tag:theconversation.com,2011:/us/topics/roket-111616/articlesroket – The Conversation2023-03-29T03:06:06Ztag:theconversation.com,2011:article/2023652023-03-29T03:06:06Z2023-03-29T03:06:06ZApa itu sampah antariksa? Bongkahan besi yang bisa menimpa orang dan bangunan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/516895/original/file-20230322-941-oz0nav.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Potret puing-puing antariksa</span> </figcaption></figure><p>Dalam seminggu terakhir saja, kita telah melihat dua insiden dari sampah antariksa yang jatuh kembali ke Bumi di tempat-tempat yang tidak terduga. </p>
<p>Pada hari Sabtu, terdapat kejadian jatuhnya roket <em>Long March 5B</em> milik Cina di atas Malaysia. Beberapa media kemarin melaporkan adanya beberapa bagian dari pesawat luar angkasa yang <a href="https://www.theguardian.com/science/2022/aug/01/like-an-alien-obelisk-space-debris-found-in-snowy-mountains-paddock-believed-to-be-from-spacex-mission">muncul</a> di wilayah New South Wales, Australia - yang sekarang <a href="https://www.abc.net.au/news/2022-08-03/space-x-debris-sheep-paddock-australian-space-agency/101295488">dikonfirmasi</a> berasal dari misi luar angkasa <em>SpaceX Crew-1</em>.</p>
<p>Seiring dengan berkembangnya industri <a href="https://theconversation.com/curious-kids-bagaimana-tepatnya-sebuah-pesawat-luar-angkasa-masuk-ke-luar-angkasa-176551">pesawat luar angkasa</a>, dapat dikatakan bahwa insiden semacam ini akan semakin sering terjadi dan hal ini dapat menimbulkan risiko. Namun, seberapa besar risiko sampah antariksa jatuh ke Bumi?</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Roket yang sampahnya jatuh ke Bumi" src="https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/477299/original/file-20220803-12-muh9eq.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Roket pengangkut Long March 5B Y3 diluncurkan dari Pusat Peluncuran Antariksa Wenchang di provinsi Hainan, Cina, pada 24 Juli. Sebagian sampahnya jatuh ke Samudra Hindia pada hari Sabtu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Li Gang / AP</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa itu sampah antariksa? Bongkahan besi yang meluncur ke arah kita</h2>
<p>Sampah antariksa merujuk pada komponen sisa dari sistem antariksa yang sudah tidak diperlukan lagi. Mereka bisa berupa satelit yang telah mencapai akhir masa pakainya (seperti Stasiun Luar Angkasa Internasional) atau bagian dari sistem roket yang telah digunakan dan dibuang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/berikut-3-cara-teknologi-mengambil-sampah-luar-angkasa-kembali-ke-bumi-195417">Berikut 3 cara teknologi mengambil sampah luar angkasa kembali ke Bumi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Hingga saat ini, Cina telah meluncurkan tiga roket <em>Long March 5B</em> dan masing-masing roket tersebut sengaja dibiarkan berada di orbit yang tidak terkendali. Ini berarti tidak ada cara untuk mengetahui di mana mereka akan mendarat.</p>
<p>Sedangkan untuk sampah antariksa SpaceX yang ditemukan di <em>Snowy Mountains</em>, New South Wales, Australia, SpaceX melepaskan bagian-bagian roketnya secara terkendali dan mendesain komponen lain untuk terbakar saat masuk kembali ke atmosfer Bumi. Namun, seperti yang bisa kita lihat dari berita-berita terbaru, semua ini tidak selalu berjalan sesuai rencana.</p>
<h2>Jadi, seberapa berbahayakah sampah antariksa itu?</h2>
<p>Sejauh yang kami tahu, hanya satu orang yang pernah tertimpa puing-puing itu. </p>
<p>Lottie Williams, seorang penduduk Tulsa, Oklahoma, <a href="https://abcnews.go.com/Technology/story?id=98700&page=1">pernah</a> <a href="https://www.npr.org/2011/09/21/140641362/where-falling-satellite-lands-is-anyones-guess">tertimpa</a> oleh sebuah puing pada tahun 1997. Benda itu seukuran tangannya dan diperkirakan berasal dari roket Delta II. Dia memungutnya, membawanya pulang dan melaporkannya ke pihak berwenang keesokan harinya.</p>
<p>Namun, dengan semakin banyaknya objek yang pergi ke luar angkasa dan kembali ke bumi, kemungkinan seseorang atau sesuatu tertimpa benda-benda tersebut semakin besar. Hal ini terutama terjadi pada objek besar yang tidak terkendali seperti <em>Long March 5B</em>. </p>
<p>Dari tiga kali peluncuran roket model ini:</p>
<ul>
<li>Yang pertama mengorbit kembali pada 11 Mei 2020, dengan komponen yang mendarat di sebuah <a href="https://room.eu.com/news/debris-from-chinas-rocket-may-have-hit-african-villages">desa di Afrika</a></li>
<li>yang kedua meluncur kembali pada 9 Mei 2021, <a href="https://www.nytimes.com/2021/05/08/science/china-rocket-reentry-falling-long-march-5b.html">dekat Maladewa</a></li>
