Menu Close

Data Bicara: 30 tahun restorasi karang Indonesia, proyeknya menggeliat tapi macet di pemantauan

Selain menjadi salah satu negara dengan ekosistem karang terkaya di dunia, Indonesia juga menjadi ‘raja’ proyek restorasi karang.

Penelitian terbaru oleh Tries Blandine Razak, periset terumbu karang dari Institut Pertanian Bogor, merekam ada sekitar 533 proyek restorasi karang Indonesia selama 1990-2020 yang tersebar di 29 provinsi. Beberapa proyek bahkan terdiri dari dua aktivitas restorasi di titik yang berbeda, maupun menggunakan metode yang tak sama.

Meski tersebar, ratusan proyek ini tidak merata. Banyak proyek yang dilakukan di kawasan Jawa dan Bali.

Tries mengemukakan bahwa selama sepuluh tahun belakangan, terjadi boom (kenaikan besar) dalam jumlah restorasi karang Indonesia. Ada sekitar 388 proyek restorasi yang dilakukan di berbagai daerah pada waktu tersebut.

Geliat ini bahkan bertahan saat pandemi. Muaranya adalah kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang menggelar restorasi karang besar-besaran di Bali sebagai bagian dari pemulihan ekonomi nasional.

Bukan cuma perkara proyek, jumlah karang yang ditanam juga semakin banyak. Selama 1990-2010, hanya ada 10 ribu karang yang ditanam di terumbu buatan. Jika dibandingkan dengan periode 2010-2020, angka tersebut bisa dicapai hanya dengan sembilan proyek saja.

Di Indonesia, aktivitas restorasi karang didominasi oleh pemerintah (245 proyek). Sisanya merupakan inisiatif pihak swasta, perguruan tinggi, maupun institusi nirlaba.

Menurut Tries, keberagaman penyelenggara ini merupakan salah satu kelebihan di Indonesia. Dia juga menemukan kolaborasi antarpihak –- termasuk juga masyarakat sekitar –- sangat umum terjadi dalam proyek restorasi karang di tanah air.

Namun, ini bisa menjadi titik lemah tatkala tak ada sistem yang terpadu untuk mengharmoniskan inisiatif restorasi karang dari para penyelenggara.

Keberagaman juga mencakup material terumbu yang digunakan. Di Indonesia, restorasi acap menggunakan terumbu buatan yang ditempeli dengan potongan-potongan karang.

Sejak dekade 1990-an, material beton dan ban bekas populer dipakai sebagai terumbu buatan. Namun pada 2009, material ban bekas kian jarang dipakai, digantikan oleh struktur baja berbentuk segi enam.

“Tren material ini terinspirasi dari kesuksesan proyek Mars Assisted Reef Restoration System (MARRS) di Sulawesi Selatan,” tutur Tries.

Lemahnya pemantauan

Meski jumlahnya terus bertumbuh seiring waktu, kesuksesan program restorasi karang di Indonesia sulit diukur. Dalam telaahnya, Tries mendapati 84% proyek restorasi karang di tanah air tidak memuat aktivitas pemantauan sebagai bagian dari kegiatan. Mayoritas hanyalah program sekali jalan.

Bukan hanya itu, sekalipun ada pemantauan, parameter untuk pengukuran kemajuannya tidak memadai dan tak mendetail. Misalnya, sebagian besar hanya mengukur tingkat ketahanan hidup (survivability) karang yang telah ditempel dan pertumbuhan komunitas karangnya.

Padahal, Tries mengatakan restorasi karang semestinya bertujuan untuk memulihkan ekosistem karang. Sehingga, pemantauan kesuksesan proyek semestinya turut mengukur indikator ekologis lainnya seperti populasi ikan maupun struktur karang yang menempel.

“Karena itu kesuksesan pemulihan ekologis dalam restorasi karang Indonesia masih sangat sukar untuk diukur,” kata dia.

Untuk mengatasi persoalan ini, Tries merekomendasikan pelaksanaan kegiatan restorasi karang yang terkoordinasi satu sama lainnya. Pemerintah bersama para pemangku kepentingan dapat merumuskan tujuan bersama tentang restorasi karang, serta langkah apa yang perlu dilakukan agar upaya pemulihan ekosistem karang tak hanya berhenti pada sekadar angka.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now