tag:theconversation.com,2011:/us/topics/sandiaga-uno-63927/articlesSandiaga Uno – The Conversation2019-07-03T05:35:55Ztag:theconversation.com,2011:article/1196942019-07-03T05:35:55Z2019-07-03T05:35:55Z‘Ucapan selamat budaya Barat’ Sandiaga, mengapa pemimpin politik perlu kecerdasan kultural?<p>Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno menolak mengucapkan selamat kepada presiden dan wakil presiden terpilih Joko “Jokowi” Widodo dan Ma'ruf Amin. Alasannya, mengucapkan selamat merupakan <a href="https://news.detik.com/berita/d-4607106/soal-ucapan-selamat-budaya-barat-sandiaga-ungkit-sikap-megawati">budaya demokrasi Barat</a>. “<a href="https://news.detik.com/berita/4606215/sandiaga-menilai-ucapan-selamat-seperti-budaya-barat">Ini budaya-budaya yang bukan keindonesiaan menurut saya</a>,” kata dia yang dikutip oleh media.</p>
<p>Dari sudut pandang psikologis, sikap pendamping calon Presiden Prabowo Subianto itu tidak mencerminkan kecerdasan kultural yang sebenarnya penting ditunjukkan oleh seorang pemimpin bangsa dengan konteks budaya yang majemuk. </p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir Sandi telah menampilkan diri sebagai sosok pemimpin muda yang layak diperhitungkan dalam kancah politik nasional masa depan. Tetapi, keengganan Sandi mengucapkan selamat dengan dalih karena itu bukan budaya Indonesia menunjukkan satu hal yang kurang dalam dirinya sebagai seorang pemimpin: kecerdasan kultural. </p>
<h2>Kecerdasan kultural dan kepemimpinan</h2>
<p>Secara sederhana, <a href="https://books.google.co.nz/books?id=g0PSkiOT8ggC&lpg=PR11&ots=Osxkiw7eA9&dq=cultural%20intelligence&lr&pg=PR1#v=onepage&q=cultural%20intelligence&f=false">kecerdasan kultural</a> dapat diartikan sebagai kemampuan kognitif dan afektif yang membantu seseorang beradaptasi dan mengelola lingkungan budaya yang berbeda-beda. </p>
<p>Kecerdasan kultural tinggi terbukti mendukung kepemimpinan yang efektif. </p>
<p><a href="https://www.researchgate.net/profile/Harry_Triandis/publication/247738378_Cultural_Intelligence_in_Organizations/links/543c1fae0cf24a6ddb97facb/Cultural-Intelligence-in-Organizations.pdf">Harry C. Triandis</a>, psikolog budaya terkemuka dari University of Illinois Urbana-Champaign di Amerika Serikat mengungkapkan ada dua aspek kecerdasan kultural yang penting dimiliki oleh seorang pemimpin. </p>
<p>Pertama, <strong>kemampuan menunda keputusan</strong>. </p>
<p>Dinamika politik bergerak cepat, dan seringkali membuat politikus terburu-buru mengambil sikap. Tidak mudah bagi siapa pun untuk menerima kekalahan. Dan, mungkin sebenarnya seorang Sandiaga Uno pun pun butuh waktu untuk dapat menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatannya. </p>
<p>Dalam situasi sulit, pemimpin yang memiliki kecerdasan kultural tinggi akan mampu menimbang sebanyak mungkin informasi, menyadari betul kedudukannya dan orang-orang yang dihadapinya, dan mengambil sikap secara hati-hati dengan mengkalkulasi segala dampak sosial-politik yang dapat ditimbulkan. </p>
<p>Terburu-buru menolak mengucapkan selamat dengan alasan “bukan budaya Indonesia” tidak merefleksikan kecerdasan kultural seorang pemimpin politik.</p>
<p>Kedua, <strong>kepekaan dalam membaca situasi</strong>. </p>
<p>Seorang pemimpin dengan kecerdasan kultural tinggi akan mampu menangkap perkembangan situasi, dan mengambil tindakan yang selaras dengan ekspektasi kultural masyarakat setempat. </p>
<p>Pemilihan presiden April lalu telah meningkatkan tensi politik secara drastis selama berbulan-bulan, dan membelah masyarakat ke dalam dua kubu yang saling beradu keras. </p>
<p>Setelah putusan MK, masyarakat berharap dua pasangan calon presiden dan wakilnya mau saling berjabat tangan demi membangun kembali <a href="http://lppks.kemdikbud.go.id/id/kabar/merajut-tenun-kebangsaan">tenun kebangsaan</a> yang koyak. </p>
<p>Dalam <a href="https://manado.tribunnews.com/2019/06/27/begini-pujian-jokowi-kepada-prabowo-sandi">pidato menanggapi putusan MK</a>, Jokowi dan wakilnya Ma'aruf Amin telah berbesar hati mengucapkan terima kasih kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno karena ikut menjaga tradisi demokrasi di Indonesia. </p>
<p>Tentu bukan hal yang berlebihan bila masyarakat berharap Prabowo dan Sandiaga mau membalasnya dengan ucapan selamat sebagai simbol kedewasaan dan sikap kenegarawanan mereka sebagai pimpinan politik. Tapi, mereka tidak melakukannya. </p>
<p>Dari sikap yang ditunjukkan, Sandi gagal memenuhi kedua aspek kecerdasan kultural dan membuktikan dirinya bukan pemimpin yang ideal untuk Indonesia. </p>
<h2>Apa yang terjadi jika pemimpin tidak punya kecerdasan kultural</h2>
<p>Seorang pemimpin dengan kecerdasan kultural yang tak terasah akan sulit menghadapi realitas masyarakat Indonesia dengan budaya yang majemuk dan dinamis. </p>
<p>Ketidakpekaan akan kemajemukan budaya bangsa dapat melahirkan cara pandang sempit, kebanggaan semu terhadap budaya sendiri (etnosentrisme) dan sikap anti terhadap segala sesuatu “yang asing” (xenofobia). </p>
