</p>
<p>Yang berbeda adalah hewan sepertinya “mengetahui” cara untuk memasuki torpor dengan aman dan spontan. </p>
<p>Sementara, menurunkan suhu tubuh manusia dengan memblokir termoregulasi (pengaturan suhu tubuh agar dalam keadaan stabil tanpa terpengaruh oleh perubahan lingkungan) membutuhkan bantuan <a href="http://www.scientificamerican.com/article/cool-aid-drug-that-causes/">obat-obatan</a>.</p>
<p>Salah satu kesulitan dalam meniru torpor adalah kita belum paham bagaimana hewan memulai dan mempertahankan proses tersebut. </p>
<p>Memang sudah banyak riset mempelajari hal tersebut, namun sejauh ini, hanya sedikit memberikan kesimpulan. </p>
<p>Di satu sisi, torpor mungkin dipicu oleh situasi “bawah-ke-atas”, dimulai dengan perubahan yang terjadi dalam sel-sel individual tubuh <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23824962">di tingkat molekuler</a>. </p>
<p>Tapi, situasi “atas-ke-bawah” yang melibatkan sinyal dari <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17555547">sistem saraf</a> atau <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26435475">hormon</a> juga mungkin berperan.</p>
<h2>Melindungi otak</h2>
<p>Ada hal penting lain terkait dengan hibernasi manusia, dan ini berhubungan dengan otak. </p>
<p>Hewan yang berhibernasi, secara teratur, sadar dari torpor selama beberapa jam atau hari. Tapi, mereka seringkali menghabiskan waktu tersebut dengan tidur, sebelum <a href="http://www.cell.com/current-biology/fulltext/S0960-9822%2813%2900131-0">kembali ke hibernasi</a>. </p>
<p>Sama halnya, hewan yang sadar dari torpor harian biasanya memasuki kondisi <a href="http://www.cell.com/current-biology/fulltext/S0960-9822%2813%2900131-0">tidur sangat lelap</a>. </p>
<p>Menurut ilmuwan, walau kita cenderung mengira bahwa hibernasi itu seperti tidur yang sangat lama, torpor justru menciptakan kondisi kurang tidur dan hewan perlu <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1945046">menutup kekurangan</a> secara teratur.</p>
<p>Kita dapat melihat ini melalui pola gelombang otak hewan saat memasuki kondisi torpor mirip dengan pola <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8190354">saat kurang tidur</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/115112/original/image-20160315-9250-oyfm60.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/115112/original/image-20160315-9250-oyfm60.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/115112/original/image-20160315-9250-oyfm60.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/115112/original/image-20160315-9250-oyfm60.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/115112/original/image-20160315-9250-oyfm60.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/115112/original/image-20160315-9250-oyfm60.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/115112/original/image-20160315-9250-oyfm60.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Bilik stasis dalam pesawat ruang angkasa?</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ini bisa terjadi karena metabolisme dan suhu tubuh yang rendah dalam kondisi torpor berhubungan dengan aktivitas pada area otak yang biasanya berkaitan dengan <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17912746">pengaturan tidur</a>.</p>
<p>Bisa juga karena torpor merusak otak apabila tidak ada pemulihan berupa mekanisme tidur. </p>
<p>Otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen dan harus dijaga saat persediaan darah dan nutrisi berkurang.</p>
<p>Hal lain yang menunjukkan bahwa torpor berpengaruh terhadap otak adalah karena dapat mengurangi dan mengatur kembali koneksi sinaptik yang merupakan dasar dari ingatan manusia.</p>
<p><a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20702450">Riset pada hewan seperti kelelawar</a> menunjukkan rata-rata ingatan tersimpan, bahkan setelah berbulan-bulan, dalam keadaan depresi neuronal yang hampir sempurna.</p>
<p>Namun, beberapa ingatan terjaga lebih baik dari yang lainnya, seperti ingatan terhadap <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10715170">kerabat dekat</a>. </p>
<p>Jadi, bila kita ingin melakukan hibernasi pada manusia, penting bagi kita untuk mempelajari bagaimana mempertahankan ingatan dalam torpor yang lama.</p>
<p>Meski ilmuwan belum sepenuhnya yakin pada keamanan hibernasi pada manusia, beberapa penelitian sedang mencari mekanisme potensial yang bisa memberikan gambaran agar ide ini bisa menjadi kenyataan. </p>
<p>Kemajuan teknologi, alat farmakologis dan genetik saat ini menunjukkan potensi besar untuk <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25129078">menciptakan atau memanipulasi tidur</a>. </p>
<p>Namun, untuk memahami sepenuhnya cara melakukan hibernasi pada manusia yang aman, kita mungkin perlu membedah sirkuit utama otak dan mengidentifikasi jalur molekul utama yang mengatur tidur kita.</p>
<hr>
<p><em>Nadila Taufana Sahara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</em>__</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/142379/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Vladyslav Vyazovskiy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Badan ruang angkasa Eropa (European Space Agency) sedang mengeksplorasi pengalaman tidur panjang dari hewan.Vladyslav Vyazovskiy, Associate Professor of Neuroscience, University of OxfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1294582020-01-15T04:26:19Z2020-01-15T04:26:19ZInilah yang terjadi di otak ketika kita berbeda pendapat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/310131/original/file-20200115-151844-1pju2k4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Ollyy/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Kita pasti pernah mengalaminya; ketika kita berada di tengah ketidaksepakatan yang memanas dan kita mulai kehilangan rasa hormat terhadap pihak lawan bicara. </p>
<p>Debat ini bisa jadi tentang pemilihan umum kemarin atau tentang pengasuhan anak, mungkin merasa argumen Anda dianggap tidak dihargai, atau bahkan diabaikan. Namun, apakah Anda pernah bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dalam benak orang yang berbeda pendapat dengan Anda?</p>
<p>Dalam sebuah studi baru-baru ini, yang baru saja <a href="https://www.nature.com/articles/s41593-019-0549-2">dipublikasikan di <em>Nature Neuroscience</em></a>, kami dan rekan kami mencatat aktivitas otak orang-orang selama perselisihan berbeda pendapat untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sana.</p>
<p>Dalam percobaan ini, kami meminta 21 pasangan sukarelawan untuk membuat keputusan keuangan. Secara khusus, mereka masing-masing harus menaksir nilai suatu perumahan dan mempertaruhkan uang untuk penilaian mereka. Semakin yakin mereka dalam penilaian, semakin banyak pula uang yang mereka pertaruhkan.</p>
<p>Setiap sukarelawan kemudian berbaring di pemindai pencitraan otak saat melakukan tugas tersebut sehingga kami dapat merekam aktivitas otak mereka. Kedua alat pemindai dipisahkan oleh dinding kaca dan para relawan dapat melihat penilaian dan taruhan pasangannya dari layar mereka. </p>
<p>Ketika para relawan menyetujui harga suatu perumahan, maka mereka masing-masing akan menjadi lebih percaya diri atas penilaian mereka dan mereka bertaruh lebih banyak uang untuk itu. </p>
<p>Ini masuk akal, misalnya jika saya setuju dengan Anda maka Anda merasa lebih yakin bahwa Anda pasti benar. Aktivitas otak setiap orang juga mencerminkan pembentukan tingkat kepercayaan diri pasangannya. </p>
<p>Secara khusus, aktivitas bagian otak yang disebut <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Prefrontal_cortex">korteks frontal medial posterior</a> (<em>posterior medial frontal cortex</em>), yang kita tahu terlibat dalam disonansi kognitif, <a href="https://www.pnas.org/content/115/23/6082">melacak tingkat kepercayaan</a> dari pasangan Anda. Kami menemukan bahwa semakin percaya seorang relawan, semakin percaya diri pula pasangannya, begitu pula sebaliknya.</p>
<p>Kendati demikian, yang menjadi bagian menariknya, ketika para pasangan tidak sependapat, otak mereka menjadi kurang peka terhadap kekuatan pendapat orang lain.</p>
<p>Setelah perselisihan ini terjadi, korteks frontal medial posterior tidak bisa lagi melacak kepercayaan diri pasangan Anda. Akibatnya, pendapat dari pasangan mereka yang tidak setuju ini akan berdampak kecil pada keyakinan seseorang bahwa mereka benar, terlepas dari apakah pasangan yang tidak setuju ini sangat yakin dalam penilaian mereka atau bahkan ragu-ragu. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/307888/original/file-20191219-11924-1rkzg2s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/307888/original/file-20191219-11924-1rkzg2s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=459&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/307888/original/file-20191219-11924-1rkzg2s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=459&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/307888/original/file-20191219-11924-1rkzg2s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=459&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/307888/original/file-20191219-11924-1rkzg2s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=577&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/307888/original/file-20191219-11924-1rkzg2s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=577&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/307888/original/file-20191219-11924-1rkzg2s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=577&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Otak kita dapat mengungkapkan banyak hal tentang perilaku kita.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/conceptual-image-man-side-profile-showing-311949818?src=1bdbd7c8-d45b-435f-a395-1092e6a2a0fc-1-105&studio=1">Triff</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ternyata, ini bukan permasalahan mengenai relawan yang kurang memperhatikan pasangan mereka ketika mereka tidak setuju. Kami mengetahui ini karena kami menguji memori relawan kami tentang penilaian dan taruhan pasangan mereka. Tampaknya, pendapat yang bertentangan ini lebih cenderung dianggap jelas-jelas salah sehingga kekuatan pendapat tersebut tidak penting bagi pasangannya.</p>
<h2>Masyarakat yang terpolarisasi</h2>
<p>Kami menduga bahwa ketidaksepakatan tentang topik panas seperti politik membuat orang-orang makin kecil kemungkinannya untuk mencatat dan memperhatikan kekuatan pendapat yang bertentangan. </p>
<p>Temuan kami dapat menjelaskan beberapa fenomena baru yang membingungkan terjadi di masyarakat. Misalnya, dalam dekade terakhir, para ilmuwan iklim telah menyatakan dengan keyakinan yang luar biasa bahwa perubahan iklim terjadi karena ulah manusia. </p>
