tag:theconversation.com,2011:/us/topics/pdip-52051/articlesPDIP – The Conversation2023-08-15T04:14:40Ztag:theconversation.com,2011:article/2113412023-08-15T04:14:40Z2023-08-15T04:14:40ZPDI-P vs PSI: Bagaimana cara kedua partai ini memandang pemilih muda dan media sosial?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/542280/original/file-20230811-19-gm6083.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=22%2C22%2C4970%2C3255&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kirab Pemilu 2024 di Magelang, Jawa Tengah.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690625107&getcod=dom">Anis Efizudin/Antara Foto</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian serial “#PemilihMuda2024”</em></p>
<p>Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 adalah sekitar <a href="https://www.kpu.go.id/berita/baca/11702/dpt-pemilu-2024-nasional-2048-juta-pemilih">204 juta pemilih</a>. Dari angka tersebut, sebanyak 52% atau 107 juta adalah pemilih muda, dengan rentang usia 17-39 tahun.</p>
<p>Jika dikategorikan lebih rinci, dari jumlah pemilih muda tersebut, kelompok generasi <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2021/04/17/130000069/jangan-tertukar-ini-pengertian-generasi-x-z-milenial-dan-baby-boomers"><em>baby boomer</em></a> (lahir tahun 1946-1964) adalah sebesar 13,73%, generasi milenial sebanyak 23,60% (lahir tahun 1980-1995), dan generasi Z (lahir tahun 1997-2000) sebanyak 22,85%.</p>
<p>Jumlahnya yang tinggi membuat pemilih generasi milenial dan Z menjadi salah satu aspek <a href="https://nasional.sindonews.com/read/257432/12/jangan-remehkan-milenial-mereka-bisa-jadi-penentu-pemilu-2024-1607148769">signifikan dan akan sangat berpengaruh</a> terhadap penentuan hasil pemilu. Ini membuat ceruk milenial menjadi bidikan partai politik (parpol) untuk mengeruk suara elektoral.</p>
<p>Tentu saja, seperti yang sudah diyakini secara luas, kedua generasi ini adalah <a href="https://tekno.kompas.com/read/2021/02/24/08050027/riset-ungkap-lebih-dari-separuh-penduduk-indonesia-melek-media-sosial">kelompok yang paling banyak</a> menggunakan saluran komunikasi modern yang berbasiskan jaringan internet, termasuk media sosial.</p>
<p><a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/10/apjii-penetrasi-internet-indonesia-capai-7702-pada-2022">Laporan “Profil Internet Indonesia 2022”</a> oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dipublikasikan pada Juni 2022 menemukan bahwa tingkat penetrasi pengguna internet oleh kelompok usia 13-18 tahun adalah 99,16%, pada kelompok usia 19-34 tahun sebesar 98,64% dan pada kelompok usia 35-54 tahun adalah sebesar 87,30%.</p>
<p>Untuk dapat menggaet suara generasi milenial dan Z ini, parpol perlu mempersiapkan diri dan memahami pola, karakter dan jenis konsumsi media komunikasi mereka. </p>
<p>Saya melakukan <a href="https://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/1154">riset</a>
tentang pandangan parpol terhadap media sosial dalam menjangkau pemilih muda dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai objek penelitian utama.</p>
<p>PDI-P dipilih karena merupakan parpol pemenang Pemilu 2019 dan menjadi partai tertua kedua di Indonesia. PDI-P juga salah satu partai yang mampu tetap eksis dan dapat mempertahankan akar rumputnya selama melewati fase pergantian rezim serta perubahan perkembangan teknologi informasi yang memberikan pengaruh besar pada perilaku komunikasi politik publik. </p>
<p>Sementara, PSI dipilih karena merupakan parpol baru di Pemilu 2019 dan berada pada urutan enam terbawah dalam hasil Pemilu. PSI juga disebut-sebut sebagai partai anak muda karena <a href="https://www.merdeka.com/politik/psi-daftarkan-bakal-caleg-ke-kpu-60-persen-usia-di-bawah-45-tahun.html">60% dari total calegnya</a> berusia di bawah 45 tahun.</p>
<p><a href="https://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/1154">Hasil studi</a> saya menemukan bahwa PDI-P cenderung hanya melihat media sosial sebagai sarana <em>branding</em> partai – hanya terjadi komunikasi satu arah. Sedangkan PSI menganggap media sosial tidak hanya sebagai media untuk <em>branding</em> dan mengenalkan program partai tetapi juga wadah untuk berdialog dengan publik, sehingga terjadi komunikasi dua arah.</p>
<p>Pandangan yang berbeda antara dua parpol ini dalam memanfaatkan media sosial untuk komunikasi politik kurang lebih akan memengaruhi bentuk pesan politik yang mereka sampaikan pada publik. Dan yang pasti, cara pandang mereka terhadap media sosial pun mencerminkan cara pandangan mereka terhadap pemilih milenial dan generasi Z.</p>
<h2>Media sosial dalam pandangan PDI-P dan PSI</h2>
<p>Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan, saya menemukan bahwa aktivitas komunikasi politik PDI-P dan PSI di media sosial akan terlihat sama secara sepintas.</p>
<p>Keduanya sama-sama memanfaatkan kemudahan, efisiensi biaya dan kemampuan untuk menjangkau luas untuk mendistribusikan iklan politik mereka. Ini mereka lakukan guna memperkenalkan dan sekaligus membangun citra partai yang positif.</p>
<p>Namun, jika ditelaah lebih lanjut, bentuk iklan politik yang mereka tampilkan masing-masing menunjukkan arah yang berbeda.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/542281/original/file-20230811-29-eadvxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/542281/original/file-20230811-29-eadvxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/542281/original/file-20230811-29-eadvxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/542281/original/file-20230811-29-eadvxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/542281/original/file-20230811-29-eadvxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/542281/original/file-20230811-29-eadvxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/542281/original/file-20230811-29-eadvxb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pelatihan juru kampanye nasional PDI-P dalam menghadapi Pemilu 2024.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1691214015&getcod=dom">Muhammad Adimaja/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>PDI-P, misalnya, memosisikan media sosial seperti halnya media lama (media massa non elektronik), selayaknya sifat iklan adalah bentuk komunikasi persuasif, yakni tidak memiliki ruang dialog di dalamnya. Model komunikasi politik satu arah inilah yang masih diterapkan oleh PDI-P melalui jaringan media sosialnya.</p>
<p>Berdasarkan hasil wawancara saya dengan sejumlah narasumber yang merupakan pengurus partai dan organisasi sayap partai, hingga saat ini PDI-P masih meyakini bahwa komunikasi politik secara interpersonal dan interaksi secara langsung dengan konstituen masih lebih efektif, termasuk dengan konstituen yang merupakan anak muda.</p>
<p>Jadi, alih-alih membangun ruang dialog di media sosial, PDI-P masih lebih bergantung pada organisasi-organisasi sayap partai, baik pusat maupun daerah, untuk berinteraksi langsung dengan pemilih muda.</p>