<li>yang ketiga masuk kembali pada hari Sabtu <a href="https://www.space.com/chinese-long-march-5b-rocket-space-debris-crash">di atas Indonesia dan Malaysia</a>, dengan serpihan-serpihan yang mendarat di sekitar pulau-pulau di kedua negara tersebut. </li>
</ul>
<h2>Jadi, apakah kita harus khawatir?</h2>
<p>Ada banyak perkiraan yang berbeda mengenai kemungkinan sampah antariksa menghantam seseorang, tapi sebagian besar berada dalam kisaran satu banding <a href="https://www.nature.com/articles/s41550-022-01718-8">10 ribu</a>. Ini adalah peluang tertimpa benda angkasa bagi setiap orang, di mana saja di seluruh dunia. Namun, kemungkinan seseorang yang tertentu tertabrak (seperti kamu atau saya) berada di kisaran <a href="https://aerospace.org/article/satellite-reentry-manipulating-plunge">satu banding satu triliun</a>. </p>
<p>Ada beberapa faktor di balik perkiraan ini, tetapi mari kita fokus pada satu faktor utama untuk saat ini. Gambar di bawah ini menunjukkan jalur orbit yang dilalui roket <em>Long March 5B-Y3</em> selama 24 jam terakhirnya (objek-objek yang berbeda mengambil jalur orbit yang berbeda), serta lokasi pendaratan kembali yang ditandai dengan warna merah.</p>
<p>Seperti yang terlihat, roket ini mengorbit di atas bumi dalam waktu yang cukup lama. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="tahap Long March 3B-Y3" src="https://images.theconversation.com/files/477111/original/file-20220802-26-xdtl9v.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/477111/original/file-20220802-26-xdtl9v.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/477111/original/file-20220802-26-xdtl9v.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/477111/original/file-20220802-26-xdtl9v.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/477111/original/file-20220802-26-xdtl9v.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/477111/original/file-20220802-26-xdtl9v.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/477111/original/file-20220802-26-xdtl9v.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Orbit 24 jam terakhir tahap Long March 3B-Y3. Bintang merah menunjukkan perkiraan lokasi masuk kembali.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Khususnya dalam orbit ini, pesawat tersebut menghabiskan sekitar 20% waktunya di atas daratan. Perkiraan umum menunjukkan bahwa 20% daratan dihuni, yang berarti ada kemungkinan 4% <em>Long March 5B</em> masuk kembali ke area yang dihuni. </p>
<p>Angka ini mungkin tampak cukup tinggi. Namun, jika kita mempertimbangkan berapa banyak “lahan yang dihuni” yang sebenarnya dihuni oleh manusia, kemungkinan cedera atau kematian menjadi jauh lebih kecil. </p>
<p>Di sisi lain, kemungkinan kerusakan pada bangunan lebih tinggi. Ini bisa mencapai 1% untuk setiap peluncuran ulang <em>Long March 5B</em>. </p>
<p>Selain itu, risiko keseluruhan yang ditimbulkan oleh sampah antariksa akan meningkat seiring dengan banyaknya objek yang diluncurkan dan jatuhnya ke atmosfer. Rencana perusahaan dan badan antariksa di seluruh dunia saat ini akan melibatkan lebih banyak lagi peluncuran. </p>
<p>Stasiun Luar Angkasa Tiangong milik Cina <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-china-61511546">akan selesai</a> dibangun pada akhir tahun ini. Dan Korea Selatan baru-baru ini <a href="https://thediplomat.com/2022/07/south-koreas-space-program-is-a-big-deal/">menjadi</a> negara ketujuh yang meluncurkan muatan satelit yang lebih berat dari satu ton - dengan rencana untuk <a href="https://thediplomat.com/2022/07/south-koreas-space-program-is-a-big-deal">mengembangkan</a> sektor luar angkasanya <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-022-01252-7">bersama </a>Jepang, Rusia, India, dan Uni Emirat Arab).</p>
<p>Kemungkinan besar peluang untuk tertabrak akan terus meningkat (tetapi semoga tetap sangat kecil).</p>
<h2>Bagaimana cara kita mempersiapkan diri?</h2>
<p>Ada dua pertanyaan yang muncul di benak saya:</p>
<ol>
<li>dapatkah kita memprediksi kedatangan kembali sampah-sampah itu?</li>
<li>apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi risiko? </li>
</ol>
<p>Mari kita mulai dengan prediksi. Sangatlah sulit untuk memprediksi di mana sebuah objek di orbit yang tidak terkendali akan masuk kembali ke atmosfer Bumi. Aturan umum yang berlaku adalah ketidakpastian perkiraan waktu masuk kembali adalah antara 10% hingga 20% dari waktu orbit yang tersisa. </p>
<p>Artinya, sebuah objek yang diperkirakan akan masuk kembali ke Bumi dalam sepuluh jam akan memiliki margin ketidakpastian sekitar satu jam. Jadi, jika sebuah objek mengorbit Bumi setiap 60-90 menit, objek tersebut bisa masuk ke mana saja. </p>
