Menu Close
Dua perempuan berdebat saat mereka duduk di sofa
Dua perempuan berdebat saat mereka duduk di sofa. Shutterstock

4 alasan mengapa mengatakan ‘do your research’ untuk memenangkan argumen tidak disarankan

Cukup banyak klaim atau argumen yang diakhiri dengan kalimat singkat “lakukan penelitian Anda” (do your research). Untuk beberapa kasus, ini merupakan sesuatu yang berani.

“Ayo dong, buka matamu! Lihat kebenaran dengan mata kepala sendiri!”

Itu tampaknya nada yang tersirat ketika mengucapkannya. Jenis pernyataan ini sangat menggugah dan persuasif – dengan cara yang manipulatif secara emosional. Berikut adalah empat alasan mengapa kita harus menghindari menyuruh orang lain untuk melakukan penelitian saat mendiskusikan suatu topik.


Read more: How to make good arguments at school (and everywhere else)


1. Beban pembuktian

Ada aturan umum dalam argumentasi: “Apa yang bisa ditegaskan tanpa bukti juga bisa ditolak tanpa bukti.” Artinya, jika kita membuat klaim tentang dunia, kita menanggung beban untuk membuktikan bahwa klaim kita itu benar. Carl Sagan dalam debat terkenalnya memandang ini sebagai “klaim luar biasa juga memerlukan bukti yang luar biasa”.

Ini adalah bagian penting dari wacana publik – jika kita ingin publik setuju dengan kita, kita harus menerima beban pembuktian untuk mendukung ide-ide kita.

Katakanlah kita ingin membuat klaim seperti:

“Vaksin COVID-19 adalah racun.”

Ini adalah contoh klaim yang luar biasa. Kami memiliki rekam jejak vaksin yang aman. Untuk mulai menganggap serius klaim “racun”, kita memerlukan beberapa fakta serius untuk bisa mendukungnya.

Mungkin ada penelitian yang menunjukkan bahwa vaksin beracun atau menyebabkan reaksi merugikan yang signifikan. Tapi itu masih tugas kita untuk memberikan bukti itu – dan tidak ada yang perlu menganggap kita serius sampai kita membuktikannya.

Setelah bukti itu diberikan, kita dapat mengevaluasi apakah bukti itu dapat diandalkan dan terkait dengan klaim utama.


Read more: Feel free to disagree on campus ... by learning to do it well


2.Bias konfirmasi

Pikiran kita tidak selalu bekerja dengan lambat, masuk akal, dan disengaja – karena hal itu akan melelahkan. Sebaliknya kami menggunakan apa yang disebut heuristik (jalan pintas mental) untuk memungkinkan kami bertindak dan berperilaku cepat.

Kami menggunakan heuristik untuk membuat pilihan saat mengemudi di jalan, atau memutuskan cara mana yang harus dihindari dalam pertandingan sepak bola, atau kapan harus mengecilkan api saat memasak. Ada terlalu banyak keputusan kecil yang harus dibuat setiap hari dengan jalan pintas ini.

Bias kognitif mirip dengan heuristik tetapi memiliki perbedaan penting - yakni ia datang dengan bias yang ada.

Jenis bias kognitif tertentu adalah bias konfirmasi: yang memiliki kecenderungan untuk menafsirkan fakta dan informasi dengan apa yang sudah kita yakini. Misalnya, jika kita tidak percaya pada pemerintah, kita cenderung mempercayai berita tentang korupsi dan penipuan dari pejabat terpilih kita.

Masalah yang muncul dengan bias konfirmasi adalah bahwa hal itu membawa kita untuk secara tidak rasional memprioritaskan jenis informasi tertentu di atas yang lain. Jauh lebih sulit untuk mengubah pikiran kita ketika mereka sudah siap untuk mempercayai hal-hal tertentu – tentang vaksin, misalnya. Dalam pencarian informasi, kita akan mencari sumber yang mendukung klaim yang telah kita setujui atau menolak klaim yang tidak kita sukai. Jika kita sudah curiga atau takut pada vaksin dan seseorang mengatakan “lakukan penelitian Anda tentang bahaya vaksin”, kita lebih cenderung memilih kasus tentang efek vaksin yang merugikan.


Read more: First impressions count, and have an impact on the decisions we make later on


3. Kebajikan intelektual yang buruk

Seseorang yang memberitahu orang lain untuk melakukan penelitian biasanya ingin orang untuk bisa memahami argumennya. Itu bukan diskusi atau debat. Ini seperti mencari justifikasi atas argumennya dengan cara yang tidak kritis.

Kita semua mencari validasi untuk argumen, tetapi kita perlu melakukan lebih dari ini. Kita harus menyambut kritik dengan tulus.

Demokrasi yang efektif membutuhkan bahwa kita terlibat satu sama lain menggunakan kebajikan intelektual seperti kejujuran, pikiran terbuka, dan ketelitian. Kita harus menjadi pencari kebenaran, yang mengevaluasi bukti dan menguji kredibilitas segala sesuatu.


Read more: Changing your mind about something as important as vaccination isn't a sign of weakness – being open to new information is the smart way to make choices


4. Harapan yang tidak masuk akal

Kita tidak bisa berharap bahwa setiap orang akan memiliki waktu untuk memeriksa secara menyeluruh setiap publikasi tentang topik tertentu. Bahkan jika hanya butuh sepuluh menit untuk membaca artikel ilmiah tentang keamanan vaksinasi (yang merupakan perkiraan kasar untuk makalah yang panjangnya ribuan kata), penelitian yang efektif akan membuat kita membaca setidaknya setengah lusin dari itu untuk memahami apa yang ahli dalam bidang itu katakan.

Dan itu baru membaca. Belum lagi waktu untuk mempelajari berbagai istilah dan kosa kata di bidang itu, serta belajar tentang perbedaan pendapat dan aliran pemikiran, atau untuk membentuk pendapat kita sendiri tentang kualitas penelitian itu.

Yang kita bisa lakukan adalah setidaknya memeriksa argumen orang lain selama berjam-jam. Jika si pendebat mengajukan bukti mereka, kita masih perlu melakukan penelitian tentang apakah bukti itu akurat – tetapi setidaknya sekarang kita berbicara tentang menit, bukan jam.

Pencil placed on scientific journal paper with highlighted sections
Penelitian yang layak akan mengharuskan seseorang memiliki waktu dan keahlian untuk membaca dan menilai artikel panjang oleh para ahli asli. Shutterstock

Menjadi lebih baik dalam berdebat

Salah satu kebajikan paling mendasar dalam mendengarkan satu sama lain dan meningkatkan kualitas wacana kita adalah rasa ingin tahu. Salah satu bahaya nyata bagi hidup kita adalah menjadi tidak tertarik pada perspektif lain – atau, lebih buruk lagi, menjadi tidak tertarik pada kebenaran itu sendiri.

Kita tidak akan pernah memiliki gambaran lengkap tentang masalah sosial dan ilmiah yang kompleks. Hidup kita sendiri sibuk dan kompleks dan kita tidak punya waktu untuk menyelidiki dengan benar setiap topik yang diajukan kepada kita. Jika seseorang ingin dianggap serius, paling tidak yang bisa dia lakukan adalah menyampaikan argumennya secara utuh.

Kita masih dapat terlibat berdiskusi dengan yang lain, tetapi kami harus jujur tentang informasi dan dari mana kita mendapatkannya.

Tidak ada gunanya menyuruh orang lain untuk melakukan pekerjaan yang harus seharusnya kita kerjakan.


Read more: Actually, it's OK to disagree. Here are 5 ways we can argue better



Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now