tag:theconversation.com,2011:/us/topics/pembunuhan-125875/articlespembunuhan – The Conversation2022-11-02T06:55:33Ztag:theconversation.com,2011:article/1897012022-11-02T06:55:33Z2022-11-02T06:55:33ZCermin kasus Brigadir Yosua dan Stadion Kanjuruhan: siapa yang menanggung biaya pemeriksaan forensik?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/482939/original/file-20220906-20-q30jih.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tersangka Bharada Richard Eliezer (ketiga kiri) berjalan sebelum rekonstruksi pembunuhan Brigadir Joshua di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta, 30 Agustus 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1661844610">ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww</a></span></figcaption></figure><p>Adanya permintaan autopsi ulang – karena hasil autopsi <a href="https://nasional.tempo.co/read/1625691/sama-dan-beda-hasil-autopsi-ulang-brigadir-j-dengan-autopsi-pertama">pertama sempat diragukan</a> – dalam kasus kematian tidak wajar <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat</a> dan kasus <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221102070344-20-868326/ayah-korban-kanjuruhan-berharap-autopsi-anaknya-berjalan-objektif">tragedi kematian massal</a> di <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221014041959-12-860356/dua-keluarga-korban-tragedi-kanjuruhan-sepakat-untuk-autopsi">Stadion Kanjuruhan</a> membuka tabir bahwa praktik kedokteran forensik belum sepenuhnya menjadi bagian sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.</p>
<p>Meski sudah tercantum dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38778/uu-no-36-tahun-2009">Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 </a> tentang Kesehatan, saat ini pelayanan forensik patologi (autopsi mayat) dan forensik klinik (pemeriksaan korban hidup) tidak tercakup dalam layanan Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan. </p>
<p>Forensik klinik adalah pemeriksaan forensik orang hidup. Misalnya pemeriksaan korban kasus penganiayaan, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, penyiksaan anak, atau kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan atas terduga atau tersangka pelaku juga termasuk ke dalam lingkup ini, misalnya pemeriksaan kedokteran untuk memastikan seseorang adalah pelaku kekerasan seksual.</p>
<p>Pemeriksaan orang hidup atau forensik klinik sebetulnya pernah <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/215852/peraturan-bpjs-kesehatan-no-1-tahun-2014">tercakup dalam BPJS sebelum 2018</a>, tapi implementasinya menghadapi kendala. </p>
<p>Salah satu masalahnya adalah pemeriksaan forensik tidak pernah dimasukkan dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/114633/permenkes-no-76-tahun-2016">Casemix INA-CBGs</a> (Indonesian Case Base Groups), yaitu algoritme penatalaksanaan pasien berdasarkan diagnosis. Algoritme ini menjadi dasar tentang dokter apa saja yang terlibat dalam penanganan pasien, pemeriksaan apa yang perlu dilakukan, langkah-langkah terapi atau penatalaksanaan, dan biaya yang bisa diklaimkan.</p>
<p>Belum sempat kendala ini ditangani, pada 2018 terbit <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/94711/perpres-no-82-tahun-2018">Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018</a> yang menghapus cakupan BPJS untuk kedokteran forensik sama sekali. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/492060/original/file-20221027-21-1l8pxd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sejumlah pemain dan pengurus Arema FC menaburkan bunga di depan patung Singa Tegar kawasan Stadion Kanjuruhan, Malang, 3 Oktober 2022. Tabur bunga dan doa bersama tersebut sebagai bentuk duka cita atas jatuhnya korban 133 jiwa pada tragedi di Stadion Kanjuruhan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1664783118&getcod=dom">ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/rwa</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>UU mengatur, tapi tidak jelas mekanismenya</h2>
<p>Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana <a href="https://yuridis.id/pasal-136-kuhap-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana/">Pasal 136</a> dan <a href="https://yuridis.id/pasal-229-kuhap-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana/">229</a> dengan jelas mengatakan pembiayaan pemeriksaan autopsi ditanggung oleh negara. </p>
