Menu Close

Cara baru dan murah membudidayakan kepiting kanibal lezat

Rajungan biru (Portunus pelagicus). Peneliti Indonesia menemukan jalan menghentikan kepiting saling kanibalistik. Guillermo Guerao Serra/Shutterstock

Apakah Anda suka makan kepiting? Di Jakarta menikmati menu kepiting lezat telah menjadi tren sangat populer. Restoran-restoran yang menyajikan menu khas kepiting makin bermunculan dengan nama-nama yang menarik minat penggemar kepiting, seperti misalnya The Holy Crab, Cut the Crab, dan lain-lain. Kepiting goreng atau kepiting panggang sangat menggiurkan bila disajikan dengan saus pedas. Sungguh nikmat dan menggoyang lidah.

Meski daging kepiting belum menjadi makanan tradisional Indonesia sepenuhnya, kepiting telah merupakan bisnis besar di Indonesia dan dunia. Kepiting sangat populer di Cina dan Amerika Serikat, yang merupakan dua konsumen terbesar kepiting di dunia.

Beberapa tahun terakhir ini, lebih dari 50% kepiting yang diekspor dari Indonesia telah menuju ke Amerika Serikat. Pada tahun 2011, nilai ekspor kepiting dari Indonesia yang ke AS saja mencapai US$262 juta, lebih banyak dari eksportir besar lainnya seperti Cina, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

Tapi tidak hanya manusia yang gemar melahap dekapoda (hewan berkaki sepuluh) ini. Kepiting juga menyukai cita rasa daging sesama mereka juga. Mereka kanibal satu sama lain.

Kecenderungan untuk memangsa satu sama lain ini membuat kita harus bekerja lebih keras untuk menemukan cara baru dalam usaha mengembangbiakkan mereka.

Kepiting memakan saudara mereka sendiri

Bukan hal mudah untuk menetaskan telur-telur kepiting dan memelihara larva-larvanya, tapi hal ini sudah mungkin dilakukan. Kesulitan timbul saat mereka telah mencapai fase perkembangan yang mempunyai capit untuk memegang mangsanya. Mulai saat itu, sifat kanibalisme timbul. Para kepiting yang dipelihara dalam satu bak budi daya, saling memangsa satu sama lain, menyebabkan kematian yang sangat drastis. Perilaku kanibal dapat menyebabkan kegagalan usaha produksi benih kepiting tersebut. Sementara, penangkapan kepiting liar secara terus-menerus telah menyebabkan stok kepiting di alam bebas makin menurun.

Menteri Kelautan dan Perikanan pada awal 2015 menerbitkan peraturan baru yang membatasi ukuran krustasea (lobster, kepiting, dan rajungan) yang dapat ditangkap dan melarang menangkap induk-induknya yang mengandung telur. Namun, untuk membantu mengatasi turunnya jumlah dan ukuran kepiting liar, akan lebih bagus jika pelaksana panti pembenihan (backyard hatchery) dapat menemukan lebih banyak cara untuk menetaskan dan membesarkan kepiting.

Pusat Penelitian Oseanografi LIPI telah mencari cara budi daya kepiting yang lebih efektif dan relatif murah, yang dapat diadopsi oleh pengusaha dalam memproduksi benih kepiting dan masyarakat petani tambak yang mencari nafkah melalui usaha penggemukan kepiting.

Cara baru mencegah kepiting memakan satu sama lain

Kepiting yang dapat dan enak dimakan ada empat spesies: Scylla serrata, S. paramamosain, S. olivacea, dan S. tranquebarica; dan satu spesies rajungan, Portunus pelagicus. Semuanya bersifat kanibal.

Pusat Penelitian Oseanografi LIPI telah berhasil memproduksi benih kepiting S. paramamosain dan S. serrata dan rajungan P. pelagicus. Caranya dengan menciptakan kondisi lingkungan optimum dan menambahkan diet formulasi pada ransum makanan untuk pemeliharaan larva kepiting atau rajungan.

Pada saat fase perkembangan larva telah mempunyai capit, untaian serabut plastik digantung di dalam bak-bak budi daya untuk mencegah atau mengurangi sifat kanibal mereka. Dengan cara tersebut kelangsungan hidup larva kepiting atau rajungan dapat ditingkatkan dan produksi massal benih kepiting terwujud. Cara ini dapat diadopsi para pengusaha dan pelaksana panti pembenihan untuk produksi massal benih kepiting.

