Menu Close
Shutterstock.

Laporan terbaru IPCC: Dunia berada dalam kondisi terbaiknya untuk memangkas emisi, bagaimana caranya?

Bagian pertama dari serial laporan asesmen iklim keenam IPCC. Baca juga tulisan lainnya di sini.

Laporan asesmen keenam kelompok kerja III (AR6 WG III) Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan dunia memiliki kesempatan yang amat tipis untuk memangkas emisi gas rumah kaca.

Karena itu, upaya pemangkasan emisi harus benar-benar signifikan, dan dilakukan secara cepat oleh seluruh negara dan sektor manapun di dunia agar suhu bumi tak beranjak lebih panas lagi.

IPCC mengatakan, dibandingkan 2014 silam – ketika laporan asesmen sebelumnya dirilis – dunia sudah memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memangkas emisi global. Namun karena waktu sudah berjalan jauh, aksi pemangkasan kali ini jauh lebih mendesak dibandingan delapan tahun lalu.

Adapun AR6 WG III adalah laporan asesmen IPCC terkait sejauh mana efektivitas solusi pemanasan global yang telah disusun oleh negara-negara. Masing-masing dari kami menyumbangkan pemikiran dan kepakaran dalam laporan ini.

Berikut ini adalah temuan-temuan kunci hasil analisis kami, serta bagaimana dampaknya kepada dunia.

hamparan PLTS di pedesaan
Peluang untuk mengurangi emisi global secara terjangkau telah meningkat pesat. Mick Tsikas/AAP

Status bumi masih siaga satu

  • Glen Peters, penulis utama Bab III AR6 WG III: Jalur-jalur mitigasi yang sesuai dengan target jangka panjang

AR6 menyatakan bahwa sejak satu dekade silam, upaya pengurangan emisi global telah mengalami kemajuan. Pertumbuhan emisi hanya menyentuh angka 1,3% per tahun pada dekade 2010-an, atau lebih lambat dibandingkan pertumbuhan emisi tahunan pada dekade 2000-an sebesar 2,1%.

Walau begitu, akumulasi emisi global tetap menyentuh titik tertingginya. Jika ambisi iklim dalam kebijakan-kebijakan dunia tidak segera dinaikkan, maka pemanasan akan melampaui 1,5°C (dibanding era praindustri) dan terus naik hingga mencapai 2°C. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan target bersama yang tertuang dalam Perjanjian Paris.

Yang lebih meresahkan, kebijakan-kebijakan dunia saat ini justru masih berisiko memanaskan bumi sekitar 2,2 - 3.5°C dalam waktu 80 tahun. Angka ini memang jauh lebih baik ketimbang prediksi kenaikan 4°C atau lebih suhu bumi pada 10 tahun lalu, tapi tetap saja kebijakan tersebut melenceng dari tujuan Perjanjian Paris.

Kita masih memiliki peluang 50% untuk meredam pemanasan suhu bumi di angka 1,5°C pada akhir 2011. Syaratnya: 1) emisi CO2 global harus berkurang separuhnya pada 2030 mendatang, 2) mencapai net zero atau keadaan emisi yang impas (antara emisi yang dikeluarkan maupun yang diserap bumi) pada 2050, 3) dan menuju keadaan emisi negatif (emisi yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan yang diserap).

Syarat lainnya adalah, emisi gas metana juga harus dikurangi separuhnya pada 2050.

Untungnya, IPCC menyatakan upaya memangkas separuh emisi global pada 2030 masih bisa dan layak dilakukan. Tapi langkah tersebut membutuhkan perubahan yang drastis dan ekstra di segala lini aktivitas manusia maupun negara-negara di dunia.

Negara-negara kaya harus menjadi pihak yang paling banyak memangkas emisi. Ini termasuk Australia karena rencananya untuk mencapai net zero pada 2050 masih belum sesuai harapan dan belum termuat dalam kebijakan.

man between two TV screens displaying men's faces
Negara-negara kaya harus melaksanakan aksi iklim iklim terbesar. EPA

Bukan cuma teknologi

  • _Tommy Wiedmann, penulis utama Bab 2 AR6 WG III: laju dan pemicu emisi global

AR6 WG III menjadi semacam katalog komprehensif yang memuat daftar solusi agar perubahan iklim yang sangat merugikan kita semua bisa dihindari. Sayangnya, sebagian besar justru belum dilakukan.

Meski begitu, tren pertumbuhan emisi global tetap baik. Sekitar 36 negara berhasil memangkas emisi gas rumah kacanya selama 10 tahun belakangan.

Peluang untuk melakukan upaya pemangkasan emisi yang murah dan terjangkau juga sudah semakin banyak dibandingkan 2014 silam. Hal ini terjadi karena biaya produksi energi bersih yang jauh menurun, sehingga upaya pengurangan emisi di luar sektor energi – seperti pabrik dan transportasi berat – bisa dilakukan. Kami pernah menguraikan emisinya di sini.

Namun, perubahan ini masih terlampau lambat. Laporan IPCC mengkonfirmasi aksi efisiensi energi yang terjadi selama satu dekade silam masih kalah cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi ataupun populasi dunia.