<p>Ini berbeda dengan strategi PSI. Partai yang lahir tahun 2014 ini memandang bahwa media sosial dapat menjadi wadah untuk membangun komunikasi dua arah antara partai dengan masyarakat di dunia maya.</p>
<p>Bagi PSI, dialog adalah bagian dari edukasi politik bagi masyarakat, khususnya kelompok muda, agar mereka mampu memahami pentingnya partisipasi dalam dunia politik.</p>
<p>PSI juga bermaksud memperlihatkan pada generasi muda bahwa politik bukanlah sebuah proses yang asing dan harus dijauhi dari keseharian mereka. Partai ini percaya bahwa melakukan dialog yang intensif dengan kelompok muda lewat media sosial dapat membantu membangun citra positif partai.</p>
<p>Selain itu, PSI juga gencar mengemas pesan yang berisi program dan gagasan partai dengan bahasa yang lebih ringan dan mudah dipahami oleh generasi milenial dan Z, menghindari retorika yang berlebihan dalam menyusun narasi pesan di media sosial, serta menggunakan gambar dan video untuk menarik perhatian anak muda.</p>
<h2>Parpol perlu buka dialog dua arah</h2>
<p>Dalam kaitannya dengan politik, media sosial dan komunikasi lain yang berbasiskan internet telah menawarkan kemudahan dialog tanpa batas. Parpol seharusnya bisa memaksimalkan fungsi ini.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/542283/original/file-20230811-15-rlghda.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/542283/original/file-20230811-15-rlghda.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/542283/original/file-20230811-15-rlghda.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/542283/original/file-20230811-15-rlghda.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/542283/original/file-20230811-15-rlghda.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/542283/original/file-20230811-15-rlghda.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/542283/original/file-20230811-15-rlghda.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Ketua Umum PSI Giring Ganesha (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie (ketiga kiri).</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690979104&getcod=dom">Hafidz Mubarak A/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Basis massa yang kuat dan rekam jejak yang panjang jelas membuat PDI-P mampu meraup banyak suara, setidaknya dalam Pemilu terakhir. Namun, PDI-P – serta parpol-parpol lainnya – juga perlu belajar mengenai kebutuhan dan gaya komunikasi yang dimiliki oleh pemilih muda.</p>
<p>Parpol harus meninggalkan pemahaman yang menyamakan fungsi media sosial dengan media <em>mainstream</em>. Jika paradigma tersebut terus dipelihara, maka budaya politik yang tidak sehat akan terus berlangsung. Masyarakat tidak akan dapat memainkan perannya sebagai kontrol terhadap wakil rakyat yang telah mereka pilih.</p>
<p>Jika ini terus terjadi, menurut narasumber yang merupakan pengurus DPP PSI, konsekuensinya adalah munculnya sikap apatis dari generasi milenial dan Z terhadap politik pada kehadiran parpol, karena mereka menganggap parpol hanya membutuhkan mereka ketika mendekati pemilihan saja. </p>
<p>Selain itu, parpol juga harus memandang pemilih muda sebagai kelompok komunikan yang aktif dan kritis, sehingga sangat penting untuk membicarakan isu yang menyentuh langsung kebutuhan hidup mereka.</p>
<p>Dengan terus melajunya perkembangan digital, sudah saatnya komunikasi politik lebih mengarah kepada dialog dua arah, bukan lagi satu arah dan hanya sebatas retorika.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/211341/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nina Andriana menerima dana dari dana riset Badan Riset dan Inovasi Nasional</span></em></p>PDI-P cenderung melihat media sosial hanya sebagai sarana branding partai, sedangkan PSI melihatnya juga sebagai wadah untuk berdialog dengan publik.Nina Andriana, Peneliti Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1811682022-04-13T05:51:41Z2022-04-13T05:51:41ZAnalisis: partai-partai Indonesia ternyata menjalin kerja sama dengan Partai Komunis Cina<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/457836/original/file-20220413-26-1eefrq.png?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C3%2C1278%2C714&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><p>Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia, tampaknya <a href="https://theconversation.com/growing-dependence-on-china-is-dangerous-for-indonesia-what-can-be-done-150372">semakin akrab</a> dengan Cina di berbagai sektor. </p>
<p>Kedekatan keduanya tidak hanya terjalin di level antar pemerintah dan bisnis saja, tapi juga antar-partai politik Indonesia dan Partai Komunis Cina (PKC), <a href="https://www.cfr.org/backgrounder/chinese-communist-party">yang merupakan satu-satunya partai yang berkuasa di Cina</a>. </p>
<p>Fenomena ini cukup menarik mengingat Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia memegang <a href="https://www.hrw.org/news/2017/09/18/indonesias-dangerous-anti-communist-paranoia">prinsip anti-komunis yang kuat</a> sejak pertengahan 1960-an.</p>
<p>Kendati demikian, penelitian yang tengah saya bangun mengenai aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan Cina-Indonesia mengungkapkan bahwa ternyata baik PKC maupun parpol Indonesia merasa mendapatkan manfaat timbal balik dari tumbuhnya kolaborasi tersebut.</p>
<h2>Dari partai sekuler ke partai Islam</h2>
<p>Sebagai konteks, Indonesia melarang paham komunisme sejak 1966 karena komunisme dianggap sebagai ancaman atas kedaulatan negara menyusul dugaan upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). </p>
<p>Pada awal tahun 2000-an, presiden ke-4 Indonesia, Abdurrahman Wahid, pernah mencoba <a href="https://jawawa.id/newsitem/gus-dur-insists-on-lifting-communism-ban-1447893297">mencabut</a> larangan tersebut namun tidak membuahkan hasil. Trauma yang mendalam <a href="https://www.usnews.com/news/best-countries/articles/2017-10-23/indonesian-military-stirs-communist-fears-for-political-advantage">masih</a> menyisakan stigma negatif terhadap komunisme di mata masyarakat Indonesia.</p>
<p>Itulah sebabnya mengapa sebagian besar partai politik di Indonesia sangat berhati-hati terhadap Cina karena tidak ingin dikaitkan dengan ideologi komunisnya.</p>
<p>Sistem partai di Cina juga berbeda dengan yang di Indonesia. Cina memiliki sistem satu partai, sedangkan Indonesia adalah negara multi-partai. Ada <a href="https://carnegieendowment.org/2013/10/24/indonesia-s-political-parties-pub-53414">dua kelompok besar partai </a> di Tanah Air, yakni partai sekuler dan partai Islam.</p>
<p>Kubu pertama yang memiliki aliran sekuler, termasuk partai yang berkuasa saat ini <a href="https://books.google.co.kr/books?id=wuewCgAAQBAJ&pg=PA56&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false">PDIP</a>, <a href="https://www.demokrat.or.id/">Partai Demokrat</a>, <a href="https://www.partaigolkar.com/">Partai Golkar</a>, <a href="http://partaigerindra.or.id/">Partai Gerindra</a>, dan <a href="https://nasdem.id/">Partai NasDem</a>.</p>
