Menu Close
Seorang lelaki berjanggut berseragam sepak bola dengan warna merah dan hijau Maroko berlari melintasi lapangan sepak bola dengan tangan terentang dan tersenyum.
Youssef En-Nesyri dari Timnas Maroko merayakan gol kemenangannya. Justin Setterfield/Getty Images

Maroko di Piala Dunia: 6 kekuatan pendorong di balik kemenangan bersejarah tim Arab-Afrika

Maroko mencetak sejarah baru dengan menjadi tim sepak bola Arab pertama dari benua Afrika yang melaju ke semifinal Piala Dunia 2022.

Berkat manajemen organisasi yang baik, kemauan bertahan yang kuat, umpan lini tengah yang kreatif, serangan yang cepat, dan kehebohan para penggemarnya, The Atlas Lions atau Singa Atlas (julukan tim nasional sepak bola Maroko) secara mengejutkan berhasil mengalahkan tim raksasa Portugal dan melangkah untuk menghadapi Perancis di empat besar Piala Dunia di Qatar.

Sorak sorai suara penggemar Maroko telah memeriahkan perhelatan Piala Dunia pertama yang diselenggarakan di wilayah Arab ini.

Kemenangan timnas Maroko juga bisa dianggap ajaib. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa tidak ada tim lain yang mencetak gol saat melawan mereka (kecuali gol bunuh diri saat mengalahkan Kanada). Maroko telah menguasai permainan dan menunjukkan kekuatannya melalui bakat yang spesial dan ketenangan bermain yang terkendali.

Ada enam kekuatan penting yang mendorong kesuksesan timnas Maroko.

1. Semangat tim

Timnas Maroko telah menunjukkan semangat kebersamaan yang tinggi untuk menyingkirkan tim-tim raksasa yang biasanya membanggakan kehadiran bintang mereka, seperti Belgia, Spanyol, dan Portugal.

Maroko memang kurang dalam hal ketenaran para pemain, namun mereka menutupi kekurangan tersebut dengan tekad besar untuk meraih kemenangan, disertai kekompakan penerapan teknis oleh seluruh tim.

Pada perempat final, mereka mencetak gol pada menit ke-42 setelah tekanan pertahanan berulang kali. Beberapa sentuhan bagus membuat Yahya Attiat Allah mampu menggiring bola, mengontrolnya, dan kemudian mengirim umpan silang ke dalam kotak penalti. Di sana, Youssef En-Nesyri dengan tangan yang terulur tampak telah menunggu di belakang para pemain timnas Portugal yang berpostur tinggi, bersiap menyundul bola ke gawang dari tengah.

Umpan yang mengalir tersebut sangat indah, membuat para pemain Portugal bingung dan menimbulkan gemuruh di stadion – juga di seluruh dunia.

2. Dorongan sejarah

Termotivasi oleh keinginan untuk melewati perempat final, timnas Maroko harus belajar dari sejarah. Tiga tim Afrika terakhir yang mencapai perempat final pertandingan Piala Dunia – Kamerun pada 1990, Senegal pada 2002, dan Ghana pada 2010 – tersingkir dengan cara yang paling menyakitkan, yakni dalam babak perpanjangan waktu.

Dalam setiap kasus ini, kelemahan tim-tim Afrika ini adalah mereka kurang memiliki ketenangan ketika menunjukkan keunggulan mereka.

Sekelompok orang di stadion mengibarkan bendera merah, hijau, hitam, dan putih, dengan kehadiran maskot berpakaian kuda di antara mereka.
Penggemar Maroko bergemuruh gembira di stadion. Francois Nel/Getty Images

The Atlas Lions bertahan dengan sekuat tenaga, kemudian mencetak gol untuk mencegah perpanjangan waktu. Bahkan adanya cedera pemain – dan penyerang Walid Cheddira yang dikeluarkan dari lapangan setelah mendapat kartu kuning kedua – tidak menggoyahkan ritme pertahanan tim ini. Portugal, termasuk pemain bintang Cristiano Ronaldo, gagal menyamakan kedudukan. Sejak awal, orang-orang Maroko yakin bahwa mereka akan mencetak sejarah.

3. Pertahanan memenangkan kejuaraan

Menuju babak semifinal, hanya Maroko dan Kroasia yang bermain imbang di putaran pertama, membuat mereka tetap tak terkalahkan.

Di babak 16 besar, timnas Maroko menyingkirkan timnas Spanyol melalui adu penalti. Kiper mereka Yassine Bounou melakukan penyelamatan besar yang membuat Maroko melaju ke ke perempat final. Tersingkirnya Portugal, seperti halnya Spanyol, merupakan hasil dari pertahanan Maroko yang kokoh tanpa kebobolan gol.

