tag:theconversation.com,2011:/us/topics/obat-covid-19-93905/articlesobat COVID-19 – The Conversation2022-11-30T09:54:27Ztag:theconversation.com,2011:article/1953212022-11-30T09:54:27Z2022-11-30T09:54:27ZHampir tiga tahun pandemi: perkembangan mutakhir pencarian obat mujarab COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/498145/original/file-20221130-12-mepdzy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para peneliti terus mencari obat antivirus yang ampuh, harganya murah dan mudah diakses oleh masyakarat.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/syringe-and-pills-on-blue-background-3786156/">Anna Shvets/Pexel</a></span></figcaption></figure><p>Hampir tiga tahun <a href="https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019">pandemi COVID-19</a> menorehkan sejarah penting perjuangan manusia melawan penyakit yang diakibatkan virus. Virus penyebab COVID, SARS-CoV-2, menjadi anggota keluarga virus corona terkini yang menginfeksi manusia. </p>
<p>Dunia telah memulai hidup berdampingan dengan COVID-19 walau <a href="https://ourworldindata.org/covid-cases">lonjakan kasus masih bermunculan</a> akibat varian virus baru. Keberhasilan spektakuler dalam pengembangan vaksin telah menjadi bukti suksesnya penerapan ilmu biomedis dalam pencegahan penyakit. </p>
<p>Namun, di sisi pengobatan, hingga saat ini belum ada obat antivirus spesifik COVID-19 yang tersedia walau beberapa obat telah mendapat <a href="https://www.fda.gov/emergency-preparedness-and-response/mcm-legal-regulatory-and-policy-framework/emergency-use-authorization#coviddrugs">izin penggunaan darurat</a> (<em>emergency use authorization</em>, EUA) dan menunjukkan hasil menjanjikan.</p>
<p>Sejak awal pertempuran melawan COVID-19, upaya penemuan obat bergantung pada alih guna berbagai obat dan pengembangan antibodi klon tunggal (monoklonal). Keduanya dipilih untuk secara cepat mendapatkan obat yang kala itu begitu dibutuhkan. </p>
<p>Alih guna obat berarti pada mulanya kandidat obat telah diteliti dan digunakan untuk penyakit infeksi lain. Pengembangan obat COVID-19 terus berlangsung untuk memperoleh obat ampuh yang aman.</p>
<p>Obat yang dicari adalah obat yang dapat diberikan pada awal gejala penyakit, dalam bentuk sediaan yang mudah diberikan, relatif murah, dan dapat diakses semua kalangan. Suatu kondisi ideal jika obat tersebut dapat memiliki spektrum luas untuk melawan beberapa jenis virus sekaligus. Hal ini penting untuk kesiapan terhadap pandemi masa depan.</p>
<p>Bagaimana sejauh ini pengembangan obat untuk orang-orang yang terkena COVID?</p>
<h2>Tiga jenis obat yang dikembangkan</h2>
<p>Sampai saat ini setidaknya ada tiga strategi pengembangan obat antivirus untuk COVID-19: (1) pengembangan obat jenis aksi langsung terhadap virus (<em>directly acting antiviral</em>), (2) obat menarget pejamu manusia (<em>host-targeting antiviral</em>), dan (3) obat jenis pengatur respons imun (<em>immunomodulator</em>). </p>
<p>Fokus <strong>pertama</strong> pengembangan obat jenis aksi langsung adalah obat yang menghambat enzim protease (enzim pemecah protein) dan polymerase (enzim pemicu perbanyakan materi genetik virus RNA, <em>RNA-dependent RNA polymerase</em>/RdRp) virus. </p>
<p>Sementara fokus <strong>kedua</strong> ada pada penggunaan antibodi klon tunggal yang bekerja menetralisasi dan menarget protein Spike (S) (atau domain RBD) dari SARS-CoV-2, sehingga virus tidak bisa memasuki sel manusia. Antibodi klon tunggal secara spesifik berikatan dengan protein S sehingga virus kehilangan kemampuan menginfeksi sel manusia.</p>
<p>Beberapa obat jenis aksi langsung telah memperoleh izin penggunaan darurat. Dari jenis obat penghambat protease, nirmatrelvir yang dikombinasikan dengan ritonavir (nama dagang <a href="https://www.pfizer.com/news/press-release/press-release-detail/pfizers-novel-covid-19-oral-antiviral-treatment-candidate">Paxlovid</a> dari Pfizer) merupakan obat penghambat enzim main protease (Mpro) yang vital bagi virus untuk bisa memperbanyak diri dalam sel manusia. </p>
<p>Obat penghambat enzim RdRp di antaranya remdesivir (<a href="https://www.gilead.com/news-and-press/press-room/press-releases/2022/1/fda-approves-veklury-remdesivir-for-the-treatment-of-nonhospitalized-patients-at-high-risk-for-covid19-disease-progression">Veklury</a>, Gilead Biosciences) dan molnupiravir (<a href="https://www.merck.com/news/merck-and-ridgeback-biotherapeutics-provide-update-on-new-clinical-and-non-clinical-studies-of-lagevrio-molnupiravir/">Lagevrio</a>, Merck). </p>
<p>Mekanisme unik dari molnupiravir adalah dengan memasukkan mutasi basa nukleotida pada proses perbanyakan RNA, sehingga menimbulkan kesalahan proses fatal pada duplikasi RNA dan menghambat perbanyakan virus. </p>
<p>Beberapa antibodi klon tunggal yang telah disetujui untuk penggunaan darurat di antaranya bebtelovimab. Obat ini terdiri dari kombinasi tixagevimab dan cilgavimab (<a href="https://www.astrazeneca.com/media-centre/medical-releases/evusheld-long-acting-antibody-combination-retains-neutralising-activity-against-omicron-variants-including-ba2-in-new-independent-studies.html">Evusheld</a>, AstraZeneca), sotrovimab (<a href="https://www.gsk.com/en-gb/media/press-releases/xevudy-sotrovimab-granted-marketing-authorisation-by-the-european-commission-for-the-early-treatment-of-covid-19/">Xevudy</a>, GlaxoSmithKline dan Vir Biotechnology), dan kombinasi casirivimab dan imdevimab (<a href="https://investor.regeneron.com/news-releases/news-release-details/new-regen-covtm-casirivimab-and-imdevimab-data-show-supportive">REGEN-COV</a>, Regeneron dan Roche). </p>
<p>Dari jenis pengatur respons imun, jenis <strong>ketiga</strong>, hasil menjanjikan telah ditunjukkan beberapa obat, di antaranya penghambat enzim janus kinase baricitinib (<a href="https://investor.lilly.com/news-releases/news-release-details/fda-approves-lilly-and-incytes-olumiantr-baricitinib-treatment">Olumiant</a>, Eli Lilly) dan penghambat interleukin-6 tocilizumab (<a href="https://www.gene.com/media/press-releases/14948/2022-04-03/us-fda-grants-priority-review-to-genente">Actemra</a>, Genentech-Roche). </p>
<h2>Keterbatasan dan tantangan</h2>
<p>Tantangan yang dihadapi oleh obat jenis aksi langsung adalah kondisi virus yang selalu bermutasi dan dapat memicu resistensi obat. Obat dapat kehilangan efektivitasnya terhadap varian baru SARS-CoV-2, seperti telah ditunjukkan dengan adanya laporan awal <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-022-29104-y">resistensi obat remdesivir</a>. </p>
<p>Penggunaan antibodi dibatasi <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2791451">kendala harga</a> yang masih relatif mahal (sekitar <a href="https://www.newsweek.com/fact-check-regeneron-regen-cov-covid-monoclonal-antibody-cost-1637526">US$ 2.100 (Rp 33 juta)</a> per dosis), ketersediaan yang terbatas, dan pemberian yang melalui suntikan sehingga harus diberikan di fasilitas kesehatan.</p>
<p>Sementara itu, strategi obat yang menarget pejamu manusia masih belum mendapat banyak perhatian walau menawarkan berbagai keunggulan. Obat jenis ini mengubah mekanisme interaksi antara virus dengan sel manusia ketika infeksi terjadi. </p>
<p>Mekanisme aksinya, antara lain, menghambat masuknya virus ke dalam sel manusia. Mekanisme lain adalah mengganggu proses pelipat-gandaan protein virus saat memperbanyak diri. Oleh karena obat ini menarget sel manusia, khasiat obat tidak dipengaruhi oleh terjadinya mutasi pada genetik virus yang dapat menyebabkan resistensi obat. </p>
<p>Dengan demikian, obat jenis ini dapat digunakan untuk berbagai varian virus yang timbul akibat mutasi. Selain itu, obat jenis ini dapat memiliki spektrum luas sehingga potensial digunakan untuk melawan berbagai virus corona maupun virus lainnya. </p>
<h2>Obat yang manjur dan terjangkau</h2>
<p>Salah satu obat menarget pejamu manusia adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5390498/">UV-4</a> (dikenal juga dengan nama MON-DNJ). Obat ini telah dikembangkan oleh Unit Antiviral Drug Discovery di Universitas Oxford, Inggris. Saya terlibat sebagai salah satu peneliti di unit ini.</p>
<p>MON-DNJ beraksi menghambat enzim glucosidase sehingga menghambat proses pelipatan glikoprotein (komponen pembentuk struktur utama dari virus) di retikulum endoplasma sel manusia. Hambatan ini pada akhirnya mengakibatkan gagalnya pembentukan virus baru. </p>
<p>Obat ini telah diteliti aman dan lolos <a href="https://journals.plos.org/plosntds/article/authors?id=10.1371/journal.pntd.0010636">uji klinis fase 1</a> dan sedang memasuki uji klinis lanjutan. Obat ini telah diteliti memiliki aktivitas antivirus terhadap berbagai virus seperti virus dengue, Zika, influenza, hepatitis, Marburg, dan Ebola. </p>
<p>Hasil <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32985653/">uji awal di laboratorium</a> membuktikan bahwa obat ini efektif menghambat kematian sel akibat infeksi virus SARS-CoV-2 dan mengurangi tingkat perbanyakan virus. </p>
<p>Kolaborasi peneliti dunia, termasuk tim di Universitas Oxford, berupaya mengembangkan obat antivirus oral, berbasis penghambat Mpro untuk melawan COVID-19. </p>