<p>Adukan ketiga hal tersebut akan dengan mudah memecah belah bangsa dan sekaligus mengisolasi Indonesia di tengah kehidupan yang semakin mengglobal. Kemajemukan budaya di Indonesia akan dianggap sebagai ancaman bagi kesucian kelompok etnisnya sendiri, sementara kehadiran orang dari negara lain akan direspons dengan ketakutan. Bagaimana kita dapat merawat bangsa Indonesia dengan mentalitas semacam itu? </p>
<p><a href="https://www.amazon.co.uk/Yugoslavia-History-2ed-Twice-Country/dp/0521774012">Kehancuran Yugoslavia</a> sebagai sebuah negara-bangsa di bawah kepemimpinan Slobodan Milošević pada medio 1990-an awal bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Terdorong oleh ambisi memperoleh kekuasaan, Milošević mengobarkan etnosentrisme Serbia dalam kampanye pemilihan presiden Yugozlavia dan menganggap keberadaan kelompok-kelompok suku lain (Bosnia, Kroasia, Slovenia, dan Montenegro) sebagai musuh yang harus dibinasakan. </p>
<p>Pada akhirnya, Yugoslavia - sebuah negara besar dan salah satu pendiri Gerakan Non-Blok bersama Indonesia - hancur berkeping-keping oleh tindakan pemimpin yang tak menunjukkan kecerdasan kultural sama sekali. </p>
<h2>Kasus Indonesia</h2>
<p>Pemimpin dengan kecerdasan kultural tinggi mampu memahami budayanya sendiri serta budaya-budaya lain dengan baik, sehingga dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif dengan orang yang berbeda-beda. </p>
<p>Setiap pemimpin semestinya mengerti bahwa <a href="https://books.google.co.id/books/about/Nusa_Jawa_Batas_batas_pembaratan.html?id=ENuMmZ1CaTcC&redir_esc=y">budaya Indonesia</a> sejatinya merupakan hasil silang dari berbagai tradisi besar dunia. </p>
<p><a href="https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/15667/10455">Bahasa Indonesia </a>
adalah salah satu contoh paling nyata. Lahir dari bahasa Melayu yang ada sejak kerajaan Sriwijaya, Bahasa Indonesia telah berkembang di seantero kepulauan Nusantara dengan kosakata yang sangat kaya hasil serapan dari bahasa Sanskrit, Jawa Kuno, Belanda, Arab, Inggris, Tamil, dan Cina. </p>
<p>Bukankah istilah “selamat” sendiri berasal dari bahasa Arab?</p>
<h2>Belajar kecerdasan kultural dari para pendiri negara</h2>
<p>Para pendiri bangsa kita berkali-kali menghadapi situasi pelik yang membutuhkan kecerdasan kultural. Dalam <a href="https://historia.id/politik/articles/kata-pemuda-zaman-kolonial-tentang-sumpah-pemuda-DOwqj">Kongres Pemuda II pada 1928</a>, cita-cita besar merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda terbentur oleh kenyataan adanya berbagai perbedaan di antara ratusan suku-bangsa yang menghuni kepulauan Nusantara. </p>
<p>Mengatasi potensi terpecahnya gerakan perjuangan, para pemimpin nasional saat itu dengan cerdas berhasil merumuskan Sumpah Pemuda yang akhirnya menjadi embrio bangsa Indonesia.</p>
<p>Kemudian, menjelang dan pada masa-masa awal kemerdekaan, para pemimpin Indonesia kembali terbelah oleh <a href="https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/06/02/o83mzy385-pancasila-sukarno-piagam-jakarta-dan-debat-dasar-negara">pertarungan ideologis</a> yang keras antara kubu nasionalis, komunis, dan Islamis. Tetapi, lagi-lagi mereka mampu menunjukkan kecerdasan kulturalnya dengan merumuskan Pancasila sebagai sintesis antara pemikiran-pemikiran politik besar dunia dengan nilai-nilai budaya Nusantara.</p>
<p>Kecerdasan kultural bukan hanya soal kemampuan memecahkan masalah, tetapi lebih dari itu, adalah kemampuan menemukan titik timbang di tengah kompleksitas hubungan antar budaya. </p>
<p>Untuk sebuah negara-bangsa yang terdiri dari <a href="https://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html">1.340 suku bangsa</a> dan hidup di tengah relasi antar negara yang semakin erat, bukankah kecerdasan kultural ini yang kita harapkan dari seorang pemimpin politik?</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119694/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Moh Abdul Hakim tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dari sudut pandang psikologis, sikap Sandiaga Uno tersebut tidak mencerminkan kecerdasan kultural yang sebenarnya penting ditunjukkan oleh seorang pemimpin bangsa dengan konteks budaya yang majemuk.Moh Abdul Hakim, Dosen dan Peneliti Psikologi Sosial dan Politik. Sekretaris Jenderal Ikatan Psikologi Sosial HIMPSI periode 2019-2022., Universitas Sebelas MaretLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1157932019-04-22T10:04:21Z2019-04-22T10:04:21ZPrabowo tak percaya hasil hitung cepat: Mengapa partisan berpikir konspiratif?<p>Beberapa jam setelah waktu pencoblosan berakhir pada Rabu 17 April 2019, calon Presiden Prabowo Subianto buru-buru mengumumkan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/04/17/21173111/prabowo-saya-akan-dan-sudah-jadi-presiden-rakyat-indonesia">klaim kemenangannya</a>. </p>
<p>Dasar klaim tersebut adalah hasil penghitungan timnya yang mengklaim suara dari <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/04/17/20532501/klaim-menang-pilpres-prabowo-sujud-syukur">320 ribu tempat pemungutan suara (TPS)</a>, yang menunjukkan ia menang dengan margin yang sangat besar, yaitu 62%. </p>