<p>Namun, sebuah survei oleh pusat penelitian Pew menunjukkan bahwa persentase politikus Partai Republik di Amerika Serikat yang meyakini anggapan ini sebagai sebuah kebenaran <a href="https://www.pewresearch.org/science/2016/10/04/public-views-on-climate-change-and-climate-scientists/">mengalami penurunan dalam periode waktu yang sama</a>. Meski ada alasan yang kompleks dan berlapis-lapis untuk fenomena spesifik ini, hal ini mungkin berkaitan dengan bias soal kekuatan pendapat orang lain terbentuk dalam otak kita.</p>
<p>Temuan ini juga dapat diramalkan ke peristiwa politik saat ini, sebagai contoh yaitu proses dengar pendapat mengenai pemakzulan Presiden AS Donald Trump. Studi kami menunjukkan bahwa apakah seorang saksi tampak “<a href="https://www.nytimes.com/2019/11/13/us/politics/bill-taylor-impeachment-hearing.html">tenang, percaya diri, dan dapat menguasai fakta-fakta</a>” (seperti yang dikatakan pejabat pemerintah Bill Taylor ketika memberikan kesaksian selama persidangan) atau “<a href="https://www.nytimes.com/2019/11/13/us/politics/bill-taylor-impeachment-hearing.html">tidak stabil dan tidak pasti</a>” (seperti yang dijelaskan oleh Kepala FBI Robert Muller ketika bersaksi tentang penyelidikan penasihat khusus pada Juli lalu) akan sedikit berpengaruh bagi mereka yang sudah berpendapat menentang pemakzulan ketika kesaksian itu tidak mendukung presiden. Namun, hal ini tentu akan mempengaruhi keyakinan mereka yang mendukung pemakzulan.</p>
<p>Lalu bagaimana kita meningkatkan peluang kita untuk didengar oleh anggota kelompok yang memiliki pendapat berseberangan dengan kita? Studi kami juga mencoba menggunakan “<a href="https://www.theguardian.com/uk-news/2019/jan/24/queens-speech-calling-for-common-ground-seen-as-brexit-allusion">resep yang telah dicoba dan diuji</a>” (sebagaimana yang dilakukan Ratu Elizabeth II baru-baru ini saat berbicara mengenai perbedaan pendapat mengenai Brexit) untuk menemukan pengertian dan kesepahaman bersama.</p>
<p>Kekuatan sebuah pendapat yang dipikirkan secara hati-hati cenderung diacuhkan ketika ketidaksepakatan muncul dengan tumpukan bukti kuat yang menjelaskan mengapa kita benar dan pihak lain salah. </p>
<p>Namun, jika kita mulai dari kesepahaman bersama (<em>common ground</em>) – sebuah bagian dari permasalahan yang kita sepakati sebelumnya – kita akan terhindar dari dianggap sebagai “pembuat perselisihan” dari awal, sehingga membuat pendapat kita lebih mungkin didengar dan dianggap penting.</p>
<p>Ambil contoh dalam usaha untuk mengubah keyakinan orang tua yang menolak untuk memvaksinasi anak-anak mereka karena mereka secara salah meyakini bahwa vaksin berhubungan dengan autisme. Hadirnya bukti kuat yang menyangkal keterkaitan dua hal tersebut ternyata tidak banyak mengubah pikiran mereka. </p>
<p>Namun, dengan mengatakan bahwa bahwa vaksin melindungi anak-anak dari penyakit yang berpotensi mematikan – sebuah pernyataan yang mudah disetujui oleh para orang tua itu – membuat mereka <a href="http://www.pnas.org/content/112/33/10321.abstract">meningkatkan niat untuk memvaksinasi</a> anak-anak mereka hingga tiga kali lipat. </p>
<p>Jadi di tengah-tengah perselisihan yang memanas ini, ingatlah bahwa kunci perubahan sering kali ditemukan dalam kepercayaan atau niat yang dimiliki bersama.</p>
<p><em>Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129458/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tali Sharot receives funding from the Wellcome Trust.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Andreas Kappes tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kita bisa saja memiliki bukti dan argumen kuat, tapi lawan bicara tetap tidak peduli.Andreas Kappes, Lecturer, City, University of LondonTali Sharot, Professor of Cognitive Neuroscience, UCLLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1213032019-08-13T12:00:00Z2019-08-13T12:00:00ZKemampuan melupakan itu penting supaya manusia bisa lepas dari belenggu masa lalu<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/286546/original/file-20190801-169680-1bvtpzw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C8%2C6000%2C3485&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bagaimana Anda dapat lupa jika internet terus mengingatkan?</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/artificial-intelligence-electronic-circuit-microchip-glowing-658232323?src=nlmB8tvXbP1klxqAQzHpsg-1-24&studio=1">vchal/shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Saya baru saja menutup sebuah situs web dengan data yang jumlahnya miliaran bita (<em>gigabyte</em>). Data tersebut bercerita tentang serangkaian konferensi sukses tentang ekonomi data. Rangkaian konferensi ini mempertemukan para pemikir penting dan pembuat keputusan utama dari seluruh dunia setiap tahun, tepatnya lebih dari satu dekade lalu. Dan sekarang, situs ini telah tiada.</p>
<p>Setiap tahunnya, beberapa ribu situs – termasuk yang memiliki informasi unik – <a href="https://firstmonday.org/article/view/5852/4456">ditutup </a>. Banyak laman web selanjutnya tidak dapat diakses; dan alih-alih menemukan informasi, pengguna menemukan pesan <em>error</em>.</p>
<p>Saat beberapa komentator mungkin mengeluhkan lubang hitam yang “membuat internet tidak dapat bekerja lagi”, saya justru merasa baik-baik saja. Tentu saja, saya juga tidak suka dengan tautan rusak dan peladen (<em>server</em>) mati. Tapi saya juga tahu: melupakan itu penting.</p>
<p>Bahkan, saya berargumen dalam <a href="https://press.princeton.edu/titles/9436.html">buku saya, “<em>Delete: The Virtue of Forgetting in the Digital Age,</em>”</a> bahwa sepanjang sejarah manusia, manusia hanya mengingat hal-hal yang benar-benar penting dan melupakan sisanya. Sekarang internet membuat melupakan jauh lebih sulit.</p>
<h2>Kita diciptakan untuk melupakan</h2>
<p>Melupakan itu wajar di dunia ini. Mengingat justru sebuah pengecualian.</p>
<p>Ini bukan kesalahan dalam evolusi manusia. Otak melupakan apa yang tidak lagi relevan dengan masa kini kita. <a href="https://www.hmhbooks.com/shop/books/The-Seven-Sins-of-Memory/9780618219193">Ingatan manusia terus-menerus direkonstruksi</a> – ingatan tidak disimpan dalam kondisi murni, tetapi diubah seiring waktu untuk membantu orang mengatasi disonansi kognitif. </p>
<p>Misalnya, orang bisa melihat masa lalu yang buruk dengan lebih cerah hari ini, atau mengabaikan kenangan konflik masa lalu dengan seseorang yang sekarang dekat dengan mereka.</p>
<p>Melupakan juga membantu manusia untuk fokus pada masalah yang terjadi saat ini dan merencanakan masa depan. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang terlalu terikat pada masa lalu mereka <a href="http://doi.org/10.1080/13554790500473680">merasa sulit untuk hidup dan menjalani di masa kini</a>. Melupakan menciptakan ruang untuk sesuatu yang baru dan memungkinkan orang melampaui apa yang sudah mereka ketahui.</p>
<p>Organisasi yang mengingat terlalu banyak hal akan membuat proses dan perilaku mereka menjadi kaku. Melupakan hal yang lama dibutuhkan agar hal yang baru bisa dipelajari - dan itu sulit bagi organisasi yang terlalu banyak menyimpan ingatan. </p>
<p>Kini <a href="http://doi.org/10.1177/1476127004047620">berkembang studi</a> yang membahas tentang pentingnya <em>“unlearning,”</em> atau dengan sengaja membersihkan proses atau praktik yang telah mengakar dalam suatu organisasi – dengan kata lain, melupakan itu memiliki kegunaan yang berharga.</p>
<h2>Memilih untuk mengingat</h2>
<p>Pikiran manusiawi kita telah mengembangkan mekanisme yang cukup efektif untuk menyeimbangkan antara mengingat dan melupakan. Manusia tidak melakukannya dengan sadar. (Sebenarnya sangat jarang orang bisa dengan sadar melupakan - kalau kita disuruh melupakan sesuatu, bisakah?) Otak menghapus ingatan untuk kita, terutama, <a href="http://doi.org/10.1152/physrev.00032.2012">saat tidur</a>.</p>
<p>Sistem ini jauh dari sempurna – saya sering lupa hal-hal yang ingin saya ingat, dan justru ingat hal-hal yang tidak lagi saya butuhkan. Akan tetapi, sistem ini bekerja dengan cukup baik untuk membuat kita berpikir, memutuskan, dan bertindak di masa sekarang.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=728&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=728&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=728&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=914&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=914&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/284366/original/file-20190716-173338-1ru1rxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=914&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sejarawan telah menyimpan foto-foto yang mereka anggap penting – seperti foto Abraham Lincoln ini yang berada di garis depan Pertempuran Antietam.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.loc.gov/resource/cwp.4a40254/">Library of Congress</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Karena manusia selalu banyak lupa, kita belajar bagaimana menjaga hal-hal yang benar-benar penting. Kita tidak menyimpan setiap faktur belanja dari tahun 1800-an, tetapi kita menyimpan <a href="https://mymodernmet.com/19th-century-america-photographs/">foto momen penting atau mencerahkan</a>.</p>
<p>Tentu saja, orang membuat kesalahan, dan ingatan yang direkam mencerminkan pilihan yang dibuat oleh mereka-mereka yang memiliki kuasa dan sarana untuk melestarikan sesuatu. Namun ingatan yang bias ini dibangun dan direkonstruksi sepanjang waktu, diubah, ditambah, kadang-kadang bahkan diabaikan.</p>
<p>Ini berarti bahwa manusia <a href="http://web.mit.edu/allanmc/www/hawlbachsspace.pdf">terus mendefinisikan dan mendefinisikan ulang</a> apa yang benar-benar kita anggap penting sebagai individu dan sebagai masyarakat.</p>
<h2>Kenangan digital</h2>
<p>Internet mengancam keseimbangan mental ini. Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, mengingat itu wajar – sederhana, mudah dan tampaknya gratis – <a href="https://www.jstor.org/stable/j.ctt7t09g">dan melupakan itu hal yang sulit dilakukan</a>.</p>
<p>Misalnya, foto-foto kita, cuitan Twitter, dan dokumen. Sistem digital kita menyimpannya, dan kita harus mengambil tindakan kalau mau menghapus. Saya jarang menghapus benda-benda itu. Internet terlalu menggoda; terlalu mudah untuk menyimpan semuanya di internet.</p>
<p>Ditambah lagi, alat pencarian yang kuat dan ada dimana-mana telah membuat sejumlah besar kenangan digital ini mudah dan cepat diakses. </p>
<p>Kini lebih banyak orang tersandung kenangan masa lalu saat sedang berselancar di internet atau <a href="https://www.theverge.com/2015/4/2/8315897/facebook-on-%20ini-hari-nostalgia-aplikasi-membawa-kembali-menyakitkan-kenangan">di media sosial favorit mereka</a>. Misalnya, fitur <em>“On This Day”</em> (Pada Hari Ini) Facebook menimbulkan perasaan negatif bagi beberapa pengguna ketika muncul pesan tentang orang yang dikasihi yang telah meninggal.</p>
<p>Kejadian itu tidak akan berpengaruh jika saja manusia telah mengembangkan mekanisme mental untuk mengabaikan masa lalu yang tak lagi relevan dengan masa kini. </p>
