Menu Close

Apa dan mengapa kortikosteroid efektif melawan COVID-19?

Gorodenkoff/Shutterstock

Pada Juni silam, ketika obat steroid murah deksametason dilaporkan mampu mengobati pasien yang menderita COVID-19, para dokter dan ilmuwan meminta agar orang-orang waspada.

Mereka secara hati-hati menggarisbawahi perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi peran obat tersebut - dan juga obat mengandung hormon steroid lainnya - dalam penanganan penyakit ini.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) kini telah mengkonfirmasi hal ini. WHO telah menerbitkan sebuah analisis yang menunjukkan bahwa tingkat keselamatan pasien COVID-19 yang sakit parah meningkat setelah dirawat dengan deksametason dan kortisteroid lainnya.

Penelitian ini mengumpulkan data dari tujuh uji coba berbeda yang mengevaluasi keefektifan obat-obat ini, meneliti hasil perawatan 1.703 pasien COVID-19 parah.

Pasien yang diobati dengan salah satu dari tiga kortikosteroid - hidrokortison, deksametason atau metilprednisolon - memiliki risiko kematian setelah 28 hari sebesar 32%. Mereka yang menerima pengobatan biasa atau menerima placebo, memiliki risiko 40%.

Apa itu kortikosteorid?

Kata “steroid” dapat mengakibatkan kesalahpahaman. Kortikosteroid tidak memiliki kemampuan yang sama dengan turunan testosteron - androgen, atau “anabolic” steroid - yang digunakan para binaragawan dan olahragawan yang tidak sportif.

Kortikosteroid digunakan sebagian besar untuk mengobati penyakit yang timbul akibat inflamasi, yaitu ketika sistem imun tubuh melancarkan respons yang berlebihan terhadap sesuatu atau menyerang sel-sel tubuh sendiri.

Keluarga obat-obatan ini telah ada selama berpuluh tahun – penggunaan medis deksametason disetujui pada 1961.

A tube of hydrocortisone cream.
Kortikosteroid tersedia dalam bentuk krim, tapi untuk pengobatan COVID-19 obat ini disediakan untuk dosis diminum atau lewat infus. Father Goose/Wikimedia Commons, CC BY-SA

Penelitian itu menemukan bahwa hubungan dengan tingkat keselamatan terkuat ada pada hidrokortison - nama yang mungkin sudah familiar. Obat ini telah digunakan selama berpuluh tahun, dalam ragam bentuk, untuk mengobati kondisi inflamasi, mulai dari eksim yang sedang hingga radang usus parah.

Obat ini juga telah digunakan untuk kelainan endokrin seperti Addison’s disease.

Hidrokortison adalah nama yang digunakan untuk hormon kortisol stres saat digunakan sebagai obat. Seperti anggota lain dalam keluarga kortikosteroid, saat digunakan, obat ini meniru perilaku kortisol dalam tubuh.

Yang utama, perilaku ini melibatkan pengaruh pada reseptor protein di dalam sel. Saat reseptor in diaktivasi, reseptor ini berpindah ke nukleus sel dan mengikat diri pada area spesifik pada DNA, mengaktivasi gen-gen tertentu atau mencegah gen-gen lain teraktivasi.

Banyak gen-gen yang ditarget bertanggung jawab dalam memproduksi sitokin: protein-protein kecil yang memberi isyarat antara sel imun untuk memperkuat atau mengatur respons imun.

Steroid ini juga menarget gen-gen yang memproduksi reseptor yang dipengaruhi oleh sitokin. Jadi steroid ini bisa mengurangi jumlah sitokin yang diproduksi tubuh dan mengurangi keefektifannya.

Mengapa berguna?

Gangguan pernapasan berat pada pasien COVID-19 dihubungkan dengan fenomena yang disebut “badai sitokin”. Fenomena ini timbul ketika sistem imun bereaksi terlalu kuat dan menghasilkan protein-protein ini dalam jumlah besar, yang mengakibatkan reaksi peradangan berlebihan.

Dampaknya termasuk pembengkakan dan penumpukan cairan dan sel darah putih yang berpotensi merusak jaringan. Bila ini terjadi dalam sistem pernapasan, ini akan mengakibatkan gangguan pernapasan karean dinding saluran udara membengkak dan cairan menumpuk dalam paru-paru.

Badai sitokin juga dapat menghasilkan respons yang mempengaruhi seluruh tubuh yang dapat menyebabkan kegagalan organ-organ.

Jadi, pada penyakit yang membuat orang sakit parah saat terjadi badai sitokin, gen-gen yang menghasilkan sitokin dan reseptornya bisa jadi kemungkinan sasaran terapi yang berhasil.

Inilah mengapa steroid diikutkan dalam uji coba RECOVERY - sebuah proyek besar yang mencari obat-obat apa yang sudah tersedia dan digunakan yang juga bisa digunakan untuk menangani COVID-19 - dan dalam ujicoba-ujicoba terpisah oleh WHO.

Seberapa positif prospeknya?

Menariknya, manfaat yang terlihat lewat penggunaan hidrokortison dan deksametason muncul dalam dosis-dosis cukup rendah. Tidak ada manfaat tambahan yang terlihat saat dosis lebih besar digunakan.

Juga, steroid yang lebih kuat, metilprednisolon, menunjukkan efektifitas lebih rendah dibanding hidrokortison, walau dalam penelitian skala lebih kecil.

Ini menimbulkan pertanyaan terkait kemampuan steroid menekan sistem imun: walau peradangan menjadi faktor penting dalam banyak penyakit, tapi itu juga faktor kunci dalam upaya tubuh melindungi diri dari infeksi.

Menekan sistem imun mungkin membantu mengurangi badai sitokin yang mengancam nyawa, tapi itu juga berisiko mengurangi kemampuan tubuh melawan infeksi virus yang menyebabkan penyakit tersebut.

Keseimbangan itu penting dalam mempertahankan hidup, dan menyeimbangkan antara menekan peradangan dan menekan imunitas menjadi pertimbangan penting dalam penggunaan obat seperti hidrokortison.

Satu penelitian telah menemukan bahwa efek steroid pada sistem imun pasien COVID-19 dapat menyebabkan mereka rentan terhadap infeksi bakteri, misalnya, dan dapat memperpanjang masa perawatan mereka di rumah sakit.

Maka, jangan diasumsikan bahwa steroid itu bebas risiko pada pasien yang sakit berat.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now