Siklus hidup rajungan biru. Sri Juwana

Tahapan berikutnya, pendederan benih kepiting sampai menjadi “crablet” atau kepiting muda yang siap ditebar kembali ke lingkungan alami. Pendederan benih dapat dilakukan di pekarangan rumah tangga maupun lokasi khusus pendederan yang lebih besar.

Cara mudah untuk mencegah sifat kanibal benih kepiting adalah memelihara mereka satu per satu di dalam gelas plastik ukuran gelas jus yang diletakkan dalam nampan plastik dengan sistem resirkulasi air laut. Pendederan benih kepiting sampai menjadi crablet kepiting dalam sistem tersebut dapat dilakukan selama satu sampai dua bulan sampai kepiting muda cukup besar untuk ditebar ke perairan tambak.

Membesarkan kepiting bersama dengan ikan bandeng di tambak

Budi daya perairan telah dipraktikan di Indonesia sejak 1400 Masehi, ketika petani tambak mulai menjebak ikan bandeng di perairan tambak pesisir. Hal ini diteruskan oleh para petambak menjadi praktik di sepanjang pesisir pantai, sering menggunakan metode yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan di lokasi selama berabad-abad. Kemudian, budi daya kepiting di perairan tambak merupakan perkembangan yang lebih baru.

Pada awalnya, setiap pertanian kepiting di Indonesia umumnya hanya fokus pada penggemukan kepiting. Berasal dari pengumpulan kepiting-kepiting liar dari alam, kepiting yang berukuran besar dan gemuk segera dapat dijual. Kemudian kepiting yang dagingnya kurus dipelihara sekitar tiga minggu di perairan tambak, untuk meningkatkan berat tubuhnya dan memperoleh nilai tambah harga kepiting tersebut.

Usaha ini meraup untung dalam waktu kurang dari sebulan, sehingga menjadi berkembang pesat di masyarakat pesisir. Telah menjadi kecenderungan dari alam, stok kepiting akan menurun bila diambil terus-menerus, dan kepiting-kepiting yang tertangkap berukuran makin kecil, sehingga pasokan kepiting untuk usaha penggemukan makin sulit didapat. Kemudian timbul usaha pembesaran kepiting yang berukuran belum layak dipasarkan menjadi kepiting ukuran konsumsi.

Karena makin berkurangnya sumber benih kepiting yang akan dibudidayakan, kepiting tidak akan bisa menjadi bagian utama dari budi daya perairan, jika produksi massal benih kepiting di tempat penetasan seperti disebut di atas belum digalakkan.

Untuk mengurangi biaya dalam usaha pembesaran kepiting, kami telah menyarankan kepada mereka untuk membesarkan kepiting dan bandeng bersama-sama di tambak yang sebelumnya hanya untuk membesarkan bandeng. Usaha ini disebut polikultur (ikan dan kepiting) yang minimal mengurangi biaya sewa dan perawatan tambak dibanding usaha monokultur.

Metode polikultur dengan menggunakan sarana keramba jaring dasar (KJD) atau disebut juga jaring kantong mendasar (jatongsar) dapat meningkatkan hasil panenan karena seluruh hasil budi daya dapat dipanen. Petani tambak dengan mudah mengangkat keramba jaring yang berbentuk kantong itu saat memanen. Bahan jaring juga awet dan dapat digunakan berkali-kali selama bertahun-tahun dibanding pagar bambu.

Mengendalikan kepadatan kepiting untuk menghindari kanibalisme merupakan konsep baru bagi petani tambak. Bagi komunitas petambak, ada juga cerita untuk mencari tahu trik teknis pengaturan perairan tambak. Misalnya untuk kepentingan pengaturan salinitas (tingkat keasinan dalam air) perairan tambak yang digunakan untuk budi daya kepiting. Masalah yang perlu diatasi karena kandungan garam di tambak berubah seiring dengan pergantian musim dan kepiting sangat sensitif terhadap kadar salinitas.

Mengembangkan proyek riset dengan para petani memungkinkan mereka untuk meneruskan pertanian di tambak lokal mereka, seperti yang sudah mereka lakukan dari generasi ke generasi. Ini juga memungkinkan mereka menggunakan hasil-hasil penelitian, yang memungkinkan mereka lebih produktif dan berkelanjutan.

Dengan demikian, lebih banyak orang tidak hanya di Indonesia, tapi juga di belahan lain di dunia yang dapat menikmati makanan kepiting lezat untuk beberapa dekade ke depan.


Artikel ini diterjemahkan dan diperbarui dari “How to raise tasty cannibal crabs” yang ditulis bersama Mari Rhydwen, saat itu menjabat sebagai editor bahasa Inggris publikasi ilmiah di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now