Menu Close
Perdana Menteri Malaysia Dato Seri Anwar Ibrahim dalam KTT ASEAN ke 43 di Jakarta. Rommy Pujianto/Antara Foto

Perpecahan ideologi dan alarm bagi pemerintahan Anwar Ibrahim – refleksi Pemilu regional Malaysia

Pemilihan Umum (Pemilu) regional di enam negara bagian di Malaysia pada 19 Agustus lalu menghasilkan status quo, dengan kedua koalisi–pemerintah dan oposisi–sama-sama memenangkan masing-masing tiga negara bagian.

Koalisi Pakatan Harapan dan Barisan Nasional (PH-BN), koalisi pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim, memenangkan suara di Penang, Selangor dan Negeri Sembilan. Sementara itu, koalisi oposisi Perikatan Nasional (PN) menguasai dukungan di Terengganu, Kelantan dan Kedah, yang termasuk dalam kategori negara bagian paling miskin di Malaysia.

Bagi Malaysia, pemilu negara bagian ini cukup penting, karena akan menjadi indikator sejauh mana dukungan bagi pemerintahan Anwar. Jika oposisi cenderung menguat, konsekuensinya adalah terjadi polarisasi politik di tengah masyarakat yang tengah berada dalam krisis politik ini.

Dikatakan krisis politik karena Malaysia telah melalui pergantian pemerintahan sebanyak empat kali dalam kurun waktu kurang dari empat tahun sejak tahun 2018. Ini dipicu oleh faktor internal: ketidakstabilan ekonomi-politik pascapandemi COVID-19.

Jika pemerintahan kali ini pun menghasilkan kekuatan yang sama antara pemerintah dan oposisi, maka kemungkinan besar akan semakin sulit bagi pemerintahan Anwar untuk membawa kestabilan politik.

Nyatanya, hasil pemilu negara bagian yang terkesan imbang ini sebenarnya mengindikasikan adanya perpecahan ideologis yang substansial di Malaysia.

Pada satu sisi, terdapat ideologi konservatif nasional yang berlandaskan pada konsep suku Melayu sebagai prinsip utama. Ini diwakil oleh partai-partai politik konservatif sayap kanan.

Di sisi lain, terdapat pandangan progresif mengenai Malaysia yang menempatkan orang-orang Melayu sebagai pusat utama tanpa adanya perpecahan antara kelompok etnis yang diwakili dalam pemerintahan yang dipimpin oleh Anwar.

Perpecahan ideologis ini dikhawatirkan akan memengaruhi kerangka-kerangka kebijakan politik secara signifikan karena akan adanya tarik-menarik antara kepentingan etnis dan agama. Lebih jauh lagi, perpecahan ini bisa digunakan oleh pihak oposisi untuk mempertanyakan kredibilitas pemerintah dan menyerukan pemilu baru.

Kemenangan pan-Islamisme

Kemenangan yang mengejutkan bagi nasionalisme pan-Islamisme atau pan-Melayu-Islam (ideologi politik yang menjunjung tinggi persatuan umat Islam). di wilayah bagian utara Malaysia, seperti Kelantan, Terengganu, Perlis dan Kedah, mencerminkan dinamika yang lebih, yang terkait dengan spektrum ideologis politik di Malaysia.

Ini tampaknya mencerminkan rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap rezim pemerintahan sebelumnya serta pemerintahan Anwar Ibrahim yang baru berjalan 11 bulan yang dianggap kurang memiliki kebijakan yang memadai.

Wilayah utara Malaysia memang memiliki akar historis yang kuat dalam ideologi pan-Islamisme. Namun, yang patut digarisbawahi adalah perpecahan ideologis ini dan dukungan terhadap pan-Islamisme dipengaruhi oleh pertimbangan etnis dan agama–yang selama ini kerap mendominasi perpolitikan Malaysia.

Selama bertahun-tahun di bawah pemerintahan United Malays National Organisation (UMNO), Malaysia telah mengedepankan identitas Melayu-Islam dan penerapan kebijakan-kebijakan yang mengakibatkan diskriminasi etnis terhadap kelompok non-Melayu, terutama keturunan India dan Cina.

Namun, popularitas UMNO kemudian jatuh pascaskandal korupsi 1MDB bernilai miliaran dolar yang melibatkan Najib Razak, mantan PM Malaysia (2008-2019) yang juga mantan Presiden UMNO.

Kemenangan koalisi PN di wilayah-wilayah tersebut tidak lepas dari popularitas Partai Islam Se-Malaysia (PAS), partai berbasis Islam konservatif yang memperoleh kursi parlemen terbanyak dalam Pemilu nasional Malaysia pada November 2022 lalu.

Banyak ahli mengatakan bahwa meskipun menjadi oposisi, PAS juga mampu memengaruhi pemerintahan Anwar dan dinamika politik nasional Malaysia, negara penduduk Muslimnya mencapai 63,5% dari total 34 juta populasinya, menurut sensus Malaysia 2020.

Secara ideologis dan sejarah, PAS memiliki akar nasionali-Islam yang kuat. Partai ini didirikan pada tahun 1951

Selama ini pertemuan antara kelompok Muslim konservatif di Kuala Lumpur dan Pengan dan sangat dipengaruhi oleh peristiwa Revolusi Mesir, serta munculnya Ikhwanul Muslimin di Timur Tengah dan Revolusi Khomeini di Iran.

Perbedaan yang mencolok antara PAS dengan partai nasionalis dominan lainnya, seperti UMNO yang berada di koalisi pemerintah, adalah peran sentral Islam dalam ideologi mereka yang sangat ketat dan kuat mengikuti prinsip-prinsip syariah.

Namun, terlepas dari kemenangan koalisi PN di wilayah utara, tampaknya ini tidak cukup kuat untuk menggoyahkan pemerintahan Anwar.

Alarm bagi pemerintahan Anwar

Pemerintahan Bersatu yang dipegang oleh koalisi PH-BN, yang dikenal progresif saat ini mengendalikan pemerintahan di negara bagian Selangor, Negeri Sembilan dan Penang.

Namun, di Selangor misalnya, koalisi PN pun tetap berhasil meraih 22 kursi dari total 56 kursi yang tersedia. Artinya, koalisi PH-BN menang, tapi tidak signifikan.

Beberapa bulan terakhir ini memang telah menjadi ujian kritis bagi Pemerintahan Bersatu. Meskipun hasil pemilu regional dan dinamika politik saat ini tidak akan dengan mudah menjatuhkan kepemimpinan Anwar saat ini, tetap penting bagi koalisi pemerintah untuk fokus mempertahankan dukungan masyarakat, terutama di wilayah dengan mayoritas penduduk Melayu.

Ini karena kegagalan dalam memperoleh dukungan baik dari masyarakat maupun pemilih dapat membuka jalan bagi oposisi untuk menuntut penyelenggaraan pemilu yang baru.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now