Menu Close

Mengapa Indonesia membutuhkan lebih banyak pusat studi ekonomi Cina

Pedagang membongkar kardus buah impor dari Cina di sebuah pasar di Bekasi, Jawa Barat. Risky Andrianto/Antara Foto

Sejarah panjang antara Indonesia dan Cina telah mendorong beberapa institusi di Indonesia untuk membangun pusat studi tentang Cina.

Sebagai contoh pendirian pusat kepustakaan Cina Universitas Al Azhar Indonesia di Jakarta. Selain itu, Universitas Kristen Petra (UKP) di Surabaya juga telah mendirikan pusat studi yang didedikasikan untuk bahasa Mandarin dan budaya Cina pada 2005; yang berubah menjadi “Center for Chinese Indonesian Studies/CCIS” pada 2011.

Di Indonesia sudah banyak pendirian pusat studi Cina akan tapi hanya fokus mengenai studi budaya dan bahasa Cina. Namun, hal itu saja belum cukup.

Kebangkitan Cina telah mendorong hubungan yang erat antara Indonesia dan Cina dan seharusnya hal ini menjadi peringatan bagi Indonesia untuk memiliki lebih banyak pusat studi yang berfokus pada ekonomi Cina.

Indonesia perlu belajar dari kesuksesan ekonomi Cina; terutama karena hubungan Indonesia-Cina banyak dalam bidang ekonomi.

Belajar dari kesuksesan ekonomi Cina

Pada era globalisasi saat ini ekspansi yang paling gencar adalah bidang ekonomi.

Transformasi nyata Cina telah kita saksikan sejak masa kepemimpinan Deng Xiaoping (1978-1989) yang sangat agresif dalam meningkatkan perekonomian dalam negerinya.

Untuk mencapai keuntungan ekonomi, Cina membuat lima daftar strategi untuk dilaksanakan:

  • modernisasi dengan pembangunan damai
  • mempromosikan perdamaian dunia dalam pembangunan
  • reformasi dan inovasi dalam mencari keuntungan bersama dan kerja sama yang dilakukan bersama negara lain
  • upaya pengembangan tergantung pada kekuatan mereka
  • membangun dunia harmoni yang berkelanjutan dan kemakmuran bersama.

Untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, Cina memulai industrialisasi dalam kegiatan perdagangan dan investasi. Pada 2017, menurut McKinsey, Cina telah menjadi sumber arus investasi terbesar kedua dan juga penerima arus investasi terbesar.

Selain itu, Cina juga menjelma menjadi raksasa teknologi yang sangat penting. Merek produk Cina seperti Xiaomi, OPPO, Vivo, Huawei dan e-commerce Alibaba telah mampu mendongkrak perekonomian negara itu.

Indonesia juga telah merencanakan untuk meningkatkan perdagangan, investasi luar negeri, dan kemajuan teknologi.

Pemerintah Indonesia dapat belajar beberapa hal dari ekspansi ekonomi Cina.


Read more: Dampak penting kesepakatan Indonesia dan Cina untuk mempromosikan penggunaan Yuan dan Rupiah


Hubungan erat Indonesia-Cina di bidang ekonomi

Mayoritas hubungan Indonesia-Cina berada di bidang ekonomi, seperti investasi dan ekspor-impor.

Tahun lalu Cina menjadi investor terbesar kedua kedua di Indonesia setelah Singapura.

Pada 2020, investasi Cina di Indonesia mencapai 2.130 proyek dengan nilai total US$ 4,8 miliar (sekitar Rp 68,5 triliun). Jumlah tahun sebelumnya adalah US$ 4,7 miliar.

Selain itu pada tahun yang sama, berdasarkan total nilai perdagangan, ekspor Indonesia ke Cina mencapai 37,4 miliar dolar (Rp 534,2 triliun), tumbuh 10,10% dibandingkan sebelumnya tahun.

Sementara itu, impor yang dilakukan Indonesia dari Cina tercatat mencapai 41 miliar miliar dolar (Rp 586.1 triliun)

Neraca perdagangan lebih berat di pihak Cina.

Salah satu alasan paling krusial adalah Indonesia belum mampu mengidentifikasi jenis produk apa yang banyak diminati di Cina.

Wang Runsheng, Presiden China Foreign Trade Center – lembaga di bawah Kementerian Perdagangan Cina – menyatakan bahwa salah satu cara Indonesia untuk mengatasi penurunan ekspor komoditas primer ke Cina adalah dengan meneliti produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat Cina.

Untuk menyeimbangkan pijakan ekonomi Cina di Indonesia, pemerintah Indonesia perlu memiliki pemahaman yang tepat tentang bagaimana Cina bekerja di luar negeri dan strategi yang mereka gunakan serta bagaimana memanfaatkan kebangkitan ekonomi Cina.


Read more: Mengapa Indonesia terus bersikap tidak tegas dalam sengketa Laut Natuna dengan Cina


Pemahaman budaya tidak cukup

Mempelajari budayanya saja tidak cukup untuk memahami Cina.

Dalam dunia sekarang ini, ekonomi adalah senjata bagi para pelaku hubungan internasional untuk mempengaruhi dan mencari keuntungan bagi negaranya.

Indonesia perlu mengkaji strategi dan pertumbuhan kemajuan ekonomi Cina dengan memobilisasi ilmuwan terbaiknya untuk membantu pembuat kebijakan merumuskan kebijakan yang bermanfaat.

Selain itu, melihat pola kerja sama yang telah dibentuk Cina dan strategi pembangunan ekonominya yang berhasil akan memberikan pengetahuan penting dan terkini tentang ekonomi terbesar kedua di dunia.

Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan pusat studi budaya untuk memahami Cina dan gerakannya.

Cetak biru strategi pembangunan global Cina, yaitu Belt and Road Initiatives (Inisiatif Sabuk dan Jalan), menyatakan bahwa mengejar pertukaran budaya dan akademis antara Cina dan mitranya bertujuan untuk melegitimasi implementasi proyek Cina. Intinya, pertukaran budaya dan akademik didasarkan pada kepentingan ekonomi.

Pada akhirnya, pengerahan pengaruh budaya Cina merupakan bagian dari upaya untuk memajukan kepentingan ekonominya.

Artikel ini ditulis bersama dengan Yeta Purnama, mahasiswi Universitas Islam Indonesia.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now