<p>Namun, manusia tidak pernah merasa perlu mengembangkan cara untuk melupakan dengan sengaja. Karena lupa itu otomatis; ketika orang-orang mengingat atau teringat sesuatu, itu berarti ingatan itu signifikan dan penting – kalau tidak, mengapa diingat?</p>
<p>Di era internet, banyak hal yang disimpan telah lama kehilangan relevansinya. Ini membebani proses mental orang: tiba-tiba mengingat sesuatu yang mereka pikir telah mereka lupakan akan menimbulkan pertanyaan tentang informasi masa lalu mana yang masih relevan dan mana yang tidak. </p>
<p>Orang-orang tidak dapat terhindar dari pertanyaan-pertanyaan ini, sama seperti (kebanyakan) mereka tidak dapat secara sadar untuk lupa. Ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan.</p>
<p>Jika seseorang diingatkan akan kesalahan yang dilakukan seseorang beberapa dekade yang lalu, mereka mau tidak mau akan terkejut. Mereka menilai kesalahan orang itu dalam konteks masa kini.</p>
<p>Misalnya, seorang psikoterapis Kanada <a href="https://www.nytimes.com/2007/05/14/us/14bar.html">dilarang memasuki Amerika Serikat</a>, karena seorang petugas imigrasi yang memeriksa identitasnya di internet menemukan bahwa dia pernah mengaku dalam sebuah artikel ilmiah bahwa dia menggunakan narkoba bertahun-tahun yang lalu.</p>
<p>Seorang wanita muda <a href="https://www.chronicle.com/article/Drunken-Pirate-Learns-Costly/38725">tidak bisa mendapat sertifikat guru</a> karena dia telah memposting foto yang menunjukkan dia memegang minuman beralkohol di tangannya dan foto itu ditemukan oleh universitasnya.</p>
<p>Saya khawatir bahwa memori digital yang komprehensif dapat mendorong orang menuju dunia yang tak kenal ampun, dunia yang membuat kita menyangkal kemampuan satu sama lain (dan diri kita sendiri) untuk berevolusi, tumbuh, dan berubah.</p>
<p>Kehilangan kemampuan untuk melupakan tidak sepenuhnya merupakan berkah, tetapi mungkin juga sebuah kutukan. </p>
<p>Banyaknya yang takut akan internet yang tidak dapat bekerja secara efektif dan ingin mempertahankan bagian-bagian yang menurut orang penting. </p>
<p>Namun saya kira semua orang sebaiknya mempertimbangkan untuk merangkul hal ini sebagai sebuah peluang, dan untuk menaruh harapan pada ruang kosong yang nantinya </p>
<p><em>Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/121303/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Viktor Mayer-Schönberger adalah anggota Association of Computing Machinery.</span></em></p>Melupakan adalah hal yang bermanfaat bagi otak manusia. Namun internet telah membuat kita lebih sulit untuk melupakan ingatan menyakitkan dan bermasalah.Viktor Mayer-Schönberger, Professor of Internet Governance and Regulation, University of OxfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1186882019-06-14T07:37:59Z2019-06-14T07:37:59ZApakah orang tunanetra memiliki pendengaran yang lebih baik?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/279123/original/file-20190612-32342-1a7imw6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C5760%2C3828&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/1007019028?src=3R37ZLjnzeuDE8nl6Spl3A-1-28&size=huge_jpg">Africa Studio/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Kita merasakan sensasi suara ketika getaran dari suara masuk ke dalam telinga kita dan menyebabkan sel-sel rambut dalam telinga kita bergerak bolak-balik. Sel-sel rambut itu mengubah gerakan ini jadi sinyal listrik yang diteruskan ke otak.</p>
<p>Kemampuan seseorang untuk mendengar sangat tergantung pada seberapa utuh sel-sel rambut ini. Ketika sel-sel ini hilang, mereka tidak tumbuh kembali. Ini berlaku bagi semua orang, termasuk orang tunanetra. Jadi secara fisik, orang buta tampaknya kemampuan mendengarnya tidak di atas orang yang dapat melihat. </p>
<p>Namun orang tunanetra sering mengungguli orang yang dapat melihat dalam tugas pendengaran, misalnya dalam <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378595515300174">menemukan sumber suara</a>. Hal ini bukan disebabkan organ sensorik, tapi pada proses informasi sensorik di otak. </p>
<p>Kita mengalami persepsi ketika otak menafsirkan sinyal yang diberikan oleh organ indra kita, dan berbagai bagian otak merespons informasi yang datang dari organ indra yang berbeda. Ada area yang memproses informasi visual (korteks visual) dan area yang memproses informasi suara (korteks auditori). Tetapi ketika indra seperti penglihatan hilang, otak melakukan suatu hal yang luar biasa: otak <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3898172/">mengatur ulang fungsi-fungsi area tersebut</a>.</p>
<p>Pada orang tunanetra, korteks visual menjadi sedikit “bosan” tanpa adanya <em>input</em> visual dan mulai menyusun kembali dirinya sendiri sehingga menjadi lebih responsif terhadap informasi dari indra lain yang tersisa. Jadi, meski orang tunanetra mungkin telah kehilangan penglihatan mereka, hal ini menyisakan kapasitas otak yang lebih besar untuk memproses informasi dari indra lain.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/234867/original/file-20180904-45135-9p33j5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/234867/original/file-20180904-45135-9p33j5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=494&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/234867/original/file-20180904-45135-9p33j5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=494&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/234867/original/file-20180904-45135-9p33j5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=494&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/234867/original/file-20180904-45135-9p33j5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/234867/original/file-20180904-45135-9p33j5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/234867/original/file-20180904-45135-9p33j5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Korteks visual dapat dipasang ulang untuk merespons suara atau sentuhan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/134423357?size=huge_jpg">Cliparea/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tingkat reorganisasi dalam otak tergantung pada waktu ketika seseorang kehilangan penglihatan mereka. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3898172/">Otak dapat mengatur ulang dirinya sendiri di setiap titik dalam kehidupan</a>, termasuk dewasa, tetapi selama masa kanak-kanak, otak lebih mampu beradaptasi dengan perubahan. Ini karena selama masa kanak-kanak, otak masih berkembang dan reorganisasi otak yang baru tidak harus bersaing dengan yang sudah ada. Akibatnya, orang yang kehilangan penglihatan sejak usia sangat dini menunjukkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3898172/">tingkat reorganisasi yang jauh lebih besar di otaknya</a>.</p>
<p>Orang-orang yang menjadi tunanetra sejak kecil cenderung mengungguli orang-orang yang dapat melihat dan yang menjadi buta setelah dewasa, dalam tugas persepsi yang mengandalkan <a href="https://www.nature.com/articles/430309a">pendengaran</a> dan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960982203009849">sentuhan</a>.</p>
<h2>Ekolokasi</h2>
<p>Reorganisasi dalam otak juga berarti bahwa orang tunanetra kadang-kadang dapat belajar bagaimana menggunakan indra mereka yang tersisa dengan cara-cara yang menarik. Sebagai contoh, beberapa orang tunanetra belajar untuk merasakan lokasi dan ukuran objek di sekitar mereka menggunakan <a href="https://community.dur.ac.uk/lore.thaler/thaler_goodale_echo_review2016.pdf">ekolokasi</a> atau menggunakan gelombang suara untuk menentukan lokasi suatu objek di sekitarnya.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/2IKT2akh0Ng?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Dengan menghasilkan decakan dengan mulut mereka dan mendengarkan gema yang muncul, orang tunanetra dapat menemukan objek di sekitar mereka. Kemampuan ini terkait erat dengan <a href="https://community.dur.ac.uk/lore.thaler/thaler_goodale_echo_review2016.pdf">aktivitas otak di korteks visual</a>. Faktanya, korteks visual pada ekolokator orang tunanetra merespons informasi suara dengan cara yang hampir sama dengan informasi visual pada penglihatan. Dengan kata lain, pada ekolokator orang buta, fungsi pendengaran sebagian besar telah menggantikan fungsi penglihatan di otak.</p>
<p>Namun tidak setiap orang tunanetra secara otomatis menjadi ahli ekolokasi. Pengembangan keterampilan seperti ekolokasi bergantung pada waktu yang dihabiskan untuk mempelajari tugas ini–<a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii%20/%20S0378595514000185">bahkan orang yang melihat dapat mempelajari keterampilan ini dengan pelatihan yang cukup</a>, tetapi orang-orang tunanetra mungkin akan mendapat manfaat dari otak mereka yang lebih diatur kembali untuk lebih peka pada indra selain penglihatan.</p>
<p>Orang tunanetra akan lebih mengandalkan indra mereka yang tersisa untuk melakukan tugas sehari-hari, yang berarti mereka melatih indra mereka yang tersisa setiap harinya. Pengaturan ulang otak, disertai dengan pengalaman lebih dalam menggunakan indra mereka yang tersisa, diyakini sebagai faktor penting yang membuat orang tunanetra memiliki keunggulan dalam hal pendengaran dan sentuhan dibandingkan dengan orang yang dapat melihat.</p>
<p><em>Las Asimi menerjmahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/118688/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Loes van Dam merupakan Associate Editor for the journal Attention, Perception, & Psychophysics.</span></em></p>Orang buta tidak memiliki telinga yang super, tetapi otak mereka dapat diatur ulang hingga membuat pendengaran mereka lebih unggul dibandingkan orang yang dapat melihat.Loes van Dam, Lecturer in Psychology, University of EssexLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1175922019-05-22T12:08:47Z2019-05-22T12:08:47ZAksi demo 22 Mei dalam neurosains: bagaimana proses kerja otak menyulut kekerasan<p><em>Peristiwa pemilihan presiden dalam dua dekade terakhir terbukti meningkatkan tingkat emosi masyarakat seiring dengan polarisasi yang semakin tajam antara kubu Joko “Jokowi” Widodo dan lawannya, Prabowo Subianto. Tahun ini dengan semakin meluasnya penggunaan telepon seluler dan media sosial, masyarakat terpapar beragam informasi, palsu maupun valid, yang memicu perasaan cemas, amarah, takut. Hal ini mendorong individu-individu untuk bereaksi dalam beragam cara, dari berceloteh di media sosial hingga terlibat dalam kerusuhan dan menyulut bom molotov.</em> </p>
<p><em>Hal ini terjadi pada aksi kerusuhan di beberapa titik di Jakarta yang diduga disulut oleh penyebaran informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan di media sosial.</em></p>
<p><em>The Conversation Indonesia melakukan tanya jawab dengan Berry Juliandi, peneliti neurosains dari Institut Pertanian Bogor untuk mengetahui mengapa aksi kerusuhan ini bisa terjadi dari aspek bagaimana otak manusia bekerja ketika menerima (dis)informasi. Dengan memahami cara kerja otak, kita akan lebih menyadari jika tindakan kita didorong oleh emosi yang tidak teregulasi dengan baik.</em></p>
