Menu Close
Mengetahui cara berbicara dengan anak-anak tentang makan sehat adalah kuncinya. MI PHAM/Unsplash

Obesitas pada anak-anak naik dramatis, dan konsekuensi kesehatannya besar - terkadang seumur hidup

Dalam dua dekade terakhir, anak-anak menjadi lebih gemuk dan mengalami obesitas pada usia yang lebih muda. Sebuah laporan pada 2020 menemukan bahwa 14,7 juta anak-anak dan remaja di Amerika Serikat (AS) hidup dengan obesitas.

Karena obesitas adalah sebuah faktor risiko yang diketahui sebagai masalah kesehatan serius, peningkatannya yang pesat selama pandemi COVID-19 menjadi peringatan keras.

Tanpa intervensi, banyak remaja yang obesitas akan tetap obesitas saat dewasa. Bahkan beberapa anak akan mengalami masalah kesehatan yang serius sejak sebelum usia remaja.

Untuk mengatasi masalah ini, pada awal tahun 2023, American Academy of Pediatrics merilis pedoman manajemen obesitas baru yang pertama dalam 15 tahun.

Saya seorang ahli gastroenterologi pediatrik (gangguan pencernaan anak yang merawat pasien anak di rumah sakit umum terbesar di California, AS, dan saya menyaksikan adanya tren yang jelas selama 2 dekade terakhir.

Pada awal-awal praktik, saya hanya sesekali melihat seorang anak dengan komplikasi obesitas; sekarang saya melihat banyak kasus serupa setiap bulan. Beberapa dari anak-anak ini mengalami obesitas parah dan sebagian dari mereka mengalami komplikasi kesehatan yang memerlukan penanganan dari berbagai dokter spesialis.

Pengamatan ini yang melatarbelakangi laporan saya untuk California Health Equity Fellowship di University of Southern California.

Penting untuk diperhatikan bahwa tidak semua anak yang kelebihan berat badan berarti tidak sehat. Namun, bukti menunjukkan bahwa obesitas, terutama obesitas berat, membutuhkan pengkajian lebih lanjut.

Bagaimana mengukur obesitas

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai “penumpukan lemak abnormal atau berlebihan yang menimbulkan risiko bagi kesehatan”.

Mengukur komposisi lemak memerlukan peralatan khusus yang tidak tersedia di klinik biasa. Oleh karena itu, sebagian besar dokter menggunakan ukuran tubuh untuk mengukur obesitas.

Salah satu metode yang digunakan adalah Indeks Massa Tubuh, atau BMI, perhitungan berdasarkan tinggi dan berat badan anak dibandingkan dengan teman sebaya yang usia dan jenis kelaminnya sama. BMI tidak mengukur lemak tubuh, tetapi BMI yang tinggi dianggap berkorelasi dengan total lemak tubuh.

Menurut American Academy of Pediatrics, seorang anak memenuhi syarat kelebihan berat badan jika BMI-nya antara persentil ke-85 dan ke-95. Obesitas didefinisikan sebagai BMI di atas persentil ke-95.

Cara lain untuk mendeteksi obesitas adalah melalui ukuran lingkar pinggang dan ketebalan lipatan kulit, tetapi metode ini kurang umum digunakan.

Karena banyak anak yang melampaui batas grafik pertumbuhan yang ada, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) pada 2022 memperkenalkan perpanjangan grafik pertumbuhan untuk obesitas berat. Obesitas parah terjadi ketika seorang anak mencapai persentil ke-120 atau memiliki BMI lebih dari 35. Misalnya, anak laki-laki berusia 6 tahun dengan tinggi 48 inci dan berat 110 pon akan memenuhi kriteria obesitas berat karena BMI-nya adalah persentil ke-139.

Obesitas parah meningkatkan risiko penyakit hati, penyakit kardiovaskular, dan masalah metabolisme seperti diabetes. Pada 2016, hampir 8% anak usia 2 hingga 19 tahun mengalami obesitas parah.