Patut diingat bahwa teknologi bukanlah kartu truf. Agar emisi global bisa dipangkas pada 2030, kita harus mengurangi penggunaan produk-produk dengan jejak karbon yang tinggi, serta memulai gaya hidup yang ramah lingkungan. Perubahan ini pun, seperti aksi-aksi iklim lainnya, tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Seperti di Australia, misalnya, yang memiliki banyak sumber daya energi bersih. Jika digunakan dengan baik, maka emisi domestiknya bisa jauh berkurang, bahkan bisa membantu persoalan emisi negara tetangga. Misalnya dengan mengekspor energi bebas emisi.

ship at dock with cranes
Australia dapat memanfaatkan ekspor energi tanpa emisi. Foto: sebuah kapal yang merupakan bagian dari proyek percontohan hidrogen antara Australia dan Jepang. AP

Apakah Perjanjian Paris masih efektif?

  • Jacqueline Peel, penulis utama Bab 14 AR6 WG III: Kerja sama internasional**_

Pada bagian awal, laporan IPCC kali ini mengevaluasi Perjanjian Paris yang sudah berlaku sejak 2020. Perjanjian ini menjadi wadah bagi negara-negara untuk melaporkan serta memperbarui komitmen pengurangan emisinya, serta langkah-langkah yang dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.

Supaya perjanjian ini bisa efektif dalam skala global, negara-negara berpendapatan tinggi mesti membantu negara lainnya untuk menyediakan pendanaan dan akses ke teknologi energi bersih. Bantuan-bantuan lainnya untuk pencapaian pengurangan emisi juga sangat diharapkan.

IPCC mengidentifikasi pendanaan iklim global sangat sedikit. Negara-negara maju tidak mampu mencapai targetnya untuk memobilisasi pendanaan senilai US$ 100 miliar atau Rp 1.435 triliun setahun, mulai 2020.

Perjanjian Paris merupakan kesepakatan yang mengikat, tapi komitmen iklimnya bersifat sukarela. Negara-negara peserta bisa seenaknya menetapkan target, dan tak bisa dipaksa untuk menaatinya. Jadi, sejauh mana efektivitasnya?

Menurut IPCC, perjanjian ini sebagian besar masih efektif, walau pelaksanaannya tak secepat yang diharapkan. Misalnya, perjanjian ini bisa memacu negara seperti Australia untuk mematok komitmen emisi yang lebih ambisius.

Perjanjian Paris juga memicu transparansi yang memungkinkan pihak-pihak di luar perjanjian, seperti organisasi masyarakat sipil, dapat menilai kemajuan aksi iklim suatu negara.

Mekanisme internasional lainnya, seperti kemitraan bisnis global, aksi iklim kaum muda, juga turut membawa perubahan.

Namun, kita butuh upaya yang lebih banyak untuk memangkas separuh emisi pada akhir 2030 ini.

Aksi mogok sekolah dapat mendorong aksi iklim suatu negara. Julian Meehan, CC BY-SA

Kawasan perkotaan amat vital

  • Xuemei Bai, penulis utama Chapter 8: Sistem perkotaan dan permukiman lainnya

Laporan IPCC menyatakan sekitar 70% emisi CO2 dunia dihasilkan di kawasan perkotaan maupun penyangga. Temuan ini dapat menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pengurangan emisi.

Sejauh ini, lebih dari 800 kota di seluruh dunia telah menyepakati target net zero. Banyak pula kota yang berlokasi di Australia.

Untuk memenuhi mandat Perjanjian Paris, kota-kota harus menaikkan ambisinya serta bekerja keras untuk mencapai target: 100% energi terbarukan, transportasi nol karbon, dekarbonisasi sektor konstruksi, serta meningkatkan pengelolaan sampah.

Negara-negara berkembang mengalami arus urbanisasi yang sangat cepat, sehingga membutuhkan lebih banyak perumahan baru serta infrastruktur pendukungnya. IPCC mewanti-wanti pembangunan tersebut, jika dilakukan tanpa pertimbangan yang berkelanjutan, justru berisiko melonjakkan emisi.

Para pemimpin-pemimpin kota harus mengadopsi sistem perencanaan dan penataan yang sesuai dengan tantangan iklim saat ini. Pemerintahan kota harus mencapai hal tersebut tanpa mengurangi upaya pemenuhan kesejahteraan sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

Seluruh pihak harus bekerja sama: kelompok masyarakat, pelaku usaha, para ilmuwan, maupun penduduk lainnya.

Hotel with plants down face
Kita membutuhkan kota yang lebih hijau dengan emisi yang lebih rendah. Shutterstock

Kejar peluang iklim ini

Laporan IPCC AR6 WG III ini menunjukkan bahwa pilihan yang kita ambil akan menentukan nasib generasi mendatang – sekaligus kehidupan lainnya di muka bumi.

Manusia sudah banyak melewatkan begitu banyak kesempatan untuk menstabilkan iklim bumi. Kali ini, kita punya kesempatan untuk menebus ‘dosa’ masa lalu.

Upaya perbaikan ini hanya bisa berhasil jika dilandasi langkah yang harmonis dari seluruh sektor dan negara, secepat mungkin.


_Annette Cowie, Frank Jotzo, Jake Whitehead and Peter Newman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,000 academics and researchers from 4,949 institutions.

Register now