Menu Close

4 hal yang harus diperhatikan oleh perguruan tinggi saat ingin membuka kampus cabang di luar negeri

(Freepik/Rawpixel), CC BY

Praktik pembukaan kampus cabang di luar negeri telah dilakukan berbagai universitas dunia. Ini termasuk University of Nottingham dari Inggris (UK) melalui cabang di Malaysia dan Cina, hingga Monash University dari Australia yang belum lama ini hadir di Indonesia.

Pada Oktober 2022, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengumumkan bahwa mereka hendak menyusul langkah pembukaan cabang asing melalui kerjasama dengan Tongmyong University (TU) di Busan, Korea Selatan. Dilansir media, skema ini akan mengizinkan mahasiswa UMS kuliah dua tahun di Indonesia, dilanjutkan dua tahun di Korea.

Meski demikian, selama ini perguruan tinggi lain di Indonesia telah banyak melakukan program pertukaran serta program gelar ganda (double-degree/joint-degree) dengan universitas luar negeri.

Untuk benar-benar mendirikan hingga menjalankan kampus cabang fisik di luar negeri beserta seluruh aktivitasnya – layaknya kampus Nottingham di Semenyih, Malaysia atau kampus Monash di Tangerang, Indonesia – butuh persiapan dan perhitungan yang lebih matang lagi.

Walau cabang luar negeri bisa jadi tonggak pencapaian, perguruan tinggi harus hati-hati agar tak hanya mengejar keuntungan publisitas atau komersial belaka. Institusi pendidikan tinggi manapun yang punya aspirasi hadir di luar negeri perlu memperhatikan faktor-faktor keberhasilan kampus asing.


Read more: Apakah membuka pintu untuk universitas asing ide bagus bagi Indonesia?


Praktik pembukaan kampus cabang luar negeri

Praktik pendidikan tinggi lintas wilayah telah ada sejak 1551. Raja Spanyol, Charles V kala itu menandatangani dekrit kerajaan untuk mendirikan universitas di Benua Amerika, yaitu National University of San Marcos di Lima, Peru.

Sementara, literatur akademik mengakui kampus cabang luar negeri tertua saat ini adalah School of Advanced International Studies (SAIS) Bologna di Italia yang merupakan cabang dari SAIS John Hopkins University di AS.

Meningkatnya praktik pembukaan kampus asing secara global tidak lepas dari iklim kapitalisme akademik.

Riset tahun 2019 dari tim peneliti Spanyol menemukan alasan pembukaan kampus asing – baik dari sisi kampus asal maupun kampus cabang – utamanya adalah untuk mengejar prestise sebagai “perguruan tinggi kelas dunia”, serta membuka sumber pendapatan baru.

Beberapa akademisi juga berpendapat ledakan permintaan pendidikan tinggi di negara lain dapat mendorong perguruan tinggi untuk mendirikan kampus cabang asing – apalagi jika pasokan pendidikan tinggi di negara asal mereka melamban.

Pada 1990-an di Malaysia, misalnya, ada peningkatan jumlah kelompok usia populasi yang memenuhi syarat kuliah. Pada saat yang sama, pertumbuhan universitas domestik lambat karena keterbatasan anggaran pemerintah. Akibatnya, celah ini dipasok kampus cabang dari Inggris, AS, dan Australia.

Namun, profesor kebijakan pendidikan tinggi RMIT University Australia Gavin Moodie menjelaskan pembukaan kampus cabang luar negeri juga disertai risiko finansial dan reputasi.

Jarak yang jauh dengan kampus asal serta lingkungan asing dapat menjadi bumerang terhadap reputasi perguruan tinggi jika gagal memberikan kualitas yang sama, bahkan yang lebih baik, di negara tempat kampus cabang mereka.

Faktor kesuksesan upaya internasionalisasi

Penelitian tahun 2020 tentang 33 kampus cabang luar negeri di 76 negara menemukan selama 1948-2016, kesuksesan kampus cabang asing sangat bergantung pada situasi sosio-ekonomi dan tingkat permintaan pendidikan tinggi global.

Nigel Haeley, profesor pendidikan tinggi internasional di University of Limerick Irlandia mengidentifikasi beberapa kampus cabang yang berhasil. Di antaranya adalah Monash University di Malaysia, University of Nottingham di Malaysia dan Cina, serta Heriot-Watt University di Dubai.

Sebaliknya, beberapa kampus lain yang menurutnya tidak berhasil adalah University of New South Wales (UNSW) di Singapura dan George Mason University di Ras al-Khaimah, Uni Emirat Arab.

Haeley menyebutkan ciri umum keberhasilan universitas cabang luar negeri meliputi setidaknya empat hal:

1. Model bisnis yang jujur dan kritis

Mendirikan universitas asing seringkali berawal dari ambisi reputasi global. Namun, banyak yang gagal menerjemahkannya menjadi hal-hal teknis – seperti skema biaya kuliah yang tidak matang dan kegagalan memperkirakan jumlah mahasiswa pendaftar.