<p>Pasal 125 UU Kesehatan juga menyatakan pembiayaan pemeriksaan forensik untuk korban hidup maupun mayat ditanggung APBN atau APBD. Namun tidak dijelaskan institusi negara yang mana yang berkewajiban membiayai atau bagaimana pembiayaan ini selayaknya dikeluarkan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pakar-menjawab-bagaimana-tes-dna-bisa-membantu-polisi-usut-pembunuhan-seperti-kasus-brigadir-yosua-188647">Pakar Menjawab: bagaimana tes DNA bisa membantu polisi usut pembunuhan seperti kasus Brigadir Yosua?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Pasal 59 ayat (2) huruf i menyatakan bahwa pelayanan kedokteran forensik klinik termasuk dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/215852/peraturan-bpjs-kesehatan-no-1-tahun-2014">skema BPJS</a>. </p>
<p>Dalam kenyataannya peraturan perundang-undangan tersebut sulit dijalankan, khususnya setelah terbit <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/94711/perpres-no-82-tahun-2018">Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 Pasal 52 ayat (1) huruf r dan s</a>. Perpres ini menyatakan bahwa skema jaminan kesehatan tak lagi menjamin pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang. </p>
<p>Jadi siapa yang membayar?</p>
<p>Jika berpegang pada <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/94711/perpres-no-82-tahun-2018">peraturan presiden</a> tersebut, maka logikanya pembiayaan dibebankan kepada institusi penegak hukum (kepolisian) yang memerlukan pemeriksaan forensik. </p>
<p><a href="https://paralegal.id/peraturan/peraturan-kepolisian-negara-nomor-8-tahun-2018/#google_vignette">Peraturan Kepolisian (Perkap) No. 8 Tahun 2018</a> menyatakan bahwa pelayanan kedokteran forensik tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Pasal 10-12 menyatakan biaya yang menjadi tanggung jawab Kepolisian adalah</p>
<ul>
<li>pembuatan <em>visum et repertum</em> (VeR) atau surat keterangan medis orang hidup;</li>
<li>pembuatan VeR orang mati (pemeriksaan luar, autopsi, pemeriksaan lab kedokteran forensik, gali kubur atau ekshumasi);</li>
<li>identifikasi personal;</li>
<li>pemeriksaan psikiatri forensik; dan</li>
<li>pembuatan database kedokteran forensik.</li>
<li>Hukum kesehatan dan medikolegal untuk kepentingan hukum dan peradilan (memberikan keterangan ahli dalam berita acara pemeriksaan; memberikan keterangan ahli di pengadilan; konsultasi hukum kesehatan; dan mediasi masalah kesehatan dalam sengketa medis).</li>
</ul>
<h2>Solusi yang sulit dipraktikkan</h2>
<p>Perlu dikaji mendalam bagaimana skema perundang-undangan ini diterjemahkan dan dilaksanakan di tingkat praktis. </p>
<p>Beberapa rumah sakit daerah tampaknya menerapkan pembiayaan tunai (non asuransi) untuk semua keperluan yang tidak dapat diklaim, baik untuk pembiayaan pemeriksaan kesehatan (pengobatan), maupun untuk pemeriksaan (pelaporan forensik). </p>
<p>Rumah sakit tidak memandang apakah nanti yang akan membayar pihak Kepolisian atau pihak pasien (korban). Apakah karena jumlah kasus tidak banyak sehingga sistem ini dianggap lebih mudah? </p>
<p>Di tingkat praktis, kesulitan terjadi karena berarti Kepolisian (penyidik) harus menyediakan dana tunai untuk membayar biaya terkait. Bagaimana jika pihak korban membayarkan terlebih dulu apakah akan di-<em>reimburse</em>? Apakah jika tidak ada dana tunai pihak rumah sakit dapat mengeluarkan tagihan kepada Kepolisian? Kalau bisa, bagaimana teknisnya ? Apakah <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/sempat-batal-autopsi-korban-tragedi-kanjuruhan-digelar-akhir-pekan-ini.html">pemeriksaan (autopsi) yang dibiayai</a> oleh pihak lain <a href="https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160411_indonesia_polisi_siyono">tidak diakui sebagai bukti</a>? Sering muncul berbagai pertanyaan masyarakat dan rumah sakit yang belum ada jawaban memuaskan. </p>
<p>Ketidakjelasan ini rupanya dapat menyebabkan korban kekerasan harus <a href="https://drdewanto.staff.ugm.ac.id/2020/02/04/pembiayaan-pasien-dengan-kasus-forensik-klinik/">membayar sendiri pemeriksaan kesehatan</a> yang diperlukan dalam proses penegakan hukum. Ini satu contoh, belum ada gambaran statistik untuk memperlihatkan luasnya masalah. </p>
<p>Beberapa pemerintah daerah berkomitmen membiayai pelayanan pemeriksaan kekerasan pada perempuan dan anak. Namun, hal ini sangat tergantung pada kondisi daerah, sehingga keberlakuannya tidak seragam di semua daerah.</p>
<h2>Masukkan ke sistem kesehatan</h2>
<p>Karena kedokteran forensik belum tegas dijadikan bagian dari sistem pelayanan kesehatan, hal ini berimbas pada kurang jelasnya kebijakan yang dapat menjamin agar praktik kedokteran forensik berlangsung dengan baik. </p>
