tag:theconversation.com,2011:/us/topics/tni-43396/articlesTNI – The Conversation2024-03-21T05:42:22Ztag:theconversation.com,2011:article/2262642024-03-21T05:42:22Z2024-03-21T05:42:22ZApa risikonya jika TNI dan Polri bisa jadi ASN?<p>Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN) hampir selesai dibuat. RPP ini memungkinkan posisi ASN dapat dijabat oleh anggota TNI dan Polri, dan sebaliknya.</p>
<p>Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas, kebijakan ini berprinsip timbal balik dan akan melalui proses seleksi yang sangat ketat. Ia juga menambahkan bahwa penempatan posisi untuk ASN dari TNI/Polri akan diselaraskan dengan kebutuhan lembaga melalui sistem pengelolaan bakat.</p>
<p>Kebijakan yang dijadwalkan untuk dikeluarkan pada akhir April 2024 ini bertujuan untuk mengakomodasi talenta-talenta terbaik Indonesia untuk berkontribusi dalam reformasi birokrasi dan proses pembangunan nasional.</p>
<p>Wacana ini menjadi kontroversi di tengah masyarakat luas. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa kebijakan ini berpotensi menghadirkan kembali praktik dwifungsi ABRI yang sempat terjadi di masa Orde Baru.</p>
<p>Lantas, apa risiko dari kebijakan ini apabila benar-benar diterapkan?</p>
<p>Untuk menjawab pertanyaan tersebut, episode <em>SuarAkademia</em> terbaru kami mengundang Rahadian Diffaul Barraq Suwartono, dosen hukum tata negara, dari Universitas Islam Indonesia (UII).</p>
<p>Rahadian berpendapat wacana ini bersifat politis dan rawan konflik kepentingan. Hal ini karena fokus dan prioritas utama TNI dan Polri dalam mempertahankan keamanan bisa terlupakan akibat kesibukan menjalankan tugas di kementerian atau lembaga.</p>
<p>Rahadian juga menyorot jabatan yang tersedia dalam posisi ASN tidak sesuai dengan <em>nature</em> pekerjaan anggota TNI dan POLRI. Menurutnya, anggota TNI dan Polri dilatih, dididik, dan dipersiapkan menjaga keamanan sedangkan pekerjaan ASN adalah melayani kepentingan publik.</p>
<p>Simak obrolan lengkapnya hanya di <em>SuarAkademia</em>–ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/226264/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN) hampir selesai dibuat. RPP ini memungkinkan posisi ASN dapat dijabat oleh anggota TNI dan Polri, dan sebaliknya. Menurut…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2155942024-01-07T17:33:44Z2024-01-07T17:33:44ZMengapa militer lekat dengan citra represif? Menelisik sejarah militerisme Indonesia, Myanmar dan Thailand<p>Bagi beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Myanmar, <a href="https://www.cfr.org/report/revival-military-rule-south-and-southeast-asia">militer memegang peranan besar</a> dalam perkembangan politik di dalam negeri.</p>
<p>Sejarah Indonesia menjadi contoh yang mencolok, dengan rezim militer yang berkuasa selama tiga dekade akhirnya mengalami proses transisi menuju demokrasi pada <a href="https://www.benarnews.org/english/commentaries/democracy-history-05222023160755.html">akhir tahun 1990-an</a>.</p>
<p>Thailand juga menjadi salah satu contoh negara yang militernya terlibat dalam perubahan <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-36972396">konstitusi</a>, sebuah bentuk kudeta yang cenderung “halus” untuk membuat diri mereka bisa turut masuk dalam proses pengambilan keputusan politik. Hal ini menciptakan dinamika politik yang unik di negara tersebut, yang membuat militernya memainkan peran penting dalam politik nasional. </p>
<p>Di sisi lain, ada negara seperti Myanmar yang militernya (junta militer) jelas memperlihatkan tindakan represif, menggunakan kekerasan demi <a href="https://iis.fisipol.ugm.ac.id/2021/02/03/military-coup-2021-and-the-stalemate-of-democratization-process-in-myanmar/">mengintervensi pengambilan keputusan nasional</a>. Kini pasukan bersenjata di Myanmar telah memegang kendali politik dan menekan oposisi politik serta perlawanan sipil dengan kekerasan, yang berujung pada pelanggaran prinsip demokrasi.</p>
<p>Rezim militer pada dasarnya <a href="https://www.jstor.org/stable/45305829">tidak memiliki fondasi politik</a> yang kokoh, sering kali cenderung mengarah pada pemerintahan otoriter yang mengekang kebebasan sipil dan politik. Inilah mengapa militer maupun angkatan bersenjata lekat dengan citra represif dan pelanggaran HAM, meskipun fungsi militer tetap krusial sebagai alat pertahanan negara.</p>
<p>Penting untuk dicatat bahwa peran militer dalam kekuasaan suatu rezim, khususnya pada periode pasca-Perang Dunia II, tidak bersifat monolitik atau kaku. Variasi peran militer terlihat secara jelas dalam konteks regional Asia Tenggara.</p>
<p>Hal ini yang menunjukkan bagaimana meski pernah atau masih dikuasai rezim militer, Indonesia dan Thailand-yang tergolong dalam ASEAN 5 (lima negara dengan ekonomi paling maju di ASEAN)-memiliki stabilitas politik dan ekonomi yang berbeda dibandingkan dengan Myanmar.</p>
<h2>Era militer Orde Baru di Indonesia</h2>
<p>Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada akhir pemerintahan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang <a href="https://www.benarnews.org/english/news/indonesian/netherlands-recognizes-1945-independence-06152023120456.html">pada 1945</a>. Sejak itu, negara ini telah mengalami serangkaian peristiwa reformasi dan transformasi yang signifikan, termasuk perkembangan angkatan bersenjatanya.</p>
<p>Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebelumnya dikenal sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), didirikan pada 1945 dengan tugas utama melindungi dan mempertahankan negara. Peran ini sangat penting selama perjuangan dalam melawan invasi Belanda setelah Jepang meninggalkan Indonesia. Situasi ini membentuk dasar indoktrinasi keterlibatan militer-sipil dalam politik Indonesia.</p>
<p>Namun, ketika TNI gagal mendapatkan peran yang memuaskan sesuai dengan aspirasinya, krisis politik dan ekonomi selama masa <a href="https://www.hukumonline.com/berita/a/periode-sistem-pemerintahan-demokrasi-terpimpin-di-indonesia-lt6239a34782507/">Demokrasi Terpimpin</a> (1959-1966) menjadi peluang bagi militer Indonesia untuk terlibat dalam politik. </p>
<p>Peristiwa ini bertepatan dengan <a href="https://www.insideindonesia.org/editions/edition-998/killing-for-god">serangkaian ketegangan</a> antara militer, kelompok Muslim radikal dan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965.</p>
<p>Krisis ini mencapai puncaknya melalui <a href="https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/10/the-indonesia-documents-and-the-us-agenda/543534/">kudeta</a> yang dipimpin oleh <a href="https://theconversation.com/ben-andersons-works-on-indonesia-challenged-suhartos-military-rule-52447">Suharto</a> pada tanggal <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/theres-now-clear-proof-that-soeharto-orchestrated-the-1965-killings/">30 September 1965</a>. Apa yang sebenarnya terjadi dalam pemberontakan tersebut dan bagaimana keterlibatan militer di dalamnya masih menjadi perdebatan, namun hal ini sukses menaikkan Suharto, yang kala itu menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), ke tampuk kekuasaan dan menggeser Sukarno.</p>
<p>Suharto kemudian berkuasa sebagai presiden pada 1967. Ia <a href="https://tirto.id/bagaimana-militer-menopang-kekuasaan-soeharto-selama-32-tahun-elxw">berkuasa selama 32 tahun</a> dan menjadi penguasa terlama sepanjang sejarah Indonesia. Masa pemerintahan Suharto, sebagai sebuah <a href="https://www.jurnal-adhikari.id/index.php/adhikari/article/view/41">rezim otoriter</a>, beroperasi dengan kultur politik dan birokrasi yang <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjFzZze_MqDAxW2SmwGHQxQBKQQFnoECCEQAQ&url=http%3A%2F%2Fe-jurnal.unisda.ac.id%2Findex.php%2FMADANI%2Farticle%2Fdownload%2F1267%2F859&usg=AOvVaw29trJuLshH-W1CQ2uie0u-&opi=89978449">kental akan dominasi militer</a> di Indonesia.</p>
<p>Represifnya rezim militer Suharto terlihat dari <a href="https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih/article/view/47391">rentetan pembungkaman</a>, baik terhadap masyarakat sipil maupun <a href="https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/view/191">media massa</a>, atas kritik-kritik progresif.</p>
<p>Selama masa Suharto, militer memainkan peran kunci sebagai tulang punggung negara dan organisasi politik terbesar di Indonesia. Melalui Konsep “<a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/military-comeback-or-police-overreaction-the-arrest-of-robertus-robet/">dwifungsi</a> ABRI”, militer dilibatkan secara kuat, tak hanya dalam pertahanan namun juga dalam urusan sipil dan birokrasi negara.</p>
<p>Ini berlangsung hingga periode awal era refomasi tahun 1998 yang ditandai dengan jatuhnya rezim Suharto.</p>
<h2>Rezim militer di Thailand</h2>
<p>Sejak pengakhiran monarki <a href="https://www.tour-bangkok-legacies.com/1932-coup.html">absolut pada 1932</a>, militer menjadi faktor penting dalam perkembangan sejarah politik Thailand. Negara tersebut menyaksikan serangkaian <a href="https://www.cnbc.com/2019/08/20/why-does-thailand-have-so-many-coups.html">kudeta militer</a> dan ketegangan politik yang memengaruhi perjalanan demokrasi di negara ini.</p>
<p>Masa penting dalam politik Thailand adalah saat <a href="https://www.aljazeera.com/news/2023/8/22/profile-billionaire-and-former-thai-pm-thaksin-shinawatra">Thaksin Shinawatra</a> menjadi Perdana Menteri (PM) pada akhir tahun 1990-an. Selama era kekuasaannya, terjadi penurunan tajam dalam upaya demokratisasi, termasuk krisis keuangan tahun 1998 dan kemenangan partai <a href="https://www.ft.com/stream/7dc276d5-6a65-407d-b39a-0d77d763413b">Thai Rak Thai</a> yang dipimpin Thaksin dalam Pemilu 2001.</p>
<p>Kemenangan ini menciptakan perpecahan sosial yang memicu <a href="https://www.cetri.be/Thailand-s-political?lang=fr">konflik antara</a> kelompok pro-monarki, seperti People’s Alliance for Democracy (PAD), dan kelompok pro-demokrasi, seperti United Front for Democracy Against Dictatorship (UDD).</p>
<p>Tegangan politik berujung pada kudeta militer pada 2006, pertama kalinya militer langsung mengintervensi untuk menghentikan proses pemilu yang dianggap akan membawa Thaksin kembali berkuasa.</p>
<p>Konflik sosial ini menghambat stabilitas politik dan pemilu selama beberapa tahun. Baru pada tahun 2011, melalui kesepakatan antara kelompok antirezim, militer, dan monarki, Yingluck Shinawatra, saudara perempuan Thaksin, naik menjadi PM.</p>
<p>Krisis politik tahun 2013-2014, termasuk protes antipemerintah Shinawatra dan munculnya gerakan seperti People’s Democratic Reform Committee (PDRC) yang mendukung monarki, memaksa pembubaran parlemen dan pemilu lebih awal.</p>
<p>Namun, pemilu tidak terlaksana karena kudeta militer oleh <a href="https://www.eastasiaforum.org/tag/national-council-for-peace-and-order/">National Council for Peace and Order (NCPO)</a> yang dipimpin oleh Jenderal <a href="https://www.britannica.com/biography/Prayuth-Chan-ocha">Prayuth Chan-o-Cha</a>. Thailand kemudian berada di bawah rezim militer hingga tahun 2019.</p>
<p>Penting untuk dicatat bahwa kudeta tahun 2014 berbeda dari kudeta tahun 2006 karena peran kuat militer dalam pemerintahan dan perubahan <a href="https://www.eastasiaforum.org/2023/08/05/thailands-constitution-works-as-intended-to-frustrate-democratic-outcomes/">konstitusi tahun 2017</a> yang memberikan keuntungan besar kepada militer dalam pemilihan PM. Ini mencerminkan evolusi peran militer dalam proses politik Thailand.</p>
<p>Peran militer yang signifikan ini masih terlihat dalam Pemilu 2019 dan 2023, yang menunjukkan bagaimana pemilihan PM tetap bergantung pada Senat yang memiliki anggota yang banyak berasal dari <a href="https://apnews.com/general-news-71cdcec5a2514fba8512b7419684a882">militer dan polisi</a>. Ini mencerminkan keberlanjutan peran kuat militer dalam politik Thailand dan kerumitan lanskap politik di negara ini.</p>
<h2>Apa yang berbeda dari rezim militer di Myanmar</h2>
<p>Pada 1962, pemerintahan PM Myanmar pertama, U Nu, dijatuhkan melalui kudeta oleh militer. Sebabnya, kebijakan ekonomi U Nu dianggap sebagai <a href="https://www.jstor.org/stable/3023653">pengkhianatan terhadap prinsip sosialisme</a> yang seharusnya menjadi <a href="https://www.irrawaddy.com/news/burma/the-60th-anniversary-of-the-myanmar-militarys-first-coup-is-a-sad-and-singular-occasion.html">landasan ideologis rezim</a> tersebut.</p>
<p>Pascakudeta, Myanmar mengalami perubahan sistem politik menjadi <a href="https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1004&context=irhs">rezim satu partai yang dikuasai oleh militer</a>. Selama berlakunya sistem ini, militer memegang peran signifikan dalam mengendalikan aspek ekonomi negara. </p>
<p>Hari ini, peranan politik militer Myanmar tampak semakin kompleks dengan <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjW-ILah8uDAxXJSWwGHdwSBScQFnoECCIQAQ&url=https%3A%2F%2Fintermestic.unpad.ac.id%2Findex.php%2Fintermestic%2Farticle%2Fdownload%2F515%2F134%2F&usg=AOvVaw2NEmYJ7hPxJLVns_HA-dEt&opi=89978449">serangkaian kudeta dan kekerasan</a> yang dilakukan Junta militernya.</p>
<p>Hal inilah menyebabkan Myanmar cenderung sulit membangun perekonomiannya dan menjadi salah satu negara yang tertinggal di Asia Tenggara karena masih harus terjebak dalam konflik domestiknya.</p>
<p>Memang, Indonesia dan Thailand pun mengalami kudeta militer. Lalu mengapa keduanya mengalami perkembangan ekonomi yang jauh lebih baik daripada Myanmar?</p>
<p>Perlu digarisbawahi bahwa peran militer di antara ketiga negara tersebut memiliki dinamika yang berbeda.</p>
<p>Di Indonesia dan Thailand, peran militer cenderung berubah dari “penjaga” menjadi “penguasa”. Di Myanmar, militernya dari awal, dan selalu, tetap memegang peran praetorianisme alias memberikan pengaruh politik yang berlebihan dan cenderung kejam.</p>
<p>Apalagi, Myanmar juga mengalami rentetan kegagalan dalam memperbaiki maupun menjamin kestabilan politik, terutama pada masa pemerintahan <a href="https://www.thejakartapost.com/opinion/2022/08/31/aung-san-suu-kyi-shares-responsibility-for-rohingyas-misery.html">Aung San Suu Kyi</a>, terkait isu serius <a href="https://www.theguardian.com/world/2018/nov/23/aung-san-suu-kyi-fall-from-grace-myanmar">genosida yang melibatkan etnis Rohingya</a>.</p>
<p>Di Indonesia dan Thailand, militer tidak hanya berperan sebagai penjaga keamanan tetapi juga dapat mengemban peran dalam birokrasi. Sementara di Myanmar, peran militer murni bersifat praetorian, menunjukkan kecenderungan untuk mempertahankan <em>status quo</em> tanpa adanya dialog yang substantif dengan pihak oposisi.</p>
<p>Meski begitunya, ketiganya sama-sama memiliki pengalaman kudeta militer. Artinya, aktor militer mengambil tindakan <a href="https://imparsial.org/wp-content/uploads/2021/01/Buku-Peran-Internal-Militer_EBOOK_2020.pdf">tanpa persetujuan institusi sipil demokratik</a>. </p>
<p>Lekatnya militer dengan penggunaan senjata membuat mereka tampak selalu menyelesaikan persoalan dengan unjuk kekuatan dan praktik represif, mengabaikan proses demokrasi, kerap mengesampingkan hak-hak sipil dan mudah terjerumus ke dalam pelanggaran HAM ketika masuk ke ranah politik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215594/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Aniello Iannone tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Militer maupun angkatan bersenjata lekat dengan citra represif dan pelanggaran HAM, meskipun fungsi militer tetap krusial sebagai alat pertahanan negara.Aniello Iannone, Lecturer | Researcher| Indonesianists, Universitas DiponegoroLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2128042023-09-08T10:14:12Z2023-09-08T10:14:12ZSerangan siber kian masif, akankah Angkatan Siber TNI jadi solusi?<p><em>Survei Agenda Warga dari New Naratif mengundang lebih dari 1.400 orang dari seluruh Indonesia untuk menyampaikan aspirasi mereka tentang apa saja isu yang dianggap paling penting bagi masyarakat. Artikel ini diterbitkan ulang sebagai bagian dari kolaborasi The Conversation Indonesia dan New Naratif untuk menanggapi hasil survei tersebut.</em></p>
<hr>
<p>Dalam survei <a href="https://newnaratif.com/id/masyarakat-indonesia-berbicara-5-isu-terpenting-yang-dihadapi-indonesia-pada-tahun-2023/">Agenda Warga</a> yang dilakukan sepanjang tahun lalu, hak digital dan kebebasan berekspresi menjadi salah satu dari lima isu yang dianggap paling mendesak oleh responden. Hasil survei mengungkap bahwa banyaknya kasus kebocoran data dan penyalahgunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terhadap warga negara membuat masyarakat Indonesia tidak merasa aman di ranah digital. Kebocoran data ini turut menunjukkan masih lemahnya keamanan siber di Indonesia, sementara penyalahgunaan UU ITE mengindikasikan adanya upaya pembungkaman hak warga untuk berekspresi.</p>
<p>Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengusulkan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2023/08/11/10380911/munculnya-usulan-pembentukan-angkatan-siber-tni-yang-dinilai-masih-prematur">pembentukan Angkatan Siber</a> sebagai Matra keempat dalam institusi TNI, menggenapi Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Tujuannya untuk <a href="https://nasional.tempo.co/read/1487846/kenali-warna-baret-3-matra-tni-ada-yang-terilhami-selendang-nyi-roro-kidul">memperkuat pertahanan nasional</a> di tengah evolusi ancaman pertahanan melalui media siber.</p>
<p>Resiko ancaman serangan siber ini terbukti salah satunya dari beberapa kali adanya <a href="https://aau.e-journal.id/senastindo/article/view/116">serangan peretasan</a> yang terjadi di laman dan situs pemerintah baru-baru ini.</p>
<p><a href="https://www.antaranews.com/berita/3673191/kapuspen-tni-soal-angkatan-siber-ideal-tetapi-harus-dikaji-ilmiah">Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI menerima baik</a> usulan ini, meskipun ia melihat masih perlunya peninjauan akademik.</p>
<p>Namun, pegiat demokrasi sontak menolaknya, karena pembentukan Angkatan Siber ditakutkan akan berpotensi digunakan oleh pemerintah untuk <a href="https://koran.tempo.co/read/berita-utama/483989/potensi-bahaya-angkatan-siber-tni">membungkam publik</a>. <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Details/37589/uu-no-11-tahun-2008">UU ITE</a> saja sudah kerap menjadi <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/08/25/20454991/pasal-dalam-uu-ite-dinilai-bahayakan-demokrasi">alat untuk membatasi publik</a> dalam menyampaikan pendapat.</p>
<p>Kita harus akui bahwa Indonesia sangat rentan terkena serangan siber, sehingga wacana pembentukan Angkatan Siber bukanlah ide yang buruk. Namun, pembentukannya harus sangat hati-hati dan penuh pertimbangan, jangan sampai ini akan menjadi alat represif negara untuk membungkam publik.</p>
<p>Terlebih lagi, Indonesia kini memasuki tahun politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Bukan tidak mungkin pembentukan Angkatan Siber ini akan <a href="https://imparsial.org/regresi-reformasi-tni-mewaspadai-politisasi-tni-menjelang-tahun-politik/">disusupi agenda-agenda politik praktis</a>.</p>
<h2>Rentannya serangan siber</h2>
<p>Doktrin pertahanan dan perang di dunia telah <a href="https://www.jstor.org/stable/26487531">berevolusi merambah ruang siber</a>. <a href="https://www.jstor.org/stable/27033642">Operasi militer di ruang siber</a> dalam peperangan sudah bukan hal mustahil. Sederhananya, negara lain dapat menyerang ruang siber dan membawa keuntungan militer, bahkan merenggut nyawa. Perkembangan ini telah diakui dalam evolusi hukum perang modern.</p>
<p>Indonesia sendiri termasuk negara yang <a href="https://www.kominfo.go.id/content/detail/10812/wow-rentan-serangan-indonesia-diperkirakan-butuh-10-ribu-ahli-siber/0/sorotan_media">masih sangat rentan</a> terhadap serangan siber, khususnya dalam dimensi pertahanan.</p>
<p>Sebenarnya, Indonesia selama ini sebenarnya telah memiliki beberapa <a href="https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/3110-utopia-angkatan-siber">komponen pertahanan di bidang siber</a> yang eksekusi dan tanggung jawabnya dipegang oleh beberapa lembaga, seperti oleh Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Kepolisian RI (Polri), Pusat Komando (Puskom) di bawah Kementerian Pertahanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan beberapa komponen lain di bawah TNI.</p>
<p>Namun, kenyataannya masih <a href="https://en.antaranews.com/news/252009/16-bln-cyberattacks-in-indonesia-in-2021-bssn">banyak terjadi serangan siber</a> yang <a href="https://www.cyberlands.io/topsecuritybreachesindonesia">gagal diantisipasi</a>. Beberapa di antaranya sempat meramaikan perbincangan khalayak luas.</p>
<p>Contohnya adalah kebocoran data <a href="https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/kominfo-telusuri-dugaan-kebocoran-data-paspor-34-juta-wni">paspor</a> dan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/articles/c51v25916zlo">penduduk</a> yang terjadi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Yang sempat sangat meresahkan publik adalah serangan peretasan oleh <a href="https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230707143409-37-452302/bjorka-bocorkan-jutaan-data-paspor-warga-ri-bssn-buka-suara">Bjorka</a> yang membocorkan banyak data pribadi dari laman pemerintah. Pemerintah mengklaim serangan-serangan tersebut berasal dari luar Indonesia.</p>
<p>Sedangkan kejahatan siber yang berasal dari dalam negeri yang ‘paling dominan’ adalah penyebaran <a href="https://www.krjogja.com/sleman/1242645954/polri-bentuk-cyber-patrol-buru-penebar-kebencian">ujaran kebencian</a> dan <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2016/12/30/16255681/polisi.giatkan.cyber.patrol.hadapi.maraknya.berita.hoax.">hoax</a> di media sosial. </p>
<p>Maka dari itu, <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20230811121305-8-462190/ancaman-siber-menggila-lemhannas-usul-bentuk-matra-siber-tni">usulan</a> munculnya keinginan membentuk Angkatan Siber dapat dimengerti.</p>
