Menu Close

Pajak karbon bisa menjadi salah satu solusi bagi Indonesia untuk mencapai sustainable development goals (SDGs)

Sejumlah kapal tongkang pengangkut batubara melakukan bongkar muatan. Antara Foto

Saat ini, pemerintah sedang merencanakan penerapan “pajak karbon” untuk memastikan aktivitas ekonomi dan bisnis di Indonesia berjalan secara berkelanjutan – salah satunya untuk pelestarian lingkungan dan mengurangi dampak krisis iklim.

Pajak karbon sendiri adalah pajak yang dikenakan pada aktivitas ekonomi yang menghasilkan emisi karbon yang melewati batas tertentu. Pajak ini juga dikenakan pada bisnis yang menghasilkan berbagai dampak buruk lain pada lingkungan.

Berdasarkan hasil analisis, pengenaan pajak karbon bahkan berpotensi memberikan penerimaan tambahan bagi negara hingga Rp 57 triliun.

Di sisi lain, penerapan pajak ini juga bisa membantu pemerintah mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau yang lebih umum dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs).

SDGs adalah komitmen pemerintah antarnegara untuk melakukan pembangunan berkelanjutan dalam 17 bidang – dari pangan, gender, industri, hingga iklim – sehingga generasi berikutnya memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Kebakaran lahan di perkebunan kelapa sawit. Antara Foto

Menggandeng industri untuk menurunkan emisi

Rencana pemerintah untuk menerapkan pajak karbon adalah sebuah lompatan besar dalam mewujudkan komitmen terkait iklim dan lingkungan yang terkandung dalam SDGs.

Pemerintah sendiri telah menjabarkan tujuan jangka panjang dari SDGs yang ingin dicapai oleh Indonesia pada tahun 2030.

Poin ke-13 menjelaskan target pemerintah untuk melawan dampak dari krisis iklim – salah satunya melalui penurunan emisi karbon secara jangka panjang.

Tahun lalu, misalnya, pemerintah menyatakan target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030.

Untuk mewujudkan ini, perlu dukungan aktif dari seluruh komponen termasuk sektor swasta.

Di sini, penerapan pajak karbon dapat meningkatkan partisipasi dari komunitas bisnis untuk memangkas emisi dari aktivitas ekonomi yang mereka lakukan, sekaligus menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan.

Pajak karbon dapat mewujudkan ini melalui empat cara.

1. Bentuk tekanan dari pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap sektor swasta

Selama ini, sektor industri menghasilkan dampak sosial dan lingkungan yang negatif. Contohnya adalah industri sawit yang kerap menimbulkan kebakaran lahan.

Masyarakat luas – yang diwakili oleh pemerintah – dapat “memaksa” pelaku bisnis untuk meredam dampak buruk ini serta turut mendukung tujuan SDGs.

Riset tahun 2020 dari Australia, misalnya, menunjukkan bahwa pemerintah memiliki peran yang tinggi untuk memastikan pelaku bisnis terlibat dalam mewujudkan komitmen menjaga lingkungan.

Pemerintah Australia meyakini bahwa pelaku bisnis tidak hanya memiliki kewajiban dalam menjaga kelangsungan bisnisnya, namun juga memiliki kontribusi yang tinggi dalam isu sosial dan lingkungan.

Salah satu bentuk tekanan ini adalah adanya peraturan yang jelas mengenai implementasi pajak karbon.

Selama ini, aktivitas ekonomi cenderung menghasilkan dampak negatif kepada bidang sosial dan lingkungan, tetapi belum ada mekanisme yang mampu untuk menahan dampak tersebut.

Peraturan mengenai pajak karbon yang jelas merupakan bentuk tekanan dari pemangku kepentingan agar aktivitas ekonomi turut memikirkan dampak yang dihasilkan, khususnya pada isu lingkungan.

2. Mendorong perusahaan berinvestasi pada teknologi yang mengurangi emisi karbon

Pajak karbon dapat memberikan insentif pada sektor swasta untuk melakukan inovasi produksi yang akan menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah.

Beberapa pelaku industri, misalnya, telah mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru.

Beberapa perusahaan dalam industri pertambangan telah memiliki komitmen yang tinggi untuk berinvestasi pada teknologi yang ramah lingkungan dan menjalankan aktivitas bisnis dengan menghasilkan emisi yang rendah.

Salah satunya adalah dengan membangun PLTU yang rendah emisi.

3. Mengalihkan pendanaan untuk proyek mitigasi krisis iklim

Dana yang didapatkan dari pajak karbon dapat digunakan oleh pemerintah sepenuhnya untuk program yang berhubungan dengan pengurangan dampak krisis iklim, serta mendukung berbagai inisiatif dari masyarakat terkait pelestarian lingkungan.

Beberapa program di masa depan yang dapat didukung, misalnya, adalah kampung iklim dan penguatan peran masyarakat adat.

Sebagai contoh, Pemerintah Irlandia pada tahun 2020 menggunakan dana dari pajak karbon untuk penguatan komunitas sosial yang rentan secara ekonomi. Dana ini juga dipergunakan untuk membantu pencapaian dari tujuan SDGs.

Pemerintah juga tetap berupaya untuk menjalin kerjasama dengan lembaga internasional yang memiliki kepedulian yang tinggi pada isu yang terkait dengan perubahan iklim.

4. Mendorong sektor swasta untuk beralih pada energi terbarukan

Penggunaan energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi fosil – salah satu sumber terbesar dari emisi karbon.

Sayangnya, bauran penggunaan energi terbarukan di Indonesia masih belum sesuai target.

Untuk tahun 2020, bauran dari energi baru terbarukan mencapai 11,20% sementara target untuk tahun 2025 adalah mencapai 23%.

Implementasi pajak karbon dapat memberikan dorongan positif secara ekonomi maupun lingkungan bagi industri untuk mengejar ketertinggalan energi ini sehingga secara tidak langsung mendukung tujuan jangka panjang dari SDGs.

Industri juga akan terdorong untuk menggunakan energi terbarukan, misalnya energi surya dalam aktivitas bisnis perusahaan.

Jalan panjang wujudkan keseimbangan ekonomi dan lingkungan

Pajak karbon adalah wujud bagaimana upaya melindungi lingkungan dapat berjalan bersamaan dengan pembangunan ekonomi negara.

Secara jangka panjang, misalnya, tercapainya tujuan SDGs di satu negara – terutama terkait lingkungan – dapat menarik dana dari investor global untuk masuk ke negara tersebut.

Namun, implementasi pajak karbon di Indonesia tentu akan membawa tantangan tersendiri bagi pemerintah.

Gejolak di masyarakat bisa terjadi karena perubahan di sektor industri ke penggunaan energi yang ramah lingkungan akan memakan biaya, yang akhirnya bisa menimbulkan kenaikan harga bagi para konsumen.

Perlu komunikasi yang baik dengan sektor swasta dan pemangku kepentingan lainnya untuk melancarkan kebijakan ini. Selain itu, diperlukan juga komitmen jangka panjang dari semua pihak untuk implementasi kebijakan ini.

Penerapan pajak karbon perlu dilakukan secara bertahap dan dengan evaluasi yang ketat di lapangan. Tapi, kapan waktu yang baik untuk memulai kalau bukan sekarang?

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,300 academics and researchers from 4,953 institutions.

Register now