<p>Kolaborasi dengan nama “<a href="https://www.ox.ac.uk/news/2021-09-28-moonshot-initiative-develop-affordable-covid-19-antivirals-gets-funding-boost"><em>Moonshot project</em></a>” ini berbasis urun daya (<em>crowdsourcing</em>) dan berikhtiar menemukan obat COVID-19 spesifik bebas paten sehingga dapat menjamin produksi dalam jumlah besar dan distribusi obat ke seluruh dunia dengan harga terjangkau. </p>
<p>Proses penemuan obat baru untuk COVID-19 masih terus berlangsung. </p>
<p>Kolaborasi dan kerja sama antar institusi dalam format ABG (<em>academic-business-government</em>) akan sangat menunjang pengembangan dan penemuan obat antivirus baru. Kita nantikan obat mujarab untuk COVID-19.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195321/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Benediktus Yohan Arman menerima dana beasiswa dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam program Beasiswa Pendidikan Indonesia yang dibiayai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Yohan juga peneliti di Unit Antiviral Drug Discovery di Universitas Oxford, Inggris. </span></em></p>strategi obat yang menarget pejamu manusia masih belum mendapat banyak perhatian walau menawarkan berbagai keunggulan.Benediktus Yohan Arman, Mahasiswa Doktoral (DPhil) di bidang Biochemistry, University of OxfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1941792022-11-10T03:05:21Z2022-11-10T03:05:21ZOmicron BQ.1 dan BQ.1.1 – ahli menjawab tiga pertanyaan kunci tentang varian COVID baru ini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/494373/original/file-20221109-23-3npwpv.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Kateryna Kon/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Dua subvarian omicron baru, BQ.1 dan BQ.1.1, dengan cepat mendapatkan daya tarik di Amerika Serikat dan secara kolektif menyumbang <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">27% infeksi</a> per 29 Oktober. Keduanya adalah keturunan BA.5, varian omicron yang telah mendominasi di seluruh dunia selama beberapa bulan.</p>
<p>Meski varian ini termasuk infeksi yang paling umum di AS saat ini, BQ.1 dan BQ.1.1 juga telah diidentifikasi di <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system%20/uploads/attachment_data/file/1109820/Technical-Briefing-46.pdf">Inggris Raya</a> dan beberapa <a href="https://twitter.com/MoritzGerstung/status/1577667129100337152">negara di Eropa</a>. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) telah mengklasifikasikan BQ.1 sebagai <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/covid-19/variants-concern">varian yang harus diwaspadai</a>.</p>
<p>Berdasarkan perkiraan pemodelan, <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/publications-data/spread-sars-cov-2-omicron-variant-sub-lineage-bq1-eueea">ECDC memprediksi</a> bahwa pada pertengahan November hingga awal Desember 2022, lebih dari 50% infeksi COVID akan disebabkan oleh BQ.1 dan BQ.1.1. Pada awal 2023, mereka diperkirakan akan menyumbang lebih dari 80% kasus.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1584281761772511232"}"></div></p>
<p>Ketika kita mendengar tentang varian COVID baru, tiga pertanyaan utama muncul di benak kita: apakah lebih menular dibandingkan dengan varian sebelumnya? Bisakah itu menyebabkan penyakit yang lebih parah? Dan bisakah itu lolos dari respons kekebalan kita? Mari kita lihat apa yang kita ketahui sejauh ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-vaccines-an-annual-booster-like-the-flu-shot-could-be-the-way-forward-191301">COVID vaccines: an annual booster like the flu shot could be the way forward</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>1. Apakah varian ini lebih menular?</h2>
<p>Penularan mengacu pada kapasitas patogen untuk dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Karakteristik ini ditentukan <a href="https://www.nature.com/articles/s41579-021-00535-6#:%7E:text=Transmissibility%20is%20determined%20by%20the%20infectivity%20of%20the,environmental%20stress%20exerted%20on%20the%20pathogen%20during%20transmission.">oleh banyak faktor</a> berkaitan dengan patogen, inangnya, dan lingkungan.</p>
<p>Pada tahap ini, kita memiliki data terbatas tentang seberapa menular kedua varian baru ini. Tapi BQ.1.1 tampaknya sangat menular, dengan <a href="https://twitter.com/CorneliusRoemer/status/1576716682512388096">laporan media sosial</a> menghitung hanya butuh 19 hari untuk tumbuh delapan kali lipat dari lima urutan kode genetik menjadi 200 urutan.</p>
<p>Meski BQ.1 dan BQ.1.1 saat ini terdiri dari sebagian kecil dari semua kasus COVID secara global, di beberapa negara proporsi kasus meningkat pada tingkat yang menunjukkan varian itu lebih menular daripada varian lain yang beredar.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-vaccines-an-annual-booster-like-the-flu-shot-could-be-the-way-forward-191301">COVID vaccines: an annual booster like the flu shot could be the way forward</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>2. Bisakah mereka lolos dari sistem kekebalan kita?</h2>
<p>ECDC menunjukkan peningkatan yang diamati dalam tingkat pertumbuhan BQ.1 mungkin didorong terutama oleh <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/publications-data/spread-sars-cov-2-omicron-variant-sub-lineage-bq1-eueea">lolosnya virus dari respons imunitas tubuh (<em>immune escape</em>)</a>. Ini mengacu pada kapasitas virus untuk menghindari respons imun kita dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya.</p>
<p>BQ.1 dan BQ.1.1 mengandung mutasi pada protein S, protein pada permukaan SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID-19) yang memungkinkannya menempel dan menginfeksi sel kita. <a href="https://arstechnica.com/science/2022/10/ba-5-is-finally-fading-sublineages-bq-1-and-bq-1-1-rise-from-variant-stew/">Mutasi varian ini termasuk</a> K444T, N460K, L452R dan F486V. BQ.1.1 berisi mutasi tambahan, R346T, yang juga ditemukan di <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-022-04980-y">varian BA.5</a>.</p>
<p>Mutasi-mutasi tersebut dapat dikaitkan dengan kemampuan virus untuk <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(22)00642-9/fulltext">lolos dari respons imunitas tubuh</a> dan <a href="https://www.cell.com/action/showPdf?pii=S1931-3128%2821%2900082-2">menghindari antibodi</a></p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A young woman wearing a mask." src="https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Varian baru ini dapat mengancam dominasi BA.5.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-wearing-medical-protective-mask-outdoors-1666586704">goffkein.pro/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Satu <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2022.09.15.507787v3">studi</a> menunjukkan bahwa kemungkinan kekebalan yang disebabkan oleh infeksi dari subgaris keturunan omicron sebelumnya dan vaksinasi belum cukup mampu melindungi tubuh dari infeksi BQ.1.1 ini. Namun, penelitian ini masih bersifat pra-cetak (<em>preprint</em>), artinya belum ditinjau oleh rekan sejawat.</p>
<p>Meski <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/science/science-briefs/vaccine-induced-immunity.html">vaksin COVID</a> serta infeksi varian sebelumnya memberikan perlindungan yang baik terhadap penyakit parah, mereka tetap tidak memberikan perlindungan penuh dari infeksi ulang. Mereka memang dapat mengurangi resiko penularan COVID, tapi bukan mencegah sepenuhnya.</p>
<p>Varian-varian baru ini juga tampaknya memiliki kapasitas tertinggi untuk menghindari kekebalan. Ada yang mengatakan, vaksin COVID akan terus menawarkan perlindungan yang kuat dari penyakit parah, bahkan kematian.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/another-new-covid-variant-is-spreading-heres-what-we-know-about-omicron-ba-4-6-189939">Another new COVID variant is spreading – here's what we know about omicron BA.4.6</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>3. Bisakah mereka menyebabkan penyakit yang lebih parah?</h2>
<p>Kita masih belum tahu banyak tentang tingkat keparahan penyakit yang disebabkan dengan BQ.1 atau BQ.1.1. Tapi berdasarkan data terbatas yang tersedia, beritanya bagus di depan ini. <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/publications-data/spread-sars-cov-2-omicron-variant-sub-lineage-bq1-eueea">Tidak ada bukti</a> bahwa BQ.1 terkait dengan penyakit yang lebih parah dari BA.4 dan BA.5.</p>
<p>Namun yang mengkhawatirkan, <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2022.09.15.507787v3">studi <em>preprint</em> baru-baru ini</a> menunjukkan bahwa BQ.1.1 dapat resisten terhadap Evusheld, sebuah terapi antibodi yang dirancang untuk melindungi orang yang mengalami gangguan kekebalan dan tidak merespons vaksin COVID dengan baik.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/another-new-covid-variant-is-spreading-heres-what-we-know-about-omicron-ba-4-6-189939">Another new COVID variant is spreading – here's what we know about omicron BA.4.6</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pandemi belum berakhir</h2>