<p>Usulan pembentukan Angkatan Siber ini <a href="https://www.metrotvnews.com/read/K5nC46lQ-rencana-pembentukan-angkatan-siber-disebut-butuh-perencanaan-matang">perlu ditinjau</a> secara komprehensif. Jangan sampai pada akhirnya Matra ini akan jadi represif terhadap publik.</p>
<p>Maraknya penyebaran hoaks, misalnya, telah membuat <a href="https://www.kominfo.go.id/content/detail/8714/cegah-radikalisme-polisi-terus-jalankan-cyber-patrol/0/sorotan_media">patroli siber Polri</a> menjadi sangat agresif dalam menegakkan <a href="https://jurnalprodi.idu.ac.id/index.php/PA/article/view/268/0">keamanan siber</a>.</p>
<p>Agresivitas ini justru lambat laun menjadi <a href="https://bantuanhukum.or.id/reformasi-dikorupsi-demokrasi-direpresi/">mengkhawatirkan</a>, karena batasan antara kriteria ancaman siber dengan kebebasan berpendapat jadi memudar. <a href="https://lontar.ui.ac.id/detail?id=20506698&lokasi=lokal">Jika salah langkah</a>, penegakkan keamanan siber dapat melewati batas dan justru <a href="https://news.detik.com/berita/d-5792741/peneliti-ungkap-fenomena-cyber-troops-dan-ancaman-bagi-demokrasi-indonesia">mengancam demokrasi</a>.</p>
<h2>Antara pertahanan dan keamanan</h2>
<p>Para pegiat demokrasi khawatir pembentukan matra baru ini akan mengancam ruang kebebasan berpendapat. Kekhawatiran terjadi salah satunya karena adanya zona abu-abu antara <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/07/14/08565011/pertahanan-keamanan-kenapa-pertahanan-dulu-baru-keamanan">dimensi pertahanan dan dimensi keamanan di Indonesia</a>.</p>
<p>Setidaknya ada beberapa dua hal yang harus dipertimbangkan dalam pembentukan Angkatan Siber ini.</p>
<p>Pertama, Matra ini sebaiknya dibentuk dengan melebur komponen-komponen pertahanan siber yang telah ada. Diperlukan “kerelaan hati” dari Kementerian Pertahanan dan <a href="https://www.bssn.go.id/">BSSN</a>, misalnya, untuk meleburkan unit siber mereka. Sebab, jika semua komponen tidak disatukan, akan terus terjadi tumpang tindih kewenangan dan tugas.</p>
<p>Kedua, Angkatan Siber harus dipisahkan dari fungsi keamanan. Dengan kata lain, kewenangan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220915182803-12-848450/polri-rancang-direktorat-tindak-pidana-siber-di-tiap-polda">Direktorat Tindak Pidana Siber</a> di bawah reserse Kriminal Polri tidak boleh diotak-atik oleh keberadaan matra baru ini. </p>
<p>Memang, tampaknya akan akan ada perdebatan perihal bagaimana Angkatan Siber ini diperbantukan ke Polri. Ini karena Indonesia juga punya jargon “<a href="https://majalah.tni.mil.id/newspaper/128/sinergitas-tni-polri.html">Sinergitas TNI-Polri</a>”, yaitu implementasi tugas perbantuan TNI terhadap Polri yang diatur dalam <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/v2/lt4ffe8d256bf00/ketetapan-mpr-nomor-vi-mpr-2000-tahun-2000">Tap MPR No. VI/MPR/2000 Tahun 2000</a> tentang pemisahan TNI dan Polri.</p>
<p>Namun, bagaimana pun juga, pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan ini harus dipertegas. Jangan sampai matra baru ini ikut memperkeruh gesekan antara sipil dan militer.</p>
<p>Mengingat Indonesia hingga saat ini saja belum tegas mengatur penindakan terhadap anggota TNI yang melanggar prinsip-prinsip pidana sipil, jangan sampai operasi keamanan yang diembankan ke Angkatan Siber ini kelak menjadi imun dan mutlak, bahkan mampu merepresi ruang demokrasi masyarakat.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/perlukah-tni-ikut-menjaga-pertandingan-sepak-bola-konser-musik-dan-kegiatan-sipil-lainnya-bagi-negara-demokrasi-ini-tidak-lazim-210792">Perlukah TNI ikut menjaga pertandingan sepak bola, konser musik dan kegiatan sipil lainnya? Bagi negara demokrasi, ini tidak lazim</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Untuk pertahanan, bukan keamanan</h2>
<p>Kita bisa belajar dari <a href="https://www.mindef.gov.sg/oms/dis/">Digital and Intelligence Service (DIS)</a>, Angkatan Siber Singapura yang baru saja <a href="https://www.mindef.gov.sg/web/portal/mindef/news-and-events/latest-releases/article-detail/2022/October/28oct22_nr2">dibentuk pada Maret tahun lalu</a>.</p>
<p>Hal yang perlu digaris bawahi adalah DIS didesain efektif untuk <a href="https://www.datacenterknowledge.com/security/singapore-build-cyber-military-force-ukraine-war-rages">memperkuat fungsi militer dan pertahanan siber nasional</a>, bukan sebagai penanganan keamanan.</p>
<p><a href="https://www.icrc.org/en/war-and-law/conduct-hostilities/cyber-warfare">Operasi siber</a> memang sudah banyak berlaku di negara-negara lain, tetapi regulasinya telah diatur sedemikian rupa agar tidak menyerang ranah-ranah sipil. </p>
<p>Jika Indonesia masih berdebat melibatkan Angkatan Siber untuk fungsi keamanan sipil, jelas potensi utama matra baru ini untuk menjaga pertahanan nasional akan terabaikan.</p>
<p>Tujuan utama matra Angkatan Siber harus sepenuhnya diproyeksi sebagai alat pertahanan. Oleh karena itu, formulasinya harus melalui perencanaan dan kajian yang matang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212804/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rahadian Diffaul Barraq Suwartono tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pembentukan Angkatan Siber bukan ide yang buruk, tetapi pembentukannya harus penuh pertimbangan, jangan sampai menjadi alat untuk membungkam publik.Rahadian Diffaul Barraq Suwartono, Pengajar di Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2107922023-08-09T04:33:32Z2023-08-09T04:33:32ZPerlukah TNI ikut menjaga pertandingan sepak bola, konser musik dan kegiatan sipil lainnya? Bagi negara demokrasi, ini tidak lazim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/541246/original/file-20230804-15-dgf5zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4826%2C3213&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Latihan Gabungan TNI di Pusat Latihan Tempur Marinir di Jawa Timur.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690887301&getcod=dom">Budi Candra Setya/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagai komponen pertahanan nasional, telah sejak lama turut terlibat dalam upaya keamanan dan melebur dalam kehidupan sipil di Indonesia. Contohnya, kita sudah sering menjumpai pawai karnaval, laga sepak bola, bahkan konser musik yang dijaga ketat oleh militer. </p>
<p>Bagi warga asing seperti dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa, yang dilabeli sebagai negara demokrasi maju, praktik ini bisa dipertanyakan. Sebab, sejatinya urusan pertahanan dan keamanan negara harus dipisahkan satu sama lain.</p>
<p>Sedangkan bagi masyarakat di Indonesia, fenomena ini seakan lumrah. Urusan pertahanan dan keamanan dianggap sama sehingga terkesan tidak memiliki batasan yang jelas. </p>
<p>Padahal, Indonesia pun sebenarnya telah berupaya memisahkan fungsi keamanan dan pertahanan melalui <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/v2/lt4ffe8d256bf00/ketetapan-mpr-nomor-vi-mpr-2000-tahun-2000">Tap MPR VI/2000</a> tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Fungsi pertahanan nasional diemban oleh TNI sedangkan fungsi keamanan menjadi tanggung jawab Polri.</p>
<p>Perlahan, jika keterlibatan militer di ranah sipil ini terus terjadi, dikhawatirkan akan menimbulkan gesekan dan persoalan di tataran implementasi. Ini juga akan mengganggu profesionalisme TNI sendiri dan, lebih jauh lagi, kehidupan demokrasi dan prinsip supremasi sipil di Indonesia.</p>
<h2>Kehadiran TNI: dari arus mudik sampai konser dangdut</h2>
<p>Adanya <a href="https://news.republika.co.id/berita/rt29d9436/tni-kerahkan-18-ribu-prajurit-bantu-pengamanan-mudik-libur-lebaran">posko-posko penjagaan militer</a> pada periode arus mudik setiap tahunnya sudah menjadi pemandangan umum masyarakat Indonesia.</p>
<p>Posko-posko ini dibangun di sejumlah titik, termasuk perbatasan daerah, yang mereka anggap <a href="https://www.kompas.tv/regional/398853/ada-penembak-jitu-di-titik-rawan-menjaga-keamanan-mudik-lebaran">“rawan”</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemusnahan senjata rakitan sisa Perang Dunia II di Maluku Utara oleh Kapolda Maluku Utara Irjen Pol Midi Siswoko (kiri) didampingi Danrem 152 Baabullah Ternate Brigjen TNI Elkines Villando Dewangga (kanan).</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1691392504&getcod=dom">Andri Saputra/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sementara dalam konser musik, mulai dari <a href="https://www.liputan6.com/news/read/2315230/3300-polisi-dan-tni-amankan-konser-bon-jovi">pop</a> sampai <a href="https://soloraya.solopos.com/nella-kharisma-konser-di-karanganyar-249-aparat-keamanan-diterjunkan-1396294">dangdut</a>, biasanya ada anggota TNI berseragam lengkap turut <a href="https://tribratanews.gorontalo.polri.go.id/polres-kota-gorontalo/1673/konser-musik-hiburan-berjalan-aman-kapolresta-gorontalo-kota-ucapkan-terima-kasih-untuk-sinergitas-tni-polri-dan-instansi-terkait/">berjaga</a> di tengah keramaian.</p>
<p>Bagi negara-negara Barat, yang menganut <a href="https://www.jstor.org/stable/45346973">teori hubungan militer-sipil demokratis</a>, praktik ini sebenarnya tidak wajar. Sebab, mereka dengan mutlak memisahkan peran militer dari kehidupan sipil. <a href="https://www.jstor.org/stable/45292887">Penelitian</a> menunjukkan bahwa penekanan pembatasan peran militer dalam kehidupan sipil sangat diperlukan bagi negara demokrasi yang “dewasa”.</p>
<p>Landasan hukum Indonesia pun, melalui <a href="https://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF">Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI</a>, telah mengatur batasan intervensi TNI di ranah sipil. Hal ini sejalan dengan semangat Reformasi TNI yang melatar belakangi pembentukan UU TNI.</p>
<p>Oleh karena itu, pelibatan TNI dalam penjagaan di kegiatan sipil sama saja dengan <a href="https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-pers/petisi-bersama-koalisi-masyarakat-sipil-restrukturisasi-dan-reorganisasi-tni-tidak-boleh-bertentangan-dengan-agenda-reformasi-tni/">mengkhianati</a> UU TNI dan <a href="https://pbhi.or.id/75-tahun-tni-kemunduran-reformasi-tni/">semangat Reformasi TNI</a>.</p>
<p>Lalu, pertanyaannya adalah mengapa ini bisa tetap terjadi?</p>
<h2>Sejarah TNI sebagai ‘angkatan rakyat’</h2>
<p>Militer Indonesia memiliki sejarah yang unik dibandingkan militer di negara-negara lain. Mengutip <a href="https://etd.ohiolink.edu/apexprod/rws_olink/r/1501/10?clear=10&p10_accession_num=osu148726460321841">disertasi Profesor Salim Said</a>, bahwa dalam sejarahnya, TNI merupakan “institusi yang dibentuk oleh rakyat”, bukan oleh penguasa.</p>
<figure class="align-left ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Aparat gabungan TNI-Polri melakukan penjagaan terhadap penonton pertandingan Persija vs Persebaya di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690725607&getcod=dom">Asprilla Dwi Adha/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Militer Indonesia lahir selepas <a href="https://www.academia.edu/34691836/Indonesian_National_Revolution_Records_in_the_National_Archives_of_the_Netherlands">Perang Revolusi Nasional 1945-1949</a> dari <a href="https://bnn.go.id/hut-tni-77-tni-adalah-kita/">gabungan</a> laskar-laskar militer otonom yang melebur mandiri.</p>
<p>Panglima TNI (saat itu masih bernama Tentara Keamanan Rakyat/TKR) pertama Jenderal Sudirman terpilih melalui proses penunjukan oleh para prajurit, bukan oleh Presiden Sukarno. Karena dibentuk oleh unsur rakyat, TNI lekat dengan citra “mengayomi masyarakat”.</p>
<p>Setelah Jenderal Sudirman wafat tahun 1950, terjadi perdebatan besar tentang bagaimana masa depan militer Indonesia – yang namanya kemudian berubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1962. Perdebatannya mengerucut pada pilihan apakah TNI harus terlibat penuh dalam pemerintahan, seperti di Amerika Latin, atau menjadi fungsi pertahanan profesional saja seperti militer di Eropa.</p>
<p>Jenderal A.H. Nasution, Kepala Staf TNI Angkatan Darat saat itu, akhirnya memberi solusi “<a href="https://kumparan.com/pagili-ahmad/politik-jalan-tengah-1zk6eCOTXt7">Jalan Tengah</a>” dengan memberikan <a href="https://lib.litbang.kemendagri.go.id/index.php?p=show_detail&id=1321">TNI dua fungsi</a>: penyelenggara keamanan-pertahanan sekaligus stabilisator kehidupan bernegara. </p>
<p>Solusi tersebut kemudian diterjemahkan oleh Presiden Suharto dalam kebijakan <a href="https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/adabiya/article/download/6776/4069">Dwifungsi ABRI</a> pada masa Orde Baru. Prajurit TNI aktif ditugaskan menempati sejumlah jabatan publik struktural dan terlibat dalam ranah sipil, termasuk urusan menangkap maling.</p>
<p>Selama Orde Baru, konsep Dwifungsi ini menimbulkan <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/19/133958069/dwifungsi-abri-sejarah-dan-penghapusan">banyak masalah</a>, termasuk dalam <a href="https://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-109146.pdf">penggunaan alat-alat kekerasan</a> yang dikuasai militer. Situasi tersebut kemudian mendorong munculnya desakan dari masyarakat untuk melakukan Reformasi TNI.</p>
<p>Setelah Suharto lengser tahun 1998, Presiden Abdurrahman Wahid pada 1999 menginisiasi Reformasi TNI dengan memisahkan peran militer dan polisi. TNI berfokus menjalankan fungsi pertahanan. Sementara Polri menjalankan fungsi keamanan dengan mengacu pada penegakan supremasi hukum dan prinsip hak asasi manusia (HAM).</p>
<p>Sejak saat itu, Dwifungsi ABRI dihapus, prajurit militer aktif kembali ke barak sebagai tentara profesional, tidak boleh masuk ke ranah sipil, politik, dan pemerintahan. <a href="https://peraturan.go.id/id/tap-mpr-no-vi-mpr-2000-tahun-2000">Tap MPR VI/2000</a> yang mengatur pemisahan fungsi TNI dan Polri ini masih berlaku hingga hari ini. </p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Upaya pemadaman karhutla di Aceh Barat oleh aparat dari Polri dan TNI.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690629601&getcod=dom">Syifa Yulinnas/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun, rupanya pemisahan ini tidak berlaku secara total.</p>
<p>Pasal 2 ayat (3) Tap MPR VI/2000 menyebutkan kemungkinan adanya kerja sama dan saling membantu antara Polri dan TNI. Juga munculnya ide besar bahwa, dalam beberapa urusan, prajurit TNI memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah keamanan negara.</p>
<p>Ketentuan ini kemudian diakomodasi melalui pemberlakukan UU TNI dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/44418">UU Polri</a>. Konsep inilah yang pada hari ini dikenal dengan jargon “<a href="https://tribratanews.malut.polri.go.id/2023/05/07/kapolri-dan-panglima-sepakat-sinergitas-tni-polri-kunci-sukses-keamanan-ktt-asean/">Sinergitas TNI-Polri</a>”. Sinergitas tersebut banyak diwujudkan melalui tugas perbantuan TNI dalam aktivitas pengamanan Polri. </p>
<h2>Gesekan sipil-militer</h2>
<p>Pengamanan acara sipil oleh militer tak selamanya melahirkan rasa aman.</p>
<p><a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-63118080">Tragedi Kanjuruhan</a> menjadi salah satu bukti kacaunya upaya pengamanan kegiatan sipil oleh militer. Pada tangkapan video amatir, terekam <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221005154551-20-856731/anggota-tni-tendang-suporter-arema-saat-tragedi-kanjuruhan-minta-maaf">prajurit TNI menendang penonton</a> yang sedang lari karena panik terkena gas air mata.</p>
<p>Kita juga kerap mendapati berita ada anggota TNI melakukan kekerasan terhadap warga sipil. Contohnya kasus <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/07/20104111/penusukan-pria-di-tanjung-priok-oleh-oknum-tni-bermula-dari?page=all">pengeroyokan oleh 11 prajurit TNI</a> terhadap pemuda di Tanjung Priok tahun 2020 silam. Juga ada kasus viral seorang <a href="https://nasional.kompas.com/read/2023/04/25/16261231/kasus-prajurit-tni-tendang-motor-seorang-ibu-di-bekasi-ternyata-pelaku-yang">prajurit TNI menendang motor</a> ibu-ibu dan terlibat adu mulut di jalan raya.</p>
<p>Kemungkinan besar kondisi ini terjadi akibat <a href="https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1455-jalan-tengah">pola pikir Orde Baru</a> ketika Dwifungsi ABRI masih berlaku, yakni bahwa tentara adalah warga kelas utama sedangkan sipil adalah warga kelas dua.</p>
<p>Selain itu, pada dasarnya, prajurit TNI tidak dibekali latihan berinteraksi dengan sipil. Kalaupun ada, <a href="https://tni.mil.id/view-25111-prajurit-tni-dalam-penerapan-hak-asasi-manusia-ham.html">minim sekali</a>. Mereka digembleng dengan didikan disiplin militer karena fungsi utamanya sebagai prajurit memang pada bidang pertahanan negara. Meminjam istilah US Army, mereka adalah prajurit yang disiapkan menjadi <em><a href="https://www.sfgate.com/science/article/THE-SCIENCE-OF-CREATING-KILLERS-Human-2514123.php">trained killer</a></em>.</p>
<p>Prajurit menjadi <em>trained killer</em> bukanlah suatu konotasi negatif. Prajurit militer memang <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/international-theory/article/abs/license-to-kill-is-legitimate-authority-a-requirement-for-just-war/2D077862D84B283F52A0F91C6F31CF1D">dilatih untuk ‘siap membunuh’ lawan</a> demi menjaga pertahanan dan integrasi negara, terutama dalam kondisi perang. Singkatnya, mereka disiapkan untuk bertaruh nyawa demi melindungi kedaulatan negara. Sehingga, prajurit TNI tidak cocok ditugaskan untuk mengamankan masyarakat sipil di masa damai.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Prajurit TNI bersiap melakukan penembakan pesawat menggunakan rudal Mistral Latihan Gabungan (Latgab) TNI di Pusat Latihan Tempur Marinir, Karang Tekok Situbondo, Jawa Timur.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690885207&getcod=dom">Budi Candra Setya/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika prajurit militer terlibat di ranah sipil, akan rentan bagi mereka untuk “keceplosan” menerapkan standar militer kepada masyarakat umum. Kemungkinan terburuknya adalah terjadi penghilangan nyawa warga sipil.</p>
<h2>Mendamba sebuah perbaikan</h2>
<p>Sinergitas antarlembaga negara memang dibutuhkan untuk mencapai tujuan nasional yang baik. Namun, ikut terlibatnya TNI dalam upaya pengamanan sipil menimbulkan beberapa masalah, termasuk terjadinya gesekan antara sipil dan militer.</p>
<p>Masalah-masalah ini harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Apalagi, saat ini agenda <a href="https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/44510/t/Wacana+Revisi+UU+TNI%2C+Legislator+Nilai+Butuh+Proses+yang+Panjang">revisi UU TNI</a> tengah digodok oleh DPR RI dan pemerintah. Penugasan TNI untuk menjaga konser dangdut, arus mudik, serta kegiatan sipil lainnya harus dievaluasi. </p>
<p>Pilihannya mungkin ada dua: (1) membekali prajurit dengan prinsip-prinsip dasar HAM dalam pengamanan sipil, membenahi sistem peradilan militer, dan mempertegas pembedaan kewenangan TNI dan Polri, atau (2) mengembalikan sepenuhnya prajurit TNI ke barak, murni sebagai aktor pertahanan nasional. </p>
<p>Apapun pilihannya, harus dilakukan sesuai dengan konsep negara hukum-demokrasi yang berlaku di Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210792/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rahadian Diffaul Barraq Suwartono tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tentara berjaga di acara konser menjadi pemandangan lumrah bagi warga Indonesia. Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa ini terjadi?Rahadian Diffaul Barraq Suwartono, Pengajar di Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1879772022-08-16T18:01:38Z2022-08-16T18:01:38ZTNI dan Polisi mengajar murid di sekolah-sekolah Papua: efektif atau menumbuhkan trauma?<p><em>Artikel ini kami terbitkan dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus</em>.</p>
<hr>
<p>Kasus <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/04/10/053800978/2-guru-tewas-ditembak-3-sekolah-dibakar-dan-1-kepsek-sempat-diculik-kkb-ini?page=all">kematian guru dan juga pembakaran sekolah</a> selama beberapa tahun terakhir di Papua akibat serangan kelompok bersenjata menyebabkan <a href="https://www.metrotvnews.com/play/bmRCy7BA-trauma-serangan-kkb-guru-warga-kiwirok-minta-dievakuasi-ke-jayapura">trauma di antara para guru</a>.</p>
<p>Trauma ini bahkan menyebabkan banyak guru tersebut <a href="https://www.beritasatu.com/nasional/919323/tak-ada-guru-belasan-ribu-anak-di-intan-jaya-terancam-putus-sekolah">enggan berangkat mengajar</a>. Banyak murid di Papua pun menjadi terancam putus sekolah.</p>
<p>Untuk mengatasinya, pemerintah menerjunkan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/articles/cw0pg56gn8ro">Tentara Nasional Indonesia (TNI)</a> dan juga <a href="https://www.suara.com/news/2022/01/18/183911/operasi-damai-cartenz-tni-polri-beri-pelatihan-bertani-hingga-belajar-mengajar-di-papua">Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)</a> ke sekolah-sekolah untuk mengajar murid dengan mengenakan <a href="https://www.kompas.tv/article/287379/sejumlah-polisi-jadi-guru-dadakan-untuk-anak-anak-di-papua">atribut seragam lengkap dan topi adat</a>. Mereka juga <a href="https://e-kompas.id/viral-senangnya-anak-anak-di-papua-ke-sekolah-naik-truk-polisi-e-kompas-id-nasional/">menjemput anak-anak ke sekolah</a> dengan kendaraan patroli.</p>
<p>Ada yang setuju dan <a href="https://portalnawacita.com/satgas-yonif-126-kc-perkuat-tenaga-pendidik-di-perbatasan-papua/">mengapresiasi kehadiran aparat keamanan</a> di sektor pendidikan, mengingat sulitnya medan di dataran tinggi Papua dan juga rawannya konflik antara kelompok bersenjata.</p>
