Menu Close

Pentingnya data iptek di Indonesia, bagaimana meningkatkan kualitas dan kebaruannya

Manajemen data sangat penting untuk menyusun kebijakan berbasis bukti ilmiah. Rawpixel.com/Shutterstock

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo mempertanyakan anggaran penelitian di semua kementerian dan lembaga yang totalnya hampir Rp25 triliun. Presiden menyebut selama ini anggaran penelitian tersebar di berbagai instansi, sehingga riset yang dikerjakan tidak maksimal. Penelitian yang dilakukan dianggap tidak fokus dan tidak sejalan dengan prioritas pemerintah.

Sebenarnya, menurut perhitungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) besaran anggaran yang benar-benar digunakan untuk kegiatan riset adalah Rp10,9 triliun. Sementara, anggaran yang digunakan untuk operasional litbang seperti gaji pegawai mencapai 30,68%.

Ketiadaan data nasional yang akurat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi penyebab munculnya pertanyaan mengenai anggaran penelitian ini. Keberadaan data sangat penting untuk merencanakan kebijakan inovasi. Data tersebut juga penting untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijaksanaan secara menyeluruh dan terpadu. Data iptek yang dimaksud dalam artikel ini adalah data statistik terkait iptek di Indonesia secara umum, bukan data penelitian secara spesifik.

Data iptek yang akurat, konsisten, mutakhir, lengkap, dan terbuka merupakan prasyarat untuk menghasilkan kebijakan inovasi berbasis data (data-driven policy making) yang berkualitas di Indonesia. Absennya data yang berkualitas akan menghambat Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta pembuat kebijakan lain dalam mengukur pencapaian bangsa Indonesia di bidang iptek dan inovasi.

Berbagai kebijakan inovasi juga berpotensi tidak tepat sasaran dan tidak tepat guna tanpa pengukuran yang tepat.

Terbatasnya data iptek nasional

Data iptek nasional memegang peranan penting dalam melihat posisi Indonesia di mata dunia. Data seperti jumlah peneliti, anggaran kegiatan penelitian dan pengembangan, dan jumlah publikasi ilmiah merupakan contoh data yang digunakan untuk menghitung indeks global seperti Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index, GCI) dan Indeks Inovasi Global (Global Innovation Index, GII).

Artinya, data iptek yang akurat dan mutakhir akan menghasilkan perhitungan indeks yang benar-benar menggambarkan kondisi Indonesia yang sebenarnya.

Sayangnya, data iptek nasional yang dikutip di indeks-indeks tersebut masih merupakan data yang belum mutakhir. Sebagai contoh, data rasio belanja penelitian dan pengembangan terhadap Produk Domestik Bruto (Gross Expenditure on Research & Development, GERD) pada GII 2018 masih merupakan data pada 2013, yaitu sebesar 0,1%.

Padahal, pemerintah telah mengeluarkan data GERD 2016, yakni sebesar 0,25%. Sehingga, posisi Indonesia di indeks tersebut tidak sesuai dengan kondisi terbaru.

Contoh lainnya, pada 2017 Kemenristekdikti mencatat bahwa publikasi ilmiah Indonesia (17.659 publikasi) berhasil mengungguli Thailand (15.200 publikasi).. Namun, data pada GII 2018 menunjukkan hal yang sebaliknya.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa ketersediaan data iptek nasional saat ini masih terbatas dan belum menjadi rujukan global. Mengapa hal itu terjadi? Setidaknya ada lima penyebab masalah tersebut:

Pertama, masih banyak data iptek yang belum tersedia atau belum mutakhir. Sejumlah data nasional yang dibutuhkan untuk menghitung GII atau GCI seperti data pengeluaran di sektor swasta untuk kegiatan litbang ataupun data jumlah kerja sama strategis masih belum tersedia. Kalau pun ada, data yang ada masih belum mutakhir dan tidak diperbaharui secara berkala. Akibatnya, posisi Indonesia tidak mencerminkan kondisi sebenarnya karena berpatokan pada data usang.

Kedua, data tersebar di mana-mana dan belum terintegrasi satu sama lain. Saat ini, berbagai data iptek dan inovasi nasional masih tersebar di berbagai instansi dan unit kerja. Dampaknya, dibutuhkan waktu lama untuk berkoordinasi dan mengumpulkan data secara internal.

Ketiga, data ganda. Seringkali ditemukan kasus pengumpulan data yang sama oleh dua atau lebih instansi yang berbeda. Hal ini menimbulkan kebingungan di tingkat nasional dan internasional tentang data mana yang harus menjadi rujukan resmi dan akurasinya.

Keempat, data sulit diakses oleh pihak eksternal. Hal ini bahkan dialami juga oleh Kemenristekdikti yang sebenarnya memiliki tanggung jawab di sektor iptek tapi kesulitan meminta data dari berbagai institusi penelitian terkait aktivitas dan luaran ipteknya. Kurangnya kepercayaan dan birokrasi yang berbelit menjadi faktor penghambat utama.

