Menu Close
Jaksa Agung Mark Dreyfus
Joel Carrett/AAP

Bendera ISIS ‘membajak’ kalimat suci Islam, tapi melarangnya dapat menimbulkan ketidakadilan bagi umat Muslim

Pemerintah Australia dikhawatirkan akan membuat komunitas Islam menjadi sasaran kriminalisasi, menyusul diajukannya usulan legislasi yang bersifat karet.

Parlemen Australia baru saja mendapatkan usulan rancangan undang-undang (RUU) baru yang melarang tampilan “simbol-simbol terlarang” di depan umum. Ini termasuk dua simbol Nazi dan bendera ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah).

RUU ini awalnya diajukan guna melarang simbol Nazi Hakenkreuz (swastika), karena Australia tengah menghadapi peningkatan aktivitas Neo-Nazi. Kelompok Neo-Nazi semakin menjadi ancaman karena mereka mencoba merekrut anggota baru dan sudah semakin berani menunjukkan diri di depan publik, menurut Direktur Jenderal Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) Mike Burgess.

Rancangan awal RUU tersebut tidak memuat apa pun tentang bendera ISIS. Jaksa Agung Mark Dreyfus kemudian menambahkannya. Ia mengatakan bendera ISIS melambangkan “tindakan menjijikkan yang dilakukan oleh salah satu organisasi teroris paling mematikan dan paling aktif di dunia”.

Menurut draft RUU terbaru, bendera ISIS akan menjadi simbol terlarang. Apa pun yang “sangat mirip” dengan bendera ISIS, dan “kemungkinan besar dapat disalahartikan sebagai” bendera ISIS, juga akan dilarang.

RUU tersebut kemudian merinci apa yang dimaksud dengan menunjukkan diri di muka umum: “jika dapat dilihat oleh masyarakat yang berada di tempat umum”.

Ini dapat mencakup dokumen seperti koran atau majalah, intinya adalah semua bagian tempat umum di mana “simbol” yang dimaksud dapat dilihat.

Namun, yang jadi masalah adalah bendera ISIS memuat – dalam hal ini membajak – kata-kata yang sakral bagi seluruh umat Islam. Larangan bagi bendera ISIS kemungkinan besar akan menciptakan lebih banyak masalah daripada menyelesaikannya – dan sebaiknya dihapus dari RUU ini. Atau paling tidak, ketentuan tersebut harus ditunda pembahasannya sampai ada data yang kuat yang membuktikan bahwa penggunaannya bermasalah.

Sudah ada beberapa reaksi keras terhadap rincian kalimat dalam ketentuan itu. Menanggapi hal ini, Dreyfus mengatakan bahwa pemerintah Partai Buruh akan mencatat kekhawatiran tersebut dan bahwa masih ada kemungkinan perubahan akhir pada kata-kata tersebut, meskipun masih harus dilihat lagi bagaimana bentuknya.

RUU tersebut sekarang akan dibahas oleh komite parlemen.

Apa yang ada di bendera ISIS?

Bendera ISIS mengandung sebuah tulisan yang sangat penting bagi umat Islam, yakni “Tidak ada Tuhan selain Allah” dalam bahasa Arab, yang merupakan prinsip dasar Islam. Ini adalah akidah Islam. Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh umat Islam setidaknya sekali seumur hidup mereka, sementara sebagian besar umat Islam akan mengulanginya beberapa kali dalam sehari.

Tulisan dalam lingkaran putih pada bendera tersebut berbunyi “Allah, Rasul, Muhammad”. Diyakini bahwa ini merupakan stempel yang digunakan oleh Nabi Muhammad untuk menyegel surat-surat yang dikirimkan kepada para pejabat. Secara historis, menyegel surat dengan cara seperti itu adalah hal yang umum.

Semua umat Islam menggunakan kata-kata yang terdapat pada bendera ISIS itu. ISIS mengadopsi tulisan itu di bendera mereka untuk mengklaim bahwa mereka bertindak atas nama Tuhan dan mengikuti cara Nabi Muhammad.

Dengan pendekatan seperti itu, para teroris mengklaim legitimasi - ini artinya mereka “membajak” Islam.

Saudi Arabia flag
Kalimat syahadat juga ada di bendera Arab Saudi: La ‘ilaha 'illa-llah ('tidak ada Tuhan selain Allah’), muhammadun rasūlu-llāh (‘Muhammad adalah utusan Allah’). Shutterstock

Kebingungan dan kecurigaan yang tidak perlu

Melarang bendera ISIS atau apa pun yang “hampir menyerupai” bendera tersebut berpotensi menimbulkan banyak masalah dan kebingungan dalam kehidupan sehari-hari bagi umat Islam - kelompok agama yang telah mengalami begitu banyak penderitaan akibat Islamofobia.

Banyak umat Islam yang memajang kalimat syahadat dalam bahasa Arab di dalam rumah mereka, sebagai stiker di mobil, di masjid, atau sebagai karya seni dalam berbagai bentuk. Baru minggu lalu, saya mengendarai mobil dengan tulisan syahadat yang besar dan tebal di kaca belakangnya.

Bahkan bendera Saudi memiliki tulisan syahadat Islam, meskipun dengan latar belakang hijau, tapi kata-katanya sama persis dengan yang ada di bendera ISIS.

Seorang penegak hukum, politikus, atau orang awam mungkin tidak mengetahui perbedaan yang mencolok antara bendera ISIS dan penggunaan kalimat syahadat oleh umat Islam dalam kehidupan pribadi mereka. Hal ini nantinya dapat menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu atau bahkan penangkapan semena-mena.

Bagi umat Islam dan mereka yang memahami Islam, kalimat syahadat telah dibajak oleh organisasi teroris. Maksud dari larangan dalam RUU tersebut mungkin baik, namun implementasinya akan menciptakan lebih banyak masalah daripada menyelesaikannya.

Kalimat dalam RUU yang diusulkan ini bahkan dapat memperkuat narasi ISIS, bahwa “umat Islam dan identitas Islam sedang diserang oleh negara-negara Barat”.

Terlebih lagi, dampak ISIS telah berkurang secara signifikan - tidak lagi menjadi ancaman seperti pada tahun 2014 dan 2019.

Data Kepolisian New South Wales, Australia, menunjukkan bahwa pengibaran bendera ISIS di depan umum telah menurun drastis sejak puncaknya pada tahun 2015. Jadi, tidak perlu untuk melarang bendera organisasi yang telah melemah.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now