Menu Close

Belajar dari Pemilu Thailand: bagaimana partai anak muda mengalahkan partai militer dan konservatif

Ketua Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat, di Bangkok, Thailand. Brickinfo Media/Shutterstock

Thailand baru saja melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih anggota parlemen (Lower House), atau dalam bahasa Thailand disebut So So, pada 14 Mei 2023.

Pemilu kali ini menandai langkah awal politik baru Thailand, dengan Partai Move Forward (MFP), yang kerap dijuluki partai anak muda, berhasil memperoleh suara terbanyak.

Di tengah dominasi kekuasaan militer dan partai-partai konservatif, MFP yang dipimpin oleh Pita Limjaroenrat, politikus muda usia 42 tahun, ini berhasil mendapatkan 152 dari 500 kursi parlemen yang diperebutkan.

MFP mengungguli partai-partai lama yang mendominasi berbagai hasil survei sebelum Pemilu, termasuk Partai Pheu Thai yang dipimpin oleh Paetongtarn Shinawatra, anak kandung dari konglomerat dan mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra, yang memperoleh 141 kursi.

Partai Palang Pracharath yang mengusung Prawit Wongsuwan (Wakil Perdana Menteri aktif) memperoleh 41 kursi, sementara Partai United Thai Nation yang dipimpin oleh Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-Ocha hanya memperoleh 36 kursi.

Hampir satu dekade Thailand berada di bawah pemerintahan militer. Kehadiran Pita dan MFP menjadi asa baru bagi masyarakat Thailand yang sebelumnya merasa terkungkung akibat pemerintahan yang otokratis (gaya kepemimpinan di mana pemimpin sepenuhnya memegang kendali atas segala pengambilan keputusan) dan terlalu dekat dengan monarki.

Figur muda dan sikap antimiliter: kunci kemenangan Move Forward

Meskipun baru terbentuk secara resmi tahun 2020, MFP sebetulnya bukan partai baru. Sebelumnya partai ini bernama Partai Future Forward, dibentuk pada Maret 2018 dan dipimpin oleh politikus Thanatorn Juangroongruangkit.

Mahkamah Konstitusi Thailand membubarkan MFP pada Februari 2020 karena adanya pendapatan ilegal yang masuk ke partai ini yang bersumber dari peminjaman dana pribadi ketua partai. Setelah dibubarkan, Partai Future Forward bertransformasi menjadi Partai Move Forward alias MFP dengan anggota, program-program dan identitas partai yang sama, bedanya hanya pada sosok pemimpinnya.

Pemilu 2023 menjadi pemilu pertama bagi MFP. Sebagai partai muda, MFP tampak sangat memahami mesin partai harus bekerja lebih keras dari partai-partai lain yang lebih berpengalaman dan menggunakan strategi yang tidak hanya dapat menembus pemilih tapi juga dapat merebut pemilih-pemilih dari partai lain.

Strategi politik yang dilakukan MFP termasuk mengimprovisasi apa yang sudah dilakukan lawan, menunjukkan apa-apa saja yang belum dilakukan oleh lawan, lalu tampil sebagai antitesis atau pembeda dari lawan, serta mendorong terciptanya perubahan-perubahan. Strategi politik semacam ini dipromosikan oleh salah satu pemikir politik Peter Schroder, yang ia sebut sebagai strategi ofensif.

Melalui figur dan program-program yang mereka tawarkan, nyatanya MFP telah berhasil menggebrak pemilu Thailand dengan strategi ofensif itu. Dengan bermodalkan kecakapan berbicara, wajah yang rupawan, pendidikan yang mumpuni dan syarat akan pengalaman politik, Pita Limjaroenrat kemudian dikenal sebagai politikus muda yang progresif dan antitesis dari para politikus senior konservatif yang hanya mementingkan kekuasaan atau status quo mereka.

sisi progresif Pita terlihat dari ide-idenya tentang penghapusan diskriminasi dan dukungan pernikahan bagi kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ) di Thailand, mengakhiri wajib militer, pengentasan monopoli bisnis serta merombak sistem pendidikan menjadi lebih relevan.

Mengusung Pita sebagai figur utama partai adalah langkah cerdas yang dilakukan oleh MFP, terutama dalam hal menarik pemilih pemula.

Selain sosok, program juga menjadi nilai jual lain bagi MFP. Ekonomi, infrastruktur dan demokrasi menjadi fokus utama program-program yang mereka tawarkan.

