Menu Close
antarafoto swadaya kemandirian ekonomi dan energi ajn.

Bagaimana sektor peternakan di Indonesia dapat berkontribusi dalam menurunkan emisi karbon?

Konferensi iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau COP27 yang dihelat di Sharm el Sheikh, Mesir, menempatkan isu pengurangan emisi aktivitas peternakan (bagian dari sektor pertanian) menjadi salah satu topik penting. Pertemuan ini diharapkan mampu menghasilkan kesepakatan di level negara untuk pertanian dan peternakan yang ramah lingkungan.

Sejumlah pemerintah di negara maju, seperti di Belanda dan Uni Eropa, mencoba mengurangi populasi ternak di negaranya untuk menekan emisi dari peternakan. Penduduknya pun mengurangi, bahkan berhenti memakan daging.

Namun, strategi di atas sulit diterapkan di Indonesia. Pasalnya, peternakan masih menjadi sumber penghidupan bagi sekelompok masyarakat. Misalnya, produksi daging melalui budidaya sapi potong 90% persen berasal dari peternakan rakyat. Pengurangan populasi berarti pengurangan sumber pendapatan bagi peternak. Wajar jika saat ini pemerintah lebih memilih untuk melaksanakan program peningkatan populasi ternak.

Wacana pengurangan konsumsi daging juga menjadi dilema. Studi yang dilakukan tim peneliti dari sepuluh institusi riset dari mancanegara? dan terbit tahun lalu menemukan, konsumsi pangan rata-rata penduduk Indonesia masih bertumpu pada beras-berasan dengan asupan protein hewani yang rendah. Padahal, protein hewani dibutuhkan manusia terutama bagi proses tumbuh kembang anak dan remaja, ibu hamil, maupun ibu menyusui.

Karena itulah, Indonesia membutuhkan jalan tengah untuk memastikan sektor peternakan dapat berjalan dengan emisi yang minim. Ini juga untuk menjaga kelangsungan peternak tradisional, sekaligus memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Bagaimana caranya?

Di tengah upaya pemerintah meningkatkan populasi ternak, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menekan emisi.

Pertama, peningkatan efisiensi pada sistem budi daya sapi potong di tingkat peternak. Artinya, sistem produksi perlu diarahkan agar hewan ternak bisa menyerap pakan untuk menambah bobot mereka.

Emisi sektor peternakan
Petugas pemerintah memeriksa sapi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Jojon/Antara

Pola pemeliharaan yang efisien memungkinkan produksi daging tetap meningkat tanpa perlu melakukan peningkatan populasi ternak secara signifikan. Selain itu, upaya untuk menjaga ternak dalam kondisi prima dan bebas penyakit juga dapat berkontribusi mengurangi emisi.

Emisi dari sistem pencernaan ternak pada dasarnya berasal dari energi dalam pakan yang terbuang ke lingkungan dalam bentuk gas. Nah, emisi bisa dicegah melalui pemberian pakan berkualitas. Pakan ini mesti memiliki protein yang tinggi dan rendah serat, seperti Indigofera, Kaliandra, dan Gamal. Sementara, pakan berkualitas rendah, seperti jerami padi, dapat ditingkatkan manfaatnya dengan teknik fermentasi.

Kedua, menggencarkan kampanye seputar emisi gas rumah kaca kepada peternak. Dorongan untuk mengurangi emisi merupakan hal yang asing bagi peternak sederhana. Di sinilah pentingnya edukasi terhadap mereka.

Negara lain telah banyak melakukan diseminasi informasi mengenai GRK kepada peternak, baik di negara maju maupun berkembang.

Praktik budi daya peternakan ramah lingkungan dan rendah emisi sesungguhnya menambah peluang peningkatan produksi. Misalnya, pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik atau pembuatan digester sederhana untuk memproduksi biogas.

Hanya saja, selama ini cara tersebut tidak banyak ditempuh karena memerlukan perubahan kebiasaan peternak. Inilah misi terbesar dalam peternakan yang berkelanjutan.

Kesuksesan langkah ini berada di tangan penyuluh peternakan. Sebagai petugas yang kerap wara-wiri di desa dan berkomunikasi langsung dengan warga, penyuluh adalah garda terdepan dalam peningkatan pengetahuan peternak. Aktivitas penyuluhan sudah saatnya memberi porsi yang layak untuk aspek-aspek lingkungan, tidak hanya mengenai peningkatan produksi semata.


Read more: Ini 5 tantangan Indonesia memangkas emisi sektor peternakan


Ketiga, peningkatan hasil riset dan inovasi dalam penurunan emisi. Peternak tidak bisa dibiarkan berjalan sendirian untuk melaksanakan praktik yang berkelanjutan. Mereka harus didampingi oleh peneliti dan akademisi. Lembaga riset dan perguruan tinggi semestinya menjadikan penurunan emisi sebagai salah satu fokus riset di bidang peternakan.

penyakit sapi
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional tengah memeriksa sapi di peternakan. Dedhez Anggara/Antara

Salah satu yang bisa dilakukan para akademisi adalah meneliti pakan-pakan lokal potensial untuk hewan ternak yang rendah emisi.

Selain itu, kandungan zat-zat nutrisi tertentu dalam pakan, misalnya tanin dan zat lainnya, masih menunggu sentuhan riset agar dapat diketahui perannya untuk meningkatkan efisiensi pemeliharaan ternak. Teknik-teknik pengolahan dan pemberian aditif (kandungan tambahan) dalam pakan juga membutuhkan kajian-kajian lanjutan.

Hasil-hasil riset terkait yang telah dihasilkan selama ini sudah saatnya dibuka kembali untuk diterapkan di lapangan. Hasil riset jangan berhenti di rak perpustakaan atau halaman-halaman jurnal penelitian. Pada intinya, simpul peternak-penyuluh-peneliti perlu bersinergi untuk mewujudkan peternakan rendah karbon.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now