<hr>
<h2>Apa yang terjadi dengan otak manusia ketika menerima informasi, baik yang benar atau palsu?</h2>
<p>Ketika manusia menerima stimuli informasi otak kita memiliki dua cara untuk memproses informasi tersebut. </p>
<p>Cara pertama, terjadi secara cepat dan didorong oleh naluri bertahan hidup, diatur oleh bagian otak yang disebut otak “kuno”. Sementara cara kedua, terjadi secara lebih lambat dan menggunakan logika, diatur oleh bagian otak yang disebut otak “baru”. </p>
<p>Otak “kuno” mengatur fungsi hewani seperti nafas, nafsu makan, dan rasa takut. Otak kuno ini dimiliki oleh semua hewan bertulang belakang. Bagian dari otak kuno yang mengatur bermacam-macam nafsu (seperti nafsu berahi, amarah, dan makan) disebut hipotalamus. Sementara bagian dari otak kuno yang mengatur rasa takut disebut amigdala. </p>
<p>Otak “baru” atau <em>neocortex</em> membentuk otak besar atau cerebrum yang mengatur rasionalitas, kognisi, penglihatan–hal-hal yang membantu manusia mengambil keputusan yang didasari logika. Otak baru berkembang pesat di hewan mamalia golongan primata, yaitu monyet, kera dan manusia. </p>
<p>Ketika manusia menerima pesan dari lingkungan melalui indera mata, telinga, kulit, penciuman, mulut, otak menganalisis pesan tersebut. </p>
<p>Sebelum pesan tersebut sampai ke otak besar, pesan tersebut melewati pengolahan di otak kuno terlebih dahulu. Amigdala akan bertugas menilai apakah pesan ini mengandung sesuatu yang berbahaya. Jika amigdala menganggap pesan tidak berbahaya, pesan ini akan dilanjutkan ke otak besar untuk diolah dengan mempertimbangkan bermacam-macam hal.</p>
<p>Jika amigdala menilai pesan berbahaya, proses pengolahan informasi di otak besar akan diloncati, dan ia akan langsung menghubungi hipotalamus yang mengatur nafsu. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/275889/original/file-20190522-187147-18qklh0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/275889/original/file-20190522-187147-18qklh0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=485&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/275889/original/file-20190522-187147-18qklh0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=485&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/275889/original/file-20190522-187147-18qklh0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=485&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/275889/original/file-20190522-187147-18qklh0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=610&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/275889/original/file-20190522-187147-18qklh0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=610&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/275889/original/file-20190522-187147-18qklh0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=610&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Otak manusia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Bagaimana proses di otak kemudian menyulut tindak kekerasan?</h2>
<p>Amigdala yang mengatur rasa takut dan hipotalamus yang mengatur nafsu merupakan bagian integral dari kemampuan leluhur manusia bertahan hidup. Contohnya, ketika melihat predator yang berbahaya, amigdala akan merangsang rasa takut yang akan mengaktifkan hipotalamus. </p>
<p>Hipotalamus berfungsi untuk mengatur kelenjar-kelenjar hormon seperti hipofisis yang merangsang kelenjar adrenal menghasilkan adrenalin, hormon yang mendorong pengaturan energi. Adrenalin membuat jantung berdetak lebih kencang sehingga persediaan oksigen dalam darah meningkat dan dapat mengubah cadangan glukosa dalam tubuh manusia menjadi energi lebih cepat. </p>
<p>Reaksi yang timbul bisa dua: lari atau bertarung menghadapi ancaman. Keduanya membutuhkan energi. </p>
<p>Otak kuno manusia masih mengatur cara manusia modern bereaksi terhadap rangsangan yang kita terima, meskipun rangsangan bukan melihat singa berdiri di depannya, tetapi misalnya membaca pesan yang mengancam keyakinannya. </p>
<p>Membaca berita, baik palsu maupun benar, tetap dapat menghasilkan reaksi lari atau bertarung. Pesan-pesan hoaks yang disisipi simbol keagamaan, misalnya takbir untuk komunitas muslim atau kalimat “terpujilah Yesus” dapat mengancam keyakinan penerima pesan jika tidak diikuti. Otak kuno kita yang ingin mempertahankan keyakinan yang kita pegang akan sampai pada kesimpulan, jika kita tidak mempercayai pesan ini berarti kita tidak beragama. </p>
<p>Keputusan otak kita untuk bereaksi lari atau bertarung diambil dalam waktu yang sangat cepat mempertimbangkan keuntungan untuk dirinya, probabilitas keberhasilan, serta risiko. </p>
<p>Karena itulah berada dalam kerumunan biasanya meningkatkan rasa percaya diri untuk bertarung karena meningkatkan probabilitas keberhasilan dan mengurangi resiko keamanan ketimbang melawan sendirian. </p>
<h2>Bagaimana cara mencegahnya?</h2>
<p>Banyak pihak yang mencoba memanfaatkan proses bertindak yang didorong oleh otak kuno kita. Pengiklan biasanya mengirimkan pesan-pesan yang membuat seseorang tidak percaya diri sehingga mendorong mereka membeli produk. Untuk kepentingan politik, berbagai pihak kerap menyebar pesan yang menyulut emosi. </p>
<p>Kita bisa mengendalikan itu jika kita mengetahui cara otak kita bekerja, dan bahwa kemungkinan besar rasa takut dan nafsu amarah kita didorong oleh proses informasi secara cepat tanpa logika oleh otak kuno kita. </p>
<p>Seringkali penyebar hoaks menyisipi pesannya dengan berbagai aksesori yang menyentuh keyakinan penerima pesan. Misalnya dalam pesan tersebut banyak sisipan pesan agama atau embel-embel predikat gelar dari penulis atau narasumber. </p>
<p>Kita perlu tidak terburu-buru terpengaruh oleh aksesoris simbol agama atau gelar dalam suatu pesan. Semakin banyak aksesoris tersebut kita harus waspada untuk mengaktifkan otak besar kita dan tidak dikendalikan oleh otak kuno kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117592/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Berry Juliandi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mengapa orang-orang terdorong untuk melakukan kerusuhan? Seorang neurosaintis menjelaskan bahwa manusia modern masih dipengaruhi “otak kuno”.Berry Juliandi, Lecturer in Biology, Head of Veterinary Stem Cells Laboratory (PPSHB-IPB), IPB UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1125252019-03-05T06:04:51Z2019-03-05T06:04:51ZPolitik ketakutan: tribalisme dan celah biologis yang dieksploitasi oleh politikus<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/261398/original/file-20190228-106338-1welv68.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Nasionalis kulit putih bentrok dengan pengunjuk rasa pada 12 Agustus 2017, Charlottesville, Virginia AS. Demonstrasi itu berubah menjadi kekerasan yang mematikan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.apimages.com/metadata/Index/Confederate-Monument-Protest/cb2c01c626884390be207fa9b7975ada/335/0"> Steve Helber/AP Photo</a></span></figcaption></figure><p>Ketakutan bisa dibilang sama tuanya dengan kehidupan. Rasa takut <a href="https://theconversation.com/the-science-of-fright-why-we-love-to-be-scared-85885">mendarah daging dalam organisme hidup</a> yang telah selamat dari kepunahan melalui miliaran tahun evolusi. Rasa takut mengakar jauh di dalam inti psikologis dan biologis kita. Dan rasa takut adalah salah satu perasaan kita yang paling intim. Bahaya dan perang sama tuanya dengan sejarah manusia, begitu juga politik dan agama.</p>
<p>Para demagog selalu menggunakan ketakutan untuk mengintimidasi bawahan atau musuh, dan mempengaruhi berbagai kelompok melalui para pemimpinnya. Ketakutan adalah alat yang sangat kuat yang dapat mengaburkan logika manusia dan mengubah perilaku mereka.</p>
<p>Saya <a href="https://www.starclab.org/members/arash-javanbakht">seorang psikiater dan ahli syaraf</a> dengan spesialisasi ketakutan dan trauma, dan saya memiliki beberapa pemikiran berbasis bukti tentang bagaimana ketakutan disalahgunakan dalam politik.</p>
<h2>Kita belajar dari anggota suku yang sama</h2>
<p>Seperti hewan lainnya, manusia belajar merasa takut dari <a href="https://www.nature.com/articles/nn1968">pengalaman</a>, misalnya, diserang oleh predator. Kita juga belajar melalui pengamatan, seperti menyaksikan predator menyerang manusia lain. Dan, kita belajar dengan instruksi, seperti diberi tahu ada pemangsa di dekat kita.</p>
<p>Belajar dari anggota spesies yang sama merupakan keuntungan evolusioner yang mencegah kita mengulangi pengalaman berbahaya manusia lain. Kita memiliki kecenderungan untuk mempercayai otoritas dan teman sesama suku kita, terutama mengenai bahaya. Hal tersebut adaptif: Orang tua dan orang lebih tua yang bijak memberi tahu kita untuk tidak makan tanaman khusus, atau tidak pergi ke suatu daerah di hutan, atau kita akan terluka. Dengan mempercayai mereka, kita tidak akan mati seperti kakek buyut yang mati memakan tanaman itu. Dengan cara ini kita mengumpulkan pengetahuan.</p>
<p><a href="https://www.scientificamerican.com/article/evolution-explains-why-politics-tribal/">Tribalisme telah menjadi bagian yang tak terpisahkan</a> dari sejarah manusia. Selalu ada persaingan antara kelompok-kelompok manusia, dari nasionalisme pada masa perang hingga kesetiaan yang kuat kepada tim sepak bola. Bukti dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/1745691617707317">neurosains kultural</a> menunjukkan bahwa otak kita bahkan merespons secara berbeda pada tingkat tidak sadar hanya dengan melihat wajah dari ras atau budaya lain.</p>
<p>Pada tingkat suku, orang lebih emosional dan akibatnya mereka kurang menggunakan logika mereka: Penggemar kedua tim berdoa agar tim mereka menang, berharap Tuhan akan memihak dalam permainan. Di sisi lain, <a href="https://www.psychologytoday.com/us/blog/how-risky-is-it-really/201012/fear-makes-us-tribal-and-stupid-case-in-point-rush-limbaugh">kita kembali kepada tribalisme ketika berada dalam ketakutan</a>. Ini adalah keuntungan evolusi yang mengarah pada kohesi kelompok dan membantu kita melawan suku-suku lain untuk bertahan hidup.</p>
<p>Tribalisme adalah celah biologis yang telah lama disalahgunakan oleh banyak politikus: memanfaatkan ketakutan dan naluri kesukuan kita. Beberapa contoh adalah Nazisme di Jerman, anti kulit hitam Ku Klux Klan di Amerika Serikat, perang agama dan Abad Kegelapan. Pola yang sering digunakan dari contoh-contoh tersebut adalah memberi manusia lain label yang berbeda dari kita, dan menyatakan bahwa mereka akan membahayakan kita atau sumber daya kita, dan mengubah kelompok lain menjadi sebuah konsep. Tidak harus ras atau kebangsaan, yang sering digunakan. Ini bisa berupa perbedaan nyata atau imajiner: liberal, konservatif, Timur Tengah, laki-laki kulit putih, kanan, kiri, Muslim, Yahudi, Kristen, Sikh. Daftar ini terus berlanjut.</p>