<p>Memperbaiki margin ketidakpastian ini merupakan tantangan besar dan akan membutuhkan banyak penelitian. Meskipun demikian, kecil kemungkinan kita bisa memprediksi lokasi masuknya kembali sebuah objek dengan lebih akurat daripada dalam jarak 1.000 km.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1553342214474207236"}"></div></p>
<h2>Cara untuk mengurangi risiko</h2>
<p>Mengurangi resiko adalah sebuah tantangan, tetapi ada beberapa pilihan. </p>
<p>Pertama, semua benda yang diluncurkan ke orbit Bumi harus memiliki rencana untuk mengorbit dengan aman ke area yang tidak berpenghuni. Ini biasanya disebut SPOUA (<em>South Pacific Ocean Uninhabited Area</em>) - juga dikenal sebagai “pemakaman pesawat ruang angkasa”.</p>
<p>Ada juga opsi untuk merancang komponen dengan hati-hati sehingga komponen tersebut benar-benar hancur saat memasuki bumi kembali. Jika semuanya terbakar habis saat mencapai atmosfer atas, tidak akan ada lagi risiko yang signifikan.</p>
<p>Sudah ada beberapa pedoman yang mengharuskan minimalisasi risiko sampah antariksa, seperti <a href="https://www.unoosa.org/res/oosadoc/data/documents/2018/aac_1052018crp/aac_1052018crp_20_0_html/AC105_2018_CRP20E.pdf">pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa</a> untuk keberlanjutan jangka panjang kegiatan luar angkasa - tetapi mekanisme untuk hal ini tidak diperinci. </p>
<p>Selain itu, bagaimana pedoman ini berlaku secara internasional dan siapa yang dapat menegakkannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut masih belum terjawab.</p>
<p>Singkatnya, haruskah kita khawatir akan tertimpa sampah antariksa? Untuk saat ini, tidak. Apakah penelitian lebih lanjut tentang sampah antariksa penting untuk masa depan? Tentu saja.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/its-not-how-big-your-laser-is-its-how-you-use-it-space-law-is-an-important-part-of-the-fight-against-space-debris-158790">It's not how big your laser is, it's how you use it: space law is an important part of the fight against space debris</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202365/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fabian Zander menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p>Sejauh yang kami ketahui, hanya satu orang yang pernah terkena langsung oleh sampah antariksa. Itu terjadi pada tahun 1997.Fabian Zander, Senior Research Fellow in Aerospace Engineering, University of Southern QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1765512022-02-11T06:34:37Z2022-02-11T06:34:37ZCurious Kids: Bagaimana tepatnya sebuah pesawat luar angkasa masuk ke luar angkasa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/445873/original/file-20220211-25-1qtwe81.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p><a href="https://theconversation.com/id/topics/curious-kids-83797"><img src="https://images.theconversation.com/files/386375/original/file-20210225-21-1xfs1le.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=90&fit=crop&dpr=2" width="100%"></a></p>
<blockquote>
<p><strong>Bagaimana tepatnya sebuah pesawat luar angkasa masuk ke luar angkasa? – Mathilde, 5 tahun, Sydney</strong></p>
</blockquote>
<p>Halo Mathilde, terima kasih untuk pertanyaan bagus ini. Tidak mudah untuk mencapai luar angkasa. Ada beberapa tahap untuk ke sana.</p>
<p>Pertama, mari kita berpikir tentang di mana “luar angkasa” sebenarnya mulai. </p>
<p>Nah, beberapa waktu lalu, sejumlah ahli memutuskan satu titik di atas kita sebagai area dimulainya “luar angkasa”. Mereka menandainya dengan garis tak terlihat yang disebut <a href="https://www.fai.org/page/icare-boundary">garis Kármán</a>. </p>
<p>Garis ini mengelilingi bumi dan berada sekitar 100 km di atas kita. Bandingkan dengan pesawat biasa yang terbang pada ketinggian 10 km di atas tanah. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=422&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=422&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=422&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=530&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=530&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/436874/original/file-20211210-21-13ny8h.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=530&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Garis Kármán sangat tinggi di atas kita, dan mengelilingi seluruh Bumi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Dapatkah kita naik pesawat terbang ke luar angkasa?</h2>
<p>Ada banyak alasan mengapa kita tidak bisa begitu saja menggunakan pesawat terbang untuk pergi ke luar angkasa. Sebab utamanya adalah, semakin tinggi kita naik, semakin sedikit udara yang ada – atau khususnya, semakin sedikit “oksigen” yang ada di udara.</p>
