Menu Close

Riset ungkap masalah struktural yang hambat kemajuan pendidikan kebidanan di Indonesia

Pelantikan bidan di Universitas Pahlawan Riau, Desember 2020. Universitas Pahlawan/Flickr.com

Artikel diterbitkan untuk memperingati Hari Bidan Nasional, 24 Juni.

Sekolah kebidanan di Indonesia pertama kali berdiri 150 tahun lalu pada masa kolonial Belanda, tapi secara hukum, pendidikan untuk menyiapkan tenaga bidan profesional baru kokoh setelah terbitnya Undang-Undang Kebidanan pada 2019.

Walau terlambat, UU Kebidanan merupakan elemen penting untuk memastikan kerangka nasional pendidikan kebidanan di Indonesia.

Riset terbaru saya menunjukkan bahwa struktur program kebidanan, akreditasi, UU Kebidanan, dan Konsil Kebidanan, memainkan peran penting dalam mempengaruhi kualitas pendidikan kebidanan.

Dari empat hal itu, masing-masing memiliki masalah dan hanya Konsil Kebidanan yang belum ada di Indonesia. Tanpa ada Konsil, tak ada lembaga yang menetapkan standar profesional pendidikan kebidanan dan profesi bidan.

Peran bidan

Bidan merupakan tulang punggung asuhan kebidanan di Indonesia. Pada 2018, 62,7% layanan persalinan dilakukan oleh bidan, diikuti oleh dokter kandungan-ginekologi (28,9%), dokter umum (1,2%), dan perawat (0,3%), dengan 93,1% persalinan secara keseluruhan ditolong oleh tenaga terampil dan 6,2% ditolong oleh dukun bayi.

Sebuah riset pada 2014 memberikan bukti kuat bahwa bidan terdidik, berlisensi, dan teregulasi dari program pendidikan kebidanan berkualitas tinggi memainkan peran penting di negara-negara yang dibebani dengan angka kematian ibu yang tinggi, termasuk Indonesia.

Selama beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menggalakkan program kesehatan ibu dan bayi baru lahir dengan meningkatkan jumlah bidan sebagai salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Namun, Indonesia tidak mencapai tujuan penurunan sebesar tiga perempat angka kematian ibu selama periode Tujuan Pembangunan Milenium (2000-2015).

Hal itu bisa dilihat dari laporan bahwa di Indonesia, satu anak balita meninggal setiap tiga menit, atau sekitar 150.000 anak meninggal per tahun – walau kita memiliki sejarah panjang praktik dan pendidikan kebidanan.

Masalah kematian ibu dan bayi begitu kompleks, dan bidan merupakan satu dari beberapa pihak yang terlibat dalam layanan kelahiran bayi.

Pendidikan kebidanan

Pada 2015, 151 program kebidanan dari seluruh Indonesia menghasilkan sekitar 34.401 bidan baru. Hingga saat ini, pemerintah Indonesia telah melisensikan 856 lembaga pendidikan swasta dan publik yang menawarkan program kebidanan di Indonesia.

Kurikulum kebidanan memiliki keseimbangan praktik klinis terhadap teori dengan rasio 60:40 guna menghasilkan tingkat kompetensi lulusan yang memenuhi standar internasional dan pedoman nasional.

Bidan di Indonesia memperoleh kualifikasi kebidanan mereka dengan menyelesaikan program bidan yang diajarkan di institusi negeri dan swasta. Seseorang bisa bekerja sebagai bidan setelah menyelesaikan pendidikan baik gelar diploma tiga (D3) tahun kebidanan atau program kebidanan profesional lima tahun (S1).

Riset kualitatif ini dilakukan dari Agustus 2016 hingga Januari 2017, melibatkan 37 responden dari 12 sekolah kebidanan di delapan kota di Indonesia: Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Mojokerto, dan Padang.

Menurut responden penelitian, perbedaan antara diploma, diploma lanjutan, dan gelar sarjana kebidanan membingungkan. Seorang responden yang berprofesi sebagai dosen kebidanan, Dhendra, mengatakan mentor yang bekerja sama dengan mahasiswa di klinik saat magang tidak selalu memahami perbedaan hasil belajar dari program kebidanan yang berbeda.

