Menu Close
Petugas KPU memeriksa surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden di gudang logistik KPU Jakarta Pusat, GOR Cempaka Putih, Jakarta. Erlangga Bregas Prakoso/Antara Foto

Agama dan HAM dalam lanskap Pemilu 2024: kandidat mana yang paling tak bermasalah?

Indonesia tengah melaksanakan pencoblosan Pemilihan Umum (Pemilu) pada hari ini, 14 Februari 2024. Tiga pasangan calon (paslon) yang tengah bertarung adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Berbeda dengan Pemilu 2019 lalu yang sangat kental dengan sentimen agama, kontestasi politik kali ini tampaknya tidak ada polarisasi agama yang terlalu tajam, meskipun tetap ada selentingan isu-isu politik identitas agama dalam perhelatan kampanye. Sedangkan isu HAM terlihat lebih mendominasi diskusi publik.

Lalu bagaimana isu agama dan HAM mewarnai Pemilu 2024 ini?

Sentimen agama: siapa didukung kelompok konservatif?

Kandidat Anies Baswedan merupakan mantan menteri pendidikan dan kebudayaan di periode pertama pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Ia paling dikenal sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta.

Anies memiliki latar belakang intelektual. Ia pernah menjadi rektor di Universitas Paramadina. Kedua orang tuanya adalah profesor.

Calon presiden Anies Baswedan (tengah) saat mengunjungi Pondok Pesantren DDI Mangkoso di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Rabu 17 Januari 2024. Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto

Namun, Anies kerap diasosiasikan dengan politik identitas. Ia dikenal dekat dengan, dan mendapat dukungan dari, faksi-faksi Islam konservatif di Indonesia atau populasi Muslim yang mengikuti interpretasi Islam yang lebih ketat.

Ini berawal dari kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2017. Anies mendapat dukungan masif dari kelompok-kelompok Islam garis keras, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan tokoh Muslim Rizieq Shihab, pemimpin Front Pembela Islam (FPI).

Kubu Anies dalam Pilgub saat ini kerap memainkan isu agama dalam melawan rival terkuatnya saat itu, Basuki Tjahaja Purnama yang seorang Kristiani.

Dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ini, kelompok ulama konservatif dari Ijtima Ulama, termasuk Rizieq, menandatangani pakta integritas dukungan terhadap Anies sebagai capres. Langkah ini sekaligus bisa menjadi upaya bagi Anies untuk mengamankan suara dari pemilih Muslim konservatif, yang jumlahnya cukup signifikan di Indonesia.

Memang, strategi ini bisa menjadi senjata bermata dua bagi Anies, karena berpotensi menjauhkan pemilih Muslim moderat. Namun, tampaknya kendala ini sudah selesai karena Anies menggandeng Muhaimin Iskandar sebagai cawapresnya. Muhaimin adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merupakan partai disebut menguasai pemilih dari kalangan Islam moderat, terutama massa Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di negara ini.

Pencalonan Anies menimbulkan pertanyaan atas kesesuaian nilai demokrasi dengan kesetaraan dan prinsip nondiskriminasi terhadap kelompok minoritas, terutama minoritas agama.

Dua kandidat capres lainnya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, tampaknya tidak terlalu diasosiasikan dengan sentimen agama karena keduanya didukung oleh mayoritas partai berhaluan nasionalis.

Isu HAM

Meski demikian, Prabowo dan Ganjar justru lebih menjadi sorotan dibandingkan Anies jika terkait isu penegakkan HAM.

Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra, merupakan mantan menantu diktator Suharto. Ia kerap disorot perihal keterlibatannya dalam penculikan dan penghilangan sejumlah aktivis prodemokrasi 1998. Saat itu, Prabowo merupakan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Menginginkan jabatan presiden selama beberapa dekade, Prabowo awalnya mencari posisi tersebut pada 1998 dengan Partai Gerindra yang kini ia pimpin, tetapi dikalahkan oleh Wiranto dalam proses pemilihan internal partai.

Aksi Kamisan ke-800 oleh keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 4 Januari 2024. M Risyal Hidayat/Antara Foto

Pada Pemilu 2004, ia mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama Megawati, namun kalah melawan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Prabowo kemudian menghadapi dua kekalahan lagi pada Pilpres 2014 dan 2019, dua-duanya melawan Jokowi.

Setelah kekalahan dalam pemilihan dan memanfaatkan ketegangan sosial di Jakarta, Prabowo dengan strategis mengamankan peran kunci sebagai Menteri Pertahanan dalam pemerintahan Jokowi sejak tahun 2019. Ia secara efektif menetralkan kekuatan oposisi.

Saat ini, pola sejarah nampaknya berulang, dengan Jokowi secara terbuka menyelaraskan dirinya dengan Prabowo dan bahkan menunjuk putranya sebagai cawapres Prabowo.

Di sisi lain, kandidat capres Ganjar Pranowo, lebih dikenal memiliki citra “merakyat”, persis seperti citra Jokowi dulu ketika pertama kali menjadi capres pada 2014. Diusung oleh PDI-P yang saat ini adalah partai politik terbesar di parlemen, Ganjar kerap dianggap sebagai sosok dengan karakter yang paling mirip dengan Jokowi

Namun, ada kontradiksi dalam sikap politik Ganjar, seperti yang terlihat dalam konflik Wadas. Dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Jawa Tengah saat itu, Ganjar disebut terlibat dalam kasus pelanggaran HAM atas penggusuran Desa Wadas, tempat tinggal 500 orang. Penggusuran tersebut bertujuan untuk membangun proyek bendungan.

Penggunaan kekuatan aparat kepolisian dan militer untuk menekan protes dari masyarakat yang menentang pembangunan bendungan itu terlihat sangat kontradiktif dengan rekam jejak politik Ganjar.

Pencalonan Prabowo dan Ganjar menimbulkan pertanyaan mendalam tentang kesesuaian nilai-nilai demokratis dan penghormatan HAM.

Pemilu 2024 menjadi saat penting bagi rakyat Indonesia, di tengah kompleksnya arus sosial-politik negara. Keputusan pemilih tidak hanya akan memengaruhi demokrasi Indonesia ke depan, tetapi juga akan berdampak pada reputasi negara ini secara internasional.

Saat negara ini mendekati fajar zaman baru, keputusan dan tantangan yang ada di depan harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk menjamin kemajuan dan perlindungan nilai-nilai demokrasi dan HAM.

Tidak ada satupun kandidat capres yang bersih dari politisasi isu agama dan pelanggaran HAM. Gagasan yang kini mendominasi di tengah-tengah publik adalah bahwa dalam pemilihan ini, disarankan untuk memilih kandidat yang paling minim berisiko dan lebih sedikit bermasalah.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now