<p>Namun ada juga yang tidak setuju. Ketidaksetujuan tersebut, misalnya, terlihat dengan kedatangan orang tua ke sekolah yang <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/02/20/12591901/polisi-jadi-guru-dadakan-turun-ke-kampung-mengajar-anak-anak-di-papua?page=all">menolak anaknya diajar oleh polisi</a>. Ada juga demo penolakan karena tidak sesuai dengan pendekatan <a href="https://jubi.co.id/disdik-diminta-setop-libatkan-tni-menjadi-guru/">pengajaran yang diterapkan kurikulum pendidikan Indonesia</a>, maupun kritik bahwa kehadiran aparat keamanan di sekolah akan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220120203752-12-749326/sekolah-diduduki-polisi-pelajar-di-yahukimo-papua-gelar-demo">mengganggu aktivitas belajar mengajar</a>.</p>
<p>Pihak gereja pun <a href="https://www.suara.com/news/2021/04/21/144834/gereja-minta-komisi-ham-pbb-investigasi-soal-tni-jadi-guru-di-sekolah-papua">menyatakan ketidaksetujuan</a> karena dianggap dapat memicu rasa trauma pada anak-anak.</p>
<p>Tepatkah kehadiran TNI dan POLRI dalam sektor pendidikan?</p>
<h2>‘Fobia loreng’ dan trauma pada anak-anak</h2>
<p>Di Papua, ada stereotip yang melekat pada aparat keamanan. Peneliti antropologi Sophie Chao menyebutnya sebagai ‘<a href="https://www.researchgate.net/publication/301622391_From_'Stone_Age'_to_'Real-Time'_Exploring_Papuan_Temporalities_Mobilities_and_Religiosities_S_Martin_and_J_MunroCanberra_Australian_National_University_Press_2015_xiii_270_pp_ISBN_9781925022421_Print_">fobia loreng</a>’. </p>
<p>Fobia ini merujuk pada ketakutan di kalangan orang Papua ketika melihat aparat keamanan, khususnya TNI yang berseragam loreng. Ini terbentuk karena anggapan orang-orang Papua bahwa <a href="https://www.researchgate.net/publication/301622391_From_'Stone_Age'_to_'Real-Time'_Exploring_Papuan_Temporalities_Mobilities_and_Religiosities_S_Martin_and_J_MunroCanberra_Australian_National_University_Press_2015_xiii_270_pp_ISBN_9781925022421_Print_">aparat keamanan identik dengan kebrutalan dan kekerasan</a>.</p>
<p>Selama ini, misalnya, aparat keamanan <a href="https://theconversation.com/cara-hentikan-konflik-di-papua-stop-kekerasan-122144">diduga kerap melakukan tindakan kekerasan</a> terhadap siapapun yang <a href="https://theconversation.com/memahami-akar-masalah-papua-dan-penyelesaiannya-jangan-gegabah-87785">dianggap 'makar’</a> terhadap negara <a href="https://www.researchgate.net/publication/301622391_From_'Stone_Age'_to_'Real-Time'_Exploring_Papuan_Temporalities_Mobilities_and_Religiosities_S_Martin_and_J_MunroCanberra_Australian_National_University_Press_2015_xiii_270_pp_ISBN_9781925022421_Print_">tanpa melalui proses pembuktian</a>. Kekerasan ini kerap menuai korban orang asli Papua yang seringkali adalah petani dan penduduk dataran tinggi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/cara-hentikan-konflik-di-papua-stop-kekerasan-122144">Cara hentikan konflik di Papua: Stop kekerasan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>TNI pun telah mengeluarkan program <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190131203800-20-365559/tni-gelar-operasi-psikologi-di-papua-cegah-fobia-loreng">‘operasi psikologi’ dan ‘operasi teritorial’</a> untuk meredam fobia loreng ini dengan melakukan <a href="https://indonesiabangsaku.com/hadapi-kkb-tni-semua-kita-turuti-asal-jangan-minta-merdeka/">pendekatan psikologis dan membuka komunikasi terbuka</a> dengan masyarakat Papua, serta lebih mendengarkan aspirasi mereka – selama tidak menyerukan kemerdekaan dari Indonesia. Namun, hinga kini penulis belum menemukan penelitian tentang efektivitas program ini. </p>
<p>Saya memperkirakan bahwa fobia loreng ini pun <a href="https://jubi.co.id/mereka-trauma-dan-takut-melihat-tentara-datang-ke-sekolah-mereka/">diwariskan pada anak-anak</a> di Papua.</p>
<p>Menurut penelitian tahun 2016 di Amerika Serikat (AS), semenjak usia 5 tahun, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00221546.2004.11772266">anak-anak itu sudah menyerap stereotip negatif</a> yang melekat pada kelompok lain. Besar kemungkinan, anak-anak di Papua pun akan menginternalisasi ‘fobia loreng’ dari keluarga atau orang-orang sekitar yang pernah menyaksikan atau menjadi korban. </p>
<p>Padahal, teori bioekologis dalam perkembangan manusia yang dikemukakan oleh <a href="https://www.childhelp.org/wp-content/uploads/2015/07/Bronfenbrenner-U.-and-P.-Morris-2006-The-Bioecological-Model-of-Human-Development.pdf">peneliti psikologi Urie Bronfenbrenner dan Pamela Moris</a> menjelaskan bahwa kondisi lingkungan yang rawan konflik menyebabkan trauma pada anak-anak. Ini juga berakibat pada disfungsi perkembangan mereka.</p>
<p><a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1230675.pdf">Sebuah kajian pada tahun 2015</a> juga menyebutkan bahwa trauma berdampak negatif pada perilaku dan pembelajaran siswa.</p>
<p><a href="http://www.cpcnetwork.org/wp-content/uploads/2017/03/Alexander-Boothby-Wessells-Education-and-Protection-of-Children-and-Youth.pdf">Dampak psikososial</a> yang muncul akibat kehilangan sanak saudara maupun kerusakan akibat konflik bersenjata bisa berakibat pada gangguan emosi, perilaku, dan memori anak.</p>
<h2>Memberikan rasa aman pada murid di Papua</h2>
<p>Patut disayangkan bahwa sektor pendidikan menjadi korban dalam konflik di Papua. Sekolah terbakar, guru trauma, dan murid-murid pun takut.</p>
<p>Apabila infrastruktur pendidikan aman, kesejahteraan guru terjamin, dan anak-anak bebas dari rasa takut, maka generasi muda di Papua pun akan lebih <a href="https://www.washingtoninstitute.org/policy-analysis/how-yemens-deteriorating-education-sector-may-prolong-conflict">terlibat dalam pembangunan sumber daya manusia</a>. Hal ini juga dapat menjauhkan mereka dari kemungkinan bergabung dalam kelompok bersenjata.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-negara-masih-absen-dalam-pendidikan-di-papua-dari-ketimpangan-guru-hingga-salah-manajemen-beasiswa-175062">Riset: negara masih absen dalam pendidikan di Papua, dari ketimpangan guru hingga salah manajemen beasiswa</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Strategi menerjunkan TNI dan POLRI untuk mengajar anak di Papua ini, menurut saya, layaknya menutupi luka yang telah bernanah dengan plester. Luka itu mungkin bisa tertutup, tetapi tidak benar-benar sembuh. Kita perlu membersihkan luka itu sampai ke akarnya agar benar-benar sembuh.</p>
<p>Oleh karena itu, penting sekali bagi <a href="http://www.cpcnetwork.org/wp-content/uploads/2017/03/Alexander-Boothby-Wessells-Education-and-Protection-of-Children-and-Youth.pdf">anak-anak untuk memperoleh rasa aman</a> di dalam sekolah dengan guru-guru yang sudah terlatih untuk mendukung perkembangan anak. Pendidikan harus bersifat netral, tidak mengisi ruang untuk ketegangan konflik.</p>
<p>Menurut saya, pendekatan yang lebih tepat adalah menyediakan guru yang telah mendapatkan <a href="https://www.creducation.net/resources/Training_Teachers_in_Armed_Conflict_Intervention_Supplement.pdf">pelatihan khusus untuk zona rawan konflik</a>. Hal ini akan membantu siswa mengatasi rasa trauma. </p>
<p>Selain itu, Papua juga memerlukan ruang dialog yang inklusif untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan. Dunia pendidikan Indonesia – dan pada akhirnya anak-anak kita – tidak boleh lagi menjadi korban.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187977/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Uning Musthofiyah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Di tengah konflik berkepanjangan di Papua, tepatkah keputusan pemerintah menerjunkan TNI dan POLRI untuk mengajar di sekolah-sekolah?Uning Musthofiyah, PhD Researcher, Te Herenga Waka — Victoria University of WellingtonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1744032022-02-22T03:21:01Z2022-02-22T03:21:01ZMempersoalkan sekuritisasi yang berlebihan dalam pengendalian pandemi COVID-19 di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/447495/original/file-20220221-17-14vgh4r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Polisi dan tentara mensosialisasikan vaksinasi COVID-19 pada pelajar di SD Negeri Krincing, Secang, Magelang, Jawa Tengah, 4 Januari 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1641285321">ANTARA FOTO/Anis Efizudin/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Meski Indonesia tengah menghadapi <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220201162952-20-753758/indonesia-resmi-masuk-gelombang-ketiga-covid-19">gelombang ketiga COVID-19</a> akibat varian Omicron, kebijakan penanganan pandemi belum berubah dalam dua tahun terakhir. Salah satu kebijakan yang kontroversial adalah pelibatan lembaga dan aparat militer, kepolisian, dan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pengendalian pandemi.</p>
<p>Riset <a href="https://laporcovid19.org/post/understanding-the-covid-19-pandemic-response-in-indonesia-through-its-domestic-policies">kami menunjukkan</a> hingga kini, sedikitnya ada 16 peraturan darurat yang diterbitkan oleh presiden, menteri, dan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang menugaskan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian, dan BIN pada posisi pengambil kebijakan tingkat tinggi terkait pengendalian COVID-19. Perwakilan TNI Angkatan Darat dan Kepolisian juga menjadi Wakil Ketua Tim Pelaksana Gugus Tugas COVID-19. </p>
<p>Sementara, Kementerian Kesehatan yang juga bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) hanya berperan sebagai <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/151066/perpres-no-108-tahun-2020">“pendukung bagi tim pelaksana”</a>.</p>
<p>Pelibatan institusi keamanan yang berlebihan berisiko melemahkan pendekatan kesehatan masyarakat dan sains yang seharusnya menjadi landasan dasar dalam penanganan krisis kesehatan.</p>
<h2>Tiga alasan sekuritisasi pandemi berbahaya</h2>
<p><a href="https://asiacentre.org/the-securitisation-of-covid-19-health-protocols-policing-the-vulnerable-infringing-their-rights/">Sekuritisasi pandemi</a> merupakan pendekatan pengendalian pandemi yang menitikberatkan pada peran lembaga keamanan seperti kepolisian, militer, dan badan intelijen. </p>
<p>Lembaga keamanan sebenarnya lumrah diturunkan di lapangan untuk mendukung operasional dan memobilisasi penanganan pandemi. Sekuritisasi biasanya dianggap berlebihan jika elit lembaga keamanan sudah berperan dalam pengambilan keputusan terkait krisis kesehatan masyarakat. </p>
<p>Implikasinya, krisis kesehatan diperlakukan sebagai ancaman keamanan yang kemudian diselesaikan dengan tindakan represif. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/447496/original/file-20220221-13-1a2ajxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/447496/original/file-20220221-13-1a2ajxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/447496/original/file-20220221-13-1a2ajxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/447496/original/file-20220221-13-1a2ajxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/447496/original/file-20220221-13-1a2ajxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/447496/original/file-20220221-13-1a2ajxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/447496/original/file-20220221-13-1a2ajxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Polisi memeriksa kartu vaksinasi COVID-19 pengendara sepeda motor yang melintas di jalan poros Desa Baliase, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, 15 Januari 2022. Petugas memberikan vaksinasi di tempat tersebut jika ada warga yang ditemukan belum divaksin atau vaksinasinya belum lengkap.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1642231510">ANTARA FOTO/Basri Marzuki/nym</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Setidaknya ada tiga alasan mengapa sekuritisasi pandemi yang berlebihan bisa melemahkan penanganan pandemi di Indonesia. </p>
<p><em>Pertama</em>, pelibatan aparat TNI dan Polri dalam Satuan Gugus Tugas COVID-19 melemahkan peran otoritas kesehatan. Dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/134544/keppres-no-7-tahun-2020">Keputusan Presiden No. 7 Tahun 2020</a>, perwakilan dari kedua lembaga tersebut menjadi Wakil Ketua Pelaksana I dan II, termasuk ketua pelaksana yang saat itu masih menjadi anggota militer aktif. Struktur tersebut kemudian diubah melalui <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/134757/keppres-no-9-tahun-2020">Keputusan Presiden No. 9/2020</a> yang juga “sama-sama” didominasi oleh perwakilan lembaga keamanan. Dari enam unsur pimpinan pelaksana Satgas COVID-19, empat di antaranya merupakan anggota lembaga keamanan aktif. </p>
<p>Artinya, posisi itu tidak hanya sebatas untuk koordinasi, tapi juga perancangan dan penetapan kebijakan terkait penanganan pandemi. Hal ini berpotensi melemahkan peran otoritas kesehatan yang seharusnya menjadi pemegang kendali. </p>
<p>Meski penanganan COVID-19 sudah dialihkan kepada Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), pendekatan sekuritisasi masih kerap diandalkan dalam penanganan pandemi secara keseluruhan.</p>
<p>Saat posisi perwakilan TNI dan Polri begitu kuat di Tim Pelaksana Gugus Tugas COVID-19, Kementerian Kesehatan hanya berperan sebagai <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/151066/perpres-no-108-tahun-2020">pendukung tim pelaksana</a>. Padahal, <a href="http://www.bphn.go.id/data/documents/84uu004.pdf">Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular</a> mengamanatkan bahwa pemegang kendali pada setiap kejadian luar biasa penyakit menular, termasuk pandemi COVID-19 adalah Menteri Kesehatan.</p>
<p><em>Kedua</em>, pendekatan sekuritisasi yang berlebihan menghasilkan berbagai kebijakan kesehatan yang tidak efektif dalam penanganan COVID-19. </p>
<p>Umumnya, negara menempatkan otoritas kesehatan sebagai pemimpin sektor dalam merespons krisis kesehatan. Aparat keamanan dapat berperan sesuai kompetensinya untuk mendukung penanggulangan krisis. </p>
<p>Sedangkan di Indonesia, pemerintah justru memberikan ruang yang berlebihan pada aparat di sektor keamanan. </p>
<p>Pemberian ruang yang berlebihan tidak menjadikan pandemi cepat terselesaikan. Bahkan, beberapa di antaranya cenderung gagal atau tidak cukup efektif dalam penanganan pandemi.</p>
<p>Misalnya, <a href="https://fpk.unair.ac.id/unair-temukan-kombinasi-obat-covid-19-pertama-di-dunia/">inisiasi Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI AD untuk mengembangkan obat COVID</a> bersama <a href="https://theconversation.com/7-persoalan-serius-dalam-uji-klinik-calon-obat-covid-19-dari-riset-unair-bin-dan-tni-ad-145064">Universitas Airlangga</a>. Padahal, kedua lembaga keamanan tersebut tak bergerak di sektor farmasi dan kedokteran klinis. BIN juga diberi kewenangan dalam pengadaan dan penyediaan testing dengan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1390648/hasil-tes-swab-dari-badan-intelijen-negara-diduga-tidak-akurat/full&view=ok">Mobile Lab PCR yang diduga tidak cukup akurat</a>.</p>
<p>Upaya pemeriksaan dan penelusuran kontak erat yang melibatkan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) juga bermasalah, karena mekanisme akuntabilitasnya kerap tidak jelas. Mereka juga tidak memiliki keahlian dalam tugas penelusuran kontak erat seperti tenaga kesehatan, sehingga <a href="https://kec-banyuurip.purworejokab.go.id/babinsa-dan-bhabinkamtibmas-banyuurip-menerima-pelatihan-tracer-covid19">perlu dilatih terlebih</a> dulu oleh tenaga kesehatan yang ahli dalam surveilans. </p>
<p>Di samping itu, beberapa anggota TNI dan Polri yang terlibat pengendalian COVID juga melakukan kekerasan. Mereka kerap <a href="https://tirto.id/jangan-asal-melibatkan-tni-polri-untuk-tracing-kasus-covid-19-f9Zm">menjemput paksa pedagang</a> untuk diperiksa, tanpa mempertimbangkan situasi keramaian di pasar.</p>
<p>Pendekatan sekuritisasi lainnya juga dapat dilihat dari penyelenggaraan percepatan vaksinasi massal oleh TNI dan Polri. Presiden Joko Widodo sendiri yang <a href="https://ekon.go.id/publikasi/detail/3317/pemerintah-dorong-vaksinasi-dan-digitalisasi-bagi-pedagang-pasar">menginstruksikan agar TNI dan Polri</a> mendistribusikan vaksin masing-masing 25% sehingga total keduanya 50% dari total alokasi vaksin. Separuh alokasi lainnya didistribusikan melalui Dinas Kesehatan. </p>
<p>Alih-alih ikut mempercepat vaksinasi, kebijakan ini justru menimbulkan persoalan lain terutama dalam proses distribusi vaksin ke daerah.</p>
<p>Misalnya, pada Juli 2021, stok vaksin di Kota Semarang menipis. Sejumlah layanan vaksinasi yang sebelumnya dibuka terpaksa ditutup. Sementara alokasi vaksin dari pemerintah pusat di daerah tersebut hanya sekitar 500.000 dosis per pekan, <a href="https://www.solopos.com/stok-vaksin-menipis-pemkot-semarang-kurangi-pelayanan-vaksinasi-covid-19-1142041#">60-65% di antaranya merupakan jatah TNI-Polri</a>. </p>
<p>Begitu juga dengan stok vaksin di Kota Sukabumi yang sempat habis, sehingga <a href="https://radarsukabumi.com/kota-sukabumi/pemerintah-kota-sukabumi/stok-vaksin-habis-pemkot-sukabumi-kolaborasi-dengan-tni-polri/">perlu mendapat pasokan vaksin dari TNI dan Polri</a>. </p>
<p>Habisnya stok vaksin di sejumlah fasilitas kesehatan yang dekat dengan warga justru mempersulit akses masyarakat terhadap vaksin, apalagi jika <a href="https://nasional.tempo.co/read/1476021/polri-tni-gelar-vaksinasi-covid-19-massal-di-2-100-titik-di-indonesia">vaksin TNI-Polri hanya</a> tersedia di titik-titik tertentu. </p>
<p><em>Ketiga</em>, pelibatan aparat keamanan identik dengan tindakan represif dan menyesakkan ruang sipil. Mereka mempraktikan hukuman fisik dan mengkerdilkan ruang kebebasan sipil.</p>
<p>Praktik pengerahan kekuatan militer dalam penanganan pandemi dilakukan hampir seluruh negara. Namun, pengerahan ini semata-mata untuk melindungi kesehatan masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia. </p>
<p><a href="https://www.ohchr.org/Documents/Events/EmergencyMeasures_Covid19.pdf">Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia</a> mensyaratkan, jika negara mengerahkan militer dalam konteks penegakan hukum, maka perlu adanya batasan waktu yang jelas dan terukur. Selain itu, pengerahan militer tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dan tetap berada di bawah tanggung jawab otoritas sipil. </p>
<p>Dalam penegakan protokol kesehatan misalnya, pemerintah kerap mengandalkan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/05/26/09381311/jokowi-kerahkan-personel-tni-polri-agar-masyarakat-disiplin-selama-psbb">personel keamanan</a> untuk “mendisiplinkan” masyarakat. Sayangnya, proses pendisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan di lapangan justru diwarnai aksi tindakan represif hingga pemberian hukuman fisik. </p>
<p>Sebagai contoh, <a href="https://tirto.id/jangan-asal-melibatkan-tni-polri-untuk-tracing-kasus-covid-19-f9Zm">pembubaran massa menggunakan <em>water cannon</em> di Papua pada Mei 2020</a> saat pemeriksaan <a href="https://jubi.co.id/korban-water-cannon-papua-dikebumikan-di-tanah-hitam/"><em>rapid test</em> COVID</a>.</p>
<p>Selain itu, warga yang melanggar protokol kesehatan juga dihukum psikis dengan memaksa mereka untuk <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2020/09/05/18050231/sanksi-masuk-ke-peti-mati-bagi-pelanggar-protokol-kesehatan-dinilai">tidur di dalam peti mati</a> untuk merasakan ‘seramnya’ meninggal akibat COVID-19. </p>
<p>Catatan kami menunjukkan, penerapan hukuman fisik tidak menjadikan masyarakat taat dengan ketentuan protokol kesehatan. <a href="https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/pelibatan-militer-dinilai-tak-jamin-penanganan-covid-19-lebih-efektif">LaporCovid-19 mencatat setidaknya 1.096 pelanggaran</a> protokol kesehatan selama periode Juli 2020-April 2021. Sementara, masyarakat masih kurang memahami seberapa rentan mereka terinfeksi COVID-19, seberapa parah penyakit ini, apa manfaat pencegahan, dan kurangnya petunjuk untuk bertindak. </p>
<p>Hukuman fisik hanya menjadikan masyarakat khawatir terhadap petugas, bukan kepada virus.</p>
<h2>Akhiri sekuritisasi berlebihan</h2>
<p>Pendekatan sekuritisasi yang berlebihan bukan kebijakan yang efektif, malah menghambat penanganan pandemi secara keseluruhan. Selain karena aparat keamanan tidak memiliki keahlian dalam kesehatan masyarakat, mereka juga kerap mengandalkan tindakan yang cenderung represif. </p>
<p>Otoritas kesehatan semestinya memegang kendali penuh terhadap penanganan krisis kesehatan, sementara aparat keamanan dapat dipergunakan sesuai dengan kapasitasnya.</p>
<p>Kondisi ini memungkinkan agar setiap kebijakan yang diambil berlandaskan pada keilmuan dan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat.</p>
<hr>
<p><em>Amanda Tan, Mahasiswa Pascasarjana Monash University di Indonesia dan Program Officer LaporCovid-19; dan Firdaus Ferdiansyah, Mahasiswa Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Koordinator Advokasi LaporCovid-19 berkontribusi dalam riset dan penulisan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/174403/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Irma Hidayana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Otoritas kesehatan semestinya memegang kendali penuh terhadap penanganan krisis kesehatan, sementara aparat keamanan dapat dipergunakan sesuai dengan kapasitasnya.Irma Hidayana, Lecturer in Public Health, St. Lawrence UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1612892021-05-21T04:22:54Z2021-05-21T04:22:54ZPelajaran untuk pemerintah Indonesia dari “patroli abadi” kapal selam KRI Nanggala-402<p>Bulan lalu, kapal selam Indonesia KRI Nanggala-402 <a href="https://www.smh.com.au/world/asia/lost-submarine-fragments-found-on-bottom-of-ocean-but-no-bodies-20210518-p57szv.html">tenggelam</a> di Laut Bali ketika latihan torpedo, menewaskan semua 53 personel di dalamnya.</p>
<p>Nanggala adalah salah satu dari dua kapal selam kelas Cakra milik Indonesia, yang dikembangkan oleh perusahaan pembuat kapal Jerman, Howaldtswerke-Deutsche Werft (HDW), pada 1977. TNI-AL mengoperasikan kapal selam tersebut sejak 1981. Kedua kapal selam tersebut telah beroperasi selama 40 tahun.</p>
<p>Ketika Nanggala hilang kontak pada 21 April 2021, Indonesia segera menggelar operasi pencarian dibantu negara-negara lain. Namun, setelah puing-puing kapal selam ditemukan empat hari kemudian, kapal selam itu dinyatakan tenggelam. Nanggala dan personelnya dinyatakan “dalam patroli abadi”.</p>
