Menu Close

Nonmonogami: etika yang perlu diketahui dalam menjalin hubungan yang sering disalahpahami ini

Empat anak muda yang berbaring dengan kepala menyatu di lantai, dengan confetti perak dan emas yang ditaburkan di atas mereka
Pressmaster/Shutterstock

Alkisah, Sarah dan John telah menjalin hubungan monogami selama lima tahun. Meskipun mereka saling mencintai, Sarah, yang merupakan seorang biseksual, baru-baru ini mulai merasakan ketertarikan pada rekan kerjanya, Andrea. Sarah dan Andrea telah beberapa kali melakukan hubungan seksual, dan ini membuat Sarah merasa bersalah. Namun, dia belum pernah membicarakan dengan John tentang perasaan atau pengalamannya dengan Andrea.

Tidak peduli seberapa besar kamu mencintai pasanganmu, wajar jika kadang kala kamu merasa tertarik pada seseorang di luar sana. Beberapa pasangan bahkan sampai menginginkan hubungan seksual dengan orang lain. Sulit untuk mengelola perasaan-perasaan semacam ini, terutama ketika ini bertentangan dengan komitmen dan janji-janji yang telah dibuat dalam suatu hubungan.

Walaupun hubungan seks antara Sarah dan Andrea dilakukan atas dasar suka sama suka, apa yang dilakukan Sarah tetap termasuk dalam hubungan seks nonkonsensual karena ia melakukannya tanpa persetujuan John yang tengah terikat komitmen hubungan monogami dengannya.

Rasa penasaran masyarakat, terutama di kalangan kaum muda, tentang hubungan nonmonogami yang etis atau konsensual (dengan persetujuan) tampaknya mulai meningkat. Data YouGov menemukan bahwa 43% generasi milenial di Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa hubungan ideal bagi mereka adalah nonmonogami, meskipun hanya sedikit yang menjalin hubungan semacam itu. Sebuah survei yang dilakukan oleh merek mainan seks Lelo menemukan bahwa 28% dari mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun akan mempertimbangkan hubungan terbuka (open relationship).

Apa yang membuat hubungan nonmonogami menjadi “etis” adalah penekanan pada persetujuan yang disepakati, persetujuan yang berkelanjutan, dan rasa saling menghormati. Semua pihak yang terlibat sepenuhnya menyadari situasi ini dan secara sukarela setuju untuk menjalinnya. Masing-masing pasangan bebas untuk berubah pikiran kapan saja dan (kembali) menegosiasikan batasan-batasan yang sesuai untuk para pihak yang terlibat.

Nonmonogami yang etis ini bisa terwujud dalam banyak bentuk, termasuk poliamori (hubungan asmara yang melibatkan emosional dan aktivitas seksual dengan lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan), hubungan terbuka, dan swinging (bertukar pasangan dalam hubungan seks).

Bentuk-bentuk hubungan tersebut sering kali mendapat stigma dan disalahpahami. Hubungan ini menantang gagasan tradisional tentang monogami, yang umumnya dipandang oleh sebagian besar masyarakat barat dan agama sebagai satu-satunya cara yang dapat diterima dalam menjalin hubungan asmara.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa hubungan nonmonogami konsensual–dengan berdasarkan persetujuan–dapat memberikan efek positif bagi masing-masing pasangan yang terlibat.

Orang-orang yang menjalin hubungan ini melaporkan tingkat kepuasan seksual dan hubungan yang lebih tinggi serta keintiman yang lebih besar dalam hubungan dibandingkan orang-orang yang berada dalam hubungan monogami.

Kesalahpahaman dan stigma

Salah satu pandangan yang menstigmatisasi adalah bahwa orang yang berada dalam hubungan nonmonogami berisiko yang lebih besar merugikan kesehatan seksual pasangannya. Ini didasarkan pada asumsi bahwa memiliki banyak pasangan seksual meningkatkan kemungkinan paparan Infeksi Menular Seksual (IMS).

Namun, penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang berada dalam hubungan terbuka dan nonmonogami justru cenderung menerapkan kegiatan seks yang lebih aman dibandingkan dengan pasangan yang monogami tetapi tidak setia.

Nonmonogami yang etis dapat menjadi jalan keluar yang lebih aman dalam hal ekspresi seksual dibandingkan dengan hubungan monogami yang mengarah pada perselingkuhan. Orang yang berselingkuh berisiko menularkan IMS kepada pasangannya.

Three pairs of feet side by side, sticking out from under a white duvet
Apakah menjalin nonmonogami etis cocok untuk hubunganmu? Pixel-Shot/Shutterstock

Dalam hubungan yang sehat, setiap pasangan menyadari bahwa setiap orang memiliki preferensi seksual yang unik dan kebutuhan seksual yang beragam. Bagi pasangan nonmonogami yang berlandaskan persetujuan, mereka biasanya sudah bahwa hubungan utama mereka mungkin tidak selalu memenuhi semua hasrat seksual mereka.

Meski dalam hubungan nonmonogami pun masih sering muncul rasa cemburu, penelitian menemukan bahwa rasa cemburu tersebut cenderung lebih dapat dikelola dibandingkan dalam hubungan monogami. Ini karena dalam hubungan nonmonogami yang aman, terdapat diskusi terbuka mengenai ketertarikan seksual dan penetapan batasan, sehingga pasangan dapat mengatasi kecemasan akan kecemburuan mereka.

Mengeksplorasi hubungan nonmonogami

Tidak semua orang bisa menjalin hubungan nonmonogami yang etis. Kamu boleh mencobanya hanya jika kamu dan pasanganmu sama-sama merasa nyaman. Kamu juga harus mendapatkan persetujuan dari pasangan dan pastikan bahwa hubungan kalian pun sudah solid.

Orang lain sering kali memiliki pandangan stereotip bahwa orang yang menjalin hubungan nonmonogami adalah mereka yang hubungan dengan pasangannya tidak stabil.

Jika kamu memutuskan bahwa jenis hubungan ini cocok untukmu, ingatlah hal-hal berikut ini.

1. Berkomunikasi secara terbuka

Komunikasi penting dalam hubungan apa pun, tetapi menjadi sangat penting dalam hubungan nonmonogami beretika. Masing-masing pasangan harus transparan dan jujur tentang niat, perasaan, harapan, dan batasan mereka. Orang-orang dalam hubungan nonmonogami perlu menyadari batas-batas emosional mereka dan bersiap untuk mengelola rasa cemburu.

2. Berlatihlah melakukan seks yang aman

Kesehatan seksual adalah kunci, terlepas dari apapun status atau gaya hubunganmu. Lakukan tes IMS secara teratur dan gunakan perlindungan selama berhubungan seksual untuk meminimalisir risiko penularan.


Read more: Five important things you should have learned in sex ed – but probably didn't


3. Hentikan rasa malu

Mengelola stigma adalah salah satu bagian tersulit dalam hubungan nonmonogami beretika. Dalam masyarakat yang meyakini bahwa memiliki banyak pasangan itu salah dan tidak bermoral, hubungan ini dapat menimbulkan rasa malu dan keraguan diri.

Penting untuk menyadari bahwa hubungan nonmonogami dan multipartner secara konsensual adalah pilihan gaya hidup yang sah. Kamu dapat mencari dukungan dari orang-orang yang berpikiran sama atau berbicara dengan terapis seks dan hubungan, jika perlu.

Meskipun hubungan nonmonogami tidak disukai semua orang, tiga tips di atas bisa membantu juga untuk hubungan apa pun. Pada akhirnya, sangat penting untuk menjaga komunikasi, persetujuan, dan rasa hormat dalam hubunganmu.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now