<p>Sehari setelah pencoblosan, didampingi wakilnya Sandiaga Uno, Prabowo kembali <a href="https://www.merdeka.com/politik/keyakinan-menang-prabowo-dari-exit-poll-quick-count-hingga-real-count.html">menyuarakan klaim kemenangannya</a>. Dasar klaim tersebut adalah data <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Exit_poll"><em>exit poll</em></a> yang diklaim melibatkan 5000 TPS yang menunjukkan dia dan wakilnya mendapat suara <a href="https://www.liputan6.com/pilpres/read/3944211/klaim-prabowo-hasil-exit-poll-menang-554-persen-quick-count-522-persen">55,4%</a>. </p>
<p>Untuk menyakinkan publik, Prabowo juga mengklaim suaranya dari hasil hitung cepat (<em>quick count</em> ) versinya adalah 52,2%. </p>
<p>Menariknya, klaim kemenangan tersebut bertentangan dengan hasil hitung cepat <em>(quick count)</em> yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei kredibel. </p>
<p>Mereka memprediksi Jokowi-Ma'ruf Amin <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190420155332-32-388058/quick-count-5-lembaga-capai-99-persen-jokowi-libas-prabowo">menang dengan suara sekitar 53-56%</a>, sementara suara Prabowo-Sandiaga Uno diperkirakan ‘hanya’ 44-46%. </p>
<p>Secara metodologi, hitung cepat sangat berbeda dengan survei elektabilitas, <em>exit poll</em>, dan hitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Klaim kemenangan idealnya didasarkan pada hitungan manual dan berjenjang resmi versi KPU, bukan dengan hitung cepat, <em>exit poll</em>, apalagi sekadar survei elektabilitas. </p>
<p>Tapi dalam iklim politik yang dinamis, politikus kerap memakai hasil hitung cepat untuk mendeklarasikan kemenangan. </p>
<p>Dalam sejarah sains hitung cepat untuk pemilu di negeri ini, <a href="https://www.merdeka.com/politik/membandingkan-quick-count-pilpres-2014-dengan-kpu-bagaimana-2019.html">hitungan cepat lembaga survei yang kredibel lebih bisa dipercaya</a> ketimbang klaim para calon yang berlaga.</p>
<p>Dalam tulisan ini, saya tidak menguraikan lebih jauh mengenai perbedaan metodologi ketiganya. </p>
<p>Namun yang membuat saya khawatir, klaim prematur dari Prabowo menyiratkan sikap yang cenderung negatif terhadap sains, sekaligus mendorong pendukungnya mengadopsi mentalitas konspiratif.</p>
<h2>Berpikir konspiratif versus bersikap skeptis</h2>
<p>Ada <a href="https://doi.org/10.1177/0956797612457686">perbedaan yang sangat mencolok</a> antara bersikap skeptis dengan berpikir konspiratif. Bersikap skeptis merujuk pada kecurigaan yang diiringi dengan kemauan untuk memperbarui opini ketika mengamati bukti baru yang bertentangan dengan pra-anggapan yang sebelumnya dimiliki. </p>
<p>Skeptisisme adalah sikap penting dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan, karena membantu ilmuwan untuk membedakan premis yang keliru dengan yang lebih mendekati kebenaran. </p>
<p>Sebaliknya, berpikir konspiratif berakar dari <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/pops.12568">kecurigaan berlebihan</a> bahwa suatu kejadian penting merupakan hasil rekayasa sekelompok kecil orang yang sangat berkuasa. </p>
<p>Berpikir konspiratif sangat erat kaitannya dengan <a href="https://doi.org/10.1177/0963721416654436">misinformasi</a> yang amat sulit dikoreksi, meskipun orang yang mempercayainya sudah diberikan bukti-bukti baru. </p>
<p>Yang menarik, ketika orang yang percaya teori konspirasi diberikan fakta-fakta yang bertentangan dengan keyakinannya, bukannya malah mengubah pendapatnya, ia akan semakin keras kepala dan menggunakan upaya koreksi tersebut sebagai pembenaran atas keyakinannya yang keliru. </p>
<p>Dalam psikologi sosial, fenomena ini juga dikenal sebagai <a href="https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11109-010-9112-2"><em>backfire effect</em> (efek serangan balik)</a>. </p>
<p>Dalam merumuskan kesimpulan atas gejala yang diamati, seorang ilmuwan harus mempertimbangkan semua bukti yang seringkali bertolak belakang satu sama lain, sehingga seorang ilmuwan harus cermat dan berhati-hati dalam mengambil kesimpulan. </p>
<p>Sebaliknya, penggemar teori konspirasi hanya mau percaya pada informasi yang sesuai dengan keyakinannya saja, serta dengan gegabah mengabaikan yang tidak sesuai dengan harapannya. Ini adalah karakteristik khas penggemar teori konspirasi, yaitu memiliki kebiasaan memilih-milih informasi (<em>cherry-picking</em>).</p>
<p>Hal ini ditunjukkan pula oleh Prabowo sendiri dan pendukungnya. Pada pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017, ia tidak sungkan <a href="http://wartakota.tribunnews.com/2019/04/18/ini-beda-sikap-prabowo-saat-quick-count-pilkada-dki-2017-menangkan-anies-sandi-dan-pilpres-2019">mendeklarasikan kemenangan</a> pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang diusung partainya berdasarkan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei independen. </p>
<p>Namun, pada 2019, ketika hasil hitung cepat mengisyaratkan kekalahannya dalam pilpres, ia bersikap sebaliknya. Dalam pidatonya, Prabowo menyerang kredibilitas lembaga-lembaga survei yang ia anggap sengaja menggiring opini bahwa dirinya kalah. </p>
<p>Dengan memilih-milih bukti dan informasi, asumsi seliar apa pun akan mudah dicari bukti dan pembenarannya, tapi kesimpulan yang ditarik akan selalu menyesatkan.</p>
<h2>Alasan orang percaya teori konspirasi</h2>