Ada istilah bahwa pertahanan memenangkan kejuaraan. Jika demikian, maka Maroko memiliki kualifikasi untuk memenangkan Piala Dunia tahun ini. Namun, mereka harus percaya pada kekuatan mereka dan mengumpulkan energi yang cukup untuk bertahan dalam waktu yang lama di pertandingan mendatang.

Sejauh ini, penguasaan bola Maroko adalah 22% melawan Spanyol dan 23% melawan Portugal. Ini menunjukkan kedisiplinan mereka dalam bertahan dan eksekusi yang efisien dalam mencetak gol.

Persentase penguasaan bola yang rendah juga menunjukkan bahwa kuatnya penguasaan bola bukanlah jaminan kemenangan tetapi paling tidak, bisa mempersempit ruang bagi tim lawan, memaksa lawan untuk berlari lebih banyak — kemudian diserang balik.

4. Pendukung adalah pemain ke-12

Timnas Maroko berada dalam posisi unik, karena menjadi harapan bagi dua benua — Arab dan Afrika. Dengan jumlah pendukung mereka yang mendominasi di tribun, perempat final terasa seperti pertandingan kandang. Para penggemar mereka riuh memberikan semangat dan tanpa henti mendukung para pemain di lapangan, sekaligus mencemooh para pemain timnas Portugal.

Setelah peluit berakhirnya pertandingan, gemuruh di stadion meledak, ribuan penonton melompat-lompat, berpelukan, dan berangkulan. Dengan hadirnya para pendukung yang menjadi pemain ke-12 bagi timnas Maroko, tidak heran jika Atlas Lions punya peluang untuk memenangkan lagi pertandingan untuk melaju ke babak final dan menyuguhkan kekecewaan bagi tim lawan.

Dari empat negara yang tersisa, hanya Argentina dan Perancis yang pernah mengangkat piala kemenangan Piala Dunia. Di kalangan penggemar sepak bola dunia, Kroasia dan Maroko selama ini memang dianggap underdog (bukan tim unggulan), tetapi mereka adalah tim favorit bagi masyarakat di Qatar. Salah satu dari mereka dapat membuka lembaran baru dalam sejarah Piala Dunia.

Seorang lelaki berjas dan berkemeja putih diangkat tinggi ke udara oleh sekelompok laki-laki yang mengenakan pakaian sepak bola berwarna merah dan hijau Maroko.
Walid Regragui, kepala pelatih timnas Maroko diangkat ke udara oleh tim. Justin Setterfield/Getty Images

5. Pemain-pemain bintang

The Atlas Lions telah menunjukkan bahwa mereka memiliki kapasitas teknis dan taktis untuk mengatasi tekanan beban sejarah mereka.

Tim tersebut terbukti stabil, terorganisir, tenang, mampu bertahan dengan baik, kreatif di lini tengah, serta cerdas dan efisien dalam menyerang. Bounou, Achraf Hakimi, Azzedine Ounahi, Romain Saiss, Sofyan Amrabat, En-Nesyri, dan Hakim Ziyech telah menjadi bintang lapangan bagi timnas Maroko.

Secara historis, Maroko telah menjadi pelopor bagi Afrika di Piala Dunia dan telah mampu mengalahkan Spanyol serta Portugal. Tim ini akan menjadi lawan yang sulit bagi Perancis di babak empat besar nanti.

6. Kepelatihan lokal

Jika kisah Cinderella ini berlanjut, itu karena pelatih Walid Regragui telah menanamkan gaya bertahan dan menyerang yang efektif yang belum berhasil dikalahkan oleh tim lawan sejauh ini.

Regragui telah berhasil dengan cerdik mengarahkan timnas Maroko ke semifinal dan, dalam prosesnya, membantah narasi bahwa pelatih lokal Afrika tidak akan mampu membawa tim sepak bola sukses di level Piala Dunia.

Meski tidak dipunggawai oleh pemain Nayef Aguerd (yang juga pemain West Ham United), Noussair Mazraoui(juga pemain Bayern Munich), dan Kapten Saiss karena cedera, tim asuhan Regragui ini telah menunjukkan bahwa seorang pelatih Afrika memiliki kemampuan untuk secara kreatif memanfaatkan keterampilan dan kemauan para pemain dalam mencapai kejayaan nasional.

Menargetkan gelar juara

Piala Dunia 2022 telah diwarnai oleh berbagai kekalahan tak terduga – yang menjadi hiburan luar biasa bagi para penggemar sepak bola. Salah satu tujuan badan sepak bola dunia FIFA adalah terus mengembangkan permainan.

Kualifikasi Maroko untuk mendapatkan tempat di semifinal adalah suatu terobosan yang menunjukkan mulai munculnya keseimbangan. Sebagian besar populasi dunia akan bergembira dan menangis bahagia jika nama timnas Maroko terukir di trofi Piala Dunia.


Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,200 academics and researchers from 4,952 institutions.

Register now