<p>Ketika membangun batas-batas kesukuan antara “kami” dan “mereka,” beberapa politikus telah berhasil dengan sangat baik menciptakan kelompok-kelompok virtual orang-orang yang tidak berkomunikasi dan membenci tanpa mengenal satu sama lain: Ini adalah hewan manusia yang sedang beraksi!</p>
<h2>Ketakutan tidak berbasis fakta</h2>
<p>Pada tahun pertama setelah kedatangan saya di Amerika Serikat, suatu malam saya memasuki tempat parkir umum untuk berputar balik. Orang-orang meninggalkan sebuah gedung dengan pakaian Yahudi Ortodoks; gedung tersebut merupakan kuil. Untuk sesaat, saya melihat perasaan yang halus dan aneh tapi akrab: ketakutan!</p>
<p>Saya mencoba melacak sumber ketakutan ini, dan sumbernya adalah ini: Saya berasal dari daerah mayoritas Muslim, dan saya tidak pernah bertemu dengan orang Yahudi dari kecil hingga beranjak dewasa. Suatu hari ketika saya masih kecil dan kami mengunjungi sebuah desa, seorang perempuan tua menceritakan kisah tentang bagaimana orang-orang Yahudi Ortodoks mencuri anak-anak Muslim dan meminum darah mereka!</p>
<p>Saya merasa malu. Saya berasal dari keluarga berpendidikan yang menghormati semua agama, kemudian menjadi dokter yang berpendidikan dan memiliki banyak teman Yahudi yang hebat, tapi anak kecil di dalam diri saya menganggap cerita bodoh tersebut sesuatu yang serius hanya karena anak itu tidak pernah bertemu seorang Yahudi.</p>
<p>Kecenderungan manusia ini adalah sasaran empuk bagi para politikus yang ingin mengeksploitasi rasa takut: Jika Anda tumbuh hanya di sekitar orang-orang yang mirip dengan Anda, hanya mendengarkan satu saluran media dan mendengar dari seorang figur yang lebih tua bahwa orang-orang yang berpandangan atau beda cara pikir dengan Anda berbahaya dan membenci Anda, merasa takut dan membenci orang-orang yang tak terlihat itu dapat dimengerti, namun tentunya cacat.</p>
<p>Para politikus, kadang-kadang dengan bantuan media, mencoba membuat kelompok-kelompok orang tetap terpisah-pisah, sehingga kelompok “liyan” tetap hanyalah sebuah “konsep” saja dalam benak kita. Karena jika kita menghabiskan waktu dengan orang yang berbeda dengan kita, berbicara dengan mereka dan makan bersama mereka, kita akan belajar bahwa mereka sama seperti kita: yaitu manusia dengan semua kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang lucu, ada yang bodoh, ada yang baik dan ada juga yang tidak terlalu baik.</p>
<h2>Rasa takut tidak logis dan kerap bodoh</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=356&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=356&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=356&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=448&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=448&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=448&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sebagian orang takut pada ular, sebagian lagi kepada pada laba-laba, bahkan kucing dan anjing.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/spider-web-1132571987?src=1VkcpXiqrlz0y3i11NXUwg-3-90">Aris Suwanmalee/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sangat sering pasien saya yang memiliki fobia memulai terapi dengan mengatakan: “Saya tahu ini bodoh, tapi saya takut laba-laba.” Atau mungkin anjing atau kucing, atau yang lainnya. Dan saya selalu menjawab: “Itu tidak bodoh, tapi tidak masuk akal.” Otak manusia punya fungsi yang beda-beda, dan ketakutan sering kali menyalip logika. Ada beberapa alasan. Pertama: logika itu lambat; ketakutan itu cepat. Dalam situasi bahaya, kita harus cepat: Pertama lari atau bunuh, lalu baru berpikir. </p>
<p>Politikus dan media sangat sering menggunakan rasa takut untuk menghindari logika kita. Saya selalu mengatakan media-media Amerika Serikat adalah produsen pornografi bencana - mereka bekerja terlalu banyak untuk memicu emosi audiens mereka. Mereka seperti <em>reality show</em> politik, dan mengejutkan bagi siapa pun dari luar AS.</p>
<p>Ketika satu orang membunuh beberapa orang lain di kota dengan jumlah penduduk jutaan, yang tentu saja merupakan sebuah tragedi, liputan media besar dapat membuat orang-orang menganggap seluruh kota dikepung dan tidak aman. Jika seorang imigran ilegal yang tidak berdokumen membunuh seorang warga negara Amerika Serikat, beberapa politikus menggunakan ketakutan dengan harapan hanya sedikit orang yang akan bertanya: “Ini mengerikan, tapi berapa banyak orang yang dibunuh di negara ini oleh warga Amerika Serikat hanya dalam hari ini saja?” Atau: “Saya tahu beberapa pembunuhan terjadi setiap minggu di kota ini, <a href="https://theconversation.com/what-mass-shootings-do-to-those-not-shot-social-consequences-of-mass-gun-violence-106677">tapi mengapa saya begitu takut sekarang</a> karena ini dipamerkan oleh media? ”</p>
<p>Kita tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini, karena rasa takut telah melewati logika berpikir kita.</p>
<h2>Ketakutan dapat berubah menjadi kekerasan</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=443&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=443&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=443&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=557&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=557&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=557&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Batu nisan di Pemakaman Mount Carmel di Philadelphia 27 Februari 2017. Sebuah laporan tentang peningkatan vandalisme berkaitan dengan peningkatan bias anti-Semit sejak pemilu 2016.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.apimages.com/metadata/Index/Anti-Semitism-Report/18e12f63b62c43eb95c3afc0247fa326/1/0">Jaqueline Larma/AP Photo</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada alasan mengapa respons terhadap rasa takut disebut sebagai respons “lawan atau lari”. Respons itu telah membantu kita selamat dari para predator dan suku-suku lain yang ingin membunuh kita. Tapi sekali lagi, hal tersebut merupakan celah dalam sistem biologis kita yang disalahgunakan. Dengan menakut-nakuti kita, para demagog menghidupkan agresi kita terhadap “yang liyan,” baik dalam bentuk merusak kuil mereka atau melecehkan mereka di media sosial.</p>
<p>Ketika para demagog berhasil menguasai sirkuit ketakutan kita, kita sering mundur ke sifat kebinatangan kita yang tidak logis dan agresif, serta menjadi senjata bagi diri kita sendiri–senjata yang digunakan politikus untuk agenda mereka.</p>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Ariza Muthia</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/112525/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Arash Javanbakht tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ketakutan adalah bagian dari kelangsungan hidup manusia. Pihak tertentu yang ingin memanipulasi telah belajar bahwa sifat manusia ini dapat dieksploitasi.Arash Javanbakht, Assistant Professor of Psychiatry, Wayne State UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1106022019-02-04T09:16:51Z2019-02-04T09:16:51ZSaatnya beres-beres ala Marie Kondo? Riset tunjukkan dampak rumah berantakan pada otak dan tubuh kita.<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/255768/original/file-20190128-42594-14c0z49.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=8%2C53%2C5982%2C3934&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Barang-barang yang berantakan mempunyai efek buruk yang bersifat kumulatif pada otak kita yang menyukai keteraturan</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/pJPGCvLblGk">Artem Bali</a></span></figcaption></figure><p>Banyak dari kita memulai tahun ini dengan resolusi untuk menjadi lebih terorganisir: tidak ada lagi laci penuh dengan kontainer plastik tanpa tutup atau kaus kaki tanpa pasangan.</p>
<p>Tren beres-beres ini didorong oleh seorang ‘spesialis beres-beres’ dari Jepang, Marie Kondo. Dia adalah penulis <a href="https://konmari.com/products/the-life-changing-magic-of-tidying-up">buku <em>best seller</em> versi <em>New York Times</em></a> dan pembawa acara Netflix berjudul “<em>Tidying Up</em>”.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1080134496601759744"}"></div></p>
<p>Badan amal seperti St Vincent de Paul melaporkan adanya <a href="https://www.smh.com.au/national/nsw/marie-kondo-creates-boom-for-op-shoppers-but-bad-news-for-oceans-20190119-p50scu.html">peningkatan donasi sebesar 38%</a> dibanding tahun lalu akibat tren Marie Kondo ini yang menyarankan kita untuk menyingkirkan pakaian, buku-buku, serta barang rumah tangga yang tidak memberi kegembiraan atau barang-barang yang tidak memiliki tempat di kehidupan kita di masa depan.</p>
<p>Dan ada alasan yang bagus mengapa Anda harus bergabung dengan tren ini, baik melalui metode KonMari, atau hanya melalui aktivitas beres-beres yang sistematis. Barang-barang yang berantakan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang, juga kualitas tidur, dan kemampuan mereka untuk fokus.</p>
<p>Barang-barang tersebut juga dapat membuat kita menjadi kurang produktif dan <a href="https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2711870">memicu kita</a> untuk melakukan hal-hal kurang produktif seperti menonton acara TV sambil makan cemilan, termasuk menonton acara Marie Kondo. </p>
<p>Hasil <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0360132318307157">riset</a> saya menunjukkan bahwa lingkungan fisik di sekitar kita mempengaruhi kognisi, emosi, dan perilaku kita secara signifikan, termasuk hubungan kita dengan orang lain</p>
<h2>Mengapa barang-barang yang berantakan mempunyai efek buruk bagi otak anda?</h2>
<p>Tumpukan kertas yang tersebar di sekitar rumah mungkin terlihat tidak berbahaya bagi sebagian orang. Namun penelitian menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak terorganisir dan ketidakteraturan memiliki efek buruk yang bersifat kumulatif pada otak kita.</p>
<p>Otak kita menyukai keteraturan, dan otak akan terus mengingatkan jika ada barang-barang yang berantakan. Hal ini menguras sumber daya kognitif kita dan dapat mengurangi kemampuan kita untuk fokus.</p>