Masalah kesehatan lain yang terkait dengan obesitas parah termasuk gangguan pernapasan saat tidur (obstructive sleep apnea), masalah tulang dan persendian yang dapat menyebabkan radang sendi (artritis) dini, tekanan darah tinggi dan penyakit ginjal. Banyak dari masalah ini terjadi bersamaan.

Semakin banyak anak yang mengidap penyakit yang secara tradisional hanya terlihat pada orang dewasa.

Bagaimana obesitas memengaruhi hati

Penyakit hati yang terkait dengan obesitas disebut penyakit hati berlemak non-alkohol. Untuk menyimpan kelebihan lemak dan gula makanan, sel-sel hati diisi dengan lemak. Kelebihan karbohidrat khususnya diproses menjadi zat yang mirip dengan produk pemecahan alkohol. Di bawah mikroskop, perlemakan hati anak-anak terlihat mirip dengan hati dengan kerusakan akibat alkohol.

Kadang-kadang anak dengan perlemakan hati tidak mengalami obesitas; namun, faktor risiko terbesar untuk perlemakan hati adalah obesitas. Pada BMI yang sama, anak Hispanik dan Asia lebih rentan terhadap penyakit hati berlemak dibandingkan anak kulit hitam dan putih. Pengurangan berat badan atau mengurangi konsumsi fruktosa, gula alami dan bahan tambahan makanan yang umum - bahkan tanpa penurunan berat badan yang signifikan – dapat memperbaiki perlemakan hati.

Perlemakan hati adalah penyakit hati kronis yang paling umum pada anak-anak dan orang dewasa. Di California Selatan, perlemakan hati anak berlipat ganda dari 2009 hingga 2018. Penyakit ini dapat berkembang pesat pada anak-anak, dan beberapa akan mengalami jaringan parut hati setelah hanya beberapa tahun.

Meskipun beberapa anak saat ini memerlukan transplantasi hati untuk perlemakan hati, itu adalah alasan yang paling cepat meningkat untuk transplantasi pada dewasa muda. Perlemakan hati adalah alasan paling umum kedua untuk transplantasi hati di AS, dan akan menjadi penyebab utama di masa mendatang.

A light micrograph image of fatty liver, with large vacuoles of triglyceride fat accumulated inside liver cells.
Gambar mikrograf ringan dari hati berlemak, dengan vakuola besar lemak trigliserida di dalam sel hati. Dr_Microbe/iStock via Getty Images Plus

Kaitan antara obesitas dan diabetes

Hati berlemak atau perlemakan hati berpengaruh dalam sindrom metabolik, sekelompok kondisi yang mengelompok bersama dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.

Dalam sebuah wawancara telepon, Dr. Barry Reiner, seorang ahli endokrin pediatrik, menyuarakan keprihatinannya kepada saya tentang obesitas dan diabetes.

“Saat saya memulai praktik, saya belum pernah mendengar tentang diabetes tipe 2 pada anak-anak,” kata Reiner. “Sekarang, bergantung pada bagian AS mana, antara seperempat dan sepertiga dari kasus baru diabetes adalah tipe 2.”

Diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun yang sebelumnya disebut diabetes pada remaja. Sebaliknya, diabetes tipe 2 secara historis dianggap sebagai penyakit orang dewasa.

Namun, diabetes tipe 2 kini meningkat pada anak-anak, dan obesitas adalah faktor risiko utama. Sementara kedua jenis diabetes memiliki pengaruh genetik dan gaya hidup, tipe 2 lebih dapat dimodifikasi melalui diet dan olahraga.

Pada 2060, jumlah orang di bawah 20 tahun dengan diabetes tipe 2 akan meningkat sebesar 700%. Anak kulit hitam, Latin, Asia, Kepulauan Pasifik, dan penduduk Asli Amerika/Alaska akan memiliki lebih banyak diagnosis diabetes tipe 2 daripada anak kulit putih.