<p>Di luar AS dan Eropa, BQ.1 dan BQ.1.1 juga telah diidentifikasi di negara lain di seluruh dunia, termasuk <a href="https://www.health.govt.nz/news-media/news-items/%20omicron-subvariant-bq11-detected-new-zealand">Selandia Baru</a>, <a href="https://www.thaipbsworld.com/first-case-of-drug-resistant-omicron-bq-1-sub-variant-found-in%20-thailand/">Thailand</a>, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/11/05/11573661/menkes-kenaikan-kasus-covid-19-didorong-varian-baru-xbb-hingga-bq1">Indonesia</a>, <a href="https://www.channelnewsasia.com/singapore/singapore-bq1-bq11-omicron-covid-19-subvariants-detected-imported-moh-3025856">Singapura</a> dan <a href="https://toronto.citynews.ca/2022/10/04/omicron-subvariant-covid-fall/">Kanada</a>, tempat mereka terdeteksi <a href="https://regina.ctvnews.ca/new-omicron-variants-detected-in-regina-wastewater-u-of-r-1.6093817">dalam air limbah</a>. Sampel limbah sering memberi kita <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8421077/">indikasi yang baik</a> tentang kemungkinan lonjakan COVID.</p>
<p>Munculnya varian COVID baru yang terus berlanjut menunjukkan bahwa virus tersebut masih sangat eksis di sekitar kita, bahkan berkembang pesat. Saat negara-negara di belahan bumi utara memasuki musim dingin, kita perlu mengawasi potensi munculnya varian baru lainnya, dan dengan cermat mengamati bagaimana mereka berperilaku.</p>
<p>Kita juga membutuhkan penelitian yang bisa menguji seberapa baik <a href="https://theconversation.com/covid-vaccine-how-the-new-bivalent-booster-will-target-omicron-188840">vaksin bivalen</a> baru – yang menargetkan omicron bersama strain asli SARS-CoV-2 – dapat bekerja melawan BQ.1 dan BQ.1.1.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194179/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Manal Mohammed tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tidak ada bukti bahwa BQ.1 terkait dengan penyakit yang lebih parah dari BA.4 dan BA.5.Manal Mohammed, Senior Lecturer, Medical Microbiology, University of WestminsterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1899702022-09-08T02:49:26Z2022-09-08T02:49:26ZVaksin COVID yang lebih baik sedang dalam proses. Apa yang mereka lakukan? Dan teknologi apa yang mungkin kita lihat nanti?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/482933/original/file-20220906-25-omytfy.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Unsplash/CDC</span></span></figcaption></figure><p>Regulator di <a href="https://www.tga.gov.au/news/media-releases/tga-provisionally-approves-moderna-bivalent-covid-19-vaccine-use-booster-dose-adults">Australia</a> dan <a href="https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/coronavirus-covid-19-update-fda-authorizes-moderna-pfizer-biontech-bivalent-covid-19-vaccines-use">Amerika Serikat</a> minggu lalu menyetujui <em>booster</em> atau vaksin dosis penguat khusus Omicron, menyusul <a href="https://www.bbc.com/news/health-62548336">Inggris</a> yang menyepakatinya pada pertengahan Agustus.</p>
<p>Di Australia, <em>booster</em> Moderna Omicron untuk sementara telah disetujui untuk digunakan pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas. Persediaan vaksin ini diharapkan tiba dalam <a href="https://www.tga.gov.au/news/media-releases/tga-provisionally-approves-moderna-bivalent-covid-19-vaccine-use-booster-%20dosis-dewasa">minggu-minggu mendatang</a>, namun Kelompok Penasihat Teknis Australia untuk Imunisasi (ATAGI) belum memberi tahu pemerintah tentang bagaimana vaksin akan digunakan.</p>
<p>Jadi apa yang baru tentang <em>booster</em> Omicron? Dan kemajuan teknologi vaksin seperti apa yang akan kita lihat selanjutnya?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-vaccine-how-the-new-bivalent-booster-will-target-omicron-188840">COVID vaccine: how the new 'bivalent' booster will target omicron</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa kita membutuhkan vaksin baru?</h2>
<p>Vaksin COVID saat ini akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pencapaian terbesar ilmu kedokteran. Dikembangkan dengan kecepatan tinggi – tanpa mengabaikan langkah-langkah biasa untuk memastikan keamanan dan kemanjuran – vaksin ini secara signifikan menurunkan risiko penyakit parah dan kematian.</p>
<p>Tapi mereka kurang efektif dalam mengurangi infeksi. <em>Booster</em> yang disuntikkan berkali-kali diperlukan untuk melindungi dari sub-varian baru. Ini karena protein <em>spike</em>, yang menjadi target vaksin, telah berubah. Dan seiring waktu, perlindungan kita berkurang karena kekebalan yang menurun.</p>
<h2>Apa saja vaksin spesifik Omicron?</h2>
<p>Sebagian besar produsen vaksin COVID yang disetujui mulai membuat <em>booster</em> yang menargetkan varian sebelumnya, sejauh tahap Alpha. Tapi sampai Omicron, vaksin penguat khusus varian ini tidak menawarkan keuntungan signifikan dibandingkan vaksin yang menargetkan strain asli, atau Wuhan.</p>
<p><em>Booster</em> Omicron yang baru menggabungkan dua target berbeda dalam satu vaksin, yang dikenal sebagai vaksin bivalen. Ini memberikan perlindungan silang yang lebih luas – terhadap varian yang beredar saat ini tapi mungkin juga terhadap varian pada masa mendatang.</p>
<p><em>Booster</em> pertama ini, diproduksi oleh Moderna, menargetkan sub-varian BA.1 Omicron, selain strain asli atau Wuhan. <em>Booster</em> ini juga memberikan perlindungan terhadap BA.4 dan BA.5. Vaksin ini telah disetujui di <a href="https://www.bbc.com/news/health-62548336">Inggris Raya</a>, <a href="https://www.tga.gov.au/news/media-releases/tga%20-provisionally-approves-moderna-bivalent-covid-19-vaccine-use-booster-dose-adults">Australia</a> dan <a href="https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/coronavirus-covid-%2019-update-fda-authorizes-moderna-pfizer-biontech-bivalent-covid-19-vaccines-use">AS</a>.</p>
<p>AS juga telah menyetujui penguat bivalen Pfizer, yang <a href="https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/coronavirus-covid-19-update-fda-authorizes-moderna-pfizer-biontech%20-bivalent-covid-19-vaccines-use">menargetkan</a> <em>spike</em> BA.4/BA.5 serta strain aslinya.</p>
<h2>Teknologi vaksin apa yang mungkin kita lihat selanjutnya?</h2>
<p>Para ilmuwan sedang bekerja untuk mengembangkan vaksin COVID yang:</p>
<ul>
<li><p>menawarkan perlindungan yang lebih tahan lama</p></li>
<li><p>melindungi dari varian dan sub-varian baru</p></li>
<li><p>memberikan tingkat perlindungan yang sama dari dosis tunggal</p></li>
<li><p>tidak memerlukan pembekuan atau pendinginan, dan yang memiliki umur simpan yang lama</p></li>
<li><p>memberikan respons yang kuat dari dosis bahan aktif yang lebih rendah.</p></li>
</ul>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/nose-sprays-needle-free-patches-durable-immunity-towards-the-next-generation-of-covid-vaccines-170861">Nose sprays, needle-free patches, durable immunity: towards the next generation of COVID vaccines</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Lebih dari <a href="https://www.who.int/publications/m/item/draft-landscape-of-covid-19-candidate-vaccines">120 vaksin COVID potensial</a> sedang dalam uji klinis. Berikut adalah beberapa perbaikan yang sedang mereka kerjakan.</p>
<p><strong>Perlindungan yang lebih kuat terhadap varian baru</strong></p>
<p>Sebagian besar vaksin yang disetujui sejauh ini menargetkan seluruh protein <em>spike</em>. Tapi banyak vaksin yang sedang dikembangkan secara khusus menargetkan bagian protein <em>spike</em> yang mengikat reseptor yang sesuai pada sel kita. Ini cenderung tidak berubah daripada bagian lain dari protein <em>spike</em>, memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap varian baru.</p>
<p>Kandidat vaksin yang menggunakan pendekatan ini termasuk <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html?">Icosavax</a> dan satu dari <a href="https://www.nature.com/articles/s41541-021-00393-6/tables/2">Serum Institute of India</a>.</p>
<p><strong>Penyimpanan lebih mudah</strong></p>
<p>Vaksin berbasis DNA mirip dengan vaksin mRNA (Pfizer dan Moderna) tapi lebih stabil terhadap suhu, membuatnya lebih mudah untuk diangkut dan disimpan. Salah satu vaksin tersebut, dibuat oleh produsen <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html?">Zydus</a>, telah menerima otorisasi penggunaan darurat di India dan disuntikkan ke kulit. Lainnya, oleh <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html?">Inovio</a>, sedang menjalani uji coba fase tiga.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1433834299715883008"}"></div></p>
<p><strong>Respon imun yang lebih baik dari dosis yang lebih rendah</strong></p>
<p>Dengan vaksin COVID saat ini, tubuh diberikan instruksi untuk membuat protein lonjakan, atau mengirim protein lonjakan itu sendiri. Vaksin tidak dapat mereplikasi atau memperbanyak diri. Vaksin yang dapat bereplikasi memiliki potensi untuk menghasilkan respons imun yang lebih kuat atau respons yang cukup kuat dari dosis yang lebih rendah.</p>
<p><strong>Vaksin anti-varian</strong></p>
<p>Akhirnya, banyak vaksin yang sedang dikembangkan memiliki target ambisius untuk melindungi dari semua virus corona atau vaksin yang pada dasarnya tahan terhadap varian-variannya. Meski sejauh ini belum tercapai untuk keluarga virus yang serupa, ada banyak kandidat yang menjanjikan.</p>