<p>Mesin membantu pesawat untuk terbang terbang. Sama seperti mesin mobil, mesin pesawat membutuhkan oksigen untuk bekerja. Untungnya, udara yang kita hirup terdiri dari 21% oksigen (walaupun kamu tidak bisa melihatnya)!</p>
<p>Pesawat menyedot udara di bagian depan, menggunakan kipas besar di kedua sisi. Mereka kemudian mencampur udara ini dengan bahan bakar jet sehingga menciptakan campuran bahan bakar. Oksigen yang dibakar, membuat udara lebih panas. </p>
<p>Udara panas kemudian ditembakkan dari belakang dengan kecepatan yang sangat tinggi –- mendorong pesawat ke depan. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Aircraft viewed from front with two large fans on each side" src="https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=297&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=297&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=297&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=373&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=373&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/437673/original/file-20211214-25-6em0lx.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=373&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Dua kipas besar di sisi pesawat membantu menyedot udara, yang memiliki oksigen.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pesawat terbang yang mencoba terbang terlalu dekat ke luar angkasa, di mana tidak ada cukup oksigen, akan menjadi seperti seseorang yang mencoba bernapas di sebuah ruangan tanpa udara.</p>
<p>Inilah sebabnya mengapa kita membutuhkan roket untuk sampai ke luar angkasa. Mesin roket dan mesin jet yang digunakan pada pesawat terbang jauh berbeda. Mesin roket tidak perlu mendapatkan oksigen dari udara. Sebaliknya, mesin ini membawa oksigennya sendiri.</p>
<p>Dalam beberapa hal, ini buruk. Sebab, mesin roket harus membawa sesuatu yang dapat dengan mudah didapat oleh pesawat terbang dari sekelilingnya. Itu berarti ada lebih sedikit ruang di roket untuk kargo lain, seperti penumpang dan bagasi.</p>
<p>Namun sisi baiknya, dengan membawa oksigen untuk perjalanan berarti roket dapat bekerja di luar angkasa. Jangkauan terbangnya pun jauh lebih tinggi daripada kebanyakan pesawat terbang. </p>
<h2>Bagaimana cara kerja mesin roket?</h2>
<p>Mirip dengan mesin jet pesawat, mesin roket bekerja dengan menembakkan gas yang sangat panas dari bagian belakang roket. Saat gas didorong ke belakang, roket didorong ke depan.</p>
<p>Ini adalah contoh aturan dalam sains yang disebut Hukum Ketiga tentang Gerak, pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan terkenal bernama Isaac Newton. Hukum ini mengatakan bahwa setiap aksi memiliki reaksi yang sama besar dan berlawanan arah.</p>
<p>Kamu bahkan dapat membuat “roket” yang sangat sederhana di rumah dengan bantuan orang dewasa! Jika kamu memiliki balon, tiuplah. Lalu lepaskan tanpa mengikat ujungnya. Udara di dalam balon akan menyembur keluar dan mengirimnya terbang ke sekeliling ruangan – seperti roket yang dikendalikan dengan sangat buruk! </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/curious-kids-can-people-live-in-space-120334">Curious Kids: can people live in space?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/176551/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Chris James tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mirip dengan mesin jet pesawat, mesin roket bekerja dengan menembakkan gas yang sangat panas dari bagian belakang roket. Saat gas didorong ke belakang, roket didorong ke depan.Chris James, ARC DECRA Fellow, Centre for Hypersonics, School of Mechanical and Mining Engineering, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1680742022-02-10T08:40:53Z2022-02-10T08:40:53ZPerkenalkan ‘grafena oksida’, bahan dan teknologi hidung roket yang sangat ringan dan antiretak<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/445622/original/file-20220210-21-1pzpkfy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) meluncurkan roket eksperimen RX450-5 di Garut, Jawa Barat, 2 Desember 2020.</span> <span class="attribution"><span class="source">LAPAN</span></span></figcaption></figure><p>Kendaraan luar angkasa atau roket membutuhkan bobot material yang ringan sekaligus sangat kuat agar mampu mencapai titik tertinggi untuk riset di luar bumi.</p>
<p>Nah, jika bobot kendaraan roket lebih berat ketimbang bahan bakar, maka roket berisiko tidak bekerja secara optimal. Idealnya, agar berhasil masuk ke orbit, bobot muatan mesin roket dan perlengkapan lainnya hanya 9% dari total bobot. Sisanya diperuntukkan bagi bobot bahan bakar (91%). </p>