<p>Dari tenggelamnya Nanggala, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan berbagai pelajaran secara aktif dalam perencanaan pertahanan masa depan, untuk mengurangi kemungkinan, serta mempersiapkan, kecelakaan pada masa depan. Dua pelajaran utamanya adalah sebagai berikut.</p>
<h2>Bersiap untuk yang terburuk</h2>
<p>Sebelum Nanggala, Indonesia telah memiliki daftar panjang kecelakaan alat utama sistem senjata (alutsista).</p>
<p><a href="https://www.aa.com.tr/id/nasional/lsm-indonesia-alami-18-kecelakaan-alutsista-sejak-2015/2229164">Ada 18 kecelakaan alutsista Indonesia sejak 2015</a> yang melibatkan lima pesawat, lima helikopter, enam kapal perang, satu artileri, dan satu kendaraan tempur. Kecelakaan-kecelakaan tersebut tidak hanya memakan korban militer, tetapi juga 86 nyawa warga sipil.</p>
<p>Pada 2020 saja, Indonesia mengalami tiga kecelakaan alutsista: Pada 6 Juni, <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5043439/helikopter-tni-ad-jatuh-di-kendal-saat-latihan-terbang-endurance">helikopter Mi-17 TNI-AD jatuh saat pelatihan di Kendal, Jawa Tengah</a>, menewaskan empat prajurit. Sepuluh hari kemudian, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/06/16/06122001/pesawat-tni-au-hawk-209-jatuh-di-permukiman-warga-pilot-selamat-hingga">pesawat tempur Hawk Mk209 TNI-AU jatuh di dekat Kampar, Riau</a>. Bulan berikutnya, pada 14 Juli, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/07/15/08415291/kri-teluk-jakarta-541-tenggelam-di-dekat-pulau-kangean">kapal perang KRI Teluk Jakarta-541 TNI-AL tenggelam di dekat Pulau Kangean, Jawa Timur</a>.</p>
<p>Kecelakaan alutsista terlalu sering terjadi di Indonesia sehingga kita harus menganggap risiko kecelakaan sebagai kepastian mutlak, dan bersiap untuk pencarian dan penyelamatan alutsista dan personel bila kecelakaan terjadi.</p>
<p>Kecelakaan Nanggala bisa dibilang adalah yang terburuk yang bisa terjadi karena kapal selam <a href="https://theconversation.com/submarines-are-designed-to-hide-so-what-happens-when-one-goes-missing-159634">dirancang untuk tidak terdeteksi</a>. Ini membuat pencarian dan penyelamatan kapal selam dan personelnya sangat sulit. Dalam sejarah penyelamatan kapal selam, <a href="https://www.naval-technology.com/features/back-depths-century-submarine-rescue/">sangat sedikit operasi demikian yang berhasil</a>.</p>
<p>Namun, kesulitan tersebut bukan berarti Indonesia harus menyerah dalam mempersiapkan pencarian dan penyelamatan kapal selam jika hal itu terulang kembali kemudian hari.</p>
<p>Pemerintah Indonesia perlu memiliki kapal penyelamat kapal selam dan kendaraan penyelamat kapal selam (<em>deep-submergence rescue vehicles</em> atau DSRV). Pemerintah juga perlu meningkatkan kemampuan perang antikapal selam pada kapal perang dan pesawat militer, yang dapat digunakan untuk menemukan dan melacak kapal selam yang hilang.</p>
<p>Indonesia saat ini tidak memiliki kapal penyelamat kapal selam maupun DSRV.</p>
<p>Negara di Asia Tenggara yang memiliki kapal penyelamat kapal selam adalah Malaysia dan Singapura. Dua tetangga itu <a href="https://www.channelnewsasia.com/news/asia/indonesia-navy-bali-missing-submarine-singapore-swift-rescue-14671012">mengerahkan kapal mereka</a>, MV Mega Bakti dan MV Swift Rescue, untuk membantu pencarian Nanggala.</p>
<p>Kemampuan perang antikapal selam Indonesia juga sangat terbatas. Banyak kapal perang Indonesia tidak dilengkapi dengan perangkat sonar yang mampu mendeteksi kapal selam yang menyelam sangat dalam.</p>
<p>Pesawat patroli maritim Indonesia juga memiliki kemampuan antikapal selam terbatas. Ini masalah yang <a href="https://www.antaranews.com/berita/1772325/tni-al-butuh-pesawat-patroli-maritim-multifungsi-anti-kapal-selam">masih coba diselesaikan oleh TNI-AL</a>.</p>
<p>Penerbangan Angkatan Laut (Penerbal) juga tidak memiliki skuadron antikapal selam sebelum memperoleh helikopter AS565MBe Panther untuk <a href="https://news.detik.com/berita/d-2951545/11-heli-anti-kapal-selam-akan-hidupkan-kembali-skuadron-100-tni-al">Skuadron Udara 100 pada 2015</a>.</p>
<p>Ke depan, Indonesia perlu mengejar ketertinggalan teknologi terkini dalam pencarian dan penyelamatan kapal selam untuk mempersiapkan skenario terburuk pada masa depan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kri-nanggala-402-ditemukan-apa-yang-kemungkinan-terjadi-pada-kapal-selam-itu-di-saat-saat-terakhirnya-159709">KRI Nanggala-402 ditemukan: apa yang kemungkinan terjadi pada kapal selam itu di saat-saat terakhirnya?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pengadaan alutsista yang menyeluruh</h2>
<p>Seringkali, pengadaan alutsista Indonesia hanya mempertimbangkan pembelian dan bukan keseluruhan umur alutsista tersebut.</p>
<p>Ini harus dihentikan. Kepemilikan alat pertahanan harus mencakup tidak hanya proses pengadaan (dari desain hingga pembelian awal), tapi juga elemen pendukung selama penggunaan alutsista tersebut (<em>in-life support</em>), hingga pemrosesan setelah alutsista tidak bisa digunakan lagi.</p>
<p><em>In-life</em> atau <em>in-service support</em> adalah semua dukungan terkait operasional alutsista yang memastikan alat tersebut dapat diandalkan untuk misi dan pelatihan. <em>In-life support</em> juga memastikan alutsista memiliki masa penggunaan yang panjang.</p>
<p><em>In-life support</em> termasuk – namun tidak terbatas pada – pemeliharaan dan perbaikan alutsista. Ini juga termasuk layanan logistik dan dukungan peralatan. Pabrikan alutsista biasanya menyediakan layanan ini, tapi itu juga dapat dikontrakkan ke perusahaan lain.</p>
<p>Pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan alutsista dari awal proses pengadaan hingga masa penggunaannya sebagai salah satu persyaratan terpenting dalam pengadaan.</p>
<p>Para perencana pertahanan perlu mempertimbangkan semua dukungan yang dibutuhkan setelah membeli alutsista. Mengabaikan hal ini akan menyebabkan masalah saat alutsista perlu diperbaiki.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kapal-selam-dirancang-untuk-sembunyi-lalu-bagaimana-proses-pencarian-kapal-selam-yang-hilang-159640">Kapal selam dirancang untuk sembunyi - lalu bagaimana proses pencarian kapal selam yang hilang?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Dalam kasus Nanggala, masa operasional 40 tahun tampak sangat lama. Tapi, jangka waktu ini tidak akan menjadi masalah jika kapal selam menerima <em>in-life support</em> yang baik.</p>
<p>Banyak kapal selam yang dioperasikan oleh angkatan laut paling maju di dunia dikembangkan dan mulai beroperasi pada 1970-an dan 1980-an. Misalnya, <a href="https://www.britannica.com/technology/Ohio-United-States-submarine-class">kapal selam kelas Ohio</a> Amerika Serikat telah beroperasi sejak 1981, sedangkan kapal selam kelas Los Angeles sejak 1976.</p>
<p>Kapal selam kelas Archer dan kelas Challenger milik negara tetangga Singapura masing-masing adalah bekas kapal selam Swedia eks-kelas Västergötland dan kelas Sjölejonet. Yang pertama digunakan Angkatan Laut Swedia dari akhir 1980-an hingga 1997, sedangkan yang kedua dari akhir 1960-an hingga 1997.</p>
<p>Kapal selam-kapal selam itu dijual ke Singapura dan menjalani perbaikan besar-besaran sebelum dioperasikan kembali oleh Angkatan Laut Republik Singapura dari 2004 hingga sekarang.</p>
<p>Jika <em>in-life support</em> adalah kuncinya, bagaimana dengan <em>in-life support</em> yang diterima Nanggala? Kapal selam tersebut menjalani perombakan terakhir oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) Korea Selatan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2012/02/06/18574511/%7ENasional">pada 2009-2012</a>.</p>
<p>Menurut TNI-AL, sejak saat itu kapal selam tersebut rutin menjalani <a href="https://www.medcom.id/nasional/politik/xkEyOG7k-kri-nanggala-402-rutin-menjalani-perawatan-sejak-2012">perawatan tingkat menengah</a> oleh Komando Utama (Kotama) TNI-AL. Sejauh mana tingkat pemeliharaan itu sudah mencukupi tetap perlu diaudit.</p>
<p>Sementara itu, kapal selam yang satu kelas dengan Nanggala, KRI Cakra-401, telah menjalani perombakan oleh perusahaan pembuat kapal Indonesia, PT PAL, <a href="https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/uzur-seperti-nanggala-402-perlukah-kri-cakra-401-tetap-dioperasikan/3">sejak 2018</a>.</p>
<p>PT PAL kini mampu melakukan perombakan kapal selam setelah <a href="https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/03/17/investasi-jangka-panjang-dari-pembangunan-kapal-selam-kri-alugoro/">pembangunan fasilitas produksi kapal selam di galangan kapal milik sendiri di Surabaya, Jawa Timur, pada 2017</a>. Semoga Indonesia dapat memberikan perawatan yang lebih baik untuk kapal selamnya pada masa mendatang.</p>
<p>Ke depan, Indonesia perlu meningkatkan <em>in-life support</em> untuk alutsista yang digunakannya untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan pada masa depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/161289/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tangguh Chairil tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebijakan pertahanan Indonesia perlu merencanakan skenario terburuk terkait kecelakaan penggunaan alutsista dan kepemilikan secara menyeluruh dalam membeli alat.Tangguh Chairil, Lecturer in International Relations, Binus UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1597092021-04-26T07:21:04Z2021-04-26T07:21:04ZKRI Nanggala-402 ditemukan: apa yang kemungkinan terjadi pada kapal selam itu di saat-saat terakhirnya?<p>Setelah lima hari pencarian, kapal selam KRI Nanggala-402 <a href="https://nasional.tempo.co/read/1456292/begini-kronologi-kri-nanggala-402-ditemukan-kapal-mv-swift-milik-singapura">ditemukan</a> terpecah menjadi tiga bagian dan berada di dasar laut dengan kedalaman lebih dari 800 meter di Laut Bali.</p>
<p>Tanpa ada awak kapal yang selamat - dan tidak ada kepastian penyebab bencana ini akan dapat diketahui - Angkatan Laut Indonesia (TNI AL) harus memutuskan seberapa besar upaya yang akan dilakukan untuk memeriksa dan mengangkat kapal selam itu.</p>
<h2>Gambaran bencana serius</h2>
<p>Pemeriksaan awal menunjukkan bahwa kapal selam yang diproduksi di Jerman pada 1978 itu pecah menjadi tiga bagian, dan lambung kapal terpisah dari buritan (bagian belakang).</p>
<p>TNI AL telah merilis rekaman video, yang diambil dari oleh kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (<em>remote operated vehicle</em> atau ROV) milik kapal <a href="https://nasional.tempo.co/read/1456292/begini-kronologi-kri-nanggala-402-ditemukan-kapal-mv-swift-milik-singapura/full&view=ok">MV Swift Rescue</a> bantuan pemerintah Singapura. Rekaman itu menunjukkan salah satu sirip yang ada di buritan.</p>
<p>Ada pula gambar-gambar lain yang sepertinya menunjukkan bagian-bagian dalam kapal, tapi belum dapat dipastikan bagian-bagian mana tepatnya.</p>
<p>Dibutuhkan waktu <a href="https://www.bbc.com/news/world-latin-america-46245686">satu tahun</a> untuk menemukan kapal selam San Juan milik Argentina yang tenggelam pada 2017. Nanggala ditemukan hanya dalam beberapa hari pencarian, ini menunjukkan bahwa kapal ini berada tidak jauh dari posisi saat melakukan kontak terakhir.</p>
<p>Maka apa pun kecelakaan yang terjadi, kemungkinan terjadi saat kapal ini sedang menyelam.</p>
<p>Pada tahap ini, mustahil bagi kita untuk mengetahui apa yang memicu kecelakaan. Penyebab-penyebab dapat meliputi kegagalan material atau mekanik yang menyebabkan salah satu atau lebih kompartemen kemasukan air secara fatal. </p>
<p>Mudah bagi kapal selam untuk kehilangan kendali kedalaman akibat kehilangan daya apung.</p>
<p>Ada juga kemungkinan terjadinya kebakaran - sesuatu yang sangat ditakuti oleh awak kapal selam dalam ruang kapal yang sangat tertutup. </p>
<p>Atau kemungkinan kesalahan manusia (<em>human error</em>). Namun awak kapal selam telah berlatih prosedur operasi standar secara sangat hati-hati dan sangat ekstensif.</p>
<p>Kegagalan material adalah penyebab yang paling mungkin.</p>
<p>Apapun pemicunya, nasib tragis Nanggala tak terhindarkan setelah kapal itu turun ke kedalaman yang melebihi kemampuan lambung dan perlengkapan untuk menahan tekanan. Tidak dapat segera diketahui dengan jelas pada kedalaman berapa hal ini terjadi.</p>
<p>Kapal selam seperti Nanggala memiliki batas aman kedalaman operasi minimal 260 meter. Angka “crush depth” atau kedalaman yang merusak kapal pasti jauh lebih besar. </p>
<p>Tapi risiko rusaknya lambung kapal meningkat dengan cepat seiring bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman 800 meter, Nanggala tidak memiliki kemungkinan untuk tetap utuh.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kapal-selam-dirancang-untuk-sembunyi-lalu-bagaimana-proses-pencarian-kapal-selam-yang-hilang-159640">Kapal selam dirancang untuk sembunyi - lalu bagaimana proses pencarian kapal selam yang hilang?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Bagaimana mengukur upaya yang masuk akal dilakukan?</h2>
<p>Pemerintah berharap untuk <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210425183113-20-634548/tni-al-bertekad-angkat-kri-nanggala-dari-kedalaman-838-meter">mengangkat</a> Nanggala. Ini mungkin untuk dilakukan, dan ada preseden serupa.</p>
<p>Misi Amerika Serikat (AS) - diberi kode “<a href="https://web.archive.org/web/20120728214106/http:/www.kansaspress.ku.edu/shacia.html">Azorian</a>” - pada 1974, misalnya melibatkan pengangkatan secara diam-diam (dari dasar laut yang lebih dalam) komponen-komponen kapal selam Uni Soviet yang membawa peluru kendali.</p>
<p>Bagaimana pun, mengangkat logam seberat 1.300 ton dari kedalaman lebih dari 800 meter adalah tugas besar. Hanya ada sedikit organisasi penyelamatan yang mampu melakukan itu.</p>
<p>Biayanya juga akan sangat mahal. Mungkin akan ada pendapat bahwa TNI Al yang memiliki anggaran terbatas lebih baik menggunakan uang yang mereka miliki untuk hal-hal lain, termasuk merawat empat kapal selam yang tersisa.</p>
<p>Terlebih lagi, tidak ada jaminan penyebab kecelakaan ini secara spesifik akan dapat diketahui. </p>
<p>Kapal selam adalah sebuah mesin yang besar dan rumit, dan sistem “kotak hitam” seperti yang ada di penerbangan tidak akan mampu mencakup segala kemungkinan masalah yang bisa terjadi pada Nanggala.</p>
<p>Pendekatan terbaik adalah menindaklanjuti pemeriksaan visual awal terhadap puing kapal dengan pemetaan lebih rinci pada lokasi puing dan semua material yang jatuh di dasar laut.</p>
<p>Jika dilakukan, dan dibantu dengan pengangkatan beberapa komponen secara selektif, ini akan membantu menyediakan jawaban.</p>
<h2>Mencegah kecelakaan pada masa depan</h2>
<p>TNI Al kini akan melakukan pemeriksaan internal. Berapa pun besarnya kemungkinan Nanggala mengalami kegagalan material, peninjauan ulang standar pelatihan dan prosedur operasi akan tetap dilakukan.</p>
<p>Divisi kapal selam TNI AL telah mendapat tantangan setelah menambah jumlah kekuatan dari dua kapal menjadi lima belum lama ini. Ada tambahan kapal selam baru pada 2017, 2018 dan yang terbaru pada bulan lalu - yaitu kapal selam pertama yang dirakit di dalam negeri, <a href="https://www.antaranews.com/berita/2084866/panglima-tni-kri-alugoro-405-wujud-mitra-strategis-indonesia-korsel">KRI Alugoro</a>.</p>
<p>KRI Cakra-401, saudara kembar Naggala, yang telah mengalami <a href="https://www.indomiliter.com/dsme-menangkan-proyek-overhaul-kapal-selam-kri-cakra-401/">perbaikan dan modernisasi</a>, mungkin akan berhenti beroperasi untuk meminimalkan kecelakaan serupa.</p>
<p>Berhenti beroperasi atau tidak, Cakra akan diperiksa secara saksama untuk mencari tahu apakah ada masalah-masalah yang tidak terdeteksi terkait kelelahan logam atau potensi kegagalan lain.</p>
<p>Walau telah diperbaiki secara keseluruhan dan banyak menerima perangkat dan sistem baru, Cakra telah beroperasi lebih dari 40 tahun. Ini waktu yang lama.</p>
<h2>Solidaritas dari seluruh dunia</h2>
<p>Gugurnya 53 pelaut adalah tragedi untuk Indonesia dan angkatan lautnya. Di seluruh dunia, khususnya orang-orang di angkatan laut dan kapal selam turut berbagi kedukaan.</p>
<p>Operasi kapal selam mengandung risiko tinggi dan memiliki tuntutan besar pada setiap awak yang terlibat. Mereka harus memiliki tingkat kerja sama tinggi dan kepercayaan mutlak pada profesionalisme para awak lain di dalam kapal selam.</p>
<p>Budaya profesionalisme yang ini sangat tinggi sehingga membentuk solidaritas internasional dalam kejadian seperti ini.</p>
<p>Terlepas dari kecepatan dan keterbukaan TNI AL dalam mengelola situasi ini, yang juga membesarkan hati adalah kesiapan negara-negara lain untuk menyediakan bantuan secara cepat dan efektif, dan kegotongroyongan yang terbentuk.</p>
<p>Hal ini paling tampak dalam peran kunci kapal selam penyelamat dari Singapura dalam penemuan Nanggala. Namun Amerika Serikat, Australia, India, Malaysia, dan negara-negara lain juga dengan cepat menyediakan bantuan yang mereka miliki.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/159709/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>James Goldrick tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Nanggala telah ditemukan di kedalaman lebih dari 800 meter. Berikutnya apa yang akan dilakukan?James Goldrick, Adjunct Professor in Naval and Maritime Strategy and Policy, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1507582020-12-15T04:13:45Z2020-12-15T04:13:45ZImpunitas, ketidakadilan, dan pengabaian hak asasi manusia dalam peradilan militer terus berlangsung<p>Bulan lalu Majelis Hakim Pengadilan Militer Jakarta menjatuhkan <a href="https://news.detik.com/berita/d-5269415/keroyok-jusni-hingga-tewas-11-tni-divonis-bui-paling-lama-12-tahun">vonis ringan </a> kepada 11 prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengeroyokan seorang laki-laki yang kemudian tewas di Tanjung Priok, Jakarta, pada Februari. </p>
<p>Para prajurit itu dijatuhi vonis paling lama 1 tahun 2 bulan penjara. Hanya dua dari mereka dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dari kedinasan TNI Angkatan Darat (AD).</p>
<p>Para pelaku terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian - yang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (<a href="https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php/hukum-acara/func-download/2453/chk,8380cf682b410e66a885001bb40c53f5/no_html,1/">KUHP</a>) dapat dihukum penjara paling lama tujuh tahun. </p>
<p>Mereka bahkan mendapatkan <a href="https://news.detik.com/berita/d-5258649/11-prajurit-tni-yang-keroyok-jusni-hingga-tewas-dituntut-1-2-tahun-bui">rekomendasi</a> peringanan hukuman dari atasan mereka, Mayor Jenderal (Mayjen) Isdarmawan Ganemoeljo, lewat surat Kapusbekangad R/622.06/12/293/subditpamoster tanggal 30 Juni 2020.</p>
<p>Lebih lanjut, respons Markas Besar (Mabes) TNI tidak sejalan dengan semangat penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan penegakan hukum yang berkeadilan. Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Achmad Riad mengatakan <a href="https://tirto.id/keadilan-telah-runtuh-hukuman-ringan-tni-yang-siksa-bunuh-jusni-f7ed">tak ada yang salah dari rekomendasi itu</a>. </p>
<p>Vonis ringan dan tidak berkeadilan ini menunjukkan kembali perlunya revisi <a href="http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/UU-31-thn-1997-ttg-Peradilan-Militer.pdf">Undang-Undang No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer</a> dengan segera. </p>
<h2>Mandeknya revisi UU Peradilan Militer</h2>
<p>Dalam hal revisi UU Peradilan Militer, dua dekade reformasi TNI masih menemui jalan buntu. </p>
<p><a href="https://kontras.org/wp-content/uploads/2019/07/menerobos-jalan-buntu.pdf">Sejak 2005</a>, desakan untuk merevisi UU itu telah mengemuka lantaran dianggap menjadi alat langgengnya impunitas: peradilan militer memiliki kewenangan mengadili aparat militer yang melakukan tindak pidana umum. </p>
<p>Padahal, idealnya mereka harus diadili di pengadilan umum. </p>
<p>Alhasil, berbagai kasus pelanggaran HAM berat justru diadili di pengadilan militer. </p>
<p>Prosesnya tertutup, tidak transparan, dan tidak mengakomodisai kepentingan korban sehingga hasilnya mudah ditebak. Pelaku yang diadili hanyalah pelaku lapangan alih-alih atasan mereka yang memberi perintah, pelaku juga mendapat hukuman rendah, sementara kebenaran tidak terungkap. </p>
<p>Lebih jauh, hak-hak korban juga <a href="https://kontras.org/wp-content/uploads/2019/07/menerobos-jalan-buntu.pdf">tak kunjung dipenuhi</a>. </p>
<p>Pada <a href="https://news.detik.com/berita/d-555979/pembahasan-ruu-peradilan-militer-alot">2006</a>, pembahasan rancangan UU (RUU) Peradilan Militer tidak menemukan titik temu. </p>
<p>Semua fraksi DPR berpendapat tindak pidana umum yang dilakukan oleh prajurit harus diadili dalam lingkup peradilan umum. </p>
<p>Di pihak lain, pemerintah menghendaki semua tindak pidana yang dilakukan oleh semua prajurit TNI dibawa ke <a href="https://news.detik.com/berita/d-555979/pembahasan-ruu-peradilan-militer-alot">pengadilan militer</a>. </p>
<p>Memasuki dekade kedua Reformasi, pembahasan revisi UU Peradilan Militer tidak menemui kemajuan. </p>
<p>RUU Peradilan Militer bahkan tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) <a href="https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54dc94356eb98/prolegnas-2015-2019-periode-krusial-dalam-pembaharuan-hukum-dan-ham/">2015-2019</a>. Padahal, revisi itu selalu tercantum pada Prolegnas sebelumnya. </p>
<p>Revisi UU Peradilan Militer juga tak disinggung lagi dalam <a href="https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55026782e5658/revisi-uu-peradilan-militer-hilang-dari-prolegnas/">Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional</a> (RPJMN). </p>
<p>Pemerintah lewat Kementerian Pertahanan justru mengusulkan RUU Keamanan Nasional dan RUU Rahasia Negara kembali masuk daftar Prolegnas 2015-2019. Padahal, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sudah lama memprotes dan mengingatkan pemerintah tentang bahaya kedua RUU tersebut. </p>