<p>Penelitian-penelitian psikologi mengungkapkan beberapa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/pops.12568">alasan</a> yang mendorong seseorang percaya pada teori konspirasi yang terbagi menjadi empat domain, yaitu: (1) faktor psikologis, (2) motif epistemik yang berkaitan dengan proses kognitif dan pemerolehan pengetahuan, (3) motif eksistensial, dan (4) faktor demografis.</p>
<p>Termasuk dalam domain tersebut adalah kurangnya <a href="https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0010027714001632">kemampuan berpikir analitis</a>, adanya perasaan <a href="https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0010027714001632">tidak berdaya</a> ketika menghadapi ancaman, menghindari situasi yang penuh <a href="http://doi.wiley.com/10.1002/ejsp.1922">ketidakpastian</a>, rasa <a href="https://doi.org/10.1111/ajps.12084">percaya yang rendah</a> pada otoritas dan menganggap sains sebagai <a href="http://journal.frontiersin.org/article/10.3389/fpsyg.2013.00424/abstract">‘ancaman moral’</a>.</p>
<h2>Mengapa teori konspirasi lebih meyakinkan bagi partisan?</h2>
<p>Seorang partisan memiliki <a href="http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1948550614567356">gaya yang khas</a> dalam memaknai proses politik, yaitu cenderung berpikir dikotomis (baik-buruk, hitam-putih) dengan menganggap orang yang berseberangan dengannya sebagai sosok yang jahat, yang harus dikalahkan. </p>
<p>Partisan juga mengalami gejala yang disebut ‘kelumpuhan epistemologis’ <a href="https://www.cambridge.org/core/product/identifier/CBO9780511550478A012/type/book_part">(<em>crippled epistemology</em>)</a>. Ini menggambarkan seseorang akan cenderung melihat pilihan kebijakan yang mereka sukai adalah solusi yang sederhana, sekaligus satu-satunya bagi masyarakat. </p>
<p>‘Kelumpuhan epistemologis’ ini tidak selamanya buruk bagi partisan, karena ini strategi yang ampuh dalam mengatasi kecemasan ketika menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian. </p>
<p>Namun tentu saja, ‘kelumpuhan epistemologis’ ini yang membuat partisan amat rentan terjangkit mentalitas konspiratif.</p>
<p>Partisan dari berbagai spektrum ideologi sama rentannya terjangkit mentalitas konspiratif, meski kalangan konservatif sering disebutkan lebih rentan. </p>
<p>Riset di <a href="http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1948550614567356">Amerika Serikat dan Belanda</a> misalnya, menemukan bahwa kaitan antara ideologi politik dengan kepercayaan pada teori konspirasi menghasilkan hubungan kuadratik (kurva U). </p>
<p>Artinya, orang-orang konservatif dan liberal yang paling ekstrim, sama-sama punya kecenderungan tinggi mempercayai teori konspirasi daripada orang-orang yang lebih moderat. </p>
<p>Cukup mirip dengan kondisi di Indonesia karena di pihak pendukung Jokowi, ada yang sangat percaya bahwa kemenangan Prabowo berarti <a href="https://news.detik.com/berita/d-4490443/prabowo-ke-jokowi-pendukung-anda-tuduh-saya-pro-khilafah-sungguh-kejam">bentuk negara akan diganti</a> menjadi Khilafah.</p>
<p>Banyak yang mengira berpikir konspiratif sepenuhnya berkarakter irasional, namun faktanya tidak begitu. Berpikir konspiratif adalah bentuk ‘pengacuhan yang rasional’ yang digunakan partisan untuk menyortir informasi dalam rangka mencari-cari alasan pembenaran atas pandangan politik yang sebelumnya sudah sangat ia yakini. </p>
<p>Oleh karena itu, mempercayai teori konspirasi disebut juga sebagai ‘penalaran termotivasi’ <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1177/0096340215571908">(<em>motivated reasoning</em>)</a>, sehingga orang yang percaya teori konspirasi akan menafsirkan informasi dengan cara-cara tertentu agar tak menganggu keyakinan yang sebelumnya sudah ia miliki. </p>
<p>Jadi, pendukung fanatik Prabowo serta-merta menolak hitung cepat karena hasilnya bertolak belakang dengan keinginan mereka. Kalau yang terjadi sebaliknya, ada peluang pendukung fanatik Jokowi juga akan melakukan hal yang sama.</p>
<h2>Komunikasi sains: tantangan ilmuwan kedepan</h2>
<p>Berpikir konspiratif dapat mendatangkan bahaya yang serius, di antaranya mengurangi keterlibatan masyarakat dalam usaha mitigasi perubahan iklim, mendatangkan bencana kesehatan masyarakat (misalnya membuat orang tua ragu-ragu memvaksin anaknya), membuat masyarakat saling curiga akibat prasangka, mendelegitimasi institusi sosial, termasuk sains dan ilmuwan. </p>
<p>Apalagi ada risiko orang yang percaya teori konspirasi tertentu, akan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/pops.12568">cenderung percaya teori konspirasi lainnya</a>, walau keduanya tidak berkaitan bahkan <a href="https://doi.org/10.1177/1948550611434786">bertentangan</a>.</p>
<p>Partisan umumnya percaya bahwa ilmuwan selalu punya kepentingan terselubung (<em>vested interest</em>) dan sains adalah alat untuk mencapai kepentingan ini. Alasan ini sering mereka gunakan untuk mementahkan semua pekerjaan ilmuwan, meski ilmuwan tersebut sangat kredibel di bidangnya. </p>
<p>Partisan juga sulit memahami sifat provisional dari sains, yaitu kebenaran saintifik hanya berlaku selama belum ada bukti yang dapat menggugurkannya. </p>
<p>Ilmuwan saat ini memang dihadapkan pada tantangan berat, yaitu merumuskan strategi mengkomunikasikan sains pada masyarakat awam, tanpa membuat klaim yang berlebihan. </p>
