Menu Close
Einstein beranggapan bahwa atribut seperti kemampuan berimajinasi sangatlah penting. (Robert and Talbot Trudeau/Flickr), CC BY-NC

Tes IQ tidak bisa mengukur ‘fleksibilitas kognitif’ – kunci sesungguhnya dari kemampuan belajar dan kreativitas

Intelligence quotient atau IQ seringkali digadang-gadang sebagai kunci kesuksesan, terutama dalam bidang seperti sains, inovasi, dan teknologi. Banyak orang bahkan tak henti-hentinya terkagum-kagum dan sering penasaran dengan skor IQ dari figur terkenal atau orang-orang pintar.

Kenyataannya, beragam prestasi terbaik umat manusia utamanya lebih dipengaruhi oleh atribut seperti kreativitas, imajinasi, rasa ingin tahu, dan empati.

Banyak sifat-sifat ini muncul dari apa yang peneliti sebut sebagai “fleksibilitas kognitif” – kemampuan untuk bisa menggunakan berbagai konsep yang berbeda, atau beradaptasi untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu lingkungan yang baru atau senantiasa berkembang. Intinya, bagaimana kita bisa belajar untuk terus belajar, dan tetap fleksibel terhadap cara-cara baru untuk belajar. Ini termasuk senantiasa menyesuaikan strategi untuk membuat keputusan terbaik.

Dalam riset, kami mencoba memahami bagaimana manusia bisa mengasah fleksibilitas kognitif mereka.

Fleksibilitas kognitif membekali kita dengan kemampuan untuk melihat apakah langkah dan strategi kita akan berujung sukses atau tidak, dan bisa menerapkan berbagai perubahan yang sesuai untuk mencapainya.

Misalnya, jika kita melewati rute seperti biasa ke tempat kerja, tapi kini ada proyek pembangunan jalan, apa yang sebaiknya kita lakukan? Beberapa orang tetap bersikeras melewati rute yang sama, meski jalanan menjadi macet. Orang yang lebih fleksibel akan beradaptasi terhadap kejadian yang tak terduga ini dan mengasah otak untuk mencari solusi alternatif.

Fleksibilitas kognitif bisa jadi juga mempengaruhi bagaimana orang menghadapi lockdown selama pandemi, yang tentu menghadirkan tantangan-tantangan baru di sekolah atau tempat kerja. Beberapa dari kita merasa lebih mudah untuk beradaptasi dan menyesuaikan rutinitas kita untuk bisa melakukan berbagai aktivitas dari rumah.

Orang-orang yang fleksibel tersebut juga bisa jadi memang sering mengubah-ubah rutinitas dari waktu ke waktu untuk mencari beragam cara yang lebih baik dalam menjalani hari. Orang lain, sebaliknya, kewalahan dan pada akhirnya menjadi lebih kaku dalam berpikir. Mereka bertahan dalam rutinitas yang sama, dengan minim fleksibilitas atau perubahan.

Berbagai manfaat besar

Berpikir fleksibel adalah kunci kreativitas – dengan kata lain, kemampuan untuk memikirkan ide-ide baru, mencari hubungan-hubungan baru di antara ide-ide tersebut, dan membuat karya baru. Gaya berpikir ini juga mendukung kompetensi terkait kerja dan akademik, seperti pemecahan masalah.

Meski demikian, beda dengan memori kerja (working memory) – seberapa banyak kita bisa mengingat sesuatu pada suatu waktu – fleksibilitas kognitif tidak terkait dengan IQ, atau yang sering disebut “crystallised intelligence” (pengetahuan, fakta, dan kompetensi yang dihafal atau didapat seiring perjalanan hidup).

Sebagai gambaran, banyak seniman visual bisa jadi punya kecerdasan (intelligence) yang rendah, tapi sangat kreatif dan menghasilkan mahakarya.

Berlawanan dengan kepercayaan umum, kreativitas juga penting dalam sains dan inovasi. Misalnya, kami menemukan bahwa wirausahawan yang telah membangun banyak perusahaan punya daya kognitif yang lebih fleksibel ketimbang manajer dengan usia dan IQ yang sama.

Jadi, apakah fleksibilitas kognitif membuat orang lebih pintar dengan cara yang tak selalu terdeteksi oleh tes IQ?

Kita tahu kemampuan ini membuat kita punya “cold cognition” – yakni cara berpikir non-emosional atau “rasional” – yang lebih baik sepanjang hayat. Misalnya, pada anak-anak, ini membuat mereka punya kemampuan membaca yang lebih baik dan bisa meraih capaian belajar yang tinggi.