<p>Banyak yang mengandalkan penggabungan antigen dari berbagai bagian virus atau bahkan beberapa virus corona. Lainnya menggabungkan beberapa domain pengikat reseptor (berpotensi memungkinkan vaksin untuk memberikan respon imun yang lebih luas terhadap berbagai varian) dengan teknologi inovatif lainnya.</p>
<p>Salah satu cara untuk memberikan vaksin adalah melalui <a href="https://www.theage.com.au/national/nasal-vaccines-could-snuff-out-covid-but-the-hurdles-are-not-to-%20be-sneezed-at-20220818-p5bars.html">hidung</a>, yang dikenal sebagai vaksinasi intranasal. Alih-alih menyuntikkan, Anda menghirupnya.</p>
<p>Memberikan vaksin melalui rute yang sama dengan masuknya virus memiliki <a href="https://www.science.org/doi/10.1126/sciimmunol.add9947">potensi</a> untuk menghasilkan respons yang lebih mampu untuk menghentikan virus masuk di tempat asal.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1561292777970958336"}"></div></p>
<p>Salah satu keterbatasan utama vaksin hidung adalah mendapatkan respons imun yang cukup kuat agar efektif. Namun ada banyak kandidat yang berprospek, termasuk yang sedang saya kerjakan.</p>
<p>Vaksin yang diberikan melalui kulit juga merupakan area yang menjanjikan. Selain vaksin DNA yang disuntikkan ke dalam kulit, vaksin lain sedang dikembangkan menggunakan vaksin yang dilapisi pada tambalan, yang pada dasarnya terbuat dari jarum mikroskopis. Ini lebih mudah untuk dikelola.</p>
<p>Ini mungkin juga memiliki beberapa keuntungan dalam hal respons imun dan kemampuannya untuk disimpan pada suhu kamar. Salah satu vaksin yang terlihat menjanjikan telah dikembangkan oleh kelompok yang berasal dari <a href="https://www.uq.edu.au/news/article/2022/07/covid-vaccine-patch-fights-variants-better-needles">University of Queensland</a>.</p>
<p>Terakhir, <a href="https://cosmosmagazine.com/health/covid/next-gen-covid-19-vaccines/">vaksin oral</a> yang Anda minum juga sedang dikembangkan. Meskipun berpotensi menjadi metode administrasi yang paling nyaman, metode ini juga merupakan salah satu tantangan besar dalam hal mendapatkan respons yang cukup kuat untuk efek yang diperlukan.</p>
<p>Sementara hingga lima vaksin dalam pengembangan sedang menjajaki cara pemberian ini, termasuk satu yang saya terlibat di dalamnya, mereka berada dalam fase uji klinis yang relatif awal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/a-covid-19-vaccine-may-come-without-a-needle-the-latest-vaccine-to-protect-without-jabbing-146564">A COVID-19 vaccine may come without a needle, the latest vaccine to protect without jabbing</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/189970/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Paul Griffin is affiliated with The University of Queensland, Nucleus network and Mater research where he has been the principal investigator on 8 COVID-19 vaccine studies and also serves on the advisory boards of AstraZeneca, MSD, Pfizer (covid therapy) and GSK and has received speaker honoraria from AstraZeneca, Seqirus, Novartis and Gilead.</span></em></p>Banyak vaksin yang sedang dikembangkan memiliki target ambisius untuk melindungi dari semua virus corona atau vaksin yang pada dasarnya tahan terhadap varian.Paul Griffin, Associate Professor, Infectious Diseases and Microbiology, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1714522021-11-10T03:11:25Z2021-11-10T03:11:25ZMolnupiravir, obat oral untuk COVID sedang diuji pada manusia, seberapa efektif kerjanya?<p>Terlepas dari efektivitas vaksin, kita masih membutuhkan obat untuk mengobati COVID-19. Bahkan orang-orang yang telah menerima dua dosis vaksin masih punya kemungkinan kecil terjangkit COVID dan berakhir dengan <a href="https://blogs.bmj.com/bmj/2021/08/25/significant-proportions-of-people-admitted-to-hospital-or-dying-from-covid-19-in-england-are-vaccinated-this-doesnt-mean-the-vaccines-dont-work/">sakit sedang atau bahkan parah</a>. Obat untuk COVID memang ada, tapi akses terhadapnya hanya tersedia lewat rumah sakit.</p>
<p>Satu obat menjanjikan yang dapat memperbaiki keadaan adalah molnupiravir, sebuah antivirus yang sedang memasuki tahap akhir pengujian pada manusia. Para peneliti berharap molnupiravir dapat digunakan untuk mengobati dan mencegah COVID. Yang menjadi poin penting adalah molnupiravir dapat diminum sebagai pil – artinya, untuk mendapatkannya, orang tidak perlu dirawat di rumah sakit.</p>
<p>Obat ini melemahkan kemampuan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID, untuk melipatgandakan dirinya. Obat ini bekerja dengan meniru salah satu blok bangunan materi genetik virus. Ketika virus bereproduksi, ia membuat salinan baru dari RNA-nya, dan obat itu akhirnya dimasukkan ke dalamnya.</p>
<p>Ketika virus kemudian bereproduksi, molnupiravir menyebabkan mutasi menumpuk di RNA virus yang meningkat setiap kali melipatgandakan diri. Akhirnya, ini menyebabkan “<a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11371613/">bencana</a>” bagi virus saat mutasi yang berlebihan membuat virus tidak dapat bereproduksi sama sekali, dan akhirnya mati.</p>
<h2>Seberapa efektif obat ini bekerja?</h2>
<p>Sejauh ini, sebuah percobaan kecil melakukan tinjauan efek molnupiravir pada 202 pasien COVID, yang tidak dirawat di rumah sakit, yang mulai mengalami gejala. Peserta secara acak diberi jatah untuk menerima molnupiravir atau plasebo, dengan dosis antivirus yang berbeda.</p>
<p>Hasil uji coba telah diterbitkan sebagai pracetak <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8219109/">(<em>preprint</em>)</a>, artinya, hasil itu belum ditinjau secara resmi oleh ilmuwan lain. Namun, uji coba menunjukkan bahwa setelah tiga hari pengobatan, virus SARS-CoV-2 yang menular, secara signifikan lebih jarang ditemukan pada pasien yang memakai 800mg molnupiravir (2%) dibandingkan dengan mereka yang memakai plasebo (17%).</p>
<p>Pada hari kelima, virus tidak terdeteksi pada pasien yang menerima 400mg atau 800mg molnupiravir, tapi masih ditemukan pada 11% dari mereka yang memakai plasebo. Oleh karena itu, percobaan menunjukkan bahwa molnupiravir dapat mengurangi dan menghilangkan infeksi SARS-CoV-2 pada pasien dengan COVID ringan. </p>
<p>Ini menunjukkan bahwa molnupiravir mempercepat pembersihan virus, dan menjadi bukti bahwa obat ini bisa berguna tidak hanya untuk mengobati COVID tapi juga mengurangi kemungkinan penyebarannya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A medical worker attending a COVID-19 patient in intensive care" src="https://images.theconversation.com/files/422612/original/file-20210922-19-rqik7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/422612/original/file-20210922-19-rqik7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/422612/original/file-20210922-19-rqik7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/422612/original/file-20210922-19-rqik7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/422612/original/file-20210922-19-rqik7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/422612/original/file-20210922-19-rqik7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/422612/original/file-20210922-19-rqik7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Setelah bekerja pada pasien COVID-19 ringan, pertanyaan berikutnya adalah apakah molnupiravir dapat membantu mereka yang sakit parah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/collapsing-bed-situation-corona-virus-patients-1851572761">faboi/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tapi untuk mengetahui seberapa bermanfaatnya, kita perlu melihat apa yang terjadi dalam uji coba lebih lanjut. Molnupiravir saat ini <a href="https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04405739">juga sedang dinilai</a> dalam uji coba pasien COVID yang baru dirawat di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengobatan molnupiravir dini dapat mengurangi waktu yang diperlukan untuk pasien dengan COVID yang parah untuk membersihkan virus. Namun sejauh ini, belum ada hasil yang diungkapkan.</p>
<p><a href="https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04575597">Sebuah percobaan</a> lebih besar dengan 1.850 peserta kini meninjau untuk melihat apakah molnupiravir lebih baik daripada plasebo dalam mencegah penyakit serius dan kematian pada pasien COVID dewasa yang tidak dirawat di rumah sakit. Dan <a href="https://www.pmlive.com/pharma_news/mercks_anti-covid_drug_molnupiravir_moves_to_phase_3_for_prevention_1376132">percobaan</a> fase 3 (tahap akhir pengujian pada manusia) sekarang merekrut peserta – di 17 negara berbeda – untuk meninjau apakah pengobatan molnupiravir dini pada pasien positif COVID mencegah orang lain yang tinggal di rumah yang sama dari infeksi. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33273742/">Penelitian sebelumnya</a> telah menunjukkan molnupiravir, dengan cara ini, dapat menghentikan penyebaran SARS-CoV-2 pada sekawanan musang.</p>
<p>Jika uji coba ini menghasilkan kinerja yang baik, dampak molnupiravir bisa sangat besar. Mengingat beratnya penyakit yang dapat disebabkan oleh SARS-CoV-2, antivirus yang efektif akan menjadi senjata berharga untuk dimiliki dalam persenjataan klinis kita – terutama jika molnupiravir terus bertindak secepat sebagaimana kita lihat dalam pengujian. Pasien yang menderita COVID dapat sangat mudah mengalami kritis mendadak.</p>