<p>Militer <a href="https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55026782e5658/revisi-uu-peradilan-militer-hilang-dari-prolegnas/">dikhawatirkan</a> mencoba masuk ke ranah keamanan dalam negeri dengan cara menjalin kesepakatan dengan sejumlah lembaga pemerintahan dan lewat proses legislasi dengan masuknya dua RUU itu ke dalam RPJMN dan Prolegnas. </p>
<p>RUU Kamnas juga dikhawatirkan akan digunakan untuk menggabungkan TNI dan polisi seperti masa Orde Baru; atau memberikan kewenangan kepada TNI agar bisa bertindak seperti polisi yakni menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. </p>
<p>Hal ini mengancam kebebasan sipil masyarakat Indonesia dan meningkatkan risiko pelanggaran hak sipil dan hak asasi negara oleh tentara.</p>
<p>Pada <a href="https://nasional.tempo.co/read/442504/29-tokoh-masyarakat-tolak-ruu-keamanan-nasional">2012</a>, sejumlah tokoh pembela hak asasi manusia seperti Usman Hamid dan Todung Mulya Lubis menolak RUU Keamanan Nasional. </p>
<p>Mereka mendesak parlemen mengembalikan usulan RUU itu ke pemerintah karena tak jelas maksudnya, dipenuhi pasal karet, bertentangan dengan UU lain, dan dinilai dapat mengancam hak asasi manusia serta demokrasi. </p>
<p>RUU Keamanan Nasional, misalnya memberikan presiden wewenang untuk mengerahkan TNI dalam status tertib sipil tanpa melalui pertimbangan parlemen dalam menghadapi ancaman keamanan nasional. </p>
<p>Ini bertolak belakang dengan UU TNI bahwa pengerahan kekuatan TNI harus didasarkan kepada keputusan politik negara, yang berarti harus mendapat pertimbangan dari parlemen.</p>
<p>Kegagalan revisi sistem peradilan militer yang ada menjadi penanda bagaimana akuntabilitas atas pelanggaran HAM yang dilakukan aparat militer masih menjadi masalah besar. </p>
<p>Dalam Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor Keamanan Indonesia pada 2014 yang dikeluarkan lembaga kajian Institute for Defense, Security, and Peace Studies, dijelaskan bahwa menurut standar HAM internasional, sistem peradilan militer seharusnya dikesampingkan atau bahkan tidak diperkenankan untuk mengadili personel militer yang diduga melakukan pelanggaran HAM serius, seperti penghilangan paksa, eksekusi di luar hukum, dan penyiksaan. </p>
<p>Peradilan militer juga tidak diperkenankan untuk menuntut dan mengadili orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan semacam itu. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/55-tahun-impunitas-membawa-mundur-indonesia-sejak-tragedi-1965-147181">55 tahun impunitas membawa mundur Indonesia sejak tragedi 1965</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Amanat perundang-undangan</h2>
<p>Dalam laporan <a href="http://setara-institute.org/en/jalan-sunyi-reformasi-tni/">dua dekade reformasi TNI</a> pada 2019, SETARA Institute mencatat bahwa reformasi TNI belum menyentuh titik-titik penting.</p>
<p>Salah satunya adalah penyelesaian dan pertanggung-jawaban hukum terhadap kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, seperti kasus kekerasan, penganiayaan, dan penembakan dalam kerusuhan Mei 1998; kasus Trisakti; penghilangan atau penculikan aktivis 1997/1998, Semanggi I dan II, serta deretan kasus lainnya di Aceh dan Papua ada dalam daftar kasus kekerasan dan pelanggaran HAM berat masa lalu yang diduga melibatkan aparat militer. </p>
<p>Mandeknya revisi UU Peradilan Militer juga termasuk titik-titik penting itu.</p>
<p>Selain kegagalan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, kegagalan revisi sistem peradilan militer menjadi penanda bahwa akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh aparat militer masih menjadi masalah besar.</p>
<p>Patut diakui, TNI telah melakukan beberapa upaya penguatan pemahaman berkaitan dengan HAM dan hukum kemanusiaan. </p>
<p>Misalnya, pada 2011, TNI AD dan Komisi Nasional (Komnas) HAM meningkatkan kerja sama <a href="https://nasional.kompas.com/read/2011/04/09/02591697/twitter.com">pendidikan HAM dan hukum bagi para prajurit TNI</a>. </p>
<p>Namun, amanat agar TNI tunduk kepada peradilan umum jika melakukan tindak pidana di wilayah sipil merupakan amanat peraturan perundang-undangan. </p>
<p>Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. <a href="https://m.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4ffe81e8bf92e/nprt/657/tap-mpr-no-vii_mpr_2000-tahun-2000-peran-tentara-nasional-indonesia-dan-peran-kepolisian-negara-republik-indonesia">VII/MPR/2000</a> pada tahun 2000 telah menyatakan bahwa prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer, dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. </p>
<p><a href="https://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-34-tahun-2004-tentang-tentara-nasional-indonesia/">UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI</a> juga mengatur hal yang sama.</p>
<p>Amanat undang-undang tersebut adalah perwujudan prinsip kesamaan di muka hukum (<em>equality before the law</em>). </p>
<p>Dengan demikian, tentu sebenarnya sudah tidak ada alasan lagi revisi UU Peradilan Militer ini tidak dilakukan.</p>
<hr>
<p><em>Ignatius Raditya Nugraha membantu penerbitan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/150758/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ikhsan Yosarie tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Revisi Undang-Undang Peradilan Militer, yang menjadi alat melanggengkan impunitas aparat, masih mandek setelah dua dekade Reformasi.Ikhsan Yosarie, Peneliti, Setara InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1460052020-10-06T03:09:56Z2020-10-06T03:09:56ZSkandal riset Unair: bolehkah KSAD perintahkan prajurit jadi “kelinci percobaan” uji klinik obat COVID-19?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/358802/original/file-20200918-16-1y60isd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kanan) menerima hasil uji klinis tahap tiga obat baru untuk penanganan pasien COVID-19 dari Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih di Jakarta 15 Agustus 2020.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1597485308">ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj</a></span></figcaption></figure><p>Skandal “lompat prosedur” riset <a href="https://theconversation.com/7-persoalan-serius-dalam-uji-klinik-calon-obat-covid-19-dari-riset-unair-bin-dan-tni-ad-145064">obat COVID-19 dari Universitas Airlangga</a> menimbulkan pertanyaan etis terkait prinsip kesukarelaan, terutama dalam hal kesediaan partisipan menanggung risiko dari uji coba obat.</p>
<p>Jika <a href="https://www.antaranews.com/berita/1614458/kasad-160-secapa-ad-terima-uji-klinis-kombinasi-obat-covid-19">Kepala Staf TNI Angkatan Darat</a> memerintahkan prajuritnya untuk <a href="https://www.liputan6.com/health/read/4305712/uji-klinis-anti-covid-19-pasien-corona-di-secapa-ad-diberi-kombinasi-obat">menjadi “kelinci percobaan” uji klinik</a>, apakah prinsip kesukarelaan masih bisa berjalan? Apakah cukup bermoral jika KSAD memerintahkan anggotanya mengambil risiko-risiko dari sebuah uji obat?</p>
<p>Riset Unair yang hasilnya <a href="https://theconversation.com/7-persoalan-serius-dalam-uji-klinik-calon-obat-covid-19-dari-riset-unair-bin-dan-tni-ad-145064">tidak valid</a> itu merupakan hasil kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan Badan Intelijen Negara. Sebagian peserta uji klinik kombinasi obat tersebut merupakan <a href="https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/yNLG6zaK-754-siswa-secapa-ad-menjalani-uji-obat-covid-19">para prajurit aktif di Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat</a>. Apakah kepesertaan mereka benar-benar secara sukarela sebagaimana digariskan dalam <a href="https://www.pom.go.id/new/view/direct/uji-klinik">Cara Uji Klinik yang Benar (CUKB)-nya BPOM RI</a> menjadi pertanyaan besar. </p>
<p>Kegaduhan uji klinik universitas dan militer ini telah menciptakan satu preseden menarik untuk didiskusikan dalam implementasi prinsip-prinsip etika riset. Jika prinsip kesukarelaan sulit diterapkan, apakah ada prinsip etika lain yang memungkinkan keikutsertaan para prajurit TNI ini? </p>
<h2>Prinsip dasar jadi “kelinci percobaan”</h2>
<p>Dalam riset obat, prinsip altruisme sangat kental dalam memutuskan keikutsertaan peserta uji klinik. Prinsip ini menggariskan adanya kemauan untuk berkorban dan berbuat baik untuk sesama. Inilah prinsip terpenting dalam keikutsertaan uji klinik.</p>
<p>Peserta uji klinik terdiri dari individu-individu yang bersedia untuk menanggung risiko kemungkinan timbulnya efek-efek negatif dari obat (atau vaksin) yang belum pernah diketahui sebelumnya. Risiko ini cukup signifikan karena obat, atau kombinasi obat, atau vaksinnya baru. </p>
<p>Satu-satunya informasi, jika ini uji klinik fase 3, adalah informasi kemungkinan risiko yang terungkap dari fase 1 dan fase 2. Namun, informasi risiko dari kedua fase awal ini terbatas karena memang hanya diujikan pada sebagian kecil peserta dengan tingkat kesehatan prima. </p>
<p>Di samping itu, para peserta uji klinik ini juga harus menerima kemungkinan bahwa yang dimasukkan ke dalam tubuhnya belum tentu obat atau vaksin sungguhan. Seluruh peserta diacak sehingga sebagian menerima sekadar <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Plasebo">plasebo</a>. Mereka tidak akan tahu yang mana yang masuk tubuhnya sampai berakhirnya uji klinik.</p>
<p>Pengorbanan dari para peserta uji klinik ini diperlukan agar para ilmuwan dapat menentukan kemanjuran dan keamanan obat atau vaksin sebelum diberikan secara luas kepada masyarakat. </p>
<h2>Aliran utama “prinsip kesukarelaan” (melarang)</h2>
<p>Aliran utama atau <em>“mainstream”</em> yang dianut oleh pedoman <a href="https://www.pom.go.id/new/view/direct/uji-klinik">Cara Uji Klinik yang Benar (CUKB)-nya BPOM RI</a> melarang uji coba obat atas dasar perintah. Pedoman ini mengadopsi sepenuhnya pedoman internasional uji klinik <a href="https://ichgcp.net/">The International Conference on Harmonization – Good Clinical Practice (ICH-GCP)</a>. </p>
<p>Dalam aliran ini, prinsip altruisme diharapkan terjadi dengan prinsip kesukarelaan. Prinsip ini mengharuskan adanya kesukarelaan dari setiap peserta uji klinik ketika mereka memutuskan mendaftarkan diri sebagai peserta. Apa hubungan altruisme dan kesukarelaan?</p>
<p>Hubungan altruisme dan kesukarelaan dapat dijelaskan dari asas otonomi yang mendasari perilaku sukarela. Asas otonomi menggariskan kebebasan seseorang untuk membuat keputusan yang mandiri, terbebas dari tekanan. Ketika seseorang membuat keputusan yang mandiri untuk melakukan sesuatu, maka dapat dikatakan dia secara sukarela melakukan hal tersebut. </p>
<p>Ketika seseorang memutuskan ikut secara sukarela, ia punya sederetan motivasi yang mendorong atau mencegahnya menjadi peserta uji klinik.</p>
<p>Jika dari deretan motivasi tersebut seorang calon pesert bebas menimbang baik buruk untuk dirinya dan masyarakatnya, diharapkan motivasi yang muncul bersifat altruistik. Kebebasan ini diperlukan untuk meminimalisasi potensi eksploitasi keikutsertaan seseorang dalam uji klinik. </p>
<p>Perintah pada prajurit menjadi peserta uji klinik merenggut asas otonomi atau kebebasan individu yang seharusnya melatarbelakangi keputusan menjadi peserta uji klinik. Mereka tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah. Jika perintah ini dilanggar, akibatnya akan terjadi insubordinasi, yang akan membawa konsekuensi serius bagi anggota yang melanggar.</p>
<p>Jalan keluar aliran ini dari kemungkinan terenggutnya asas otonomi adalah menerapkan proses rekruitmen melalui kaidah <em>“informed consent”</em>. Dalam kaidah ini, peserta diberi keterangan yang memadai mengenai manfaat dan risiko keikutsertaan mereka dalam uji klinik. Peserta diberi kesempatan bertanya dan berfikir sebelum mereka berpartisipasi dalam uji klinik atau tidak.</p>
<p>Namun dapat dibayangkan, dalam sistem kemiliteran yang menjunjung tinggi hierarki komando, seberapa besar kaidah <em>informed consent</em> ini dapat mencegah terenggutnya asas otonomi? </p>
<h2>Aliran alternatif “prinsip penugasan” (membolehkan)</h2>
<p>Walau sifat altruisme diharapkan tercapai dari proses yang sukarela, altruisme tidak sepenuhnya bergantung pada prinsip kesukarelaan. Seseorang dapat melakukan sesuatu secara sukarela karena motivasi atau proses selain altruisme. </p>
<p>Sebaliknya, altruisme juga dapat dicapai selain melalui proses yang sukarela. Keberadaan TNI itu sendiri didasari oleh prinsip altruistik bahwa mereka bertugas melindungi negara dan rakyat Indonesia dari serangan musuh. </p>
<p>Seseorang tidak dapat bergabung menjadi anggota TNI kecuali telah terpatri dalam dadanya keinginan untuk berkorban bagi tanah tumpah darah dan masyarakat. Hal ini tercantum sangat jelas dalam <a href="https://dithub-tniad.mil.id/saptamarga.php">Sapta Marga </a> yang terpatri dalam setiap sanubari anggota TNI: <em>“…senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa”</em>.</p>
<p>Jadi, sifat altruistik dalam keberadaan dan fungsi TNI tidak dilandasi oleh asas otonomi atau prinsip kesukarelaan. Dalam menjalankan tugasnya, seluruh anggota TNI tunduk kepada sistem hierarki komando yang ketat berdasarkan prinsip penugasan.</p>
<p>Jika keikutsertaan uji klinik bagi anggota TNI dapat disamakan dengan penugasan untuk pergi berperang, maka tidak ada seorang pun prajurit TNI yang perlu ditanyai kesukarelaannya ketika negara menugaskannya ke medan pertempuran. </p>
<p>Sifat altruisme, yang memang sudah menjadi bagian integral dari tugas dan tanggung jawab sebagai prajurit TNI, dalam hal ini dipenuhi melalui prinsip penugasan. Ketika seorang prajurit TNI menjalani suatu penugasan (misalnya untuk menjadi peserta uji klinik obat atau vaksin demi mengatasi pandemi) maka ia menjalaninya dengan latar belakang altruistik. Ini merupakan keinginan berkorban demi kebaikan masyarakatnya, seperti halnya ketika ia ditugaskan pergi berperang.</p>
<p>Tak hanya di Indonesia. Cina juga telah <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/06/29/cansinos-covid-19-vaccine-candidate-approved-for-military-use-in-china.html">menyetujui penggunakan vaksin Sinovac untuk personel militernya</a> walau belum ada hasil uji klinis fase 3 (uji coba dengan sampel ratusan hingga ribuan orang). Pada umumnya otoritas farmasi hanya dapat memberikan izin edar dan izin penggunaan obat atau vaksin baru setelah melalui uji klinik fase 3. </p>
<h2>Aliran mana yang dipilih?</h2>
<p>Prinsip kesukarelaan dan asas otonomi ditegakkan untuk menghindari terjadinya eksploitasi terhadap peserta uji klinik atau riset-riset lain, terutama dalam kaitannya dengan hubungan atasan-bawahan. Asas ini sangat penting karena pola hubungan atasan-bawahan atau superior-inferior ini kerap terjadi dalam banyak riset yang melibatkan manusia. </p>
<p>Namun, penerapan prinsip kesukarelaan di kalangan anggota militer dapat bertabrakan dengan sifat dasar keberadaan dan cara beroperasi TNI itu sendiri. Keberadaan TNI dan seluruh personelnya memang dipusatkan untuk melindungi bangsa, negara dan masyarakat. Bukan hanya dari ancaman militer tapi juga membantu menanggulangi akibat bencana alam dan pemberian bantuan kemanusiaan, seperti halnya wabah COVID19, sebagaimana tercantum dalam <a href="http://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF">UU Tentara Nasional Indonesia</a>. </p>
<p>Dalam operasinya menjalankan tugas tersebut, TNI wajib mengikuti garis komando yang juga diatur oleh UU yang sama. Kedua hal ini sulit untuk diakurkan dengan asas otonomi.</p>
<p>Oleh karena itu, prinsip kesukarelaan dan asas otonomi tidak mungkin dijalankan dalam menentukan kepesertaan anggota militer dalam sebuah uji klinik. Landasan moral kepesertaan mereka dapat diformulasikan dengan aliran alternatif, yaitu prinsip penugasan. Prinsip penugasan, dengan demikian, memberikan landasan moral bagi KSAD untuk memerintahkan anggotanya menjadi peserta uji klinik.</p>
<p>Dalam hal ini, tentu menjadi sangat penting untuk disadari bahwa tidak semua uji klinik boleh menggunakan prinsip penugasan. Apalagi dengan tujuan agar mudah merekrut peserta dari kalangan militer yang keutuhan dan staminanya sangat diperlukan dalam sistem pertahanan.</p>
<p>Demikian juga, prinsip penugasan tentu tidak relevan diterapkan pada masyarakat umum sebagai calon peserta uji klinik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/146005/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Teguh Haryo Sasongko tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dalam riset obat, prinsip altruisme sangat kental dalam memutuskan keikutsertaan peserta uji klinik. Prinsip ini menggariskan adanya kemauan untuk berkorban dan berbuat baik untuk sesama.Teguh Haryo Sasongko, Associate Professor, Perdana University RCSI School of Medicine; Peneliti dan anggota The Cochrane Collaboration, organisasi ilmiah berbasis bukti medis dan kesehatan; Deputy Director, Perdana University Center for Research Excellence, Perdana UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1417862020-07-29T06:39:30Z2020-07-29T06:39:30ZPenempatan perwira militer, polisi aktif di BUMN menjadi tanda Reformasi semakin mundur<p>Bulan lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendapat <a href="https://tirto.id/risiko-potensi-masalah-perwira-tni-polri-menjabat-komisaris-bumn-fKPN">kritikan</a> deras dari publik karena <a href="https://www.cnbcindonesia.com/market/20200611074218-17-164523/bersih-bersih-erick-thohir-deretan-para-jenderal-di-bumn">menempatkan</a> perwira tinggi dan jenderal aktif, baik militer maupun kepolisian, dalam jajaran petinggi BUMN.</p>
<p>Kebijakan Erick jelas tidak sesuai dengan aturan dalam <a href="http://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF">Undang-Undang (UU) No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI)</a>) dan <a href="https://www.ojk.go.id/waspada-investasi/id/regulasi/Pages/Undang-Undang-Nomor-2-Tahun-2002-tentang-Kepolisian-Republik-Indonesia.aspx">UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri)</a>). </p>
<p>Penempatan sejumlah perwira TNI/Polri aktif dalam jajaran direksi dan komisaris perusahaan BUMN menggambarkan keengganan pemerintah melaksanakan reformasi TNI/Polri dan menjalankan amanat peraturan perundang-undangan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/rangkap-jabatan-di-bumn-adalah-masalah-bagi-keadilan-sosial-142183">Rangkap jabatan di BUMN adalah masalah bagi keadilan sosial</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Amanat Reformasi</h2>
<p>Pada masa Orde Baru, Soeharto <a href="http://www.imparsial.org/publikasi/opini/tni-polri-dilarang-berpolitik/">memanfaatkan</a> militer dan polisi yang dulu berada dalam satu atap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk menjaga dan mempertahankan kekuasaannya. </p>
<p>Alhasil, peran dan fungsi ABRI di masa Orde Baru lebih banyak terlihat kiprahnya pada kehidupan politik praktis. ABRI menduduki jabatan-jabatan strategis, seperti menteri, gubernur, bupati, serta berada di dalam parlemen. </p>
<p><a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4ffe8d256bf00/node/657/tap-mpr-novi_mpr_2000-tahun-2000-pemisahan-tentara-nasional-indonesia-dan-kepolisian-negara-republik-indonesia">Ketetapan MPR No. VI tahun 2000</a> menyatakan bahwa peran sosial politik ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi tentara dan polisi yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.</p>
<p>Pencabutan peran ganda polisi dan dan tentara pada dasarnya merupakan upaya untuk menjaga demokrasi dan secara khusus membangun profesionalitas tentara dan polisi. </p>
<p>Kini, penempatan perwira TNI/Polri aktif pada beberapa perusahaan BUMN jelas tidak sesuai dengan <a href="https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ee73698d0e12/jenderal-aktif-jabat-komisaris--menteri-bumn-diingatkan-ketentuan-uu-tni-dan-polri/">amanat undang-undang</a>. </p>
<p>Kebijakan tersebut bertentangan UU TNI dan UU Polri.</p>
<blockquote>
<p>“Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.” (UU TNI, Pasal 47, ayat 1)</p>
<p>“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.” (UU Polri, Pasal 28, ayat 3)</p>
</blockquote>
<p>Lebih lanjut, UU TNI juga mengatur pengecualian jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit aktif dengan batasan yang jelas. </p>
<p>Jabatan sipil yang dapat diduduki TNI aktif terbatas pada jabatan di kantor Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.</p>
<p>Kedudukan sipil yang dikecualikan tersebut juga memiliki syarat: harus ada permintaan dari pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non-departemen yang dimaksud, serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku.</p>
<p>Terang terbaca bahwa posisi di perusahaan BUMN bukanlah termasuk pada jabatan sipil yang dikecualikan.</p>
<p>UU TNI dan UU Polri berperan penting sebagai fondasi dalam reformasi TNI dan Polri. </p>
<p>Pelbagai kebijakan pemerintah terkait TNI dan Polri seharusnya konsisten dan mengacu pada dua perundang-undangan ini. </p>
<p>UU TNI secara rinci menyebut bahwa “Tentara Profesional” menganut prinsip demokrasi, dan ketentuan hukum nasional; dan bahwa TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, ketentuan hukum nasional.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kepemimpinan-yang-beretika-diperlukan-untuk-memulihkan-integritas-bumn-131775">Kepemimpinan yang beretika diperlukan untuk memulihkan integritas BUMN</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Dipertanyakan</h2>
<p>Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI <a href="https://tirto.id/risiko-potensi-masalah-perwira-tni-polri-menjabat-komisaris-bumn-fKPN">Mayjen Sisriadi</a> menerangkan bahwa pengangkatan perwira sebagai komisaris selalu diawali oleh surat yang dilayangkan Kementerian BUMN. </p>
<p>Lewat surat ini, kementerian meminta Panglima TNI untuk mencarikan orang-orang dengan kapabilitas tertentu.</p>