<p>Imbas signifikan terjadi pada minimnya fasilitasi pelayanan kedokteran forensik. Dari sisi profesionalisme, misalnya, tingkat penghasilan dokter spesialis forensik rata-rata jauh lebih rendah dibanding profesi dokter spesialis lainnya. </p>
<p>Akibatnya, minat dokter untuk menjadi spesialis forensik sangat rendah. Saat ini Indonesia hanya memiliki kurang dari 300 dokter spesialis forensik dan medikolegal dengan sebaran terbanyak di 7 universitas besar dengan program studi spesialis forensik & medikolegal. Jumlah lulusan baru spesialis forensik sulit mengimbangi yang pensiun atau meninggal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kenapa-indonesia-butuh-sistem-otopsi-mayat-yang-independen-dan-imparsial-belajar-dari-kasus-brigadir-yosua-188653">Kenapa Indonesia butuh sistem otopsi mayat yang independen dan imparsial? Belajar dari kasus Brigadir Yosua</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ditambah lagi permintaan Kepolisian untuk mengautopsi di rumah sakit pusat atau daerah semakin turun. Sebab kepolisian lebih memilih untuk mengirimnya ke rumah sakit kepolisian yang saat ini <a href="https://nasional.tempo.co/read/1607398/rs-polri-banyak-layani-masyarakat-umum">jumlahnya 52 rumah sakit</a>.</p>
<p>Pengembangan ilmu dan praktik kedokteran forensik Indonesia jangan sampai terjerumus pusaran negatif seolah-olah pemeriksaan kematian via autopsi itu baru dilakukan hanya jika ada permintaan dari kepolisian. </p>
<p>Kini saatnya kita masuk pada paradigma pelayanan kedokteran forensik sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Pelayanan kedokteran forensik dilaksanakan oleh dokter (tenaga kesehatan), di fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit), menggunakan prinsip dan dikembangkan melalui ilmu pengetahuan kedokteran. Ini bermanfaat bukan saja untuk kepentingan hukum tapi juga untuk <a href="https://ebooks.iospress.nl/publication/12927">kedokteran</a> <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34998387/">pencegahan</a>. </p>
<p>Karena itu, pemerintah harus mereformasi sistem pelayanan kedokteran forensik, termasuk sistem pembiayaannya, untuk menjadi sistem yang independen, akuntabel, transparan, dan dijamin imparsialitasnya. </p>
<p>Salah satu caranya adalah masukkan praktik kedokteran forensik dalam sistem kesehatan nasional dengan melayani kepentingan forensik berbagai pihak, baik otoritas penegak hukum sebagai klien utama, maupun kepentingan individual di masyarakat, dalam kerangka hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi. </p>
<p>Dengan cara itu, seluruh sistem bersinergi membangun pelayanan <a href="https://theconversation.com/kenapa-indonesia-butuh-sistem-otopsi-mayat-yang-independen-dan-imparsial-belajar-dari-kasus-brigadir-yosua-188653">kedokteran forensik Indonesia profesional dan independen</a> untuk menciptakan masyarakat yang adil dan beradab. Harapannya kepercayaan masyarakat terhadap pemeriksaan forensik yang disampaikan oleh dokter forensik akan meningkat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/189701/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yoni Syukriani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Implikasi tidak diaturnya pelayanan forensik ini adalah ketidakjelasan siapa yang menanggung biaya pemeriksaan baik untuk pemeriksaan jenazah maupun orang hidup.Yoni Syukriani, Dosen bidang Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal dan bidang Bioetika Humaniora, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1886532022-08-26T07:43:36Z2022-08-26T07:43:36ZKenapa Indonesia butuh sistem otopsi mayat yang independen dan imparsial? Belajar dari kasus Brigadir Yosua<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/481043/original/file-20220825-20-cyguo0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Setelah autopsi ulang jasad Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dimakamkan kembali di kampungnya, Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, 27 Juli 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1658926513">ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/nym</a></span></figcaption></figure><p>Hasil <a href="https://nasional.tempo.co/read/1625462/hasil-autopsi-ulang-brigadir-j-tim-forensik-ada-dua-luka-fatal-di-tubuh-yosua">otopsi ulang</a> atas jasad <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat</a> yang dipublikasikan Senin lalu menunjukkan <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/23/093100065/kecurigaan-pengacara-keluarga-brigadir-j-soal-hasil-otopsi-kedua?page=all">tak ada tanda-tanda penyiksaan di tubuh korban pembunuhan berencana ini</a>. </p>