“Keparahan diabetes tipe 2 pada anak-anak diremehkan,” kata Reiner. Dia menambahkan bahwa banyak orang mengungkapkan kesalahpahaman bahwa diabetes tipe 2 adalah penyakit yang ringan dan lambat.

Reiner menunjuk ke sebuah penelitian penting yang menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 yang didapat pada masa kanak-kanak dapat berkembang pesat. Sejak 10 hingga 12 tahun setelah diagnosis masa kanak-kanak mereka, pasien mengalami kerusakan saraf, masalah ginjal, dan kerusakan penglihatan. Pada 15 tahun setelah diagnosis, pada usia rata-rata 27 tahun, hampir 70% pasien memiliki tekanan darah tinggi.

Sebagian besar pasien memiliki lebih dari satu komplikasi. Meski jarang, beberapa pasien mengalami serangan jantung dan stroke. Ketika orang yang mengidap diabetes sejak masa kanak-kanak hamil, 24% dari mereka melahirkan bayi prematur, lebih dari 2 kali lipat angka pada populasi umum.

Kesehatan jantung

Perubahan kardiovaskular yang terkait dengan obesitas dan obesitas berat juga dapat meningkatkan kemungkinan anak terkena serangan jantung dan stroke seumur hidup.

Membawa beban ekstra pada usia 6 hingga 7 tahun dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, kolesterol, dan kekakuan arteri pada usia 11 hingga 12 tahun. Obesitas mengubah struktur jantung, membuat otot menebal dan mengembang.

Meski masih jarang, lebih banyak orang berusia 20-an, 30-an, dan 40-an mengalami stroke dan serangan jantung dibandingkan beberapa dekade yang lalu. Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke, obesitas menambah risiko tersebut.

Berfokus pada kesehatan, bukan berat badan

Venus Kalami, ahli diet terdaftar, menjelaskan pada saya tentang pengaruh lingkungan dan masyarakat terhadap obesitas pada masa kanak-kanak.

“Makanan, pola makan, gaya hidup, dan berat badan seringkali merupakan proksi dari sesuatu yang lebih besar yang terjadi dalam hidup seseorang,” kata Kalami.

Faktor-faktor di luar kendali anak, termasuk depresi, akses ke makanan sehat dan lingkungan yang dapat dilalui dengan berjalan kaki, berkontribusi terhadap obesitas.

Orang tua mungkin bertanya-tanya bagaimana membantu anak-anak tanpa membuat mereka merasa malu atau bersalah.

Pertama, percakapan tentang berat badan dan makanan harus sesuai usia. “Anak usia 6 tahun tidak perlu memikirkan berat badannya,” kata Kalami. Dia menambahkan bahwa bahkan praremaja dan remaja tidak boleh fokus pada berat badan mereka, meskipun mereka mungkin sudah melakukannya.

Bahkan godaan “baik hati” berbahaya. Hindari pembicaraan diet, dan alih-alih mendiskusikan kesehatan. Kalami merekomendasikan agar orang dewasa menjelaskan bagaimana kebiasaan sehat dapat meningkatkan suasana hati, fokus, atau kinerja anak-anak dalam aktivitas favorit mereka.

“Seorang anak berusia 12 tahun tidak selalu tahu apa yang sehat,” kata Kalami. “Bantu mereka memilih apa yang tersedia dan membuat pilihan terbaik, yang mungkin bukan pilihan yang sempurna.”

Dia menambahkan pembicaraan berat apa pun, baik kritik atau pujian untuk penurunan berat badan, bisa menjadi bumerang. Memuji seorang anak karena penurunan berat badannya dapat memperkuat siklus negatif gangguan makan. Sebaliknya, dukunglah kesehatan anak yang lebih baik dengan pilihan yang baik.

Dr. Muneeza Mirza, seorang dokter anak, merekomendasikan agar orang tua mencontohkan perilaku sehat.

“Perubahan harus dilakukan oleh seluruh keluarga,” kata Mirza. “Itu seharusnya tidak dianggap sebagai hukuman untuk si anak.”

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now