<p>Namun jelas dalam UU TNI, bahwa prajurit TNI aktif hanya bisa diminta untuk mengisi jabatan-jabatan sipil yang telah disebutkan di atas. </p>
<p>Sehingga, tentu menjadi pertanyaan, apa dasar Kementerian BUMN melayangkan surat permintaan tersebut?</p>
<p>Dalam UU TNI dan UU Polri hanya terdapat dua klasifikasi anggota, yakni TNI/Polri aktif dan TNI/Polri tidak aktif. Perwira tidak aktif adalah yang pensiun dini atau pensiun biasa. </p>
<p>Undang-undang pun jelas menyebut prajurit TNI atau anggota Polri harus pensiun dini jika ingin menduduki jabatan sipil di luar institusi TNI/Polri. </p>
<p>Tidak ada pembenaran TNI/Polri aktif diperbolehkan menduduki jabatan sipil dengan alasan memasuki <a href="https://gensindo.sindonews.com/read/75582/12/seknas-jokowi-nilai-sah-saja-saja-pati-tni-polri-jadi-komisaris-bumn-1592586390">usia pensiun</a> atau pun karena memiliki <a href="https://money.kompas.com/read/2020/06/25/103000226/era-erick-thohir-22-anggota-tni-polri-masuk-jajaran-komisaris-bumn">kapasitas</a>.</p>
<p>Ombudsman Republik Indonesia — lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik — telah <a href="https://katadata.co.id/berita/2020/06/28/asn-tni-polri-aktif-jadi-komisaris-bumn-ombudsman-surati-presiden">memperingatkan</a> bahwa saat ini ada 397 komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merangkap jabatan dan menimbulkan konflik kepentingan.</p>
<p>Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif di kementerian maupun lembaga non kementerian menjadi pejabat rangkap jabatan terbanyak di BUMN, diikuti komisaris dari kalangan TNI dan Polri. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/perpres-jokowi-yang-bisa-tempatkan-perwira-tni-di-kementerian-berbenturan-dengan-uu-dan-semangat-reformasi-121978">Perpres Jokowi yang bisa tempatkan perwira TNI di kementerian berbenturan dengan UU dan semangat reformasi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kemunduran</h2>
<p>Dalam konteks reformasi TNI, perluasan peran militer ke dalam ranah sipil menggambarkan kemunduran reformasi TNI pasca Orde Baru. </p>
<p>Penempatan prajurit TNI aktif di perusahaan BUMN ini menjadi catatan buruk pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.</p>
<p><a href="http://setara-institute.org/jalan-sunyi-reformasi-tni/">SETARA Institute</a> dalam laporan tentang dua dekade Reformasi mencatat perluasan peran militer dalam ranah sipil berupa pelibatan militer antara lain dalam program ketahanan pangan, cetak sawah, pengawasan harga sembako, dan pengenalan lingkungan sekolah.</p>
<p>Militer juga akan semakin masuk ke ranah sipil lewat <a href="https://nasional.tempo.co/read/1299587/revisi-uu-tni-masuk-prolegnas-aktivis-desak-reformasi-militer/full&view=ok">rencana revisi UU TNI</a>.</p>
<p>Revisi ini rencananya akan menambahkan ketentuan agar prajurit aktif dapat duduk di Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional Penanganan Bencana, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, dan Badan Keamanan Laut.</p>
<p>Reformasi TNI dan Polri seharusnya berjalan tidak hanya dari dalam institusi militer dan kepolisian. </p>
<p>Institusi sipil yaitu pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan. </p>
<p>Baik pemerintah, DPR, TNI, maupun Polri mutlak menurut amanat Reformasi dan memahami isi UU TNI dan UU Polri.</p>
<hr>
<p><em>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/141786/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ikhsan Yosarie tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penempatan sejumlah perwira TNI/Polri aktif dalam perusahaan BUMN melanggar undang-undang dan tidak sesuai semangat reformasi.Ikhsan Yosarie, Peneliti, Setara InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1231782019-09-11T09:01:56Z2019-09-11T09:01:56ZIsu rasisme perlu lebih banyak dibahas di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/291542/original/file-20190909-109947-1meiitg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://twitter-trends.de/racism/?utm_source=47380352501&utm_campaign=FlickrDescription&utm_medium=link">Image by Marco Verch </a></span></figcaption></figure><p>Rasisme banyak terjadi di Indonesia, tapi sangat jarang dibahas.</p>
<p>Baru-baru ini di Papua, ujung timur Indonesia, <a href="https://theconversation.com/cara-hentikan-konflik-di-papua-stop-kekerasan-122144">terjadi protes besar di sana</a>. Konflik ini dipicu oleh perlakuan rasis aparat keamanan dan anggota masyarakat terhadap mahasiswa Papua di Jawa. </p>
<p>Perlakuan rasis juga dialami banyak orang Papua lainnya, hal ini sudah mengakar dalam budaya dan sejarah Indonesia. Bentuk perlakuannya berbeda-beda, ada yang berbentuk kekerasan, ada yang tidak kentara.</p>
<p>Saya adalah seorang antropolog budaya yang telah meneliti Papua Barat. Tiga belas tahun yang lalu, di Sulawesi Utara, saya menginap di asrama mahasiswa Papua. </p>
<p>Suatu kali, lewat tengah malam, saya mendengar derap kaki, suara-suara, dan gedoran pintu.</p>
<p>Tampak anggota aparat keamanan setempat memaksa mau masuk menggeledah asrama untuk mencari senjata. Mahasiswa ketakutan dan marah. </p>
<p>Ketua asrama berhasil menolak, tapi beberapa minggu setelahnya, kepala aparat setempat memanggil beberapa penghuni asrama. </p>
<p>Pejabat itu membela anggotanya, dan menolak pernyataan para mahasiswa bahwa saat kejadian, anggota aparat datang dengan kondisi mabuk. Dia justru mengancam para mahasiswa dan memaksa mereka untuk mengakui mereka yang salah, alih-alih para anggota aparat itu. </p>
<p>Pada 17 Agustus 2019, <a href="https://asiapacificreport.nz/2019/08/18/indonesian-police-raid-papuan-student-dormitory-with-tear-gas-arrest-43/">kepolisian menahan 43 mahasiswa Papua</a> di Surabaya, Jawa Timur, dengan tuduhan melecehkan bendera Indonesia saat perayaan Hari Kemerdekaan. Polisi meneriaki mereka dengan makian rasis, menyerbu asrama, dan menggunakan gas air mata untuk <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2019/08/19/todays-minkes-racism-at-heart-of-jakarta-papua-conflict.html">memaksa mereka keluar</a>“</p>
<p>Ada banyak bentuk dan dampak dari rasisme di Indonesia, dan dua insiden di atas menggambarkan dua bentuk rasisme yang berbeda terhadap masyarakat Papua. </p>
<p>Rasisme justru meningkat karena orang Indonesia tidak membicarakan apa itu rasisme, seperti apa bentuknya, dan apa akibatnya. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tensions-in-papua-and-hyper-nationalism-in-indonesia-122767">Tensions in Papua and hyper-nationalism in Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Prasangka yang terus ada</h2>
<p><a href="https://tirto.id/betapa-sulitnya-menjadi-papua-eg56">Masyarakat Papua telah lama mengalami perlakuan rasis</a> di Indonesia, tapi mereka selalu dituntut untuk diam saja demi persatuan dan keharmonisan.</p>
<p>Berada di satu komunitas yang sama dengan masyarakat Papua, saya menjadi tahu perspektif umum di kalangan petugas pemerintahan dan polisi. </p>
<p>Mereka beranggapan masyarakat Papua biang masalah dan aktivis politik yang diam-diam mendukung separatisme, khususnya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Oleh karena itu, mereka harus memantau, mengawasi, dan menggerebek asrama-asrama ini. </p>
<p>Pihak berwenang menganggap orang Papua perlu diajar untuk tunduk pada otoritas. Jadi, selain ancaman dan penggerebekan, mereka diminta melakukan kerja fisik untuk petugas setempat.</p>
<p>Para tenaga pendidik perguruan tinggi juga beranggapan bahwa orang Papua lambat secara intelektual, pikiran mereka lemah, dan mereka memiliki <a href="http://press-files.anu.edu.au/downloads/press/p315331/html/ch01.xhtml?referer=&page=5">gaya hidup yang primitif</a>, bahkan di tengah kota.</p>
<p>Mahasiswa Papua kerap dilecehkan oleh mahasiswa lain; ditanya apa pernah memakai koteka, apa memasak pakai api kayu, apa berburu dan mencari makan di hutan karena mereka primitif. </p>
<p>Laki-laki Papua dianggap sebagai pekerja yang kuat dan efektif, sehingga mereka ditawari pekerjaan membangun rumah dan bercocok tanam.</p>
<p>Beberapa mahasiswa diberikan nama panggilan bernada rasis oleh rekannya. Rasisme juga muncul dalam bentuk yang lebih halus dan kompleks, dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.</p>
<p>Beberapa orang muda Papua merasa tidak aman, sehingga mereka memilih untuk lebih melekatkan diri dengan komunitas Papua lainnya. Sementara beberapa orang lainnya berusaha menjauh dari komunitasnya, agar bisa lepas dari perlakuan rasis.</p>
<p>Banyak yang berusaha untuk bersikap sangat baik, dan memastikan orang-orang Papua lainnya bersikap serupa agar dapat diterima masyarakat dan lepas dari pandangan rasis.</p>
<p>Namun rasisme tidak muncul begitu saja.</p>
<h2>Konstruksi imajiner</h2>
<p>Sosiolog asal Inggris Gail Lewis [menjelaskan] bahwa konsep rasialisme (<em>rasialisation</em>) mengacu pada gagasan lama bahwa ras adalah karakteristik biologis dan juga mengacu pada gagasan baru bahwa budaya adalah penanda perbedaan.</p>
<p>Tidak ada fakta biologis tentang ras - semua manusia saling berhubungan secara genetis, namun pemikiran tentang ras selalu ada dalam imajinasi sosial.</p>
<p>Selama kita masih berpikir bahwa budaya, etnis, atau warna kulit berpengaruh pada kemampuan, sikap, motivasi, bahkan cara berpikir dan gaya hidup, maka rasisme akan selalu ada.</p>
<p>Coba kita lihat dalam ideologi keseharian di Indonesia. Apakah ada suku tertentu yang diakui karena kecantikannya? Kemampuan bisnis? Kemampuan artistik? Kecakapan fisik? Apakah perempuan dari suku tertentu dianggap sebagai calon istri yang lebih baik dibandingkan perempuan dari suku lain? Apakah ada suku tertentu yang dianggap lebih keras kepala, lebih patuh, lebih disiplin, lebih emosional, lebih bisa kerja keras, atau lebih menarik?</p>
<p>Indonesia memiliki banyak gagasan semacam itu, beberapa di antaranya <a href="https://www.eastwestcenter.org/sites/default/files/private/PS014.pdf">sudah ada sejak era kolonial Belanda</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/development-for-all-a-better-solution-for-papua-122317">Development for all: a better solution for Papua</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Keyakinan yang melumpuhkan</h2>
<p>Rasisme bisa berakibat serius. Rasisme menyebabkan orang tidak dilibatkan dalam pembahasan tentang masa depan dirinya sendiri. Hal ini bisa digunakan untuk mencabut martabat, lahan, otonomi, dan hak.</p>
<p>Rasisme menghambat <a href="https://www.teras.id/news/pat-20/121037/orang-asli-papua-protes-diskriminasi-pegawai-di-pln">masyarakat Papua dalam mendapat pekerjaan</a>, layanan kesehatan, pendidikan, dan banyak lagi.</p>
<p>Ketika orang menganggap bahwa isu kemerdekaan Papua itu asalnya dari provokator asing, bukan orang Papua sendiri, ini adalah bentuk rasisme karena menganggap orang Papua tidak mampu mengenali dan menyatakan keinginan mereka sendiri. </p>
<p><a href="https://tirto.id/rasisme-adalah-masalah-indonesia-bukan-orang-papua-egA9">Ligia Giay</a>, peneliti dari Universitas Murdoch, Australia, dan <a href="https://theconversation.com/papua-is-not-a-problem-but-the-way-we-talk-about-papua-is-41896">Budi Hernawan</a>, peneliti dari Universitas Indonesia, telah menjelaskan bahwa ketika orang mengatakan pembangunan akan memuaskan masyarakat Papua, ini merupakan rasisme yang mengatakan masyarakat Papua tidak memiliki kapasitas dalam melakukan observasi, analisis, dan memahami sejarah mereka sendiri.</p>
<p>Pertanyaannya adalah, sampai kapan mitos ini akan bertahan?</p>
<p>Ada beberapa tanda yang menunjukkan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38141450">generasi baru masyarakat Indonesia mulai menerima</a> kenyataan bahwa masyarakat Papua mampu mengetahui dan menyampaikan apa yang mereka mau. </p>
<p>Generasi ini mempertanyakan apakah mereka masih ingin mendukung perilaku dan gagasan masa lalu - kekerasan, rasisme, dan penghancuran - serta apa yang bisa dilakukan untuk masa depan yang berbeda. </p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/the-internet-shutdown-in-papua-threatens-indonesias-democracy-and-its-peoples-right-to-free-speech-122333">The internet shutdown in Papua threatens Indonesia's democracy and its people's right to free speech</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/123178/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jenny Munro tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Banyak kasus rasisme yang terjadi terhadap masyarakat Papua, tapi hanya sedikit pembahasannya dalam masyarakat. Ini membuat rasisme lebih melekat.Jenny Munro, Lecturer, School of Social Science, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/971202018-05-24T07:36:58Z2018-05-24T07:36:58ZPerlukah undang-undang antiterorisme yang lebih keras?<p>Indonesia mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Antiterorisme, tidak lama setelah rentetan peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh pendukung Islamic State (IS) atau Negara Islam di Surabaya, Jawa Timur bulan ini. Rencananya, rancangan undang-undang ini akan disahkan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180522202050-32-300475/ketua-dpr-pastikan-ruu-terorisme-disahkan-jumat">Jumat ini</a>. </p>
<p>Pembahasan revisi berlangsung di tengah besarnya <a href="http://www.metrotvnews.com/amp/5b2VqGVb-tokoh-lintas-agama-desak-ruu-terorisme-segera-disahkan">dukungan publik</a> untuk “memperkuat negara” dalam memberantas terorisme. Harian nasional terbesar Kompas baru-baru ini bahkan menerbitkan halaman depan berwarna hitam dengan tajuk <a href="https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180511/281479277052977">“Saatnya Negara Tegas.”</a></p>
<p>Kepala Kepolisian Republik Indonesia <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180513173418-12-297830/bom-surabaya-tito-mohon-jokowi-terbitkan-perppu-terorisme">Tito Karnavian</a> menyalahkan lambannya proses legislasi undang-undang antiterorisme baru atas ketidakmampuan polisi mengantisipasi tindakan terorisme. Ia bahkan meminta pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) antiterorisme. Presiden Joko Widodo mengancam akan menerbitkan <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/15/jokowi-urged-to-issue-perppu-on-terrorism.html">perppu</a>, jika anggota dewan gagal menyelesaikan RUU antiterorisme bulan ini. </p>
<p>Namun, itu semua adalah respons reaksioner yang justru membahayakan demokrasi di Indonesia. Respons semacam itu menjustifikasi penguatan kekuasaan negara yang didasari oleh kecemasan atas gerakan politik Islam. Ini justru akan memperkuat ekstremisme keagamaan serta memperbesar peluang penyalahgunaan kekuasaan negara. </p>
<h2>Lahirnya ekstremisme Islam</h2>
<p>Kelompok kekerasan yang berupaya menegakkan negara Islam harus diakui <a href="https://www.lowyinstitute.org/publications/roots-terrorism-indonesia-darul-islam-jemaah-islamiyah">memang ada</a>. Namun, kehadiran mereka selama ini dipahami secara dominan semata-mata hasil dari menguatnya <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180515113011-21-298324/ideologi-kematian-keluarga-teroris">pengaruh ide radikal dan intoleran</a> atau akibat <a href="https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/2016/03/CO16057.pdf">lemahnya kapasitas negara</a>. Banyak yang mengemukakan pemahaman yang didasarkan atas kecemasan semacam ini, termasuk para <a href="https://www.voaindonesia.com/a/setara-desak-dpr-sahkan-ruu-anti-terorisme-/3936047.html">aktivis hak asasi manusia</a>, yang mengabaikan aspek kekuasaan dan konflik politik.</p>
<p>Kami berpendapat bahwa seseorang dapat memiliki pemahaman keislaman yang radikal akibat kegagalan <a href="https://www.cambridge.org/core/books/islamic-populism-in-indonesia-and-the-middle-east/2F39D8B48CCDD596DC66F7A4D847D284">aliansi Islam populis</a> menantang otoritas sekuler. Absennya <a href="https://www.palgrave.com/gp/book/9781137408792">gerakan politik alternatif</a>, seperti kelompok kiri terorganisasi yang dapat menyalurkan berbagai kekecewaan dan kemarahan publik, juga berkontribusi melahirkan radikalisme keagamaan. </p>
<p>Dengan demikian, sebagaimana juga dikemukakan oleh ilmuwan politik <a href="https://books.google.com.au/books?hl=en&lr=&id=mMwqDAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=john+sidel+extremist+violent+working+paper&ots=8mbi3WT_qK&sig=cjq7GuSjvOuyBRxbPoonv3-3HT0#v=onepage&q&f=false">John Sidel</a>, ekstremisme keagamaan adalah gejala kelemahan dan fragmentasi gerakan politik Islam. Ekstremisme juga reaksi atas marginalisasi politik dan represi negara. </p>
<p>Begitu juga di Indonesia, ekstremisme Islam adalah produk represi negara pada era Soeharto. Sebagian besar pelaku teror saat ini terhubung dengan anggota kelompok ekstremis bawah tanah lama <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14672715.2016.1260887?src=recsys&journalCode=rcra20">Darul Islam</a> yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). </p>
<p>Mengatasi ekstremisme Islam dengan pendekatan keamanan yang lebih keras, pada akhirnya hanya akan memperbesar derajat represi. Alih-alih membereskan masalah terorisme, pendekatan ini justru menumbuhkan ekstremisme keagamaan. </p>
<h2>Klausul-klausul bermasalah</h2>
<p>Kami berdiskusi dengan beberapa aktivis hak asasi manusia yang mengatakan bahwa beberapa <a href="https://www.kontras.org/data/Pasal%20bermasalah%20RUU%20Antiteror.pdf">prinsip hak asasi manusia</a> telah diakomodasi dalam draf versi 17 April 2018. </p>
<p>Anggota dewan dan pemerintah mengklaim bahwa pembahasan hanya menyisakan satu ayat yang masih diperdebatkan, yakni mengenai <a href="https://en.tempo.co/read/news/2018/05/15/055918445/DPR-Wants-Terrorism-Bill-Discussion-Finalized-before-Eid">definisi terorisme</a>. </p>
<p>Pemerintah mengajukan definisi terorisme sebagai “perbuatan yang menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.” Sementara anggota dewan menghendaki untuk membatasi perbuatan berdasarkan “motif politik dan ideologi dan/atau ancaman keamanan negara.” </p>
<p>Dengan meluasnya kekuasaan negara, definisi apa pun sebenarnya tetap dapat ditafsirkan secara fleksibel oleh penguasa sehingga membawa risiko penyelewengan kekuasaan. </p>
<p>Di samping itu, rancangan undang-undang ini juga mengandung ketentuan yang berpotensi melahirkan penyalahgunaan wewenang. </p>
<p>Sebagai contoh, Pasal 13A yang mengatur ujaran kebencian adalah jenis delik yang berpotensi disalahgunakan. Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memuat jenis delik serupa dan telah digunakan untuk memenjarakan sejumlah orang <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/03/amnesty-international-blasts-hate-speech-conviction-of-spiritual-book-author.html">karena pemahaman keagamaannya</a>. </p>
<p>Selain itu, rancangan undang-undang ini juga akan memungkinkan polisi melakukan penangkapan terduga teroris selama 14 hari yang dapat diperpanjang dengan tambahan 7 hari. Ketentuan yang ada hanya memberi waktu penangkapan paling lama 7 hari. </p>
<p>Rancangan ini juga memungkinkan polisi melakukan penahanan tersangka terorisme maksimal 290 hari. Jumlah hari ini hampir dua kali lipat dari periode yang diatur dalam ketentuan yang saat ini berlaku, yakni 180 hari.</p>
<p>Perpanjangan masa penahanan ini tentu akan meningkatkan <a href="https://www.vice.com/id_id/article/pamz8n/saatnya-kita-tak-abai-pada-dugaan-penyiksaan-tersangka-pelaku-teror-oleh-densus-88">risiko penyiksaan</a> dalam proses pemeriksaan.</p>
<p>Terakhir, rancangan undang-undang ini juga menambahkan klausul pelibatan militer dalam pemberantasan terorisme. Ini akan berpotensi membawa masalah mengingat sifat militer adalah melumpuhkan dan memusnahkan musuh negara. </p>
<p>Dengan karakteristik militer yang represif, memberi ruang lebih untuk <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/17/indonesian-military-expected-to-play-greater-role-in-counterterrorism.html">peran militer</a> dalam pemberantasan terorisme dapat memperbesar peluang pelanggaran hak asasi manusia. Akibatnya, supremasi sipil menjadi terancam, yang berisiko membawa Indonesia kembali ke kediktatoran militer. </p>
<p>Dengan undang-undang yang ada, polisi sebenarnya telah menunjukkan kerja yang cukup efektif dalam operasi domestik. Sejak tahun 2002 saat ketentuan antiterorisme pertama diundangkan hingga 2016, data tahunan insiden terorisme di Indonesia <a href="https://ourworldindata.org/terrorism#terrorism-in-specific-countries-and-regions">menurun</a> secara signifikan dari 43 menjadi 19 kasus. </p>
<h2>Perlukah undang-undang yang lebih keras?</h2>
<p>Sementara banyak aktivis hak asasi manusia cukup puas dengan rancangan terakhir, klausul bermasalah dalam rancangan undang-undang antiterorisme menunjukkan kegagalan mereka dalam menantang dominannya kepentingan untuk memperluas kekuasaan negara. Ini menegaskan aktivis cenderung berkompromi dengan berbagai komplikasi tersebut sebagai konsekuensi dari asumsi problematik mereka dalam memahami terorisme. </p>
<p>Karena rancangan undang-undang ini menggunakan pendekatan keamanan dalam mengatasi masalah terorisme, undang-undang tersebut secara inheren memberikan kewenangan yang lebih besar kepada negara yang berpotensi disalahgunakan untuk <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2016/01/29/security-measures-too-much-defy-terror.html">membungkam oposisi</a>.</p>
<p>Sejarah Indonesia telah menunjukkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dapat lahir dari peraturan yang memperkuat kekuasaan negara atas warganya. <a href="http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt59dc8cf94ab6c/node/38/penpres-no-11-tahun-1963-pemberantasan-kegiatan-subversi">Undang-undang antisubversif</a> yang pernah dimiliki Indonesia adalah salah satu contoh. Soeharto telah menggunakan hukum yang kejam ini untuk membungkam <a href="https://arielheryanto.files.wordpress.com/2016/02/1996_02_17_k-undang-undang-anti-subversi-c1.pdf">lawan politiknya</a>. </p>