<p>Tim dokter forensik menjelaskan ada lima luka peluru masuk dan empat luka keluar. Satu peluru bersarang di tulang belakang. </p>
<p>Ada dua luka fatal pada jasad Yosua, yakni di kepala dan satu di dada. <a href="https://tirto.id/2-titik-tembak-penyebab-brigadir-j-tewas-dada-kepala-gvoM">Luka fatal itulah yang menyebabkan dia meninggal.</a> </p>
<p>Dibanding <a href="https://nasional.tempo.co/read/1625691/sama-dan-beda-hasil-autopsi-ulang-brigadir-j-dengan-autopsi-pertama">otopsi pertama</a>, terdapat perbedaan jumlah luka tembak. Versi otopsi pertama polisi ada tujuh luka. </p>
<p>Pengacara keluarga Brigadir Yosua <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/23/093100065/kecurigaan-pengacara-keluarga-brigadir-j-soal-hasil-otopsi-kedua?page=all">memprotes</a> karena mereka tidak mendapatkan hasil otopsi – padahal mereka yang mengajukan – dan ada temuan yang berbeda tersebut.</p>
<p>Masalah kontroversi otopsi ulang jasad itu hanya pucuk dari gunung es masalah serius kedokteran forensik di Indonesia selama bertahun-tahun: negara berpenduduk 270 juta ini belum memiliki sistem pemeriksaan kematian yang andal, objektif, independen (bebas dari tekanan), dan imparsial (tidak memihak). </p>
<p>Padahal, sejak 2007 WHO telah menyuarakan pentingnya <a href="http://www.emro.who.int/civil-registration-statistics/about/what-are-civil-registration-and-vital-statistics-crvs-systems.html">Civil Registry and Vital Statistics (CRVS)</a>. Sistem ini pada intinya mengharuskan pemeriksaan atas semua kematian yang terjadi. </p>
<p>Indonesia adalah negara besar yang belum memiliki sistem pemeriksaan kematian yang adekuat dan memenuhi standar internasional. Keikutsertaan Indonesia dalam CRVS sebatas sampling, belum berupa <em>registry</em>. </p>
<p>Maksudnya, Indonesia hanya menguji petik atau kasus tertentu, misalnya hanya angka kematian ibu dan bayi di lokasi tertentu saja. Sedangkan <em>registry</em> itu pemeriksaan dan pencatatan seluruh kasus kematian (semuanya diperiksa bukan berarti semuanya harus diotopsi).</p>
<p>Jika tidak ada perbaikan sistem pemeriksaan kematian, masalah serupa akan sering muncul.</p>
<h2>Masalah praktik kedokteran forensik di Indonesia</h2>
<p>Penelitian <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29751222/">saya dan tim</a> menunjukkan ada delapan kategori masalah yang dialami kedokteran forensik di Indonesia: (1) bagaimana praktik dan cakupan kedokteran forensik didefinisikan, (2) posisi kedokteran forensik di dalam sistem hukum, (3) posisinya dalam sistem kesehatan, (4) bagaimana independensi dan imparsialitas dipahami, (5) ketersediaan dan sistem rekrutmen sumber daya manusia, (6) bagaimana pendidikan dijalankan, (7) sejauh mana aktivitas riset berlangsung, dan (8) bagaimana praktik kedokteran forensik dibiayai. Saya membahas beberapa saja yang paling mendasar.</p>
<p>Istilah “kedokteran forensik” saat ini diartikan sempit menjadi “praktik otopsi untuk kepentingan pengadilan” atau “praktik otopsi yang diminta penegak hukum”. </p>
<p>Peran kedokteran forensik selain untuk penegakan hukum pidana juga dapat dimanfaatkan secara luas untuk bentuk penegakan keadilan lainnya seperti penyelesaian kasus hukum perdata, hukum administrasi, dan pemenuhan hak asasi manusia.</p>
<p>Dibanding bidang kedokteran lain praktik, kedokteran forensik dikenal memiliki kekhususan, yaitu (a) temuan kedokteran forensik ditujukan terutama untuk menjawab pertanyaan yuridis (<em>judicial questions</em>), (b) dokter memeriksa dan memberi pendapat ilmiah dengan sikap objektif, tidak bias, (c) menganalisis bukti dengan pikiran terbuka dan tidak bertujuan membuktikan tuntutan, tidak memihak (imparsial), dan bebas dari tekanan (independen).</p>
<p>Independensi dalam konteks ini diartikan “bebas dari tekanan”. Sedangkan imparsialitas diartikan bahwa dokter forensik melaksanakan tugasnya secara tidak memihak.</p>
<p>Tugas dokter forensik adalah memeriksa, melaporkan fakta, dan menyampaikan pendapat berdasarkan ilmu pengetahuan. </p>
<p>Dokter forensik tidak boleh peduli apakah laporan dan pendapatnya akan menguntungkan atau merugikan pihak yang meminta (kepolisian atau keluarga korban). Posisi ini memang unik dibandingkan praktik kedokteran biasa. </p>