<p>Karena obat ini dapat dikonsumsi secara oral maka akan sangat membantu dan mudah digunakan pada tahap awal infeksi sebab mudah diakses meski di luar rumah sakit. Selain itu, molnupiravir dapat diproduksi dalam jumlah besar dan tidak memerlukan transportasi dingin. Vaksin dan tindakan fisik untuk mengendalikan penyebaran virus masih akan menjadi taktik utama untuk mengelola COVID, tapi obat ini dapat melengkapi keduanya.</p>
<h2>Dari mana asalnya?</h2>
<p>Mengembangkan obat antivirus biasanya <a href="https://theconversation.com/developing-antiviral-drugs-is-not-easy-heres-why-159512">membutuhkan waktu lama</a>. Faktanya, molnupiravir baru tersedia 18 bulan setelah pandemi, karena molnupiravir tidak dikembangkan secara khusus untuk COVID. Ini adalah antivirus spektrum luas - yang berarti dapat digunakan untuk melawan berbagai macam virus. Pengembangannya dimulai pada 2013 di Emory University di AS.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A woman with a viral infection blowing her nose" src="https://images.theconversation.com/files/422653/original/file-20210922-27-5i166q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/422653/original/file-20210922-27-5i166q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/422653/original/file-20210922-27-5i166q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/422653/original/file-20210922-27-5i166q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/422653/original/file-20210922-27-5i166q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/422653/original/file-20210922-27-5i166q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/422653/original/file-20210922-27-5i166q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Karena cara kerjanya, molnupiravir adalah obat yang menjanjikan untuk sejumlah penyakit yang disebabkan oleh virus RNA.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/sick-young-woman-sitting-on-sofa-1398519653">Dragana Gordic/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Fokusnya kemudian adalah menemukan obat antivirus untuk pengobatan infeksi virus radang otak, ancaman utama bagi kesehatan masyarakat manusia dan hewan di Amerika. Dalam pengembangan, obat ini awalnya dikenal sebagai EIDD-1931. Pengujian luas mengonfirmasi bahwa obat ini mampu menghambat beberapa virus RNA untuk berlipat ganda, termasuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7568909/">virus influenza</a>, beberapa <a href="https://journals.asm.org/doi/10.1128/JVI.01348-19">virus corona</a> dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29891600/">virus inveksi saluran pernapasan</a>.</p>
<p>Namun, ketika EIDD-1931 diberikan secara oral kepada monyet, obat ini dengan cepat dimetabolisme dalam tubuh hewan itu sehingga turun aktivitas antivirusnya. Untuk mengatasi hal ini, para ilmuwan menciptakan obat tidak aktif (dikenal sebagai <em>prodrug</em>) yang kemudian diubah menjadi obat aktif di dalam tubuh. Prodrug EIDD-1931 adalah molnupiravir.</p>
<p>Awalnya, pengembang molnupiravir mengajukan permohonan izin kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS untuk mengujinya pada manusia sebagai pengobatan untuk influenza musiman. Namun, setelah COVID muncul, dan molnupiravir <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32253226/">terbukti memiliki efek</a> terhadap SARS-CoV-2, permintaan diajukan untuk mengujinya pada COVID. Suatu hari nanti, mungkin saja obat ini bisa digunakan untuk mengobati sejumlah penyakit yang berbeda.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/171452/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Peter Barlow menerima dana dari Dewan Riset Medis untuk beberapa proyek, tulisan ini tidak terkait oleh hal itu. Ia sebelumnya juga menerima dana dari Chief Scientist Office (Skotlandia) pada sebuah proyek untuk menyelidiki peptida pertahanan inang sebagai terapi untuk infeksi rhinovirus (ETM/389). Ia kini menjabat sebagai ketua British Society for Immunology Inflammation Affinity Group.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Filipa Henderson Sousa tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Obat molnupiravir menunjukkan lampu hijau dalam mengatasi penyebaran COVID-19.Filipa Henderson Sousa, Postdoctoral Research Fellow in Infectious Diseases, Edinburgh Napier UniversityPeter Barlow, Professor of Immunology and Infection, Edinburgh Napier UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1671102021-09-07T03:02:35Z2021-09-07T03:02:35ZPeran meta-analisis dalam riset medis: khasiat ivermectin pada pasien COVID belum pasti<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/419535/original/file-20210906-27-1u2w4f6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan menyuntik vaksin COVID-19 pada pemuda di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, 6 September 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1630903807">ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/hp</a></span></figcaption></figure><p>Di tengah puncak pandemi COVID-19 di Indonesia pada Juni lalu, <a href="https://www.kompas.tv/article/185978/ivermectin-yang-diperkenalkan-erick-thohir-ternyata-obat-cacing">Menteri BUMN Erick Thohir tiba-tiba mempromosikan ivermectin</a> sebagai obat untuk COVID-19. </p>
<p>Ivermectin, obat anti-parasit untuk penyakit seperti cacingan, kudis, dan kutu kepala merupakan obat keras yang konsumsinya wajib disertai resep dokter. </p>
<p>Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kemudian membuat <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/136/PENJELASAN-BADAN-POM-RI-Tentang-Informasi-Penggunaan-Ivermectin.html">klarifikasi</a> <a href="https://tekno.tempo.co/read/1479478/studi-pendukung-ivermectin-untuk-covid-19-dan-argumen-penentangnya">tidak merekomendasikan </a>obat tersebut untuk pasien COVID karena belum kuatnya bukti ilmiah.</p>
<p>Pendapat berbeda bukan hanya di kalangan pejabat dan lembaga publik, tapi juga di dunia riset. Satu studi – sebuah meta-analisis – di <a href="https://journals.lww.com/americantherapeutics/fulltext/2021/08000/ivermectin_for_prevention_and_treatment_of.7.aspx">The American Journal of Therapeutics</a> menyatakan adanya manfaat klinis nyata dari ivermectin untuk COVID-19. Namun, <a href="https://academic.oup.com/cid/advance-article/doi/10.1093/cid/ciab591/6310839?ltclid=&casa_token=noNoadKBLuMAAAAA:s_zvPyoPYppRkHBvK2txwJjpF7lZCnDaTUg9h1xrG1vt9mOKWHOHWkUUOpy4NRFwejcZaCbByR0d-Rw">meta-analisis lainnya</a> tidak menemukan manfaat ivermectin dan masih perlu data dan uji klinis lebih lanjut. </p>
<p>Mengapa studi-studi meta-analisis ini hasilnya bertentangan?</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/419701/original/file-20210907-27-1cs8btj.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/419701/original/file-20210907-27-1cs8btj.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=409&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/419701/original/file-20210907-27-1cs8btj.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=409&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/419701/original/file-20210907-27-1cs8btj.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=409&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/419701/original/file-20210907-27-1cs8btj.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=514&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/419701/original/file-20210907-27-1cs8btj.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=514&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/419701/original/file-20210907-27-1cs8btj.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=514&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">WHO tidak merekomendasikan obat ini untuk pasien COVID-19.</span>
<span class="attribution"><span class="source">HJBC/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Meta-analisis dan kegunaanya</h2>
<p>Meta-analisis adalah metode statistik yang berupaya menggabungkan secara kuantitatif temuan dari beberapa studi untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih kuat dan lengkap. Meta-analisis mengoptimalkan data kumulatif tanpa perlu menunggu pengumpulan data ulang melalui uji klinis baru berskala besar. </p>
<p>Dalam ranah kedokteran, uji klinis dengan jumlah relawan kecil hingga sedang (misalnya puluhan–ratusan) lebih jamak ditemui. Akibatnya, temuan studi seringkali belum final dan bisa bertentangan satu sama lain.</p>
<p>Idealnya, meta-analisis diawali dengan telaah sistematik dari literatur yang sudah ada. Kemudian, studi-studi yang memenuhi syarat akan dievaluasi kualitas metodenya. Temuan dari studi-studi dengan kualitas baik kemudian akan dirangkum dengan meta-analisis.</p>
<p><a href="https://www.google.co.id/books/edition/Bad_Science/Gv1NQubrGNIC?hl=en&gbpv=0">Sederhananya</a>, bila saat ini terdapat 10 uji klinis yang metodenya serupa dan relevan, masing-masing melibatkan 500 relawan, maka meta-analisis mampu melebur 10 temuan uji klinis tersebut dalam satu model statistik. Sehingga diperoleh temuan baru seperti satu uji klinis yang telah mengikutsertakan sekitar 10 × 500 = 5.000 relawan. </p>