<p>Sementara itu, partai-partai yang bernuansa Islami antara lain <a href="https://pks.id/">PKS</a>, <a href="https://pan.or.id/">PAN</a>, <a href="https://ppp.or.id/">PPP</a>, dan <a href="https://www.britannica.com/topic/National-Awakening-Party">PKB</a>.</p>
<p>Meskipun ada perbedaan ideologis di kedua kubu partai tersebut, bahkan partai-partai Islam yang memiliki <a href="https://www.rappler.com/world/107575-sejarah-partai-islam-komunis-tragedi-1965/">sejarah sentimen yang kental</a> terhadap aliran komunisme sejak awal 1950-an, ternyata juga dilaporkan turut berupaya membina hubungan baik dengan PKC.</p>
<p>Setidaknya hingga kini sudah ada lima partai politik Indonesia yang <a href="https://news.detik.com/berita/d-2688666/5-parpol-indonesia-kerja-sama-dengan-partai-komunis-tiongkok">menjalin</a> kemitraan dengan PKC.</p>
<p>Daftar kelima partai tersebut justru merupakan partai-partai besar di Indonesia, meliputi PDIP, Gerindra, Partai Demokrat, Golkar, dan tak terkecuali PKS.</p>
<p>Tentunya keterlibatan partai-partai seperti PKS dan Gerindra cukup menarik, mengingat pihak-pihak tersebut sering berargumen bahwa kekuatan Cina yang kian tumbuh di Nusantara merupakan suatu bentuk <a href="https://www.tagar.id/ruu-perlindungan-ulama-pks-untuk-melawan-komunis">ancaman komunis</a>.</p>
<p>Selain PKS, PPP yang merupakan partai Islam, dilaporkan juga telah mengembangkan hubungan yang harmonis dengan PKC, meski mereka kemudian <a href="https://news.detik.com/berita/d-5682346/apa-benar-ppp-kerja-sama-dengan-partai-komunis-tiongkok">menolak klaim tersebut</a>.</p>
<h2>Cakupan yang kian meluas</h2>
<p>Sejak 2008, pengurus Golkar dan pengurus PKC secara rutin <a href="https://www.merdeka.com/politik/ini-kedekatan-golkar-dan-partai-komunis-china.html">mengadakan pertemuan </a> untuk saling berbagi pengalaman tentang manajemen partai.</p>
<p>Kedua belah pihak turut <a href="https://www.merdeka.com/politik/ini-kedekatan-golkar-dan-partai-komunis-china.html">menggelar</a> pertemuan lanjutan di Beijing dan Jakarta yang diwakili oleh masing-masing pejabat tinggi dalam partai mereka.</p>
<p>Politikus Golkar Ace Hasan Syadzily <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181014180657-32-338412/gerindra-pks-disebut-pernah-kerja-sama-dengan-komunis-china">mengatakan</a> kegiatan serupa tak hanya dilakukan oleh Golkar, melainkan ia mengklaim bahwa banyak pihak di Indonesia yang telah memupuk kerja sama dengan PKC.</p>
<p>Adapun pada perkembangannya lingkup kolaborasi antarpartai-partai Indonesia dengan PKC kian berkembang, mulai dari pelaksanaan pertemuan, pertukaran informasi mengenai metode pengorganisasian partai, hingga topik kaderisasi.</p>
<p>Sebagai contoh, pertemuan yang terselenggara antara Golkar dan PKC pada 2008 menghasilkan <a href="https://www.merdeka.com/politik/ini-kedekatan-golkar-dan-partai-komunis-china.html">pakta kesepahaman</a> mengenai segala aspek yang berkaitan dengan kaderisasi dan pengorganisasian partai.</p>
<p>Sementara itu, PDIP dan PKC telah mengadakan pertemuan beberapa kali guna membahas kerja sama peningkatan sumber daya manusia dan finansial.</p>
<p>Pada 2013, PDIP bahkan <a href="https://www.antaranews.com/berita/400290/kader-pdip-belajar-di-china">mengirim</a> 15 kadernya mengunjungi Shanghai, Guiyang, dan Beijing untuk meninjau pusat kesehatan anak dan mempelajari perkembangan sektor pertanian di <a href="https://www.antaranews.com/berita/400290/kader-pdip-belajar-di-china">pedesaan Cina</a>.</p>
<p>Dalam kunjungannya ke Guiyang, delegasi dari PDIP tersebut <a href="https://www.antaranews.com/berita/400290/kader-pdip-belajar-di-china">melakukan studi banding</a> untuk belajar mengenai upaya pemerintah daerah Cina membina dan mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam industri kesehatan. Para kader PDIP tersebut juga <a href="https://www.antaranews.com/berita/400290/kader-pdip-belajar-di-china">menghadiri</a> sejumlah lokakarya dan workshop yang bertopik tentang ‘manajemen partai politik’.</p>
<p>Tak sebatas itu saja, dua tahun kemudian tepatnya tahun 2015, Ketua Umum PDIP dan mantan Presiden Indonesia, Megawati Soekarnoputri, mengunjungi Provinsi Shenzhen untuk <a href="https://www.liputan6.com/news/read/2340172/megawati-ke-tiongkok-temui-presiden-xi-jinping">meresmikan gedung Pusat Kerja Sama Indonesia-Cina (<em>Indonesia-China Cooperation Center</em>)</a>. Pemerintah Cina menamakan gedung tersebut ‘Gedung Soekarno’, sebagai penghargaan kepada presiden pertama Indonesia, sekaligus ayah Megawati. Kunjungan tersebut semakin jelas memperlihatkan eratnya hubungan yang terjalin antara PDIP dan PKC.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/457072/original/file-20220408-15-vrhavx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/457072/original/file-20220408-15-vrhavx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/457072/original/file-20220408-15-vrhavx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/457072/original/file-20220408-15-vrhavx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/457072/original/file-20220408-15-vrhavx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=484&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/457072/original/file-20220408-15-vrhavx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=484&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/457072/original/file-20220408-15-vrhavx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=484&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Megawati Soekarnoputri, pendiri PDIP, menyampaikan pidatonya.</span>
<span class="attribution"><span class="source">OTO ANTARA/Alina/hp/08.</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam kunjungan tersebut, Megawati juga berkesempatan untuk <a href="https://www.liputan6.com/news/read/2340172/megawati-ke-tiongkok-temui-presiden-xi-jinping">berbicara</a> dalam diskusi panel yang berjudul “Kepemimpinan Politik: Konsensus Baru untuk Partai Politik” (<em>Political Leadership: New Consensus for Political Party</em>), yang merupakan bagian dari forum Konferensi Internasional Partai Politik Asia di Beijing.</p>
<p>Para pejabat pemerintahan Cina juga pernah <a href="https://epaper.mediaindonesia.com/detail/diplomasi-santri-melihat-islam-dan-kemajuan-tiongkok">mengundang</a> PKS, PAN, dan PKB untuk melakukan studi banding. perwakilan partai-partai tersebut dibawa mengunjungi <em>Hui Muslim Ethnic Autonomous Region</em> yang berlokasi di Ningxia dalam upaya meredam citra negatif yang disematkan pada Cina terkait isu kebijakan yang diskriminatif terhadap komunitas Muslim di Xinjiang.</p>
<h2>Keuntungan Mutual</h2>