<p>Meski pemerintah telah menerbitkan <a href="https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/16e064dea2d32118076e64546337ce45e9ccc8df5.pdf">Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri (No. 162/MENKES/PB/I/2010 dan No. 15 tahun 2010)</a> tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian, tampaknya aturan ini masih harus disempurnakan dan (yang paling penting) diterapkan. Kajian kami sementara ini peraturan tersebut tidak berjalan kecuali di sedikit daerah seperti DKI Jakarta.</p>
<p>Selain itu, ada kesan seolah-olah sistem pemeriksaan kematian tidak ada hubungannya dengan penegakan keadilan tapi hanya terkait masalah kesehatan (epidemiologi). Sistem pemeriksaan kematian seharusnya dilakukan secara terintegrasi untuk memberi servis kepada ketiganya: otoritas kependudukan, otoritas kesehatan, dan otoritas penegak hukum. </p>
<p>Sistem pemeriksaan kematian juga bergerak jika terjadi beberapa kematian terkait suatu intervensi bidang kesehatan (seperti vaksinasi massal) maupun kematian yang diduga terkait pekerjaan. Misalnya, kematian terkait <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20220102110137-4-303837/kemenkes-buka-suara-soal-2-anak-meninggal-usai-vaksin">vaksin</a> atau <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/73/hasil-investigasi-kejadian-ikutan-paska-pengobatan-massal-filariasis-di-kabupaten-bandung.html">obat massal</a>, kematian <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48025730"> 119 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)</a> tahun 2019, dan terakhir kasus kematian Brigadir Yosua. </p>
<p>Diskusi tentang institusi pemeriksa kematian yang independen juga kerap naik ke permukaan jika terjadi kematian pada seseorang yang tengah berada di dalam perlindungan negara atau kematian di tangan penegak hukum. Misalnya, kasus kematian <a href="https://nasional.kompas.com/read/2016/04/12/07351811/Kontroversi.Hasil.Otopsi.dan.Misteri.Kematian.Siyono.?page=all">terduga teroris Siyono tahun 2016</a> , <a href="https://nasional.tempo.co/read/1413265/polisi-masih-dalami-hasil-autopsi-6-jenazah-pengawal-rizieq-shihab">kontroversi kasus tewasnya 6 pengawal Rizieq Shihab di jalan tol km 50</a>, dan <a href="https://regional.kompas.com/read/2022/05/18/082015778/mengungkap-penyebab-kematian-tahanan-di-penjara-kompolnas-lakukan-otopsi">kematian di tahanan maupun lapas</a>. </p>
<p>Seandainya Indonesia telah memiliki sistem pemeriksaan kematian yang independen dan imparsial, maka banyak permasalahan kematian tidak perlu menjadi kontroversi dan kegelisahan masyarakat. Penegak hukum pun diuntungkan karena dapat terhindar dari tuduhan tidak profesional karena korban diperiksa oleh pihak lain yang secara institusi tidak terkait langsung dengan penegak hukum.</p>
<p>Selain itu, Indonesia belum memiliki panduan indikasi otopsi sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu kematian harus diotopsi atau tidak. Panduan tersebut bukan hanya ada di negara maju, di negara tetangga kita Malaysia pun sudah ada. </p>
<p>Kementerian Kesehatan Malaysia <a href="http://www.myhealth.gov.my/en/autopsy-medico-legal-vs-clinical/">mengeluarkan standar</a> <em>post-mortem examination</em> yang harus dilaksanakan oleh <a href="https://www.moh.gov.my/index.php/database_stores/attach_download/312/220">Government Medical Officer </a> di rumah sakit pemerintah, untuk mengetahui sebab dan cara kematian pada kematian yang terindikasi tidak wajar.</p>
<iframe title="Indikasi kematian yang membutuhkan otopsi" aria-label="Table" id="datawrapper-chart-5wH0X" src="https://datawrapper.dwcdn.net/5wH0X/2/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="961"></iframe>
<h2>Tanggung jawab negara</h2>
<p>Sistem pemeriksaan kematian adalah sistem yang dimiliki suatu negara untuk menentukan penyebab seluruh kasus kematian yang terjadi di wilayahnya. Karena, negara harus bertanggung jawab atas trauma dan kematian yang terjadi di teritorinya.</p>
<p>Indonesia belum punya sistem andal untuk kepentingan tersebut.</p>
<p>Bentuk pertanggungjawaban tersebut harus diwujudkan negara dalam bentuk sistem pemeriksaan trauma dan kematian. Sistem pemeriksaan trauma dan kematian tidak harus diterjemahkan secara sempit menjadi penyidikan oleh kepolisian, karena tidak semua trauma dan kematian terkait tindak kriminal. </p>
<p>Sebagian besar kematian justru bukan berada di wilayah tanggung jawab kepolisian, melainkan ada di ranah masalah kesehatan. Suatu kematian yang awalnya disangka akibat tindak kriminal dapat terbukti wajar, atau sebaliknya, yang semula dikira wajar ternyata terindikasi akibat kejahatan. </p>