Gaya berpikir ini juga bisa melindungi kita dari sejumlah bias, seperti bias konfirmasi. Ini karena orang yang lebih fleksibel secara kignitif lebih jago dalam mendeteksi dan mengakui potensi kesalahan dalam diri mereka dan kemudian mencari strategi untuk mengatasi kekurangan ini.

Selain itu, fleksibilitas kognitif terkait dengan tingkat ketahanan atau ketangguhan yang lebih baik dalam menghadapi peristiwa negatif dalam hidup, dan juga terkait dengan kualitas hidup yang lebih baik pada individu yang lebih tua.

Bahkan, manfaatnya bisa merembet ke daya berpikir sosial dan emosional: beragam studi menemukan bahwa fleksibilitas kognitif berhubungan erat dengan kemampuan untuk memahami emosi, pikiran, dan niatan orang lain.

Kebalikan dari fleksibilitas kognitif adalah kekakuan kognitif, yang juga muncul dalam beberapa gangguan mental termasuk gangguan obsesif kompulsif (OCD), gangguan depresi berat (MDD), dan gangguan spektrum autisme (ASD).

Berbagai riset tentang pencitraan saraf (neuroimaging) menunjukkan bahwa fleksibilitas kognitif bergantung pada jaringan antara wilayah otak depan (frontal) dan “striatal”. Wilayah frontal berkaitan dengan daya kognisi tingkat tinggi seperti pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Sementara wilayah striatal berkaitan dengan penghargaan dan motivasi.

Image of brain scans.
Beberapa orang punya otak yang lebih fleksibel. Utthapon wiratepsupon/Shutterstock

Ada beberapa cara untuk secara objektif mengevaluasi fleksibilitas kognitif seseorang, termasuk dengan uji Wisconsin Card Sorting Test dan CANTAB Intra-Extra Dimensional Set Shift Task.

Meningkatkan fleksibilitas kognitif

Kabar baiknya, nampaknya kita bisa melatih fleksibilitas kognitif kita.

Terapi perilaku kognitif (CBT), misalnya, adalah terapi psikologis berbasis bukti yang membantu orang merombak pola pemikiran dan perilaku mereka. Sebagai contoh, orang dengan depresi yang tidak dihubungi oleh seorang teman selama seminggu bisa jadi menganggap teman tersebut tak lagi menyukai mereka.

Dalam CBT, tujuannya adalah merekonstruksi ulang cara pikir mereka untuk bisa membuka diri dan fleksibel terhadap opsi kesimpulan lain, seperti berpikir bahwa bisa jadi teman mereka hanya sibuk saja atau kehilangan cara untuk mengontak mereka.

Structure learning – yakni kemampuan untuk mengekstrak informasi tentang struktur dari lingkungan yang kompleks, dan menafsirkan arus informasi sensorik yang awalnya tidak kelihatan – juga bisa menjadi opsi. Kita tahu bahwa cara belajar seperti ini juga melibatkan wilayah otak frontal dan striatal yang serupa dengan fleksibilitas kognitif.

Dalam suatu kolaborasi antara University of Cambridge di Inggris dan Nanyang Technological University (NTU) di Singapura, kami saat ini sedang menjalankan eksperimen “dunia nyata” untuk menentukan apakah structural learning benar-benar bisa meningkatkan fleksibilitas kognitif.

Studi-studi telah menunjukkan manfaat dari melatih fleksibilitas kognitif, misalnya pada anak dengan autisme. Setelah melatih fleksibilitas kognitif, anak-anak tersebut tak hanya mengalami peningkatan performa pada tugas-tugas kognitif, tapi juga peningkatan pada komunikasi dan interaksi sosial. Ditambah lagi, fleksibilitas kognitif juga diketahui dapat bermanfaat bagi anak tanpa autisme dan juga pada individu yang lebih tua.

Seiring kita keluar dari pandemi, kita perlu memastikan bahwa dalam mengajarkan melatih kompetensi-kompetensi baru, orang-orang juga perlu belajar untuk lebih fleksibel secara kognitif saat mereka berpikir. Ini akan membekali mereka dengan ketahanan dan kesejahteraan yang lebh baik di masa depan.

Fleksibilitas kogntif juga penting bagi masyarakat untuk berkembang. Ini bisa memaksimalkan potensi individu untuk menghasilkan ide yang inovatif dan ciptaan yang kreatif. Pada akhirnya, atribut semacam ini yang kita perlukan untuk menyelesaikan tantangan besar zaman sekarang, termasuk krisis iklim, pelestarian lingkungan, energi bersih dan berkelanjutan, serta ketahanan pangan.


Profesor Trevor Robbins, Annabel Chen, dan Zoe Kourtzi turut berkontribusi pada penulisan artikel ini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now