<p>Ahli politik PKC, Julia Bader dan Christine Hackenesch, <a href="https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9781003008804-11/networking-chinese-characteristics-julia-bader-christine-hackenesch">berpendapat</a> dalam bukunya bahwa dari perspektif PKC, memperkuat hubungan antar-partai dengan Indonesia dapat menjadi metode yang efektif dari implementasi strateginya untuk meningkatkan legitimasi kepentingan ekonomi Cina yang semakin berkembang di Indonesia.</p>
<p>Membangun hubungan yang harmonis dengan partai-partai Indonesia diyakini oleh Cina akan membawa peluang yang lebih besar bagi keberlangsungan investasi pada masa depan.</p>
<p>Cina bertujuan untuk memiliki kemitraan yang erat dengan <a href="https://www.gatra.com/news-515333-politik-peta-tiga-koalisi-di-pilpres-2024.html">partai koalisi yang berkuasa di Indonesia</a>, terutama mereka yang berpotensi besar keluar sebagai pemenang dalam pemilihan umum Indonesia 2024. Oleh karena itulah Cina mulai aktif bekerja sama dengan banyak partai sehingga di kemudian hari dapat mengamankan proyek investasinya di Indonesia.</p>
<p>Oleh karena itu, tak dapat dipungkiri fenomena ini kemudian memunculkan gelombang <a href="https://www.solopos.com/pks-kritik-prabowo-kalau-lembek-kepada-china-makin-direndahkan-1039832">kritik terhadap Cina</a> di antara anggota dan pendukung partai-partai tersebut di Tanah Air. </p>
<p>Sementara itu, mereka yang mendukung langkah Cina tersebut berpendapat bahwa kerja sama partai dengan PKC tidak hanya bermanfaat guna menjaga hubungan baik, tapi juga untuk membawa proyek-proyek berskala besar dari Cina di berbagai sektor.</p>
<p>Melihat kekuatan finansial Cina yang begitu masif, partai-partai tersebut dapat berposisi sebagai <a href="https://www.republika.co.id/berita/r1d6q4436/cak-imin-minta-kader-pkb-kawal-dana-pesantren">penyalur hibah</a> dan bantuan sosial kepada masyarakat Indonesia. Tentunya hal ini dapat menjadi materi promosi yang baik bagi partai dan memungkinkan mereka untuk mendapatkan dukungan politik dari instansi yang dibantu, seperti pondok pesantren dan lembaga pendidikan.</p>
<p>Menyongsong pemilihan umum 2024 yang kian dekat, berkolaborasi dengan Cina dapat membantu partai menerima dana yang di antaranya dapat mendukung kegiatan politik mereka dan memastikan bahwa Indonesia akan kecipratan investasi Cina pada masa depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/181168/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Muhammad Zulfikar Rakhmat tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Partai politik Indonesia ternyata telah menjalin kerja sama dengan partai penguasa China, Partai Komunis China, selama beberapa waktu.Muhammad Zulfikar Rakhmat, Assistant Professor in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1589762021-04-15T07:14:57Z2021-04-15T07:14:57ZHarta, jabatan, dan kekuasaan: bagaimana sistem presidensial dorong perpecahan partai politik di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/394996/original/file-20210414-23-1lnuj4m.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=33%2C58%2C5526%2C3309&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">M Risyal Hidayat/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Bulan lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam sebuah Kongres luar biasa yang <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2021/03/06/moeldoko-splits-democratic-party-poses-threat-to-sbys-ascendancy.html">kontroversial</a> di Medan, Sumatera Utara.</p>
<p>Terpilihnya Moeldoko “mendepak” Agus Harimurti Yudhoyono, putra pertama mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.</p>
<p>Awal bulan ini, pemerintah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/03/31/15382331/demokrat-kubu-moeldoko-tak-disahkan-pemerintah-ahy-kabar-baik-bagi-demokrasi">menolak</a> permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko. Dengan demikian Agus tetap menjadi ketua umum.</p>
<p>Perpecahan di Partai Demokrat - walau tidak berlangsung lama - bukanlah perpecahan partai politik Indonesia yang pertama. Sebelumnya, Partai Persatuan Pembangunan (<a href="https://www.thejakartapost.com/news/2016/02/19/govt-gives-nod-to-initial-ppp-leadership.html">PPP</a>) dan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/09/05/golkarsplitairlanggasetspartymeetinginvites-bambangssupporters.html">Partai Golkar</a> juga sempat terbelah.</p>
<p>Saya <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13569775.2017.1413499?journalCode=ccpo20">meneliti</a> bagaimana partai-partai dan sistem partai di Indonesia mengalami perubahan sejak jatuhnya Soeharto yang disusul perubahan pada sistem pemilihan umum (pemilu) demokratis dan langsung.</p>
<p>Sistem presidensial di Indonesia menciptakan dinamika politik yang sangat khas. Sistem ini mendorong terbentuknya faksi-faksi dalam partai politik berupa perpecahan yang terdorong bukan karena perbedaan ide-ide kebijakan, namun demi harta, jabatan, dan kekuasaan.</p>
<h2>Dampak sistem presidensial</h2>
<p>Secara umum, ciri sistem presidensial adalah dua sumber kekuasaan dan cara mempertahankan kekuasaan yang berbeda: presiden dan parlemen sama-sama dipilih secara langsung, dan presiden hanya bisa diturunkan lewat proses pemakzulan.</p>
<p>Selama Orde Baru, Soeharto memiliki kekuasaan yang sangat besar dan tidak diawasi; Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hanya lembaga tertinggi negara di atas kertas.</p>
<p>Soeharto mengendalikan Golkar - partai rezim - dan berhasil menekan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan PPP yang ketika itu dianggap partai semi-oposisi.</p>
<p>Setelah Orde Baru jatuh, kekuasaan perundang-undangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menguat sangat pesat.</p>
<p>Meski demikian, masa-masa awal Reformasi diwarnai ketidakpastian.</p>
<p>Penurunan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid pada 2001 adalah akibat kemelut antara DPR, MPR, dan sang presiden yang memiliki perbedaan pandang jauh dengan parlemen tentang apa yang menjadi otoritasnya.</p>
<p>Karena kekisruhan pasca kejatuhan Gus Dur, pemilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia diadakan pada 2004.</p>
<p>Sistem presidensial cenderung mendorong pembentukan faksi-faksi (faksionalisme) tersendiri, terutama berkaitan pada adanya dualisme antara presiden dan partainya. Karena presiden dipilih langsung, ia tidak bergantung pada parlemen (dan partai politik) layaknya seorang perdana menteri.</p>
<p>Faksionalisme dalam sistem presidensial tentu saja bukan sekadar soal peraturan-peraturan yang mendorong organisasi atau institusi partai yang baik.</p>
<p>Partai politik dapat <a href="https://journals.sagepub.com/toc/saaa/39/1">terpecah</a> jika demokrasi dalam partai tinggi, jika ekonomi politik partai tidak menguntungkan satu pihak saja, jika partai tidak terlalu terpusat, jika peraturan internal (misalnya soal keanggotaan atau pemilihan ketua) tidak terlalu jelas, dan seterusnya.</p>