<p>Namun, dalam roket saat ini (berbobot sekitar 1,7 ton), pembagian beban bahan bakar dan lagi berat badan kendaraan mencapai 50:50. Kinerja roket tersebut sebenarnya bisa maksimal apabila bahan bakar lebih berat (70%) dibanding berat badan kendaraan (30%). Sebab, konstruksi roket bertingkat harus diarahkan untuk <a href="https://www.sciencelearn.org.nz/resources/391-rockets-and-mass#:%7E:text=For%20an%20ideal%20rocket%20getting,the%20amount%20of%20propellant%20needed.">menjaga massa serendah mungkin</a>.</p>
<p>Telah lama para ilmuwan mencari jenis material yang memiliki bobot yang sangat ringan tapi amat kuat. Salah satu pilihannya adalah komposit, yakni sekumpulan material berbeda dan terpisah yang dibentuk menjadi komponen tunggal, sehingga mampu mengurangi beban roket.</p>
<p>Riset terbaru kami menemukan <a href="https://ieeexplore.ieee.org/document/9072898">penggunaan grafena oksida (GO)</a> pada material komposit dapat mengurangi berat sekaligus menambah kekuatan komposit agar roket tidak retak saat meluncur ke luar angkasa. GO dapat diterapkan menjadi pengisi material komposit untuk melapisi bahan roket.</p>
<p>GO merupakan material yang berbentuk bubuk maupun cair, tergantung penggunaanya. Selain untuk roket, GO kerap digunakan dalam bioteknologi dan obat-obatan untuk pengobatan kanker, dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34222470/">pengiriman obat</a>. </p>
<p>GO yang berbasis grafena juga menjanjikan apabila diterapkan dalam perangkat elektronik, optik, kimia, penyimpanan energi, dan <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fphy.2018.00149/full">biologi</a>. </p>
<h2>Grafena oksida dalam komposit roket</h2>
<p>Komposit terdiri dari komponen penyusun (berfungsi sebagai perekat atau pengikat) dan komponen pelindung serta pengisi (berfungsi sebagai penguat komponen penyusun).</p>
<p>Salah satu komponen yang menggunakan material jenis ini adalah hidung roket.</p>
<p>Saya menganalogikan komposit sebagai tembok dengan bahan penyusun yang terdiri dari pasir, batu kapur, besi, semen, dan air. Nah, GO diibaratkan seperti batu kapur yang menguatkan struktur tembok. Bedanya, dalam struktur roket, GO berfungsi untuk meningkatkan kekuatan struktur komposit.</p>
<p>Beberapa penelitian menunjukkan aplikasi material komposit dapat meningkatkan muatan sebesar <a href="https://www.researchgate.net/publication/264181499_Review_of_the_Composite_Materials_Application_to_the_Solid_Rocket_Motor_Cases">20 persen</a>.</p>
<p>Sejak penemuan <a href="https://www.graphene.manchester.ac.uk/learn/discovery-of-graphene/">GO</a> pada 2004, material ini telah menunjukkan sebagai material terkuat yang pernah dikenal atau diuji hingga saat ini. </p>
<p>Selama ini, hidung roket berbahan logam (baja). Komposit dengan GO berpotensi dipakai untuk menggantikan logam di hidung roket. Sebab, meski baja dan komposit dengan GO mempunyai ketebalan yang sama, komposit GO memiliki bobot 70 persen lebih ringan <a href="https://discovercomposites.com/industrial/composites-vs-other-materials-in-industrial-applications/#:%7E:text=Lightweight%20%3A%20Composites%20can%20deliver%20more,of%20weight%20than%20most%20metals.&text=Composites%20can%20be%20up%20to,flexural%2C%20impact%20and%20compressive%20strengths.">daripada baja</a>.</p>
<p>Para peneliti dari berbagai disiplin ilmu telah menaruh perhatian dan minat besar pada grafena dan turunannya karena memiliki potensi aplikasi yang sangat luas. Grafena merupakan bahan yang paling serbaguna karena mengacu pada <a href="https://www.eurekaselect.com/article/81340">sifat fisik yang unik</a>: tahan panas. Sifat ini muncul dari adanya <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23312009.2020.1833476">muatan listrik</a>.</p>
<p>Selain melapisi material roket, GO juga berpotensi diterapkan sebagai pelapis bahan bakar roket (bisa padat, bisa cair), sel surya, kabel untuk pesawat luar angkasa, sistem pendingin, antena dan aplikasi lain di <a href="https://nanografi.com/blog/graphenes-use-in-the-aerospace-industry/">industri penerbangan</a>. </p>
<h2>GO untuk mengoptimalkan kinerja roket</h2>
<p>Struktur roket terdiri dari hidung (<em>nosecone</em>) berbentuk kerucut yang aerodinamis sehingga bisa mencegah perlambatan laju roket akibat udara. Lalu ada bagian utama yakni badan roket (berbentuk tabung) – berfungsi sebagai tempat bahan bakar dan penampung banyak perangkat elektronik untuk mengendalikan roket besar. Bagian terakhir adalah sayap guna menjaga keseimbangan dan ekor sebagai pusat gaya dorong. </p>
<p>Distribusi berat seluruh komponen roket sangat penting sebagai pusat gravitasi atau pusat masa pada roket. Ini merupakan titik suatu benda dapat seimbang sempurna yang akan berpengaruh terhadap stabilitas dan kontrol roket.</p>
<p>Roket yang stabil terbang dengan arah yang mulus dan seragam. Karena itu, semakin ringan dan kuat struktur yang digunakan, maka jangkauan terbangnya lebih jauh dan lebih hemat bahan bakar. Muatan pun bisa dibawa lebih banyak. </p>