<p>Dalam perspektif ini, suatu negara akan dinilai maju jika menjalankan fungsi pemeriksaan kematian dijalankan oleh institusi dan profesional yang independen.</p>
<p>Sebagai contoh, di <a href="https://www.cdc.gov/phlp/publications/coroner/death.html">Amerika Serikat pemeriksaan kematian dilaksanakan</a> oleh <em>coroner</em> atau <em>medical examiner</em> yang bertanggung jawab langsung kepada publik. Bahkan di banyak negara bagian jabatan <em>coroner</em> dipilih masyarakat. </p>
<p><em>Medical examiner</em> adalah dokter yang ditunjuk untuk memeriksa kematian dan menentukan sebab kematian, dan dapat juga menjalankan tugas <em>coroner</em>. Tugas mereka adalah memeriksa pada tahap awal, menyeleksi apakah kematian tersebut diduga dalam kategori cara kematian (wajar atau tidak wajar) dan perlu diotopsi atau tidak.</p>
<p>Kematian wajar hanya jika disebabkan oleh penyakit. </p>
<p>Sedangkan kematian tidak wajar ada empat, yaitu pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan <em>undetermined</em> (belum jelas karena belum diperiksa atau sudah diperiksa tapi tidak dapat disimpulkan). Setelah itu, mereka memeriksa jenazah lebih mendalam jika perlu. </p>
<p>Profesi tersebut menjalankan tanggung jawab negara untuk memenuhi rasa keadilan warga negaranya dengan cara menjawab pertanyaan “mengapa seseorang mati” dan “bagaimana cara dia mati”, selain turut berperan dalam upaya mencegah trauma dan penyakit. </p>
<p>Pengambilan kesimpulan cara kematian “wajar” tidak terlalu masalah jika kematian terjadi pada orang yang sempat dirawat di rumah sakit. Yang sulit adalah kematian terjadi di luar fasilitas kesehatan. </p>
<p>Karena itu, meski belum tentu terkait pidana, kematian di luar fasilitas kesehatan harus diperiksa. Belum tentu harus diotopsi, tapi harus diperiksa. Jika tidak diperiksa dengan baik dan dokter klinik mengeluarkan surat kematian lalu di kemudian hari ada kecurigaan tidak wajar, maka dokter tersebut menghadapi risiko dituduh menutup-nutupi kematian tidak wajar.</p>
<p>Hasil otopsi Brigadir Yosua dan kasus-kasus sejenis tidak akan menjadi kontroversi seandainya Indonesia memiliki sistem pemeriksaan kematian yang independen dan imparsial. Itulah yang kita butuhkan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188653/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yoni Syukriani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hasil otopsi Brigadir Joshua tidak akan menjadi kontroversi seandainya Indonesia memiliki sistem pemeriksaan kematian yang independen dan imparsial.Yoni Syukriani, Dosen bidang Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal dan bidang Bioetika Humaniora, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1886472022-08-23T08:22:07Z2022-08-23T08:22:07ZPakar Menjawab: bagaimana tes DNA bisa membantu polisi usut pembunuhan seperti kasus Brigadir Yosua?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/480492/original/file-20220823-26-vpn83t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas dari unit Indonesia Automatic Fingerprint System (Inafis) Kepolisian masuki rumah dinas Irjen Polisi Ferdy Sambo saat pra-rekonstruksi kasus yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, 22 Juli 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1658563809">ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU</a></span></figcaption></figure><p>Markas Besar Kepolisian akhirnya berhasil membongkar fakta-fakta yang sebelumnya <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">dicoba disembunyikan</a> di balik skandal pembunuhan berencana dengan korban Brigadir Polisi Nopryansah Yosua Hutabarat. </p>
<p>Bukti-bukti itu diketahui setelah Tim Khusus Kepolisian memeriksa <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/08/19/15004791/total-83-polisi-diperiksa-di-kasus-brigadir-j-35-orang-direkomendasi">puluhan polisi</a> yang diduga terlibat langsung maupun tidak langsung dalam upaya menghalangi penyelidikan kasus yang menyeret jenderal polisi ini.</p>
<p>Tersangka <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2613/2022-08-20">pembunuhan berencana tersebut</a> adalah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan istri Sambo, Putri Candrawathi. Brigadir Yosua merupakan sopir Putri. Tiga polisi dan satu sipil itu bekerja untuk Sambo dan keluarganya.</p>