<p>Perpecahan internal juga tidak akan mudah menyebabkan munculnya partai-partai baru karena banyak tantangan dari luar.</p>
<p>Di Indonesia, partai baru tidak memiliki peluang sukses yang realistis karena, misalnya, tingginya ambang batas elektoral, peraturan yang menuntut jumlah cabang yang banyak, dan tingginya biaya kampanye.</p>
<p>Di sini, sistem presidensial telah membawa setidaknya tiga dampak.</p>
<p>Pertama, terbentuknya partai-partai politik dengan tujuan untuk mendukung calon presiden (atau calon pemegang jabatan penting lainnya).</p>
<p>Partai Demokrat, <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2013/07/02/national-scene-wiranto-officially-runs-president.html">Partai Hanura</a>, <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2014/03/20/a-bumpy-road-prabowo-despite-gerindra-s-rise.html">Gerindra</a>, dan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2014/03/18/newly-established-nasdem-aims-high-general-election.html">Partai NasDem</a> adalah contoh-contoh utama.</p>
<p>Hal ini hanya mungkin terjadi dalam suatu sistem politik yang memungkinkan orang-orang kaya untuk membangun kendaraan-kendaraan politik dari nol.</p>
<p>Sistem presidensial mendorong munculnya pemimpin-pemimpin karismatik yang memiliki kendaraan politik sendiri.</p>
<p>Faksionalisme dalam partai-partai semacam ini tidak banyak terjadi jika kepemimpinan partai sangat kuat (misalnya Prabowo Subianto di Gerindra).</p>
<p>Tapi faksionalisme meningkat jika pemimpin partai - dalam kasus ini SBY di Partai Demokrat - mengizinkan adanya persaingan atau tidak mampu mencegah persaingan.</p>
<p>Kedua, munculnya orang-orang luar seperti Presiden Joko “Jokowi” Widodo, yang sukses tanpa memiliki partai sendiri - atau paling tidak tanpa akar kuat di salah satu partai besar.</p>
<p>Dalam situasi ini, sistem presidensial akan menciptakan dualisme antara si orang luar dan mesin partai. Ini tampak dalam <a href="https://doi.org/10.1080/00074918.2015.1110684">ketegangan antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri</a>, pemimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).</p>
<p>Ketiga, selama beberapa tahun terakhir Jokowi telah menjadi presiden yang sangat kuat dan tampaknya mampu secara tidak langsung mencampuri konflik internal partai-partai lain untuk menciptakan faksi yang mendukung dia. Contohnya yang terjadi di PPP, Golkar, dan mungkin juga di Partai Demokrat.</p>
<p>Perpecahan dalam Partai Demokrat kemarin bisa dilihat memiliki karakter campuran ketiga dampak di atas.</p>
<h2>Jalan keluar</h2>
<p>Partai-partai politik di Indonesia berkolusi dan membangun koalisi-koalisi besar; platform mereka tidak jauh berbeda satu sama lain.</p>
<p>Nyaris tidak ada perbedaan antara partai sayap kiri dan sayap kanan. Partai-partai itu telah menjadi bagian suatu kartel dan telah terlibat dalam banyak kasus korupsi di tingkat nasional dan daerah.</p>
<p>Perpecahan dalam partai terjadi sebagai bentuk faksionalisme berciri klientelisme - dengan kata lain rebutan soal uang, jabatan, dan kekuasaan.</p>
<p>Sebaliknya, faksionalisme berbasis kebijakan - sesuatu yang jarang bahkan tidak ada di Indonesia - terjadi karena ideologi politik. Perpecahan antara kelompok-kelompok dalam partai terjadi karena perbedaan ide dan strategi politik.</p>
<p>Indonesia membutuhkan partai-partai dengan platfrom yang jelas, yang mewakili spektrum politik sepenuhnya, dari sayap kiri hingga kanan.</p>
<p>Untuk mendorong ini, DPR dan pemerintah perlu memulai adanya aturan ketat soal partai dan pendanaan kandidat serta pemilihan calon berdasarkan aturan mengikat dalam prosedur internal partai. </p>
<p>Mungkin dengan itu, nantinya kelompok-kelompok internal partai tidak lagi memandang organisasi mereka sebagai alat-alat kekuasaan dan keuntungan diri. Namun, kelompok-kelompok itu bisa mulai berdebat soal isu-isu politik yang kompleks tentang keuangan, ekonomi, lingkungan dan kesehatan demi kepentingan para pemilih Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158976/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Andreas Ufen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sistem presidensial di Indonesia menciptakan dinamika politik yang sangat khas.Andreas Ufen, Adjunct professor, University of HamburgLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1157102019-04-19T00:37:05Z2019-04-19T00:37:05ZSiapa yang tumbuh, stagnan, dan rontok? Analisis hasil ‘quick count’ pileg 2019<p>Hasil hitung cepat lembaga-lembaga survei Pemilihan Legislatif (pileg) yang digelar serentak dengan Pemilihan Presiden (pilpres) pada Rabu 17 April kemarin menunjukkan bahwa partai berkuasa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), meski memimpin perolehan suara, tidak mengalami lonjakan jumlah suara yang signifikan. </p>
<p>Stagnasi PDI-P menjadi menarik karena hal ini terjadi saat partai lain seperti Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengalami penurunan suara. </p>
<p>Siapa yang mengambil suara dari partai-partai ini? Sebagian mungkin beralih ke Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang berhasil menyalip ke peringkat dua. Namun, di luar dugaan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengalami pertumbuhan suara paling tinggi tahun ini. </p>
<h2>Para pemain yang berlaga</h2>
<p>Dalam pileg 2019, terdapat <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/07/19/16200761/infografik-bakal-caleg-16-parpol-pada-pemilu-2019">16 partai yang bersaing</a> untuk memperebutkan lebih dari <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/explainer-will-the-2019-elections-be-fair/">20.000 kursi</a> di parlemen tingkat nasional dan daerah. </p>
<p>Sebanyak 12 partai sudah pernah berkompetisi di pileg, yaitu PDI-P, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gerindra, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Nasional Demokrat (NasDem), PKS, PPP, Partai Amanat Nasinal (PAN), Hanura, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). </p>
<p>Sementara itu partai yang baru kali ini berlaga di pileg adalah Partai Garuda, Partai Berkarya, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).</p>
<p>Sebagaimana <a href="https://www.merdeka.com/politik/inilah-prediksi-partai-partai-peraup-banyak-suara-di-pemilu-2019.html">diprediksi</a> oleh berbagai lembaga survei menjelang hari pencoblosan, partai-partai yang bersaing di pileg akan menjumpai persaingan yang sangat ketat untuk mencapai ambang batas parlemen sebesar 4% suara nasional sesuai <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt59ba5511ab93b/node/534/undang-undang-nomor-7-tahun-2017">Undang Undang Pemilu (pemilihan umum) No. 7 tahun 2017</a>. </p>
<p>Ketika tidak melewati ambang batas ini, artinya mereka gagal mendapat kursi di parlemen.</p>
<p>Berbagai hasil perhitungan cepat atau <em>quick count</em> perolehan suara partai menunjukkan bahwa pemilih di Indonesia lebih mendukung partai-partai yang <a href="https://www.cnnindonesia.com/pemilu2019/quickcount/pileg/14">sudah mapan</a> dan lebih lama berdiri ketimbang partai baru. </p>