<p>Oleh karena itu dalam mengkomunikasikan temuannya, ilmuwan perlu lebih hati-hati dalam membuat klaim dan selalu memasukkan unsur ketidakpastian dalam narasi-narasi yang ia sampaikan kepada publik.</p>
<p>Dalam mengatasi tuduhan adanya kepentingan terselubung, mengadopsi <a href="https://www.fosteropenscience.eu/content/what-open-science-introduction">pendekatan sains terbuka</a> dapat membantu para ilmuwan meneguhkan kredibilitas dirinya. </p>
<p>Seandainya dari awal lembaga survei mau terbuka dalam menjelaskan pekerjaan mereka, tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada mereka hari ini tidak lagi menjadi relevan. </p>
<p>Caranya, mereka dapat membagi data mentah di repositori terbuka, membuka desain studi mereka sebelum pengambilan data, membagikan prosedur dan tata laksana pembersihan dan analisis data. </p>
<p>Dan yang tak kalah penting, lembaga survei perlu mendeklarasikan adanya konflik kepentingan (misalnya sumber dana survei), sehingga memungkinkan ilmuwan lainnya meninjau secara terbuka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115793/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rizqy Amelia Zein tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Berpikir konspiratif berakar dari kecurigaan berlebihan bahwa suatu kejadian penting merupakan hasil rekayasa sekelompok kecil orang yang sangat berkuasa.Rizqy Amelia Zein, Assistant Lecturer in Social and Personality Psychology, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1097752019-01-17T07:51:36Z2019-01-17T07:51:36ZCek Fakta: Apakah benar setiap anak Indonesia tanggung utang negara Rp13 juta?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/254300/original/file-20190117-32837-l89zmy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=2%2C0%2C995%2C561&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Calon wakil presiden Sandiaga Uno menghadapi para wartawan bulan September yang lalu</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/jakarta-indonesia-september-18-2018-journalists-1183794136?src=CwQ1m4iuMl3fXDIN2gjqsQ-1-0">www.shutterstock.com/Creativa Images</a></span></figcaption></figure><p>Beberapa waktu yang lalu, calon wakil presiden dari kubu oposisi, Sandiaga Uno, mengeluarkan pernyataan bahwa setiap anak di Indonesia menanggung utang negara sebesar <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4368487/sandiaga-setiap-anak-di-ri-tanggung-utang-rp-13-juta">Rp 13 juta</a>.</p>
<p>Pernyataan tersebut digunakan oleh kubu Prabowo Subianto untuk menyerang kinerja calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo.</p>
<p>Tapi apakah klaim yang disampaikan benar?</p>
<h2>Respons dari pihak Prabowo-Sandiaga</h2>
<p>The Conversation menghubungi tim media dari pasangan Prabowo-Sandiaga untuk menanyakan penjelasan di balik pernyataan Sandiaga. Mereka mengatakan bahwa pernyataan Sandiaga merujuk pada data Kementerian Keuangan. <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/17/141229726/sri.mulyani.satu.penduduk.indonesia.tanggung.utang.negara.rp.13.juta">Menteri Keuangan Sri Mulyani</a> mengungkapkan data tersebut pada 2017. </p>
<p>Untuk memeriksa lebih lanjut kebenaran klaim Sandiaga, The Conversation menghubungi dosen dan peneliti dari Universitas Padjadjaran Teguh Santoso.</p>
<hr>
<h2>Analisis</h2>
<p>Pada dasarnya, dalam konsep ekonomi makro tidak dikenal adanya istilah utang per kapita. </p>
<p>Hanya saja, secara konsep penghitungan, bisa saja dihitung utang per penduduk. </p>
<p>Penghitungan utang per jumlah penduduk sendiri digunakan untuk menggambarkan beban rakyat atas utang yang dimiliki oleh negara. Utang yang dimaksud di sini adalah tentu saja utang sektor publik, yang terdiri dari utang luar negeri dan utang domestik. </p>
<p>Jika memang pernyataan yang disampaikan Sandiaga Uno mengacu pada <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/17/141229726/sri.mulyani.satu.penduduk.indonesia.tanggung.utang.negara.rp.13.juta">pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani</a>, maka angka utang per kapita yang dimaksud mengacu pada posisi utang tahun 2016. </p>
<p>Dari data Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, maka benar utang per kapita pada tahun tersebut adalah sekitar Rp 13 juta per penduduk.</p>
<iframe src="https://datawrapper.dwcdn.net/BWC6S/2/" scrolling="no" frameborder="0" width="100%" height="240"></iframe>
<p>Namun, perlu diluruskan bahwa pernyataan Sri Mulyani mengacu pada angka utang per <strong>penduduk</strong> bukan per <strong>anak</strong>. Jika memang dihitung per anak, maka jumlah utang yang dimaksud tentu akan lebih besar jumlahnya karena jumlah anak pada tahun 2016 menurut data dari <a href="https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/25/1587/profil-anak-indonesia-tahun-2017">Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak</a> hanya sepertiga dari jumlah penduduk yang berjumlah 258 juta penduduk.</p>
<p>Tapi terlepas dari masalah angka, saya melihat istilah ini dipolitisasi. Sama seperti dengan utang per kapita, istilah utang per anak juga tidak lazim digunakan dalam ranah ekonomi. </p>
