Menu Close

Riset buktikan Laut Banda jadi titik krusial migrasi paus biru kerdil

Ilustrasi. Greg Schechter/Wikimedia

Artikel ini merupakan bagian pertama dari serial artikel migrasi paus biru kerdil dalam rangka Hari Konservasi Kehidupan Liar Sedunia

Peningkatan aktivitas manusia di laut memiliki risiko besar bagi sejumlah satwa perairan, terlebih satwa beruaya (migratory species) yang kerap berpindah tempat dari satu perairan ke perairan lainnya. Selama melewati beberapa perairan, mereka menghadapi berbagai ancaman, terutama yang berasal dari manusia, seperti tertangkap jaring nelayan atau tertabrak kapal.

Sayangnya, risiko ini tak dilengkapi perencanaan ruang laut yang matang baik di pusat maupun di daerah karena minimnya penelitian seputar alur migrasi satwa laut.

Penelitian yang saya lakukan bersama tim mencoba mengurai persoalan tersebut. Saya bersama tim peneliti dari Wageningen University & Research Belanda, organisasi nirlaba Konservasi Indonesia, dan Australian Antarctic Division – bagian dari pemerintah Australia – berhasil memprediksi koridor migrasi salah satu jenis mamalia laut, yakni paus biru kerdil (pygmy blue whale), yang bemigrasi dari Australia Barat menuju Laut Banda Indonesia.

Studi kami juga menemukan Laut Banda menjadi salah satu area inti dalam aktivitas paus biru kerdil. Temuan ini diharapkan menjadi masukan bagi penyusunan kawasan konservasi laut dan tata ruang laut Indonesia, khususnya Laut Banda dan sekitarnya.

Bagaimana Laut Banda krusial untuk paus biru kerdil

Studi ini merupakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia, sekaligus menjawab kebuntuan seputar metode prediksi koridor (area) migrasi mamalia laut yang dapat diterima secara saintifik. Dengan menggunakan metode Brownian Bridge Movement Model (BBMM) yang dikembangkan oleh pakar biologi satwa liar, Jon S. Horne, dan tim dari University of Idaho Amerika pada 2007, koridor migrasi mamalia laut dapat diperkirakan. Metode ini memperhitungkan kecepatan berenang, jarak antara dua lokasi yang terekam oleh satelit, dan sudut yang paling mungkin diambil oleh biota tersebut saat berpindah tempat.

Pulau Banda Neira yang berada di Laut Banda. Collin Key/Flickr

Hasil kajian kami menunjukkan bahwa Laut Sawu, Laut Banda, dan Laut Maluku menjadi area inti (core-use area) yang digunakan oleh paus biru kerdil selama mereka bermigrasi dari pantai barat Australia ke perairan timur Indonesia.

Di Laut Banda, paus biru kerdil terus mengitari perairan tersebut selama lebih dari 3 bulan (pertengahan Juni – pertengahan September).

Pola alur migrasi ini berulang di tahun yang berbeda, menunjukkan adanya path fidelity (kesetiaan terhadap jalur yang ditempuh).

Lantas, apa yang spesial dari Laut Banda?

Perairan ini dicirikan dengan laut dalam dengan dasar perairan yang beragam seperti selokan dasar laut dan gunung laut. Karakteristik dasar perairan yang kompleks dapat mempengaruhi sirkulasi laut, menyebabkan pengadukan nutrien (upwelling). Proses ini mengundang beberapa biota laut untuk datang, termasuk cetacean (paus dan lumba-lumba). Secara umum, perairan Indonesia memang terletak di dalam sistem upwelling dengan produktivitas nutrien yang tinggi.

Para peneliti telah mengaitkan lamanya waktu tinggal atau lambatnya kecepatan beruaya biota laut di suatu perairan dengan kebiasaan mereka mencari makan. Bahkan, ada studi yang menghubungkannya dengan upaya meningkatkan keberhasilan reproduksi dari suatu individu.

Laut Banda juga diduga sebagai lokasi kawin (breeding grounds) paus biru kerdil. Meski begitu, investigasi dan pengumpulan bukti lebih lanjut perlu dilakukan untuk membuktikan kebenarannya.