<p><a href="https://www.pnas.org/content/early/2016/02/17/1523471113">Distraksi visual</a> dalam bentuk ketidakteraturan ini dapat membebani sumber daya kognitif kita dan mereduksi kemampuan ingatan kita.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/254666/original/file-20190121-100295-1s3b8br.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/254666/original/file-20190121-100295-1s3b8br.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/254666/original/file-20190121-100295-1s3b8br.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/254666/original/file-20190121-100295-1s3b8br.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/254666/original/file-20190121-100295-1s3b8br.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/254666/original/file-20190121-100295-1s3b8br.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/254666/original/file-20190121-100295-1s3b8br.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">terlihat familiar?</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/phossil/6577001859/in/photolist-b2bRvM-rQp5ro-zduXT-7P8nCW-6P9ncz-4QEf7m-rQw1yT-dYpgww-hNkrN-dYizxe-qTHMyi-9bi9o1-4iFeUU-9Lagk-8ZTytA-Yj7gd-aziyDA-7ursAB-2V6FqQ-z4hJt-iS4tBY-5u2BuZ-6mvWp5-76R7fp-iS4rYs-hX5SE-dNiTBz-4TW7LY-eE5Xn-iS1viB-jDERX9-fQEQhB-57Uj8z-8f4tpn-jQ9t9-aCw7Lg-beYQxK-dP2Gpb-J3dpDb-aWPEZF-4dY8GA-QF4spc-azdJvf-5sgKfk-g4TVNX-aCkJLU-N5u5U-6bhcz7-53pRMk-dP2Er6">Phossil/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/">CC BY-NC-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada tahun 2011, peneliti neurosains yang menggunakan pencitraan resonansi magnetik (<em>functional magneting resonance imaging</em>) dan ukuran fisiologis lain <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21228167">menemukan</a> fakta bahwa membersihkan barang-barang yang berantakan di lingkungan rumah dan kantor membuat orang dapat fokus dan dapat memproses informasi dengan lebih baik. Beres-beres juga dapat meningkatkan produktivitas.</p>
<h2>Juga baik bagi kesehatan fisik dan mental</h2>
<p>Memiliki barang-barang yang berantakan dapat membuat kita merasa stres, cemas, dan tertekan. <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0146167209352864">Riset</a> dari Amerika Serikat (AS) pada tahun 2009 menemukan bahwa ibu yang tinggal di rumah yang berantakan memiliki hormon stres yang lebih tinggi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tren-hidup-di-apartemen-terus-meningkat-bagaimana-keluarga-dengan-anak-kecil-beradaptasi-89865">Tren hidup di apartemen terus meningkat, bagaimana keluarga dengan anak kecil beradaptasi?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Lingkungan rumah yang berantakan secara kronis dapat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK278995/">menyebabkan</a> tubuh berada pada fase kecemasan berlebihan, yang akan membebani hidup kita yang didesain untuk bertahan hidup.</p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/254672/original/file-20190121-100267-ll3goa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/254672/original/file-20190121-100267-ll3goa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/254672/original/file-20190121-100267-ll3goa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/254672/original/file-20190121-100267-ll3goa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/254672/original/file-20190121-100267-ll3goa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/254672/original/file-20190121-100267-ll3goa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/254672/original/file-20190121-100267-ll3goa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Otak kita menghasilkan lebih banyak hormon stres saat berada di lingkungan yang berantakan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/7iuasVqkUjs">Jason Leung</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Fase cemas yang berlebihan ini dapat memicu perubahan fisik dan psikologis yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK278995/">mempengaruhi</a> cara kita memerangi penyakit dan mencerna makanan, serta meningkatkan risiko kita terjangkit diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.</p>
<p>Barang-barang yang berantakan mungkin juga memiliki implikasi terhadap hubungan kita dengan orang-orang di sekitar kita. Sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4819543/">penelitian di AS tahun 2016</a>, misalnya, menemukan bahwa barang-barang yang berantakan mengakibatkan objek riset kurang mampu menafsirkan dengan benar ekspresi emosi pada wajah karakter dalam sebuah film.</p>
<p>Dan yang mengejutkan, dampak itu tidak hilang ketika kita tidur. Orang-orang yang tidur di kamar yang berantakan <a href="https://www.stlawu.edu/news/student-faculty-sleep-research-published-presented">lebih cenderung</a> memiliki masalah tidur. Orang-orang tersebut entah sulit tidur dan sering terganggu pada malam hari.</p>
<h2>Dapatkan barang-barang berantakan menyebabkan kegemukan?</h2>
<p>Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara barang-barang yang berantakan dengan pilihan makanan yang buruk.</p>
<p>Lingkungan yang berantakan membuat partisipan dalam suatu <a href="https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2711870">penelitian</a> makan lebih banyak makanan ringan, serta makan dua kali lebih banyak kue atau makanan manis lainnya daripada partisipan yang ditempatkan di lingkungan dapur yang teratur.</p>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0956797613480186">Penelitian</a> lainnya menemukan bahwa berada di ruangan yang berantakan membuat Anda dua kali lebih mungkin untuk memilih satu batang coklat dibanding dengan sebuah apel.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/254670/original/file-20190121-100270-1ioidve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/254670/original/file-20190121-100270-1ioidve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/254670/original/file-20190121-100270-1ioidve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/254670/original/file-20190121-100270-1ioidve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/254670/original/file-20190121-100270-1ioidve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/254670/original/file-20190121-100270-1ioidve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/254670/original/file-20190121-100270-1ioidve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Terkadang kita menghindari melihat atau memikirkan keadaan lingkungan yang berantakan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/YHd66D4gMMU">Designologist</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Yang terakhir, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25440599">orang-orang yang memiliki rumah yang berantakan</a> memiliki kecenderungan obesitas sekitar 77%.</p>
<p>Rumah yang rapih telah dipakai sebagai suatu ukuran untuk menebak tingkat kesehatan fisik seseorang.
Berdasarkan satu <a href="http://newsinfo.iu.edu/web/page/normal/14627.html">penelitian</a> yang lain, orang dengan rumah yang lebih bersih lebih aktif serta memiliki kesehatan fisik yang lebih baik.</p>
<h2>Menimbun barang dapat menyebabkan rasa sakit</h2>
<p>Membeli barang-barang yang kita pikir kita butuhkan, dan pada akhirnya tidak membuangnya, merupakan sebuah gangguan mental menurut Asosiasi Psikiatri AS. Menurut <a href="https://www.elementsbehavioralhealth.com/mental-health/dsm-v-hoarding-new-mental-disorder-diagnoses/">ukuran asosiasi</a> tersebut, mereka yang memiliki kecenderungan untuk menimbun barang-barang secara kompulsif merasa cemas dan sedih ketika mereka harus membuang barang tersebut.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/penduduk-kota-baru-berjibaku-ke-jakarta-setiap-hari-mengapa-88961">Penduduk kota 'baru' berjibaku ke Jakarta setiap hari: mengapa?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3506167/">penelitian</a> dari Yale menunjukkan bahwa bagi mereka yang memiliki kecenderungan untuk menimbun barang, melakukan penyortiran barang untuk dibuang dapat menyebabkan rasa sakit yang di daerah otak yang berhubungan dengan rasa sakit fisik. Daerah otak tersebut bertanggung jawab juga untuk rasa sakit yang Anda rasakan saat anda membantingkan pintu ke jari anda atau membakar tangan Anda di atas kompor.</p>
<p>Orang-orang yang menduga mereka memiliki gangguan suka menimbun barang-barang dapat berbesar hati: terapi perilaku kognitif telah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25639467">terbukti </a> menjadi pengobatan yang efektif.</p>
<h2>Rumah yang rapi, hidup bahagia?</h2>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/254671/original/file-20190121-100288-5qf8hj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/254671/original/file-20190121-100288-5qf8hj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/254671/original/file-20190121-100288-5qf8hj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/254671/original/file-20190121-100288-5qf8hj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/254671/original/file-20190121-100288-5qf8hj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/254671/original/file-20190121-100288-5qf8hj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/254671/original/file-20190121-100288-5qf8hj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Bersih dan rapih.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/tOVmshavtoo">Kari Shea</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Orang-orang dalam acara Netflix Marie Kondo <em>Tidying Up</em> menunjukkan laporan bahwa metode KonMari mengubah hidup mereka menjadi lebih baik, sesuai dengan judul buku pertamanya, <em><a href="https://konmari.com/products/the-life-changing-magic-of-tidying-up">The Life Changing Magic of Tidying Up</a></em> </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0272494416300159">Penelitian</a> memang menunjukkan lingkungan rumah yang berantakan secara negatif mempengaruhi persepsi rumah kita, dan pada akhirnya kepuasan hidup kita. Penelitian tersebut menjelaskan hal ini karena kita mendefinisikan “rumah” bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai:</p>
<blockquote>
<p>Konstelasi yang lebih luas dari pengalaman, makna, dan situasi yang membentuk dan secara aktif dibentuk oleh seseorang dalam penciptaan dunia kehidupannya.</p>
</blockquote>
<p>Tapi sepertinya memiliki barang-barang yang berantakan tidak selalu buruk. Satu <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0956797613480186">penelitian</a> menunjukkan meja yang berantakan bisa membuat kita lebih kreatif. Temuan ini menunjukkan lingkungan yang rapi dan tertata membuat kita lebih mungkin untuk menyesuaikan diri dengan harapan dan bermain aman, sementara yang berantakan menggerakkan kita untuk melepaskan diri dari norma dan melihat berbagai hal dengan cara yang baru.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/fenomena-omprengan-solusi-mobilitas-komuter-pinggiran-jakarta-99843">Fenomena omprengan: solusi mobilitas komuter pinggiran Jakarta</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Ariza Muthia</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/110602/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Libby (Elizabeth) Sander tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Barang-barang yang berantakan dapat menyebabkan stress, rasa cemas dan rasa tertekan pada diri kita. Keberadaan mereka juga dapat mempengaruhi kemampuan kita untuk memproses informasi dan berhubungan dengan orang lain.Libby (Elizabeth) Sander, Assistant Professor of Organisational Behaviour, Bond Business School, Bond UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/970862018-06-14T03:32:45Z2018-06-14T03:32:45ZMengapa kita menguap dan mengapa menguap bisa menular?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/221509/original/file-20180604-175425-1gvikw5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=44%2C33%2C7293%2C4847&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Menguap meningkatkan kesadaran kita </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Coba bayangkan: Anda sedang menyetir di jalan tol pada jam 2 siang yang terik, dan Anda sangat berharap untuk segera sampai di tujuan. Anda berusaha untuk tetap terjaga tapi rasa kantuk datang menyerang. </p>