<p>Saat terbang, roket memiliki kecepatan melebihi kecepatan suara. Kecepatan ini menyebabkan adanya gesekan antara udara dan gelombang kejut pada saat peluncuran. Akibatnya, roket mengalami pemanasan dengan suhu sesuai besarnya gaya dorong roket.</p>
<p>Berdasarkan simulasi, suhu yang terjadi di titik hidung roket mencapai lebih dari 250 derajat Celsius. Karena kecepatan roket yang tinggi dan tekanan yang kuat, bagian ini bisa retak sehingga misi roket bisa terganggu. Inilah mengapa komponen GO potensial dibutuhkan untuk mencegah keretakan tersebut.</p>
<p>Beberapa komponen struktur roket-roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menggunakan material baja atau alumunium yang terlalu berat dan terlalu tebal. Pencarian material yang ringan dan kuat ini sangat penting karena tidak ada negara mana pun yang menjual sistem teknologi roket secara utuh. Selain itu, perkembangan teknologi roket memakan waktu lama karena itu kita harus mengembangkan secara <a href="https://mediaindonesia.com/humaniora/365798/ternyata-indonesia-negara-kedua-di-asia-yang-luncurkan-roket">mandiri</a>. </p>
<p>Karena memiliki karakteristik yang lebih kuat dan lebih tipis dibanding logam, material komposit telah banyak digunakan pada <a href="https://www.nasampe.org/page/CompositesApplicationsforSpace">teknologi roket</a> di banyak negara. <a href="https://www.compositesworld.com/articles/composites-in-space(2)">Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA)</a> menyatakan material komposit memainkan peran yang semakin besar dalam misi eksplorasi ruang angkasanya.</p>
<p>Roket yang mempunyai ukuran efisiensi (rasio) yang semakin tinggi, maka akan <a href="https://www.compositesworld.com/articles/composites-in-space(2)">semakin efisien</a>. Ukuran tersebut menunjukkan bahwa roket itu ringan dan karenanya berkinerja lebih baik. </p>
<p>Karena itu, teknologi nano material yang berkembang pesat saat ini – salah satunya terkait GO – bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk menyempurnakan struktur roket. LAPAN dapat mengambil peluang itu dalam pengembangan teknologi roket yang termasuk <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/140206/permen-ristekdikti-no-38-tahun-2019">Program Prioritas Riset Nasional 2020-2024</a> dengan produknya adalah roket dua tingkat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/168074/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penulis sangat menghargai dana khusus yang didukung oleh Proyek Riset dan Inovasi Sains dan Teknologi (RISET-PRO), Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Indonesia. Didukung oleh Lembaga Antariksa Pemerintah Indonesia (LAPAN), Bogor, Indonesia Setiap pendapat, temuan, dan kesimpulan yang diungkapkan dalam materi ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan pandangan lembaga pemberi dana. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah sangat membantu sehingga penelitian ini menjadi lebih baik.</span></em></p>Sejak penemuan grafena oksida pada 2004, material ini telah menunjukkan sebagai material terkuat yang pernah dikenal atau diuji hingga saat ini.Purwoko, Perekayasa, National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1677902021-10-19T03:03:58Z2021-10-19T03:03:58ZBagaimana garam lokal bisa menjadi solusi dalam pengembangan roket nasional<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/426877/original/file-20211018-16-1g4cui6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) meluncurkan roket eksperimen RX450-5 di Balai Uji Teknologi dan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer di Garut, Jawa Barat, 2 Desember 2020.</span> <span class="attribution"><span class="source">Author provided/LAPAN</span></span></figcaption></figure><p>Indonesia adalah negara kedua di Asia yang berhasil membuat roket sendiri setelah Jepang. Penguasaan teknologi roket sudah dimulai lebih dari 50 tahun lalu. </p>
<p>Upaya penguasaan teknologi roket terus dilakukan hingga saat ini. Salah satu masalah yang krusial dalam pengembangan roket nasional adalah sulitnya memperoleh bahan baku untuk bahan bakar roket (propelan).</p>
<p>Hasil <a href="http://jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/view/712">penelitian kami menunjukkan</a> bahwa garam lokal bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Garam lokal dapat diproses menjadi salah satu bahan baku propelan, amonium perklorat (AP), yang kandungannya mencapai 70-80% dari berat total propelan. Kita dapat memproduksi AP dengan kualitas yang <a href="http://jurnal.lapan.go.id/index.php/jurnal_tekgan/article/view/1680">tidak kalah dengan produk impor</a>.</p>