Read more: Tak hanya perburuan, aktivitas pelayaran juga mengancam populasi hiu paus


Jalur migrasi belum dilindungi

Laut Banda merupakan kawasan strategis yang dilalui banyak kapal karena termasuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia III. Kawasan ini juga menjadi lokasi penangkapan ikan yang masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714. Ini meningkatkan risiko terjadinya tabrakan kapal dengan paus biru kerdil maupun terjerat jaring.

Sayangnya, belum ada kawasan konservasi khusus di Indonesia yang melindungi jalur migrasi paus biru kerdil ini, khususnya di Laut Banda. Sejauh ini, hanya ada Sub-Zona Perlindungan Cetacea di Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang diperuntukkan untuk semua jenis paus dan lumba-lumba. Sub-Zona Perlindungan Cetacea ini terintegrasi ke dalam Zona Pemanfaatan yang mengizinkan kegiatan perikanan dengan alat tangkap tradisional ramah lingkungan.

Ikan tuna merupakan salah satu satwa bermigrasi yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan 714. Antara

Pada 2015, pemerintah sempat melarang penangkapan ikan di sebagian wilayah WPP 714. Namun, pemerintah justru mencabut larangan itu pada lima tahun setelahnya, dan menggantikannya dengan aturan yang hanya melarang penangkapan Ikan Madidihang (Thunnus Albacares) di daerah pemijahan dan daerah bertelur di Laut Banda pada Oktober-Desember.

Ke depan, perangkat aturan yang sudah ada perlu diperkuat. Cakupan perlindungannya juga perlu diperluas agar dapat melindungi paus biru kerdil dan biota beruaya lainnya.

Titik cerah sebenarnya sudah terlihat. Setelah mengakses penelitian kami, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku pun menghubungi kami. Mereka menyatakan minatnya untuk mengadopsi hasil riset kami dalam penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Provinsi ini akan menjadi yang pertama dalam mengaplikasikan metode baru tersebut.

Saat ini, kami masih menunggu perkembangan upaya akomodasi habitat penting dan alur migrasi paus biru kerdil ke dalam RZWP3K Maluku.


Read more: Riset buktikan populasi pari manta karang terus tumbuh di Raja Ampat, buah dari kebijakan dan upaya konservasi


Upaya pemerintah Maluku mengadopsi hasil penelitian kami patut diacungkan jempol serta layak ditiru daerah lainnya. Pasalnya, riset kami sebelumnya menemukan selama ini pemerintah menentukan alur migrasi biota laut dengan cara spekulatif yang diragukan kesahihannya, yakni hanya memasukkan titik-titik perjumpaan ke dalam peta. Riset ini merupakan hasil analisis 16 RZWP3K di Indonesia yang terbit di jurnal Marine Policy tahun 2020.

Selain perihal metode penentuan, bentuk dan cara penetapan alur migrasi biota laut juga tak seragam. Ada Perda RZWP3K yang menetapkan alur migrasi biota laut berupa garis indikatif. Ada juga yang langsung menetapkan alokasi ruang untuk koridor migrasi atau daerah perlindungan mamalia laut.

Bahkan, ada dua RZWP3K (yaitu di Sumatera Barat dan DIY) yang sama sekali tidak menyebutkan alur migrasi biota laut.

Riset kami juga menemukan, ada empat Perda RZWP3K yang menyebut biota laut selain mamalia laut, misalnya Sulawesi Utara (hanya untuk penyu dan ikan), Jawa Timur (untuk penyu dan jenis ikan tertentu), Kalimantan Utara (untuk penyu dan ikan pelagis), dan Jawa Tengah (untuk sidat dan penyu). Selebihnya, ada 10 Perda RZWP3K yang menyebutkan secara khusus alur migrasi untuk minimal satu jenis mamalia laut (paus dan/atau lumba-lumba).

Pemerintah pusat dan daerah membutuhkan metode, bentuk, dan cara penetapan alur migrasi biota laut yang baku agar penerapannya bisa lebih seragam. Harapannya, peningkatan aktivitas manusia di laut kita bisa memberikan dampak minimum terhadap kelangsungan biota laut beruaya.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now