Menu Close
Calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo (kiri) bersalaman dengan calon presiden lainnya Prabowo Subianto saat debat presiden tanggal 17 January di Jakarta. Adi Weda/EPA

Hasil debat pilpres I: Baik Jokowi ataupun Prabowo, masa depan HAM di Indonesia akan suram

Putaran pertama debat presiden minggu lalu fokus pada masalah hak asasi manusia (HAM), korupsi, hukum dan terorisme. Namun, kedua kandidat presiden–petahana Joko “Jokowi” Widodo dan Prabowo Subianto–hanya menyentuh isu HAM di permukaan saja melalui retorika mereka.

Selama debat, baik Jokowi dan Prabowo gagal untuk mendiskusikan kasus HAM baik yang baru saja terjadi maupun kasus-kasus di masa lalu. Tidak ada yang menyebutkan kasus kekerasan di Papua, tragedi 1965, dan kerusuhan tahun 1998 ataupun yang menyebut keputusan pemerintah atas hukuman mati dan pelanggaran HAM kelompok minoritas, termasuk kelompok Ahmadiyah.

Keengganan kedua calon membicarakan HAM menunjukkan bahwa siapapun yang memenangkan pemilihan presiden (pilpres) masa depan penegakan HAM di Indonesia akan tetap suram. Jokowi bisa saja mengklaim dia bukan pelanggar HAM seperti lawannya. Tapi rekam jejak Jokowi menunjukkan bahwa komitmennya untuk menyelesaikan kasus-kasus hanyalah omong kosong belaka.

Menelaah Prabowo

Berharap Prabowo menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan menyelesaikan pelanggaran masa lalu adalah semacam fantasi. Mantan Komandan Pasukan Khusus (Kopassus) ini pernah terlibat dalam berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia. Dia telah dituduh melakukan penculikan dan penyiksaan terhadap 23 aktivis pada akhir 1990-an.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menuntut penyelidikan atas peran Prabowo dalam kasus penculikan tersebut. Dia juga diduga mengetahui pembunuhan ratusan rakyat sipil di Santa Cruz, di Timor Timur.

Keengganannya menangani kasus-kasus di atas terlihat jelas saat debat berlangsung. Dia tidak mendiskusikan kasus-kasus HAM masa lalu maupun berkomitmen untuk memecahkannya. Ketika dia berkata bahwa dia akan menegakkan HAM ketika dia terpilih, rakyat mungkin akan sulit mempercayainya karena dia tidak bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Sementara itu, solusi akhir yang ditawarkan untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM dengan melalui kebijakan ekonomi juga tidak jelas.

Menelaah Jokowi

Jokowi tahu benar keunggulannya dibanding Prabowo. Dia dengan tegas mengatakan bahwa dia tidak memiliki rekam jejak pelanggaran HAM. Namun, perlu kita ingat bahwa selama kepemimpinannya, Jokowi juga tidak berbuat banyak dalam penegakan HAM di Indonesia.

Pada pilpres 2014, Jokowi memenangkan hati para pemilih salah satunya karena janjinya untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM di masa lalu, termasuk tragedi 1965, kerusuhan Mei 1998, Trisakti & Semanggi I-II dan kekerasan di Papua. Namun memasuki lima tahun pemerintahannya, kasus-kasus tersebut belum juga terpecahkan.

Di bawah pemerintahan Jokowi, Kejaksaan Agung telah menolak laporan investigasi dari Komnas HAM terkait kasus 1965, 1998, dan lainnya.

Banyak yang percaya Jokowi juga enggan menemukan pembunuh aktivis HAM Munir Said Thalib saat Pengadilan Tata Usaha Negara membatalkan keputusan Komisi Informasi Publik yang mengharuskan negara untuk mengungkap laporan dari tim pencari fakta kasus Munir.

Dalam debat, Jokowi mengakui bahwa tidak mudah mengusut kasus HAM masa lalu karena berbagai alasan teknis, termasuk fakta bahwa kasusnya sudah terjadi lama sekali.

Saat ini, aktivis HAM telah mengkritik Jokowi dalam penggunaan kekerasan yang berlebihan dalam penegakan hukum terkait kasus pengedaran narkotik seperti penembakan di tempat bagi para pengedar maupun pemberian hukuman mati. Setidaknya ada 98 orang yang dibunuh di tempat oleh polisi karena diduga mengedarkan narkotik pada tahun 2017. Angka tersebut meningkat drastis dibanding 18 pada 2016.

Jokowi juga menyebutkan bahwa dirinya tidak mau turut campur dalam proses penegakan hukum. Namun, sudah merupakan tanggung jawabnya untuk memimpin badan-badan penegak hukum di bawah kekuasaannya agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Menurut hukum HAM internasional, apa yang terjadi di bawah pemerintahan Jokowi juga merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Aturan dalam hukum HAM internasional menyatakan bahwa jika seseorang gagal mencegah pelanggaran hak asasi manusia atau menghukum pelaku pelanggaran HAM, maka orang tersebut dianggap telah melanggar HAM juga karena kelalaiannya.

Hasilnya sama saja baik Prabowo maupun Jokowi

Baik para aktivis dan akademisi di bidang HAM maupun para korban dan keluarga kasus HAM akan terus menghadapi tantangan di bawah kedua calon. Fakta-fakta dan teori yang ada telah menunjukkan bahwa keduanya adalah pelanggar HAM dengan caranya sendiri dan rakyat Indonesia tampaknya tidak punya banyak pilihan.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now