Dalam bidang ekonomi, MFP menawarkan penurunan tagihan listrik, kenaikan upah mulai dari 450 Bath (Rp 189.372) per tahun, tunjangan masyarakat – anak-anak 1.200 Bath (Rp 504.993) per bulan dan dewasa 3.000 Bath (Rp 1.262.483) per bulan – legalisasi kasino dan judi online serta janji akan membuka 1.000.000 lapangan pekerjaan. Dalam bidang infrastruktur, MFP berjanji menyediakan bus listrik di setiap provinsi dan membatasi emisi gas rumah kaca.

Nilai jual yang paling berbeda terletak pada janji demokrasi yang ditawarkan MFP, yaitu pemerintahan yang transparan, pemilihan gubernur di setiap provinsi, penghapusan wajib militer dan jaminan tidak ada lagi kontrol militer dalam perpolitikan Thailand.

Jika dibandingkan dengan partai-partai lain, program-program MFP jelas lebih terukur dan ramah bagi pemilih pemula.

Selain itu, MFP berhasil menangkap keresahan masyarakat, khususnya kaum pelajar, yang sudah jenuh dengan kepemimpinan militer dan menginginkan demokrasi yang sesungguhnya. Melalui program “Say No to 3P” atau anti Pom-Prawit, Pok-anuphong, Paryuth – tiga figur yang dapat dikatakan sebagai representasi militer dan telah berkuasa hampir satu dekade lamanya.

Tidak hanya itu, MFP menjadi satu-satunya partai yang menjanjikan revisi Undang-Undang Lese Majeste, atau lebih dikenal dengan Undang-Undang 112, yang selama ini dianggap sebagai alat untuk membungkam dan merampas kebebasan berbicara rakyat Thailand.

Dengan program-program tersebut, MFP berhasil menjadi pembeda dengan menciptakan “musuh bersama”, yaitu kepemimpinan militer. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki sikap yang jelas sebagai partai pro demokrasi dan antimiliterisme.

Tantangan Pita menjadi Perdana Menteri

Meskipun mendapatkan perolehan kursi terbanyak, upaya MFP untuk mengantarkan Pita menjadi Perdana Menteri tidak akan mudah. Tantangan berikutnya untuk MFP adalah harus memenuhi suara mayoritas (50+1) parlemen, baik suara Parlemen (Lower House) yang berjumlah 500 anggota maupun Senat (Upper House) yang, sejak diberlakukannya konstitusi 2017, berjumlah 250 anggota yang ditunjuk oleh militer.

Total dukungan yang harus MFP dapatkan minimal adalah 376 kursi. Mereka sudah mengamankan 152 kursi, sehingga hanya perlu berkoalisi dengan partai lain atau dengan senat untuk mengumpulkan 224 kursi lainnya. Namun, ini akan sulit bagi MFP karena untuk mendapatkan dukungan dari senat, mereka harus berkoalisi dengan orang-orang militer.

Terlepas terpilihnya atau tidak Pita sebagai Perdana Menteri, dambaan akan adanya pemimpin muda yang akan membatasi ruang gerak monarki dan aktivitas militer dalam politik telah Thailand dapatkan.

Pelajaran untuk Indonesia

Kemenangan MFP pada pemilu pertamanya menjadi tamparan keras bagi partai-partai politik, khususnya partai-partai baru, di Indonesia.

Partai bisa mulai meniru strategi yang dilakukan MFP, yakni “menjual” figur yang tidak hanya muda tapi juga memiliki integritas, kepekaan terhadap persoalan masyarakat dan mengerti bagaimana menyelesaikannya. Partai, dengan apa pun programnya, harus muncul sebagai pembaharu dan pembeda.

Di Indonesia, masih sulit untuk menemukan politikus atau partai dengan haluan progresif yang siap membawa perubahan besar bagi bangsa dan negara. Banyak anak muda yang masuk partai politik justru terjebak dengan tradisi-tradisi lama – korupsi dan mental asal bapak senang.

Jangankan berharap untuk menjadi vis-a-vis penguasa, yang dipertontonkan justru banyak partai atau politikus berlomba-lomba untuk menjadi orang terdekat dari penguasa demi mendapatkan posisi aman bagi dirinya.

Kemenangan Partai Move Forward dalam pemilu Thailand harus menjadi suatu pembelajaran dan pemicu untuk menciptakan era anak muda yang dengan ide-ide progresifnya dapat mengambil alih perpolitikan Indonesia.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now