Menu Close

Riset dampak PSBB: meski menerima bantuan pemerintah, warga hanya mampu bertahan seminggu

Penumpang kereta rel listrik (KRL) commuter line menunggu kereta di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa (9/6/2020). Kepadatan penumpang terjadi di beberapa stasiun KRL pada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi fase I, terutama saat jam sibuk mulai pukul 07.00-09.00 WIB dan pukul 16.00-17.00 WIB. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp. Antara Foto

Sebuah riset tentang dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terhadap ketahanan masyarakat di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten menemukan bahwa kemampuan ekonomi lebih dari separuh responden hanya mampu bertahan seminggu. Hal ini karena pelaksanaan PSBB mengakibatkan sebagian besar responden kehilangan penghasilannya.

Riset ini dilakukan oleh Panel Ilmu Sosial untuk Kebencanaan di bawah koordinasi Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial Kemanusian (IPSK) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang penelitian ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan. Survei yang dilaksanakan pada 3-12 Mei 2020 di tiga provinsi di atas berhasil menjaring 919 responden.

Survei menunjukkan hampir separuh responden (44%) kehilangan sebagian besar penghasilannya dan sebanyak 17% kehilangan pekerjaan. Status mereka kebanyakan adalah buruh/karyawan (79%) dan sisanya berusaha sendiri dan dibantu pekerja, terutama di sektor perdagangan, industri, transportasi dan jasa. Hal ini karena kebijakan PSBB membatasi aktivitas pekerjaan mereka.

Kebanyakan responden kehilangan pekerjaan dan kehilangan sebagian besar penghasilan karena pemotongan gaji sebagai konsekuensi dari sangat berkurangnya kegiatan di tempat mereka bekerja atau bahkan penutupan tempat mereka bekerja.

Mirisnya, dengan kehilangan sumber pendapatan, lebih dari separuh responden yang menerima bantuan pemerintah (55%) hanya mampu bertahan memenuhi kebutuhan keluarga seminggu ke depan. Sekitar 7% responden bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga untuk waktu satu hari.

Untuk bertahan hidup, mereka melakukan berbagai upaya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Kebanyakan responden mengubah pola dan menu konsumsi sesuai dengan kondisi ekonomi masing-masing (49%). Upaya lain yang dilakukan adalah mengambil tabungan (34%), tetap bekerja meskipun sebagian besar gaji/upahnya dipotong (31%), meminjam uang dari keluarga/kerabat (15%), menjual barang (14%), dan berhutang di warung (4%).

Pentingnya bantuan dari pemerintah

Pemberian bantuan dari pemerintah selama PSBB juga menentukan ketahanan ekonomi seorang individu.

Bantuan sosial diberikan dalam bentuk paket sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) yang berbeda-beda di tiap daerah. Paket sembako di Jakarta misalnya berisi beras 10 kilogram, 8 bungkus mi instan, 8 kaleng kecil ikan sarden, minyak sayur 2 liter. Responden juga menyebutkan bahwa mereka membagi bantuan yang diperolehnya kepada tetangga yang sangat memerlukan tetapi tidak mendapat bantuan.

Badan Urusan Logistik (Bulog) juga menyalurkan bantuan sosial (bansos) dalam bentuk beras sebanyak 6 liter. Bantuan tersebut dibagikan kepada semua warga di tingkat RT (Rukun Tetangga) yang membutuhkan.

Author provided

Meski ada bantuan dari pemerintah, kemampuan masyarakat untuk bertahan berdasarkan survei cukup rendah.

Pada Grafik 1, dapat dilihat bahwa responden penerima bantuan memiliki kemampuan untuk bertahan yang cukup rendah, yaitu hanya cukup untuk satu minggu ke depan. Hal ini dikarenakan sebagian besar penghasilannya telah dipotong, padahal pengeluaran keluarga bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan saja, melainkan juga harus membayar kamar kos, listrik, keperluan pendidikan anak-anak, dan lainnya.

Grafik 1 juga menggambarkan begitu besarnya dampak pelaksanaan PSBB terhadap ketahanan masyarakat penerima bantuan. Responden yang mampu bertahan sampai dua bulan ke depan sangat sedikit, hanya 1%. Sedangkan yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sampai berakhirnya pelaksanaan PSBB hanya sekitar seperlima dari total responden.

Kemampuan responden non-penerima bantuan untuk bertahan dalam pelaksanaan PSBB di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten juga rendah (Grafik 2). Responden yang mampu bertahan tanpa bantuan pemerintah jumlahnya masih terbatas, kurang dari separuh (43%). Gambaran ini cukup memprihatinkan karena sebagian besar responden ternyata masih memerlukan bantuan agar dapat bertahan.

Author provided

Waktu bertahan responden non-penerima bantuan juga masih terbatas. Hanya seperlima dari total responden non-penerima bantuan yang mampu bertahan sampai berakhirnya pelaksanaan PSBB.

Sebaliknya, sebanyak 3% responden tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarganya bahkan untuk hari ini. Sedangkan responden lainnya mempunyai kemampuan bertahan yang bervariasi, dari satu sampai dua minggu ke depan sampai dengan satu dan dua bulan ke depan.

Hal ini diperburuk dengan penyaluran bantuan dari pemerintah yang tidak tepat sasaran.

Sebagian responden (33,1%) sangat membutuhkan bantuan agar dapat bertahan dalam pelaksanaan PSBB. Tetapi, hanya 15% responden yang mendapat bantuan berupa bahan makanan pokok dari pemerintah (baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun provinsi dan kabupaten). Responden penerima bantuan menyatakan bahwa bantuan yang diterima tidak cukup (53%) dan tidak sesuai dengan kebutuhan (71%).

Solusi yang bisa dilakukan

Untuk itu, ada beberapa alternatif solusi yang bisa dilakukan:

  1. Pentingnya menyediakan data faktual untuk mengatasi masalah penerima bantuan dengan cara melakukan pemutakhiran data yang melibatkan pejabat di tingkat RT dan RW (Rukun Warga) serta kelurahan secara transparan, sinkronisasi data antarkementerian untuk menghindari tumpang tindih bantuan dan data ganda, dan mengoptimalkan pendataan secara daring di masing-masing daerah untuk mengontrol ketepatan dan transparansi data.

  2. Pentingnya mengembangkan pemberian bantuan dengan sistem pemberian voucher untuk membeli kebutuhan keluarga sesuai dengan keperluan di supermarket, pasar, dan warung yang bekerja sama dengan pemerintah. Sistem bantuan ini sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidakcukupan dan ketidaksesuaian antara kebutuhan dasar warga dengan bantuan yang diberikan pemerintah.

  3. Pentingnya mengembangkan program ‘cash transfer’ sesuai kebutuhan hidup minimum regional untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, terutama diperuntukkan bagi para penganggur dan orang miskin.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now