Menu Close

Penemuan fosil terkini: Homo erectus bisa jadi sudah ada 200.000 tahun lebih dahulu

Sebuah tengkorak ~2 Ma Homo erectus, disebut juga dengan DNH 134, dari situs fosil Hominin Drimolen. Matthew V. Caruana

Sejarah evolusi manusia itu rumit. Hampir tidak mungkin untuk menyatakan apa yang sebenarnya terjadi saat nenek moyang kita berubah menjadi “kita”. Dilema ini paling baik dipaparkan oleh naturalis terkenal, Charles Darwin lewat bukunya The Descent of Man:

Dalam serangkaian bentuk yang dibangun secara tidak masuk akal dari beberapa makhluk mirip kera menjadi manusia seperti yang sekarang ada, mustahil untuk menentukan pada titik mana istilah ‘manusia’ harus digunakan.

Pemahaman genus manusia modern, Homo, sudah dilakukan selama beberapa dekade.

Homo erectus, salah satu leluhur manusia, pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1891 oleh geologis dan anatomis, Eugene Dubois.

Sejak saat itu, mulai ditemukan spesies Homo baru di berbagai belahan dunia, seperti, Homo naledi yang ditemukan di Afrika Selatan pada 2015 hingga Homo luzonensis yang baru ditemukan di Filipina pada 2019.

Penemuan-penemuan tersebut mendorong para peneliti untuk menentukan waktu Homo erectus muncul, yaitu sekitar 1,8 juta tahun lalu.

Penemuan di Dmanisi, Georgia menjadi yang tertua, lalu disusul penemuan di Lembah Celah Besar di Afrika Timur (East African Rift valley).

Namun, penemuan terbaru kami di sebuah situs gua batu kapur di Afrika Selatan, Cradle of Humankind, yang baru saja dipublikasikan, memperlihatkan bahwa Homo Erectus sebenarnya sudah ada 200.000 tahun lebih awal dari yang kita ketahui.

Tim kami adalah gabungan peneliti dari Afrika Selatan, Australia, Italia dan AS yang telah menemukan tempurung kepala Homo erectus yang berasal lebih dari 2 juta tahun silam.

Ini adalah penemuan yang penting. Temuan ini menegaskan bahwa asal-usul Homo erectus ada di Afrika, bukan Asia.

Namun, penemuan kami menunjukkan bahwa Homo erectus kemungkinan tidak berevolusi di Afrika bagian timur seperti yang sering diduga melainkan berkembang di tempat lain di Afrika, atau bahkan di Afrika Selatan.

Tentu saja, kita masih perlu bukti-bukti lebih kuat sebelum mengambil kesimpulan.

Namun, temuan di Afrika Selatan menunjukkan bahwa situs fosil Drimolen, tempat kami menemukan fosil tersebut, merupakan representasi perubahan penting dari narasi sederhana bahwa semua spesies awal dari sejarah manusia berasal dari Afrika Timur.

Penemuan kritis

Penggalian situs Fosil Drimolen yang terletak di dalam Cradle of Humankind, barat laut Johannesburg, sudah terjadi sejak tahun 1992.

Tempat ini terkenal karena penemuan Paranthropus robustus, spesies purba yang memiliki gigi besar, mirip dengan fosil Homo awal.

Spesimen paling terkenal dari Drimolen adalah penemuan tengkorak paling lengkap dari Parathropus robustus, yaitu DNH 7.

Anggota tim kami juga menemukan fosil tempurung kepala yang diberi nama DNH 134 di tempat tersebut.

Temuan ini disebut Simon, diambil dari nama salah satu teknisi tim kami yang sangat berkontribusi dalam penggalian, Simon Mokobane. Ia telah meninggal pada tahun 2018, namun kami akan selalu mengingat keahlian dan dukungan dia yang tiada batas untuk pengetahuan fosil.

Tahun 2015, selama studi lapangan Drimolen, seorang siswa bernama Richard Curtis mulai mencari sebuah spesimen menarik, namun sangat terfragmentasi.

Tidak ada yang mengetahui asal muasal temuan tersebut tapi berdasarkan rekonstruksi di lapangan dengan cepat mengungkapkan bahwa itu adalah tengkorak hominin.

Kami menggunakan serangkaian metode penanggalan, termasuk metode timbal-Uranium pada batu-batu nisan, Resonansi Spin Elektron Seri-Uranium pada gigi fosil dan Palaeomagnetisme pada sedimen.

Seluruh teknik tersebut membantu membentuk usia yaitu 2,04-1,95 juta tahun untuk seluruh Tambang Utama Drimolen dan fosil-fosil yang ditemukan di dalamnya, termasuk DNH 134.

DNH 134 sangat signifikan. Penemuan dan penanggalannya berarti bahwa kisah Homo erectus dan perjalanannya keluar dari Afrika lebih rumit dari yang diperkirakan sebelumnya.

Kita sekarang juga tahu bahwa Afrika Selatan memiliki peran penting dalam spesies kunci ini yang akhirnya menjadi ‘kita’.

Tahap selanjutnya

Pekerjaan akan terus dilakukan di situs Drimolen.

Kami ingin melanjutkan penggalian menggunakan metode baru dengan kepada breccia (batu-batuan fosil).

Cara ini sudah terbukti sukses, tidak hanya dalam penemuan DNH 134 namun juga tengkorak laki-laki Paranthropus robustus (DNH 152; juga disebutkan dalam artikel Science), serta peninggalan hominin lainnya yang sedang kami pelajari.

Situs ini juga memberikan variasi yang luas dari fosil hewan, baik yang masih hidup dan sudah punah. Semuanya membangun cerita keseluruhan yang kami harapkan bisa menambahkan cerita bagaimana nenek moyang kita hidup.

Kami juga akan terus mendukung paleoantropolog muda dari wilayah Afrika untuk terlibat dalam penggalian.

Situs tersebut menyelenggarakan studi lapangan setiap tahun dengan lembaga mitra internasional dan menawarkan beasiswa penuh secara eksklusif untuk siswa dari negara-negara Afrika, khususnya Afrika Selatan.

Gagasan di balik ini adalah untuk memastikan bahwa para peneliti dari benua dan negara berada di garis depan penemuan masa depan yang menambah kisah sejarah manusia.

Nashya Tamara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.


Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di sini.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,000 academics and researchers from 4,949 institutions.

Register now