<p>Kasus yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022, ini awalnya digambarkan oleh Sambo dan sejumlah polisi, termasuk dalam keterangan awal resmi Mabes Polri, sebagai “<a href="https://www.suara.com/news/2022/07/12/110530/kronologi-polisi-tembak-polisi-di-duren-tiga">tembak-menembak antara dua polisi”</a>. Tim Khusus Kepolisian awalnya kesulitan mengusut kasus ini karena banyak <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220820194711-12-836974/polisi-ungkap-peran-6-perwira-halangi-penyidikan-kasus-brigadir-j">barang bukti yang dirusak atau dihilangkan oleh Sambo dan anak buahnya</a>. </p>
<p>Kini kasus ini berbalik arah sebagai <a href="https://nasional.tempo.co/read/1622933/ferdy-sambo-akhiri-eksekusi-dengan-dua-tembakan-ke-kepala-brigadir-j">pembunuhan berencana</a> dengan motif yang masih diselidiki oleh penyidik. </p>
<p>Salah satu upaya untuk menemukan bukti terkait kejahatan ini adalah tes DNA (<em>deoxyribonucleic acid</em>) di lokasi pembunuhan. <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220811073700-12-833188/5-dna-ditemukan-di-lokasi-pembunuhan-brigadir-j-empat-jadi-tersangka.">Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan</a> polisi menemukan lima DNA dari lima orang yang kini tersangka di <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/08/09/21012591/ada-5-sidik-jari-dan-dna-di-tkp-kematian-brigadir-j-termasuk-sambo-serta">lokasi tewasnya Brigadir Yosua</a>. “Temuan DNA itulah yang kemudian dijadikan titik awal penyidikan kematian Brigadir Joshua,” kata <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220811073700-12-833188/5-dna-ditemukan-di-lokasi-pembunuhan-brigadir-j-empat-jadi-tersangka">Agus</a>.</p>
<p>Bagaimana cara kerja tes DNA bisa membantu polisi dalam penyelidikan kasus pembunuhan ini? </p>
<p>Kami bertanya kepada Yoni Fuadah Syukriani, dosen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Ketua Kolegium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Indonesia. Yoni Fuadah berpengalaman menguji sejumlah DNA untuk penyelidikan beberapa kasus kejahatan. Dia tidak terlibat dalam pengujian DNA kasus pembunuhan Brigadir Joshua. Penjelasannya di bawah ini merupakan hal yang biasanya dilakukan dalam tes DNA untuk mengusut kejahatan.</p>
<h2>Jejak DNA yang tertinggal</h2>
<p>Kepolisian telah lama mengunakan <a href="http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319831/penelitian/Jurnal%208%20Kartika%20WUNY%20forensik.pdf">tes DNA forensik</a> sebagai upaya mencari jejak biologis atau sel tertinggal dari pelaku atau korban kejahatan di lokasi kejadian perkara. </p>
<p>DNA merupakan <a href="http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319831/penelitian/Jurnal%208%20Kartika%20WUNY%20forensik.pdf">asam nukleat</a> yang menyusun informasi genetis pada makhluk hidup. </p>
<p>Salah satu yang paling populer adalah <a href="https://tekno.tempo.co/read/653320/begini-tes-dna-forensik-lacak-pemerkosa">melacak jejak pelaku pemerkosaan</a> melalui tes DNA pada cairan sperma, air liur, atau bekas pegangan tangan pelaku pada pakaian, tubuh, barang-barang korban, atau barang di lokasi kejadian. <a href="https://ugm.ac.id/id/berita/14642-tes.dna.mempermudah.pengungkapan.kasus.kriminal">Tes DNA</a> bisa juga bisa membantu identifikasi korban kecelakaan atau bencana alam, <a href="https://nasional.tempo.co/read/47989/polisi-mulai-identifikasi-dna">pelaku dan korban peledakan bom bunuh diri</a>, dan penentuan hubungan kekerabatan anak-orang tua. </p>
<p>Yoni Fuadah Syukriani mengatakan <a href="https://www.britannica.com/science/DNA">DNA</a> adalah tanda biologis yang bisa menunjukkan apakah seseorang di lokasi tertentu atau memegang sesuatu. Dalam kasus pemerkosaan, kata dia, jika DNA pelaku ditemukan di tubuh atau pakaian korban, maka itu bisa menunjukkan pelaku. “Di luar kasus pemerkosaan, DNA itu sebagai bukti petunjuk saja,” kata Yoni. </p>
<p>Maksudnya bukti petunjuk adalah pemilik DNA itu pernah hadir di situ dan belum tentu dia terlibat dalam kejahatan. Perlu ada bukti lain, misalnya kesaksian, pengakuan, rekaman CCTV atau bukti lainnya, yang membuktikan bahwa pemilik DNA itu terlibat dalam kejahatan.</p>
<p>Dalam kasus pembunuhan, DNA orang-orang yang pernah hadir di lokasi tempat korban tewas bisa ditemukan pada barang-barang di lokasi itu. Bisa juga DNA ditemukan pada pada benda-benda tertentu yang terkait langsung dengan kejahatan seperti di pistol dan selongsong peluru. </p>
<p>Tangan merupakan bagian tubuh yang sering meninggalkan DNA saat memegang barang. </p>