<p>Potensi Indonesia sangat besar untuk dapat membuat bahan baku propelan sendiri dari garam. Indonesia memiliki luas wilayah hampir 5,5 juta km2 dan lebih dari 3,5 juta km2 atau 2/3 wilayahnya adalah lautan, sehingga sangat berpotensi sebagai penghasil garam. </p>
<p>Selain itu penggunaan garam teknis sebagai bahan baku dalam bahan bakar roket, juga diharapkan dapat memberdayakan para petani garam di Indonesia. </p>
<h2>Desain propelan yang berubah</h2>
<p>Pada 1963, Indonesia pertama kali berhasil meluncurkan roket pertamanya yaitu GAMA-1 yang diusung <a href="https://pengabdian.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/854/2020/03/09-GAMA-Roket-Pertama-Milik-Bangsa.pdf">oleh mahasiswa Universitas Gajah Mada</a>. Pada tahun berikutnya mahasiswa Institut Teknologi Bandung pun berhasil meluncurkan roket yang diberi nama Ganesha X-1A dan Ganesha X-1B. </p>
<p>Setelah itu, roket GAMA-2 dan GAMA-3 pun diluncurkan pada tahun yang sama. Roket-roket tersebut diluncurkan sebagai roket-roket eksperimen.</p>
<p>Salah satu kendala besar yang dihadapi saat ini dalam pengembangan roket adalah ketergantungan pada bahan baku impor. Sedangkan bahan baku impor yang diperoleh memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan diperlukannya beberapa kali perubahan desain propelan pada satu tipe roket yang sama.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/426788/original/file-20211016-27-1kdxtwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/426788/original/file-20211016-27-1kdxtwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/426788/original/file-20211016-27-1kdxtwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/426788/original/file-20211016-27-1kdxtwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/426788/original/file-20211016-27-1kdxtwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/426788/original/file-20211016-27-1kdxtwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/426788/original/file-20211016-27-1kdxtwr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) meluncurkan roket eksperimen RX450-5 di Balai Uji Teknologi dan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer di Garut, Jawa Barat, 2 Desember 2020.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Misalnya, pada roket RX-450, salah satu tipe roket sipil (roket sonda) yang akan dikembangkan sebagai Roket Pengorbit Satelit (RPS). Roket RX-450 Dua Tingkat merupakan salah satu <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/140206/permen-ristekdikti-no-38-tahun-2019">Prioritas Riset Nasional (PRN) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Riset No. 38 Tahun 2019</a>. Roket RX-450 ini telah mengalami beberapa kali perubahan desain komposisi propelan karena inkonsistensi spesifikasi bahan baku yang diimpor dari Cina. </p>
<p>Ketika stok bahan baku habis, bahan baku yang diimpor memiliki kualitas dan karakteristik yang berbeda. Hal ini menyebabkan sulitnya membuat komposisi propelan yang standar untuk setiap tipe roket yang dibuat, yang berakibat pada perubahan desain roket.</p>
<p>Pada saat menggunakan bahan baku dengan spesifikasi yang berbeda, maka karakteristik dan kinerja propelan yang dihasilkan pun akan berbeda. Misalnya, perbedaan distribusi ukuran partikel pada amonium perklorat akan sangat berdampak pada laju pembakaran roket.</p>
<p>Hal ini berdampak pada lambatnya penguasaan teknologi roket. Karena itu Indonesia harus meneliti desain propelan yang berulang pada setiap bahan baku yang diperoleh. Masalah ini juga berdampak pada anggaran riset yang semakin banyak digunakan untuk satu jenis penelitian dan pengembangan tipe roket yang sama. </p>
<p>Selain itu, berlakunya <a href="https://puskkpa.lapan.go.id/files_arsip/Husni_Missile_Technology_2017.pdf"><em>Missile Technology Control Regime</em> (MTCR)</a> dalam lingkup internasional yang membatasi ekspor produk-produk yang berkaitan dengan teknologi misil membuat semakin sulitnya mendapatkan bahan baku propelan impor. </p>
<p>MTCR adalah rezim multilateral yang memuat kebijakan tentang pembatasan atau pengendalian teknologi misil. Peraturan rezim ini bertujuan mengurangi risiko penyebaran nuklir dan mengawasi alih teknologi pengembangan sistem pengangkut (roket). Permasalahan ini dapat diatasi dengan membuat bahan baku propelan sendiri.</p>
<p>Salah satu komponen terbesar dalam propelan adalah oksidator, penyedia oksigen untuk reaksi pembakaran, yang sangat berpengaruh terhadap kinerja roket. Suatu roket dapat menempuh jarak tertentu, salah satunya ditentukan oleh oksidator. Oksidator yang banyak digunakan dalam propelan roket berbentuk padat adalah AP. </p>
<h2>Solusinya pada garam</h2>
<p>Proses produksi garam (NaCl) secara komersial pada umumnya melalui tiga tahap.