<p>Akibatnya Anda menguap, lalu duduk lebih tegak di kursi pengemudi, mungkin Anda gelisah sedikit dan bertindak laku dengan harapan dapat meningkatkan gairah Anda. </p>
<p>Apakah ini tujuan orang menguap? Menguap pada umumnya dipicu oleh beberapa hal, termasuk kelelahan, demam, stres, obat-obatan dan alasan sosial dan psikologis. Antara satu orang dengan yang lainnya penyebabnya beda-beda. </p>
<p>Pertanyaan tentang mengapa kita menguap menimbulkan sejumlah kontroversi mengejutkan tentang sebuah hal yang sepele. Kami tidak memiliki bukti yang dapat mengarahkan kami pada alasan yang tepat mengapa orang menguap.</p>
<p>Namun ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa orang menguap. Ini termasuk meningkatkan kewaspadaan, mendinginkan otak, dan teori evolusi menjelaskan bahwa menguap untuk mengingatkan orang lain dalam kelompok Anda bahwa Anda terlalu lelah untuk terus awas, dan orang lain harus mengambil alih.</p>
<h2>1. Membantu kita terjaga</h2>
<p>Menguap datang seiring dengan meningkatnya rasa kantuk. Hal ini menjadi hipotesis di balik mengapa orang menguap. Menguap juga dihubungkan dengan meningkatnya aktivitas dan gerakan peregangan. Meningkatnya gerakan tubuh mungkin membantu kita tetap awas di kala tekanan rasa kantuk meningkat. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-gunung-api-meletus-84720">Mengapa gunung api meletus?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Juga, otot-otot tertentu di telinga (otot <em>tensor tympani</em>) diaktifkan selama menguap. Hal ini memicu pengaturan ulang rentang gerakan dan sensitivitas gendang telinga dan pendengaran, yang meningkatkan kemampuan kita untuk memantau dunia di sekitar kita setelah kita mungkin kehilangan kesadaran sebelum menguap.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1130&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1130&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/218562/original/file-20180511-34038-1xotbgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1130&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Menguap biasanya disertai dengan gerakan peregangan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">from shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selain itu, membukanya bola mata dan pembilasan lensa mata mungkin akan menyebabkan peningkatan kewaspadaan secara visual.</p>
<h2>2. Mendinginkan otak</h2>
<p>Teori lain mengapa kita menguap adalah hipotesis termoregulasi yang menunjukkan bahwa menguap mendinginkan otak. Menguap menarik udara dingin ke dalam mulut, yang kemudian mendinginkan darah menuju otak.</p>
<p>Pendukung teori ini mengklaim peningkatan suhu otak terjadi sebelum menguap, dengan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0031938414001784">penurunan suhu</a> terjadi setelah menguap. </p>
<p>Namun <a href="https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11325-009-0287-x">penelitian</a> yang memunculkan teori ini hanya menunjukkan menguap berlebihan terjadi ketika suhu otak dan tubuh sedang mengalami peningkatan. Penelitian tersebut tidak mengatakan bahwa menguap memiliki tujuan untuk mendinginkan.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28939427">Orang menguap semakin sering</a> ketika eksperimen membuat demam buatan, yang menunjukkan korelasi antara suhu tubuh hangat dan menguap. Namun tidak ada bukti yang mengacu bahwa menguap untuk mendinginkan tubuh–hanya bahwa penghangatan suhu tubuh memicu menguap. </p>
<h2>3. Tugas jaga</h2>
<p>Perilaku seperti menguap telah diamati di hampir semua makhluk bertulang belakang. Pengamatan tersebut menunjukkan bahwa refleks menguap itu hal yang purba. Hipotesis perilaku berdasarkan teori evolusi mengacu pada manusia sebagai hewan sosial. Ketika kita rentan terhadap serangan dari spesies lain, fungsi kelompok adalah untuk saling melindungi.</p>
<p>Tugas jaga adalah bagian dari kesepakatan dalam kelompok, dan menguap dan peregangan adalah bukti ketika <a href="https://doi.org/10.1016/j.beproc.2011.12.012">tingkat kewaspadaan seorang individu</a> sedang turun. Hal ini penting untuk mengubah aktivitas untuk mencegah keteledoran dan mengindikasikan saatnya mengganti orang untuk berjaga-jaga.</p>
<h2>Penjelasan neurosains</h2>
<p><a href="http://www.baillement.com/english/neurophysiology.html">Refleks menguap</a> melibatkan banyak struktur dalam otak. </p>
<p>Sebuah penelitian yang mengamati otak orang yang rentan tertular menguap menemukan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4041699/">aktivitas di daerah <em>ventromedial prefrontal cortex</em></a> otak. Bagian otak ini dikaitkan dengan kegiatan pengambilan keputusan. Kerusakan pada daerah ini juga dikaitkan dengan hilangnya empati. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apa-yang-terjadi-jika-bumi-jatuh-ke-dalam-lubang-hitam-akankah-seperti-spageti-91249">Apa yang terjadi jika Bumi jatuh ke dalam lubang hitam, akankah seperti spageti?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Jika daerah tertentu di sekitar <em>hypothalamus</em>, yang tersusun atas neurons dengan oksitosin, diberi rangsangan, maka pada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9819279">pada hewan pengerat</a> hal ini menyebabkan mereka menguap. Oksitosin adalah hormon yang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0306453013002369">dikaitkan dengan ikatan sosial</a> dan kesehatan mental.</p>
<p>Menyuntikkan oksitosin ke berbagai wilayah batang otak juga menyebabkan menguap.
Ini termasuk <em>hippocampus</em> (terkait dengan belajar dan memori), area <em>tegmental ventral</em> (terkait dengan pelepasan dopamin, hormon bahagia) dan <em>amigdala</em> (terkait dengan stres dan emosi). Memblokir reseptor oksitosin di sini mencegah efek itu.</p>
<p>Pasien dengan penyakit Parkinson tidak menguap sesering yang lain, yang mungkin berkaitan dengan rendahnya level dopamin mereka. Pengganti dopamin telah dilaporkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9551709">meningkatkan frekuensi menguap</a>. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/218235/original/file-20180509-4803-sn0tp7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Anjing Anda bisa menguap dalam sebuah perjalanan panjang dengan mobil karena anjing Anda stres.</span>
<span class="attribution"><span class="source">from shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hal yang sama terjadi pada kortisol, hormon yang meningkatkan stres. Kortisol <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21864988">diketahui memicu orang menguap</a>, sementara pengangkatan kelenjar adrenal (yang menghasilkan hormon kortisol) <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15302132">mencegah orang menguap</a>. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat stres mungkin memainkan peran dalam memicu mengapa orang menguap, yang bisa jadi mengapa anjing Anda mungkin menguap begitu banyak pada perjalanan panjang dengan mobil.</p>
<p>Jadi, tampaknya entah bagaimana menguap itu terkait dengan empati, stres, dan pelepasan dopamin.</p>
<h2>Mengapa menguap menular?</h2>
<p>Kemungkinan Anda telah menguap setidaknya sekali saat membaca artikel ini. Menguap adalah perilaku menular dan melihat seseorang menguap sering menyebabkan kita menguap juga.</p>
<p>Tetapi satu-satunya teori yang ditawarkan di sini menunjukkan bahwa kerentanan seseorang tertular menguap berkorelasi dengan tingkat empati seseorang.</p>
<p>Sangat menarik untuk dicatat, bahwa ada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2391210/">kecil kemungkinan orang-orang dengan spektrum autisme mudah tertular menguap</a> begitu pula dengan orang yang memiliki <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26980063">kecenderungan psikopat yang tinggi</a>. Dan anjing, yang dianggap sebagai hewan dengan rasa empati yang tinggi, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2610100/">bisa tertular juga ketika manusia menguap</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ahli-kimia-menjelaskan-bagaimana-bakteri-memakan-plastik-95761">Ahli kimia menjelaskan bagaimana bakteri memakan plastik</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Secara keseluruhan, ahli saraf telah mengembangkan gagasan yang menjelaskan berbagai pemicu mengapa orang menguap, dan kami memiliki gambaran yang sangat rinci tentang mekanisme yang mendasari perilaku menguap. Namun tujuan mengapa orang menguap tetap sulit dipahami.</p>
<p>Kembali pada perjalanan darat kita, menguap mungkin merupakan isyarat fisiologis ketika tingkat kewaspadaan diri berkompetisi dengan rasa kantuk berat. Tetapi pesan yang penting di sini adalah bahwa tidur mungkin pilihan yang baik dan mendorong pengemudi untuk berhenti dan istirahat, dan itu seharusnya tidak diabaikan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/97086/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tidak ada bukti yang bisa menjelaskan mengapa orang menguap. Tapi kami memiliki beberapa teoriMark Schier, Senior Lecturer in Physiology, Swinburne University of TechnologyYossi Rathner, Lecturer in Human Physiology, Swinburne University of TechnologyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/931512018-03-12T03:06:27Z2018-03-12T03:06:27ZBagaimana orang bisa jatuh cinta?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/209855/original/file-20180312-30994-bbejrq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4992%2C3458&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Jatuh cinta bisa terjadi hanya dalam empat menit. </span> <span class="attribution"><span class="source">Art of sun/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/0YGe47Oj1GrEcjv6JBz1fl" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Banyak mitos berserakan di masyarakat dan membutuhkan sains untuk menjelaskannya secara ilmiah dan rasional. Karena itu, mulai pekan ini setiap Senin pagi The Conversation Indonesia bekerja sama dengan <a href="http://kbr.id/">Kantor Berita Radio (KBR)</a> merilis <em>podcast</em> audio Sains Sekitar Kita. Kami mengemasnya dengan gaya jurnalistik radio. Kami menjamin isinya mudah dipahami dan enak didengarkan. </p>
<p>Sains Sekitar Kita menghadirkan karya jurnalistik berkualitas karena diproduksi dengan riset yang kuat dan narasumber dari para ahli dan peneliti sains yang kredibel. Kami berharap format audio ini dapat mengisi ruang kosong jurnalisme sains via audio di radio dan internet. </p>