Kampus cabang Reading University di Malaysia, misalnya, nyaris tutup setelah hanya satu semester. Universitas asal minim pengalaman dengan lingkungan di Malaysia, sehingga melebih-lebihkan pendaftaran dan meremehkan dinamika lokal. Ditambah lagi, laporan menemukan akuntabilitas dan transparansi yang lemah atas perencanaan bisnis dan proyeksi keuangan mereka.

Sebaliknya, universitas dengan pengawasan eksternal yang ketat oleh lembaga atau perusahaan audit, biasanya mampu memasuki pasar luar negeri dengan pemahaman yang jauh lebih baik tentang risiko-risiko yang mungkin timbul.

2. Komitmen jangka panjang dan dukungan pimpinan

Universitas memiliki budaya dan identitas organisasi – dua hal yang butuh waktu untuk berkembang.

Sejak berdiri pada 1096, Oxford University konsisten berkomitmen untuk unggul di setiap bidang pengajaran dan penelitian. Meski punya sejarah sebagai universitas bagi bangsawan Inggris, Oxford modern telah menginisiasi transformasi jangka panjang untuk mewujudkan budaya yang lebih inklusif, misal dengan menerima mahasiswa dari berbagai latar belakang.

Universitas cabang luar negeri yang sukses memiliki tim manajemen di kampus asal yang berpikir secara jangka panjang dalam hitungan dekade, bukan tahunan.

3. Peran penting pemangku kepentingan

Salah satu sumber risiko terbesar untuk kampus cabang luar negeri adalah minimnya dukungan pemangku kepentingan.

Tanpa dukungan pemangku kepentingan yang besar dan bersifat lintas generasi – baik kebijakan lokal atau insentif finansial untuk mempertahankan keberlanjutan kampus asing – perubahan struktur pejabat kampus dapat dengan mudah menutup kampus cabang luar ngeri.

Ini terjadi dengan cabang UNSW Asia di Singapura yang ditutup oleh wakil rektor yang baru menjabat. UNSW Asia gagal mendapat paket dukungan pendanaan dari pemerintah Singapura untuk menyelamatkan kampus tersebut di tengah jumlah mahasiswa yang terlalu sedikit.

4. Penyelarasan tujuan universitas: riset dan pengajaran

Tujuan universitas tak lain adalah penciptaan pengetahuan baru (penelitian) dan transfer pengetahuan (pengajaran). Tanpa pengembangan keunggulan penelitian, kampus cabang luar negeri hanyalah unit komersialisasi kampus dengan kualitas seadanya untuk menghasilkan pendapatan dari mahasiswa asing.

University of Notthingham berhasil menciptakan pusat keunggulan penelitian di cabang Malaysia dan Cina, bahkan mendapatkan dukungan dana dari pemerintah negara tuan rumah.

Perguruan tinggi tersebut mewujudkan komitmen mereka terhadap penelitian – misalnya dengan merekrut staf unggul, membentuk komite penelitian kampus, berinvestasi dalam administrasi penelitian untuk mendukung staf melalui hibah, serta mendorong kunjungan dan konferensi akademik.

Membangun mutu dan keunggulan

Sebenarnya, suatu perguruan tinggi lebih mudah mendapatkan mahasiswa secara domestik, ketimbang bersaing dengan universitas di luar negeri untuk mendapatkan mahasiswa di negara tersebut.

Ditambah lagi, saat ini universitas-universitas di Indonesia tidak hanya bersaing dengan sesama kampus dalam negeri. Sejak 2018, mereka bersaing dengan Monash University yang buka cabang di Indonesia.

Sebelum berbondong-bondong mengikuti tren pembukaan kampus asing, perguruan tinggi Indonesia perlu fokus untuk membangun mutu, keunggulan, serta program studi yang unik untuk menarik mahasiswa asing ke Indonesia.

Dengan begitu, reputasi kampus akan mulai terbangun di kalangan publik internasional. Nantinya, ini bisa memunculkan permintaan pembukaan kampus cabang di luar negeri – layaknya yang terjadi di Malaysia pada akhir 1990-an dan awal 2000-an.

Para perguruan tinggi bisa melakukan ini dengan membangun keunggulan penelitian yang khas. Memanfaatkan faktor demografi yakni berada di negara dengan populasi Muslim terbesar, misalnya, Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), berupaya memikat atensi akademik global dengan menggunakan daya tarik kajian Islam wasatiyyah (Islam moderat khas Indonesia).

Perguruan tinggi juga perlu melakukan kajian kelayakan (feasibility) yang komprehensif untuk memahami dan mengantisipasi potensi risiko dari pembukaan universitas cabang di negara yang mereka sasar, agar tidak berakhir ditutup.

Langkah-langkah ini penting agar agar kampus Indonesia tak terjebak euforia publisitas dan mencari pemasukan dari mahasiswa luar negeri belaka, namun benar-benar merasakan manfaatnya sesuai tujuan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now