Menu Close

Wacana blokir PUBG karena alasan “kekerasan”: apa kata sains tentang dampak video game?

Wacana blokir PUBG karena alasan “kekerasan”: apa kata sains tentang dampak video game?

Akhir bulan lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mempertimbangkan memblokir beberapa game online termasuk permainan baku tembak seperti Player Unknown’s Battlegrounds (PUBG), dan permainan arena tempur seperti Mobile Legends.

Niatan tersebut muncul setelah Kominfo menerima pengaduan bupati di Provinsi Bengkulu yang mengatakan game tersebut berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak.

Hal ini menambah daftar panjang wacana pemerintah untuk mencoba membatasi akses masyarakat terhadap game online.

Pada tahun 2019, misalnya, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh memberikan fatwa haram terhadap PUBG karena dianggap memicu kebrutalan pada anak-anak dan dapat melecehkan simbol-simbol Islam – disusul keinginan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerapkan fatwa itu secara nasional.

Tapi, benarkah video game menimbulkan perilaku kekerasan? Dan apakah pengaturan game di Indonesia oleh pemerintah via pemblokiran adalah kebijakan yang efektif?

Untuk menjawabnya, di episode terbaru SuarAkademia, kami berbicara dengan Iskandar Zulkarnain, peneliti budaya game global dari Hobart and William Smith Colleges di New York, Amerika Serikat (AS).

Iskandar, atau yang lebih akrab dipanggil “Izul” ini, menjelaskan tentang sejarah kepanikan moral pemerintah terhadap media baru dari masa ke masa, riset-riset tentang hubungan game dan kekerasan, serta membandingkan regulasi game di berbagai negara.

Simak episode lengkapnya di podcast SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now