Menu Close

Indonesia baru saja keluar dari jurang resesi: jaga momentum dengan menambah bansos dan membuat PPKM lebih efektif

Suasana gedung bertingkat di daerah perkantoran di Jakarta, Kamis (5/8/2021). Antara Foto

Indonesia baru saja keluar dari jurang resesi atau kemunduran ekonomi yang terjadi secara dua triwulan berturut-turut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua tahun ini (April-Juni 2021) mencapai 7%, setelah dua triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebanyak minus 0,74% dan minus 2,19%.

Namun, kabar baik ini bisa jadi hanya pemulihan ekonomi yang semu dan hanya bertahan selama satu triwulan. Indonesia berisiko tidak bisa melanjutkan momentum positif ini karena pandemi yang belum terkendali dan adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ketat yang meredam aktivitas ekonomi.

Kami bertanya kepada dua peneliti untuk mengetahui langkah apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah Indonesia kembali terperosok ke dalam resesi.

Sejumlah pengendara menerobos celah penyekatan jalan Jenderal Sudirman saat masa Pemberlakuan Pembetasan Kegiatan Masyarakan (PPKM) Level 4 di Bandar Lampung, Lampung, Selasa (10/8/2021). Antara Foto, CC BY

Tambahkan bansos dan buat PPKM lebih efektif

Fithra Faisal, peneliti ekonomi dari Universitas Indonesia melihat tren penambahan kasus COVID-19 yang terjadi saat ini akan membuat Indonesia kesulitan dalam mencetak kembali angka pertumbuhan tinggi seperti pada triwulan kedua.

“Menurut simulasi kami, ini sudah masuk ke skenario terburuk dan maksimal ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4% di triwulan ketiga nanti,” ujar Fithra.

Pandemi COVID-19 sejauh ini telah menjadi penentu penting apakah ekonomi di Indonesia berkembang atau tidak. Untuk itu, pemerintah harus bisa membuat PPKM berjalan lebih efektif sehingga dunia usaha bisa berangsur terbuka kembali.

PPKM baru saja kembali diperpanjang karena jumlah penambahan kasus belum melandai. Sampai Senin, 9 Agustus kemarin kasus positif COVID-19 di Indonesia masih mencapai 20 ribu orang.

Menurut Fithra, PPKM tidak efektif karena pemerintah tidak berhasil menahan orang untuk tidak keluar rumah, terutama karena banyak pekerja berada di sektor informal sehingga harus keluar rumah untuk mencari uang.

“PPKM tidak efektif karena banyak orang yang tidak mampu tidak dibantu oleh pemerintah,” katanya.

Di sini, pemerintah harus bisa menyasar dan membantu para pekerja non-formal, salah satunya adalah dengan memutakhirkan data orang miskin sehingga pemerintah bisa menambah cakupan dan anggaran untuk bantuan sosial (bansos).

Fithra mengkritisi bahwa instansi pemerintah seharusnya lebih bisa saling bekerja sama untuk pembaharuan data. Misalnya, ia menyayangkan perselisihan antara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Menteri Sosial, Tri Rismaharini terkait data ganda penerima bansos.

Pemerintah juga diharapkan bisa setidaknya menambah dua kali lipat anggaran dana untuk bansos tunai – dari yang saat ini hanya sekitar Rp 20 triliun per bulan menjadi Rp 40 triliun per bulan – untuk mencapai lebih banyak masyarakat miskin.

Menurut Fithra, yang menjadi tantangan adalah begitu cepatnya perubahan data orang miskin, terutama karena saat pandemi ada banyak penduduk calon kelas menengah yang rentan untuk kembali jatuh miskin.

“Kebanyakan sektor dengan [pekerjaan yang menuntut] pergerakan tinggi memiliki pekerja dari kelas menengah ke bawah yang rentan menjadi miskin,” ujarnya.

Walaupun telah memasuki skenario terburuk, Fithra optimis bahwa Indonesia masih akan mencetak pertumbuhan sampai 3,4% pada tahun ini. Ekonomi Indonesia telah melalui periode terburuk pada tahun lalu, dan dengan dukungan pemerintah bisa didorong lebih jauh lagi ke arah yang positif.

“Tidak masalah. Walaupun kita memasuki skenario pertumbuhan ekonomi terburuk, yang terpenting pandemi bisa terkendali,” ungkap Fithra.

Lima langkah untuk bantu warga miskin dan pengusaha kecil

Senada dengan Fithra, Bhima Yudhistira Adhinegara dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) juga berargumen bahwa pemerintah harus menambah anggaran bansos.

Pemerintah sekarang harus fokus untuk mengantisipasi pertumbuhan negatif pada twiwulan ketiga dan keempat, sehingga Indonesia bisa kembali terhindar dari jurang resesi.

Jika terjadi dalam waktu yang lama, misalnya, resesi bisa menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran dan juga angka kemiskinan.

Bhima mengusulkan lima langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi potensi tren negatif.

Pertama, pemerintah harus meningkatkan nilai bantuan sosial tunai sampai setidaknya Rp 1,5 juta per keluarga dari yang saat ini hanya Rp 600 ribu.

Jumlah penerima bansos tunai pun harus ditambah dari 10 juta keluarga menjadi 15 sampai 25 juta keluarga.

Kedua, pemerintah harus lebih aktif membantu pengusaha kecil di pusat perbelanjaan yang tidak bisa beroperasi karena pembatasan sosial. Pemerintah bisa memberikan bantuan uang sewa toko – setidaknya 30%-40% dari biaya sewa per bulan selama PPKM hingga Agustus.

Saat ini, bantuan berupa insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sewa toko yang ditanggung pemerintah belum cukup membantu.

Ketiga, pemerintah harus lebih aktif dalam mendorong para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar beralih ke jual beli secara daring untuk mengurangi dampak dari PPKM.

Misalnya, pemerintah bisa memberikan subsidi internet gratis untuk pelaku UMKM yang bisa digunakan selama jam kantor.

Keempat, pemerintah bisa mendorong konsumsi masyarakat, sekaligus menolong pengusaha kecil, dengan memberikan subsidi ongkos kirim bagi pembelian produk lokal atau produk yang dijual UMKM di platform jual beli daring (online marketplace).

Terakhir, pemerintah bisa lebih jauh lagi membantu para pelaku UMKM yang kesulitan membayar cicilan pinjaman dengan memperpanjang masa restrukturisasi (keringanan) pembayaran hutang.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now