<p><a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4372768/kemenkeu-bandingkan-kondisi-utang-ri-dengan-3-negara-ini-aman-mana?tag_from=wp_nhl_cta_2">Perhitungan utang per kapita tidak ada hubungannya dengan utang per manusia Indonesia yang baru lahir</a>. Hal ini bukan berarti bahwa tiap penduduk Indonesia harus membayar utang tersebut, karena utang tersebut tetap dibayarkan oleh pemerintah dan tidak dikelola oleh masing-masing penduduk Indonesia. </p>
<p>Perlu ditekankan juga penghitungan utang per kapita tidak ada hubungannya dengan kemampuan membayar utang. Kemampuan membayar utang dilihat dari pendapatan sebuah negara yang dikenal dengan istilah Produk Domestik Bruto (PDB). </p>
<p>Dari data terkini, rasio utang dan PDB Indonesia per September 2018 masih berada pada kisaran <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/3669782/utang-pemerintah-capai-rp-4416-triliun-hingga-september-2018">30,47%</a> dan masih dalam batas aman. Batas aman rasio utang terhadap PDB yang ditetapkan oleh <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17183/node/120/uu-no-17-tahun-2003-keuangan-negara">Undang-Undang No. 17 tahun 2003</a> adalah di bawah 60%.</p>
<h2>Kesimpulan</h2>
<p>Pernyataan yang diungkapkan Sandiaga Uno tidak sepenuhnya salah. Namun tidak sepenuhnya benar juga. Istilah utang per anak itu tidak ada dan hanya diciptakan untuk kepentingan politis. Hal ini karena istilah utang per anak tidak mencerminkan yang kondisi yang sebenarnya. Penghitungan rasio utang terhadap rasio PDB—ukuran yang lumrah digunakan dalam ekonomi—yang terkini menunjukkan posisi utang Indonesia saat ini masih dalam kondisi wajar. — <strong>Teguh Santoso</strong></p>
<hr>
<h2>Penelaahan sejawat tertutup (<em>blind review</em>)</h2>
<p>Saya sepakat dengan analisis yang disampaikan. Saya berpendapat cara berpikir yang digunakan Sandiaga Uno menyesatkan. Utang per kapita ditafsirkan bahwa setiap kepala ikut menanggung utang. Lebih parah lagi, dia menggunakan istilah utang per anak, yang mengesankan bayi yang baru lahir juga sudah mewarisi utang.</p>
<p>Cara berpikir ini berbahaya bila digunakan untuk menyusun kebijakan. Logika yang keliru akan membuat kebijakan jadi absurd dan tidak efektif. </p>
<p>Misalnya dengan menggunakan logika yang sama, apakah berarti untuk menurunkan utang per kapita adalah cukup dengan menaikkan jumlah penduduk? — <strong>Haryo Kuncoro</strong></p>
<hr>
<p><em>The Conversation mengecek kebenaran klaim dan pernyataan calon presiden menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2019. Pernyataan mereka dianalisis oleh para ahli di bidangnya. Analisis kemudian diberikan ke ahli lainnya untuk ditelaah. Telaah dilakukan tanpa mengetahui siapa penulisnya (blind review)</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/109775/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Apa klaim calon wakil presiden Sandiaga Uno yang menyatakan bahwa setiap anak Indonesia menanggung utang negara Rp 13 juta benar?Teguh Santoso, Lecturer and researcher at the Department of Economics, Padjadjaran University, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1086732018-12-17T07:09:36Z2018-12-17T07:09:36ZJokowi versus Prabowo, siapa yang bakal menang?<p>Empat bulan sebelum pemilihan presiden (pilpres) 2019, hasil temuan sejumlah lembaga survei kredibel, seperti <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/09/26/14514271/survei-indikator-jokowi-maruf-577-persen-prabowo-sandiaga-323-persen">Indikator Politik</a>, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/14403561/survei-smrc-jokowi-maruf-amin-604-persen-prabowo-sandiaga-uno-298-persen">Saiful Mujani Research and Consulting</a> (SMRC), <a href="https://news.detik.com/berita/4332829/lsi-elektabilitas-jokowi-vs-prabowo-relatif-stagnan">Indonesian Survey Institute (LSI)</a> dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/10/24/06552501/survei-kompas-jokowi-maruf-526-persen-prabowo-sandi-327-persen">Kompas</a> menunjukkan keunggulan mutlak pasangan Joko “Jokowi” Widodo-Ma'ruf Amin atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.</p>
<p>Dalam survei tersebut, Jokowi diprediksi akan mendulang lebih dari 50% suara pemilih, sedangkan Prabowo hanya mendapatkan 30%. </p>
<p>Pertanyaannya adalah apakah posisi elektabilitas tersebut akan tetap sama pada 2019? Apakah ada risiko politik yang bisa mengubah posisi elektabilitas kedua calon presiden (capres) tersebut?</p>
<h2>Mengukur peluang kemenangan Jokowi</h2>
<p>Kemungkinan menang Jokowi lebih tinggi ketimbang Prabowo apabila kita hanya melihat dari dukungan partai-partai politik. Jokowi didukung <a href="https://www.merdeka.com/politik/9-partai-pendukung-siapkan-21000-caleg-dukung-jokowi-di-pilpres-2019.html">koalisi sembilan partai</a>, sedangkan Prabowo <a href="https://news.detik.com/berita/4160016/dipimpin-ahy-demokrat-lengkapi-parpol-pengusung-prabowo-di-kpu">hanya lima</a></p>
<p>Namun Jokowi belum tentu pasti menang.</p>
<p>Jokowi memang mendapatkan banyak pujian dari calon pemilih dengan <a href="https://tirto.id/usaha-memukau-rakyat-dengan-proyek-infrastruktur-cwx7">pembangunan infrastruktur seperti jalan, airport, dan pelabuhan</a>, namun lawan-lawannya masih dapat menjatuhkannya dengan isu-isu lain.</p>
