Menu Close
Kacamata mixed-reality Apple.
Headset ini dapat mengaburkan batas antara realitas virtual dan realitas augmented. JOHN G. MABANGLO / EPA IMAGES

Headset Apple Vision Pro: apa saja fiturnya dan apakah akan berhasil?

Apple baru-baru ini meluncurkan headset Vision Pro di Worldwide Developers Conference di California. Dengan produk ini, Apple memasuki pasar perangkat yang dipasang di kepala (head-mounted devices/HMD) - yang biasanya hanya berupa display, namun dalam hal ini lebih merupakan komputer lengkap yang terpasang di kepala - serta dunia virtual reality (VR), augmented reality (AR), dan mixed reality (MR).

Produk baru Apple ini akan memantik harapan banyak orang yang bekerja mengembangkan teknologi ini bahwa suatu hari nanti ia akan digunakan secara rutin oleh masyarakat, seperti kesuksesan iPhone, iPad dan Apple Watch yang membantu membawa smartphone, tablet dan aksesoris berbasis teknologi ke dalam penggunaan sehari-hari.

Tapi apa yang sebenarnya dilakukan oleh Vision Pro, dan seberapa besar daya tariknya?

VR membenamkan pengguna dalam dunia yang sepenuhnya dibuat oleh komputer, secara luas mengisolasi mereka dari lingkungan fisik mereka. Meski dunia nyata tetap tampak, AR menambahkan elemen-elemen yang dihasilkan komputer dengan tujuan untuk meningkatkan konteks lingkungan fisik kita.

Istilah yang sering digunakan secara bergantian dengan AR adalah mixed reality, mengacu pada seperangkat teknologi imersif termasuk AR, yang memberikan “campuran” yang berbeda dari dunia fisik dan virtual. Ketiga teknologi ini sering disebut secara kolektif sebagai XR.

Perpaduan VR dan AR tampaknya menjadi bagian penting dari pemikiran Apple, dengan Vision Pro yang memungkinkan pengguna untuk menyesuaikan tingkat imersi mereka dengan memutuskan seberapa banyak dunia nyata yang dapat mereka lihat. Transisi antara dua pengalaman ini mungkin akan menjadi tren untuk HMD di masa depan.

Tim Cook
CEO Apple, Tim Cook, hadir dalam acara peresmian di Apple Worldwide Developers Conference (WWDC) di California. JOHN G. MABANGLO / EPA IMAGES

Dunia fisik “terlihat” melalui serangkaian 12 kamera yang terletak di belakang fasia kaca seperti kacamata ski, yang berfungsi sebagai lensa. Saat Vision Pro dalam mode VR, orang-orang yang mendekati kita di dunia nyata secara otomatis terdeteksi dan ditampilkan saat mereka mendekat.

Perangkat ini juga memiliki fitur yang disebut EyeSight untuk menampilkan mata pemakainya melalui lensa kaca saat dibutuhkan sehingga memungkinkan interaksi yang lebih alami dengan orang-orang di sekitar mereka - sebuah tantangan bagi banyak HMD.

Dalam hal spesifikasi teknis, Vision Pro sangat mengesankan. Perangkat tersebut menggunakan kombinasi microchip M2 dan chip baru yang disebut R1. M2 menjalankan visionOS, yang disebut Apple sebagai sistem operasi spasial pertamanya, bersama dengan algoritme visi komputer dan pembuatan grafik komputer.

R1 memproses informasi dari kamera, serangkaian mikrofon, dan pemindai LiDAR - yang menggunakan laser untuk mengukur jarak ke berbagai objek - untuk membuat VisionPro peka terhadap keadaan sekelilingnya.

Lebih penting lagi, Vision Pro menawarkan sistem tampilan yang mengesankan dengan “lebih banyak piksel daripada TV 4K untuk masing-masing mata”. Kemampuannya untuk melacak ke mana mata pemakainya melihat memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan elemen grafis hanya dengan melihatnya. Headset ini dapat menerima perintah dalam bentuk gerakan dan suara, serta menghadirkan suara 360 derajat yang disebut audio spasial. Tanpa kabel, VisionPro dikatakan dapat beroperasi dua jam.

‘Ekosistem’ yang wearable

Dikemas dengan gaya khas Apple, dengan bahan aluminium dan kaca yang melengkung, headset ini dibanderol dengan harga US$3.499 (Rp 53,18 juta) dan merupakan koleksi dari banyak fitur premium. Namun, Apple memiliki sejarah dalam mengembangkan produk dengan kemampuan yang semakin serbaguna untuk merasakan apa yang sedang terjadi di lingkungan dunia nyata.

Tim Cook dan Craig Federighi
Tim Cook (Kiri) dan Wakil Presiden Senior Rekayasa Perangkat Lunak Apple Craig Federighi berbicara dalam pidato utama konferensi. JOE MABANGLO / EPA IMAGES

Apple juga fokus untuk membuat perangkatnya saling beroperasi bersama (interoperable) - yang berarti perangkat tersebut dapat digunakan dengan mudah dengan perangkat Apple lainnya - membentuk sebuah “ekosistem” yang dapat dikenakan (wearable). Inilah yang benar-benar menjanjikan disrupsi (inovasi dan perubahan secara massif lewat teknologi) pada Vision Pro. Hal ini juga mirip dengan apa yang dijanjikan dan diharapkan oleh para perintis ide komputer yang dapat dikenakan pada tahun 1990-an.

Menggabungkan headset dengan iPhone, yang masih menjadi tulang punggung ekosistem Apple, dan Apple Watch dapat membantu menciptakan penggunaan baru untuk AR. Tak hanya itu, dengan menghubungkan headset ke banyak alat pemrograman, Apple menunjukkan keinginan untuk memanfaatkan komunitas pengembang aplikasi AR yang sudah ada.

Namun, masih banyak pertanyaan yang tersisa. Misalnya, apakah ini akan dapat mengakses aplikasi mixed reality melalui browser web? Bagaimana rasanya menggunakannya dari sudut pandang ergonomis?

Selain itu, tidak jelas kapan Vision Pro tersedia di luar AS atau apakah akan ada versi non-Pro - karena bagian “Pro” pada judulnya menyiratkan pasar yang lebih “ahli”, atau pengembang.

Vision Pro adalah sebuah pertaruhan, karena XR sering dilihat sebagai sesuatu yang menjanjikan tetapi jarang memberikan hasil. Namun, perusahaan seperti Apple dan perusahaan yang mungkin merupakan pesaing utamanya dalam domain XR, Meta dan Microsoft, memiliki pengaruh untuk bisa membuat XR populer bagi masyarakat umum.

Lebih penting lagi, perangkat seperti Vision Pro dan ekosistemnya, serta para pesaingnya dapat memberikan fondasi untuk mengembangkan metaverse. Ini adalah dunia imersif, yang difasilitasi oleh headset, yang bertujuan untuk menciptakan interaksi sosial yang lebih alami dibandingkan dengan produk sebelumnya.

Orang yang skeptis akan mengatakan bahwa Vision Pro dan EyeSight membuatmu tampak seperti penyelam scuba di ruang tamu. Namun, diluncurkannya perangkat ini bisa menjadi momen untuk menyelam ke dalam dunia XR.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now