<p>Hal ini sejalan dengan <a href="https://www.merdeka.com/politik/inilah-prediksi-partai-partai-peraup-banyak-suara-di-pemilu-2019.html">perkiraan</a> dari lembaga-lembaga survei yang diumumkan mendekati hari pencoblosan.</p>
<h2>Gerindra menggeser Golkar?</h2>
<p>Sebelum pileg, lembaga survei LSI menaksir PDI-P, partai yang berkuasa di rezim Jokowi, <a href="https://news.detik.com/berita/d-4498303/survei-lsi-pdip-potensi-juara-pemilu-gerindra-golkar-bersaing-di-posisi-2/komentar">akan sanggup meraih 24% suara</a>. Hasil <em>quick count</em> menunjukkan partai yang berlambang banteng hitam, meskipun tetap memimpin perolehan suara, tidak mendapat lonjakan suara seperti prediksi LSI. Jumlah suara untuk PDI-P bertengger di kisaran 19%-20%. Hasil ini hanya lebih tinggi satu persen daripada periode sebelumnya dan menunjukkan performa yang stagnan. </p>
<iframe title="Tren perolehan persentase suara partai politik" aria-label="Interactive line chart" id="datawrapper-chart-sCXSt" src="https://datawrapper.dwcdn.net/sCXSt/3/" scrolling="no" frameborder="0" style="width: 0; min-width: 100% !important;" height="800" width="100%"></iframe>
<p>Partai Gerindra dengan raihan suara berkisar antara 12%-13% menggeser peringkat dua pileg 2014, Golkar. Sementara Golkar diprediksi turun peringkat ke posisi ke-tiga dengan jumlah dukungan sebesar 10-11% suara nasional.</p>
<p>Dari 16 partai yang bersaing di pileg 2019, tampaknya hanya sembilan partai yang akan lolos dari saringan 4% ambang batas parlemen. Partai-partai ini adalah PDI-P, Gerindra, Golkar, PKB, PKS, NasDem, Demokrat, PAN, dan PPP.</p>
<p>Dengan hasil ini, jumlah partai yang akan masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tingkat nasional akan berkurang dari 10 menjadi 9, karena raihan suara Hanura terbukti rontok ke kisaran 1%-2% dari 5,26% yang dicapai di pileg 2014. </p>
<p><a href="https://tirto.id/hanura-di-pemilu-2019-didera-konflik-dan-terancam-tak-lolos-ke-dpr-dlDG">Konflik kepemimpinan</a> dan skandal korupsi yang menerpa partai yang dirintis oleh Wiranto (kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan) ini tampaknya sangat berpengaruh terhadap elektabilitas partai tersebut. </p>
<p>Partai yang juga terhantam skandal korupsi, <a href="https://www.tagar.id/ditangkap-kpk-berapa-jumlah-kekayaan-romahurmuziy">PPP</a>, menunjukkan raihan suara yang merosot tajam di pileg 2019. Jika sebelumnya partai berlambang Ka'bah ini berada di papan tengah dengan mengantongi 6,5% suara nasional, angka itu sekarang merosot dua poin ke kisaran 4,6%. </p>
<p>Hasil ini membuat PPP–sebagai salah satu partai tertua di Indonesia–berada di zona kritis karena hanya berada sedikit di atas ambang batas 4% untuk bisa bergabung ke DPR.</p>
<p>Suara Demokrat juga termasuk yang terpangkas di pileg 2019. Pamor partai berlambang bintang yang bersinar ke tiga arah ini terkesan mulai memudar seiring dengan berbagai <em>blunder</em> dalam <a href="https://theconversation.com/partai-politik-mana-yang-paling-populer-di-jagad-maya-indonesia-111991">strategi kampanye</a> yang dilakukannya. Raupan suara Demokrat terus terkikis. Setelah menjadi pemenang di 2009 dengan 20,85%, raupan suaranya turun ke 10,19% di tahun 2014, dan berlanjut menyusut ke kisaran 8% untuk tahun ini.</p>
<p>Sementara itu, kenaikan signifikan ditunjukkan oleh PKS yang diperkirakan bakal mengantongi 2-3% lebih besar suara ketimbang pileg 2014. Hasil ini menjadikan partai berbasis Islam dengan slogan “Ayo Lebih Baik” berada di zona aman dengan kisaran dukungan 8,6%-9,6% suara nasional. Untuk pileg 2019, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/01/02/19002871/targetkan-12-persen-suara-pada-pemilu-2019-ini-strategi-pks">PKS menargetkan 12%</a> suara dengan rangkaian strategi termasuk menggarap serius pemilih pemula dan menyaring <a href="https://jabar.idntimes.com/news/jabar/galih/di-bandung-tanpa-caleg-artis-strategi-pks-berubah/full">kandidat bukan artis</a> tapi memiliki elektabilitas yang lumayan.</p>
<p>Partai NasDem juga berhasil meningkatkan raupan suara dari 6,5% di pileg 2014, menjadi 8% tahun ini. Faktor pemanfaatan stasiun televisi nasional Metro TV oleh pemiliknya Suryo Paloh yang juga pendiri NasDem yang gencar mempromosikan partai ini kepada publik adalah salah satu kunci keberhasilannya.</p>
<h2>Partai baru kurang diminati</h2>
<p>Hasil pileg 2019 menunjukkan bahwa partai-partai lama masih mendominasi persaingan merebut kursi DPR. Dan akibat <a href="https://nasional.tempo.co/read/1088219/pemilu-2019-pengamat-ambang-batas-4-persen-bunuh-diri-partai">ambang batas parlemen 4%</a> yang ditetapkan DPR dalam Undang-Undang Pemilu 2017, naik dari 3,5% dari pemilihan sebelumnya, semua partai baru gagal meloloskan calon legislatifnya ke DPR-RI.</p>
<p>Partai Garuda, Partai Berkarya, Perindo, dan PSI masuk ke kelompok partai yang terpaksa menelan pil pahit. </p>
<p><em>Quick count</em> yang dilakukan oleh <a href="https://www.kompas.com/">Kompas</a> menunjukkan bahwa Perindo yang didirikan oleh salah satu taipan media, Harry Tanoesoedibjo, berhasil mengumpulkan dukungan 2,8% suara. Lalu Partai Berkarya yang dirintis oleh Tommy Soeharto dan keluarga Cendana pun meraih 2,1% suara nasional. </p>
<p>Perjuangan sengit ditunjukkan oleh PSI yang diketuai oleh Grace Natalie, seorang mantan presenter televisi. Meskipun selama periode kampanye (September 2018-April 2019) partai yang berslogan <a href="https://psi.id/">“Terbuka, Progresif, Itu Kita!”</a> ini mendapat banyak “panggung” untuk mempromosikan program-program dan pandangan politiknya, raihan suara mereka hanya bertengger di angka 2%.</p>
<p>Mengusung konsep sebagai partai “darah muda” dalam perpolitikan Indonesia, PSI belum banyak diminati oleh pemilih. Dan hal ini sudah diprediksi sebelumnya dalam sebuah riset yang diterbitkan di jurnal <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0277539518300116">Women’s Studies International Forum</a>. Riset menunjukkan bahwa pemilih muda masih cenderung memilih kandidat laki-laki dibanding perempuan dan mendukung partai lama daripada yang baru. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/selera-politik-pemilih-muda-indonesia-partai-lama-capres-sipil-90825">“Selera politik” pemilih muda Indonesia—partai lama, capres sipil</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Meski gagal mendapatkan kursi di parlemen nasional, PSI mencatat kesuksesan yang sangat mengejutkan di Ibukota. <a href="https://news.detik.com/berita/d-4515828/psi-pamer-jadi-partai-empat-besar-di-dki">Partai ini berhasil meraup hampir 8% suara</a> di DKI Jakarta menurut lembaga survei CSIS-Cyrus. </p>