<p>Salah satu contoh klasik meta-analisis yang diperkirakan telah banyak menyelamatkan nyawa ialah <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/j.1471-0528.1990.tb01711.x">studi pemberian steroid</a> pada ibu hamil untuk membantu pematangan paru-paru dari bayi yang lahir prematur. Meta-analisis sudah mendeteksi ini kurang lebih 10 tahun lebih awal dibanding saat diadopsi ke dalam <a href="https://consensus.nih.gov/1994/1994antenatalsteroidperinatal095html.htm">pedoman pengobatan</a> pada 1994. </p>
<h2>Meta-analisis ivermectin pada COVID-19</h2>
<p>Bermula dari temuan awal <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0166354220302011">studi laboratorium</a> yang mengindikasikan adanya khasiat ivermectin pada COVID-19, obat ini mulai diteliti lebih jauh hingga tahap uji klinis. </p>
<p>Temuan-temuan ini kemudian disintesis secara komprehensif dalam meta-analisis agar ditemukan kesimpulan terbaik mengenai efek ivermectin (apakah bermanfaat atau justru merugikan) pada pasien COVID-19.</p>
<p>Publikasi meta-analisis ivermectin pun kemudian menjamur. </p>
<p>Beberapa menyebut ivermectin bermanfaat, sebagian lain menyimpulkan efeknya belum pasti dan masih perlu data dan uji klinis lebih lanjut. <a href="https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD015017.pub2/full">Inkonsistensi hasil studi ini</a> disebabkan oleh perbedaan (1) karakteristik studi yang diikutsertakan, (2) penilaian kualitas metode studi, (3) definisi luaran klinis, hingga (4) metode meta-analisis yang digunakan.</p>
<p>Salah satu yang marak dibicarakan adalah meta-analisis dari <a href="https://journals.lww.com/americantherapeutics/fulltext/2021/08000/ivermectin_for_prevention_and_treatment_of.7.aspx">Andrew Bryant dan koleganya di Inggris yang mengikutsertakan 15 uji klinis</a> dengan total 2.438 relawan pasien COVID-19. </p>
<p>Dalam meta-analisis ini, peneliti menyimpulkan ivermectin mampu menekan risiko kematian akibat COVID-19 hingga 62% (interval kepercayaan 95%: 27–81%). </p>
<p>Jika estimasi ini valid, efek sedemikian besar pada angka kematian dapat menjadikan ivermectin salah satu “keajaiban” selama pandemi COVID-19. </p>
<p>Namun, kembali kami tekankan, kualitas meta-analisis bertumpu pada kualitas studi-studi yang terlibat di dalamnya. </p>
<p>Belakangan, salah satu uji klinis oleh Elgazzar dari Universitas Benha, Mesir dan koleganya yang mendasari meta-analisis di atas ditarik karena <a href="https://www.theguardian.com/science/2021/jul/16/huge-study-supporting-ivermectin-as-covid-treatment-withdrawn-over-ethical-concerns?CMP=Share_iOSApp_Other">permasalahan etik</a>. Ada dugaan kuat terjadi <a href="https://steamtraen.blogspot.com/2021/07/Some-problems-with-the-data-from-a-Covid-study.html">rekayasa data</a> dan <a href="https://grftr.news/why-was-a-major-study-on-ivermectin-for-covid-19-just-retracted/">plagiasi</a>. </p>
<p>Elgazzar memperkirakan bahwa pemberian ivermectin, dibanding placebo (obat kosong) menurunkan risiko kematian sekitar 90%. Sebagai salah satu studi dengan ukuran sampel yang paling besar (400 relawan) maka uji klinis ini diberi bobot lebih besar. Dengan demikian, banyak mempengaruhi atau “menarik” hasil meta-analisis cenderung bias ke arah manfaat ivermectin.</p>
<p>Apakah studi tersebut dapat dipercaya dan layak diikutkan dalam meta-analisis? Ketika meta-analisis Bryant tidak mengikutsertakan studi yang dinilai berisiko bias tinggi, ternyata efek protektif ivermectin untuk <a href="https://twitter.com/GidMK/status/1416290819565244424">risiko kematian COVID-19 tak lagi konklusif</a>. </p>
<p>Akibat skandal ini, <a href="https://retractionwatch.com/2021/08/10/ivermectin-meta-analysis-to-be-retracted-revised-say-authors/">Bryant pun akan menarik</a> publikasi meta-analisisnya dan merevisinya.</p>
<p>Sejauh ini, bukti untuk mendukung penggunaan ivermectin masih belum cukup kuat dan uji klinis yang dirancang dengan baik dan sampel yang cukup masih perlu dilakukan. </p>
<p>Sebuah uji klinis yang berfokus pada negara berpendapatan rendah dan menengah: <a href="https://www.togethertrial.com/">TOGETHER Trial</a> tidak menemukan efek signifikan penggunaan ivermectin kepada risiko perawatan panjang di unit gawat darurat dan masuk rumah sakit. Contoh studi lain yang sedang berjalan adalah <a href="https://www.principletrial.org/">PRINCIPLE Trial</a> yang dipimpin oleh University of Oxford. </p>
<h2>Kelemahan meta-analisis</h2>
<p>Laiknya semua metode ilmiah, meta-analisis juga memiliki titik lemah.</p>
<p>Pertama, kualitas temuan yang dilahirkan meta-analisis tentu sangat bergantung pada kualitas studi-studi dan data yang mendasarinya. Jika data dan metode studinya kualitasnya kurang baik, begitupun hasilnya. </p>
<p>Subjektivitas peneliti dalam memberi nilai seberapa baik suatu studi pun kerap menjadi sebab beberapa meta-analisis menemukan hasil yang bertentangan.</p>
<p>Ada potensi <em>cherry-picking</em>, mengambil hasil-hasil yang menguntungkan saja, dengan mengikutsertakan studi-studi yang mendukung hipotesis peneliti saja dan mengabaikan yang tidak sependapat. </p>
<p>Ada pula potensi <a href="https://catalogofbias.org/biases/publication-bias/">bias publikasi</a> yakni kans suatu studi terpublikasi yang dipengaruhi oleh temuan studi itu sendiri, apakah “menarik” atau tidak. </p>
<p>Solusinya, pengerjaan meta-analisis optimalnya dibarengi dengan <em>systematic review</em>. Termasuk di dalamnya tahap telaah kualitas studi agar studi dengan kualitas rendah tidak ikut mempengaruhi hasil meta-analisis. Pelaporan <em>systematic review</em> dan meta-analisis pun harus rinci dan transparan.</p>
<p>Untuk memahami sebuah studi meta-analisis dibutuhkan keahlian dan pengalaman, sehingga berbagai titik lemah ini dapat sepenuhnya dievaluasi sesuai konteks.</p>
<p><a href="https://www.who.int/news-room/feature-stories/detail/who-advises-that-ivermectin-only-be-used-to-treat-covid-19-within-clinical-trials">Organisasi Kesehatan Dunia</a> dan <a href="https://www.fda.gov/consumers/consumer-updates/why-you-should-not-use-ivermectin-treat-or-prevent-covid-19">Administrasi Obat dan Pangan Amerika Serikat</a> merekomendasikan penggunaan ivermectin hanya dalam konteks uji klinis. Ini senada dengan rekomendasi <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210629124752-20-660753/idi-tak-rekomendasi-obat-ivermectin-untuk-pasien-covid-19">Ikatan Dokter Indonesia</a> dan <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/29/133100023/ivermectin-dapat-izin-uji-klinik-bpom-untuk-obat-covid-19-bolehkah-pasien?page=all">BPOM</a>. </p>
<p>Artinya saat ini, penggunaan ivermectin dalam praktik pengobatan COVID-19 sehari-hari tidak dianjurkan. </p>
<p>Namun, ivermectin masih sempat beredar bebas di situs-situs <em>e-commerce</em> sehingga memudahkan penggunaan yang tidak diawasi oleh petugas medis. Penggunaan obat yang belum terbukti, apalagi tidak dalam pengawasan dokter, dapat berakibat buruk dengan <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5615856/awas-ivermectin-obat-keras-ini-efek-samping-kalau-dipakai-sembarangan">berbagai efek samping</a>.</p>
<p>Jika biaya yang digunakan untuk memperoleh ivermectin dibebankan ke sistem jaminan kesehatan masyarakat, hal ini akan mengalihkan sumber daya yang seharusnya dapat digunakan untuk obat-obatan lain yang telah terbukti efektif. Orang-orang yang membutuhkan ivermectin untuk penyakit lain juga bisa kesulitan mendapatkannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167110/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika biaya yang digunakan untuk memperoleh ivermectin dibebankan ke JKN, hal ini akan mengalihkan sumber daya yang seharusnya dapat digunakan untuk obat-obatan lain yang telah terbukti efektif.Kartika Saraswati, DPhil Student in Clinical Medicine, Centre for Tropical Medicine and Global Health, Nuffield Department of Medicine, University of OxfordIhsan Fadilah, Applied Statistician, Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1638852021-07-21T05:28:39Z2021-07-21T05:28:39ZObat untuk COVID-19 makin langka dan mahal, ini dampaknya bagi pasien<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/411817/original/file-20210719-23-qqdadu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Polisi memeriksa penjualan obat untuk pasien COVID-19 di apotek di Blitar, Jawa Timur, 7 Juli 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1625648433">ANTARA FOTO/Irfan Anshori/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Di tengah makin cepat melonjaknya <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">kasus COVID-19 dalam dua bulan terakhir</a> di Indonesia, obat-obat untuk pasien terinfeksi virus corona <a href="https://www.jawapos.com/kesehatan/09/07/2021/obat-obatan-terapi-covid-19-makin-langka-dan-mahal/">makin langka dan mahal</a>. </p>
<p>Bukan hanya pasien yang menghadapi masalah tersebut tapi juga dokter. Saya sebagai dokter keluarga yang menjalankan praktik <a href="http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Perkonsil_65_tahun_2019.pdf">sehari-hari di layanan primer</a> di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, juga kesulitan mendapatkan obat untuk pasien-pasien COVID yang saya tangani. </p>
