Menu Close
Melitas/shutterstock.

Bagaimana mengintegrasikan ‘Gender Equality and Social Inclusion’ (GESI) di sekolah?

Ketidaksetaraan sosial, baik berdasarkan jenis kelamin, etnisitas, orientasi seksual, atau disabilitas, memiliki dampak serius terhadap pembangunan berkelanjutan karena masyarakat yang tidak inklusif rentan terhadap konflik, ketidakstabilan, dan ketidakadilan.

Kesetaraan gender, contohnya, masih menjadi isu utama di berbagai lapisan masyarakat. Ketidaksetaraan gender masih terlihat dalam bidang pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan sehari-hari. Hingga saat ini, akses dan partisipasi di dunia usaha dan industri masih didominasi oleh laki-laki terutama di bidang sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM).

Perempuan juga masih terbatas dalam menentukan pilihan kariernya. Di bidang pendidikan, kesetaraan akses dan partisipasi perempuan di daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar), istilah untuk menyebut wilayah Indonesia dengan kondisi geografis terpencil dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, masih rendah.

Selain itu, kekerasan berbasis gender yang mayoritas korbannya adalah perempuan masih banyak terjadi. Bahkan, di wilayah 3T, akses perempuan terhadap layanan kesehatan reproduksi dan prakelahiran masih terbatas. Isu kesehatan mental pada perempuan juga masih banyak ditemukan.

GESI untuk kesetaraan

Pendidikan berperan penting dalam mencapai kesetaraan gender dan inklusi sosial. Hal ini tercermin dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Pemerintah, dengan dasar hukum ini, menetapkan landasan bagi sistem pendidikan yang inklusif, menjamin hak dan kesempatan yang sama dalam pendidikan berkualitas bagi semua warga negara, tanpa memandang jenis kelamin.

Gender Equality and Social Inclusion (GESI) merupakan sebuah konsep yang menjadi fokus utama dalam pembangunan sosial dan ekonomi global.

GESI bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan inklusif, yang di dalamnya, setiap individu memiliki akses setara terhadap sumber daya, peluang, dan keputusan. GESI tidak hanya sebatas pada kesetaraan gender tetapi juga mencakup berbagai dimensi keberagaman untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan seimbang.

Inklusi sosial sendiri merupakan perluasan konsep gender yang semakin terbuka, dengan fokus pada usaha untuk meningkatkan martabat dan kemandirian individu sebagai kunci utama menuju pencapaian kualitas hidup yang optimal. GESI menjadi role model dalam menanggulangi kesenjangan dan kerentanan sosial.

Integrasi GESI dengan kurikulum berbasis lingkungan

Selain GESI, pemerintah juga memiliki program Adiwiyata, atau yang lebih dikenal sebagai Green School.

Secara internasional, program ini merupakan inisiatif berupa penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran lingkungan di kalangan siswa. Tujuannya adalah agar setiap anggota komunitas sekolah - termasuk siswa, guru, staf, karyawan, unsur pimpinan sekolah, dan bahkan orang tua siswa - dapat aktif berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan, menciptakan lingkungan yang sehat, dan menghindari dampak negatif terhadap ekosistem.

Salah satu ‘green school’ di Bali yang mempromosikan konsep ramah lingkungan ke siswanya. Paul prescott/shutterstock.

Sekolah Adiwiyata tidak secara eksplisit dirancang sebagai program berbasis GESI. Namun, hasil penelitian kami membuktikan bahwa sekolah yang berstatus Adiwiyata lebih peduli terhadap pembentukan karakter siswa melalui nilai-nilai seperti kepedulian, tanggung jawab, dan kerja sama.

Hasil penelitian yang dilakukan di Provinsi Kepulauan Riau tersebut juga menunjukkan bahwa program sekolah Adiwiyata muncul sebagai tanggapan atas kebutuhan mendesak untuk menciptakan generasi yang peduli lingkungan dan memiliki kesadaran akan dampak perilaku mereka terhadap bumi. Pelaksanaan program ini tidak hanya berhenti pada pengelolaan sampah atau penanaman pohon, tetapi merambah ke seluruh spektrum inti pendidikan, dari kurikulum pembelajaran hingga partisipasi aktif warga sekolah.

Integrasi GESI dalam kurikulum sekolah, semestinya bersifat terbuka dan inklusif. Apa saja yang diperlukan untuk memastikan integrasi ini terjadi?

1. Keterlibatan

Implementasi GESI di sekolah-sekolah dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh warga sekolah ketika menyusun dan mengembangkan peraturan serta pedoman praktik untuk menciptakan lingkungan sekolah yang ramah GESI. Keterlibatan warga sekolah termasuk komite sekolah, guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah.

Pelibatan warga sekolah ini bukan hanya semata-mata untuk memastikan berjalannya aturan. Melainkan juga untuk membangun kesadaran bersama dalam menciptakan warga sekolah yang berorientasi GESI.

2. Sosialisasi dan pelatihan

Sekolah juga perlu melakukan sosialisasi dan pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya GESI. Sosialisasi ini sebagai bentuk transfer ilmu pengetahuan antar warga sekolah.

Kemudian, sekolah juga perlu melakukan pelatihan berkala untuk menumbuhkan pemahaman konsep serta praktik GESI di sekolah.

3. Fasilitas ramah GESI

Sekolah wajib menyediakan akses fasilitas yang ramah GESI, seperti fasilitas sanitasi yang layak dan aman untuk semua gender serta penyandang disabilitas. Fasilitas ramah GESI ini untuk memastikan bahwa sekolah-sekolah sudah terintegrasi dengan kurikulum berbasis GESI. Hal ini sekaligus merupakan aplikasi dari peraturan mengenai pengarusutamaan gender pada satuan pendidikan.

4. Kolaborasi

Sekolah juga perlu membangun kolaborasi dengan organisasi dan kelompok masyarakat untuk mendukung GESI di sekolah. Peraturan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan sebaiknya tidak hanya diwujudkan dalam tataran formalitas seperti membentuk satuan tugas. Sekolah juga memerlukan kegiatan-kegiatan yang berdampak luas untuk membangun kesadaran bersama dalam mencegah kekerasan berbasis gender di lingkungan sekolah.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now