Menu Close

Perluasan NATO bukan alasan utama Rusia menginvasi Ukraina

Tempat berlindung warga sipil Ukraina dari serangan misil Rusia di kota Karkhiv, Ukraina. Volodumyr Yuriyovych Yurchenko/Antara Foto

Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai sejak pagi hari tanggal 24 Februari 2022 masih terus berlangsung. Sampai dengan tanggal 5 Maret malam, laporan Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB menunjukkan sudah adanya 364 korban sipil yang meninggal dan 759 korban terluka. Gelombang pengungsi yang meninggalkan Ukraina ke negara-negara sekitar telah mencapai angka 1,5 juta orang per tanggal 5 Maret. Sampai saat tulisan ini diterbitkan, pasukan Rusia telah menguasai beberapa wilayah di Ukraina Selatan, Timur, dan Utara, dan masih terus menggempur dua kota terbesar di Ukraina, yakni Kyiv dan Kharkiv.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah menegaskan bahwa tujuan invasi ini adalah pergantian rezim pemerintahan Ukraina serta demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina. Bahkan, dalam pidato terakhirnya, Putin masih mengatakan bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu kesatuan bangsa dan orang-orang Ukraina hanya tercuci otaknya. Pidato ini mengulangi narasi lama, sejak 2008, dari Pemerintah Rusia mengenai penyatuan bangsa Rusia dan Ukraina.

Namun, banyak argumen yang meyakini bahwa serangan Rusia ini murni merupakan respons terhadap perluasan keanggotaan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Faktanya, sejarah dan kronologi hubungan Rusia-NATO-Ukraina justru menunjukkan bahwa NATO bukanlah isu utama di balik invasi Rusia terhadap Ukraina.

Persepsi Rusia dan Ukraina tentang NATO

Bagi pemerintah Rusia, perluasan keanggotaan NATO sejak berakhirnya Perang Dingin selalu dianggap ancaman bagi keamanan negaranya. Anggota NATO, yang termasuk negara-negara bekas Uni Soviet seperti Estonia dan Latvia, bernaung di bawah perlindungan Article 5, yaitu jaminan bahwa serangan bagi satu anggota NATO adalah serangan terhadap semua. Oleh karenanya, muncul narasi bahwa bila Ukraina juga bergabung dengan NATO, Rusia akan semakin terancam.

Dalam permintaan tertulisnya pada bulan Desember 2021, Rusia meminta agar kondisi keamanan di Eropa dikembalikan seperti sebelum 1997, yaitu sebelum adanya perluasaan keanggotaan NATO secara masif. Rusia bahkan meminta agar pasukan serta infrastruktur militer NATO di negara-negara yang bergabung sesudah 1997 ditarik mundur.

Tentu NATO menolak permintaan Rusia tersebut, karena penarikan mundur pasukan dan persenjataan dari kawasan Eropa Timur, seperti dari Estonia, Latvia, dan Lituania, berarti pelanggaran terhadap komitmen NATO pada anggotanya.

Di sisi lain, sejak merdeka dari Uni Soviet pada 24 Agustus 1991, Ukraina telah mendekat secara bertahap pada NATO. Ukraina mengatakan secara tegas keinginannya untuk masuk NATO pada tahun 2002. Keinginan tersebut didasarkan pada fakta bahwa untuk mengamankan negaranya yang bersebelahan dengan Rusia, Ukraina membutuhkan jaminan keamanan untuk lepas dari pengaruh dan ancaman Rusia. Ketakutan Ukraina ini didasarkan pada narasi identitas kebangsaan mereka yang dibangun dari penderitaan jaman Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet, bencana kelaparan besar (Holodomor) di tahun 1933, dan konflik di Donbas sejak 2014. Narasi nasionalisme yang memosisikan Ukraina sebagai bagian dari Eropa ini juga menjelaskan mengapa sejak tahun 1998, Ukraina juga memiliki keinginan untuk masuk ke Uni Eropa.

Jajak pendapat selalu menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Ukraina saat ini lebih menginginkan negaranya bergabung ke NATO dan Uni Eropa karena mempertimbangkan stabilitas keamanan dan prospek perkembangan ekonomi di Eropa.