<p>Masalah obat langka ini bukan hanya mengancam keselamatan pasien, tapi juga akan makin memperpanjang masa pandemi. Sebab orang-orang yang terinfeksi tidak segera sembuh sehingga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7235598/">berisiko memperparah atau menularkan pada orang lain</a>. </p>
<h2>Obat yang biasa untuk pasien COVID</h2>
<p>Selama setahun terakhir klinik saya melayani juga pasien-pasien COVID 19, memeriksa status sakit mereka baik melalui skrining antibodi, antigen maupun pengambilan sample PCR. </p>
<p>Kepada pasien yang <a href="https://www.kemkes.go.id/article/print/20101700001/begini-alur-pelayanan-pasien-covid-19.html">positif dan bergejala ringan</a>, kami membantu memantau mereka menjalani isolasi mandiri di rumah, baik secara <em>video call</em> maupun kunjungan rumah. </p>
<p>Dalam pemantauan sehari-hari, klinik juga memberikan pengobatan rutin sesuai pedoman yang diberikan oleh kementerian kesehatan. Misalnya, <a href="https://www.alodokter.com/oseltamivir">oseltamivir</a> untuk antivirus, yang jelas merupakan obat utama dalam mengatasi infeksi oleh virus. </p>
<p>Pedoman tersebut juga menganjurkan <a href="https://covid19.go.id/p/protokol/pedoman-pencegahan-dan-pengendalian-coronavirus-disease-covid-19-revisi-ke-5">pemberian azitromisin</a>. Obat ini sebenarnya tergolong antibiotik yang berguna untuk melawan bakteri. Namun azitromisin <a href="https://www.papdi.or.id/download/983-pedoman-tatalaksana-covid-19-edisi-3-desember-2020">direkomendasikan</a> kepada pasien COVID 19 yang sebenarnya disebabkan virus, dengan pemikiran untuk mencegah terjadinya perburukan oleh infeksi sekunder bakteri.</p>
<p>Sejak akhir Juni klinik kami mulai kesulitan meresepkan obat-obatan tersebut karena obat tidak ada. Pasien-pasien mengirim pesan melalui WhatsApp atau menelepon minta supaya saya membantu mencarikan. Bahkan saya menyarankan mereka mencari di aplikasi online. Harga melonjak tajam, dari yang sekitar Rp 200 ribu per <em>strip</em>, naik mendekati Rp 500 ribu-an. Itu pun barangnya tidak ada. </p>
<p>Apa yang terjadi? Selain berlaku hukum pasar, tampaknya tidak ada pengawasan dari otoritas pengawas obat (BPOM) untuk harga obat ini. Padahal di setiap kemasan obat ada tertulis HET (harga eceran tertinggi). Harga obat ini ditetapkan dari beberapa komponen, yaitu bahan baku, biaya pengolahan, biaya kemasan, biaya distribusi, biaya pemasaran serta biaya administrasi. </p>
<h2>Naik dalam sepekan jelas tidak wajar</h2>
<p>Indonesia mengimpor bahan-bahan aktif dari luar negeri untuk diolah menjadi obat-obat sediaan jadi di pabrik obat. Biaya bahan baku menyumbang <a href="http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/BPK/article/view/2051/1232">sekitar 25%-30% </a> dari beban produksi keseluruhan. </p>
<p>Kenaikan harga suatu obat seperti azitromisin dua kali lipat dalam satu minggu tidak wajar. Hanya selisih satu minggu kemungkinan besar obat yang beredar adalah obat yang tanggal produksi yang sama. Seharusnya tidak ada perbedaan biaya produksi dan komponen-komponen biaya lainnya.</p>
<p>Kalau pun ada perbedaan tanggal produksi, hampir mustahil ada perbedaan biaya pengolahan. Tidak ada kenaikan harga listrik dan bahan bakar minyak yang mempengaruhi kenaikan biaya produksi dan distribusi.</p>
<p>Saya masih ingat, harga-harga obat biasanya naik kalau ada kenaikan harga dari sumber-sumber energi, bahkan termasuk impor barang. </p>
<h2>Dampak pada pasien</h2>
<p>Kelangkaan obat membuat masyarakat panik karena kesulitan mengakses obat yang mereka butuhkan saat sakit. Padahal, panik dan kecemasan membuat hormon adrenalin dan kortison seseorang meningkat yang justru memperburuk kerusakan jaringan, meningkatkan gula darah, menurunkan imunitas. </p>
<p>Di tengah rasa panik ini, banyak <a href="https://covid19.go.id/p/hoax-buster/salah-resep-obat-untuk-pasien-covid-19">informasi yang tidak akurat tentang resep obat COVID 19 di media sosial</a> termasuk berita-berita yang menyarankan <a href="https://www.kompas.tv/article/188057/daftar-kumpulan-obat-untuk-pasien-covid-19-yang-isolasi-mandiri-beredar-ini-penjelasan-idi">berbagai resep obat COVID-19</a> yang belum terbukti secara klinis.</p>
<p>Mungkin tanpa membawa resep dari dokter, sebagian masyarakat “menyerbu” pasar untuk membeli obat. Ini fenomena sama seperti <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200401105813-20-489013/masker-langka-dokter-minta-warga-gunakan-barang-substitusi">tahun lalu ada awal pandemi ketika masker dan sarung tangan</a>, bahkan <em>hand sanitizer</em> menjadi barang langka dan mahal. </p>
<p>Banyak obat yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7441224/">direkomendasikan</a> untuk mengobati COVID 19 namun pembuktian khasiatnya masih memerlukan penelitian klinis (<em>clinical trial</em>). Dalam kondisi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7441224/">belum adanya hasil riset</a>, obat-obat sudah kadung beredar dengan berbagai berita efektivitas maupun efek samping yang dikeluhkan masyarakat dalam media sosial. Hal ini akan menimbulkan keragu-raguan bagi banyak orang yang membutuhkan terapi.</p>
<p>Masyarakat sebaiknya berkonsultasi dengan dokter keluarganya atau dokter di Puskesmas sebelum mengambil tindakan sendiri. Sungguh berbahaya bila masyarakat membeli obat-obatan, seperti <a href="https://www.alodokter.com/oseltamivir">oseltamivir</a> untuk penyakit COVID, tanpa resep dokter.</p>
<h2>Peran pemerintah dalam kendalikan harga obat</h2>
<p>Harga obat tidak bisa diserahkan kepada pasar. Pemerintah harus turun tangan mengendalikan harga yang tidak terkendali. </p>
<p>Langkanya obat adalah bukti dari keterlambatan pemerintah dalam mengantisipasi dampak dari ledakan kasus COVID-19 dalam dua bulan terakhir. Kepanikan masyarakat adalah gambaran ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah, khususnya dalam hal pengendalian pandemi ini. </p>
<p>Pemerintah terlambat belajar dari pengalaman tahun lalu ketika masker dan sarung tangan menjadi barang mahal. </p>
<p>Kita berharap <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/berita-utama/20210703/2338016/menkes-tetapkan-harga-eceran-tertinggi-obat-terapi-covid-19/">peraturan terbaru</a> mengenai harga eceran tertinggi obat-obatan COVID-19, dapat menurunkan harga obat dan akses obat-obatan lebih mudah bagi mereka yang membutuhkan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/163885/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Trevino Pakasi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sejak akhir Juni klinik kami mulai kesulitan meresepkan obat-obatan tersebut karena obat tidak ada. Pasien-pasien mengirim pesan melalui WhatsApp atau menelepon minta supaya saya membantu mencarikan.Trevino Pakasi, Lecturer at Department of Community Medicine Faculty of Medicine, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1460052020-10-06T03:09:56Z2020-10-06T03:09:56ZSkandal riset Unair: bolehkah KSAD perintahkan prajurit jadi “kelinci percobaan” uji klinik obat COVID-19?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/358802/original/file-20200918-16-1y60isd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kanan) menerima hasil uji klinis tahap tiga obat baru untuk penanganan pasien COVID-19 dari Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih di Jakarta 15 Agustus 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1597485308">ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj</a></span></figcaption></figure><p>Skandal “lompat prosedur” riset <a href="https://theconversation.com/7-persoalan-serius-dalam-uji-klinik-calon-obat-covid-19-dari-riset-unair-bin-dan-tni-ad-145064">obat COVID-19 dari Universitas Airlangga</a> menimbulkan pertanyaan etis terkait prinsip kesukarelaan, terutama dalam hal kesediaan partisipan menanggung risiko dari uji coba obat.</p>
<p>Jika <a href="https://www.antaranews.com/berita/1614458/kasad-160-secapa-ad-terima-uji-klinis-kombinasi-obat-covid-19">Kepala Staf TNI Angkatan Darat</a> memerintahkan prajuritnya untuk <a href="https://www.liputan6.com/health/read/4305712/uji-klinis-anti-covid-19-pasien-corona-di-secapa-ad-diberi-kombinasi-obat">menjadi “kelinci percobaan” uji klinik</a>, apakah prinsip kesukarelaan masih bisa berjalan? Apakah cukup bermoral jika KSAD memerintahkan anggotanya mengambil risiko-risiko dari sebuah uji obat?</p>
<p>Riset Unair yang hasilnya <a href="https://theconversation.com/7-persoalan-serius-dalam-uji-klinik-calon-obat-covid-19-dari-riset-unair-bin-dan-tni-ad-145064">tidak valid</a> itu merupakan hasil kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan Badan Intelijen Negara. Sebagian peserta uji klinik kombinasi obat tersebut merupakan <a href="https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/yNLG6zaK-754-siswa-secapa-ad-menjalani-uji-obat-covid-19">para prajurit aktif di Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat</a>. Apakah kepesertaan mereka benar-benar secara sukarela sebagaimana digariskan dalam <a href="https://www.pom.go.id/new/view/direct/uji-klinik">Cara Uji Klinik yang Benar (CUKB)-nya BPOM RI</a> menjadi pertanyaan besar. </p>