<p>Pendekatan keamanan yang lebih keras juga cenderung akan lebih <a href="https://books.google.com.au/books?hl=en&lr=&id=mMwqDAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=john+sidel+extremist+violent+working+paper&ots=8mbi3WT_qK&sig=cjq7GuSjvOuyBRxbPoonv3-3HT0#v=onepage&q&f=false">kontra-produktif</a> dalam memberantas terorisme. </p>
<p>Pendekatan ini akan memberikan represi dan kontrol yang lebih besar tidak hanya atas tindakan tetapi juga ide yang diyakini sebagai sumber ekstremisme keagamaan. Pada akhirnya, pendekatan semacam itu hanya akan menciptakan perasaan peminggiran secara politik yang lebih mendalam, salah satu aspek penting yang memungkinkan lahirnya terorisme atas nama agama.</p>
<p>Pendekatan ini juga mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan yang cenderung menekan kritik, menghalangi kemungkinan lahirnya alternatif gerakan politik terorganisasi. Padahal, ketiadaan alternatif itu juga aspek penting lain yang memungkinkan ekstremisme keagamaan menguat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/97120/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdil Mughis Mudhoffir terafiliasi dengan Jurusan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta dan LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi, FISIP Universitas Indonesia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rafiqa Qurrata A'yun tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pendekatan keamanan yang lebih keras bisa kontra-produktif dalam penanganan terorisme dan bahkan melemahkan supremasi sipil.Abdil Mughis Mudhoffir, PhD Candidate in politics at the Asia Institute, The University of MelbourneRafiqa Qurrata A'yun, Lecturer, Department of Criminal Law, Faculty of Law, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/924392018-02-28T10:00:55Z2018-02-28T10:00:55ZMengapa peneliti asing dipersulit untuk mengakses museum militer di Indonesia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/208001/original/file-20180227-36683-1ro40j7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=1%2C0%2C1196%2C555&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Museum Pengkhianatan PKI (Komunis)</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/w/index.php?curid=41529261">Chris Woodrich/Wikimedia Commons </a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/">CC BY-NC-ND</a></span></figcaption></figure><p>Persyaratan bagi <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/02/09/foreign-researchers-access-to-tni-museums-restricted---.html">peneliti asing untuk mendapatkan izin memasuki museum</a> yang dikelola oleh militer Indonesia merupakan upaya untuk melanggengkan narasi era Soeharto tentang sejarah Indonesia.</p>
<p>Tentara Nasional Indonesia baru-baru ini mengumumkan bahwa peneliti asing harus meminta izin kepada asisten intelijen komandan militer untuk mengunjungi museum-museum demi kepentingan riset. Museum tersebut di antaranya <a href="https://situsbudaya.id/museum-pengkhianatan-pki-lubang-buaya-jakarta/">Museum Pengkhianatan PKI (Komunis) </a>di Jakarta Timur, yang membahas peristiwa yang sangat dipertentangkan dalam sejarah politik Indonesia, dan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Satriamandala_Museum">Museum Satriamandala</a> di Jakarta Selatan, museum militer utama Indonesia. </p>
<h2>Peristiwa 1965</h2>
<p>Museum Pengkhianatan PKI (Komunis), yang dibangun selama masa kediktatoran Soeharto, menggambarkan narasi rezim tersebut mengenai 1965, yang masih dianut oleh TNI.</p>
<p>Pada tahun itu, prajurit dari Pasukan Pengawal Presiden Soekarno menculik dan membunuh tujuh perwira militer Indonesia. Operasi ini disebut Gerakan 30 September.</p>
<p>Angkatan Darat yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto segera menumpas gerakan ini. Tentara kemudian menyatakan bahwa PKI mendalangi penculikan para jenderal.</p>
<p>Tentara saat itu kemudian melaksanakan kampanye pemusnahan PKI dengan bantuan dari kelompok-kelompok para-militer. Sedikitnya 500.000 anggota PKI, orang-orang yang diduga komunis, dan anggota organisasi yang berafiliasi dengan PKI, dibunuh. Tentara juga memenjarakan banyak orang tanpa pengadilan. <a href="https://www.routledge.com/Women-Sexual-Violence-and-the-Indonesian-Killings-of-1965-66/Pohlman/p/book/9780415838870">Kesaksian dari perempuan penyintas mengungkapkan</a> pemerkosaan terhadap perempuan anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), organisasi perempuan kiri, dan perempuan yang dianggap terkait dengan kelompok kiri. </p>
<p>Museum Pengkhianatan PKI (Komunis), melalui diorama dan keterangannya, melukiskan PKI sebagai dalang penculikan para jenderal, dan karenanya merupakan ancaman bagi Indonesia.</p>
<p>Narasi ini bermasalah.</p>
<p>Sejarawan masih belum memahami dengan jelas hingga sejauh mana PKI terlibat dalam Gerakan 30 September. Narasi di museum tersebut memperkuat stereotipe era Soeharto tentang PKI sebagai manusia “jahat dan tidak manusiawi”. Karena itu, menurut sejarawan terkemuka Katharine McGregor, sama halnya dengan rezim Soeharto, museum ini mencari pembenaran atas pembunuhan massal yang terjadi setelahnya sebagai hal yang “legal dan diperlukan”. </p>
<p>Sebagai penanggung jawab museum tersebut, TNI secara tidak langsung menggunakan narasi dalam museum tersebut untuk membenarkan keterlibatan mereka dalam pembunuhan massal. Meski belum ada pelaku pembunuhan yang telah dituntut, pembunuhan massal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia berat yang melanggar hukum internasional, terutama Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 Perserikatan Bangsa-Bangsa.</p>
<p>Museum ini juga menggambarkan narasi 1965 secara selektif dan menyensor beberapa bagian sejarah 1965. Meski museum berusaha membenarkan pembunuhan massal pada 1965-66, namun museum tersebut tidak menampilkan pembunuhan massal tersebut melalui diorama atau teks.</p>
<p>Pendekatan ini mencerminkan fokus rezim Soeharto yang tajam terhadap pembunuhan tujuh perwira militer melalui peringatan tahunan dan pembangunan monumen peringatan untuk mereka, ketimbang pembununan 500.000 orang Indonesia oleh tentara Indonesia dan organisasi massa. </p>
<h2>Kemungkinan dampak peraturan TNI</h2>
<p>Juru bicara TNI berpendapat bahwa peraturan tersebut bertujuan untuk “memastikan penelitian tidak dilakukan secara sembarangan” dan tidak memihak.</p>
<p>Namun, peraturan ini memungkinkan TNI menolak untuk memberikan izin bagi peneliti asing yang telah, melalui pekerjaan akademis mereka, mempertanyakan 1965 versi era Soeharto, mengutuk pembunuhan massal, atau menunjukkan simpati pada korban pembunuhan massal, pemenjaraan, dan pemerkosaan yang berlangsung dari 1965 sampai 1966. </p>
<p>Mungkin juga TNI akan menolak memberikan izin bagi akademisi yang telah mengkritisi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh TNI di Papua yang bergejolak, dan selama pendudukan Indonesia di Timor Timur 1975-99.</p>
<p>Bila tindakan semacam itu dilakukan, ini merupakan upaya untuk menyensor sejarah dan mengurangi penelitian asing terhadap TNI.</p>
<h2>Apa selanjutnya?</h2>
<p>Pada 2017, <a href="https://www.hrw.org/news/2017/09/28/indonesian-massacre-anniversary-fuels-propaganda-offensive">TNI memerintahkan</a> personelnya untuk membatasi upaya untuk memutar secara publik film <em>Senyap</em>, sebuah film dokumenter yang menampilkan anggota para-militer yang bangga akan keterlibatan mereka dalam pembunuhan massal dan menyelenggarakan nonton bareng <em>Pengkhianatan G30S/PKI</em>, film pemerintahan Soeharto yang menjustifikasi pembunuhan.</p>
<p>Akibatnya, peraturan ini perlu dilihat sebagai bagian dari kampanye terpadu TNI untuk menunjang narasi hegemoni soal 1965, dan membungkam kontra-narasi.</p>
<p>TNI juga bisa memperluas peraturan ini meliputi museum TNI lainnya yang menggambarkan peristiwa 1965, terutama <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Pahlawan_Revolusi">Monumen Pancasila Sakti</a>.</p>
<p>Namun demikian, tindakan seperti itu tidaklah bijaksana.</p>
<p>Ketimbang memperluas peraturan, TNI seharusnya benar-benar menghapusnya. Peraturan tersebut merongrong demokrasi Indonesia, makin menodai reputasi TNI di mata internasional, serta mengancam kebebasan akademis.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/92439/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Olivia Tasevski tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tentara Nasional Indonesia baru-baru ini mengumumkan bahwa peneliti asing harus meminta izin untuk mengunjungi museum-museum demi kepentingan riset.Olivia Tasevski, Tutor in International Relations and Political Science, The University of MelbourneLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/867692017-11-27T09:25:09Z2017-11-27T09:25:09ZKampanye antikekerasan: perempuan menanggung mitos selaput dara dan tes keperawanan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/194992/original/file-20171116-7987-11t7csd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Keperawanan tidak relevan dengan apakah seorang petugas dapat melakukan tugas kepolisian atau tidak.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/close-flower-petals-210993271?src=dDI-MPR9z1SWqML9-Ayi8A-1-49">Andrii Muzyka/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan, 25 November sampai 10 Desember setiap tahun, menjadi momentum yang tepat untuk menyoroti bahwa pelaku <a href="https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Modul%20dan%20Pedoman/Kekerasan%20Seksual/15%20BTK%20KEKERASAN%20SEKSUAL.pdf">kekerasan seksual</a> terhadap perempuan tidak hanya individual dan orang-orang dekat. Kekerasan seksual juga dilakukan oleh aparat lembaga negara atas nama moralitas yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tes keperawanan untuk seleksi polisi dan prajurit perempuan di Indonesia harus segera dihapus.</p>
<p>Pada 2014, <a href="https://www.voaindonesia.com/a/hrw-desak-indonesia-hentikan-tes-keperawanan-untuk-calon-polwan/2525757.html">Human Rights Watch merilis hasil riset tentang tes keperawanan</a> untuk calon anggota perempuan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Setahun berikutnya, lembaga ini merilis bahwa praktik serupa juga terjadi dalam rekrutmen <a href="https://international.sindonews.com/read/1032916/40/hrw-soroti-panglima-tni-jenderal-gatot-soal-tes-keperawanan-1439520814">prajurit perempuan Tentara Nasional Indonesia</a>. </p>
<p>Kala itu publik Indonesia mengecam keras Polri atas praktik “tes keperawanan” terhadap pelamar perempuan dalam proses perekrutan polisi. Cerita miris tes keperawanan juga diungkap dalam proses rekrutmen <a href="https://nasional.tempo.co/read/666260/cerita-miris-prajurit-wanita-tni-saat-tes-keperawanan">prajurit perempuan di Tentara Nasional Indonesia</a>, tapi sampai kini <a href="https://www.voaindonesia.com/a/hrw-minta-tes-keperawanan-di-militer-dan-kepolisian-dihentikan/4129701.html">sistem tersebut belum berubah</a>. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga</strong>: <a href="https://theconversation.com/pengabdi-setan-dan-kisah-hantu-perempuan-simbol-adanya-kekerasan-terhadap-perempuan-85417">‘Pengabdi Setan’ dan kisah hantu perempuan: simbol adanya kekerasan terhadap perempuan</a></em></p>
<hr>
<p>Banyak yang mengangkat soal ketidakadilan praktik tersebut. Mereka berpendapat bahwa tes itu bersifat seksis, menyakitkan, dan menciptakan trauma. Mereka juga mengingatkan bahwa keperawanan tidak relevan dengan apakah seorang petugas dapat melakukan tugas kepolisian atau tidak.</p>
<p>Namun sedikit yang mempertanyakan aspek yang paling meragukan dari praktik mengerikan ini: validitas tes itu sendiri.</p>
<h2>Masalah global</h2>
<p>Tes keperawanan tidak hanya terjadi di Indonesia. Di banyak negara perempuan kerap diwajibkan untuk menjalani pemeriksaan meski pun alasannya sering kali tidak ada hubungannya dengan kepentingan perempuan tersebut. <a href="https://www.hrw.org/news/2001/07/24/turkey-virginity-tests-reinstated">Turki</a>, <a href="https://www.theguardian.com/world/2011/may/31/egypt-online-protest-virginity-tests">Mesir</a>, <a href="https://www.moroccoworldnews.com/2014/12/146074/morocco-forced-to-virginity-check-teenage-girl-threatens-to-commit-suicide">Maroko</a>, dan <a href="https://www.pri.org/stories/2012-07-03/iraqi-women-forced-undergo-virginity-testing">Irak,</a> adalah sebagian nama-nama negara yang juga melakukan pengujian keperawanan yang kontroversial.</p>
<p>Dalam satu kasus di Turki pada awal 1990-an, <a href="https://www.hrw.org/reports/1994/turkey/">seorang siswi bunuh diri</a> setelah menjalani tes keperawanan yang diinstruksikan oleh kepala sekolahnya.</p>
<h2>Prosedur uji</h2>
<p>Cara tes yang dilakukan bisa bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Kita sekarang mengenal istilah “<a href="http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/05/150514_tes_keperawanan_tni"><em>two fingers test</em>” yang dilakukan oleh Polri</a>. Di beberapa tempat di Irak, pemeriksaan bersifat visual. Seorang perempuan dianggap perawan saat tidak ada tanda “robek” pada selaput daranya.</p>
<p>Di satu desa di Maroko, tes ini agak lebih imajinatif. Pengantin harus menjalani “tes telur”. Pengantin perempuan berbaring telentang dengan kaki terbentang. Pemeriksa, biasanya perempuan yang lebih tua, kemudian akan memecahkan sebutir telur yang terbuka ke vaginanya. Jika telur menyelinap ke dalamnya, dia akan dianggap tidak lagi perawan.</p>
<p>Apa pun metodenya, ada dua aspek yang sering digunakan untuk menentukan keperawanan perempuan: selaput dara ‘masih utuh’ dan lubang vagina yang kencang. Keduanya masih banyak dipercaya menandakan keperawanan pada perempuan. Tidak ada dasar yang dapat diandalkan untuk kesimpulan semacam itu.</p>
<h2>Mitos selaput dara</h2>
<p>Mari kita mulai dengan selaput dara. Selaput dara adalah membran di saluran vagina. Dokter masih belum sepakat mengenai fungsinya. Banyak yang percaya bahwa selaput itu sama sekali tidak berguna bagi tubuh perempuan.</p>
<p>Jika kegunaan selaput ini dianggap masih merupakan misteri, kondisi perawannya selaput merupakan salah satu mitos medis terbesar yang pernah ada. Banyak yang memperoleh kesan bahwa selaput dara perawan menyerupai salah satu dari dua hal berikut: selaput serupa balon yang menutupi lorong vagina atau menyerupai cincin dengan tepi yang halus.</p>
<figure class="align-left ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/66883/original/image-20141210-6039-usrsqb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/66883/original/image-20141210-6039-usrsqb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/66883/original/image-20141210-6039-usrsqb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/66883/original/image-20141210-6039-usrsqb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/66883/original/image-20141210-6039-usrsqb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/66883/original/image-20141210-6039-usrsqb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/66883/original/image-20141210-6039-usrsqb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa orang berpikir bahwa mengendarai sepeda bisa mengakibatkan robeknya selaput dara.</span>
<span class="attribution"><span class="source">My Good Images/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Beberapa percaya bahwa setiap gangguan pada selaput dara bisa mengakibatkan robeknya organ itu. Makanya bukan hal yang aneh jika anak perempuan dinasihati untuk berhati-hati saat mengendarai sepeda atau perempuan muda disarankan agar tidak menggunakan <em>tampon</em> (sejenis pembalut berbentuk silinder kecil) karena takut bisa merusak selaput dara mereka.</p>
<p>Pada kenyataannya selaput dara lebih tepat bila dibandingkan dengan— menggunakan kata-kata dokter yang sering merekonstruksi selaput dara— kelopak bunga. Selaput memiliki takik, lipatan, dan celah, bahkan saat selaput tersebut masih ‘perawan’. Selaput dara sifatnya fleksibel dengan kepadatan yang berbeda, beberapa tipis namun beberapa yang lain cukup tebal.</p>
<p>Jika terjadi penetrasi, selaput dara mungkin mengalami luka. Namun, seringkali, selaput dara meregang dan tidak rusak.</p>
<p>Karena itulah tidak akurat untuk berpikir bahwa satu tindakan seksual akan selalu menghasilkan perubahan pada selaput dara. Ada banyak kasus yang menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki selaput dara halus berbentuk cincin sebenarnya sudah aktif secara seksual selama bertahun-tahun.</p>
<p>Kebalikannya juga benar. Selaput dara perempuan perawan mungkin memiliki satu celah besar dan beberapa lekukan di sana-sini. Ini adalah jenis selaput dara yang banyak salah dipercayai untuk menandakan bahwa seorang perempuan telah mengalami penetrasi seksual.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/pelajaran-dasar-penanganan-kejahatan-seksual-dengarkan-korban-jangan-tanya-dulu-85997">Pelajaran dasar penanganan kejahatan seksual: dengarkan korban, jangan tanya dulu</a></em></p>
<hr>
<p>Inilah sebabnya mengapa seksolog, ginekolog, dan dokter umum sama-sama sering enggan ditanyai mengenai opini mereka apakah seorang perempuan perawan atau tidak berdasarkan kondisi selaput daranya. Para dokter di Belanda menggunakan kata-kata berikut saat menerima permintaan tersebut:</p>
<blockquote>
<p>Tidak ada indikasi untuk menunjukkan bahwa perempuan yang dimaksud tidak lagi perawan.</p>
</blockquote>
<p>Trauma pada selaput dara tidak mudah ditentukan. Sudah ada penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa ahli forensik kasus pelecehan seksual pada anak sekali pun seringkali tidak dapat membedakan tanda-tanda penganiayaan pada selaput dara anak perempuan. Hal ini terutama terjadi pada kasus ketika anak tersebut dibawa ke rumah sakit selang beberapa waktu setelah terjadinya penganiayaan.</p>
<h2>Asumsi yang salah</h2>
<p>Aspek kedua yang sering diperiksa adalah rapatnya vagina. Ada kepercayaan luas bahwa perempuan yang tidak tersentuh secara seksual memiliki lubang vagina yang rapat karena selaput dara utuh dan bahwa laki-laki dapat merasakan kerapatan tersebut saat berhubungan seksual.</p>
<p>Ini adalah asumsi yang keliru. Kerapatan vagina tidak disebabkan oleh selaput dara namun sebagai akibat dari otot dasar panggul yang terkontraksi. Semakin kuat kontraksi otot, semakin sempit saluran vagina.</p>
<p>Perlu dicatat bahwa ketika seorang perempuan merasa cemas, terutama bila berhubungan seks, dia secara otomatis mengencangkan otot dasar panggulnya. Banyak dokter menganggap hal ini adalah alasan mengapa perempuan perawan sering dirasa ‘sempit’ oleh pasangannya.</p>
<p>Bagi perempuan yang ingin ‘lebih sempit’, dokter di Belanda menyarankan mereka untuk berlatih mengerutkan otot panggul mereka. Ini mirip dengan menahannya saat kebelet ke toilet tapi Anda belum bisa pergi.</p>
<p>Tegangnya otot panggul adalah saran yang juga diresepkan oleh dokter kepada perempuan yang berharap dapat lulus menjalani “tes telur”. Dengan mengencangkan otot panggulnya, perempuan tersebut berhasil melampaui “tes telur” yang harus dia jalani. </p>
<h2>Lebih menyerupai fabel daripada fakta</h2>
<p>Setiap jenis tes keperawanan yang bergantung pada pengamatan selaput dara atau kerapatan vagina hasilnya tidak definitif dan seringkali sama sekali tidak benar. Keyakinan bahwa lebih mudah untuk melihat keperawanan seorang perempuan daripada seorang laki-laki lebih merupakan sebuah dongeng daripada fakta ilmiah. Sayangnya, ini adalah dongeng yang masih banyak dipercaya dan dipraktikkan untuk menekan para perempuan.</p>
<p>Tidak seorang pun, baik perempuan maupun laki-laki, boleh dipaksa untuk dicek keperawanannya, terlepas dari kesahihan ujiannya.</p>
<p>Perlu dipikirkan, jika alat uji keperawanan yang saat ini dipakai sangat tidak dapat diandalkan, mengapa ada orang yang tega dan berani memaksakan dilakukannya ujian yang hanya didasarkan pada kesalahpahaman? Termasuk oleh Polri dan <a href="http://nasional.kompas.com/read/2015/05/15/20005141/Panglima.TNI.Tes.Keperawanan.untuk.Kebaikan.Kenapa.Harus.Dikritik.">TNI</a> kepada calon anggota perempuan.</p>
<hr>
<p><em>Tulisan ini diterjemakan dan diperbarui dari</em> <a href="https://theconversation.com/women-suffer-the-myths-of-the-hymen-and-the-virginity-test-35324">Women suffer the myths of the hymen and the virginity test</a></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/86769/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sherria Ayuandini menerima dana dari The Wenner-Gren Foundation, McDonnell International Scholars Academy, dan Universiteit van Amsterdam.</span></em></p>Tes keperawanan untuk calon polisi dan tentara perempuan bersifat seksis, menyakitkan, dan menciptakan trauma. Banyak yang menunjukkan ketidakadilan praktik tersebut.Sherria Ayuandini, Research affiliate, University of AmsterdamLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/877852017-11-22T10:54:15Z2017-11-22T10:54:15ZMemahami akar masalah Papua dan penyelesaiannya: jangan gegabah<p>Pada awal November, <a href="https://tirto.id/polisi-aparat-fokus-di-wilayah-penahanan-1000-warga-tembagapura-czRR">polisi melaporkan sebanyak 1.300-an warga “disandera”</a> oleh “Kelompok Kriminal Bersenjata” di desa-desa sekitar Tembagapura, Papua, wilayah tambang emas dan tembaga yang termasuk terbesar di dunia milik Freeport-McMoran, perusahaan tambang Amerika Serikat. </p>
<p><a href="https://tirto.id/klaim-tni-soal-039pembebasan039-warga-di-tembagapura-dan-bantahan-knpb-cAjl">Media kemudian memberitakan TNI dan Polri “membebaskan”</a> sekitar 300 warga non-Papua. Namun, Komite Nasional Papua Barat, sebuah kelompok politik lokal yang berkampanye untuk penentuan nasib sendiri (referendum) di Papua, mengatakan pemberitaan mengenai penyanderaan <a href="https://tirto.id/klaim-tni-soal-039pembebasan039-warga-di-tembagapura-dan-bantahan-knpb-cAjl">tidak benar</a>. </p>