Pertama, pengubahan klorida menjadi perklorat, menggunakan metode elektrolisa menjadi sodium perklorat. Kedua, pengubahan senyawa sodium perklorat menjadi senyawa perklorat lain sesuai dengan kebutuhan, salah satunya amonium perklorat. Ketiga, pemurnian garam perklorat menggunakan metode pengkristalan kembali dan pengeringan. </p>
<p>Kualitas AP yang baik dapat dilihat dari kemurnian, ukuran partikel, dan sifat penggumpalan yang dipengaruhi oleh sifat garam yang sangat mudah menyerap air. </p>
<p>Berdasarkan hasil riset kami, AP dapat dibuat sendiri dengan bahan baku yang mudah diperoleh yaitu garam (NaCl). Garam yang digunakan merupakan garam teknis yang diperoleh dari petani di salah satu daerah di Jawa Timur. </p>
<p>Meski efisiensinya masih tergolong rendah, hanya sekitar 40-50 %, dalam setiap satu kg propelan yang mengandung 700-800 gram amonium perklorat dibutuhkan sekitar 3-4 kilogram garam. Tapi secara kualitas tidak kalah dari produk impor. </p>
<p>Kemurnian AP yang dihasilkan cukup tinggi, mencapai 99,9%. Distribusi ukuran partikel AP yang dihasilkan memiliki rentang yang lebih sempit dibandingkan produk impor. </p>
<p>Rentang ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap kualitas propelan. Semakin lebar rentang ukuran partikel artinya bahwa semakin beragam ukuran partikelnya. Dengan demikian akan sulit menentukan distribusi ukuran partikel standar yang digunakan untuk memiliki propelan dengan karakteristik yang diinginkan. Ukuran kristal AP yang berhasil kami buat memiliki tiga variasi rentang ukuran yaitu 38-70 mikron, 70-150 mikron, dan 150-250 mikron. </p>
<p>Selain itu, riset kami juga menghasilkan AP yang telah dilapisi oleh zat pelapis di bagian permukaan, yang membuat partikel AP tidak mudah menyerap air. Sehingga kualitasnya tetap terjaga dan tidak mudah menggumpal saat disimpan dalam kurun waktu tertentu. Hal ini telah dibuktikan dengan membandingkannya dengan produk impor. </p>
<p>Dalam kurun waktu waktu lima tahun, AP berbahan baku garam lokal menggumpal tapi tidak mengeras, sehingga masih mudah untuk menguraikan partikel satu dengan yang lain. Sementara AP impor menggumpal dan mengeras menjadi bongkahan-bongkahan yang partikelnya sulit diuraikan. </p>
<p>Hasil riset awal telah dilakukan uji coba pada roket di Pameungpeuk Garut, Jawa Barat pada 2007 dan telah berhasil diterbangkan dalam roket eksperimen. Saat ini sedang disiapkan uji coba penggunaan AP lokal dalam propelan roket pendorong untuk wahana kendali, yang ditargetkan mengudara pada tahun ini. </p>
<h2>Target teknologi roket Indonesia</h2>
<p>Teknologi roket mulai dikenal <a href="https://www.grc.nasa.gov/www/k-12/TRC/Rockets/history_of_rockets.html">pada abad ke-13</a>. Saat itu roket dikembangkan untuk tujuan militer. Seiring berjalannya waktu pemanfaatan roket semakin meluas. Salah satunya, untuk kepentingan ilmiah dan penelitian atmosfer yang mulai dikembangkan pada abad ke-20. </p>
<p>Penguasaan teknologi roket sangat penting bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Beberapa manfaatnya antara lain mendukung sistem komunikasi, pertahanan, dan dapat dimanfaatkan sebagai alat mitigasi bencana melalui ketersediaan roket modifikasi cuaca pada daerah rawan kebakaran, serta untuk penelitian atmosfer di wilayah Indonesia. </p>
<p>Pada 2040, Indonesia menargetkan meluncurkan satelit menggunakan roket buatan sendiri. Target ini untuk mendukung ketersediaan sarana komunikasi melalui roket peluncur satelit yang dapat membawa satelit komunikasi. </p>
<p>Penelitian yang sedang berjalan saat ini yang merupakan salah satu program Prioritas Riset Nasonal adalah roket RX-450 dua tingkat. Roket yang berdiameter 450 mm ini didesain dapat menjangkau jarak 100 km. Harapannya pada 2025 roket dua tingkat ini dapat diterbangkan untuk penelitian atmosfer.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167790/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anita Pinalia menerima dana dari Program RISET-Pro untuk riset ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Bayu Prianto dan Henny Setyaningsih tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pada 2040, Indonesia menarget mampu meluncurkan satelit menggunakan roket buatan sendiri.Anita Pinalia, Peneliti Pusat Teknologi Roket, National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)Bayu Prianto, Peneliti propulsi roket, National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)Henny Setyaningsih, Perekayasa Ahli Utama, National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.