<p><a href="https://infopemilu.kpu.go.id/pilkada2018/pemilih/dpt/1/nasional">Data KPU</a> menunjukkan setidaknya 80-100 juta pemilih di pileg 2019 berusia di bawah 40 tahun. Angka ini nyaris separuh dari total pemegang hak suara yang berjumlah 190 juta orang. Jumlah pemilih muda semakin besar di setiap pemilu, seiring populasi penduduk Indonesia yang kian besar di kelompok usia produktif.</p>
<p>Belajar dari capaian PSI yang identik dengan anak muda dan sangat gencar berkampanye di media sosial, boleh dikata partai ini masih tergolong asing di kalangan pemilih muda Indonesia. Di sisi lain, partai-partai lama, yang relatif tidak terlalu jitu memanfaatkan media sosial, juga menggarap serius kalangan pemilih muda lewat jalur <em>offline</em>, misalnya dengan <a href="https://www.jitunews.com/read/79015/partai-golkar-sasar-generasi-milenial">merombak kepengurusan</a> partai agar memberikan posisi bagi politisi muda.</p>
<p>Kecenderungan pemilih muda terlihat jelas lewat besaran dukungan yang diberikan terhadap partai-partai lama yang sangat sulit digoyang oleh partai-partai baru. Bagaimanapun hasil pileg 2019, komposisi pemilih, di mana hampir separuh memegang hak suara adalah mereka berusia di bawah 40 tahun, memainkan peranan yang sentral untuk diteliti lebih jauh.</p>
<p>Dan untuk sementara, aman rasanya berkesimpulan bahwa korelasi antara usia pemilih dengan usia partai yang dipilih (partai lama versus partai baru) belumlah terlalu signifikan. Dengan kata lain, pemilih muda masih mendukung partai tua yang sudah lebih sering mengikuti pemilu.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115710/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ella S. Prihatini tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), meski memimpin perolehan suara, tidak mengalami lonjakan jumlah suara yang signifikan.Ella S. Prihatini, Endeavour scholar, The University of Western AustraliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/945232018-04-06T09:06:59Z2018-04-06T09:06:59ZBuasnya sistem politik Indonesia halangi upaya reformasi dari dalam oleh mantan aktivis<p>Dua dekade demokratisasi di Indonesia ditandai oleh kehadiran para aktivis masyarakat sipil dalam politik formal. Mereka berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau merupakan mantan demonstran mahasiswa dan bagian kelompok intelektual progresif. </p>
<p>Setelah gerakan Reformasi 1998 berhasil menumbangkan rezim otoriter Soeharto, para aktivis masyarakat sipil mulai mengubah strategi mereka. Mereka berupaya untuk mereformasi kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia dari dalam, menggantikan strategi lama “perjuangan dari luar”.</p>
<p>Banyak mantan aktivis yang masuk partai-partai politik besar untuk menjadi anggota parlemen atau kepala daerah. Sebagian ada yang diangkat sebagai pejabat negara atau <a href="https://tirto.id/gurita-timses-jokowi-di-bumn-bKQC">komisaris</a> Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kebanyakan dari mereka menempati posisi sebagai staf khusus—sebuah posisi yang fleksibel dalam hal status pekerjaan, fungsi, karier, dan insentif finansial—di partai-partai politik, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau kantor-kantor pemerintah. </p>
<p>Para aktivis dan intelektual yang mendukung Joko Widodo (Jokowi) pada pemilihan presiden 2014 juga banyak yang diangkat sebagai pejabat negara, terutama di Kantor Staf Presiden (KSP), atau sebagai anggota dewan komisaris di berbagai BUMN. Praktik ini mirip dengan yang terjadi di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pendahulu Jokowi. </p>
<p>Banyak aktivis yang kini juga bergabung dengan salah satu partai politik baru, Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Disebut-sebut sebagai “partai millennial”, dipimpin oleh mantan pembaca berita TV yang didukung oleh anggota-anggota muda, <a href="https://news.detik.com/kolom/d-3926378/anak-muda-mental-penjilat">mereka juga bercita-cita melakukan perubahan dari dalam</a>. </p>
<p>Namun, kehadiran para mantan aktivis itu tampaknya gagal dalam mewujudkan perubahan fundamental untuk memperbaiki kualitas demokrasi. Ini berlaku terutama dalam isu-isu hak asasi manusia, layanan publik, dan korupsi, menurut beberapa <a href="https://folk.uio.no/ollet/files/Prisma-Siap-Cetak%20-OK-Pke-19-Vol36-No-Demokrasi-Maret-2017.pdf">studi</a> yang diterbitkan dalam jurnal sosial politik Prisma. </p>
<h2>Gagal mendorong berbagai reformasi</h2>
<p>Selama dua dekade terakhir pada dasarnya demokrasi sudah <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00074918.2017.1410311">menjauh dari prinsip-prinsip demokrasi liberal</a> yang terutama dicirikan oleh supremasi hukum dan pelindungan hak-hak asasi manusia. </p>
<p>Kita bisa saksikan hal tersebut terjadi dalam “normalisasi” <a href="http://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/another-threat-to-the-kpk-constitutional-court-sides-with-the-dpr/">korupsi dan politik uang</a>, meningkatnya kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap <a href="https://www.hrw.org/news/2017/02/02/indonesias-religious-minorities-under-threat">kelompok-kelompok minoritas</a>, meningkatnya konflik di <a href="https://kumparan.com/@kumparannews/infografis-konflik-agraria-terus-meningkat">sektor agraria</a>, bahkan peningkatan penggunaan <a href="http://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/identity-politics-mobilising-religious-sentiment-in-democratic-indonesia/">politik identitas</a> maupun maraknya <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00472336.2017.1336564">vigilantisme</a>. </p>
<p>Dari “dalam sistem ”, para mantan aktivis belum mampu mendesak pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus lama hak asasi manusia dan kekerasan negara. Ini termasuk kekerasan dan pembunuhan terhadap para mahasiswa selama demonstrasi 98—sekalipun sebagian dari mereka atau kawan-kawan mereka menjadi korban dalam kasus-kasus tersebut. </p>
<p>Kita juga tidak tahu bagaimana para mantan aktivis berkontribusi dalam mempercepat kinerja BUMN. Sebagian dari BUMN tersebut mencatat <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2017/08/30/24-state-owned-enterprises-record-losses-in-h1.html">kerugian</a>. </p>
<h2>Mengapa ini terjadi?</h2>
<p>Para intelektual yang berusaha untuk menjelaskan mengapa para aktivis gagal dalam melakukan perubahan dari dalam sistem umumnya menekankan analisisnya pada peran aktor-aktor politik yang bersaing dalam arena negara. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa keberadaan <a href="https://www.eastwestcenter.org/system/tdf/private/ps072.pdf?file=1&type=node&id=35018">kekuatan-kekuatan oligarkis</a> dan “<a href="http://www.eastasiaforum.org/2016/02/04/old-guard-blocking-human-rights-reform-in-indonesia/">elite lama</a>” dalam arena politik terus-menerus berupaya membendung segala agenda reformasi yang mengancam kepentingan mereka. </p>