<p>Saat seseorang atau pelaku secara sengaja atau tidak sengaja menyentuhkan kulitnya pada benda-benda sekitarnya, maka <a href="https://repository.unair.ac.id/99580/1/DNA%20Touch%20dalam%20Identifikasi%20Forensik_compressed.pdf">terjadi transfer jejak bukti (<em>trace evidence</em>) DNA melalui sel kulit yang lepas ke benda tersebut</a>. Pelepasan kulit terluar bisa terjadi karena rata-rata pada manusia ada proses perubahan sel lama ke sel yang baru dalam jumlah besar yakni <a href="https://repository.unair.ac.id/99580/1/DNA%20Touch%20dalam%20Identifikasi%20Forensik_compressed.pdf">sekitar 400.000 sel kulit per hari</a>. Kulit yang lepas itu, dalam ukuran mikro, mengandung sel epitel kulit, bercak keringat, sidik jari, dan kotoran. <a href="https://repository.unair.ac.id/99580/1/DNA%20Touch%20dalam%20Identifikasi%20Forensik_compressed.pdf">Sel epitel</a> itulah yang bisa menjadi bahan identifikasi DNA. </p>
<p>Kalau kejadiannya di rumah dinas, menurut Yoni, orang-orang yang pernah hadir bisa meninggalkan DNA pada barang-barang yang sering dipegang seperti pegangan pintu, tangga di rumah tersebut, dan benda-benda lainnya. DNA itu bisa milik tuan rumah, ajudan, pekerja rumah tangga atau orang lain yang kebetulan hadir di situ. “DNA itu hanya mengatakan seseorang ada di situ atau pernah ke situ,” kata Yoni. </p>
<p>Berapa lama DNA bisa tertinggal di benda-benda yang dipegang? </p>
<p>Walau DNA tidak bisa menunjukkan dengan pasti kapan seseorang di suatu lokasi, DNA bisa tertingal lama di situ. “Bahkan kalau bendanya kering, DNA bisa menempel bertahun-tahun,” kata Yoni. </p>
<p>Di lokasi kejadian, sampel DNA diambil dengan mengusapkan <em>cutton bud</em> basah ke barang-barang yang diduga dipegang. Karena itu pemasangan garis polisi setelah kejadian kejahatan sangat penting agar tidak ada pihak yang merusak atau mencemari barang bukti di lokasi kejadian.</p>
<h2>DNA dari TKP dibandingkan DNA orang yang diduga</h2>
<p>Untuk mengetahui siapa pemilik DNA yang tertinggal di tempat kejadian perkara (TKP), penyidik membandingkan dengan DNA orang-orang yang dicurigai atau memiliki akses ke lokasi kejadian. </p>
<p>Dalam penyelidikan kasus, polisi biasanya bertanya siapa yang punya akses ke lokasi kejadian. Kalau jarang ke sana, juga ditanya, kapan terakhir kali seseorang ke sana. Orang-orang yang punya akses itu yang diperiksa dan diambil sampel DNA-nya dari usapan rongga mulut atau darah.</p>
<p>Sampel DNA dari TKP kemudian dimasukkan di laboratorium untuk memisahkan DNA dari sel-sel lain. Setelah mendapatkan DNA murni, DNA ini dimasukkan <a href="http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319831/penelitian/Jurnal%208%20Kartika%20WUNY%20forensik.pdf">mesin PCR</a> untuk diambil DNA yang dibutuhkan atau bagian tertentu saja yang diduga terkait dengan kasus yang diselidiki. </p>
<p>Mesin PCR ini pula yang menggandakan DNA sehingga ukurannya lebih besar. Setelah itu baru DNA-nya diurutkan dengan mesin <em>sequencing</em>. “Untuk menunjukkan seseorang hadir di lokasi kejadian, DNA harus identik 100% antara DNA di TKP dan DNA orang yang dibandingkan,” kata Yoni. DNA orang-orang yang dicurigai juga diolah seperti DNA dari TKP. </p>
<p>Pengambilan sampel sampai pemeriksaan di laboratorium dilakukan oleh petugas terlatih untuk mendapatkan data DNA yang akurat dan kredibel.</p>
<p>Dalam kasus pembunuhan, sekali lagi, DNA hanya bukti petunjuk kehadiran seseorang di lokasi kejadian. Perlu ada ada bukti lain untuk menunjukkan bahwa seseorang itu pelaku. </p>
<p>Inspektur Jenderal Ferdy Sambo pada awal kasus ini meledak menyatakan <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">dia tidak terlibat kasus pembunuhan Brigadir Yosua</a> dan <a href="https://www.suara.com/news/2022/07/20/203332/kompolnas-klaim-dalami-kebenaran-alibi-irjen-ferdy-sambo-tak-ada-di-lokasi-saat-peristiwa-penembakan-brigadir-j-terjadi">saat kejadian sedang tidak di lokasi pembunuhan</a>. Tapi belakangan terendus bahwa <a href="https://nasional.tempo.co/read/1624291/skenario-busuk-ferdy-sambo-begini-rentetan-pembunuhan-berencana-brigadir-j">dia di lokasi kejadian</a>, bahkan dia <a href="https://nasional.tempo.co/read/1621916/ferdy-sambo-mengaku-begini-kronologi-pembunuhan-brigadir-j-terbaru">mengaku dialah</a> yang merencanakan pembunuhan di rumah dinasnya. </p>
<p>Jadi, tak ada kejahatan yang sempurna. Setiap kejahatan selalu meninggalkan jejak DNA, termasuk kasus Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188647/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Untuk mengetahui siapa DNA yang tertinggal di tempat kejadian perkara, penyidik membandingkan dengan DNA orang-orang dicurigai atau memiliki akses ke lokasi kejadian.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.