<p>Di tengah gelombang perubahan teknologi untuk jurnalisme yang begitu cepat, <em>podcast</em> audio adalah salah satu medium untuk menyebarkan karya jurnalistik dengan karakter digital: bisa diakses secara otomatis, kontrol ada di tangan pendengar, bisa di bawa ke mana-mana, dan selalu tersedia kapan saja. <em>Podcast</em> bisa diakses kapan pun dan di mana pun. Kami mendesain format karya jurnalistik sains ini bisa didengarkan di <em>smart phone</em>, komputer meja, laptop, dan iTunes.</p>
<p>Pekan pertama ini kami menyajikan sains di balik jatuh cinta. Pernahkah Anda jatuh cinta pada empat menit pandangan pertama dan begitu berdebar-debar saat bertemu orang yang Anda “jatuhi cinta”? </p>
<p>Berry Juliandi, ahli biologi manusia dari Institut Pertanian Bogor, menjelaskan proses biologi cinta seseorang kepada orang lain, perubahan hormonal, dan lumernya rasa deg-degan seiring waktu. Mengapa pula <em>witing tresno jalaran kulino</em> alias jatuh cinta karena biasa bertemu bisa dijelaskan menurut biologi. </p>
<p>Edisi perdana Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh tim dengan produser Hilman Handoni. Narator adalah Prodita Sabarini. Selamat mendengarkan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/93151/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Ini edisi pertama podcast audio menghadirkan sains di balik jatuh cinta. Benarkah kita bisa jatuh cinta pada empat menit pandangan pertama? Silakan dengarkan Sains Sekitar Kita.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/912412018-02-09T10:24:35Z2018-02-09T10:24:35ZMengapa beberapa orang bisa lebih kreatif dari yang lain?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/205465/original/file-20180208-180833-18mrc3m.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para ilmuwan telah lama berusaha memahami jawabannya.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/surreal-dust-portrait-series-arrangement-fractal-582408103">agsandrew/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Kreativitas sering kali diartikan sebagai kemampuan untuk memikirkan gagasan baru dan berguna. Layaknya kecerdasan, kreativitas dianggap sebagai sifat yang dimiliki semua orang, tidak terbatas pada Picasso dan Steve Jobs saja.</p>
<p>Kreativitas bukan sekadar kemampuan menggambar atau merancang produk. Setiap orang perlu berpikir kreatif dalam kehidupan sehari-hari, entah itu mencari tahu bagaimana cara memasak dengan sisa makanan semalam, atau membuat kostum Halloween dari pakaian yang ada di lemari.</p>
<p>Tugas kreatif bermacam-macam, mulai dari apa yang disebut peneliti <a href="http://psycnet.apa.org/record/2014-04641-001">kreativitas “k-kecil”</a>—membuat situs web, membuat kerajinan tangan untuk hadiah ulang tahun, atau menceritakan sebuah lelucon lucu—hingga <a href="http://psycnet.apa.org/record/2009-02787-001">kreativitas “K-Besar”</a>: menulis pidato, menggubah puisi, atau merancang percobaan ilmiah.</p>
<p>Peneliti psikologi dan neurosains sudah mulai mengenali proses berpikir dan wilayah otak yang terlibat dalam kreativitas. Bukti terbaru menunjukkan, kreativitas melibatkan <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1364661315002545">sebuah interaksi rumit antara berpikir spontan dan terkendali</a>. </p>
<p>Dengan kata lain, kemampuan mengulik gagasan secara spontan, sekaligus mengevaluasinya dengan teliti untuk menentukan apakah gagasan itu betul-betul akan berhasil. </p>
<p>Meski demikian, jawaban dari pertanyaan “mengapa beberapa orang bisa lebih kreatif dari yang lain?” tetap sulit dipahami.</p>
<p><a href="http://www.pnas.org/content/early/2018/01/09/1713532115.abstract">Dalam sebuah studi baru</a>, saya bersama kolega meneliti apakah kemampuan berpikir kreatif seseorang bisa dijelaskan, sebagian, oleh koneksi di antara tiga jaringan otak.</p>
<h2>Memetakan otak saat berpikir kreatif</h2>
<p>Dalam studi ini, kami meminta 163 peserta menyelesaikan tes klasik “berpikir divergen” yang disebut tugas-kegunaan-lain. Kami meminta mereka memikirkan kegunaan baru dan di luar kebiasaan dari beberapa benda. Tepat setelah menyelesaikan tes, mereka menjalani pemindaian fMRI, yang mengukur aliran darah ke bagian-bagian otak.</p>
<p>Tugas itu menilai kemampuan orang untuk <em>menyimpangkan</em> kegunaan umum dari suatu benda. Sebagai contoh, kami menunjukkan peserta beberapa benda seperti pembungkus permen karet atau kaus kaki, kemudian meminta mereka memikirkan cara kreatif dalam menggunakannya. </p>
<p>Beberapa gagasan lebih kreatif daripada yang lain. Seorang peserta mengatakan kaus kaki bisa digunakan utuk menghangatkan kaki (kegunaan umum) sementara peserta lain mengatakan kaus kaki bisa dipakai sebagai sistem penyaring air.</p>
<p>Penting dicatat, kami menemukan bahwa orang-orang yang mahir dalam tes ini cenderung punya lebih banyak hobi dan prestasi kreatif. Ini <a href="http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1207/s15326934crj1202_3">senada dengan studi terdahulu</a> yang menunjukkan bahwa tugas itu mengukur kemampuan berpikir kreatif secara umum.</p>
<p>Setelah para peserta menyelesaikan tugas berpikir kreatif ini di fMRI, kami menilai konektivitas fungsional di antara semua wilayah otak—berapa banyak aktivitas di satu wilayah berkaitan dengan aktivitas di wilayah lain.</p>
<p>Kami juga membuat peringkat untuk keaslian gagasan mereka: Gagasan yang umum (menggunakan kaus kaki untuk menghangatkan kaki) mendapat nilai lebih rendah, sedangkan gagasan tak umum mendapat nilai lebih tinggi (menggunakan kaus kaki sebagai sistem penyaringan air).</p>
<p>Kemudian kami menghubungkan nilai kreativitas tiap orang dengan semua kemungkinan koneksi otak (sekitar 35.000), dan menghilangkan koneksi yang, menurut analisis kami, tidak berkorelasi dengan nilai kreativitas. </p>
<p>Koneksi yang tersisa merupakan jaringan “kreatif-tinggi”, satu set koneksi yang sangat relevan untuk memunculkan gagasan orisinal.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=237&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=298&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=298&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/201987/original/file-20180115-101492-k6cun5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=298&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Dua wilayah menunjukkan lobus otak yang terhubung dalam jaringan kreatif tinggi.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Setelah mendefinisikan jaringannya, kami ingin melihat apakah seseorang dengan koneksi yang lebih kuat pada jaringan kreatif-tinggi ini akan memiliki nilai yang baik dalam tes. Jadi kami mengukur kekuatan koneksi seseorang pada jaringan ini kemudian menggunakan model prediktif untuk menguji apakah kami dapat memperkirakan nilai kreativitas seseorang. </p>
<p>Model tersebut mengungkapkan korelasi yang signifikan antara nilai prediksi dan nilai kreativitas yang diobservasi. Dengan kata lain, kita bisa mengestimasi seberapa kreatif gagasan seseorang berdasarkan kekuatan koneksi mereka pada jaringan ini.</p>
<p>Kami selanjutnya menguji apakah kita bisa memprediksi kemampuan berpikir kreatif pada tiga sampel baru dari partisipan yang data otaknya tidak digunakan untuk membangun model jaringan. Dari semua sampel, kami menemukan bahwa kami bisa memprediksi—meskipun sederhana—kemampuan kreatif seseorang berdasarkan kekuatan koneksi mereka pada jaringan yang sama ini.</p>
<p>Secara keseluruhan, orang dengan koneksi yang lebih kuat memiliki gagasan yang lebih baik.</p>
<h2>Apa yang terjadi pada jaringan ‘kreatif-tinggi’</h2>
<p>Kami menemukan bahwa wilayah otak dalam jaringan “kreatif-tinggi” dimiliki oleh tiga sistem otak spesifik: jaringan default, jaringan <em>salience</em> dan jaringan eksekutif.</p>
<p><a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/nyas.12360/full">Jaringan default</a> adalah area otak yang menjadi aktif ketika orang berpikir spontan, seperti pikiran mengembara, bermimpi di siang bolong, dan berkhayal. Jaringan ini mungkin memainkan peranan kunci dalam menghasilkan atau mengulik gagasan—memikirkan beberapa kemungkinan solusi untuk satu masalah.</p>
<p><a href="http://www.jneurosci.org/content/27/9/2349.short">Jaringan kontrol eksekutif</a> adalah area yang aktif ketika seseorang perlu fokus atau mengontrol proses pikiran mereka. Jaringan ini mungkin berperan kunci dalam mengevaluasi gagasan atau menentukan apakah gagasan yang sudah diulik akan benar-benar berhasil, dan memodifikasinya agar sesuai dengan tujuan kreatif.</p>
<p><a href="https://www.nature.com/articles/nrn3857">Jaringan salience</a> adalah area yang bekerja sebagai mekanisme yang mengalihkan antara jaringan default dan eksekutif. Jaringan ini mungkin memainkan peran kunci dalam penggantian antara menggagas ide dan mengevaluasinya.</p>
<p>Sebuah fitur menarik dari tiga jaringan ini yakni, mereka umumnya tidak diaktivasi di saat bersamaan. Contohnya, ketika jaringan eksekutif diaktivasi, <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1364661312002446">jaringan default biasanya tidak aktif</a>. Hasil penelitian kami menemukan, orang kreatif memiliki kemampuan lebih baik untuk mengaktifkan jaringan-jaringan otak yang biasanya bekerja secara terpisah.</p>
<p>Temuan kami mengindikasikan bahwa otak kreatif dihubungkan dengan cara berbeda, dan bahwa orang kreatif lebih mampu melibatkan sistem otak yang biasanya tidak bekerja bersama. Yang menarik, hasilnya konsisten dengan studi fMRI terbaru mengenai seniman profesional, termasuk musisi jazz yang melakukan <a href="https://academic.oup.com/cercor/article/26/7/3052/1745217">improvisasi melodi</a>, penyair yang menulis <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hbm.22849/full">baris puisi baru</a>, dan seniman visual yang membuat sketsa gagasan untuk <a href="http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1053811911008950">sampul buku</a>. </p>
<p>Diperlukan riset di masa mendatang untuk menentukan apakah jaringan-jaringan ini bisa ditempa ataukah relatif tetap. Misalnya, apakah mengikuti kelas menggambar menghasilkan konektivitas yang lebih hebat dalam jaringan otak ini? Mungkinkan mendorong kemampuan berpikir kreatif umum dengan memodifikasi koneksi jaringan?</p>
<p>Untuk saat ini, pertanyaan-pertanyaan tersebut belum terjawab. Sebagai peneliti, kita hanya perlu melibatkan jaringan kreatif kita sendiri untuk mencari tahu bagaimana menjawabnya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/91241/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Roger Beaty menerima dana dari John Templeton Foundation.</span></em></p>Orang-orang kreatif sepertinya memiliki koneksi khas di antara tiga jaringan otak yang pada umumnya bekerja terpisah.Roger Beaty, Postdoctoral Fellow in Cognitive Neuroscience, Harvard UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.