Menu Close

Presidensi G20 usai, namun pengaruh Indonesia akan tetap kuat. Ini alasannya

KTT G20 Bali
PENUTUPAN KTT G20 INDONESIA. Presiden Joko WIdodo (kiri) berbincang dengan Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva (kanan) usai menutup KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11/2022) ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Zabur Karuru/nym

Indonesia secara resmi menyerahkan kendali presidensi G20 ke India dengan berakhirnya KTT G20 Bali bulan lalu.

Terlepas dari serah terima kepemimpinan ini, Indonesia akan terus memainkan peran berpengaruh di antara organisasi berisikan 20 negara dengan ekonomi terbesar tersebut. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di Indonesia, disertai dengan pembangunan merata di seluruh penjuru tanah air.

Namun untuk tetap relevan di panggung global, Indonesia masih bisa melakukan lebih, terutama terkait dengan perubahan iklim.

Signifikansi Indonesia yang berkesinambungan di perekonomian global

Di antara negara-negara G20, Indonesia saat ini menduduki ranking ke 16 dalam hal besarnya ekonomi negara.

Meskipun diterjang pandemi COVID-19, Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil. Ini karena Indonesia memiliki perkembangan konsumsi domestik yang kuat, yang diikuti oleh kebijakan dagang dan iklim investasi yang mendukung.

Pada kuartal II 2022, Indonesia mencatatkan rekor belanja konsumen tertinggi sepanjang masa, yakni sebesar Rp 1,550 triliun. Selain itu, realisasi investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia pada tahun lalu juga melonjak 8% walaupun berada di tengah dinamika perekonomian global yang terancam resesi.

OECD pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5% pada 2022 dan 2023. Hal tersebut sangat menakjubkan mengingat perkiraan rata-rata pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan negara maju yang masing-masing berkutat di angka 3,7% dan 1,75%. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara G20 dengan pertumbuhan ekonomi tercepat ketiga, setelah Arab Saudi dan India.

Laporan McKinsey Global Institute memprediksi Indonesia akan naik ke peringkat ketujuh negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030. Sementara, dengan jumlah penduduk 280 juta jiwa, Indonesia kini merupakan negara dengan populasi keempat terbanyak dunia.

Jumlah populasi konsumen ekonomi menengah Indonesia pun terus bertumbuh. Pada 2030, konsumen dari segmen ini diperkirakan akan mencapai 135 juta jiwa, yang berarti separuh dari populasinya. Dengan jumlah ini, Indonesia akan berada di peringkat keempat negara dengan pangsa pasar terbesar di dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat (AS).

Kesemuanya ini akan turut meningkatkan signifikansi Indonesia sebagai salah satu pasar ekspor paling menarik di dunia dan semakin memperkuat posisi tawarnya.

Pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif

Indonesia cukup berhasil mengelola utang pemerintah dalam menopang pembangunan ekonomi jangka panjang. Rasio utang negara terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) selama tiga tahun terakhir tetap stabil di level 40%. Rasio utang ini masih relatif aman, di bawah 60% batas maksimal yang diatur dalam UU Keuangan Negara.

Selain itu, Indonesia tengah fokus memastikan pertumbuhan inklusif di berbagai penjuru wilayah di nusantara, yang juga berkontribusi pada ketahanan ekonomi.

Sebelumnya, pembangunan di Indonesia cenderung masih berpusat di Pulau Jawa yang merupakan pulau terpadat, tempat ibu kota negara Jakarta yang juga kawasan pusat bisnis berlokasi.

Namun, kepemimpinan Presiden Joko Widodo berusaha menerapkan pembangunan infrastruktur yang merata ke pulau-pulau lain. Hal ini sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang diwariskan oleh para pendiri negara Indonesia.

Pendekatan ini sangat penting karena ketimpangan dapat berdampak buruk pada kestabilan sosial-ekonomi dan politik. Dengan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, Indonesia dapat mengelola dengan baik risiko konflik sosial, seperti kerusuhan yang terjadi saat Krisis Moneter 1998 silam. Konflik sosial berpotensi membahayakan rekam jejak perdamaian Indonesia yang dibangun selama dua dekade terakhir.

Pendekatan Indonesia dalam pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif patut menjadi contoh untuk negara-negara G20 lainnya. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi global sebagai salah satu kesepakatan utama dalam Deklarasi Pemimpin G20 2022.

Perlunya aksi perubahan iklim

Masih banyak yang dapat Indonesia lakukan untuk memperkuat posisinya.

Pertama, Indonesia dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan penggunaan teknologi. Menurut hasil studi Kementerian Keuangan Indonesia dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), dengan mengadopsi teknologi baru, produktivitas akan meningkat dan akumulasi pertumbuhan PDB Indonesia dapat bertambah 11% antara tahun 2020 dan 2040. Ini setara dengan peningkatan rata-rata pertumbuhan PDB tahunan dari 5,2% menjadi 5,7%.

Kedua, Indonesia perlu lebih maksimal dalam menerapkan komitmen pengendalian perubahan iklim. Sebab, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan, konsumsi energi akan terus meningkat.

Organisasi G20 telah menempatkan ekonomi berkelanjutan, transisi energi, dan aksi iklim sebagai isu-isu intinya. Kepemimpinan dalam mengatasi emisi gas rumah kaca sangat diperlukan jika Indonesia ingin mempertahankan peran substantifnya dalam organisasi ini.

Pasar ekspor utama sudah mulai beralih dari energi batu bara. Sangat jelas bahwa Indonesia perlu melakukan diversifikasi ekonomi dan memanfaatkan potensi energi hijau dengan sepenuhnya.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now