<p>Kegaduhan uji klinik universitas dan militer ini telah menciptakan satu preseden menarik untuk didiskusikan dalam implementasi prinsip-prinsip etika riset. Jika prinsip kesukarelaan sulit diterapkan, apakah ada prinsip etika lain yang memungkinkan keikutsertaan para prajurit TNI ini? </p>
<h2>Prinsip dasar jadi “kelinci percobaan”</h2>
<p>Dalam riset obat, prinsip altruisme sangat kental dalam memutuskan keikutsertaan peserta uji klinik. Prinsip ini menggariskan adanya kemauan untuk berkorban dan berbuat baik untuk sesama. Inilah prinsip terpenting dalam keikutsertaan uji klinik.</p>
<p>Peserta uji klinik terdiri dari individu-individu yang bersedia untuk menanggung risiko kemungkinan timbulnya efek-efek negatif dari obat (atau vaksin) yang belum pernah diketahui sebelumnya. Risiko ini cukup signifikan karena obat, atau kombinasi obat, atau vaksinnya baru. </p>
<p>Satu-satunya informasi, jika ini uji klinik fase 3, adalah informasi kemungkinan risiko yang terungkap dari fase 1 dan fase 2. Namun, informasi risiko dari kedua fase awal ini terbatas karena memang hanya diujikan pada sebagian kecil peserta dengan tingkat kesehatan prima. </p>
<p>Di samping itu, para peserta uji klinik ini juga harus menerima kemungkinan bahwa yang dimasukkan ke dalam tubuhnya belum tentu obat atau vaksin sungguhan. Seluruh peserta diacak sehingga sebagian menerima sekadar <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Plasebo">plasebo</a>. Mereka tidak akan tahu yang mana yang masuk tubuhnya sampai berakhirnya uji klinik.</p>
<p>Pengorbanan dari para peserta uji klinik ini diperlukan agar para ilmuwan dapat menentukan kemanjuran dan keamanan obat atau vaksin sebelum diberikan secara luas kepada masyarakat. </p>
<h2>Aliran utama “prinsip kesukarelaan” (melarang)</h2>
<p>Aliran utama atau <em>“mainstream”</em> yang dianut oleh pedoman <a href="https://www.pom.go.id/new/view/direct/uji-klinik">Cara Uji Klinik yang Benar (CUKB)-nya BPOM RI</a> melarang uji coba obat atas dasar perintah. Pedoman ini mengadopsi sepenuhnya pedoman internasional uji klinik <a href="https://ichgcp.net/">The International Conference on Harmonization – Good Clinical Practice (ICH-GCP)</a>. </p>
<p>Dalam aliran ini, prinsip altruisme diharapkan terjadi dengan prinsip kesukarelaan. Prinsip ini mengharuskan adanya kesukarelaan dari setiap peserta uji klinik ketika mereka memutuskan mendaftarkan diri sebagai peserta. Apa hubungan altruisme dan kesukarelaan?</p>
<p>Hubungan altruisme dan kesukarelaan dapat dijelaskan dari asas otonomi yang mendasari perilaku sukarela. Asas otonomi menggariskan kebebasan seseorang untuk membuat keputusan yang mandiri, terbebas dari tekanan. Ketika seseorang membuat keputusan yang mandiri untuk melakukan sesuatu, maka dapat dikatakan dia secara sukarela melakukan hal tersebut. </p>
<p>Ketika seseorang memutuskan ikut secara sukarela, ia punya sederetan motivasi yang mendorong atau mencegahnya menjadi peserta uji klinik.</p>
<p>Jika dari deretan motivasi tersebut seorang calon pesert bebas menimbang baik buruk untuk dirinya dan masyarakatnya, diharapkan motivasi yang muncul bersifat altruistik. Kebebasan ini diperlukan untuk meminimalisasi potensi eksploitasi keikutsertaan seseorang dalam uji klinik. </p>
<p>Perintah pada prajurit menjadi peserta uji klinik merenggut asas otonomi atau kebebasan individu yang seharusnya melatarbelakangi keputusan menjadi peserta uji klinik. Mereka tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah. Jika perintah ini dilanggar, akibatnya akan terjadi insubordinasi, yang akan membawa konsekuensi serius bagi anggota yang melanggar.</p>
<p>Jalan keluar aliran ini dari kemungkinan terenggutnya asas otonomi adalah menerapkan proses rekruitmen melalui kaidah <em>“informed consent”</em>. Dalam kaidah ini, peserta diberi keterangan yang memadai mengenai manfaat dan risiko keikutsertaan mereka dalam uji klinik. Peserta diberi kesempatan bertanya dan berfikir sebelum mereka berpartisipasi dalam uji klinik atau tidak.</p>
<p>Namun dapat dibayangkan, dalam sistem kemiliteran yang menjunjung tinggi hierarki komando, seberapa besar kaidah <em>informed consent</em> ini dapat mencegah terenggutnya asas otonomi? </p>
<h2>Aliran alternatif “prinsip penugasan” (membolehkan)</h2>
<p>Walau sifat altruisme diharapkan tercapai dari proses yang sukarela, altruisme tidak sepenuhnya bergantung pada prinsip kesukarelaan. Seseorang dapat melakukan sesuatu secara sukarela karena motivasi atau proses selain altruisme. </p>
<p>Sebaliknya, altruisme juga dapat dicapai selain melalui proses yang sukarela. Keberadaan TNI itu sendiri didasari oleh prinsip altruistik bahwa mereka bertugas melindungi negara dan rakyat Indonesia dari serangan musuh. </p>
<p>Seseorang tidak dapat bergabung menjadi anggota TNI kecuali telah terpatri dalam dadanya keinginan untuk berkorban bagi tanah tumpah darah dan masyarakat. Hal ini tercantum sangat jelas dalam <a href="https://dithub-tniad.mil.id/saptamarga.php">Sapta Marga </a> yang terpatri dalam setiap sanubari anggota TNI: <em>“…senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa”</em>.</p>
<p>Jadi, sifat altruistik dalam keberadaan dan fungsi TNI tidak dilandasi oleh asas otonomi atau prinsip kesukarelaan. Dalam menjalankan tugasnya, seluruh anggota TNI tunduk kepada sistem hierarki komando yang ketat berdasarkan prinsip penugasan.</p>
<p>Jika keikutsertaan uji klinik bagi anggota TNI dapat disamakan dengan penugasan untuk pergi berperang, maka tidak ada seorang pun prajurit TNI yang perlu ditanyai kesukarelaannya ketika negara menugaskannya ke medan pertempuran. </p>
<p>Sifat altruisme, yang memang sudah menjadi bagian integral dari tugas dan tanggung jawab sebagai prajurit TNI, dalam hal ini dipenuhi melalui prinsip penugasan. Ketika seorang prajurit TNI menjalani suatu penugasan (misalnya untuk menjadi peserta uji klinik obat atau vaksin demi mengatasi pandemi) maka ia menjalaninya dengan latar belakang altruistik. Ini merupakan keinginan berkorban demi kebaikan masyarakatnya, seperti halnya ketika ia ditugaskan pergi berperang.</p>
<p>Tak hanya di Indonesia. Cina juga telah <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/06/29/cansinos-covid-19-vaccine-candidate-approved-for-military-use-in-china.html">menyetujui penggunakan vaksin Sinovac untuk personel militernya</a> walau belum ada hasil uji klinis fase 3 (uji coba dengan sampel ratusan hingga ribuan orang). Pada umumnya otoritas farmasi hanya dapat memberikan izin edar dan izin penggunaan obat atau vaksin baru setelah melalui uji klinik fase 3. </p>
<h2>Aliran mana yang dipilih?</h2>
<p>Prinsip kesukarelaan dan asas otonomi ditegakkan untuk menghindari terjadinya eksploitasi terhadap peserta uji klinik atau riset-riset lain, terutama dalam kaitannya dengan hubungan atasan-bawahan. Asas ini sangat penting karena pola hubungan atasan-bawahan atau superior-inferior ini kerap terjadi dalam banyak riset yang melibatkan manusia. </p>
<p>Namun, penerapan prinsip kesukarelaan di kalangan anggota militer dapat bertabrakan dengan sifat dasar keberadaan dan cara beroperasi TNI itu sendiri. Keberadaan TNI dan seluruh personelnya memang dipusatkan untuk melindungi bangsa, negara dan masyarakat. Bukan hanya dari ancaman militer tapi juga membantu menanggulangi akibat bencana alam dan pemberian bantuan kemanusiaan, seperti halnya wabah COVID19, sebagaimana tercantum dalam <a href="http://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF">UU Tentara Nasional Indonesia</a>. </p>
<p>Dalam operasinya menjalankan tugas tersebut, TNI wajib mengikuti garis komando yang juga diatur oleh UU yang sama. Kedua hal ini sulit untuk diakurkan dengan asas otonomi.</p>
<p>Oleh karena itu, prinsip kesukarelaan dan asas otonomi tidak mungkin dijalankan dalam menentukan kepesertaan anggota militer dalam sebuah uji klinik. Landasan moral kepesertaan mereka dapat diformulasikan dengan aliran alternatif, yaitu prinsip penugasan. Prinsip penugasan, dengan demikian, memberikan landasan moral bagi KSAD untuk memerintahkan anggotanya menjadi peserta uji klinik.</p>
<p>Dalam hal ini, tentu menjadi sangat penting untuk disadari bahwa tidak semua uji klinik boleh menggunakan prinsip penugasan. Apalagi dengan tujuan agar mudah merekrut peserta dari kalangan militer yang keutuhan dan staminanya sangat diperlukan dalam sistem pertahanan.</p>
<p>Demikian juga, prinsip penugasan tentu tidak relevan diterapkan pada masyarakat umum sebagai calon peserta uji klinik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/146005/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Teguh Haryo Sasongko tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dalam riset obat, prinsip altruisme sangat kental dalam memutuskan keikutsertaan peserta uji klinik. Prinsip ini menggariskan adanya kemauan untuk berkorban dan berbuat baik untuk sesama.Teguh Haryo Sasongko, Associate Professor, Perdana University RCSI School of Medicine; Peneliti dan anggota The Cochrane Collaboration, organisasi ilmiah berbasis bukti medis dan kesehatan; Deputy Director, Perdana University Center for Research Excellence, Perdana UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.