Menu Close
Kampanye massa dalam Pemilihan Presiden 2019. (Christina Desitriviantie/Shutterstock)

‘Memasarkan’ isu perubahan iklim dalam kampanye Pemilu 2024: kiat untuk politikus dan tim sukses

Di Indonesia, pendekatan untuk memberdayakan politikus untuk mengampanyekan isu perubahan iklim di masyarakat masih minim. Gerakan-gerakan pembangunan kesadaran yang bermunculan sejak dua-tiga tahun terakhir masih berkutat pada pembangunan kesadaran masyarakat, khususnya anak muda.

Padahal, pemberdayaan politikus penting untuk membangun kapasitas kebijakan perubahan iklim di Indonesia. Bukan cuma soal cuaca, perubahan iklim berdampak ke segala lini: kebakaran hutan, kenaikan air laut, inflasi pangan, hingga kesehatan mental.

Terlebih lagi, ketertarikan politikus terhadap isu perubahan iklim masih kurang. Riset kami dari Monash Climate Change Communication (MCCCRH) Indonesia Node menunjukkan bahwa politikus tidak menjadikan isu perubahan iklim sebagai isu utama selama 3,5 tahun terakhir.

Riset kami, yang sedang dalam tahap penyuntingan, menganalisis posting media sosial akun 157 politikus Indonesia yang berkaitan dengan isu perubahan iklim. Hasilnya, hanya 106 (67,5%) dari total akun yang pernah memosting tentang perubahan iklim.

Di sisi lain, diskusi grup terpumpun (FGD) yang kami lakukan pada Februari 2023 kepada kelompok politikus, konsultan politik, dan jurnalis senior di Indonesia mendapati kesadaran politikus untuk membangun narasi dan mengkampanyekan isu perubahan iklim terbilang tinggi. Akan tetapi, mereka tidak tahu bagaimana cara menjual isu tersebut ke kalangan pemilih.

Isu perubahan iklim memang tidak mudah dimengerti oleh setiap kalangan, apalagi sebagian besar pemilih kita adalah lulusan SMP dan SMA.

Nah, kami menganggap Pemilu Serentak 2024 menjadi momen yang pas untuk membangun kesadaran dan kapasitas politikus. Dalam ‘pasar’ gagasan politik, kami menganggap politikus adalah pihak yang akan memasok ide, isu, dan gagasan untuk perubahan iklim. Merekalah yang seharusnya berperan sebagai penjual ide-ide dan kebijakan terkait perubahan iklim, untuk memenuhi permintaan ide dan kebijakan dari sisi pemilih. Lantas, bagaimana seharusnya para politikus memulai langkah kampanye perubahan iklim?

Kenali topiknya

FGD kami menemukan banyak politikus yang tidak paham mengenai isu perubahan iklim. Terlebih lagi ketika mereka minim terpapar berita mengenai perubahan iklim.

Minimnya pengetahuan membuat politikus cenderung tidak banyak membuka dialog dan membahas isu perubahan iklim. Mereka merasa khawatir pembahasan itu menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri.

Riset kami menelaah 983 konten dengan analisis pemodelan topik. Sejauh ini, topik perubahan iklim yang dibicarakan para politikus Indonesia masih fokus pada isu kebijakan dan ekonomi makro seperti kepemimpinan Indonesia dalam G20 dan kemitraan ekonomi global.

Di lain sisi, topik yang lebih dekat dan bersentuhan dengan keseharian masyarakat seperti ketahanan pangan, pentingnya air bersih, perubahan iklim, dan keterlibatan generasi muda dalam perubahan iklim justru jarang diperbincangkan oleh politikus di akun sosial media mereka. Padahal, generasi muda justru memiliki kepedulian tinggi terhadap isu perubahan iklim.

Langkah membangun narasi

Kabar baiknya, para politikus bersedia diberi pelatihan dan pengetahuan mengenai isu perubahan iklim. Mereka ingin lebih percaya diri ketika berbicara mengenai isu tersebut kepada pemilih.

Hal tersebut melecut kami untuk menerbitkan buku Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024: Panduan Komunikasi untuk Politikus. Buku ini menjadi panduan dasar untuk mengetahui fakta mengenai perubahan iklim dan apa manfaatnya mengetahui isu ini bagi politikus.

Langkah-langkah membangun narasi perubahan iklim. Strategi selengkapnya dapat dibaca dalam buku ‘Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024: Panduan Komunikasi untuk Politisi’. MCCCRH Indonesia Node

Buku kami juga menjelaskan bagaimana membangun narasi perubahan iklim, praktik terbaik komunikasi perubahan iklim di kampanye, serta kebijakan perubahan iklim.

Untuk membangun narasi perubahan iklim, penting bagi politikus untuk menyesuaikan strategi kampanye perubahan iklim berdasarkan kategori demografi sosial. Kampanye perubahan iklim untuk umat Islam, misalnya, memiliki strategi yang berbeda dengan ibu rumah tangga.

Menetapkan pemilih berdasarkan kategori demografi sosial yang beragam di Indonesia menjadi langkah penting pertama yang akan menentukan langkah-langkah strategis selanjutnya seperti memilih media massa sebagai mitra kunci, ataupun media sosial.

Pendekatan 4P

Kami juga menganggap pendekatan model pemasaran politik 4P layak digunakan dalam mengampanyekan perubahan iklim. Pendekatan ini dicetuskan oleh pakar psikologi sosial dan pemasaran politik dari Maria Curie-Sklodowska University, Wojciech Cwalina, pada 2015.

Model 4P mencakup pendekatan produk (product), pemasaran dorong (push marketing), pemasaran tarik (pull marketing), dan jajak pendapat (polling).

Dalam konteks perubahan iklim, produk dapat berupa komitmen politik, misalnya komitmen politik terkait rencana energi terbarukan.

Sementara itu, push marketing artinya strategi pemasaran yang melibatkan langsung pemilih atau audiens melalui berbagai saluran komunikasi. Bentuk dari push marketing dapat berupa optimalisasi media sosial dalam menyebarluaskan produk atau narasi perubahan iklim terkait rencana energi terbarukan tersebut untuk menjaring lebih banyak pemilih di kelompok usia muda.

Push marketing juga perlu ditunjang oleh pull marketing. Pendekatan ini bertumpu pada strategi untuk menarik minat publik secara organik. Misalnya, usaha menarik perhatian media melalui seruan kampanye yang agresif meskipun bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang berlaku.

Elemen penting terakhir adalah polling atau jajak pendapat. Tujuannya untuk mengukur persepsi atau opini publik sebagai acuan dalam merancang narasi kampanye.

Politikus, misalnya, dapat menghelat jajak pendapat secara rutin untuk mengetahui sentimen publik terhadap perubahan iklim dan mengukur efektivitas kampanye yang telah dilakukan.

Tanggung jawab yang perlu dimulai

FGD dan riset yang kami lakukan bertujuan untuk membuat isu perubahan iklim lebih merakyat sekaligus terakomodasi dalam kebijakan strategis di berbagai lini otoritas di Indonesia. Pasalnya, isu perubahan iklim bukan sesuatu yang dapat ditangani hanya dengan satu kebijakan.

Kiat-kiat ini pun kami buat bukan hanya menjadi bekal praktis, tapi juga untuk merangsang politikus agar melaksanakan tanggung jawabnya bekerja untuk kepentingan publik.

Dampak perubahan iklim telah terjadi dan telah dirasakan oleh Indonesia. Politikus sebagai pembuat kebijakan memiliki tanggung jawab untuk mencari solusi atas krisis eksistensial yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now