Ketika seorang mentor tidak memahami program dari mana siswa berasal (diploma, diploma lanjutan, atau sarjana), dampak yang dapat terjadi adalah siswa perlu menghabiskan lebih banyak waktu dan membayar waktu klinis tambahan untuk memenuhi persyaratan hasil pembelajaran. “Terkadang hal itu merugikan siswa untuk karir dan keuangan mereka,” ujar Dhendra.

Akreditasi sekolah kebidanan

Sekolah kebidanan wajib melakukan akreditasi yang dijalankan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia. Ini juga merupakan bagian dari syarat berjalannya program kebidanan.

Status akreditasi ini mempengaruhi mudah atau sulitnya lulusan untuk mencari pekerjaan setelah lulus. Makin bagus akreditasinya, makin mudah lulusan diterima di fasilitas layanan kesehatan.

Saat riset ini dilakukan, akreditasi sekolah kebidanan diklasifikasikan dalam nilai A, B, dan C dengan tujuh kriteria. Kini model akreditasi diubah jadi penilaian Unggul, Baik Sekali, dan Baik dengan sembilan kriteria.

Salah satu masalah akreditasi, menurut para responden, adalah penilaian akreditasi lebih besar bobotnya pada penilaian dokumentasi dan administrasi ketimbang pengajaran yang sebenarnya di sekolah.

“Lembaga pendidikan itu seperti pabrik. Bagaimana menciptakan produk yang sesuai dengan tuntutan profesi. Ya, ada akreditasi, tapi nyatanya hal ini tidak bisa menilai hal-hal operasional” ujar Shinta, seorang bidan.

Pentingnya Konsil Kebidanan

Di level struktural, responden menyoroti adanya peluang memperkuat pendidikan kebidanan melalui UU Kebidanan tahun 2019 tapi pada saat yang sama belum ada Konsil Kebidanan – walau sudah terbit peraturan presiden seperti halnya Konsil Kedokteran Indonesia.

Para responden juga berbicara tentang pentingnya memiliki Konsil Kebidanan untuk memperkuat pendidikan kebidanan. Sony, seorang dokter kandungan, menyebutkan tidak adanya Konsil Kebidanan telah menyulitkan untuk melegitimasi standar pendidikan kebidanan.

“Kami memiliki Konsil Kedokteran; bidan tidak memilikinya. Sebagai garda profesional, bidan harus menangani perempuan dan keluarga, jadi regulator perlu mengaturnya” ujar Sony.

Konsil Kebidanan ini penting untuk menetapkan standar profesional bagi bidan dan pendidikan kebidanan, termasuk memastikan kompetensi bidan. Seorang responden lainnya, Ratna, mengidentifikasi bahwa tidak adanya Konsil Kebidanan berkontribusi pada ketidakmampuan untuk menetapkan standar profesional dalam pendidikan kebidanan.

Seperti Konsil Kedokteran, lembaga ini bertugas memastikan bahwa pendidikan kebidanan dapat menghasilkan bidan profesional yang memenuhi kebutuhan ibu dan anak di masyarakat. Karena itu, pemerintah perlu segera mempunyai Konsil Kebidanan untuk meningkatkan kualitas praktik dan pendidikan kebidanan, serta meningkatkan kemampuan memberikan asuhan kebidanan yang optimal kepada perempuan dan keluarga.

Konsil Kebidanan akan memastikan bidan memenuhi dan mempertahankan standar profesional pendidikan kebidanan, termasuk akreditasi program kebidanan pada masa depan dan kinerja bidan yang tinggi sepanjang tahun praktik kebidanan mereka.

Di beberapa negara lain seperti di Inggris dan Selandia Baru, Konsil Kebidanan tidak hanya menetapkan standar untuk pendidikan tapi mereka juga mengakreditasi sekolah kebidanan untuk memastikan bahwa lulusan kebidanan dipersiapkan dengan baik untuk praktik.

Pada akhirnya, asosiasi dan kolegium kebidanan perlu lebih keras bersuara untuk menuntut peningkatan kualitas pendidikan kebidanan, mendorong pembentukan Konsil Kebidanan, dan meningkatkan profesionalisme sekolah kebidanan, sehingga profesionalisme bidan di fasilitas layanan kesehatan bisa lebih meningkat.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now