Menu Close

Kondom grafena: super tipis dan kuat, tapi bagaimana agar lebih banyak orang mau menggunakan kontrasepsi ini?

kondom kuat
Pilih aku! Kondom tetap menjadi pilihan kontrasepsi yang tidak populer. Frank Kovalchek

Usulan kondom ultra tipis yang terbuat dari grafena (karbon berbentuk lembaran tipis) dan lateks menciptakan babak baru terkait desain alat kontrasepsi abad ke-21. Kami belum melihat prototipenya, tetapi para pengembangnya di University of Manchester, Inggris, mengatakan bahwa kondom tertipis dan terkuat yang pernah dibuat ini akan meningkatkan sensasi saat berhubungan seks. Ini diharapkan akan mendorong lebih banyak penggunaan kondom.

Grafena adalah bentuk karbon yang disebut-sebut sebagai “bahan ajaib”, bisa setebal satu atom, terkuat yang pernah diukur dan merupakan pengganti silikon. James Hone, seorang profesor teknik dari Universitas Columbia, Amerika Serikat (AS), mengatakan bahwa karbon ini begitu kuat hingga “perlu seekor gajah, yang diseimbangkan dengan pensil, untuk menembus selembar grafena setebal Saran Wrap (cling film)”.

Para peneliti di Manchester berencana menggabungkan grafena dengan lateks, yang saat ini merupakan bahan utama dalam membuat kondom, untuk membuat kondom mereka sendiri. Namun, apakah dengan meningkatkan sensasi akan membuat orang lebih banyak menggunakan kondom?

Menemukan kondom yang tepat

Meskipun menggunakan kondom merupakan salah satu cara terbaik untuk mencegah kehamilan dan infeksi menular seksual (IMS), seperti penularan klamidia dan virus HIV, penggunaan kondom masih belum populer karena berbagai alasan.

Ada banyak penelitian yang dilakukan untuk memahami seberapa sering kondom digunakan, masalah apa saja seputar penggunaannya, dan bagaimana sikap orang terhadap kondom. Berbagai faktor sosial dan psikologis memengaruhi seberapa sering kita menggunakan kondom, seperti hilangnya kenikmatan, aromanya (biasanya berbau lateks), dan anggapan bahwa kondom bisa menyebabkan laki-laki kehilangan ereksi.

Orang-orang cenderung mempertimbangkan pro dan kontra yang dirasakan dari kondom dan seks yang lebih aman. Ada spektrum penggunaan kondom dari orang yang tidak menggunakannya sama sekali, hingga menggunakannya secara tidak konsisten atau mencoba menggunakannya dan gagal. Dan semakin banyak penelitian yang memberi tahu kita lebih banyak tentang kesalahan dan masalah yang dialami orang saat menggunakan kondom - termasuk kecocokan, kerusakan, dan tumpahan.

Polisi dan karet

Ada banyak upaya yang telah dilakukan di berbagai negara untuk mempromosikan penggunaan kondom.

Di Thailand, misalnya, pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan penggunaan kondom sepanjang tahun 1980-an guna menurunkan angka kelahiran yang tinggi di negara tersebut. Upaya ini juga menjadi bagian dari program pencegahan HIV pada 1990-an.

Pemerintah bekerja sama dengan pemilik rumah bordil untuk menegakkan penggunaan kondom, melakukan kampanye di media massa dan menugaskan aparat kepolisian untuk mendistribusikan kondom. Mereka menyebutnya sebagai inisiatif “cops and rubbers” (polisi dan karet).

Thailand’s ‘Mr Condom’ at TEDx.

Meskipun bisa dibilang berhasil, masih ada masalah dengan penggunaan kondom yang masih rendah terutama di daerah pedesaan. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dan ketersediaan kondom sebagai alasan rendahnya penggunaan kondom. Namun, bahkan di negara Barat di mana kondom tersedia secara luas dan program pendidikan seksual meningkatkan kesadaran, tingkat IMS yang tinggi tetap ada. Jadi, apakah ini benar-benar selalu tentang kurangnya ketersediaan?

Kondom untuk hal ‘kotor’?

Sebuah tinjauan terhadap 268 penelitian kualitatif di The Lancet menemukan tujuh tema utama yang dilaporkan oleh kaum muda tentang seks yang tidak aman, termasuk bahwa hal itu menstigmatisasi atau menunjukkan kurangnya kepercayaan.

Tema lainnya adalah persepsi tentang pasangan seksualnya, apakah mereka “bersih” atau “kotor”. Jika mereka menganggap pasangannya bersih, tidak masalah kalau berhubungan tidak menggunakan kondom.

Melihat beragamnya alasan sosial yang memengaruhi perilaku seksual, teknologi baru seperti kondom grafena (dan ide lain yang mengeksplorasi “memori bentuk”) tidak serta merta akan meningkatkan sikap terhadap penggunaan kondom. Jelas masih ada jalan yang harus ditempuh di sini.

Namun, menekankan pada kenikmatan dapat menjadi narasi baru yang mendorong beberapa orang untuk menimbang pro dan kontra penggunaannya dengan cara yang berbeda.

Biasanya, cara mendorong kaum muda untuk mau menggunakan kondom adalah dengan menakut-nakuti mereka dan menekankan konsekuensi dari tidak menggunakannya. Namun, beberapa penelitian kami menemukan bahwa para laki-laki muda sebenarnya tidak menggubris narasi ketakutan. Mereka lebih mengharapkan cara yang berbeda dalam komunikasi kesehatan. Jadi, penekanan “kenikmatan yang lebih baik” dalam mendorong penggunaan kondom mungkin bisa efektif untuk kelompok ini.

Kami juga meneliti sikap orang dewasa yang lebih tua terhadap penggunaan kondom, karena mereka tetap aktif secara seksual.

Mengingat adanya kekuatan sosial dan budaya yang berperan dalam memengaruhi bagaimana kaum muda “bertindak” di kamar tidur, memberikan informasi dan kondom saja tidak cukup untuk mengubah perilaku seksual mereka. Kemajuan ilmiah dalam kesehatan seksual seperti kondom grafena bisa jadi sangat penting, tetapi untuk dapat membuat orang memakainya membutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan sosial dan budaya.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now