Menu Close

Bagaimana kearifan lokal berperan untuk membantu BUM Desa menerapkan prinsip keberlanjutan

BUM Desa
Kasir melayani konsumen di BUM Desa Bhuana Utama, Desa Panji, Buleleng, Bali. Author provided

Prinsip keberlanjutan dalam bisnis dapat didefinisikan sebagai keseimbangan dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi lingkungan. Ini menambah sudut pandang baru bahwa level keuntungan yang dicapai oleh organisasi harus seimbang dengan kontribusinya terhadap isu sosial dan lingkungan.

Dalam konteks ekosistem bisnis, semua organisasi memiliki peran untuk mengimplementasikan prinsip keberlanjutan dalam aktivitas bisnis mereka. Prinsip keberlanjutan juga dapat diimplementasikan pada organisasi bisnis kecil, termasuk Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa.

Kini, BUM Desa telah menjadi organisasi bisnis profesional, sebagai konsekuensi logis dari BUM Desa yang berbadan hukum. Status ini membuat BUM Desa memiliki perluasan tanggung jawab dari dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Lebih lanjut, melalui implementasi prinsip keberlanjutan, BUM Desa dapat memiliki kontribusi yang besar untuk pencapaian SDGs Desa.

Jika dilihat dengan seksama, kearifan lokal yang ada di beberapa daerah di Indonesia memiliki makna yang sama dengan prinsip keberlanjutan. Sebagai contoh, kearifan lokal Tri Hita Karana yang merupakan pola hidup dan pedoman untuk mewujudkan keharmonisan dalam konteks masyarakat Bali.

Tulisan ini membahas bagaimana konsep Tri Hita Karana dapat diimplementasikan dalam bisnis dan dapat menjadi pedoman prinsip keberlanjutan bagi BUM Desa.


Read more: "Perusahaan" milik desa kunci untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan


Tri Hita Karana sebagai acuan prinsip keberlanjutan

Konsep Tri Hita Karana merupakan pedoman masyarakat Bali untuk mewujudkan keharmonisan dalam hidup. Tri Hita Karana dapat diartikan sebagai tiga penyebab kebahagiaan. Masyarakat Bali meyakini bahwa keharmonisan dan kebahagiaan hidup dapat tercapai bila membangun hubungan yang baik meliputi Parahyangan (hubungan dengan Tuhan), Pawongan (hubungan dengan manusia), dan Palemahan (hubungan dengan lingkungan).

Ini selaras dengan prinsip keberlanjutan yang dikejar oleh organisasi untuk membentuk keharmonisan dengan para pemangku kepentingan dan membangun keharmonisan dalam dimensi sosial dan dimensi lingkungan.

Berikut beberapa peran Tri Hita Karana dalam pengoperasian BUM Desa.

1. Membentuk visi dan misi organisasi

Beberapa BUM Desa yang beroperasi di Bali telah menggunakan inti dari konsep Tri Hita Karana dalam visi dan misi organisasi. Sebagai contoh, BUM Desa Pejarakan di Buleleng Bali telah menyusun visi organisasi yang dilandasi dengan filosofi Tri Hita Karana. Visi dari organisasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam ini kemudian dijabarkan dalam beberapa misi yang jika dicermati memiliki kesamaan dengan tujuan dari implementasi Tri Hita Karana.

Adanya Tri Hita Karana di visi BUM Desa dapat menjadi dasar bagi manajemen untuk menyusun misi organisasi yang tentunya akan sejalan dengan nilai-nilai Tri Hita Karana. Misi organisasi inilah yang akan dilaksanakan secara nyata melalui program kerja BUM Desa.

Tentu saja, komitmen dari manajemen BUM Desa juga diperlukan agar program-program kerja dari BUM Desa sejalan dengan nilai-nilai Tri Hita Karana. Sebagai contoh, falsafah Tri Hita Karana telah menjadi landasan untuk akuntabilitas keuangan desa adat. Bukan tidak mungkin praktik ini dapat dilaksanakan di BUM Desa, meski BUM Desa adalah organisasi bisnis murni dan lepas dari unsur adat.

2. Menyusun program kerja yang mendukung SDGs Desa

Peran berikutnya dapat dilihat dari sudut pandang program kerja. Adanya nilai Tri Hita Karana dalam program kerja BUM Desa akan membantu desa dalam mencapai indikator tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Developmeng Goals/SDGs Desa.

SDGs Desa merupakan turunan dari prinsip SDGs yang diperkenalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan diadopsi oleh Indonesia melalui 18 indikator untuk mencakup level desa. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, A. Halim Iskandar mengatakan bahwa tercapainya SDGs Desa dapat mewujudkan 74% pembangunan berkelanjutan di tingkat nasional.

Dengan Tri Hita Karana, manajemen BUM Desa melalui program kerjanya akan memiliki peran yang krusial untuk membantu desa dalam mencapai SDGs Desa sekaligus memperoleh keuntungan dan berkontribusi pada dimensi sosial dan dimensi lingkungan.

3. Harmonisasi pemegang kepentingan

Peran terakhir adalah dari aspek keterlibatan pemangku kepentingan, khususnya dari masyarakat desa.

Jika BUM Desa tidak dijalankan untuk kepentingan masyarakat desa dan jauh dari nilai-nilai Tri Hita Karana, maka keharmonisan dari dimensi sosial tidak akan tercapai. Dalam konteks ini, Tri Hita Karana menjadi koridor atau pengingat bagi manajemen dalam menjalankan aktivitas bisnis. Koridor ini juga membantu manajemen BUM Desa untuk terhindar dari berbagai sanksi, utamanya sanksi sosial dan sanksi adat, dalam menjalankan aktivitas BUM Desa.

Dengan demikian, manajemen BUM Desa akan selalu aktif untuk membangun keharmonisan dengan pemangku kepentingan (masyarakat desa), misalnya dengan mendorong partisipasi warga untuk monitoring aktivitas BUM Desa. Ini merupakan salah satu contoh dari implementasi Tri Hita Karana saat manajemen BUM Desa secara aktif membangun hubungan dengan masyarakat desa dalam konteks pengelolaan BUM Desa.


Read more: Pemerintah perlu berikan kepercayaan dan dukungan bagi desa untuk "berbisnis", BUM Desa berbadan hukum solusinya


Kearifan lokal dalam membangun BUM Desa yang bertanggung jawab

Hal ini menjadi menarik ketika sebuah organisasi bisnis lokal menggunakan konsep non-bisnis dalam visi dan misi organisasi. Ini mengindikasikan bahwa konsep kearifan lokal (tidak hanya di Bali) memiliki nilai-nilai yang universal dan dapat diterapkan dalam kondisi bisnis terkini.

Dukungan juga terus diperlukan dari para akademisi untuk meneliti mengenai kearifan lokal dan organisasi bisnis. Banyak contoh kearifan lokal daerah lain yang dapat dikaji dalam konteks bisnis, misalnya kearifan lokal masyarakat Bugis dalam bidang kepemimpinan. Berbagai kearifan lokal ini dapat membantu BUM Desa menjadi organisasi bisnis yang maju tanpa melupakan nilai kearifan lokal setempat.

Kita berharap bahwa BUM Desa sebagai organisasi bisnis di komunitas sosial dapat berubah menjadi organisasi bisnis profesional yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat desa. BUM Desa juga dapat memasukkan nilai-nilai kearifan lokal dalam aktivitas bisnisnya sehingga peran BUM Desa dalam dimensi bisnis dan non-bisnis menjadi semakin krusial.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now