<p>Berita soal Papua ini menggugah keingintahuan publik mengenai pelaku, motif, dan kepentingan dalam kejadian itu. Banyak spekulasi muncul mulai dari alasan ideologi, ancaman nasionalisme, politis berkait gerakan pro kemerdekaan, bahkan pragmatisme bisnis keamanan perusahaan-perusahaan yang melibatkan banyak aktor. </p>
<p>Kalau saja hal itu tidak terjadi di Tanah Papua reaksi publik mungkin tidak akan seramai ini. Sejak 1970-an di Papua terdapat gerakan pro kemerdekaan yang meminta referendum ulang. Hasil referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 yang diikuti oleh <a href="https://nsarchive2.gwu.edu/NSAEBB/NSAEBB128/index.htm">1.022 delegasi Papua pilihan pemerintahan di Jakarta</a> mengesahkan masuknya Papua sebagai bagian Indonesia. Tetapi banyak warga pro-kemerdekaan Papua merasa Pepera dilaksanakan di bawah tekanan militer.</p>
<h2>Akar masalah Papua</h2>
<p>Menentukan strategi yang paling tepat untuk mengatasi masalah keamanan di Tanah Papua dengan mengakhiri aksi-aksi kekerasan oleh siapa pun dan dengan motif apa pun tidak mudah. </p>
<p>Di dalam buku <a href="http://lipi.go.id/risetunggulan/single/buku-road-map-papua/16">Papua Road Map yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 2009</a> telah dituliskan akar masalah Papua yang meliputi: </p>
<ul>
<li><p>peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia,</p></li>
<li><p>tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli Papua, </p></li>
<li><p>proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas, </p></li>
<li><p>siklus kekerasan politik yang belum tertangani, bahkan meluas, </p></li>
<li><p>pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan, khususnya kasus <a href="http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39031020">Wasior, Wamena, dan Paniai</a>.</p></li>
</ul>
<h2>Jangan buru-buru operasi militer</h2>
<p>Kejadian di Tembagapura bisa jadi menunjuk pada hubungan antara bisnis dan keamanan di Papua yang melibatkan berbagai aktor yang cenderung saling memanfaatkan. Perusahaan seperti <a href="http://www.tribunnews.com/nasional/2011/10/27/freeport-akui-beri-dana-ke-tni-dan-polri">Freeport kerap mengeluarkan dana khusus</a> untuk memastikan operasi usaha mereka aman, terkadang dengan meminta bantuan <a href="https://www.kpa.or.id/news/blog/hentikan-bisnis-militer-dan-hormati-hak-masyarakat-adat-papua/">TNI dan Polri.</a></p>
<p>Kasus “penyanderaan” Tembagapura (Banti dan Kimbeli) masih simpang siur, tetapi dia bisa jadi bukan hanya berlatar belakang ekonomi seperti perebutan wilayah penambangan, namun juga bertujuan politis, seperti yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka. </p>
<p>Polisi menyatakan bahwa “penyanderaan” berkaitan dengan <a href="https://tirto.id/penyanderaan-di-tembagapura-adalah-kasus-lama-nbsp-czTW">perebutan lahan <em>tailing</em> antara warga pendatang dengan orang asli Papua</a>. Jika ini benar, hal ini tepat ditangani oleh pihak kepolisian dalam konteks penegakan hukum. </p>
<p>Namun bila penyanderaan dilakukan Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171101055611-12-252595/panglima-tni-opm-dalang-penembakan-pos-brimob-tembagapura/">seperti diklaim TNI</a>, maka penanganannya menjadi domain <a href="http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41941616">Tentara Nasional Indonesia (TNI)</a>. </p>
<p>Kombinasi antara kepentingan ideologis politis dengan ekonomi dan pragmatisme di Papua menyebabkan strategi penanganan keamanan di Papua memerlukan perhitungan yang lebih hati-hati. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/di-balik-keindahan-raja-ampat-ada-yang-miskin-dan-telantar-85912">Di balik keindahan Raja Ampat ada yang miskin dan terlantar</a></em></p>
<hr>
<p>Dalam perspektif negara, tujuan utama penanganan kasus Tembagapura adalah mengembalikan stabilitas dan keamanan secara menyeluruh. Namun bila pemulihan keamanan dilakukan secara berlebihan apalagi dengan invasi militer, maka pemerintah Indonesia akan menuai kritikan sebagai pihak yang tidak konsisten dalam membangun Papua, apalagi bila terjadi pelanggaran HAM.</p>
<p>Dinamika di Papua sangat lekat dengan isu dan kepentingan politik. Konflik kepentingan selama ini telah menciptakan kecurigaan, bahkan rasa tidak percaya (<em>distrust</em>) yang semakin dalam antara pemerintah dengan orang Papua. </p>
<p><em>Distrust</em> semakin menguatkan justifikasi sepihak yang diskriminatif dan hitam putih. Misalnya klaim aktivis pro-kemerdekaan bahwa Papua adalah “koloni Indonesia”, dan sebaliknya stigmatisasi Papua sebagai separatis oleh para nasionalis. Upaya pemerintah untuk memperbaiki situasi dan kondisi di Papua kerap dicap sebagai peminggiran oleh aktivis HAM dan sebagian warga Papua. Pemerintah beserta investor juga <a href="http://tabloidjubi.com/m/artikel-2241-masyarakat-adat-korban-investasi-papua-tuntut-presiden-gelar-pertemuan-para-pihak.html">dikritik telah merampas tanah adat masyarakat Papua</a>. </p>
<p>Sebaliknya, ketidakpuasan masyarakat Papua atas kebijakan nasional yang belum menyejahterakan orang Papua secara optimal kerap dijadikan indikasi resistensi terhadap pemerintah, termasuk bagian dari keinginan untuk memisahkan diri secara politik oleh banyak orang Indonesia yang menggunakan jargon nasionalisme.</p>
<h2>Kalau bukan operasi militer, apa langkahnya?</h2>
<p>Apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menjaga keamanan dan stabilitas di Papua? </p>
<p>Pertama, tidak perlu bersikap berlebihan. Kasus Tembagapura kemungkinan besar sarat dengan pragmatisme dari pihak-pihak yang terlibat. </p>
<p>Kedua, pemerintah perlu mengimbangi pendekatan keamanan negara dengan pendekatan keamanan manusia. Keselamatan masyarakat yang tidak terlibat dalam konflik ini secara langsung harus menjadi yang utama tanpa membeda-bedakan suku dan ras antara penduduk asli dan pendatang. </p>
<p>Ketiga, dalam jangka panjang pemerintah perlu membangun dialog dan negosiasi menuju rekonsiliasi. Secara bertahap atau simultan perlu diupayakan ruang-ruang dialog untuk mencegah meluasnya kecurigaan dan rasa tidak percaya, khususnya antara masyarakat pendatang dan penduduk asli Papua maupun antara pihak aparat dengan masyarakat. </p>
<p>Pada 15 Agustus 2017, <a href="https://kabarpapua.co/usai-bertemu-presiden-jokowi-ini-harapan-para-tokoh-papua/">Presiden Joko Widodo dan para tokoh agama, adat, dan pegiat HAM Papua bertemu di Istana Negara</a> Jakarta. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM, Kepala Kantor Staf Presiden, dan Koordinator Jaringan Damai Papua kemudian ditetapkan sebagai “<em>person in charge</em> (PiC”) untuk mempersiapkan dialog sektoral terkait penyelesaian berbagai hal termasuk hak asasi manusia dan akar masalah keamanan di Papua. </p>
<p>Keempat, pemerintah daerah, baik gubernur dan bupati perlu lebih proaktif dan bekerja sama dengan aparat kepolisian dalam mengembalikan dan menciptakan kembali suasana yang kondusif. </p>
<p>Kelima, tiga pilar di Tanah Papua (pemerintah daerah, DPR Papua, <a href="https://www.tempo.co/tag/majelis-rakyat-papua-mrp">Majelis Rakyat Papua</a>) perlu membangun koordinasi dan sinergi dalam membangun kesejahteraan seluruh masyarakat di Papua, baik secara fisik maupun non-fisik. </p>
<h2>Dialog masih relevan dan mendesak</h2>
<p>Meskipun tidak juga ditemukan pendekatan “baru” untuk membangun perdamaian di Tanah Papua dan ada pemahaman yang berbeda mengenai urgensi dialog, bukan berarti dialog tidak relevan bagi Papua. </p>
<p>Hal utama yang sangat diperlukan untuk mewujudkannya adalah dengan membangun <em>common ground</em> dan kepentingan bersama bagi Papua yang lebih demokratis dan sejahtera. Ini bukan semata-mata untuk menjaga keutuhan Indonesia, namun terlebih untuk menghargai dan menghormati martabat Papua di dalam kemajemukan masyarakat Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/87785/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adriana Elisabeth tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mulai ada gagasan mengirim lebih banyak tentara menyusul laporan kekerasan di Tembagapura, Papua. Pemerintah jangan gegabah dengan operasi militer.Adriana Elisabeth, Researcher on politics, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/842062017-09-18T10:45:00Z2017-09-18T10:45:00ZPengepungan LBH Jakarta: akademisi merespons<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/186368/original/file-20170918-8285-ariwyh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pengepungan kantor LBH Jakarta merupakan persoalan yang sangat serius terkait dengan pelanggaran atas hak atas kebebasan berkumpul, mengemukakan pendapat dan berekspresi. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Sekitar 1.000 orang mengepung gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, melempar kerikil dan batu serta meneriakkan kata-kata yang memprovokasi kekerasan pada Minggu malam, 17 September 2017. Sekitar 200 peserta kegiatan Asik-Asik Aksi: Indonesia Darurat Demokrasi, acara seni dan musik untuk merayakan demokrasi, terjebak hingga sekitar pukul 1 dini hari. Massa termakan <a href="http://nasional.kompas.com/read/2017/09/18/05590081/dikepung-atas-tuduhan-gelar-acara-pki-ylbhi-merasa-jadi-korban-hoaks?page=all">selentingan palsu di media sosial</a> yang menyebutkan kegiatan di LBH Jakarta adalah diskusi PKI. Polisi akhirnya berhasil membubarkan massa dan mengevakuasi peserta yang terjebak. </p>
<p>Sebelumnya, <a href="http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41290897">polisi melarang</a> penyelenggaraan seminar mengenai sejarah tragedi 1965. </p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"908933529840476160"}"></div></p>
<p>Kami menghubungi beberapa akademisi untuk memberikan analisis mengenai pengepungan terhadap LBH Jakarta, lembaga yang memberikan bantuan hukum kepada warga kurang mampu tanpa diskriminasi.</p>
<hr>
<h2>Laporan pandangan mata</h2>
<p><strong>Miko Susanto Ginting, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan</strong> </p>
<p>Saya termasuk yang terjebak di dalam gedung LBH Jakarta ketika massa mengepung kantor pengacara publik tersebut. </p>
<p>Sebelum massa mengepung gedung LBH Jakarta, kegiatan yang dimulai sejak pukul 15.00 WIB relatif lancar. Sekitar pukul 21.00 perwakilan berbagai kelompok masyarakat sipil membaca deklarasi mendukung nilai-nilai demokrasi. Memasuki pukul 21.30 WIB beberapa orang mengepung gedung LBH Jakarta. Massa bertambah banyak dalam waktu yang singkat. Jumlah personil kepolisian yang tak sebanding dengan jumlah massa tak sanggup mengatasi mereka. Baru ketika ada pasukan tambahan, polisi bisa menahan massa. </p>
<p>Massa melempari gedung LBH dengan kerikil dan batu dengan menyasar kaca bagian depan dan samping. Mereka berteriak-teriak “Ganyang PKI!” dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Para peserta yang terjebak juga menyanyikan lagu Indonesia Raya. </p>
<p>Sekitar pukul 22.00 WIB Kepala Polisi Resort (Kapolres) Jakarta Pusat Kombes Suyudi Ario dan Komandan Distrik Militer (Dandim) Lt. Kol. Edwin Adrian masuk dan menawarkan mediasi antara peserta kegiatan dengan demonstran. Perwakilan peserta menolak karena situasi tidak kondusif. </p>
<p>Kapolres Suyudi kemudian menemui massa dan mengatakan bahwa tidak ada diskusi PKI. Kerumunan tampak sangat marah dan mengeluarkan bahasa kasar kepada Suyudi. </p>
<p>Beberapa peserta menderita <em>shock</em> dan menjadi sakit. Banyak yang datang ke LBH Jakarta untuk pertama kali untuk menikmati acara musik dan seni untuk demokrasi ini dan mengalami ketakutan. Beberapa ibu dan bapak yang sudah renta juga terjebak di dalam. </p>
<p>Peserta menyusun barikade kursi untuk menghalangi serpihan kaca akibat pelemparan batu oleh warga mengenai tubuh. Sesudah membubarkan massa, polisi memberikan jaminan akan ada mobil evakuasi untuk peserta yang sakit. Namun ketika hendak mengevakuasi tak terdapat mobil yang dijanjikan. Peserta harus menunggu sekitar 1 jam 30 menit untuk dievakuasi. Pada akhirnya peserta yang sakit diantar menggunakan mobil rekan-rekan yang datang menjemput peserta. </p>
<p>Berangsur-angsur peserta dievakuasi ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).</p>
<p>Mengapa ini terjadi? Saya kira ini disebabkan tersebarnya berita palsu mengenai tema acara kegiatan tersebut sebagai diskusi PKI. Berita palsu ini tersebar secara viral lewat saluran media sosial juga secara manual dari mulut ke mulut. Banyak provokasi yang disebar di grup-grup Whatsapp. Selain itu, ada psikologis kerumunan: karena ramainya warga di depan LBH Jakarta pengemudi kendaraan turun dan mengikuti aksi protes.</p>
<p>Selain itu, isu mengenai ancaman kebangkitan komunisme sering menjadi komoditas politik, terutama memasuki bulan September mendekati peringatan peristiwa Gerakan 30 September. Saya menduga ada pihak-pihak yang sengaja memancing kerusuhan ini. </p>
<p>Sebelum acara ini dilaksanakan, polisi melarang kegiatan seminar tentang Peristiwa 1965 dengan alasan ada ancaman dari kelompok massa yang tidak menyetujui tema seminar. Namun prinsip yang paling fundamental dari pengungkapan pelanggaran hak asasi manusia adalah pengungkapan kebenarannya sendiri. </p>
<p>Hanya ketika fakta terungkap secara jernih, baru masyarakat bisa membahasnya. Sayang, negara bukannya memberi jaminan dan hak atas rasa aman, polisi malah berdiri di satu sisi. </p>
<hr>
<h2>Sesuai tren</h2>
<p><strong>Herlambang Wiratraman, Direktur Pusat Kajian Hukum Hak Asasi Manusia, Universitas Airlangga</strong> </p>
<p>Pengepungan kantor LBH Jakarta merupakan persoalan yang sangat serius terkait dengan pelanggaran atas hak atas kebebasan berkumpul, mengemukakan pendapat dan berekspresi. </p>
<p>Namun, peristiwa ini tidak mengejutkan jika melihat perkembangan tiga tahun terakhir. Banyak pembubaran diskusi dengan dalih kegiatan dikaitkan dengan komunisme atau PKI. Pembubaran itu terjadi di berbagai kampus di Indonesia, seperti di Aceh, Medan, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, dan Surabaya. Dari pemantauan saya dari 49 diskusi publik yang dibubarkan sejak 2014, 37% dikaitkan dengan isu komunisme. Kasus semalam menambah daftar panjang pembubaran diskusi mengenai isu tragedi 65. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/hiruk-pikuk-bahaya-komunis-sampai-kapan-84658">Hiruk pikuk bahaya ‘Komunis’: sampai kapan</a></em></p>
<hr>
<p>Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye presidennya berjanji untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus 1965. Namun, janji tersebut belum bisa diwujudkan karena kuatnya mata rantai impunitas dalam sistem politik Indonesia. Adanya tokoh-tokoh yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat di dalam pemerintahan mengindikasikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia akan menjadi susah diselesaikan dalam konteks rezim hari ini. </p>
<p>Selain itu proses formal untuk penegakkan hukum melalui peradilan diamputasi. Investigasi Komnas HAM yang menemukan tentara bertanggung jawab terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan pada pasca-1 Oktober 1965 terhenti di Kejaksaan Agung dan pemerintah sejauh ini tidak memberikan jalan keluar untuk mengatasi terhentinya proses tersebut. </p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"909439689592991744"}"></div></p>
<h2>Pemanasan menuju 2019?</h2>
<p><strong>Dr. Najib Azca, pengajar Departemen Sosiologi dan Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian/Center for Security and Peace Studies Universitas Gadjah Mada</strong></p>
<p>Kejadian semalam bisa dibaca ada kaitannya dengan persiapan perhelatan politik 2019 dan merupakan kelanjutan dari repertoar “Aksi Bela Islam”. Ini merupakan geliat di kalangan kelompok Islam-politik yang masih cukup percaya diri pasca keberhasilan mobilisasi dalam Aksi Bela Islam.</p>
<p>Aksi kemarin bisa dianggap sebagai respons terhadap “geliat” di sisi seberang, di sisi orang-orang yang dianggap ada kaitan langsung atau pun tidak langsung dengan isu dan jejaring komunisme. Di kalangan Islam-politik, isu (anti) komunisme memang memiliki daya-pikat dan daya-gerak yang sangat kuat. </p>
<p>Di kalangan Islam-politik memang ada jejaring dan simpul yang tidak bisa diremehkan, yang memiliki kemampuan memobilisasi massa. Ini tak lepas dari pertumbuhan kelas menengah muslim secara signifikan dalam beberapa dasawarsa terakhir. Dengan “<em>framing</em>” yang tepat, kerumunan massa akan bergerak berduyun-duyun, melawan dan menentang apa yang dituding sebagai “musuh Islam”. </p>
<p>Saya kira inilah yang terjadi semalam. Dari berbagai grup sosial media yang saya ikuti, kelihatan betul bagaimana ancaman dan ketakutan itu dirawat di kalangan Islam-politik. Bahwa: “Islam di bawah ancaman”, “kekuatan komunis bangkit kembali”. Nah itu efektif sekali memantik emosi, membuat kerumunan massa bergerak kembali.</p>
<p>Bagi saya pribadi, isu kebangkitan komunisme itu mirip hantu siang bolong, ilusi yang hampa dan, bahkan, menggelikan. Tetapi ini laku keras, strategi <em>marketing</em> politik yang efektif, karena mampu menyentuh salah satu simpul saraf mobilisasi politik Islam. Efeknya dahsyat: orang rela untuk berkorban, untuk terlibat dalam suatu gerakan kolektif, demi membela dan memperjuangkan Islam</p>
<p>Isu komunisme memiliki irisan yang kuat antara gerakan Islam-politik dan tentara. Orde Baru, yang didominasi kekuatan politik Angkatan Darat, dibangun di atas pemberangusan komunisme yang oleh aktivis Islam diidentikkan dengan ateisme, sehingga konsekuensinya: komunisme harus diberangus. Nah irisan isu ini terus dirawat, dijaga hingga hari ini, dan berpotensi menjadi kekuatan mobilisasi yang dahsyat pada momen politik yang tepat.</p>
<p>Sentimen semacam ini didukung oleh tentara, khususnya kalangan tentara konservatif yang non-reformis, yang masih merindukan untuk kembali berpolitik. Lalu munculah imajinasi “koalisi hijau-hijau”: baju hijau tentara dan hijau simbol Islam.</p>
<p>Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo diduga mengolah simbolisme “hijau-hijau” ini dalam konstelasi politik sekarang—mirip yang terjadi pada saat Pilkada Jakarta (Februari 2017). Ia berselancar meniti gelombang pasang naik kelompok Islam-politik. Lawan politik Jokowi di Pilpres 2014, Prabowo Subianto, ketua umum Gerindra, juga acap dikenal sebagai sayap “tentara hijau”.</p>
<p>Jadi, dalam bacaan saya, ini terkait proses politik yang mengarah pada pertarungan politik pada tahun 2019—meski hingga saat ini lawan Jokowi belum jelas siapa, masih terus berproses. Tetapi minimal kekuatan alternatif itu sedang membangun poros, sumbu. </p>
<p>Kelompok Islam-politik secara umum saat ini kecewa berat kepada rezim pemerintahan sekarang. Muncul konstruksi di kalangan Islam-politik bahwa pemerintahan Jokowi dan Kepolisian Republik Indonesia melakukan persekusi terhadap ulama dan kelompok Islam. Ada tuduhan bahwa rezim sekarang ini anti Islam dan menjadi kekuatan yang mendukung bangkitnya komunisme. </p>
<p>Bagi mereka PKI tidak akan pernah mati, bahkan mengalami transformasi ke dalam berbagai lembaga. Salah satu yang kadang disebut sebagai “kendaraan” bagi bangkitnya PKI oleh kelompok Islam-politik adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Bahkan Jokowi pun dituduh terkait PKI oleh mereka.</p>
<p>Karena itulah ada tekanan politik besar kepada Jokowi dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menekan kelompok kiri; untuk membuktikan bahwa mereka “tidak pro-PKI”. </p>
<p>Secara tidak langsung, ini memiliki kaitan dengan kebijakan pemerintah Jokowi membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebenarnya gerakan Jokowi membubarkan HTI itu lebih merupakan kebijakan dan gerakan simbolik, karena disasar bukan HTI itu sendiri karena relatif kecil dan secara riil kurang berbahaya. </p>
<p>Namun dengan melarang kehadiran HTI Jokowi berusaha meraih dukungan dan simpati dari kalangan Islam moderat, kalangan nasionalis serta keluarga besar TNI yang bermotto “NKRI harga mati”. Memang banyak kelompok di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merasa terganggu dengan kiprah dan ulah HTI. Dalam isu ini jelas antara TNI dan NU seiring sejalan. </p>
<p>Konstelasi politik ini memang ruwet, cair, dengan pola relasi dan aliansi yang gampang berubah. Tetapi banyak kalangan yang tidak mampu melihatnya secara komprehensif.</p>
<p>Misalnya, saat pertarungan politik di Pilkada DKI, LBH Jakarta membuktikan diri sebagai lembaga yang kredibel dan imparsial yang teguh membela hak warga dan kebebasan sipil. Mereka mengritik keras kebijakan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal reklamasi dan penggusuran, tetapi juga membela Ahok saat dikenai pasal penistaan agama. Jadi LBH Jakarta jelas tidak bisa dikatakan sebagai representasi rezim Jokowi.</p>
<p>Tapi spektrum politik yang bernuansa semacam itu terlalu rumit bagi massa yang menggeruduk semalam; yang terbiasa melihat politik secara hitam putih. </p>
<p>Dinamika politik acap berubah cepat, bergerak licin atas dasar pergeseran kepentingan dan isu para elit, bukan atas dasar gagasan atau ide yang jernih dan kukuh. Itu tampak rumit bagi massa, apalagi yang gusar dan marah. Bagi mereka yang berwarna merah itu musuh dan ancaman politik, yang mengendap dari ingatan pedih masa lalu.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/84206/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Herlambang Wiratraman receives support from Asean University Network for Human Rights Education (AUN HRE) and Southeast Asian Human Rights Studies Network (SEAHRN).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Miko Susanto Ginting dan Najib Azca tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kami menghubungi beberapa akademisi untuk memberikan analisis mengenai pengepungan terhadap LBH Jakarta, Minggu 17 September 2017.Miko Susanto Ginting, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Herlambang P Wiratraman, Director at the Centre of Human Rights Law Studies, Universitas AirlanggaNajib Azca, Head of Center for Security and Peace Studies, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.