Menu Close

Bahayanya kombucha, kimchi, yogurt, dan makanan fermentasi lainnya

bahaya makanan fermentasi
Makanan fermentasi disebut-sebut menyehatkan tubuh. Benarkah demikian?

Makanan fermentasi telah menjadi sangat populer, berkat klaim yang membahas kandungan nutrisinya dan manfaat kesehatan yang dilaporkan, seperti meningkatkan pencernaan, meningkatkan kekebalan tubuh dan bahkan membantu orang menurunkan berat badan. Beberapa makanan fermentasi yang paling populer termasuk kefir, kombucha, asinan kubis, tempe, natto, miso, kimchi, dan roti sourdough.

Namun, meskipun makanan fermentasi ini mungkin menawarkan banyak manfaat kesehatan, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa makanan ini tidak cocok untuk semua orang. Bagi sebagian orang, makanan fermentasi dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

Makanan fermentasi mengandung mikroorganisme seperti bakteri hidup dan ragi (dikenal sebagai probiotik). Namun, tidak semua mikroorganisme itu buruk. Banyak, probiotik yang tidak berbahaya dan bahkan bermanfaat bagi kita.

Selama proses fermentasi, probiotik mengubah karbohidrat pati dan gula menjadi alkohol dan/atau asam. Hal ini bertindak sebagai pengawet alami dan memberikan makanan fermentasi dengan rasa dan aroma yang khas. Banyak faktor yang mempengaruhi fermentasi, termasuk jenis probiotik, metabolit utama yang dihasilkan mikroba ini (seperti asam laktat, atau asam amino tertentu), dan makanan yang mengalami fermentasi. Sebagai contoh, yogurt probiotik diproduksi dengan memfermentasi susu, biasanya dengan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat.

Makanan fermentasi mengandung probiotik dalam jumlah tinggi, yang biasanya dianggap aman bagi sebagian besar orang. Faktanya, mereka telah terbukti memiliki aktivitas anti-oksidan, anti-mikroba, anti-jamur, anti-inflamasi, anti-diabetes, dan anti-aterosklerosis. Namun, beberapa orang mungkin mengalami efek samping yang parah setelah mengonsumsi makanan fermentasi. Apa saja efek samping itu?

1. Kembung

Reaksi yang paling umum terhadap makanan fermentasi adalah peningkatan gas dan kembung sementara. Ini adalah hasil dari kelebihan gas yang dihasilkan setelah probiotik membunuh bakteri dan jamur usus yang berbahaya. Probiotik mengeluarkan peptida antimikroba yang membunuh organisme patogen berbahaya seperti Salmonella dan E. Coli.

Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan efek antimikroba dari strain Lactobacilli probiotik yang ditemukan dalam yogurt komersial. Meskipun kembung setelah makan probiotik tampaknya merupakan pertanda baik bahwa bakteri berbahaya sedang dikeluarkan dari usus, beberapa orang mungkin mengalami kembung yang parah, yang bisa sangat menyakitkan.

Minum terlalu banyak kombucha juga dapat menyebabkan asupan gula dan kalori berlebih, yang juga dapat menyebabkan kembung dan gas.

2. Sakit kepala and migrain

Makanan fermentasi yang kaya akan probiotik - termasuk yogurt, asinan kubis, dan kimchi - secara alami mengandung amina biogenik yang diproduksi selama fermentasi. Amina dibuat oleh bakteri tertentu untuk memecah asam amino dalam makanan yang difermentasi. Jenis yang paling umum ditemukan dalam makanan kaya probiotik adalah histamin dan tyramine.

Beberapa orang sensitif terhadap histamin dan amina lainnya, dan mungkin mengalami sakit kepala setelah makan makanan fermentasi. Karena amina merangsang sistem saraf pusat, mereka dapat meningkatkan atau menurunkan aliran darah yang dapat memicu sakit kepala dan migrain. Satu studi menemukan bahwa diet rendah histamin mengurangi sakit kepala pada 75% partisipan. Oleh karena itu, mengonsumsi suplemen probiotik mungkin lebih disukai.

3. Intoleransi histamin

Histamin banyak ditemukan pada makanan yang difermentasi. Bagi sebagian besar orang, enzim spesifik tubuh kita secara alami akan mencernanya. Namun, beberapa orang tidak memproduksi cukup enzim ini. Ini berarti histamin tidak akan dicerna dan malah akan diserap ke dalam aliran darah.

