Menu Close

Piala Dunia Wanita FIFA: bagaimana diplomasi olahraga yang lebih baik dapat membantu perkembangan sepak bola perempuan

Penari tampil dalam perayaan di Sydney menjelang Piala Dunia Wanita FIFA 2023. EPA-EFE/Steven Markham

Piala Dunia Wanita FIFA 2023 diperkirakan akan menjadi pesta olahraga perempuan terbesar. Diselenggarakan oleh Australia dan Selandia Baru secara bersama-sama, pertandingan ini diprediksi akan disaksikan lebih dari 1 juta penonton langsung dan 2 miliar penonton melalui televisi dan saluran digital.

FIFA berencana menggunakan pertandingan ini untuk “menciptakan nilai komersial” sepak bola perempuan. Namun, ada keseimbangan yang harus dicapai antara tujuan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan diplomasi olahraga untuk memajukan kesetaraan gender, dan ini sangat penting bagi turnamen seperti Piala Dunia Wanita.

Pembatalan kesepakatan sponsor antara Visit Saudi – jargon promosi pariwisata pemerintah Arab Saudi – dan pihak Piala Dunia Wanita FIFA 2023, misalnya, menunjukkan bahwa FIFA memiliki beberapa cara untuk menemukan keseimbangan itu. Dan penelitian mendukung argumen tersebut.

Presiden FIFA Gianni Infantino pada tahun 2021 menggambarkan diplomasi olahraga sebagai: “Memanfaatkan kekuatan sepak bola dengan tujuan memberi manfaat bagi masyarakat, melalui kerja tim para mitra kami, adalah tindakan nyata diplomasi olahraga.”

Sering terjadi tetapi tidak disorot, tindakan diplomasi ini (yang mencakup komunikasi, representasi, dan negosiasi) sangat krusial bagi para penyelenggaranya, termasuk federasi internasional yang cenderung meragukan acara semacam ini.

Penelitian menunjukkan bahwa diplomasi olahraga sangat penting ketika menjadi tuan rumah acara olahraga perempuan internasional. Ini karena organisasi olahraga global secara tradisional dipandang sebagai “klub bapak-bapak” dengan struktur administrasi yang pengelolaannya didominasi oleh jaringan laki-laki elit kaya raya. Dan diplomasi olahraga perlu sangat hati-hati dalam berkecimpung di lingkungan ini guna mencoba menyamakan posisi acara olahraga perempuan.


Read more: Women's World Cup: Fifa's threat to ban European broadcasters is not a skilful move


Fifa President Gianni Infantino wearing a black suit, surrounded by journalists.
Presiden FIFA Gianni Infantino. EPA-EFE/Etienne Laurent

Perjuangan sponsor FIFA

Kesepakatan dengan Visit Saudi pertama kali dipublikasikan pada awal tahun 2023 dan dengan cepat menuai kritik seputar perbedaan antara catatan Arab Saudi dalam perjuangan hak-hak perempuan dan tujuan FIFA untuk mempromosikan kesetaraan gender.

Organisasi internasional Human Rights Watch telah banyak mengkritik rekor Arab Saudi terhadap hak-hak perempuan dan kelompok LGBTQ+. Sikap Arab Saudi tersebut sangat kontras dengan landasan komitmen turnamen yang progresif dan inklusif gender yang dibuat oleh FIFA.

Memang, ada beberapa negara lain dengan catatan HAM yang juga dipertanyakan telah lebih dulu berinvestasi dalam kemitraan sponsor, seperti Visit Rwanda (Kunjungi Rwanda). Namun, Arab Saudi dan strategi investasinya dalam olahraga telah banyak diawasi, yang paling baru adalah seputar golf profesional laki-laki.

Pada Maret, petinggi federasi sepak bola Selandia Baru dan Australia beserta pejabat pemerintah dan para pemain senior terkemuka masing-masing negara telah menyuarakan keprihatinan dan mengancam akan memprotes jika FIFA meresmikan kesepakatan sponsor tersebut. Ini secara tidak langsung menjadi salah suatu bentuk diplomasi olahraga.

Crowd celebrate 25 days for the Fifa Women's World Cup on the Sydney Harbour Bridge.
Masyarakat di Sydney Harbour Bridge menggelar perayaan 25 hari menuju Piala Dunia Wanita FIFA. EPA-EFE/Steven Markham

Setelah langkah mengejutkan FIFA dalam kesepakatan sponsor, Infantino menggambarkan situasi saat ini sebagai “badai dalam cangkir teh” atau masalah kecil yang dibesar-besarkan.

Dia mengklaim ada standar ganda, karena banyak negara - termasuk Australia - sudah lama memiliki kesepakatan perdagangan dengan Arab Saudi. Dia berkata: “Bagi kami, semua [bangsa] adalah sama.”

Langkah penyeimbang

Ada beberapa argumen bahwa FIFA memang perlu berpegang pada standar yang berbeda saat menengahi kesepakatan ekonomi, terutama ketika perlu memperluas sponsor global untuk mendanai pertumbuhan Piala Dunia Wanita.

Bagi Infantino dan FIFA, kesepakatan dengan Saudi justru mewakili pertumbuhan ekonomi dan dukungan untuk pengembangan olahraga perempuan.

Hanya saja, penelitian telah menyoroti bahwa organisasi olahraga internasional perlu lebih mendengar dan memahami suara perempuan.

Tidak mempertimbangkan suara perempuan saat menimbang potensi Arab Saudi sebagai sponsor, atau berusaha mengelola harapan yang berbeda melalui diplomasi olahraga, hanya membuat kesepakatan tersebut tidak memberikan dampak bagi kepentingan pertumbuhan sepak bola perempuan dan hanya menuai kritik publik belaka.

Itulah mengapa diplomasi olahraga yang efektif di tengah keseimbangan pertumbuhan ekonomi yang rapuh, klaim kesetaraan, dan urusan global perlu menjadi fokus FIFA jika ingin menciptakan sejarah yang baik bagi sepak bola perempuan ini – dan mewujudkan kesetaraan.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now