<p>Sementara itu, sebagian yang lain menyatakan bahwa ketika kekuatan-kekuatan lama mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka, <a href="https://folk.uio.no/ollet/files/Reclaiming-the-State.pdf">aktor-aktor prodemokrasi tidak terkonsolidasi dan lemah dalam menggugat mereka</a>. Oleh karena itulah, studi-studi tersebut menganjurkan untuk memperkuat kapasitas dan jaringan di kalangan aktor-aktor prodemokrasi dalam arena negara untuk melawan dominasi kekuatan-kekuatan oligarkis dan “elite lama” sebelum perubahan-perubahan substansial bisa diwujudkan. </p>
<p>Namun kami berpendapat bahwa praktik-praktik transaksionalisme politik (politik dagang sapi di antara elite politik yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dan sumber daya) dan korupsi yang mengakar, bukan semata-mata disebabkan oleh keberadaan aktor-aktor non-demokratis, adalah penyebab kegagalan banyak agenda reformasi. Penekanan pada peran aktor mengabaikan fakta bahwa <a href="https://www.eastwestcenter.org/publications/localising-power-post-authoritarian-indonesia-southeast-asia-perspective">predatorisme politik</a> atau kontrol atas lembaga-lembaga publik untuk akumulasi kekayaan privat sudah benar-benar terlembaga dalam birokrasi dan terus direproduksi oleh elite yang diuntungkan oleh situasi itu. </p>
<p>Bukan hanya elite politik garda lama, mereka yang dianggap sebagai reformis pun menangguk untung karena menerima dan menyesuaikan diri dengan predatorisme. </p>
<p>Ketika Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Massa (<a href="http://www.thejakartapost.com/academia/2017/08/30/law-on-mass-organizations-is-merely-about-power.html">Perppu Ormas</a>) yang mengabaikan prinsip <em>due process of law</em> dalam pembubaran organisasi, misalnya, para aktivis di Kantor Staf Presiden berada di garis depan dalam mendukung peraturan ini. </p>
<p>Mantan aktivis radikal seperti anggota DPR Budiman Sudjatmiko dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Desmond Mahesa dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) hampir tidak ada bedanya dengan para politikus oportunis lain. Mereka cenderung mewakili kepentingan partai politik atau patron politik mereka, bukannya mewakili warga negara yang terpinggirkan. </p>
<p>Banyak mantan aktivis yang menduduki posisi staf khusus hanya memiliki posisi tawar yang lemah untuk bernegosiasi dengan patron-patron mereka dan sistem politik yang lebih luas. Mereka tidak melakukan apa-apa untuk mencegah disahkannya undang-undang kontroversial tentang lembaga-lembaga legislatif (<a href="http://www.thejakartapost.com/academia/2018/02/14/commentary-house-of-representatives-waging-war-against-free-speech.html">Undang-Undang MD3</a>) yang membungkam kritik terhadap anggota parlemen. </p>
<p>Hal semacam itu mungkin terjadi karena sebagian besar mantan aktivis tidak memiliki basis sosial yang kuat atau merepresentasikan gerakan-gerakan sosial tertentu. Sebagai politikus, mereka mungkin memiliki konstituen, tetapi itu hanya berguna untuk penggalangan suara saat pemilihan umum. </p>
<p>Situasi di atas menunjukkan sifat demokrasi Indonesia selama dua dekade terakhir, yang muncul karena tidak adanya gerakan progresif terorganisasi sejak pembantaian kaum komunis pada 1965. </p>
<p>Selama Orde Baru, rezim militer tidak hanya menumpas tapi juga menjinakkan segala tantangan politik potensial. Soeharto juga menerapkan kebijakan “massa mengambang” dengan membatasi politik berbasis massa dan menjauhkan partai-partai politik dari konstituen mereka.</p>
<p>Proses historis ini menghancurkan kemampuan masyarakat untuk mengorganisasi diri. Bukannya menjadi mampu menyalurkan tuntutan dan kepentingan mereka, masyarakat telah menjadi tercerai-berai dan mengidap penyakit apolitis yang kronis. </p>
<p>Di samping itu, walau rezim otoriter sudah jatuh, sebuah narasi tentang ancaman komunisme terus-menerus direproduksi. Hal ini digunakan untuk membatasi setiap upaya untuk mengorganisasi tantangan yang serius terhadap politik predatoris. </p>
<p>Kita bisa melihat hal ini dalam penangkapan belum lama berselang atas aktivis lingkungan <a href="https://en.tempo.co/read/news/2018/01/10/314914723/Burying-the-Ghost-of-Communism">Budi Pego</a>. Dia ditangkap berdasarkan undang-undang anti-komunis karena perlawanannya terhadap eksploitasi Gunung Tumpang Pitu di Banyuwangi, Jawa Timur. Gerakan serikat buruh dan petani juga terus-menerus dihambat dengan penggunaan label seperti neo-komunisme. </p>
<p>Karena masyarakat sipil sangat tidak terorganisasi, para politikus mengandalkan politik uang, kekerasan dan politik identitas untuk mengumpulkan suara pemilih. Akibatnya, korupsi menjadi sebuah problem kronis. Hal inilah yang menjadi pendorong dari praktik-praktik yang dilakukan oleh banyak aktor politik-ekonomi di arena negara. </p>
<p>Selain itu, meningkatnya penggunaan mobilisasi politik dengan sentimen-sentimen keagamaan memperparah diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dan mendorong berkembangnya <a href="http://www.eastasiaforum.org/2017/09/02/who-is-in-control-of-indonesia/">vigilantisme</a>. </p>
<p>Sebelum 1965, para petani dan buruh mampu mengorganisasi diri sebagai sebuah gerakan yang relatif otonom dari partai-partai politik, termasuk dari partai komunis. Melalui berbagai serikat, mereka mampu berunding dengan elite ekonomi politik dalam memperjuangkan kepentingan mereka. Rezim negara kesejahteraan di negara-negara Eropa yang bisa memberikan berbagai jaminan sosial bagi warga negara juga merupakan hasil perjuangan gerakan kiri yang terorganisasi.</p>
<h2>Tidak adanya gerakan-gerakan progresif terorganisasi</h2>
<p>Dengan demikian, problem kegagalan reformasi berpangkal pada tidak adanya gerakan-gerakan progresif terorganisasi. Kegagalan itu bukan hanya disebabkan oleh isu-isu kelembagaan atau tantangan yang tidak memadai oleh para aktor reformis terhadap kekuatan-kekuatan oligarkis. </p>
<p>Kegagalan itu melapangkan jalan bagi institusionalisasi transaksionalisme politik dan korupsi, menghambat setiap upaya untuk menjalankan reformasi. Memasuki arena negara dan politik arus utama tanpa dukungan politik dari gerakan-gerakan terorganisasi hanya akan menyebabkan para aktivis prodemokrasi tersedot lubang hitam <a href="http://journal.ui.ac.id/index.php/mjs/article/view/4691/3290">sistem politik Indonesia</a>: praktik-praktik predatoris.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/94523/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdil Mughis Mudhoffir terafiliasi dengan Jurusan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Andi Rahman Alamsyah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Banyak aktivis yang memasuki dunia politik dalam dua dekade demokratisasi Indonesia. Tetapi ini tidak memperbaiki kualitas demokrasi di negeri ini.Abdil Mughis Mudhoffir, PhD Candidate in Politics at the Asia Institute, The University of MelbourneAndi Rahman Alamsyah, Lecturer in Sociology, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.