<p>Salah satunya adalah isu agama. Isu ini terbukti berhasil menggagalkan usaha mantan gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama <a href="http://www.eastasiaforum.org/2018/01/05/marketing-morality-in-indonesias-democracy/">untuk terpilih dalam pilkada tahun 2017</a>.</p>
<p>Belajar dari kekalahan Ahok, Jokowi mengubah strateginya. Jokowi yang pada pilpres 2014 memakai isu-isu pluralisme dan hak asasi manusia dalam kampanyenya pada akhirnya <a href="https://theconversation.com/political-compromise-behind-indonesias-vice-presidential-nominees-experts-respond-101382">memilih</a> Ma’ruf Amin, pemimpin Majelis Ulama Indonesia yang konservatif dan juga merupakan Ra'is Aam (dewan penasihat) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), sebagai calon wakil presidennya. </p>
<p>Ia juga berhasil membujuk anggota-anggota oposisi untuk pindah haluan, termasuk politisi Islam <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44238856">Ali Mochtar Ngabalin</a>. </p>
<p>Ketika lawan-lawannya berusaha mempolitisasi isu-isu agama, seperti yang berkaitan dengan <a href="https://tirto.id/aksi-bela-tauhid-seruan-ganti-presiden-amp-ancaman-buat-jokowi-c8Jn">pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid</a>, usaha mereka kurang berhasil berkat keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. </p>
<p>NU <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180814171857-32-322232/pbnu-siap-menangkan-jokowi-maruf-amin-di-pilpres-2019">mendukung</a> pencalonan Jokowi karena mereka memiliki kepentingan yang sama untuk mencegah penyebaran kelompok-kelompok Muslim yang intoleran. </p>
<p>Selama Jokowi mampu menghindari kontroversi-kontroversi agama, dia akan terhindar dari nasib yang menimpa Ahok, dan sejauh ini Jokowi berhasil melakukannya.</p>
<p>Namun, isu ekonomi tetap menjadi ancaman. Jokowi dapat menang selama ekonomi dalam kondisi baik. Masalahnya, banyak faktor eksternal, yang berada di luar kendali Jokowi, yang dapat mengganggu perekonomian Indonesia, seperti <a href="https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-4132310/perang-dagang-amerika-china-bikin-dolar-as-kemahalan">perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina</a>, <a href="https://www.cnbc.com/2018/09/03/indonesia-rupiah-falls-to-weakest-level-in-more-than-20-years.html">krisis ekonomi di Turki</a>, masalah di <a href="https://www.cnbcindonesia.com/market/20181119111358-17-42758/brexit-perang-dagang-dan-profit-taking-jungkirkan-rupiah">Uni Eropa yang disebabkan Brexit</a> dan <a href="https://www.fin24.com/Markets/asian-markets-mixed-euro-weak-on-brewing-italy-risk-20181003">krisis anggaran belanja negara Italia</a>. </p>
<p>Awal bulan September, nilai <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1123771/rupiah-melemah-kurs-jual-tembus-rp-15-ribu-per-dolar-as">rupiah terhadap dolar sempat jatuh</a> menembus batas psikologis Rp15,000 per dolar. Meski pada November nilai rupiah telah menguat <a href="https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-4292972/dana-asing-masuk-ke-sbn-dan-saham-rupiah-menguat">karena masuknya investasi asing</a>, nilai tukar rupiah masih berpotensi melemah karena ketidakpastian perekonomian dan perpolitikan global, dan hal itu dapat mengganggu prospek elektabilitas Jokowi. </p>
<p>Melemahnya nilai tukar rupiah ini memang tidak menimbulkan dampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok secara signifikan, tetapi daya beli masyarakat ikut menurun. Hal ini bisa memengaruhi peluang Jokowi untuk menang mengingat mayoritas pemilih sangat mencermati isu-isu ketersediaan/ kecukupan pangan.</p>
<h2>Mengukur peluang kemenangan Prabowo</h2>
<p>Prabowo sebetulnya bisa menang dengan cara sederhana: dirinya perlu lebih menyoroti kelemahan ekonomi Indonesia di bawah Jokowi. </p>
<p>Namun Prabowo tampaknya terkendala oleh blunder-blunder politik yang dibuatnya.</p>
<p>Kritik Prabowo terhadap kebijakan ekonomi Jokowi disampaikan secara agresif oleh pasangannya, seorang pebisnis yang terjun ke dunia politik, Sandiaga Uno. </p>
<p>Salah satu yang dilakukan Sandiaga adalah mempertanyakan mengapa ukuran tempe di pasar-pasar telah menipis seukuran kartu ATM. Serangannya terhadap kebijakan ekonomi Jokowi juga mencakup pernyataan bahwa uang Rp100.000 yang dia bawa ke pasar hanya dapat membeli cabe dan bawang merah.</p>
<p>Strategi Sandiaga adalah menciptakan kontroversi untuk menarik perhatian media dan media sosial demi kepentingan kampanyenya.</p>
<p>Pertama, strategi Sandiaga berhasil membuatnya disukai kaum milenial dan juga menunjukkan bahwa ia bukan hanya seorang pengusaha melainkan politisi juga. </p>
<p>Kedua, dan yang paling penting, Sandiaga menggiring perhatian publik dan pemerintahan Jokowi kepada masalah-masalah ekonomi yang disebabkan oleh melemahnya rupiah. </p>
<p>Tujuannya untuk mengikis elektabilitas Jokowi. </p>
<p>Namun, sejalan dengan pencapaian Sandiaga tersebut, Prabowo dan tim suksesnya malah membuat sejumlah blunder politik yang membahayakan prospek kemenangan mereka. </p>
<p>Salah satu blunder tersebut adalah menyebut Sandiaga sebagai santri lulusan pondok pesantren, yang merupakan pembenaran bagi keputusan Prabowo dalam memilih Sandiaga. </p>