NATO belum membuka pintu untuk Ukraina

Walaupun Ukraina telah menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan NATO sejak 2002, sampai saat ini tidak ada tanda-tanda NATO akan menerima keanggotaan Ukraina.

NATO telah menolak proposal keanggotaan Ukraina pada Bucharest Summit 2008. Janji NATO, di tahun 2008, bahwa Ukraina (dan Georgia) akan diterima sebagai anggota suatu hari nanti juga tidak pernah direalisasikan sampai saat ini. Ketidakjelasan ini dikritik oleh Presiden Ukraina Volodymyr Oleksandrovych Zelensky dalam pidatonya di Munich Conference 19 Februari 2022, yang meminta agar ada kejelasan mengenai kapan Ukraina bisa bergabung dengan NATO dan bantuan apa yang bisa diberikan pada mereka sebagai negara kandidat anggota.

Dalam responsnya terhadap invasi Rusia, NATO justru mengatakan bahwa mereka tidak akan mengirimkan pasukannya ke Ukraina, karena Ukraina bukan negara anggota. Yang bisa dilakukan NATO saat ini adalah memperkuat pertahanan di negara-negara anggotanya, mengaktifkan NATO Response Force untuk pertama kalinya, serta membolehkan negara-negara anggotanya memberikan bantuan militer pada Ukraina, seperti yang sudah dilakukan Estonia dan beberapa negara lainnya.

Keengganan awal NATO ini sempat memunculkan narasi bahwa Ukraina hanya berjuang sendirian, walaupun kemudian ditepis Presiden Zelensky melalui kicauannya mengenai bantuan dari negara-negara NATO yang terus berdatangan.

Maka dari itu, isu NATO jelas bukan menjadi isu paling utama dalam invasi Rusia terhadap Ukraina.

Invasi terang-terangan justru akan memperkuat eksistensi NATO

Agresi Rusia ini ternyata semakin menguatkan sentimen anti-Rusia dan meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat Ukraina. Keputusan untuk mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, daerah di Ukraina, dan menyerang Ukraina justru memosisikan Rusia bukan lagi sebagai saudara, melainkan sebagai musuh dari masyarakat Ukraina. Sudah banyak beredar video dan cerita mengenai heroisme masyarakat Ukraina yang bertahan dari serangan Rusia, yang akan terekam semakin dalam di memori politik masyarakat Ukraina dan membuat Ukraina lebih dekat ke Eropa di masa depan.

Jika target utama Rusia adalah agar NATO menempatkan Rusia sebagai mitra sejajar, invasi terang-terangan ke Ukraina justru menghentikan kembali pembicaraan yang sempat dimulai ketika pemimpin negara-negara NATO terbang ke Moskow untuk bernegosiasi langsung.

Dengan menyerang Ukraina, Rusia justru mendorong penguatan eksistensi NATO. Sejak berakhirnya Perang Dingin, NATO sebenarnya tidak punya alasan untuk tetap eksis di Eropa. Saat ini, NATO justru tampil kembali karena invasi Rusia tersebut. Negara-negara Baltik meminta NATO untuk menambah jumlah pasukannya. Bahkan, negara non-NATO seperti Swedia dan Finlandia sekarang juga mempertimbangkan untuk bergabung. Dengan kata lain, Rusia justru menjadi lebih tidak aman saat ini dan di masa depan.

Pentingnya argumen alternatif

Penjelasan di atas secara tidak langsung membantah argumen-argumen yang menyatakan bahwa perluasan NATO adalah alasan utama invasi Rusia ke Ukraina. Oleh karenanya, kita perlu menelaah lebih lanjut beberapa argumen alternatif, diantaranya adalah bahwa invasi Rusia terhadap Ukraina merupakan kelanjutan ambisi imperialisme Rusia di kawasan bekas Soviet, karena cara pandang Putin yang emosional dan ingin menyelamatkan rezimnya dengan segala cara yang tidak rasional, serta karena kekhawatiran Putin akan adanya perluasan demokratisasi dari Ukraina ke Rusia.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now