Hal ini dapat menyebabkan berbagai gejala intoleransi histamin. Yang paling umum adalah gatal-gatal, sakit kepala atau migrain, pilek (rinitis), kemerahan pada mata, kelelahan, gatal-gatal, dan gejala pencernaan termasuk diare, mual, dan muntah.

Namun, intoleransi histamin juga dapat menyebabkan gejala yang lebih parah, termasuk asma, tekanan darah rendah, denyut jantung tidak teratur, peredaran darah tidak lancar, perubahan psikologis yang tiba-tiba (seperti kecemasan, agresivitas, pusing, dan kurang konsentrasi) dan gangguan tidur.

4. Penyakit yang ditularkan melalui makanan

Meskipun sebagian besar makanan fermentasi aman, masih ada kemungkinan makanan tersebut terkontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Pada tahun 2012, terjadi wabah 89 kasus Salmonella di Amerika Serikat yang disebabkan oleh tempe yang tidak dipasteurisasi.

Dua wabah besar Escherichia coli, dilaporkan terjadi di sekolah-sekolah Korea Selatan pada tahun 2013 dan 2014. Mereka dikaitkan dengan makan kimchi sayuran fermentasi yang terkontaminasi.

Dalam banyak kasus, probiotik yang ditemukan dalam produk susu fermentasi seperti keju, yogurt, dan susu mentega dapat secara efektif mencegah pertumbuhan bakteri tertentu, seperti Staphylococcus aureus dan Staphylococcal enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Namun dalam beberapa kasus, probiotik gagal dan bakteri justru dapat mengeluarkan racun, sehingga produk tersebut mungkin berbahaya.

salah satu bahaya makanan fermentasi adalah bisa menularkan penyakit
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi kulit dan pernapasan, serta keracunan makanan. Kateryna Kon/Shutterstock

5. Infeksi dari probiotik

Probiotik pada umumnya aman bagi sebagian besar orang. Namun, dalam kasus yang jarang terjadi, mereka dapat menyebabkan infeksi - terutama pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang buruk.

Sebuah penelitian di London, Inggris, melaporkan kasus pertama pasien diabetes berusia 65 tahun yang mengalami abses hati yang disebabkan oleh konsumsi probiotik. Pasien yang rentan, seperti mereka yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah, harus disarankan untuk tidak mengonsumsi terlalu banyak probiotik.

Pengobatan dengan probiotik dapat menyebabkan infeksi serius, seperti pneumonia pada orang yang rentan dan infeksi sistemik, termasuk sepsis dan endokarditis.

6. Resistensi antibiotik

Bakteri probiotik dapat membawa gen yang memberikan resistensi terhadap antibiotik. Gen-gen resistensi antibiotik ini dapat berpindah ke bakteri lain yang ditemukan dalam rantai makanan dan saluran pencernaan melalui transfer gen horizontal. Gen resistensi antibiotik yang paling umum dibawa oleh makanan fermentasi adalah terhadap eritromisin dan tetrasiklin, yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernapasan dan beberapa penyakit menular seksual.

Para peneliti menemukan strain probiotik yang resisten dalam suplemen makanan yang tersedia secara komersial, yang dapat berarti resisten terhadap beberapa jenis antibiotik yang umum digunakan untuk mengobati infeksi bakteri serius.

Penelitian juga menemukan enam jenis probiotik Bacillus yang ditemukan dalam produk makanan (termasuk kimchi, yogurt, dan buah zaitun) juga resisten terhadap beberapa antibiotik).

Dan, sebuah penelitian di Malaysia baru-baru ini menunjukkan probiotik bakteri Lactobacillus dalam kefir membawa resistensi terhadap berbagai antibiotik termasuk ampisilin, penisilin, dan tetrasiklin. Antibiotik ini digunakan untuk mengobati penyakit serius pada manusia termasuk infeksi kandung kemih, pneumonia, gonore, dan meningitis.

Penelitian lain juga menunjukkan bakteri asam laktat yang ditemukan dalam produk susu Turki resisten terhadap antibiotik vankomisin, yang merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi MRSA.

Meskipun ada berbagai macam manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari mengonsumsi makanan fermentasi, hal ini mungkin tidak berlaku untuk semua orang. Meskipun kebanyakan orang akan baik-baik saja mengonsumsi makanan fermentasi, namun bagi sebagian orang, makanan ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.


Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now