<p>Dengan mengusung isu-isu keagamaan, kubu Prabowo pernah menyatakan bahwa mereka <a href="https://news.detik.com/berita/4158883/pks-tetap-perjuangkan-ulama-jadi-cawapres-prabowo">hanya memilih ulama</a> sebagai kandidat wakil presidennya.</p>
<p><a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/08/10/will-millennial-maruf-and-santri-sandiaga-change-prabowo-vs-jokowi-game.html">Faktanya,</a> Sandiaga, yang walaupun seorang Muslim, tetapi mengenyam pendidikan di sekolah swasta Kristen dan kemudian melanjutkannya di Wichita State University dan George Washington University, Amerika Serikat.</p>
<p>Lebih jauh lagi, seolah tak cukup menyebut Sandiaga seorang santri, politisi pendukung Prabowo dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid, mendeklarasikan Sandiaga sebagai ulama.</p>
<p>Hal tersebut justru tidak membawa dampak positif melainkan membuat pencalonan Sandiaga menjadi bahan olok-olok dan menunjukkan bahwa <a href="https://nasional.tempo.co/read/1115265/sebut-prabowo-jenderal-kardus-andi-arief-itu-jenderal-yang/full&view=ok">uang memang bisa membeli segalanya</a>–termasuk nilai diri seseorang dan gelar keagamaan. </p>
<p>Blunder besar lainnya adalah kebohongan yang disebarkan oleh salah seorang anggota penting (juru kampanye nasional) tim pemenangan Prabowo, Ratna Sarumpaet. Ratna menyatakan di hadapan media bahwa ia mengalami penyerangan yang dilakukan sekelompok orang tak dikenal saat berada di Bandung, Jawa Barat. Kabar serangan ini disambut kegemparan dimana kubu oposisi dengan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181002133446-32-334964/prabowo-akan-jenguk-ratna-sarumpaet-disebut-korban-gaya-pki">segera bersatu membelanya dan menuding</a> kubu Jokowi berada di balik peristiwa tersebut.</p>
<p>Tak lama, cerita Ratna itu terbukti dan diakui hanyalah kebohongan. Luka-luka di wajahnya merupakan akibat dari operasi plastik yang belum lama ia lakukan. Prabowo akhirnya meminta maaf atas ulah Ratna tersebut. Sayangnya, kasus Ratna sudah terlanjur <a href="https://www.liputan6.com/pilpres/read/3674575/lsi-denny-ja-kasus-hoaks-ratna-sarumpaet-akan-lama-membekas">mencederai kredibilitas kubu oposisi</a>].</p>
<p>Tak berhenti sampai di situ, ada tiga blunder lainnya yang dilakukan Kubu Prabowo. Pertama, ketika Prabowo <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/11/05/boyolali-residents-protest-at-prabowo-joke.html">menjadikan masyarakat Boyolali, Jawa Tengah, sebagai bahan lelucon</a>; kedua, saat Sandiaga dianggap <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181113073304-32-346040/sandiaga-minta-maaf-langkahi-makam-pendiri-nu-kiai-bisri">tidak menghormati makam salah seorang tokoh besar Islam NU</a> dengan melangkahi makam tersebut; dan terakhir, ketika Prabowo mengeluarkan <a href="https://news.detik.com/jawatimur/4314448/ratusan-ojek-online-di-malang-tuntut-prabowo-minta-maaf">pernyataan meremehkan para pengemudi motor dan taksi online</a>. </p>
<p>Blunder-blunder tersebut mengalihkan kubu Prabowo dari misi utamanya karena membuatnya mereka menjadi terlalu sibuk meminta maaf. </p>
<p>Jika Prabowo terus mengulangi kesalahan-kesalahan politiknya, sulit baginya untuk menang meskipun dirinya memiliki kesempatan untuk menang, misalnya dengan memburuknya kondisi ekonomi Indonesia di bawah Pemerintahan Jokowi.</p>
<h2>Pemenangnya adalah…</h2>
<p>Saat ini, kemungkinan Jokowi untuk menang masih sangat tinggi, selama perekonomian dunia tidak memburuk dan selama dia mampu menghindar dari jebakan kontroversi-kontroversi pribadi maupun agama. </p>
<p>Yang terpenting adalah, ia harus berusaha agar masyarakat yang potensial mendukungnya tetap benar-benar memilihnya di pilpres 2019. Jokowi juga harus bisa meyakinkan dan merangkul para pendukung setianya yang kecewa atas pemilihan Ma’ruf Amin sebagai kandidat wakil presiden. Dengan demikian, Jokowi dan Ma’ruf Amin bisa memenangkan perolehan suara. </p>
<p>Sementara itu, kesempatan menang Prabowo memang sempit, namun bukan tidak mungkin. Yang Prabowo perlukan adalah lebih merangkul kelompok minoritas <a href="https://www.viva.co.id/berita/politik/1101494-para-pengusaha-tionghoa-dukung-prabowo-presiden">etnis</a> dan <a href="https://www.newmandala.org/notes-on-212-in-2018-more-politics-less-unity/">agama</a>, juga mengurangi pernyataan-pernyataan yang menyinggung Suku, Ras dan Agama (SARA) yang kerap dilontarkan kelompok pendukungnya, yang membuat kaum moderat dan minoritas tak mau memilih Prabowo-Sandi. </p>
<p>Lebih penting lagi, ia harus melaksanakan kampanye politik yang lebih disiplin dan terpadu untuk menghindari blunder-blunder politik.</p>
<hr>
<p><em>Asrudin Azwar, pendiri (<a href="https://theasrudiancenter.wordpress.com/">The Asrudian Centre</a>), juga menulis artikel ini</em>.</p>
<p><em>Yohanes Sulaiman dan Asrudin menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/108673/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yohanes Sulaiman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jokowi memang mendapatkan banyak pujian dari calon pemilih dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, airport, dan pelabuhan, namun lawan-lawannya masih dapat menjatuhkannya dengan isu-isu lain.Yohanes Sulaiman, Associate lecturer, Universitas Jendral Achmad YaniLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.