Kelima, tidak adanya standar data yang baku antar instansi. Banyak data iptek yang masih dalam format .pdf atau .jpeg, bukan dalam format .csv atau .xls seperti standar data terbuka (open data) sehingga tidak bisa langsung digunakan. Selain itu, data iptek yang dimiliki berbagai instansi memiliki unit analisis yang berbeda, sehingga harus diolah kembali.

Lalu apa solusinya?

Untuk menjawab kebutuhan terhadap data iptek nasional yang berkualitas, lengkap, dan mutakhir, dibutuhkan suatu portal data terpadu pengelolaan data dan informasi iptek nasional. Portal ini dapat berisi berbagai data iptek, seperti data sumber daya manusia iptek, data anggaran dan belanja iptek, data kelembagaan iptek, serta data luaran iptek.

Data iptek ini dikumpulkan dari berbagai sumber, mulai dari lembaga litbang pemerintah (pusat dan daerah), lembaga litbang industri, perguruan tinggi, hingga organisasi non-pemerintah (LSM).

Portal ini dapat menjadi sumber informasi bagi penyelenggara iptek di Indonesia, terutama dalam menyusun kebijakan iptek dan inovasi nasional. Tidak hanya itu, portal data ini dapat membantu memetakan lanskap iptek di Indonesia secara utuh. Dengan demikian, pemerintah dapat menjalankan fungsinya sebagai pencipta iklim kondusif bagi iptek dan inovasi di Indonesia.

Secara tidak langsung, portal ini juga membuat masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengawasi pembangunan nasional di sektor iptek, termasuk memastikan bahwa anggaran penelitian yang diberikan pemerintah benar-benar berdampak positif bagi peningkatan daya saing bangsa. Siapa pun juga akan dapat melihat dengan mudah sejauh mana luaran riset yang dihasilkan telah sejalan dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) atau prioritas-prioritas lainnya.

Portal ini dapat digunakan untuk mencari siapa pelaku litbang lain yang memiliki fokus riset yang sama, sehingga membuka jalan untuk kolaborasi riset. Dengan demikian, potensi riset yang tumpang tindih antar instansi dapat dikurangi. Lebih jauh, portal ini juga dapat dimanfaatkan oleh litbang sebagai sarana promosi ke para pelaku bisnis sehingga dapat dikomersialisasikan secara massal.

Namun, keberadaan portal data ini saja tidak cukup. Dibutuhkan tata kelola data iptek nasional yang terpadu dan bersinergi antarlembaga karena peningkatan daya saing nasional merupakan upaya bersama lintas institusi. Kemenristekdikti akan berperan sebagai integrator data yang memanen (harvesting) dan memverifikasi data dari berbagai lembaga.

Mendesaknya landasan hukum

Untuk memastikan jalannya portal data iptek nasional, ada sejumlah landasan yang diperlukan.

Pertama, perlu ada regulasi sebagai dasar hukum pelaksanaan portal data iptek nasional.

Saat ini, pemerintah bersama DPR sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) sebagai revisi atas UU No. 18 Tahun 2002. Salah satu pasal yang diusulkan adalah pembentukan Sistem Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional, yang merupakan kumpulan data pokok penyelenggaraan iptek yang terintegrasi secara nasional.

Nantinya, pasal tersebut akan mengamanahkan pembuatan Peraturan Presiden tentang Sistem Informasi Iptek Nasional. Adanya regulasi ini akan memperkuat posisi dan kewenangan Kemenristekdikti dalam mengumpulkan data iptek yang saat ini masih tersebar di berbagai institusi. Selain itu, sistem ini juga merupakan upaya mewujudkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (e-government) di sektor riset dan teknologi, seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2018.

Kedua, perlu ada sebuah forum yang melibatkan setiap aktor. Perlu dibentuk wali daya iptek, yang menjadi referensi tunggal keluar masuknya data iptek dari suatu lembaga. Selain itu, wali data iptek ini perlu berkoordinasi secara rutin dengan lembaga-lembaga terkait dalam sebuah forum. Forum data iptek nasional ini bisa belajar dari mekanisme tata kelola Satu Data Indonesia.

Ketiga, perlu ada mekanisme kontrol dan evaluasi. Kemenristekdikti dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dapat bekerja sama menjadikan keaktifan pengumpulan data iptek nasional sebagai salah satu basis penilaian kinerja kementerian dan lembaga. Partisipasi instansi dalam mengumpulkan data iptek juga dapat menjadi pertimbangan pemberian berbagai insentif, seperti dana penelitian atau beasiswa bagi para peneliti di instansi tersebut.

Mewujudkan Indonesia yang berdaya saing di tingkat global memerlukan analisis, evaluasi produktivitas, dan perancangan kebijakan iptek dan inovasi yang menyeluruh. Seberapa jauh ketiga hal ini telah dan akan dilaksanakan hanya dapat diukur dari keberadaan data iptek dan inovasi nasional yang berintegritas, terpadu, dan terbuka. Portal data iptek nasional merupakan langkah awal untuk mewujudkan hal tersebut.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,200 academics and researchers from 4,952 institutions.

Register now